• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Emotional Autonomy Mahasiswa Tahun Pertama Universitas 'X' Yang Kost di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Emotional Autonomy Mahasiswa Tahun Pertama Universitas 'X' Yang Kost di Kota Bandung."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran derajat emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama Universitas ‘X’ yang kost di Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan teknik survey. Adapun sample dalam penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama universitas ‘X’ yang kost di Bandung berusia 18-21 tahun. Atas dasar karakteristik yang ditetapkan diperoleh sampel 94 mahasiswa.

Alat ukur yang digunakan untuk menjaring emotional autonomy adalah kuesioner yang dikonstruksi oleh peneliti, diturunkan berdasarkan komponen-komponen emotional autonomy dari Steinberg (2002), yaitu de-idealized, parent as people, individuated dan non-dependency. Kuesioner memiliki empat peluang jawaban dan keseluruhan berjumlah 56 item, dengan validitas 0.303-0.781 dan reliabilitas 0.8400.

Berdasarkan pengolahan data dengan cara membandingkan item dengan item total, dan teknik pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling dimana semua anggota dalam populasi mempunyai probabilitas yang sama untuk dipilih menjadi sampel dimana populasi dapat dikelompokkan menurut cluster-cluster, serta teknik analisis dnegan cara menghitung persentase mahasiswa yang memiliki derajat emotional autonomy tinggi dan rendah, maka diperoleh hasil 54,3% mahasiswa menunjukkan derajat emotional autonomy tinggi sedangkan sisanya 45,7% menunjukkan derajat emotional autonomy rendah.

(2)

DAFTAR ISI

Lembar Judul ………...i

Lembar Pengesahan ………ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ... …..vii

DAFTAR BAGAN...………...xi

DAFTAR TABEL……….xii

DAFTAR LAMPIRAN……….xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….1

1.2 Identifikasi Masalah ………...9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………...10

1.3.1 Maksud Penelitian ………..10

1.3.2 Tujuan Penelitian ………....10

1.4 Kegunaan Penelitian ………...10

1.5 Kerangka Pikir ………11

(3)

BAB II TINJAUAN MASALAH

2.1 Autonomy ………21

2.1.1 Pengertian Autonomy ………...21

2.1.2 Autonomy Sebagai Pokok Permasalahan Remaja………...21

2.1.3 Tipe-Tipe dari Autonomy………...23

2.1.4 Perkembangan Emotional Autonomy………...23

2.1.4.1 Emotional Autonomy dan Detachment……..…...25

2.1.4.2 Emotional Autonomy dan Individuated………...26

2.1.4.3 Komponen dari Emotional Autonomy……….….29

2.1.4.4 Faktor-Faktor Yang Berperan dalam Perkembangan Emotional Autonomy…………...30

2.2 Masa Remaja……….…..34

2.2.1 Batasan Masa Remaja ………....….34

2.2.2 Tugas-tugas Perkembangan remaja remaja ………...…35

2.2.3 Karakteristik Masa Remaja………...…...37

2.2 Perkembangan Psikososial Remaja………..……...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ………...…40

3.2 Bagan Rancangan Penelitian……….…...…40

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………..……..41

3.3.1 Variabel Penelitian ……….….………41

(4)

3.4 Alat Ukur

3.4.1 Kuesioner ………...42

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ………..46

3.4.3 Pengujian Alat Ukur……….. ………47

3.4.4 Validitas Dan Reliabilitas………...…47

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur………..…….………….47

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur………....49

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel……….50

3.5.1 Populasi Sasaran ………50

3.5.2 Karakteristik Populasi ………50

3.5.3 Teknik Penarikan Sampling ………... …50

3.6 Teknik Analisis ……….. …... …51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran responden………...…52

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…...…..52

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………..…...53

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Urutan Kelahiran..…..53

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Kost……….54

4.2 Hasil penelitian………54

(5)

4.2.2 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy

Dengan Komponen Emotional Autonomy……..…………..55

4.3 Pembahasan………..………57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...66

5.2 Saran………...67

5.2.1 Saran Ilmiah……….………...67

5.2.2 Saran Praktis………..………...67

DAFTAR PUSTAKA ………...68

DAFTAR RUJUKAN………...69

(6)

DAFTAR BAGAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin ... 53

Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan usia ... 54

Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan urutan kelahiran ... 54

Tabel 4.4 Gambaran responden berdasarkan lama tinggal di kost ... 55

Tabel 4.5 Tabel distribusi frekuensi Emotional Autonomy ... 55

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Hasil Uji Validitas Kuesioner Emotional Autonomy LAMPIRAN 2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Emotional Autonomy LAMPIRAN 3 Alat Ukur Emotional Autonomy

LAMPIRAN 4 Skor Emotional Autonomy

LAMPIRAN 5 Tabulasi silang Hasil Penelitian dengan Data Penunjang dan Identitas

- Lampiran 5.1 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Jenis Kelamin

- Lampiran 5.2 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Urutan Kelahiran

- Lampiran 5.3 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Jumlah Saudara

- Lampiran 5.4 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Pola Asuh

- Lampiran 5.5 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Keinginan Mengambil Keputusan

- Lampiran 5.6 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan orang yang berinteraksi dengan Responden.

