• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KOTA MOJOKERTO TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KOTA MOJOKERTO TAHUN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KOTA MOJOKERTO TAHUN 1950 - 1989

A. Letak Geografis Kota Mojokerto

Wilayah Kota Mojokerto secara geografis berjarak sekitar 50 km di sebelah barat Kota Surabaya. Kota Mojokerto berada diantara koordinat kurang lebih 7o27’ lintang selatan sampai dengan 7o29’ lintang selatan dan kurang lebih

112o24’ bujur timur sampai dengan 112o28’ bujur timur. Kota Mojokerto memilik ketinggian rata-rata 22 km diatas permukaan laut35. Kota Mojokerto sejak ditetapkan sebagai daaerah otonomi kota kecil berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 mempunyai tanah seluas 7,25 km² dan pada tahun 1971 Kota Mojokerto berpenduduk sejumlah 57.295 orang36.

Wilayah Kota Mojokerto berada di tengah-tengah Kabupaten Mojokerto, batas-batas wilayah Kota Mojokerto di sebelah utara berbatasan dengan sungai Brantas dan daerah Kecamatan Gedeg dan Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto, sebelah timur berbatasan dengan daerah Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sooko dan

35

Imam Sampurno, Profil Kota Mojokerto Tahun 2007, (Mojokerto: Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Mojokerto, 2007), hlm.5.

36

Chabib Sjarbini, Lima Tahun Menjadi Walikota Kepala Daerah Kotamadya

(2)

Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto, serta di sebelah barat berbatasan dengan Sungai Brangkal dan daerah Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto37.

Gambar. 1.

Peta Kota Mojokerto Tahun 1982

Sumber: diedit dari httparca-kerla.blogspot.com201012kondisi-geografis-kotaku- mojokerto.html diakses pada tanggal 5 Maret 2014 pukul 10.44 WIB.

Dilihat dari letak geografis yang berada di sepanjang tepi Sungai Brantas, wilayah Kota Mojokerto merupakan penyangga dari Kota Surabaya. Beberapa kebutuhan penting seperti bahan makanan dan air warga Kota Surabaya di suplai dari Mojokerto. Pengendalian air bersih dan irigasi yang bersumber dari Sungai Brantas diatur di Mlirip yang sejak lama dibuat bendungan agar Surabaya tidak kekuarangan air saat kemarau dan sebaliknya, tidak banjir saat musin hujan,

37

Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1989), hlm. 2.

(3)

bendungan atau dam itu disebut Rolak Songo38. Di Kota Mojokerto juga terdapat

beberapa sungai, diantaranya Sungai Brangkal yang berada di sebelah barat kota sepanjang ± 2,25 km, Sungai Sadar yang berada disebelah selatan kota sepanjang ± 2 km, dan Sungai Gedeg di sebelah barat kota sepanjang ± 2 km39.

Kota Mojokerto merupakan wilayah yang hanya terdiri dari dataran rendah yang luas, dan tidak satupun terdapat gunung berapi maupun dataran tinggi. Luas dataran rendah Kota Mojokerto yang mencapai 7,25 km² terdiri dari tanah sawah seluas 3,4 km², tanah tegalan seluas 0,47 km², tanah pekarangan seluas 2,35 km² dan tanah lainnya seluas 1,01 km²40. areal tanah persawahan yang terdapat di Kota Mojokerto terluas terdapat di desa Kranggan seluas 47 Ha41.

Wilayah Kota Mojokerto sejak ditetapkan sebagai daerah otonomi pada tahun 1950 terdiri dari satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kota Mojokerto yang terdiri dari 41 dukuhan42. Kota Mojokerto mengalami perluasan wilayah pada tahun 1982. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1982, luas Kota Mojokerto mengalami perubahan dari 7,25 km2 menjadi

38

Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Laskar Hizbullah 1945-1950, (Yogyakarta: Azza Grafika, 2013), hlm. 8.

