• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran work family conflict dalam hubungan antara perceived organizational support dan stres kerja pada pegawai bank.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran work family conflict dalam hubungan antara perceived organizational support dan stres kerja pada pegawai bank."

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN WORK FAMILY CONFLICT DALAM HUBUNGAN ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT DAN

STRES KERJA PADA PEGAWAI BANK

Christy Margareth Via D.H.B.

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas struktur hubungan antara perceived organizational support, work family conflict dan stres kerja pada karyawan bank, dengan cara mencari tahu apakah work family conflict berperan sebagai mediator atau moderator dalam struktur hubungan tersebut. Sampel diambil pada 100 karyawan bank di Yogyakarta yang telah menikah dan berusia berusia 25 – 55 tahun. Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan teknik

purposive sampling di mana sampel dipilih karena sesuai dengan kriteria dan berada pada waktu yang tepat. Data penelitian dianalisis menggunakan analisis regresi dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Skala stres kerja pada karyawan bank memiliki reliabilitas 0, 923, skala work family conflict memiliki reliabilitas 0, 883 dan skala perceived organizational support memiliki reliabilitas 0, 947. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa peran

work family conflict dalam hubungan antara perceived organizational support dan stres kerja pada karyawan bank adalah sebagai mediator (F = 109, 685 dan p = 0,000). Artinya work family conflict dapat menjadi perantara yang baik untuk perceived organizational support dan stres kerja pada karyawan bank.

(2)

THE ROLE OF WORK FAMILY CONFLICT IN RELATION BETWEEN

PERCEIVEDORGANIZATIONAL SUPPORT AND

JOB STRESS ON BANK EMPLOYEES

Christy Margareth Via D.H.B.

ABSTRACT

This study aims to clarify the structure of the relationship between perceived organizational support, work family conflict and job stress in bank employees, by way of finding out whether work family conflict acts as a mediator or moderator of the relationship structure. Samples were taken at 100 bank employees in Yogyakarta who have been married and aged 25-55 years. This research is the correlation with the purposive sampling technique because sample fits with criteria and at the right time. The data was revealed by the scale from job stress in bank employees with the reliability 0, 923, work family conflict scale was 0, 883 and perceived organizational support was 0, 947. The data was analyzed using regression analysis with SPSS 16.0 for Windows. Based on the results of this study revealed that the role of work family conflict in the relationship between perceived organizational support and job stress on employees of the bank are as mediator (F = 109, 685 and p = 0.000). This means work family conflict can be mediator for perceived organizational and job stress in bank employees.

(3)

PERAN WORK FAMILY CONFLICT DALAM HUBUNGAN

ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT DAN

STRES KERJA PADA PEGAWAI BANK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Christy Margareth Via D.H.B 109114106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN MOTTO

Kadang masalah adalah sahabat terbaikmu. Mereka

membuatmu jadi lebih kuat, dan membuatmu menempatkan

Tuhan di sisi paling dekat.

Hormati setiap impian yang kamu miliki. Karena dari sanalah

akan terbentuk semangat untuk mewujudkan impian

menjadi kenyataan

Wanita bijak seperti angsa diatas air. Anggun namun tetap

bekerja. Tegar meskipun sedang terluka.

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan bagi,

Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu berjalan disampingku

ketika putus asa, ragu, takut, bingung, terpuruk dan

bahkan di semua waktu bahagiaku.

Semua malaikat tanpa sayap yang dikirim Tuhan:

malaikat pelinduku

Papa, Mama.

malaikat terusil

Yoga.

malaikat pembimbing yang sangat luar biasa

Mba Dewi Soerna Anggraeni.

para malaikat pemberi semangat

Rinta, Fil, Ika, Vid, Cecel, Ester.

(8)
(9)

PERAN WORK FAMILY CONFLICT DALAM HUBUNGAN ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT DAN

STRES KERJA PADA PEGAWAI BANK

Christy Margareth Via D.H.B.

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas struktur hubungan antara perceived organizational support, work family conflict dan stres kerja pada karyawan bank, dengan cara mencari tahu apakah work family conflict berperan sebagai mediator atau moderator dalam struktur hubungan tersebut. Sampel diambil pada 100 karyawan bank di Yogyakarta yang telah menikah dan berusia berusia 25 – 55 tahun. Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan teknik

purposive sampling di mana sampel dipilih karena sesuai dengan kriteria dan berada pada waktu yang tepat. Data penelitian dianalisis menggunakan analisis regresi dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Skala stres kerja pada karyawan bank memiliki reliabilitas 0, 923, skala work family conflict memiliki reliabilitas 0, 883 dan skala perceived organizational support memiliki reliabilitas 0, 947. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa peran

work family conflict dalam hubungan antara perceived organizational support dan stres kerja pada karyawan bank adalah sebagai mediator (F = 109, 685 dan p = 0,000). Artinya work family conflict dapat menjadi perantara yang baik untuk perceived organizational support dan stres kerja pada karyawan bank.

(10)

THE ROLE OF WORK FAMILY CONFLICT IN RELATION BETWEEN

PERCEIVEDORGANIZATIONAL SUPPORT AND

JOB STRESS ON BANK EMPLOYEES

Christy Margareth Via D.H.B.

ABSTRACT

This study aims to clarify the structure of the relationship between perceived organizational support, work family conflict and job stress in bank employees, by way of finding out whether work family conflict acts as a mediator or moderator of the relationship structure. Samples were taken at 100 bank employees in Yogyakarta who have been married and aged 25-55 years. This research is the correlation with the purposive sampling technique because sample fits with criteria and at the right time. The data was revealed by the scale from job stress in bank employees with the reliability 0, 923, work family conflict scale was 0, 883 and perceived organizational support was 0, 947. The data was analyzed using regression analysis with SPSS 16.0 for Windows. Based on the results of this study revealed that the role of work family conflict in the relationship between perceived organizational support and job stress on employees of the bank are as mediator (F = 109, 685 and p = 0.000). This means work family conflict can be mediator for perceived organizational and job stress in bank employees.

(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

penyertaan dan berkat kasihnya sehingga Skripsi dengan judul: “Peran Work Family Conflict Dalam Hubungan Antara Perceived Organizational Support Dan

Stres Kerja Pada Pegawai Bank” dapat diselesaikan dengan baik.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak

pihak yang telah berkontribusi dan membantu dan berbagai hal. Oleh sebab itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. sebagai dekan dari Fakultas

Psikologi serta semua dosen yang dengan suka rela membagikan ilmunya

kepada kami semua.

2. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terima kasih atas bimbingan, ilmu, perhatian dan kesabarannya. Serta terima

kasih untuk senyuman dan saran Ibu yang selalu membangkitkan semangat

dan motivasi untuk pengembangan skripsi ini.

3. Ibu Nanik, Pak Gandung, Mas Muji, Mas Doni, Pak Gie, terima kasih atas

bantuan dan keramahannya selama saya berkuliah di Fakultas Psikologi.

4. Terima kasih kepada seluruh staf Universitas Sanata Dharma yang selama ini

membantu dalam berbagai proses perkuliahan sehingga dapat berjalan sesuai

(13)

5. Terima kasih kepada para karyawan dan segenap direksi di berbagai

perbankan yang telah bersedia memberikan ijin dan membantu proses

penelitian.

6. Terima kasih untuk keluarga saya yang sangat luar biasa. Terima kasih

kepada kedua orang tua saya (Emauel Bele Bau dan Herlina Elfrida) yang

tidak pernah berhenti mendoakaan dan memberi berbagai jenis dukungan.

Bahkan sering bangun malam untuk menemani saya berjuang menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih untuk curahan semangat, perhatian dan fasilitasnya

selama ini. Terima kasih juga untuk adikku tercinta (Frasnsiskus Yoga

Oktavian Bele Bau) yang bersedia diganggu koneksi internet ataupun waktu

mainnya. Love you all… .