(9)

LAMPIRAN I

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY No Item Nilai Validitas Keterangan

(10)
(11)
(12)

LAMPIRAN II

HASIL UJI RELIABILITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY

Reliability

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients

N of Cases = 94.0 N of Items = 80

(13)

LAMPIRAN III

DATA PRIBADI

Isilah sesuai dengan identitas saudara. Nama (Inisial) :

Usia :

Jenis Kelamin :

(14)

PETUNJUK PENGISIAN

Dibawah ini terdapat pernyataan-pernyataan untuk mengenali perasaan Saudara. Saudara diminta untuk menjawabnya berdasarkan apa yang Saudara rasakan atau yang Saudara alami sendiri.

Berilah tanda silang (X) pada kolom yang telah tersedia dengan keterangan sebagai berikut :

SS : Pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri Saudara S : Pernyataan tersebut sesuai dengan diri Saudara

KS : Pernyataan tersebut kurang sesuai dengan diri Saudara TS : Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri Saudara

Dalam hal ini semua jawaban adalah benar. Saya sangat mengharapkan dan sangat menghargai kejujuran Saudara dalam mengisi kuesioner ini. Kerjakan secara spontan dan jangan terlalu lama memikirkannya. Jawablah semua pernyataan yang tersedia dan jangan sampai ada nomor yang terlewatkan atau tidak terjawab.

Saya pasti menjamin kerahasiaan identitas saudara dan kuesioner ini. Sebelum dan sesudahnya saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kerja sama Saudara.

(15)

SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS=Kurang Sesuai; TS= Tidak Sesuai

No PERNYATAAN SS S KS TS

1 Saya takut menceritakan masalah saya kepada orangtua saya, karena mereka akan menyalahkan saya atas munculnya masalah ini.

2 Saya dapat mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan selama saya kuliah jauh dari orangtua.

3 Saya mampu mengatasi rasa takut ketika saya tinggal sendiri di kost, meskipun tidak ada orangtua di dekat saya.

4 Saya akan mengambil keputusan yang terbaik bagi saya meskipun berbeda dengan pendapat orangtua saya.

5 Saya akan mengikuti semua solusi yang diberikan oleh orangtua saya.

6 Ketika saya pulang ke kost saya merasa sedih karena orangtua saya tidak ada.

7 Saya ragu mengajukan protes pada orangtua karena saya memandang mereka sebagai pemimpin keluarga.

8 Saya akan berusaha mengatasi sendiri gejolak perasan saya sendiri tanpa melibatkan orangtua.

9 Saya membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi di kampus dan kost, karena orangtua saya tidak ada di dekat saya untuk menghibur ketika saya membutuhkan mereka.

(16)

orangtua saya, karena solusi dari mereka belum tentu sesuai dengan permasalahan saya.

11 Saya dapat berinteraksi secara terbuka dengan orangtua saya seperti layaknya dengan teman.

12 Saya punya cara tersendiri yang berbeda dengan orangtua dalam menyelesaikan masalah saya dengan orang lain.

13 Kemampuan orangtua saya terbatas, sehingga saya tidak akan menyalahkan mereka karena memberi pemecahan masalah yang kurang tepat.

14 Saya punya pilihan selain pilihan yang sudah ditentukan oleh orangtua saya.

15 Saya merasa tidak ada jarak antara saya dengan orangtua bila melakukan diskusi tentang masalah pribadi saya.

16 Saya mampu mengatasi sendiri kegelisahan yang saya hadapi tanpa bercerita kepada orangtua saya.

17 Saya hanya akan menceritakan beberapa hal yang menurut saya perlu diceritakan pada orangtua saya.

(17)

SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS= Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai

No PERNYATAAN SS S KS TS

19 Tanpa pikir panjang, saya berusaha untuk secepatnya mengungkapkan kesedihan saya kepada orangtua.

20 Saya merasa orangtua tidak perlu mencampuri urusan pribadi saya.

21 Orangtua perlu mengetahui setiap permasalahan yang saya alami terutama karena mereka jauh dari saya, agar saya tidak merasa sendiri dalam menghadapi masalah saya.

22 Perasaaan saya bisa lebih tenang bila telah menceritakan masalah yang saya hadapi kepada orangtua.

23 Saya tidak dapat berkomunikasi dengan santai kepada orangtua saya.

24 Saya sulit menerima sifat-sifat buruk yang ada pada orangtua saya.

25 Setiap saya merasa kesulitan, saya akan meminta bantuan kepada orangtua saya karena mereka akan memberi jalan keluar yang paling tepat.

26 Saya selalu bertanya kepada orangtua keputusan yang harus saya ambil bila saya menghadapi kesulitan.

(18)

SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS= Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai

No PERNYATAAN SS S KS TS

28 Saya menceritakan semua hal mengenai hubungan saya dengan teman-teman kepada orangtua.

29 Saya akan segera menceritakan permasalahan dalam perkuliahan maupun pribadi kepada orangtua dan mereka yang akan memutuskan yang terbaik bagi saya.

