• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT BEDAH FRAKTUR FEMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT BEDAH FRAKTUR FEMUR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT BEDAH

FRAKTUR FEMUR

Annisa Inayati MS G99141123 A. Anatomi Tulang

Secara umum, tulang dibagi menjadi 4 bagian yaitu epifisis, lempeng pertumbuhan, metafisis, dan diafisis. Masing-masing bagian tersebut memiliki karakteristik yang menentukan kelainan apa yang sering pada daerah tersebut. Epifisis adalah bagian tulang yang terletak di dalam artikulasi. Lempeng pertumbuhan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan tulang yang hilang pada usia + 15 tahun, cidera pada bagian ini pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tulang. Metafisis adalah daerah yang kaya akan pembuluh darah (end artery) sehingga rawan terjadi infeksi. Diafisis adalah bagian tengah dari sebuah tulang panjang yang tersusun dari tulang kortikal yang biasanya berisi sumsum tulang dan jaringan adiposa3.

B. Definisi Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang4.

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami fraktur, kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah harus diketahui terlebih dahulu. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing)4.

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan sedangkan trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan

(2)

extensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh4.

Tekanan pada tulang dapat berupa: (1) tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, (2) tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, (3) tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, (4) kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada vertebra, (5) trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, (6) trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang5.

Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang dimiliki tubuh yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang femur terdiri dari tiga bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis proksimal, dan distal metafisis. Corpus femoris berbentuk tubular dengan sedikit lengkungan ke arah anterior, yang membentang dari trochanter minor melebar ke arah condylus. Selama menahan berat tubuh, lengkung anterior menghasilkan gaya kompresi pada sisi medial dan gaya tarik pada sisi lateral. Struktur femur adalah struktur tulang untuk berdiri dan berjalan, dan femur menumpu berbagai gaya selama berjalan, termasuk beban aksial, membungkuk, dan gaya torsial. Selama kontraksi, otot-otot besar mengelilingi femur dan menyerap sebagian besar gaya5.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Beberapa otot-otot besar melekat pada femur. Di bagian proksimal, m. gluteus medius dan minimus melekat pada trochanter mayor, mengakibatkan abduksi pada fraktur femur. M. iliopsoas melekat pada trochanter minor, mengakibatkan adanya rotasi internal dan eksternal pada fraktur femur. Linea aspera (garis kasar pada bagian posterior dari corpus femoris) memperkuat kekuatan dan tempat menempelnya m. gluteus maksimus, adductor magnus, adductor brevis, vastus lateralis, vastus medialis, dan caput brevis m. biceps femoris. Di bagian distal, m. adductor magnus melekat pada sisi medial, menyebabkan deformitas apeks lateral pada fraktur femur. Caput medial dan lateral m. gastrocnemius melekat di femoral condylus femoral posterior, menyebabkan deformitas fleksi pada fraktur sepertiga distal femur5.

1. Etiologi Fraktur Femur

Berdasarkan penyebab terjadinya fraktur femur, dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan besar energi penyebab trauma6, yaitu:

a. High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar, jenis kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor (kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb); olahraga—terutama yang olahraga yang berkaitan dengan kecepatan seperti misalnya: ski, sepeda balap, naik gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta luka tembak6.

b. Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena struktur femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan trauma karena energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang kehilangan kekuatannya terutama pada orang-orang yang mengalami penurunan densitas tulang karena osteoporosis; penderita kanker metastasis tulang dan orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi mengalami fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang6.

c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari fraktur femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma jenis ini mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya terjadi secara bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali terjadi pada atlet atau pada militer yang menjalani pelatihan yang berat. Fraktur jenis ini biasanya mempengaruhi area corpus femoris6.

(8)

2. Kategori fraktur femur

Fraktur femur dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan letak frakturnya7:

a. Fraktur femur proksimal

Yang meliputi fraktur femur proksimal antara lain adalah sebagai berikut: 1. Intracapsular fraktur termasuk caput femoris dan collum femoris 2. Entracapsular fraktur termasuk trochanters

Gambar 1. Fraktur capital, (b) fraktur subcapital, (c) fraktur transervical, (d) fraktur intertrochanteric, (e) fraktur subtrochanteric

Fraktur Collum Femoris

Fraktur collum femoris dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya. Intracapsular dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric.

Fraktur collum femoris disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trochanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur collum femoris5.