7. Teman seperjuanganku selama pembuatan skripsi ini, Filinia Wu. Terima

kasih karena selalu menemani ketika berkunjung ke berbagai tempat, bertemu

berbagai orang, bahkan bertemu berbagai satpam dan mencicipi berbagai

makan selama menunggu di berbagai tempat yang luar biasa. Perjuangan

yang hebat teman, kenangan yang sangat berkesan… .

8. Seseorang yang selalu marah-marah dan mendorong saya ketika bosan

mengerjakan skripsi. Thnks coz you show me the true dream

9. Teman-teman TKSD ku tercinta: Rinta Ekayani, Filinia Wu, Vivid Anna, Ika

Septyaningsih, Rachel Kezia, Lasma Ester Guntari. Terima kasih buat semua

kegilaan masa kuliah ini dari yang galau bersama, nangis ria, gangguin

mas-mas di hall, nari ular, nyanyi lagu galau sampai rohani, syuting lagu ulang

(14)

yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Kenangan yang tidak akan

terlupakan sebagai member girlsband TKSD (anak TK dan SD). Terima kasih

mau menjadi salah satu keluarga yang menerimaku apa adanya. Ayo maju

bersama, capai mimpi masing-masing dan mari bertemu kembali dengan

senyum dan mimpi di tangan. Jangan menangis saat kita berpencar, karena

kalian selalu akan ada di hati dan tak terlupakan. Ditunggu undangannya

untuk berbagai kegiatan terpenting di setiap tahap hidup kalian girls… .

10. Teman-teman Psikologi khususya teman-teman angkatan 2010 yang sangat

bersemangat dan unik. Anna Sukma Dewi yang suka susu stroberi, Siti (Si

Tyas), Vivin, Loren, Cecil, Feby, Rosa, Andre, Mas Yudi,yang selalu galau,

Tyas yang selalu memberi senyum terbaiknya, Celly Brita yang cantik kayak

selebritis, Yohana yang selalu memberi semangat, Lena yang selalu seru

diajak cerita dan semua teman-teman yang tidak bisa saya tulis satu persatu

namanya tapi tetap terkenang di dalam hati, terima kasih buat dukungan dan

kegilaanya selama kuliah.

11. Keluarga besar Industrial Organisaion Psychology Community ( IOPC ) yang

memberikan berbagai pengetahuan dan pengalaman mengenai dunia industri

organisasi. Terima kasih untuk dua dosen cantik yang setia menemani (mbak

Eta dan mbak Dewi). Terima kasih pula kepada kedua bapak dosen yang

memberikan nuansa baru pada dan inspirasinya (Pak Tius dan Pak Landung).

Dan terima kasih kepada semua teman-teman yang telah berjuang bersama

(15)
(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

C. TUJUAN PENELITIAN ... 8

D. MANFAAT PENELITIAN ... 8

1. Teoretis ... 8

2. Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. STRES KERJA ... 10

1. Definisi Stres Kerja ... 10

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja ... 11

3. Pengukuran Stres Kerja ... 14

(17)

B. WORK FAMILY CONFLICT ... 18

1. Definisi Work Family Conflict ... 18

2. Dimensi Work Family Conflict ... 19

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work Family Conflict ... 22

4. Pengukuran Work Family Conflict ... 23

5. Dampak Work Family Conflict ... 24

C. PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT ... 25

1. Definisi Perceived Organizational Support ... 25

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perceived Organizational Support ... 26

3. Pengukuran Perceived Organizational Support ... 27

4. Dampak Perceived Organizational Support ... 28

D. KARYAWAN PERBANKAN ... 29

1. Definisi Karyawan ... 29

2. Pengertian Bank ... 30

3. Karyawan Perbankan ... 31

E. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT, WORK FAMILY CONFLICT DAN STRES KERJA ... 34

1. Work Family Conflict Sebagai Mediator ... 34

2. Work Family Conflict Sebagai Moderator ... 37

F. PERTANYAAAN PENELITIAN ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

A. JENIS PENELITIAN ... 43

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 43

C. DEFINISI OPRASIONAL ... 43

1. Stres Kerja ... 44

2. Work Family Conflict ... 44

3. Perceived Organizational Support ... 45

(18)

E. METODE PENGAMBILAN DATA ... 46

1. Skala Stres Kerja ... 47

2. Skala Work Family Conflict ... 48

3. Skala Perceived Organizational Support ... 49

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR ... 51

1. Validitas Skala ... 51

2. Seleksi Aitem ... 52

3. Reliabilitas ... 56

G. METODE ANALISIS DATA ... 57

1. Model Work Family Conflict sebagai Mediator ... 57

2. Model Work Family Conflict sebagai Moderator ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. PERSIAPAN PENELITIAN ... 60

1. Uji Coba Alat Ukur ... 60

2. Perizinan ... 61

B. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 61

C. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN ... 63

1. Usia ... 63

1. Deskripsi Data Penelitian ... 64

2. Model Work Family Conflict sebagai Mediator ... 67

3. Model Work Family Conflict sebagai Moderator ... 80

(19)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. KESIMPULAN ... 89

B. SARAN ... 89

1. Bagi Karyawan Bank ... 89

2. Bagi Manajemen Bank ... 90

3. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

LAMPIRAN ... 101

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penskoran Aitem Unfavorable dan Favorable Skala Stres Kerja ...48

Tabel 2 Blue Print Skala Stres Kerja ...48

Tabel 3 Penskoran Aitem Unfavorable dan Favorable Skala Work Family Confict ... 49

Tabel 4 Blue Print Skala Work Family Conflict ... 49

Tabel 5 Penskoran Aitem Unfavorable dan Favorable Skala Perceived Organizational Support ...50

Tabel 6 Blue Print Skala Perceived Organizational Support ...51

Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Stres Kerja ...53

Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Work Family Conflict ...54

Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Perceived Organizational Support ...55

Tabel 10 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia ...63

Tabel 11 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ...63

Tabel 12 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Jabatan ...63

Tabel 13 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Lama Bekerja ...64

Tabel 14 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Waktu Untuk Bekerja ...64

Tabel 15Tabel Deskripsi Data Penelitian ...65

Tabel 16 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test: SK, WFC, POS ...68

Tabel 17 Koefisien Korelasi Sperman’s Rho: Perceived Organizational Support dan Work Family Conflict ... 67

Tabel 18 Koefisien Korelasi Sperman’s Rho: Work Family Conflict dan Stres Kerja ... 71

Tabel 19 Koefisien Korelasi Sperman’s Rho: Perceived Organizational Support dan Stres Kerja ... 72

Tabel 20 Koefisien Korelasi Sperman’s Rho: Perceived Organizational Support,Work Family Conflict dan Stres Kerja ... 73

Tabel 21 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test: Model Moderator ... 80

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Model Work Family Conflict Sebagai Mediator ... 36

Gambar 2 Model Work Family Conflict Sebagai Moderator ... 38

Gambar 3 Framework Work Family Conflict Sebagai Mediator ... 40

Gambar 4 Framework Work Family Conflict Sebagai Moderator ... 41

Gambar 5 Pola Titik Scatterplots Regresi:Perceived Organizational Support dan Work Family Conflict ...69

Gambar 6 Pola Titik Scatterplots Regresi: Work Family Conflict dan Stres Kerja ...70

Gambar 7 Pola Titik Scatterplots Regresi: Perceived Organizational Support dan Stres Kerja ... 71

Gambar 8 Pola Titik Scatterplots Regresi:Perceived Organizational Support, Work Family Conflict dan Stres Kerja ... 73

Gambar 9 Pola Titik Scatterplots Regresi:Perceived Organizational Support dan Work Family Conflict ... 74

Gambar 10 Pola Titik Scatterplots Regresi:Work Family Conflict dan Stres Kerja ... 75