30 Menurut saya sangat tidak lazim bila orangtua saya mempunyai kekurangan karena orangtua adalah tempat saya bertanya.

31 Orangtua saya jauh dari saya, sehingga mereka perlu mengetahui segala hal yang saya alami baik hal yang buruk atau hal yang baik.

32 Meskipun saya jauh dari orangtua, saya dapat berdiskusi mengenai masalah saya dengan orangtua hingga menemukan jalan keluar.

33 Orangtua saya jauh dari saya, sehingga mereka perlu mengetahui kegiatan saya sepanjang hari.

34 Sebagai orangtua yang memiliki pengalaman yang banyak, saya tidak dapat menerima kesalahan yang mereka lakukan dalam penyelesaian masalah saya.

(19)

SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS= Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai

No PERNYATAAN SS S KS TS

36 Saya tidak terbiasa berbeda pendapat dengan orangtua, karena saya tidak ingin membebani mereka yang secara fisik jauh dari saya.

37 Saya menceritakan semua rahasia diri saya kepada orangtua. 38 Saya tidak dapat mentoleransi kesalahan orangtua saya.

39 Masalah yang saya hadapi dengan teman sebaiknya diselesaikan bersama orangtua agar orangtua dapat membantu dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah tersebut.

40 Mengatur jadwal kegiatan sehari-hari merupakan masalah saya, bukan tanggung jawab orangtua yang secara fisik jauh dari saya. 41 Menurut saya orangtua bukanlah satu-satunya orang yang dapat

memberikan saran atau pendapat untuk membantu saya menyelesaikan masalah saya.

42 Saya mencari-cari alasan agar orangtua yang bertanggung jawab pada masalah yang saya hadapi.

43 Saya sulit sekali menerima hal-hal yang kurang pada diri orangtua saya.

(20)

SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS= Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai

No PERNYATAAN SS S KS TS

45 Saya merasa tidak perlu memberitahu kepada orangtua segala hal yang terjadi di tempat kost.

46 Saya akan memaksa orangtua saya mengikuti pendapat saya. 47 Saya dapat secara bebas mengungkapkan gagasan atau pendapat

saya kepada orangtua, meskipun berbeda dengan mereka.

48 Saya merasa lebih nyaman ketika menceritakan setiap masalah yang saya hadapi kepada orangtua.

49 Saya dapat memahami bahwa orangtua saya tidak selalu dapat memberikan saran yang tepat untuk setiap masalah saya.

50 Orangtua tidak perlu mengetahui berapa jumlah dari teman-teman saya dan aktivitas apa yang sering saya lakukan bersama dengan teman-teman saya.

51 Orangtua bukanlah satu-satunya orang yang harus menjadi contoh atau panutan bagi saya.

52 Saya tidak dapat berdebat dengan orangtua saya ketika cara pandang kami berbeda, karena saya tidak ingin menjadi anak yang durhaka.

(21)

SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS= Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai

No PERNYATAAN SS S KS TS

54 Saya memahami orangtua yang tidak selalu dapat membantu saya dalam memecahkan masalah yang saya hadapi.

55 Saya tidak dapat mengurus keperluan hidup saya sendiri, tanpa bantuan dari orangtua saya.

(22)

DATA PENUNJANG

Berilah tanda silang pada option atau pilihan yang telah disediakan. Jawaban yang saudara berikan hendaknya sesuai dengan keadaan diri Saudara.

1. Pola asuh yang diterapkan orangtua kepada Saudara : A. Harmonis, penuh kasih sayang, dan hangat

B. Tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat, perasaan serta keinginan pada orangtua.

C. Memberlakukan kontrol yang longgar

2. Keinginan Saudara untuk mengambil keputusan berasal dari : A. Diri sendiri

B. Orangtua

3. Saudara lebih banyak berinteraksi dengan : A. Orangtua

B. Teman

4. Saudara lebih banyak mengikuti ide-ide dan perilaku dari: A. Orangtua

(23)
(24)
(25)
(26)
(27)

85 172 Tinggi 86 180 Tinggi 87 160 Tinggi 88 176 Tinggi 89 179 Tinggi 90 179 Tinggi 91 194 Tinggi 92 165 Tinggi 93 172 Tinggi 94 160 Tinggi

(28)

LAMPIRAN V

LAMPIRAN 5.1 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Jenis Kelamin

(29)

LAMPIRAN 5.3 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Jumlah Saudara

Jumlah Saudara Dalam Keluarga Emotional Autonomy

Total Tinggi Rendah

Frek. % Frek. % Frek. %

Tunggal 3 42,9% 4 57,1% 7 100%

Memiliki Saudara Kandung 48 55,2% 39 44,8% 87 100%

LAMPIRAN 5.4 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Pola Asuh

Pola Asuh Emotional Autonomy

Total Tinggi Rendah

Frek. % Frek. % Frek. % Authoritative 37 47,4% 41 52,6% 78 100% Permissive 11 84,6% 2 15,4% 13 100%

(30)

LAMPIRAN 5.5 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Keinginan Mengambil Keputusan

Keinginan Mengambil Keputusan

Emotional Autonomy

Total Tinggi Rendah

Frek. % Frek. % Frek. %

Diri Sendiri 48 53,9% 41 46,1% 89 100%

Orangtua 2 40% 3 60% 5 100%

LAMPIRAN 5.6 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan orang yang berinteraksi dengan Responden.