39

Badan Pusat Statistik Kotamadya Mojokerto, Kotamadya Mojokerto Dalam

Angka 1991, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1991), hlm. 1.

40

Harijadi, log. cit.,

41

Wahyudi, Seraut Wajah Kotamadya Mojokerto Dalam Sorotan Pers, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1982), hlm. 51.

42

Selanjutnya 41 Dukuhan tersebut terdiri dari 44 RK dan 333 RT yang merupakan hasil realisasi dari Peraturan Daerah Kotamadya Mojokerto Nomor 4 tahun 1970. Sjarbini, op. cit., hlm. 9.

(4)

menjadi 16,48 km243 yang terdiri dari sawah seluas 9,02 km2, tanah tegalan seluas 0,65 km2, tanah pekarangan seluas 6,08 km2, tanah lainnya seluas 0,72 km244.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1982 juga menetapkan Kota Mojokerto menjadi 2 kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Magersari dan Kecamatan Prajurit Kulon. Dari dua kecamatan itu Kota Mojokerto terdiri dari 18 kelurahan dengan 12 daerah berstatus sebagai kelurahan sedangkan 6 daerah hasil penyerahan dari Kabupaten Mojokerto berstatus sebagai desa. Kecamatan Magersari terdiri dari Kelurahan Meri, Gunung Gedangan, Kedundung, Balong Sari, Jagalan, Sentanan, Purwotengah, Gedongan, Magersari, dan Wates. Sedangkan Kecamtan Prajurit Kulon, terdiri kelurahan Surodinawan, Kranggan, Miji, Prajurit Kulon, Blooto, Mentikan, Kauman, dan Pulorejo45.

B. Penduduk Kota Mojokerto

Penduduk kota adalah semua yang mendiami atau yang bermukim di suatu kota, penduduk kota sangat bervariasi baik dari segi etnis, lapangan pekerjaan, tingkat pendidikan serta latar belakang agama dan kebudayaan46. Penduduk Kota Mojokerto pada tahun 1971 merupakan jumlah penduduk sebelum mengalami perluasan wilayah, Jumlah penduduk Kota Mojokerto pada tahun 1971

43

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Mojokerto, “Karya Lima Tahun

DPRD Kotamadya Dati II Mojokerto (Kurun Waktu Tahun 1977-1982) Sebagai Wakil Rakyat”, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1982), hlm. 28.

44

Harijadi, op. cit., hlm. 3.

45

Sampurno, op. cit., hlm. 10

46

Sapari Imam Asy’ari, Sosiologi Kota dan Desa, (Surabaya: Usaha Nasional Surabaya, 1993), hlm. 60.

(5)

sejumlah 57.295 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan kewarganegaraan tersaji dalam tabel dengan rincian sebagai berikut:

Tabel. 1.

Penduduk Kota Mojokerto Tahun 1971

Warga Negara Kategori Jumlah

Mojokerto Asli/ Pribumi 50.711 orang

Bukan asli/pendatang 4.071 orang

Asing Cina 2.439 orang

Arab 9 orang

India 22 orang

Pakistan 4 orang

Belanda 3 orang

Sumber: Chabib Sjarbini, Lima Tahun Menjadi Walikota Kepala Daerah Kotamadya

Mojokerto, (Mojokerto: Sub-Dit-Sus, 1973), hlm. 8.

Pada tahun 1970an, mata pencaharian penduduk Kota Mojokerto tersebar di berbagai bidang, diantaranya pertanian sejumlah 20%, peternakan sejumlah 9%, industri rakyat sejumlah 2%, angkutan sejumlah 5%, perdagangan 30% dan pegawai negeri sejumlah 29%47. Sektor yang paling besar adalah sektor perdagangan yang terpusat di Jalan Majapahit yang sejak lama kawasan ini didominasi etnis China. Besarnya prosentase pada sektor perdagangan di Kota Mojokerto juga disebabkan banyaknya pasar, diantaranya Pasar Tanjung, Pasar Kliwon, Pasar Kranggan, dan Pasar Pon. Pada sektor pertanian, penduduk yang bermata pencaharian bertani banyak terdapat di Desa Kranggan yang mempunyai luas lahan pertanian 47 Ha48.