Gambar 11 Pola Titik Scatterplots Regresi:Perceived Organizational Support dan Stres Kerja ... 76

Gambar 12 Pola Titik Scatterplots Regresi: Perceived Organizational Support, Work Family Conflict dan Stres Kerja ... 77

Gambar 13 Pola Titik Scatterplots Regresi: Model Moderator ... 81

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

A. LAMPIRAN SKALA TRY OUT ... 104

B. LAMPIRAN SKALA PENELITIAN ... 121

C. LAMPIRAN RELIABILITAS ... 135

D. LAMPIRAN HASIL REGRESI MODEL MEDIATOR ... 148

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan hasil survei perbankan 2013 dari Pricewaterhouse

Coopers Indonesia, tingkat persaingan antar bank di Indonesia semakin ketat

(Koran Sindo, 2013). Persaingan yang ketat tersebut diakibatkan banyaknya

bank di Indonesa. Data dari Bank Indonesia dalam Booklet Perbankan

Indonesia 2013 menyatakan bahwa terdapat kurang lebih 122 bank yang

meliputi bank milik pemerintah, bank swasta, bank perkreditan, dan bank

syariah. Menurut Lesmana (2008), meningkatnya intensitas persaingan dan

jumlah pesaing ini yang membuat setiap bank lebih meningkatkan pelayanan

dengan cara memperhatikan kebutuhan serta keinginan pada nasabahnya.

Selain berusaha meningkatkan produk barang atau jasa, sektor

perbankan juga mulai meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk

memenangkan persaingan karena karyawan secara langsung berhubungan

dengan nasabah (Lesmana, 2008). Menurut Prasetyo (2007) usaha

meningkatkan kualitas sumber daya manusia juga dikarenakan adanya

persaingan yang menuntut karyawan untuk bekerja secara profesional dan

optimal dalam melayani nasabah. Hal ini sesuai dengan penelitian di Makasar

yang menyatakan bahwa pelayanan prima dari para karyawan perbankan secara

langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah nasabah (Kresna,

(24)

Karyawan yang berperan langsung dalam pelayanan di suatu bank

sekarang ini rentan terkena stres kerja (Viviek et al., 2013). Stres kerja secara

umum didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memahami atau

menghadapi tekanan karena perubahan lingkungan kerja yang tingkatannya

berbeda untuk setiap individu (Cooper dalam Rice, 1999). Sementara itu

menurut Beehr dan Franz (dalam Permaningtias, 2013) stres kerja adalah suatu

proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang

karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.

Stres kerja dapat menurunkan kinerja karyawan (Viviek et al., 2013).

Menurut Bashir (2010), stres kerja memiliki hubungan negatif yang signifikan

dengan kinerja dari karyawan bank di Pakistan. Selain itu, penelitian tersebut

mendapatkan hasil bahwa stres kerja dapat menurunkan kinerja dari para

karyawan bank. Hal tersebut senada dengan penelitian pada karyawan bank di

Pati dimana stres kerja mempengaruhi kinerja karyawannya (Wibowo, 2010).

Stres kerja pada karyawan perbankan umumnya disebabkan oleh

perasaan khawatir jika kehilangan pekerjaan, ketakutan digantikan orang yang

lebih muda, tidak bisa mencapai target penjualan, mendapat potongan gaji, dan

harus menyelesaikan kerja tim dengan anggota yang sedikit (Malang Post,

2013). Selain itu terdapat pula tiga kasus bunuh diri dari bankir JP Morgan di

Hong Kong pada awal tahun 2014 yang diduga stres akibat beratnya beban

pekerjaan (Berita Satu, 2014). Menurut Mackenzie (dalam Jawa Pos National

Network, 2013) semenjak krisis ekonomi dua tahun yang lalu, hampir setiap

(25)

bankir atas krisis keuangan sehingga meningkatkan stres kerja. Misalnya

seorang nasabah dari Bank Danamon yang mengamuk dan merusak sejumlah

fasilitas bank karena permohon kreditnya ditolak (Tribun News, 2014) ataupun

nasabah yang memarahi serta menyerang karyawan bank BRI karena

permohonan pinjaman dananya tidak disetujui (Kampung Media, 2014).

Berdasarkan penelitian Netemeyer (dalam Hennesy, 2005) diperoleh

hasil bahwa penyebab stres kerja pada karyawan dapat pula berasal dari konflik

saat menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan keluarga yang kerap disebut

konflik peran. Menurut Greenhaus dan Beutell (dalam Chung, 2012) terdapat

dua jenis konflik peran yaitu work family conflict dan family work conflict.

Family work conflict adalah konflik yang muncul karena tanggung jawab

terhadap keluarga mengurangi keterlibatan seseorang dalam melaksanakan

tanggung jawab di dalam pekerjaan. Sedangkan work family conflict

merupakan konflik yang muncul karena tanggung jawab pekerjaan mengurangi

keterlibatan seseorang dalam melaksanakan tanggung jawab di dalam keluarga.

Penelitian yang dilakukan pada karyawan bank di Surakarta

menggambarkan bahwa work family conflict memiliki hubungan terhadap stres

kerja (Raharjo, 2009). Terdapat pula penelitian di Sumatra Barat yang

menyatakan bahwa stres kerja yang dialami karyawan bank memiliki hubungan

signifikan dengan work family conflict (Deswita, 2009). Kedua penelitian

tersebut memiliki saran untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan

(26)

bank. Selain itu, disarankan pula untuk menambah jumlah responden agar

hasilnya dapat digeneralisasikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Allen et al. (2000) menemukan bahwa

work family conflict berkaitan dengan permasalahan dalam lingkungan kerja

dan lingkungan keluarga sekaligus. Permasalahan ini berupa ketidakpuasan

kerja, ketidakpuasan hidup dan tekanan psikologis yang berkaitan dengan

kedua lingkungan tersebut. Sebaliknya dalam family work conflict tidak

ditemukan permasalahan seperti itu. Menurut Kahn (dalam Hyung Lee, 2013),

work family conflict tersebut terjadi karena adanya tumpang tindih antara

pemenuhan kepentingan peran dalam dua ranah yang berbeda yaitu pekerjaan

dan keluarga.

Penelitian di Turki menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara work

family conflict dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa

work family conflict lebih memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja

dibandingkan dengan family work conflict (Anafarta dan Kuruuzum, 2012).

Selain itu, hasil penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa terdapat hubungan

negatif antara work family conflict dengan kepuasan kerja serta komitmen kerja

(Lu et al., 2008). Dari beberapa penelitian di atas, peneliti menganggap bahwa

variabel work family conflict lebih penting untuk diteliti karena variabel

tersebut lebih mempengaruhi kinerja karyawan di perusahaan dibandingkan

variabel family work conflict.

Work family conflict juga disebut sebagai konflik peran antara tanggung

(27)

(Raharjo, 2009). Netemeyer et al. (dalam Hennesy, 2005) mendefinisikan work

family conflict sebagai konflik yang muncul akibat tanggung jawab yang

berhubungan dengan keluarga mengganggu tanggung jawab dalam pekerjaan.

Selain itu work family conflict didefinisikan pula sebagai konflik yang muncul

pada saat seseorang berusaha menyeimbangkan peran dan kebutuhan dalam

pekerjaan dengan keluarga atau kehidupan di luar pekerjaan (Riggio, 2007).

Work family conflict dapat pula diartikan sebagai konflik antar peran dalam

pekerjaan yang tidak sesuai dengan tuntutan di dalam keluarga (Spector, 2008).