Interaksi Emotional Autonomy

Total Tinggi Rendah

(31)

LAMPIRAN 5.7 Tabulasi Silang Antara Emotional Autonomy dengan Orang Yang diikuti Ide-Ide dan Perilaku.

Ide-Ide dan Perilaku

Emotional Autonomy

Total Tinggi Rendah

(32)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan ini berbeda pada setiap usia. Pada saat anak mulai menginjak remaja, perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua dan belajar untuk mandiri. Mandiri atau sering juga disebut berdiri di atas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya (www.e-psikologi.com/remaja).

(33)

2

Secara umum, kemandirian terdiri dari tiga aspek (Steinberg, 2002), yaitu Emotional Autonomy, Behavioral Autonomy, dan Value Autonomy. Emotional autonomy merupakan aspek dari autonomy yang berhubungan dengan perubahan dalam hubungan individu yang dekat khususnya dengan orangtua, misalnya ketika menghadapi masalah remaja akan berusaha sendiri untuk menyelesaikannya tanpa tergesa-gesa meminta bantuan orangtua. Behavioral autonomy merupakan kapasitas untuk membuat keputusan dan melakukan keputusan tersebut secara bebas. Value autonomy merupakan kemampuan untuk menggunakan prinsip-prinsip yang dimilikinya dalam membuat keputusan.

Emotional autonomy merupakan suatu proses yang ada terlebih dahulu yakni pada masa remaja awal daripada dua kemandirian lainnya yang terjadi pada masa remaja madya dan remaja akhir (Steinberg, 2002). Pada masa remaja akhir emotional autonomy, behavioral autonomy, dan value autonomy seharusnya sudah dimiliki remaja. Dengan adanya behavioral autonomy, dan value autonomy akan semakin membantu mahasiswa untuk mampu memandang orangtua secara lebih objektif.

(34)

3

hal yang dilakukan. Hal ini menuntut remaja untuk tidak tergantung lagi dengan orangtua atau dengan kata lain remaja dituntut untuk menjadi mandiri. Menurut Steinberg (2002), menjadi individu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama pada masa remaja. Remaja yang mandiri akan dapat menentukan pilihannya sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Mereka mungkin membutuhkan informasi dari orang lain, tetapi sebagai pribadi mereka bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya. Mereka akan memandang orangtua sebagai salah satu sumber informasi, bukan satu-satunya sumber informasi.

(35)

4

Hubungan antara orangtua dan remaja berubah di sepanjang kehidupan, mereka akan jauh berkurang ketergantungannya terhadap orangtua dibanding masa kanak-kanak (Steinberg, 2002). Remaja menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman sebaya dibandingkan dengan orangtua mereka. Dengan kata lain, remaja memisahkan diri secara emosional dengan orangtuanya. Oleh karena itu, remaja dituntut agar lebih bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan yang mereka lakukan. Namun untuk dapat mandiri secara emosional remaja membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga. Pada saat remaja, peran orang tua sangat diperlukan bagi anak sebagai penguat untuk setiap perilaku yang dilakukannya.

Untuk menjadi mandiri merupakan tantangan bagi remaja, terutama jika menjadi mahasiswa berpindah dari seorang senior di SMU menjadi orang baru di universitas dan biasanya dipanggil mahasiswa baru. Perguruan tinggi merupakan lingkungan yang baru bagi mahasiswa dan terdapat beberapa perbedaaan antara menempuh pendidikan di sekolah dan universitas. Antara lain, di perguruan tinggi mahasiswa mengenakan pakaian bebas, sedangkan di sekolah mereka harus mengenakan seragam. Dalam pergaulannya juga berbeda, di perguruan tinggi tidak semua mahasiswa saling mengenal satu sama lain dalam satu universitas, mereka menentukan tindakannya sendiri dan tidak seperti semasa sekolah yang lebih saling mengenal satu dengan yang lainnya.

(36)

5

proses belajar-mengajar. Lain halnya di perguruan tinggi, mahasiswa merupakan pelaku utama dalam proses pembelajaran dan dosen hanya berfungsi sebagai fasilitator. Mahasiswa diharapkan mampu mengatur dirinya sendiri untuk belajar tanpa perintah langsung dari orangtua. Di sinilah diperlukan kemandirian mahasiswa, bahwa menjadi seorang mahasiswa baru yang dewasa dalam berpikir dan pandai menghitung resiko dalam bertindak tanpa bantuan langsung orangtua.