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur collum femur berdasarkan Garden8,

yaitu: (a) stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi; (b) stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser; (c) stadium III adalah fraktur lengkap

(9)

dengan pergeseran sedang; (d) stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Gambar 2. Klasifikasi fraktur collum femoris menurut Garden

Fraktur collum femoris harus ditangani dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan fraktur collum femoris stadium I. Jika tidak, maka akan berkembang

dengan cepat menjadi fraktur collum femur stadium IV8.Selain Garden, Pauwel5

juga membuat klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi collum femoris sebagai berikut: (a) tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30; (b) tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50; dan (c) tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

Gambar 3. Klasifikasi fraktur collum femoris menurut Pauwel Anamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri panggul terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam posisi rotasi lateral dan anggota gerak bawah tampak pendek. Pada foto polos penting dinilai pergeseran melalui bentuk bayangan yang tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada caput femoris dan ujung collum

femoris. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tak bergeser

(stadium I dan stadium II berdasarkan Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non-union dan nekrosis avaskular8.

Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terpai konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif

(10)

hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total9.

Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu5: (a) komplikasi yang

bersifat umum: trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus; (b) nekrosis avaskuler caput femoris. Komplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur

collum femoris dengan pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.

Apabila lokasilisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih besar; (c) nonunion—lebih dari 1/

3 pasien fraktur collum femoris tidak dapat mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser.

Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita; (d) Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps caput femoris atau nekrosis avaskuler; (e) anggota gerak memendek; (f) malunion; (g) malrotasi berupa rotasi eksterna.

b. Fraktur corpus femoris

Pada patah tulang diafisis femur biasanya mengalami pendarahan dalam yang cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan resiko syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam jaringan lunak dan adanya tarikan m. gluteus dan m. illiopsoas. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih10.

(11)

Gambar 4. Fraktur 1/3 tengah corpus femoris; (b) Fraktur corpus femoris paska fiksasi internal

Berdasarkan klasifikasi Winguist-Hansen yang didasarkan pada pola dasar fraktur dan derajat kestabilannya—meskipun sekarang lebih digunakan untuk menentukan derajat kominutif dari fraktur, fraktur corpus femoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut11: (1) tipe 0—non kominutif—termasuk

didalamnya fraktur transfersal, oblik, dan spiral, (2) tipe I—kominutif non signifikan atau fragmen kecil, (3) tipe II—fragmen besar dengan aposisi kortikal sampai dengan 50%, (4) tipe III—fragmen besar dengan aposisi kortikal kurang dari 50%, (5) tipe IV—fraktur segmental, tidak ada kontak antara fragmen distal dan fragmen proksimal.

Gambar 5. dari kiri ke kanan.(a) tipe 0, (b) tipe I, (c) tipe II, (d) tipe III, (e) tipe IV c. Fraktur femur distal

Yang meliputi fraktur femur distal adalah fraktur pada daerah supracondylar, condylar, dan intercondylar10.

(12)

Gambar 5. Fraktur femur distal

Fraktur suprakondiler femur

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif5.

Gambar 6. Klasifikasi fraktur suprakondiler

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.

Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan spika panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia8.

(13)

Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi

C. Pemeriksaan Fraktur Femur

Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma; pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imejing menggunakan foto polos sinar-x.

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-tanda syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien terancam, lakukan resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien.

Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi lain, misalnya pada fraktur patologis5 sebagai salah satu penyebab terjadinya fraktur.

Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:

a. Inspeksi (Look)

- Bandingkan dengan bagian yang sehat - Perhatikan posisi anggota gerak

- Keadaan umum penderita secara keseluruhan - Ekspresi wajah karena nyeri

- Lidah kering atau basah

- Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain

- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka

- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari - Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan - Perhatikan kondisi mental penderita

- Keadaan vaskularisasi5

b. Palpasi/Raba (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan palpasi adalah sebagai berikut:

(14)

- Temperatur setempat yang meningkat

- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang - Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati

- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

- Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai5

c. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf5.

2. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya5.

3. Pemeriksaan radiologi

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya fraktur sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda asing—misalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan teknik pengobatan atau terapi yang tepat5.

(15)

lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi5.

D. Penatalaksanaan

Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh yang diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai resiko komplikasi. Sebagai contoh operasi pemasangan fiksasi dalam maka resiko terjadi infeksi dan lain sebagainya dapat terjadi. Oleh karena itu banyak variasi terjadi pada pengobatan fraktur akibat perbedaan interpretasi terhadap kondisi penderita.

Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan Iunak tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai dengan realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi. Mengurangi edema seperti fastiotomi pada sindrom kompartemen guna meningkatkan perfusi ke jaringan yang mengalami kerusakan sehingga metabolisme sel tersebut aktif kembali. Perlu diketahui bahwa edema tersebut akan berdampak pengurangan bahkan tidak ada sama sekali distribusi oksigen dan material-material nutrisi ke jaringan bagian distal lesi tersebut Oleh karena itu pengobatan kerusakan jaringan Iunak merupakan tindakan awal dan proses penyambungan tulang.