Bagi para karyawan terutama di dunia perbankan di Indonesia bukan

menjadi rahasia umum lagi ketika tanggung jawab pekerjaan menghabiskan

sebagian besar waktu (Ali et al., 2013). Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan pada pukul 13:00 WIB kepada seorang pegawai bank di Yogyakarta

berinisial NR diketahui bahwa umumnya ia harus bekerja hingga malam karena

merekap data customer baik dalam hal pemasukan maupun pengeluaran setelah

bank ditutup. Hal tersebut menyebabkan jam kerjanya menjadi lebih lama

sehingga menciptakan masalah karena kesulitan membagi waktu dengan

keluarga. Narasumber mengatakan bahwa keluarganya kerap mengeluh karena

narasumber terlalu sibuk bekerja. Keluhan dari keluarga baik kerap membuat

narasumber terbebani secara pikiran sehingga kurang konsentrasi ketika

bekerja dan kurang sabar dalam melayani nasabah (Komunikasi pribadi, 17

Maret 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian Duxburry dan Higgins (2008)

yang menyatakan bahwa dampak dari work family conflict adalah partisipasi

(28)

Menurut Eisenberger et al. (2001), work family conflict dapat dikurangi

jika organisasi memberikan dukungan berupa hubungan timbal balik yang adil

dari organisasi sehingga menciptakan kepercayaa dari karyawan. Work family

conflict dapat dikurangi dengan dukungan dari organisasi berupa family

friendly policy, baik berupa waktu kerja yang lebih fleksibel, jadwal kerja

alternative, kebijakan ijin keluarga dan kebijakan keluarga lainnya (Triaryanti,

2003). Tetapi sebaik apapun dukungan organisasi yang diberikan oleh

organisasi, akan bermanfaat jika mampu dipersepsikan sebagai dukungan oleh

karyawan. Persepsi karyawan terhadap dukungan dari organisasi itu kerap

disebut sebagai perceived organizational support (Kusendi, 2011).

Menurut Eisenberger et al. (2001) perceived organizational support

didefinisikan sebagai persepsi karyawan mengenai cara perusahaan menilai dan

memperdulikan kesejahteraan mereka. Selain kepedulian dalam hal

kesejahteraan, perceived organizational support juga didefinisiskan sebagai

persepsi bahwa organisasi menghargai kontribusi karyawan sebagai salah satu

bagian dari kesuksesan (Krishnan dan Mary, 2012).

Perceived organizational support dapat menciptakan lingkungan kerja

yang positif jika telah terbentuk dan dapat dirasakan oleh seluruh anggota

organisasi (Eisenberger et al., 2001). Perceived organizational support mampu

menciptakan komitmen terhadap organisasi, kepuasan kerja, kebanggaan

terhadap perusahaan serta mengurangi tingkat keluar masuknya (turn over)

karyawan pada perusahaan (Shannock et al., 2006). Dampak negatif yang

(29)

organizational support adalah merasa tidak nyaman dalam melaksanakan

tugas, ketidakpuasan kerja, tidak ada komitmen serta tingkat keluar masuk

yang tinggi (Kusendi, 2011).

Selama ini banyak penelitian tentang hubungan antara stres kerja

dengan work family conflict, stres kerja dengan perceived organizational

support dan work family conflict dengan perceived organizational support.

Namun belum banyak penelitian yang menjelaskan struktur hubungan antara

ketiga variabel tersebut secara bersamaan pada karyawan bank. Selain itu

terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa variabel work family

conflict, stres kerjadan perceived organizational support miliki hubungan yang

signifikan. Akan tetapi, pada beberapa penelitian disebutkan bahwa ketiga

variabel tersebut tidak memiliki hubungan. Sehingga peneliti merasa tertarik

membuat kajian untuk mengetahui peran work family conflict dalam

menjelaskan mengenai perceived organizational support dan stres kerja pada

karyawan bank. Peneliti tertarik melihat apakah work family conflict berperan

sebagai mediator atau moderator untuk perceived organizational support dan

stres kerja pada karyawan bank.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang

didapatkan adalah bagaimana peran work family conflict dalam hubungan

(30)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jelas struktur

hubungan antara stres kerja, work family conflict dan perceived

organizational support pada karyawan bank. Selain itu untuk mempertegas

struktur peran work family conflict dalam struktur hubungan

perceived organizational support dan stres kerja pada karyawan bank.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah hasil penelitian dapat

menambah pengetahuan dalam bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi

Industri dan Organisasi mengenai peran work family conflict dalam struktur

hubungan antara perceived organizational support dan stres kerja pada

karyawan bank. Selain itu penelitian ini bertujuan mempertegas peran work

family conflict sebagai mediator atau moderator dalam struktur hubungan

antara perceived organizational support dan stres kerja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Subjek Penelitian

Memberi informasi kepada karyawan perbankan mengenai peran work

family conflict terhadap perceived organizational support dan stres

kerja, sehingga dapat mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin

(31)

b. Pihak Manajemen Bank

Pengetahuan mengenai struktur peran work family conflict, perceived

organizational support dan stres kerja pada karyawan dapat menjadi

dasar ketika perusahaan akan membuat peraturan atau kebijakan.

Misalnya dengan membuat berbagai kebijakan positif seperti

pemberikan penghargaan agar karyawan memiliki persepsi bahwa

organisasi mendukung dan menghargai semua kinerjanya.

c. Penelitian Selanjutnya

Membantu memberi gambaran mengenai penelitian yang mungkin

dapat dikembangkan lagi mengenai peran work family conflict dalam

hubungan antara perceived organizational support dan stres kerja pada

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. STRES KERJA 1. Defenisi Stres Kerja

Stres atau ketegangan akan timbul sebagai hasil dari ketidak

seimbangan antara persepsi mengenai tuntutan yang dihadapinya dan

persepsinya mengenai kemampuannya untuk melaksanakan tuntutan

tersebut (Rice,1999). Stres yang munculnya karena faktor pekerjaan disebut

stres kerja (Austin, 2004).

Dalam bahasa Inggris, stres kerja kerap disebut dengan istilah Job

Stress atau Occupation Stress. Menurut Behr dan Newman (dalam Salami et

al., 2010) stres kerja didefinisikan sebagai kondisi di mana individu

berhubungan dengan pekerjaan yang menyebabkan perubahan dalam diri

dan memaksanya untuk menyimpang dari fungsi normal baik secara pikiran

maupun fisik.

Selye (dalam Salami et al., 2010) menyatakan bahwa stres kerja dapat

diartikan sebagai stres dalam tempat kerja yang terjadi akibat berbagai

peristiwa yang bersifat mengancam serta menyebabkan perasaan tidak

nyamanan. Sementara itu, menurut Beehr dan Franz (dalam Permaningtias,

2013) stres kerja adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit

secara fisik, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau

(33)

Cooper (dalam Rice, 1999) mengemukakan bahwa stres kerja adalah

ketidakmampuan untuk memahami atau menghadapi tekanan, dimana

tingkat stres setiap individu berbeda-beda dan bereaksi sesuai perubahan

lingkungan atau keadaan tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi stres

kerja adalah interaksi antara kondisi kerja yang merubah fungsi normal

secara fisik, psikologis maupun perilaku karena tuntutan pekerjaan yang

melebihi kemampuan karyawan.

2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Stres Kerja

Menurut Cooper (dalam Rice, 1999) faktor-faktor yang

menyebabkan stres kerja pada karyawan secara umum adalah :

a. Kondisi Pekerjaan:

1) Lingkungan kerja: kondisi kerja yang buruk mungkin menyebabkan

karyawan mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, dan

menurunnya produktivitas kerja.

2) Overload: dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya

pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut.

Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam

ketegangan yang tinggi.