Bagi remaja yang berasal dari luar Bandung yang ingin menuntut ilmu harus mau berpisah dari orangtua dan hidup di tempat kost. Dulu masih hidup dengan orangtua sekarang harus mengurus segala sesuatunya sendiri. Jauh dari orangtua, tentunya harus siap menyelesaikan masalah sendiri terutama bagi mereka yang baru pertama kali berpisah dari orangtua. Secara emosional mahasiswa tidak dapat mencurahkan perasaan secara langsung kepada orangtua mereka atau saudara-saudara dekat. Mahasiswa tidak lagi tinggal dengan keluarga dan tidak lagi mengisi kegiatan bersama keluarga.

(37)

6

Dalam keadaan seperti itu, mahasiswa dituntut untuk bisa hidup mandiri dan menyingkirkan sifat manja ketika di rumah. Mereka dituntut harus mampu mengurus diri sendiri, seperti kesehatan, keuangan, kebutuhan sehari-hari: makan, mencuci, membersihkan kamar, dan sebagainya ketika berada jauh dari orangtua. Melalui fenomena ini juga dapat dilihat perilaku mahasiswa tersebut bila ditinjau dari perspektif psikologis harus melepaskan dirinya dari keterikatan-keterikatan orangtua. Mahasiswa berusaha mandiri secara emosi, dan tidak lagi menjadikan orangtua sebagai satu-satunya sandaran dalam keinginan untuk pengambilan keputusan. Mahasiswa memutuskan sesuatu atas dasar kebutuhan dan keinginan pribadi, walaupun pada suatu saat masih mempertimbangkan kepentingan dan harapan orangtua.

Pengawasan dari orangtua terbatas karena jarak yang berjauhan sehingga kemampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari harus dilakukan dengan baik. Pada saat sekolah mereka terbiasa untuk melakukan sesuatu dengan arahan dan bimbingan dari orangtua. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa tersebut sulit menentukan apa yang dilakukan oleh dirinya ketika berada jauh dari orangtua karena mereka sangat bergantung kepada orangtua. Atau dengan kata lain mereka memiliki emotional autonomy yang rendah.

(38)

7

tua dan kelompok sebaya merupakan lingkungan sosial tempat mahasiswa belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya, khususnya lawan jenis (Steinberg, 2002).

Mahasiswa yang mandiri secara emosional berusaha menentukan apa yang harus dilakukan oleh dirinya dengan sedikit mungkin atau tanpa bantuan dari orangtuanya. Ketika menghadapi masalah akademik, masalah dengan teman, dan masalah dalam gejolak perasaan, maka ia akan berusaha sendiri untuk menyelesaikannya tanpa tergesa-gesa meminta bantuan dari orangtua. Sementara seorang mahasiswa yang tidak mandiri secara emosional akan bersifat pasif, sulit menentukan apa yang dilakukan oleh dirinya karena keberadaannya senantiasa bergantung kepada orangtuanya.

Emotional autonomy tercermin melalui empat komponen. Mahasiswa tahun pertama yang kost merasa bahwa orangtua bukan sebagai orang yang paling ideal; dapat melihat dan berinteraksi dengan orangtua sebagai orang dewasa pada umumnya; tidak tergesa-gesa mencari orangtua ketika dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan; dan merasa ada hal-hal lain yang tidak perlu diketahui oleh orangtua.

(39)

8

untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mahasiswa berdiskusi dengan leluasa dan mampu menyatakan pendapat yang berbeda dengan orangtua. Alasannya adalah orangtua mereka memberikan kebebasan bagi mereka untuk menyatakan pendapat dan mereka percaya bahwa pendapat mereka benar sehingga mereka berani untuk menyatakan pendapat yang berbeda. Ketika mahasiswa membutuhkan bantuan dan untuk mengatasi gejolak perasaaan yang mereka alami, mahasiswa mencari jalan keluar sendiri karena mereka percaya akan kemampuan mereka dan menurut mereka hanya mereka yang mampu mengatasi emosi mereka sendiri. Mahasiswa juga tidak menceritakan semua kejadian yang mereka alami kepada orangtua, dengan alasan mereka memiliki masalah pribadi yang tidak perlu diketahui oleh orangtua dan tidak semua kejadian perlu diketahui oleh orang tua yang terpenting mereka dapat mempertanggungjawabkannya.

(40)

9

bantuan dan untuk mengatasi gejolak perasaaan yang mereka alami, mahasiswa langsung menceritakan dan meminta bantuan dari orangtua, dengan alasan mahasiswa sulit untuk mencari jalan keluar ketika mengalami masalah dengan perasaan mereka dan mahasiswa tidak kuat untuk menanggungnya sendiri. Mahasiswa menceritakan semua kejadian yang mereka alami kepada orangtua, dengan alasan setiap kejadian yang saya alami adalah penting untuk diketahui oleh orangtua dan agar orangtua mengetahui kejadian tersebut apakah benar atau tidak bagi diri mahasiswa.

