Referat
FRAKTUR FEMUR
Disusun oleh:
Taufik Sofistiawan, S.Ked.
1108152062
Pembimbing:
Chairuddin Lubis, S.Ked., dr., Sp.OT.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Fraktur Femur”.
Referat ini disusun sebagai sarana untuk memahami Fraktur Femur,
meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran khususnya di
Bagian Ilmu Bedah dan memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau - Rumah Sakit Umum
Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
Chairuddin Lubis, S.Ked., dr., Sp.OT selaku pembimbing serta pihak yang telah
membantu penulis dalam mengumpulkan bahan sumber tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat
diharapkan penulis dari dokter pembimbing serta rekan-rekan Dokter Muda demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini membawa manfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, April 2015
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri berdampak pada
peningkatan mobilitas masyarakat. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kejadian
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke. Setiap tahun sekitar 60 juta
penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% diantaranya memerlukan
tindakan medis, dimana 3,6 juta (12 %) diantaranya membutuhkan perawatan di
Rumah Sakit. Diantara pasien fraktur tersebut terdapat 300 ribu orang menderita
kecacatan yang bersifat menetap sebesar 1% sedangkan 30% mengalami kecacatan
sementara. 1
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan
terpanjang pada tubuh, oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk
menyebabkan fraktur pada femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada
per 10.000 jiwa penduduk setiap tahunnya. Kebanyakan penderita berusia
produktif antara 25 – 65 tahun, laki-laki lebih banyak menderita terutama pada usia
30 tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik akibat kecelakaan ketika
mengendarai mobil, sepeda motor, dan kecelakaan ketika rekreasi.1,2
Fraktur femur dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam syok. Oleh karena
4
Berdasarkan latar belakang diatas dan melihat besarnya komplikasi yang
ditimbulkan fraktur femur, maka penulis tertarik untuk membuat suatu literatur
khusus yang membahas mengenai Fraktur Femur ini.
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang anatomi femur, definisi, etiologi, klasifikasi
dan manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan fraktur femur dan komplikasi.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami anatomi femur, definisi, etiologi, klasifikasi dan manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksanaan fraktur femur dan komplikasi.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah dibidang ilmu
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan referat ini adalah menggunakan metode tinjauan pustaka
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi femur3
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan
dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur
bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah
dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genus. Ujung atas femur
memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter minor.
6
Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum
os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang
berguna sebagai tempat melekatnya ligamentun capitis femoris. Sebagian suplai
darah untuk caput femoris dari arteri obturatoria dihantarkan melalui ligamentum
ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125° dan lebuh kecil pada perempuan
dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena
adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut
antara collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trocanter
ini di bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian
posterior oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat
tuberculum quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan
permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini
melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke
bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang
menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medial. Tepi lateral melanjutkan
diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior
corpus, tepatnya dibawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai
7
distalnya dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya yang
disebut facies poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condyli medialis dan lateralis yang bagian
posteriornya dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
ikut serta dalam pembentukan articulatio genus. Diatas condyli terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberkulum adductorum dilanjytkan oleh
epicondylus medialis.
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus
iliacus, musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris.
Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh
darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis,
musculus adductor longus, musculus adductor magnus, musculus obturatorius
externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang fascial medial
diperdarahi oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia
posterior tungkai atas diisi oleh musculus biceps femoris, msculus semitendinosus,
musculus semimembranosus, dan sebagian kecil musculus adductor magnus
(otot-otot hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang fascia posterior tungkai
atas diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris.
2.2 Definisi Fraktur femur
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan
8
menyebabkan fraktur pada femur2. Patah pada daerah ini dapat disertai perdarahan hebat karena femur dialiri oleh arteri besar (arteri femoralis). Pemeriksaan
tanda-tanda perdarahan wajib dilakukan pada fraktur tertutup (perabaan pulsasi arteri)9. Pada fraktur terbuka, bebat tekan merupakan pilihan utama untuk membantu
mengurangi perdarahan. Perdarahan yang cukup banyak dapat mengakibatkan
penderita jatuh ke dalam syok.
2.3 Etiologi
Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan
kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur
di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan1.
2.4 Klasifikasi dan gejala klinis
Secara umum, klasifikasi fraktur dibagi menjadi: 2, 5
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar.
- Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
9
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak. Menurut Gustilo, derajat fraktur terbuka adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Derajat fraktur terbuka 2,5
Derajat Luka Kerusakan Jaringan Fraktur
I Luka akibat
tusukan fragmen
tulang, bersih,
ukuran < 1 cm
Sedikit kerusakan
jaringan, tidak terdapat
tanda trauma yang hebat
Fraktur simpel,
transversal, oblik
pendek atau sedikit
kominutif
II Luka > 1 cm,
sedikit
terkontaminasi
Kerusakan jaringan
sedang, tidak ada avulsi
kulit
Dislokasi fragmen
tulang jelas
III Luka lebar, rusak
hebat, kontaminasi
hebat
Kerusakan jaringan hebat
termasuk otot, kulit, dan
struktur neurovaskuler
Kominutif,
segmental, fragmen
tulang ada yang
hilang
IIIa Luka lebar dan
rusak hebat
Jaringan lunak cukup
menutup tulang yang
patah
Kominutif atau
segmental yang
hebat
IIIb Luka lebar dan
rusak hebat,
kontaminasi hebat
Kerusakan hebat dan
kehilangan jaringan,
terdapat pendorongan
Kominutif yang
10
periosteum, tulang
terbuka
IIIc Luka lebar dan
rusak hebat,
kontaminasi hebat
Kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak Kuminutif yang hebat
- Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union,
nonunion dan infeksi tulang.
2. Menurut etiologis
- Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
- Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi atau
osteoporosis.
- Fraktur stres
Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus pada
suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau metatarsal
11
3. Menurut gambaran radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
- Lokalisasi
a. Diafisial
b. Metafisial
c. Intraartikuler
d. Fraktur dengan dislokasi
- Konfigurasi a. Fraktur transversal b. Fraktur oblik c. Fraktur spiral d. Fraktur Z e. Fraktur segmental f. Fraktur kominutif j. Fraktur impaksi
k. Fraktur pecah (burst)
l. Fraktur epifisis
- Ekstensi
a. Fraktur komplit
Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau
12
b. Fraktur inkomplit
Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti
buckle fracture, hairline fracture, dan green stick fracture.
- Hubungan antar fragmen tulang
a. Tidak bergeser (undisplaced)
b. Bergeser (displaced), dapat terjadi dalam 6 cara yaitu; bersampingan,
angulasi, rotasi, distraksi, impaksi dan over riding.
Manifestasi klinis fraktur femur secara umum adalah sebagai berikut :
a) Nyeri
b) Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki
c) Deformitas
d) Bengkak
Dampak dari fraktur femur menyebabkan adanya gangguan pada aktivitas
individu dimana rata-rata individu tidak bekerja atau tidak sekolah selama 30 hari,
dan mengalami keterbatasan aktivitas selama 107 hari.
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang.
Berdasarkan letak patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai2:
a. Fraktur leher femur
b. Fraktur trokanterik
c. Fraktur subtrokanterik
13
e. Fraktur suprakondiler
f. Fraktur kondiler
Gambar 2.2 Anatomi Lokasi Fraktur Femur
2.4.1 Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.
14
2.4.1.1 Mekanisme trauma
Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari tempat tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul
dalam keadaan fleksi dan rotasi.
2.4.1.2 Klasifikasi
1. Hubungan terhadap kapsul
- Ekstrakapsuler - Intrakapsuler 2. Sesuai lokasi - Sub-kapital - Trans-servikal - Basal 3. Radiologis
a. Berdasarkan keadaan fraktur
- Tidak ada pergeseran fraktur
- Fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan dapat bergeser ke
proksimal
- Fraktur impaksi
b. Klasifikasi menurut Garden
- Tingkat I; Fraktur impaksi yang tidak total
15
- Tingkat III; Fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran
- Tingkat IV; Fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat
c. Klasifikasi menurut Pauwel
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur.
Gambar 2.4 Klasifikasi Sudut Inklinasi Leher Femur
- Tipe I : Fraktur dengan garis fraktur 30º
- Tipe II : Fraktur dengan garis fraktur 50º
- Tipe III: Fraktur dengan garis fraktur 70º
2.4.1.3 Patologi
Kaput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber, yaitu:
a. Pembuluh darah intrameduler di dalam leher femur
b. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum kapsul sendi
c. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar
Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intrameduler dan pembuluh darah
16
Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang
mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena
adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh serta hambatan
dari cairan sinovia.
2.4.2 Fraktur daerah trokanter
Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik
(intertrokanterik) adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di atas
umur 60 tahun.
Gambar 2.4 Fraktur Trokanter Femur
2.4.2.1 Mekanisme trauma
Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung pada
trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor dimana fragmen proksimal cenderung bergeser
secara varus. Fraktur dapat bersifat komunitif terutama pada korteks bagian
17
2.4.2.2 Klasifikasi
Fraktur trokanterik dapat dibagi atas:
a. Stabil
b. Tidak stabil
Disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial remuk dan fragmen
besar mengalami pergeseran terutama trokanter minor.