47

Chabib Sjarbini, Lima Tahun Menjadi Walikota Kepala Daerah Kotamadya

Mojokerto, (Mojokerto: Sub-Dit-Sus, 1973), hlm. 8.

48

Wahyudi, Seraut Wajah Kota Mojokerto Dalam Sorotan Pers, (Mojokerto: Pemerintah Kota Mojokerto, 1982), hlm. 351.

(6)

Kota Mojokerto tergolong kota yang padat penduduknya dengan jumlah penduduk pada tahun 1971 sebanyak 57.295 orang dengan tanah seluas 7,25 km². Jika dikalkulasi maka kepadatan penduduk Kota Mojokerto pada tahun 1971 dalam wilayah 1 km2, rata-rata terdapat penduduk berjumlah 7.902 jiwa. Jumlah penduduk di Kota Mojokerto terus mengalami pertumbuhan. Kondisi ini terbukti dengan adanya peningkatan jumlah penduduk Kota Mojokerto pada tahun 1979 berpenduduk sejumlah 66.289 orang, pada tahun 1980 sejumlah 68.507 orang, tahun 1981 sejumlah 68.642 orang49. Jumlah penduduk pada tahun 1979-1982 merupakan jumlah penduduk sebelum terjadinya perluasan wilayah, pada tahun 1982 hingga 1988 jumlah penduduk Kota Mojokerto setelah perluasan wilayah. Selanjutnya jumlah penduduk Kota Mojokerto sejak tahun 1979 hingga 1988 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel. 2.

Penduduk Kota Mojokerto Tahun 1979-1988

Tahun Berdasarkan Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah (jiwa)

Laki-laki Perempuan 1979 31.943 34.346 66.289 1980 32.767 35.740 68.507 1981 33.193 35.449 68.642 1982 42.030 44.405 86.437 1983 42.904 45.326 88.230 1984 43.665 45.913 89.578 1985 44.036 46.779 90.815 1986 45.524 48.035 93.559 1987 46.008 48.579 94.587 1988 46.208 48.790 94.998

Sumber: Slamet Harijadi, Satu Dasawarsa Pengabdianku, (Mojokerto: Pemerintah Kotamadya Mojokerto, 1989), hlm. 4.

49

(7)

Padatnya penduduk dalam sebuah kota terjadi karena pertumbuhan alami, urbanisasi, serta masalah-masalah lain seperti penyedia tempat pemukiman atau perumahan, lahan, tempat pekerjaan, sarana pendidikan, pelayanan kesehatan50. Kota Mojokerto tergolong padat penduduk karena berada di tengah-tengah Wilayah Kabupaten Mojokerto, dimana pusat perbelanjaan, pasar, sarana kesehatan serta berbagai fasilitas kota lainnya berada di pusat kota ini. Terpusatnya berbagai fasilitas di Kota Mojokerto tersebut menyebabkan penduduk banyak memilih bertempat tinggal di wilayah kota untuk menedekati akses pekerjaan51.

Beberapa industri yang menjadi aset Kota maupun Kabupaten Mojokerto juga mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Industri yang secara geografis terletak di dekat Kota Mojokerto diantaranya adalah PT Ajinomoto, PT Tjiwi Kimia, PT Mertex, PT Bokormas, PT Dragon, dan PT Barsindo. Industri-industri ini mempengaruhi kenaikan jumlah penduduk Kota Mojokerto karena pegawainya banyak yang bertempat tinggal di wilayah Kota Mojokerto52.

50

Asy’ari, op. cit., hlm. 88.

51 Wawancara dengan Bapak Irfan Sugiyanto (60 tahun) pada tanggal 1 Maret

2014 di Jalan Argopuro 1 Nomor 11 Kota Mojokerto.