Berdasarkan fakta yang diuraikan diatas, menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut memiliki derajat emotional autonomy yang berbeda-beda. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama universitas ‘X’ yang kost di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :

(41)

10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama universitas ‘X’ yang kost di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat, aspek-aspek, dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama universitas ‘X’ yang kost di kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

- Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama yang kost. - Sebagai masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian

mengenai emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama yang kost. 1.4.2 Kegunaan praktis

(42)

11

- Sebagai masukan bagi para mahasiswa khususnya mahasiswa kost yang baru masuk kuliah mengenai kemandirian agar mereka dapat mengembangkan diri menjadi pribadi yang mandiri.

1.5 Kerangka Pikir

Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani oleh seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Pada masa remaja ini, seorang remaja dihadapkan pada sejumlah perkembangan psikososial, salah satu diantaranya adalah pencapaian kemandirian.

Steinberg (2002) mengemukakan bahwa kemandirian remaja dapat dilihat dari upaya untuk menjadi manusia mandiri dan dapat mengendalikan dirinya sendiri. Hal ini merupakan tugas perkembangan yang mendasar pada usia remaja. Kemandirian itu sendiri merupakan kebutuhan psikologis remaja karena selama masa remaja tuntutan terhadap kemandirian sangat besar. Jika kebutuhan ini tidak direspon dengan tepat oleh lingkungan, dapat menimbulkan dampak buruk bagi perkembangan psikologis remaja di masa mendatang, misalnya remaja menjadi sangat tergantung kepada orangtua.

(43)

12

perubahan cara berpikir, dari cara berpikir konkret menjadi cara berpikir formal sehingga membuat remaja menjadi lebih kritis (Steinberg, 2002).

Pada masa remaja, individu mengalami perubahan-perubahan mendasar, yaitu perubahan biologis, kognitif, dan sosial (Steinberg, 2002). Elemen-elemen utama biologis mengalami perubahan pada diri remaja, termasuk perubahan fisik dan kemampuan reproduksi. Perubahan pada fisik antara lain meliputi tumbuhnya buah dada pada wanita, dan tumbuhnya rambut pada daerah sekitar wajah pria, serta terjadinya peningkatan yang dramatis dalam tinggi badan pada pria dan wanita. Kemampuan reproduksi meliputi kemampuan untuk menghasilkan keturunan. Semua perubahan-perubahan ini menunjukkan pada apa yang disebut pubertas (Brooks-Gunn & Reiter, 1990 dalam Steinberg 2002). Orangtua melihat bahwa secara fisik anak mereka bukan anak kecil lagi, sehingga remaja perlu melepaskan ketergantungannya dari orangtua.

Perubahan kognitif menunjukkan suatu poses yang menjadi dasar bagaimana orang berpikir tentang sesuatu hal. Kemampuan berpikir ini membantu remaja dalam caranya berpikir tentang dirinya, pergaulannya, dan lingkungan sekitarnya. Remaja juga mampu merencanakan, melihat konsekuensi masa depan dari suatu tindakan, mampu membuat alternatif penjelasan dari suatu situasi, mampu berpikir tentang hubungan dengan teman dan keluarga, politik, agama, dan filosofi.

(44)

13

bertanggung jawab. Lingkungan sosial bergeser dari lingkungan keluarga menjadi lingkungan teman sebaya.

Remaja menjadi mandiri sangat diperlukan terutama jika remaja berpindah dari seorang senior di SMU menjadi seorang mahasiswa baru. Mahasiswa baru atau mahasiswa tahun pertama dituntut untuk segera berupaya menjadi dewasa dalam berpikir dan memperhitungkan setiap resiko dalam bertindak. Hal ini terutama bagi mahasiswa tahun pertama yang kost, karena mereka berpisah dengan orangtua mereka secara fisik.

Mahasiswa yang terpisah dari orangtuanya karena menuntut ilmu di kota lain sehingga bermukim di tempat kost harus memiliki kemampuan untuk mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. Mahasiswa tahun pertama yang kost dituntut untuk mampu mengatur, mengurus, melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa tergantung kepada orang tuanya. Hal ini penting karena mahasiswa tahun pertama berpisah dengan orangtua dan menjalani kehidupannya sendiri, menempati posisi baru yang menuntut tanggung jawab dan keyakinan diri, seperti mempersiapkan kebutuhan sendiri, menjalin relasi dengan orang lain, dan sebagainya.

(45)

14

merupakan dasar bagi dua kemandirian lainnya. Menurut Steinberg (2002) emotional autonomy merupakan perubahan bentuk kedekatan relasi emosi individu, khususnya dengan orang tua. Ketika menghadapi masalah mahasiswa akan berusaha sendiri untuk menyelesaikannya tanpa tergesa-gesa meminta bantuan orangtua.