Fraktur trokanterik diklasifikasikan atas empat tipe, yaitu:
- Tipe I
Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran
- Tipe II
Fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter nimor
- Tipe III
Fraktur disertai dengan fraktur komunitif
- Tipe IV
Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur
2.4.2.3 Gambaran klinis
Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal.
Pada pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah disertai rotasi
18
2.4.3 Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat
trauma yang hebat.
2.4.3.1 Gambaran klinis
Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan
ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergesekan.
2.4.4 Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena
trauma hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari
ketinggian. Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang
femur, tetapi juga daat berkibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur
sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis
tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus
selalu dipikirkan sebagai penyebab syok.
2.4.4.1 Mekanisme trauma
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat pada
dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur yang bersifat
19
2.4.4.2 Klasifikasi
Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur
Z atau segmental.
2.4.4.3 Gambaran klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan
mungkin datang dalam keadaan syok.
2.4.5 Fraktur suprakondiler femur
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Terapi konservatif dengan cara lutut
difleksi dilakukan untuk menghilangkan tarikan otot.
2.4.5.1 Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan
putaran. 2.4.5.2 Klasifikasi 1. Tidak bergeser 2. Impaksi 3. Bergeser 4. Komunitif
20
Gambar 2.5 Fraktur Suprakondiler Femur
Pergeseran terjadi pada fraktur oleh karena tarikan otot sehingga pada terapi
konservatif lutut harus difleksi untuk menghilangkan tarikan otot.
Gambar 2.6 Mekanisme Pergeseran Fraktur Suprakondiler
2.4.5.3 Gambaran klinis
Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang disertai
pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Pada pemeriksaan
21
2.4.6 Fraktur suprakondiler femur dan fraktur interkondiler
Menurut Neer, Grantham, Shelton (1967)
- Tipe I : Fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T
- Tipe IIA : Fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
metafisis (bentuk Y)
- Tipe IIB : Sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil
- Tipe III : Fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler
yang tidak total
Gambar 2.7 Klasifikasi Fraktur Suprakondiler dan Interkondiler Femur
2.4.7 Fraktur kondilus femur
2.4.7.1 Klasifikasi
- Tipe I; Fraktur kondilus dalam posisi sagital
- Tipe II; Fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus
22
- Tipe III; Kombinasi antara sagital dan koronal
Gambar 2.8 Klasifikasi Fraktur Kondilus Femoris
2.4.7.2 Gambaran klinis
Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan. Mungkin
ditemukan krepitasi dan hemaartrosis sendi lutut.
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat trauma, baik yang hebat
maupun trauma ringan diikuti dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk
menggunakan ekstremitas bawah. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat,
karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin terjadi di
daerah lain. Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera
(posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan,
23
penyakit lain. Bila tidak ada riwayat trauma, teliti apakah ada kemungkinan fraktur
patologis. 2,5
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia atau
perdarahan, kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti pada fraktur
patologis. Pada pemeriksaan lokal, dilakukan tiga hal penting yakni inspeksi/look,
palpasi/feel, dan pergerakan/move. Pada look dinilai adanya deformitas berupa
angulasi, rotasi, pemendekan atau pemanjangan, bengkak, luka pada kulit dan
jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada feel adalah adanya nyeri tekan, krepitasi dan temperatur setempat
yang meningkat. Pada feel juga perlu dinilai keadaan neurovaskuler pada daerah
distal trauma berupa pulsasi arteri, warna kulit, waktu pengisian kapiler dan sensasi.
Pergerakan dinilai dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah trauma. Kemudian dinilai adanya
keterbatasan pada pergerakan sendi tersebut.2,6 c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos dapat digunakan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan
prinsip rule of two: dua posisi, dua sendi, dua anggota gerak, dua trauma, dua kali
24
2.6 Penatalaksanaan
Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan
pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian
ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian perdarahan dengan balut
tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. Penderita dengan
fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga diperlukan resusitasi cairan
dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri.2,9
Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu
jangan membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan
prognosis yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti
menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan
terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal,
mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara
individual2.
Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:2,5,9
1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah alignment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak
25
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin raction
merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter
umum9.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
2.7 Metode penanganan fraktur
2.7.1 Fraktur tertutup2,7 1. Konservatif
Penanganan fraktur secara konservatif dapat berupa:
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan seperti fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan dapat
direduksi dengan cara tertutup dan dipertahankan.
c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan, mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi, overriding,
dan rotasi yang beresiko menimbulkan penyembuhan tulang abnormal,
fraktur yang tidak stabil pada tulang panjang dan vertebra servikalis, fraktur
26
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap, traksi
tulang serta traksi berimbang dan traksi sliding.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur
dan fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung
menggunakan metode AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid
misalnya pada fraktur leher femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang
tidak dapat direduksi dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis,
dan fraktur multipel pada tungkai atas dan bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan
II, fraktur dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai
bawah pada penderita diabetes melitus.