3) Deprivational Stress: kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang

atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Sehingga muncul kebosanan

(34)

4) Pekerjaan Beresiko Tinggi: pekerjaan yang berbahaya bagi

keselamatan akan berpotensi menimbulkan stres kerja karena setiap

saat mungkin terjadi kecelakaan.

b. Faktor Interpersonal

Hubungan interpersonal di tempat kerja merupakan hal yang sangat

penting. Dukungan dari organisasi, sesama pekerja, manajemen dan

keluarga dianggap dapat menghambat timbulnya stres.

c. Pengembangan Karir

Karyawan biasanya mempunyai peluang dalam kehidupan karirnya,

berupa pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk

mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi

kebutuhan untuk pengembangan karir maka karyawan akan merasa

kehilangan harapan, tumbuh perasaan ketidakpastian yang dapat

memunculkan stres.

d. Struktur Organisasi

Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres bila diberlakukan

secara kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif dari

karyawan, tidak melibatkan karyawan dalam proses pengambilan

keputusan, dan tidak adanya dukungan bagi kreativitas karyawan.

e. Konflik Rumah-Pekerjaan

Bagi kebanyakan orang, rumah sebagai tempat untuk bersantai, dan

mengumpulkan kembali kekuatan yang hilang selepas bekerja. Tetapi,

(35)

pekerjaan atau konflik di rumah yang cenderung dapat meningkatkan

stres.

Menurut Ali et al., (2013), tedapat beberapa faktor yang dapat

menciptakan stres kerja pada karyawan-karyawan di sektor perbankan yaitu:

a. Overload: pekerjaan yang berlebihan, bekerja di luar kemampuan.

b. Role Ambigu: kurang jelasnya informasi mengenai peran dan tugas yang

harus dilakukan oleh karyawan.

c. Role Conflict: supervaisor menempatkan tuntutan yang bertentangan

pada karyawan.

d. Responsibility for People: seberapa organisasi bertanggung jawab

terhadap kesejahteraan karyawan baik pelatihan maupun pengembangan.

e. Participation: seberapa jauh karyawan memiliki pengaruh terhadap

keputusan yang relevan dengan pekerjaanya.

f. Lack of Feedback: kurangnya umpan balik tentang kinerja karyawan,

kurangnya penghargaan dan penilaian kerja dari manager.

g. Technological Chalange: beradaptasi dengan pertumbuhan teknologi

dalam bidang pengolahan informasi.

h. Innovation: seberapa mampu membuat perubahan dalam organisasi.

i. Carrer Development: ketidak jelasan mengenai jenjang karir yang

menciptakan ketidakamanan kerja pada karyawan.

j. Recent Episodic Event: adanya peristiwa kehidupan tertentu seperti

(36)

k. Organizational Structuren and Enviorvement: kondisi kerja yang buruk,

struktur kerja dan garis wewenang yang tidak jelas.

Selain itu menurut Masood (2013), usia dapat mempengaruhi tingkat stres

pada karyawan bank. Hal ini dikarenakan karyawan yang masih muda lebih

agresif dan sensitive sehingga lebih rentan terhadap tekanan kerja di dunia

perbankan baik dari nasabah ataupun tuntutan persaingan antar bank atau

antar karyawan.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja dapat

disebabkan oleh kondisi individunya, faktor pekerjaan, rekan kerja maupun

tidak adanya dukungan dari organisasi dan keluarga.

3. Pengukuran Stres Kerja

Menurut Rice (1999) terdapat beberapa gejala stres kerja yang dapat

terlihat dan diukur adalah :

a. Gejala Fisik

Detak jantung meningkat, tekanan darah meningkat, peningkatan sekresi

adrenalin dan non-adrenalin, gangguan pencernaan, kelelahan fisik,

ketegangan otot, keringat berlebihan, gangguan kulit, sakit kepala dan

gangguan tidur.

b. Gejala Psikologis

Ketegangan, kecemasan, kebingungan, mudah tersinggung, perasaan

frustasi, marah, mudah kesal, emosi yang lebih sensitive, hiperaktif,

(37)

menarik diri, depresi, perasaan terasing, kebosanan, ketidakpuasan dalam

bekerja, kelelahan mental, menurunnya fungsi intelektual dan

menurunnya harga diri.

c. Gejala Perilaku

Bermalas-malasan, menghindari pekerjaan, kinerja serta produktivitas

menurun, meningkatnya penggunaan alkohol maupun obat-obat

terlarang, perilaku merokok meningkat, melakukan sabotase pada

pekerjaan, makan berlebihan sebagai pelarian yang bisa mengakibatkan

obesitas, mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri, kehilangan

selera makan dan menurunnya berat badan secara tiba-tiba,

meningkatnya perilaku yang berisiko tinggi, agresif bahkan brutal,

kecenderungan melakukan bunuh diri, absensi meningkat, hubungan

yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman.

Selain itu, menurut Braham dalam Rivai dan Mulyadi (2010) gejala

stres dapat diukur berdasarkan beberapa ciri-ciri berikut ini:

a. Fisik

Kesulitan tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, adanya gangguan

pencernaan, punggung terasa sakit serta urat-urat pada bahu dan leher

terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, kulit gatal,

tekanan darah tinggi atau serangan jantung. Akan tetapi gejala kulit

(38)

b. Emosi

Mudah marah, mudah tersinggung bahkan terlalu sensitif, cemas,

suasana hati mudah berubah-ubah, mudah menangis, mengalami

kebosanan, dan perasaan tertekan. Akan tetapi, perilaku menangis

seringnya hanya ditemukan pada karyawan wanita.

c. Intelektual

Mudah lupa, sulit mengambil keputusan, sulit untuk berkonsentrasi,

kerap membuat kesalahan, dan kemampuan untuk berkomunikasi yang

berkurang baik dalam menangkap maupun menyampaikan pesan.

d. Interpersonal

Acuh bahkan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain

menurun, mudah mengingkari janji, menutup diri secara berlebihan,

menarik diri dari penyelesaian masalah di organisasi dan mudah

menyalahkan orang lain.

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa stress

kerja merupakan suatu ketegangan yang dapat diukur melalui kondisi fisik,

perilaku, emosi, proses berfikir dari seorang karyawan. Dalam penelitian ini,

akan digunakan aspek stres kerja menurut Braham dalam Rivai dan Mulyadi

(2010) karena teori ini memiliki faktor pengukuran yang lebih spesifik

(39)

4. Dampak Stres Kerja

Stres kerja memiliki berbagai macam dampak. Stres kerja dapat

menciptakan pengaruh positif berupa peningkatkan motivasi kerja ataupun

munculnya inspirasi untuk hidub lebih baik jika dapat dikelola dengan baik

yang disebut dengan eustress (Ali et al.,2013). Menurut Cox (1993) terdapat

pula beberapa dampak negatif dari stres kerja yang disebut distress meliputi:

a. Dampak Subjektif

Kekhawatiran atau kegelisahan, perasaan kurang bersemangat,

kebosanan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan

terkucil dan merasa kesepian.

b. Dampak Perilaku

Stres dapat berdampak pada perilaku karyawan dalam bekerja misalnya

emosi yang mudah meledak dan perilaku implusif.

c. Dampak Kognitif

Ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, daya konsentrasi

menurun, kurang perhatian atau rentang perhatian yang pendek, sangat

peka terhadap kritik atau kecaman dan hambatan mental.

d. Dampak Fisiologis

Kecanduan glukosa, tekanan darah meninggi, denyut jantung dan

tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat yang berlebihan,

(40)

e. Dampak Kesehatan

Sakit kepala atau migrant, mimpi buruk, sulit tidur, gangguan

psikosomatis

f. Dampak Organisasi

Produktivitas menurun atau rendah, merasa terasing dari mitra kerja,

ketidakpuasan kerja, menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap

organisasi.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum stres

kerja akan berdampak kepada perubahan pola pikir, perilaku, kognisi, fisik,

kesehatan dan kinerja dalam organisasi jika tidak dikelola dengan baik.