Steinberg (2002) menguraikan bahwa terdapat empat komponen penting dari emotional autonomy. Komponen pertama adalah de-idealized yang merujuk kepada sejauhmana mahasiswa tahun pertama yang kost dapat mengubah pandangan idealnya terhadap orangtua. Mahasiswa tahun pertama yang memiliki emotional autonomy memiliki de-idealized terhadap orangtuanya, misalnya mereka memahami bahwa orangtua dapat melakukan kesalahan. Mahasiswa tahun pertama termasuk remaja akhir, dimana lebih memungkinkan untuk melakukan de-idealized terhadap orangtuanya (Smoller & Youniss, 1985; dalam Steinberg, 2002).

Komponen kedua adalah parent as people, yang merujuk pada seberapa jauh mahasiswa tahun pertama yang kost dapat menghayati bahwa orangtua sebagai orang pada umumnya. Mahasiswa tahun pertama tidak memiliki jarak dengan orangtuanya. Hal ini memungkinkan mahasiswa tahun pertama untuk berdiskusi dan bebas meminta pendapat dari orangtuanya.

(46)

15

Komponen terakhir adalah derajat perasaan individuated yang dimiliki mahasiswa tahun pertama yang kost dalam relasinya dengan orangtua. Hal ini merujuk pada sejauhmana mahasiswa memiliki privacy atau ada hal-hal tertentu mengenai diri mahasiswa yang tidak perlu diketahui orangtua. Pada usia remaja orangtua tidak tahu secara signifikan jumlah teman-teman dari anaknya, hal ini merefleksikan besarnya privacy dan individuasi pada remaja (Feiring & Lewis, 1993; dalam Steinberg, 2002).

Selain faktor internal, terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi emotional autonomy (Steinberg, 1993), yakni orangtua dan teman sebaya. Salah satu hal yang menonjol dari mahasiswa yang mempengaruhi relasinya dengan orangtua adalah perjuangan untuk memperoleh kemandirian, baik secara fisik maupun psikologis. Keluarga atau orangtua sebagai unit lembaga sosial yang pertama dan utama bagi mahasiswa dalam melakukan sosialisasi, dipandang sebagai determinaan faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan emotional autonomy. Beberapa orangtua kecewa karena mereka mengharapkan mahasiswa untuk mendengarkan nasehat mereka dan meluangkan waktu yang lebih banyak dengan keluarga. Namun ada orangtua yang mengerti bahwa mahasiswa akan lebih banyak berelasi dengan teman sebayanya dan harus memiliki tanggung jawab atas semua hal yang dilakukannya.

(47)

16

menemui anak yang memiliki emotional autonomy yang memberontak atau sering menentang dan mereka menghambat remaja mereka untuk memperoleh emotional autonomy (Steinberg, 2002). Orangtua membuat keputusan bagi mahasiswa dan sangat jarang mendengarkan pandangan dari mahasiswa mengenai suatu masalah. Hal ini mengakibatkan mahasiswa menjadi tergantung kepada orangtua karena mereka tidak pernah diberikan kesempatan untuk membuat keputusan dan bertanggung jawab atas tindakannya. Pada pola asuh permissive, dimana orangtua tidak memberikan pedoman/bimbingan bagi anak-anak mereka, sebagai hasilnya remaja tidak memperoleh patokan yang jelas dalam bertingkah laku. Orangtua tidak menetapkan patokan/bimbingan dan melepaskan diri dari orangtua, tetapi bukan autonomy yang sesungguhnya (Devereux, 1970 dalam Steinberg, 2002).

Berbeda dengan pola asuh lainnya, orangtua yang authoritative meningkatkan emotional autonomy pada mahasiswa (Steinberg, 2002). Di dalam keluarga yang authoritative, terdapat suatu pedoman yang dibentuk bagi tingkah laku remaja, dan standard ditegakkan, tetapi bersifat fleksibel dan terbuka untuk diskusi. Selain itu, standard dan pedoman ini dijelaskan dan dilaksanakan dalam suatu keadaan yang penuh dengan kedekatan, perhatian, dan keadilan. Mahasiswa yang memiliki orangtua yang otoritatif menjadi percaya diri, bertanggung jawab, dan didorong untuk memperoleh emotional autonomy.

(48)

17

dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan orangtua mereka (Steinberg, 2002). Mahasiswa lebih rentan terhadap pengaruh teman sebaya karena orientasi mereka yang tinggi terhadap kelompok teman sebaya. Mahasiswa lebih peduli terhadap apa yang teman-teman mereka pikirkan tentang mereka (Brown et al, 1986 dalam Steinberg 2002). Kelompok teman sebaya bisa menjadi satu lingkungan bagi mahasiswa untuk menguji keterampilan membuat keputusan dimana kehadiran orang dewasa untuk memonitor dan mengontrol pilihan mereka menjadi berkurang (Hill & Holmbeck 1986 dalam Steinberg, 2002). Hal ini membuat mahasiswa menjadi lebih bertanggung jawab pada diri mereka sendiri, melihat diri mereka secara lebih mandiri dan belajar untuk membuat keputusan sendiri karena tidak bergantung lagi kepada orangtua.