Opsi terapi untuk fraktur femur sangat bergantung terhadap keparahan dari cidera yang terjadi. Namun. secara garis besar terdapat dua jenis kategori terapi yaitu terapi konservatif/non operatif dan terapi operatif.

Baik terapi konservatif dan operatif, keduanya mengikuti prinsip dasar pengobatan penyakit lain yang berpedoman kepada hukum penyembuhan (law of nature), sifat penyembuhan, serta sifat manusia pada umumnya. Disamping pemahaman tentang prinsip dasar pengobatan yang rasional, metode pengobatan disesuaikan pula secara individu terhadap setiap penderita. Pengobatan yang diberikan juga harus berdasarkan alasan mengapa tindakan ini dilakukan serta kemungkinan prognosisnya5. Secara umum

(16)

buruk bagi penderita (Iatrogenik); (2) Pengobatan berdasarkan pada diagnosis dan prognosis yang tepat; (3) Pilih jenis pengobatan yang sesuai dengan keadaan penyakit penderita; (4) Ciptakan kerja sama yang baik tanpa melupakan hukum penyembuhan alami; (5) Pengobatan yang praktis dan logis; (6) Pilih pengobatan secara individu; (7) Jangan melakukan pengobatan yang tidak perlu5.

Life saving dan life limb adalah tindakan prioritas utama pada penderita trauma multipel, mungkin keadaan pasien tidak menguntungkan untuk dilakukan pembiusan tapi demi kehidupan penderita tindakan operasi tetapi dijalankan demi life saving seperti perdarahan intra abdominal massive karena ruptur lien dan sebagainya. Tindakan pembebasan jalan nafas seperti yang diterangkan sebelumnya perlu dilakukan terhadap gangguan jalan nafas. Demikian juga penanganan sok karena perdarahan dengan mengontrol perdarahan secara balut menekan dan resusitasi cairan kristalloid maupun tranfusi.

Setelah tindakan life saving dan life limb diatasi, tindakan awal untuk menangani fraktur dapat dilakukan. Tindakan awal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pembidaian sementara untuk imobilisasi fraktur, selain itu dapat mengurangi rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Adanya deformitas yang hebat perlu dikoreksi secara perlahan-lahan dengan menarik bagian distal secara lembut. Pada fraktur femur terbuka, perlu dilakukan debridement dan irigasi cairan fisiologis kemudian luka ditutup dengan kasa steril untuk kemudian dilakukan pemeriksaan foto rongent.

1. Terapi konservatif

Terapi konservatif fraktur femur antara lain meliputi tindakan imobilisasi dengan bidai eksterna tanpa reduksi dan reduksi tertutup dan imobilisasi dengan fiksasi kutaneus. Tindakan ini biasanya dilakukan jika fraktur terjadi pada daerah proksimal, suprakondilar, dan corpus femoris dengan menggunakan, Buck Extension, Weber Extensionsapparat, Well-leg traction, atau traksi 90/90 femoral.

2. Terapi Operatif

Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, maupun karena kondisi tertentu, misalnya pada fraktur terbuka, fraktur multipel, adanya interposisi jaringan di antara fragmen, fraktur pada collum femoris yang membutuhkan fiksasi yang rigit dan beresiko terjadinya nekrosis avaskuler, dan adanya kontraindikasi pada

(17)

imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur femur pada lansia.

Untuk kasus-kasus tertentu, misalnya pada fraktur collum femoris pada orang tua karena terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen, maupun non union, dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan jaringan tulang yang nekrosis.

E. Komplikasi

Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan tingkat keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain9:

1. Infeksi

Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan pemberian antibiotik.

2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang

Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul iritasi pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses penyembuhan tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif lebih lanjut.

3. Kerusakan saraf

Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan saraf pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan yang persisten. 4. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen jarang terjadi pada fraktur femur, namun ini dapat terjadi sehingga resiko terjadinya sindrom kompartemen harus selalu diantisipasi. Sindrom kompartemen teradi akibat kompresi nervus, pembuluh darah, dan otot di dalam spatium tertutup atau kompartemen di dalam tubuh. Sindrom kompartemen terjadi pada tungkai yang mengalami inflamasi dan perdarahan selama trauma yang sering diasosiasikan dengan fraktur. Jika sindrom kompartemen terjadi, maka dibutuhkan tindakan bedah segera9.

Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan untuk identifikasi dini terjadinya sindrom kompartemen:

a. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat

b. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas

(18)

d. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko terjadinya kejadian sindrom kompartemen

e. Nyeri merupakan tanda awal dimulainya iskemia kompartemen, terutama nyeri pada tarikan otot pasif

f. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah kerusakan yang menetap terjadi

5. Komplikasi operatif

Komplikasi operatif biasanya terjadi karena kegagalan plate atau piranti keras untuk menstabilisasi tulang, atau bagian piranti keras yang menonjol mengakibatkan iritasi dan nyeri9.