B. WORK FAMILY CONFLICT 1. Definisi Work Family Conflict

Work family conflict dapat diartikan sebagai konflik antar tuntutan

peran di keluarga tidak sesuai dengan tuntutan di dalam pekerjaan (Spector,

2008). Selain itu work family conflict didefinisikan pula sebagai konflik

yang muncul pada saat seseorang berusaha menyeimbangkan peran dan

kebutuhan dalam pekerjaan dengan keluarga atau kehidupan di luar

pekerjaan (Riggio, 2008). Menurut Lu (2008) work family conflict dapat

didefinisikan sebagai konflik yang terjadi karena peran di tempat kerja

terganggu dengan tanggungjawab di rumah.

Santrock (2002) menjelaskan bahwa work family conflict dapat

(41)

dialami wanita maupun laki-laki yang mempunyai kesulitan-kesulitan dalam

pemenuhan tuntutan dari salah satu perannya. Kegagalan pemenuhan

tuntutan dari salah satu peran baik sebagai orang tua, individu, istri atau

suami maupun sebagai pekerja dan warga masyarakat akan menimbulkan

work family conflict.

Berdasarkan uraian definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa work

family conflict adalah konflik yang terjadi pada seseorang yang menjalankan

kedua perannya secara bersamaan, yaitu peran sebagai pekerja dan peran

dalam keluarga. Hal tersebut menyebabkan kurang terpenuhinya peran

sebagai pekerja akibat adanya pemenuhan peran didalam keluarga.

2. Dimensi Work Family Conflict

Menurut Greenhaus dan Beutell (dalam Chung, 2012) terdapat dua

jenis konflik yang terjadi pada pekerjaan dan keluarga yaitu:

a. Work family conflict yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab

pekerjaan mengurangi keterlibatan seseorang dalam melaksanakan

tanggung jawab di dalam keluarga.

b. Family work conflict yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab

terhadap keluarga mengurangi keterlibatan seseorang dalam

(42)

Menurut Greenhaus dan Beutell (dalam Triaryati, 2003), baik work family

conflict ataupun family work conflict terdiri dari 3 dimensi yaitu:

a. Time Based Conflict

Yang di maksud dengan time based conflict adalah konflik yang

terjadi karena waktu untuk memenuhi satu peran tidak seimbang

dengan waktu yang digunakan untuk memenuhi peran lainnya. Dalam

work family conflict, karyawan tidak memiliki keseimbangan waktu

dalam keluarga sehingga kesulitan membagi perhatiannya dalam

organisasi.

Time based conflict memiliki 2 bentuk menurut Bartolome dan Evans

(dalam Triaryati, 2002) yaitu:

1) Tuntutan waktu dari suatu peran membuat individu secara fisik

tidak dapat memenuhi harapan atau tuntutan dari peran yang lain.

Dalam work family conflict, karyawan tidak dapat berada dalam

pekerjaan secara optimal karena memiliki tugas di keluarga yang

menyita waktunya.

2) Tuntutan waktu menyebabkan individu terfokus pada suatu peran

disaat dia harus memenuhi tuntutan peran yang lain. Dalam work

family conflict, karyawan tetap memikirkan perannya dalam

keluarga ketika sedang bekerja.

b. Strain Based Conflict

Yang dimaksud dengan strain based conflict yaitu tekanan dari

(43)

untuk memenuhi tuntutan peran lain. Dalam work family conflict,

tekanan dari tanggung jawab yang berlebihan sebagai bagian dari

suatu keluarga membuatnya mengesampingkan kebutuhan dan

keinginan dalam pekerjaan.

c. Behaviour Based Conflict

Yang dimaksud dengan behaviour based conflict adalah konflik yang

muncul ketika suatu tingkah laku efektif untuk satu peran namun tidak

untuk peran yang lain. Perilaku yang diharapkan muncul pada saat

menjalankan peran yang satu kadang bertentangan dengan harapan

dari peran yang lain. Dalam work family conflict, terdapat konflik

karena perbedaan pola perilaku, kebudayaan dan kebiasaan dalam

lingkungan kerja yang bertentangan antara keluarga dengan pekerjaan.

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa baik dalam

work family conflict maupun family work conflict terdiri dari time based

conflict, strain based conflict dan behaviour based conflict. Dalam penelitian

ini, akan lebih dititik beratkan pada konflik pekerjaan dan keluarga yang

disebut work family conflict. Work family conflict akan berkaitan dengan

permasalahan dalam lingkungan kerja dan lingkungan keluarga sekaligus

(44)

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Work Family Conflict

Menurut Stonner et al. (1990), faktor – faktor yang mempengaruhi

work family conflict adalah:

a. Time Pressure: Waktu untuk bekerja lebih banyak tersita untuk

mengurusi masalah keluarga.

b. Family Size and Support: Anggota keluarga yang semakin banyak

jumlahnya menyebabkan konflik yang timbul akan semakin banyak.

Bila banyak anggota keluarga yang memberikan dukungan maka akan

sedikit terjadi konflik. Sebaliknya jika anggota keluarga tidak

mendukung makan akan mempengaruhi kinerja ketika bekerja.

c. Job Satisfaction: Konflik lebih sedikit apabila kepuasan kerja seorang

karyawan lebih tinggi.

d. Marital and Life Satisfaction: Bila seorang bekerja maka semakin

banyak konsekuensi negatif dalam pernikahannya. Dan adanya anak

dalam keluarga dapat meningkatkan konflik peran.

e. Size of Firm: Konflik yang mungkin akan dipengaruhi oleh banyak

karyawan yang bekerja di suatu organisasi.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, faktor yang mempengaruhi work

family conflict adalah time pressure, family size dan support, job satisfaction,

(45)

4. Pengukuran Work Family Conflict

Work family conflict dapat diukur menggunakan beberapa cara. Menurut

Carloson et al. (2000), work family conflict dapat diukur menggunakan

respon dari para karyawan yang bekerja menggunakan tiga dimensi konflik

yaitu: Time Based Conflict dan Strain Based Conflict. Akan tetapi, menurut

Zhang et al. (2011) behaviour based conflict ini kurang dapat diukur karena

tolak ukur perilaku yang efektif untuk setiap pekerjaan berbeda. Menurut

Boles et al. (dalam Indriyani, 2009) work family conflict dapat diukur

menggunakan beberapa faktor yaitu:

a. Karyawan merasa adanya tekanan yang berasal dari pekerja

b. Karyawan merasa memiliki banyaknya tuntutan dari tugas yang sedang

dilakukan

c. Karyawan merasa kurangnya memiliki waktu untuk bersamaan dengan

keluarga

d. Karyawan merasa cukup sibuk dengan pekerjaan

e. Karyawan merasa memiliki konflik atara komitmen kerja dan tanggung

jawab terhadap keluarga

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa work family

conflict dapat diukur melalui 3 dimensi konflik dan beberapa tanggapan dari

karyawan mengenai perannya dalam pekerjaan serta keluarga. Akan tetapi

pada penelitian ini, hanya digunakan 2 dimensi work family conflict (Time

Based Conflict dan Strain Based Conflict) karena behaviour based conflict ini

(46)

perilaku yang dianggap tepat untuk suatu lingkungan baik pekerjaan maupun

keluarga belum tentu sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Zhang et al

(2011) yang menyatakan bahwa tidak ada ukuran yang tepat untuk mengukur

Behaviour based conflict, sehingga pengukuran terhadapnya sulit untuk

dilakukan.

5. Dampak Work Family Conflict

Menurut Apollo dan Cahyadi, 2012, work family conflict dapat

menimbulkan efek psikologis yang negatif seperti: tidak puas dalam

pekerjaan dan kehidupan rumah tangga, depresi, cemas, tertekan, kelelahan

emosional, dan gangguan fisik. Dampak lain dari adanya work family

conflict adalah rendahnya kepuasan kerja, meningkatkan absensi,

menurunkan motivasi karyawan dan dalam jangka waktu tertentu dapat

mengakibatkan turnover.