(49)

18

(50)

19

Dari penjelasan tersebut dapat dijelaskan dengan bagan sebagai berikut:

2.1 Skema Kerangka Pikir Emotional Autonomy

Tinggi

Rendah Mahasiswa tahun

pertama yang kost Faktor Internal : - Perubahan Biologis - Perubahan Kognitif - Perubahan sosial Faktor Eksternal : - Keluarga - Teman sebaya

(51)

20

1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian diatas maka asumsi dari penelitian adalah :

- Emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama yang kost merupakan perubahan bentuk kedekatan relasi emosi individu, khususnya dengan orang tua.

- Emotional autonomy pada mahasiswa tahun pertama yang kost terdiri dari empat komponen, yaitu De-Idealized, Parent As People, Nondependency, Individuated.

- Emotional autonomy mahasiswa tahun pertama yang kost dipengaruhi oleh faktor internal (perubahan biologis, perubahan kognitf dan perubahan sosial) dan faktor eksternal (keluarga dan teman sebaya).

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.

Sebagian besar mahasiswa tahun pertama universitas ‘X’ yang kost di

kota Bandung, memiliki emotional autonomy yang tinggi.

2.

Mahasiswa dengan emotional autonomy yang tinggi ternyata tinggi pula

pada keempat komponennya (De-Idealized, Parent As People,

Nondependency, Individuated).

3.

Mahasiswa dengan emotional autonomy yang rendah ternyata rendah pula

pada keempat komponennya (De-Idealized, Parent As People,

Nondependency, Individuated).

4.

Mahasiswa yang memiliki emotional autonomy yang tinggi, berarti

mampu mengubah penghayatan idealnya terhadap orangtuanya dan

menghayati orangtuanya bukan sebagai orang yang paling ideal, dapat

menghayati orangtua sebagai orang pada umumnya, tidak tergantung

kepada orangtua dalam segala hal, dan memiliki derajat perasan

(53)

67

5.2

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat

diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang

membaca penelitian ini.

5.2.1

Saran Ilmiah

Bagi peneliti lain, untuk dapat melakukan penelitian lanjutan tentang

emotional autonomy dikaitkan dengan variabel pola asuh orangtua.

5.2.2

Saran Praktis

1)

Bagi mahasiswa tahun pertama yang kost dapat dijadikan masukan

dan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan

emotional autonomy dalam dirinya.

2)

Bagi dosen wali, diharapkan dapat memberikan pembinaan terhadap

para mahasiswa khususnya mahasiswa tahun pertama berkaitan

dengan hal-hal yang dapat mengoptimalkan perkembangan emotional

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Gunarsa, Prof Dr.Singgih D. 1981. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, Dr. Singgih D., Gunarsa, Dra. Y. Singgih D. 1982. Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia.

Santrock, Jhon W. 1986. Life Span Development. Dubuque, Iowa: Wm C Brown Publisher.

Santrock, John W. 2003. Adolescence. Sixth Edition. Jakarta: Erlangga. Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

(55)

DAFTAR RUJUKAN

Kusumawardani, Utami R. 2005. Hubungan Antara gaya Pengasuhan Orangtua dan Emotional autonomy pada Siswa-Siswi Kelas 3 di SMA Negeri ‘X’ Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Raya, Fiona Bato. 2006. Studi Deskriptif Kemandirian Emosional pada

Mahasiswa Angkatan 2004 Fakultas ‘X” di Universitas Kristen Maranatha Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Rusmana, Effiana Dwi. 2005. Survey Mengenai Behavioral Autonomy pada

Siswa-siswi Kelas 3 di SMA ‘X’ Kabupaten Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

http://www.damandiri.or.id/file/aspinunpadbab4.pdf diakses tanggal 22 Oktober

2007 www.e-psikologi.com/remaja diakses tanggal 04 Oktober 2007

Referensi

Dokumen terkait

Makalah ini membahas implementasi PEAP menggunakan Remote Access Dial In User Service (RADIUS) , mulai dari perancangan arsitektur jaringan komputer nirkabel berbasis

Hal ini dapat diartikan bahwa semakin efektif komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak maka sibling rivalry akan semakin rendah, karena ketika komunikasi

Selama Praktik Pengalaman Lapangan ( PPL ) berlangsung, terdapat banyak pengalaman yang diperoleh baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Mahasiswa PPL

Kinetika dan mekanisme sistem transpor Cd(II) antar fasa melalui teknik membran cair fasa ruah dengan oksin sebagai zat pembawa dapat ditentukan dari data-data

Dampak marketing relationship dalam penerapan supply chain management, berdasarkan enam indikator penerapan supply chain management adalah, semakin tinggi nilai

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan spiritual well being ODHA dewasa muda yang memutuskan menjadi pendamping sesama ODHA setelah mengetahui dirinya positif

Secara khusus tujuan kajian ini adalah (1) mengungkapkan pelaksanaan program Rakdes yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang (2) mengungkapkan peran dan fungsi serta

}ROSPEK DAX STII{TECI PENCXMBANCAX USAIIA }IMASAIT-{N PAKAN AYAM. (sidir& PdrR'jle'