3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk
menggantikan bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur
leher femur dan sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari
fragmen atau nonunion.
3 Fraktur terbuka
Fraktur terbuka merupakan keadaan gawat darurat ortopedi yang memerlukan
penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi dan masalah penyembuhan.
Prinsip dasar penanganan fraktur terbuka adalah:2,8 1. Obati fraktur sebagai kegawatdaruratan
27
2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang dapat menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, kamar operasi dan setelah
operasi
4. Segera lakukan debridemen dan irigasi
5. Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogeneous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap pengobatan fraktur terbuka:1,8 1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. Jumlah cairan yang
digunakan berbeda tergantung pada derajat fraktur terbuka, untuk derajat I
digunakan tiga liter, derajat II enam liter, dan derajat III 10 liter. Larutan
antibiotik dapat digunakan walaupun belum banyak literatur yang
membahasnya. Detergen (sabun) dapat pula digunakan untuk mengurangi
jumlah kuman. Hindari penggunaan larutan antiseptik karena bersifat toksik
pada jaringan.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya dapat menjadi tempat
kolonisasi kuman sehingga diperlukan tindakan eksisi operatif pada kulit,
28
(debridemen). Debridemen harus dilakukan dalam 6 jam pasca trauma untuk
mencegah infeksi dan bila perlu dapat diulangi 24 sampai 48 jam berikutnya.
3. Pengobatan fraktur
Fraktur dengan luka hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau resuksi
terbuka dengan fiksasi eksterna. Traksi skeletal dapat digunakan pada fraktur
pelvis dan fraktur femur untuk sementara. Fiksasi eksternal dianjurkan pada
fraktur derajat IIIA dan IIIB.
4. Penutupan kulit
Bila fraktur terbuka telah ditangani dalam waktu kurang dari enam jam,
sebaiknya kulit ditutup. Luka dapat dibiarkan terbuka selama beberapa hari
tapi tidak lebih dari 10 hari. Prinsipnya adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang dapat mengakibatkan kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah
tindakan operasi. Antibiotik yang dianjurkan pada fraktur terbuka derajat I
adalah golongan sefalosporin, derajat II golongan sefalosporin dan
aminoglikosida, dan derajat III golongan sefalosporin, penisilin dan
aminoglikosida.
6. Pencegahan tetanus
Semua pendertia dengan fraktur terbuka harus diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup diberikan toksoid
dan bagi yang belum dapat ditambahkan pemberian 250 unit tetanus
29
2.6 Komplikasi fraktur
2.6.1 Komplikasi segera
Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa
trauma kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing
maupun penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal,
ruptur arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri, komplikasi
neurologis baik pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf perifer serta
komplikasi pada organ dalam seperti jantung, paru-paru, hepar dan limpa2,5. 2.6.2 Komplikasi awal
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah nekrosis kulit-otot, sindrom
kompartemen, trombosis, infeksi sendi dan osteomielitis. Dapat juga terjadi ARDS,
emboli paru dan tetanus2,5. 2.6.3 Komplikasi lanjut
Komplikasi lanjut akibat fraktur dapat berupa penyembuhan abnormal dari
fraktur seperti malunion ununion delayed union, osteomielitis kronik, gangguan
pertumbuhan, patah tulang rekuren, osteomielitis kronis, ankilosis, penyakit
degeneratif pasca trauma dan kerusakan saraf. Compartement Syndrome merupakan
komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome
30
BAB III KESIMPULAN
1. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
2. Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas.
3. Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang.
Berdasarkan letak patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai fraktur
leher femur, fraktur trokanterik, fraktur subtrokanterik, fraktur fraktur
diafisis, fraktur suprakondiler, dan fraktur kondiler. Gejala klinis dapat
dilihat sesuai klasifikasi fraktur femur.
4. Anamnesi mengenai mekanisme trauma, pemeriksaan fisik di regio yang dicurigai terdapat fraktur, serta pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menegakkan diagnosis fraktur femur.
5. Tatalaksana fraktur femur seperti tatalaksana fraktur pada umumnya dengan prinsip rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
6. Pemasangan scin traction merupakan penanganan paling tepat pada fraktur tertutup femur bagi dokter umum.
7. Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa trauma kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri. Compartement Syndrome merupakan komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome dapat memperburuk kualitas hidup pasien.