Selain memiliki dampak negatif, work family conflict akan

menciptakan dampak yang positif secara psikologis jika berhasil dikelola

dengan baik misalnya: membuat self estem menjadi lebih tinggi, membuat

psikis lebih sehat dan lebih optimis (Obradovic et al., 2007). Dari

pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum work family

conflict dapat menimbulkan dampak secara psikologis dan perubahan

(47)

C. PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT 1. Definisi Perceived Organizational Support

Perlakuan-perlakuan dari organisasi kepada karyawan akan dilihat

sebagai stimulus yang dapat dipersepsikan sebagai bentuk dukungan dari

organisasi. Persepsi ini akan menciptakan tingkat kepercayaan tertentu atas

penghargaan dan perhatian yang diberikan organisasi terhadap kontribusi

karyawan dalam suatu perusahaan (Eisenberger et al., 2001).

Perceived organizational support dapat pula didefinisaikan sebagai

kepercayaan yang dimiliki karyawan bahwa organisasi memiliki kepedulian

dan menghargai kontribusinya sebagai bagian dari kesuksesan organisasi

(Krishnan dan Mary, 2012). Menurut Rohades et al., (2002) perceived

organizational support adalah persepsi karyawan mengenai sejauh mana

organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan

mereka. Tingkat kepercayaan karyawan terhadap dukungan organisasi akan

didapatkan dari evaluasi mereka atas pengalaman dan pengamatan tentang

cara organisasi memperlakukan karyawannya secara umum (Eisenberger et

al. 2001).

Maka dapat disimpulkan bahwa perceving organizational support

adalah persepsi karyawan mengenai dukungan yang diberikan oleh

(48)

2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perceived Organizational Support

Menurut Rhaodes dan Eisenberger (2002) faktor yang mempengaruhi

perceived organizational support sebagai berikut:

a. Fairness adalah perlakuan yang adil dari organisasi kepada setiap

karyawannya

b. Supervisor Support adalah dukungan yang diberikan organisasi, baik

komunikasi dua arah, melibatkan karyawan dalam pengambilan

keputusan, bantuan teknis yang diberikan kepada karyawan, pemberian

motivasi dan dorongan kepada karyawan dalam mengembangkan

pekerjaan yang mereka.

c. Organizational Reward dan Job Conditions, adalah dukungan organisasi

seperti memberikan penghargaan, promosi, keamanan kerja, otonomi

tugas, pelatihan, organizational size, role stressor dan pay.

Menurut Jastin (dalam Shannock et al., 2006) perceived

organizational support akan meningkat jika organisasi menerapkan

beberapa hal berupa: pemberian penghargaan yang baik terhadap kinerja

karyawan, adanya peluang untuk peningkatan karir bagi karyawan dan

pembuatan kebijakan-kebijakan positif di tempat kerja. Sementara itu

menurut Shannock et al., (2006) perceived organizational support dapat

ditentukan dengan cara: sikap organisasi terhadap ide-ide yang dilontarkan

oleh karyawannya, respon organisasi terhadap karyawan yang mengalami

masalah, dan perhatian organisasi terhadap kesejahteraan dan kesehatan

(49)

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa, faktor

yang mempengaruhi perceived organizational support adalah keadilan

organisasi, dukungan dari atasan dan dukungan organisasi.

3. Pengukuran Perceived Organizational Support

Menurut Rhaodes dan Eisenberger (2002) perceived organizational

support dapat diukur dari beberapa faktor yaitu: Fairness, Supervisor

Support serta Organizational Reward dan Job Conditions.

Terdapat pula 15 kriteria yang dikembangan oleh Eisenberger et

al.,(1986) untuk mengukur perceived organizational support yaitu:

a. Organisasi menghargai kontribusi karyawan

b. Organisasi tidak akan mencari orang lain untuk menggantinya dengan

gaji yang lebih rendah

c. Organisasi cukup memberi pengakuan kerja ekstra yang sudah

dilakukan

d. Organisasi mempertimbangkan secara sungguh-sungguh tujuan dan

nilai-nilai karyawan

e. Organisasi akan menanggapi keluhan karyawan

f. Organisasi menanggapi kepentingan karyawan ketika akan membuat

keputusan yang akan mempengaruhi karyawan

g. Organisasi bersedia memberikan bantuan bila karyawan menghadapi

kesulitan

(50)

i. Telah berhasil dengan baik dalam pekerjaan dan organisasi

memperhatikan

j. Organisasi mau membantu karyawan ketika memerlukan bantuan

khusus

k. Organisasi peduli dengan kepuasan kerja karyawan

l. Walaupun ada kesempatan organisasai tidak akan mengambil

keuntungan dari karyawan

m. Organisai menunjukkan perhatian yang cukup ke kaaryawan

n. Organisasi membanggakan keberhasilan yang sudah dicapai oleh

karyawan

o. Organisasi bersedia membuat pekerjaan menjadi semenarik mungkin.

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa

perceived organizational support dapat diukur melalui keadilan organisasi,

dukungan dari atasan dan beberapa bentuk dari dukungan organisasi. Dalam

penelitian ini, perceived organizational support diukur menggunakan 3

faktor yaitu: Fairness, Supervisor Support serta Organizational Reward dan

Job Conditions sesuai dengan teori Rhaodes dan Eisenberger (2002).

4. Dampak Perceived Organizational Support

Menurut Rhaodes dan Eisenberger (2002) perceived organizational

support akan menghasilkan dampak baik bagi karyawan dan organisasi.

Perceived organizational support akan meningkatkan kepuasan kerja,

(51)

support juga dapat meningkatkan komitment, peningkatan kinerja dan

mengurangi turnover pada karyawan sehingga dapat mempengaruhi

peningkatan mutu dari suatu organisasi.

Hal yang hampir sama dikatakan oleh Shannock (2006) bahwa

perceived organizational support mampu menciptakan komitmen

terhadap organisasi, kepuasan kerja, kebanggaan terhadap perusahaan

serta mengurangi tingkat keluar masuknya (turnover) karyawan pada

perusahaan. Dampak negatif yang terjadi bila karyawan di suatu

organisasi tidak merasakan perceived organizational support adalah

ketidaknyamanan dalam melaksanakan tugas, ketidakpuasan kerja, tidak

ada komitmen serta tingkat keluar masuk yang tinggi (Kusendi, 2011).

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perceived

organizational support dapat menimbulkan dampak positif jika dapat

dikelola dengan baik dan dapat berdampak terhadap penurunan kinerja

karyawan bila tidak dirasakan oleh karyawannya.

D. KARYAWAN PERBANKAN 1. Definisi Karyawan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karyawan didefinisikan

sebagai semua orang yang mendapatkan gaji karena bekerja di suatu

lembaga tertentu baik kantor, perusahaan dan sebagainya (bahasa.

(52)

2. Pengertian Bank

Di dunia modern ini, bank memiliki peran dalam memajukan

pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Hampir semua sektor usaha

membutuhkan bank sebagai mitra dalam transaksi keuangan. Baik sektor

usaha organisasi maupun individu saat ini dan masa depan akan

membutuhkan bank sebagai pendukung aktivitas keuangan untuk

memperlancar usahanya. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10

tahun 1998, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk

kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka peningkatan taraf hidup

rakyat banyak (Ismail, 2010).

Menurut Budisantoso dan Nuritomo (2014), secara umum bank

memiliki fungsi sebagai perantara keuangan yang menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkannya kembali dengan tujuan tertentu. Secara

spesifik, bank dapat berfungsi pula sebagai:

a. Agent Of Trust

Bank adalah lembaga yang landasaanya adalah kepercayaan baik dalam

hal penghimpunan dana maupun penyalurannya. Tantangannya adalah

membuat masyarakat percaya bahwa bank akan mengelola dananya dan

menyalurkan dengan baik.

b. Agent Of Development

Bank merupakan lembaga yang menyalurkan dana untuk pembangunan

(53)

tersebut membuat masyarakat dapat melakukan investasi, distribusi,

konsumsi barang dan jasa yang, yang selalu berhubungan dengan uang.