52

Wawancara dengan Bapak Dzakir Mukti (70 tahun) pada tanggal 1 Maret 2014 di Balongsari Gang 8 Nomor 2 Kota Mojokerto.

(8)

C. Latar Belakang Historis Kota Mojokerto

Kota Mojokerto mempunyai alur sejarah yang panjang sejak masa kolonial Belanda, masa Jepang hingga pasca Proklamasi Kemerdekaan. Seiring dengan pergantian kekuasaan tersebut Kota Mojokerto juga mengalami beberapa pergantian status. Pada masa kolonial Belanda, Kota Mojokerto ditetapkan sebagai gemeente berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 20 Juli 1918 Statsblad Nomor 24. Kemudian berdasarkan Ordonantie Hindia Belanda Statsblad 1928 Nomor 503, Gemeente Mojokerto berubah menjadi Stadsgemeente Mojokerto53. Kota Mojokerto ditetapkan sebagai gemeente karena penduduk Eropa di Kota Mojokerto dirasa telah mencukupi sehingga bisa dipercaya untuk dilimpahi kekuasaan atau wewenang dalam menjalankan pemerintahan daerah. Sejak ditetapkan sebagai gemeente, penduduk Eropa di Kota Mojokerto sejumlah 2.342 orang, penduduk Tionghoa sejumlah 7.63854.

Penetapan Kota Mojokerto sebagai gemeente menyebabkan pembangunan sarana fisik di kota ini cukup pesat. Pembangunan sarana fisik diperuntukkan untuk kepentingan penduduk Eropa, tetapi penduduk Bumi Putra dan penduduk asing lainnya juga ikut merasakan dampak dari pembangunan tersebut. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota meliputi

53 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Mojokerto, op. cit., hlm 36.

54

Volkstellingen 1930, Voorloopige Uitkomsten le Gedeelte Java en Madoera. Departemen Van Landbouw, Nigherheid en Handel. Landsdrukkerij, Batavia Centrum

(9)

pembangunan jalan, perbaikan kampung, pembangunan pasar serta pembentukan dinas-dinas kota55.

Pada tahun 1942, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda berakhir kemudian digantikan oleh Jepang yang berkuasa antara tahun 1942 hingga 1945. Pemerintah kota yang pada masa kolonial Belanda bernama gemeente dan kemudian stadsgemeente diubah namanya dengan nama Jepang menjadi shi, seperti Jakarta Shi, untuk menggantikan Stadsgemeente Batavia. Jabatan walikota yang pada masa Kolonial Belanda bernama burgermeester diubah menjadi

shico56. Adanya perubahan tersebut juga merubah status Kota Mojokerto dari stadsgemeente Mojokerto menjadi Mojokerto Shi. Ketika Kota Mojokerto

berstatus sebagai Shi, yang menjadi Shico di Kota Mojokerto saat itu adalah Ki Ro Da yang menjabat sejak 8 Mei 1942 hingga 15 Agustus 194557.

Setelah kekuasaan Jepang berakhir pada tahun 1945, Proklamasi kemerdekaan Indonesia di tandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian, Pada tanggal 22 Agustus 1945 diumumkan instruksi-instruksi dari Jakarta supaya segera daerah-daerah seluruh Indonesia mendirikan KNI yaitu Komite Nasional Indonesia58. Atas instruksi presiden tersebut, Kota Mojokerto dalam pemerintahannya masih masuk dalam wilayah Kabupaten Mojokerto. Bupati Mojokerto yang diangkat oleh Pemerintah Republik

55

Ibid., hlm. 5.

56

Basundoro, 2012, op. cit., hlm. 112-113.

57

Sampurno, op. cit., hlm. 4.

58 Roeslan Abdulgani, Seratus Hari di Surabaya yang Menggemparkan Indonesia, (Jakarta: Jayakarta Agung, 1994), hlm. 7.

(10)

Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan adalah Soekandar, kemudian digantikan oleh M . Pamudji 59.