Komplikasi yang spesifik pada fraktur femur antara lain: 1. Fraktur femur distal

Karena lokasi tipe fraktur ini, lutut dapat ikut terpengaruh. Seringkali muncul kekakuan pada lutut yang secara perlahan akan berkurang namun tidak dapat hilang sama sekali. Selain kekakuan pada lutut, fraktur pada femur distal menjadi faktor presdiposisi terjadinya osteoarthritis. Terutama pada fraktur yang melewati atikulasio genu, yang mengganggu lapisan kartilago yang melapisi sendi.

2. Fraktur corpus femoris

Jenis fraktur ini juga dapat mempengaruhi lutut, tetapi dengan cara yang berbeda. Karena pergerakan femur ketika terjadi fraktur, seringkali merusak ligament pada lutut yang membutuhkan tindakan operatif untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Fraktur corpus femoris yang terjadi pada anak-anak dan remaja yang masih dalam masa pertumbuhan beresiko mengalami perbedaan panjang tulang di satu tungkai dibandingkan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena patah tulang tumbuh terlalu banyak, atau justru kurang tumbuh setelah fraktur.

F. Prognosis

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain

(19)

faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur5.

(20)

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan besarnya energy trauma, terdapat tiga penyebab utama terjadinya fraktur femur, yaitu (1) High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar, (2) Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, dan (3) Stress fracture atau fraktur karena tekanan yang berulang.

Berdasarkan letak frakturnya, fraktur femur dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) fraktur Fraktur femur proksimal yang meliputi fraktur intracapsular termasuk caput femoris dan collum femoris, fraktur entracapsular termasuk trochanters; (2) fraktur corpus femoris; dan (3) Fraktur femur distal yang meliputi fraktur pada daerah supracondylar, condylar, dan intercondylar..

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat fraktur femur antara lain adalah timbulnya infeksi, terutama pada fraktur terbuka, adanya permasalahan dalam penyembuhan tulang, kerusakan saraf, sindrom kompartemen, dan komplikasi operatif berupa iritasi maupun nyeri pasca operatif akibat plat yang menonjol.

(21)

REFERENSI

1. <http://www.med-health.net/Functions-Of-Bones.html> diakses pada 15 Maret 2015 2. Aukerman, Douglas F. Femur Injuries and Fractures.

<http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall> diakses pada 15 Maret 2015

3. Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG

4. American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course Manual.

5. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika;

6. <http://orthoanswer.org/hip/femur-fractures/definition.html> diakses pada 15 Maret 2015 7. Behrman S W, Fabian T C, Kudsk K A, Taylor J C, J Trauma. 1990; 30: 792-798.

Improved outcome with femur fractures: Early vs delayed fixation 8. James E Keany, MD. Femur Fracture. In site

<http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall> diakses pada 15 Maret 2015

9. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W. Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier. United States.

2007. Page 408-410

10. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University, 2004. Page 140-143

11.<http://www.orthobullets.com/trauma/1040/femoral-shaft-fractures> diakses pada 16 Maret 2015

Gambar

Gambar 1. Fraktur capital, (b) fraktur subcapital, (c) fraktur transervical, (d) fraktur intertrochanteric, (e) fraktur subtrochanteric
Gambar 2. Klasifikasi fraktur collum femoris menurut Garden
Gambar 4. Fraktur 1/3 tengah corpus femoris; (b) Fraktur corpus femoris paska fiksasi internal
Gambar 5. Fraktur femur distal Fraktur suprakondiler femur

Referensi

Dokumen terkait

kelompok yang pernah menjalani prosedur ekstraksi gigi sejumlah 16.67% pasien mengalami kenaikan kecemasan pada pengukuran tekanan darah, pada pengukuran nadi tidak ada pasien

Administrasi 90 1,45.. Namun apabila dilihat dari rerata skor angket, maka aspek pelayanan administrasi menunjukkan bilangan mendekati satu dan rerata aspek kebijakan mendekati

Selain tujuan politik bahasa juga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia yang

Perubahan ini dicatat dengan stiker putih bergambar bayi atau simbol lingkaran berwarna putih.Kemungkinan lendir tampak kental dan keruh.Perasaan lengket dan

Informasi keuangan di atas telah disusun untuk memenuhi Peraturan OJK No.48/POJK.03/2017 tanggal 12 Juli 2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR, Surat Edaran OJK

Puji syukur penulis panjatkan atas nikmat yang telah Allah SWT berikan, karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Diploma III di

[r]

Pemerintah Kabupaten Majalengka, khusunya DPKAD memaksimalkan kerjasama dan koordinasi dengan pihak terkait lainnya khususnya PT PLN sebagai pihak ketiga yang