Kelancaran kegiatan tersebut yang akan membuat perekonomian

masyarakat.

c. Agent Of Service

Bank adalah lembaga yang mengatur pergerakan dana untuk

pembangunan ekonomi. Di samping melakukan penghimpunan dan

penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa ke masyarakat.

Jasa yang ditawarkan berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang

berharga, pemberian jaminan bank dan penyelesaian tagihan.

Menurut Ismail (2010), bank dapat pula berfungsi sebagai lembaga

perantara keuangan yang menjebatani dua nasabah (pihak yang memiliki

dana dan membutuhkan dana). Bank menyalurkan dana dalam bentuk kredit

yang secara garis besar berbentuk investasi, modal kerja dan konsumsi.

Selain itu bank dapat menghimpun dana dalam bentuk simpanan giro,

tabungan, deposito dan penghimpunan dana yang lain.

3. Karyawan Perbankan

Karyawan perbankan adalah orang yang bekerja di bank dalam berbagai

posisi. Terdapat beberapa perbedaan struktur posisi pada bank di tingkat

kantor cabang dan kantor pusat. Bank yang berada pada kantor cabang

memiliki struktur posisi yang lebih sederhana dan memungkinkan adanya

(54)

cabang umumnya dipimpin oleh seorang pemimpin cabang dan wakil kepala

cabang. Terdapat lima bagian yang membantu kinerja dari bank tersebut

yaitu:

a. Bagian Pemasaran

Karyawang pada bagian ini secara umum bertugas memasarkan

produk-produk dari bank. Cara pemasarannya adalah dengan memberikan

informasi mengenai produk baru maupun produk bank yang telah lama

agar masyarakat mengetahui manfaat dan menggunakan produk

tersebut. Bagian pemasaran tersebut biasanya terbagi menjadi dua yaitu:

1) Account Officer (AO) yaitu karyawan pemasaran kredit

2) Funding Officer (FO) yaitu karyawan pemasaran dana dan jasa

b. Bagian Administrasi Kredit atau Peminjaman

Karyawan pada bagian ini bertugas membantu nasabah dalam

administrasi meliputi pemantauan prosese dan prosedur pemberian

kredit. Bagian ini biasanya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1) Seksi Administrasi Kredit yaitu karyawan yang melakukan

administrasi dokumen peminjaman

2) Seksi Analisis Kredit yaitu karyawan yang melakukan analisis atas

permohonan kredit dari nasabah

3) Seksi Monitor Kredit yaitu karyawan yang memonitor

pengembangan usaha dan membayar bunga serta angsuran kredit

4) Seksi Asuransi yaitu karyawan melakukan administrasi untuk

(55)

5) Seksi Pelayanan Hukum yaitu karyawan yang melakukan

pembelaan hukum untuk bank maupun pegawai

6) Seksi Penagihan Tunggakan yaitu karyawan yang melakukan

administrasi pada kredit yang telah macet

c. Bagian Teknologi Asuransi

Karyawan pada bagian ini secara umum bertugas menjamin adanya

sistem akuntansi yang dapat dipergunakan untuk menunjang kegiatan

oprasional.

d. Bagian Operasional

1) Seksi Pelayanan Dana dan Jasa yaitu karyawan yang bertugas

memberi pelayan pada nasabah atau calon nasabah yang akan

menggunakan produk dana maupun jasa. Pelayanan tersebut dapat

berupa pemberian informasi maupun menerima berbagai keluhan

dari nasabah

2) Seksi Pelayanan Pinjaman atau Kredit yaitu karyawan yang

memberikan pelayanan dalam pencairan kredit, angsuran kredit,

pengitungan Bungan dan sebagainya.

3) Seksi Teller atau Kasir yaitu karyawan yang memberi pelayanan

kepada nasabah dalam penarikan maupun penyetoran uang, baik

(56)

e. Bagian Rumah Tangga

Karyawan pada bagian ini bertugas menyediakan sarana dan prasarana

penunjang kegiatan bank. Mereka bertugas untuk menyiapkan ruangan

dan berbagai kebutuhan karyawan seperti minum atau makanan.

Menurut Mackenzie (dalam Jawa Pos National Network, 2013)

semenjak krisis ekonomi dua tahun yang lalu karyawan perbankan mulai

kerap bertemu nasabah yang menyalahkan mereka atas krisis keuangan yang

dialami. Studi yang dilakukan UNI Global Union yang berbasis di Swiss

menemukan lebih dari 80 persen perusahaan perbankan di 26 negara

melaporkan memburuknya kesehatan sebagai masalah yang dialami

pegawainya selama dua tahun terakhir akibat stres kerja. Berdasarkan

struktur kepegawaian bank, tampak bahwa hampir 80% karyawan

perbankan harus berhubungan langsung dengan pelanggan.

E. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL

SUPPORT, WORK FAMILY CONFLICT DAN STRES KERJA

1. Work Family Conflict Sebagai Mediator

Terdapat beberapa penelitian yang mengkorelasikan antara work

family conflict dengan stres kerja (Raharjo, 2009; Fujimoto et al, 2012),

work family conflict dengan perceived organizational support (Kusendi,

2011), perceived organizational support dengan stres kerja (Foley, 2005).

Berdasarkan hubungan tersebut didapatkan bahwa stres kerja memiliki

(57)

conflict memiliki hubungan negatif dengan perceived organizational

support dan perceived organizational support memiliki hubungan negatif

dengan stres kerja.

Pada karyawan yang memiliki perceived organizational support

yang tinggi, maka tingkat work family conflictnya akan lebih rendah

karena organisasi memberikan dukungan sehingga mereka lebih mampu

menyeimbangkan tuntutan dalam pekerjaan dan rumah tangga. Rendahnya

konflik antara pekerjaan dan keluarga yang terjadi pada work family

conflict memungkinkan rendahnya stres kerja yang dialami karyawan

tersebut (Casper et al., 2002).

Sementara itu pada karyawan yang memiliki perceived

organizational support yang rendah, mereka akan memiliki work family

conflict yang tinggi karena mereka akan kesulitan menyisipkan waktu

antara tugas sebagai bagian dari keluarga di tengah-tengah kesibukanya

sebagai karyawan (Hyung Lee, 2013). Tingginya konflik antara pekerjaan

dan keluarga yang terjadi pada work family conflict memungkinkan

tingginya stres kerja yang dialami pada karyawan. Terdapat pula penelitian

yang mengatakan bahwa work family conflict memiliki pengaruh positif

yang signifikan terhadap stres kerja pada karyawan di Bank Rakyat

Indonesia Cabang Wates (Rosaputri, 2012).

Menurut Cooper dalam Rice (1999), kondisi pekerjaan dan struktur

organisasi adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja.

Gambar

Gambar 1   Work Family Conflict Sebagai Mediator
Gambar 2   Work Family Conflict Sebagai Moderator
Gambar 3
Gambar 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menguraikan proses komunikasi ini peneliti menggunakan model kampanye komunikasi untuk menjelaskan interaksi komponen demi komponen komunikasi yang muncul dalam kegiatan

Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa nanorods ZnO yang tumbuh di atas substrat Si dan lapisan benih ZnO memiliki struktur polikristal heksagonal wurtzite dengan

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Perkebunan

Pada hari ini RABU tanggal LIMA BELAS bulan AGUSTUS tahun DUA RIBU DUA BELAS, dimulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB, kami Panitia untuk pekerjaan tersebut di

[r]

[r]

 Menganalisis rangkaian menggunakan hokum Ohm untuk menghitung Salah satu parameter Tegangan, arus atau hambatan. Siswa

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan proses pembinaan guru SD Negeri 2 Selo UPTD Pendidikan Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan semester I tahun