1. Kota Mojokerto Pada Orde Lama

Menjelang 17 Agustus 1950 sudah ada gejala bahwa Negara Republik Indonesia Serikat akan berakhir dan akan terwujud kembali Negara Kepresidenan Republik Indonesia Kesatuan. Negara Jawa Timur buatan Belanda juga telah di lebur menyatukan diri dengan Negara Republik Indonesia, hal inilah yang menyebabkan pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tertanggal 8 Agustus 1950. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan sebab-sebab lahirnya undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:

“menimbang: bahwa telah tiba saatnya untuk membentuk daerah-daerah kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur termasuk dalam undang-undang nomor 22 tahun 1948 tentang pemerintah daerah”60.

Dengan dileburnya Negara Jawa Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 Kota Mojokerto dibentuk sebagai daerah otonomi kota kecil. Pada saat itu Walikota pertama dijabat oleh R. Soedarsono Poespowardoyo yang menjabat sejak tahun 1950 hingga 195461. Pada masa ini pembangunan tidak banyak diketahui karena konsentrasi pemerintah masih pada pemulihan keamanan daerah.

59

Soekandar menjabat sebagai Bupati Mojokerto sejak tanggal sejak tanggal 30 Agustus 1945 dan berakhir pada tanggal 19 Oktober 1947. Kemudian digantikan oleh M. Pamudji hingga tahun 1949. Ayuhanafiq, op. cit., hlm. 183.

60

Widjaja Soeriadiradja, Himpunan Peraturan-Peraturan Mengenai Pemerintah

Daerah, (Jakarta: Swatantra Kolf, 1953), hlm. 234.

61

(11)

Ketika jabatan R. Soedarsono berakhir, Pemerintah mengambil tindakan untuk mengangkat M. Soetimbul Kartowisastro sebagai Walikota sementara yang menjabat sejak tanggal 10 Juni 1954 kemudian berakhir pada tanggal 1 Juli 195462.

Setelah jabatan Soetimbul Kartowisastro berakhir kemudian digantikan oleh M. Ng Arsid Kromohadisoero yang menjabat sejak tanggal 1 Juli 1954 hingga 1 November 1961. Pada masa pemerintahan M. Ng Arsid Kromohadisoero Kota Mojokerto dikukuhkan sebagai Kota Praja berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 195763. Setelah masa jabatan M. Ng Arsid Kromohadisoero berakhir kemudian digantikan oleh R. Soedibjo sebagai Walikota Mojokerto terhitung sejak tanggal 1 November 1961 kemudian berakhir pada tanggal 30 Juli 196864. Pada masa pemerintahan R. Soedibjo Kota Mojokerto kembali mengalami perubahan status dari Kota Kecil Mojokerto menjadi Kotamadya Mojokerto berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Kotamadya Mojokerto berubah statusnya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto65.

Pada tahun 1965, terjadi kudeta dan pembunuhan terhadap 6 jenderal besar angkatan darat telah membuat kekacauan di ibu kota jakarta yang dikenal dengan peritiwa G30S/PKI. Di kota-kota besar, kota-kota kecil, dan desa-desa,

62

Harijadi, op. cit., hlm. 1.

63

Sampurno, log. cit.,

64

Wahyudi, op. cit., hlm. 261.

65

(12)

kaum komunis maupun anti komunis juga sedang mempersiapkan pembunuhan dan mempersiapkan daftar calon korbannya66. Pada saat terjadinya pemberontakan G30S/PKI Kota Mojokerto berada dibawah pemerintahan Walikota R. Soedibjo.

Kondisi di Kota Mojokerto pasca terjadinya G30S/PKI secara umum awalnya tenang-tenang saja. Kondisi ini terjadi karena dalam masyarakat beredar isu terdapat gerakan yang mendukung PKI yang dipelopori oleh TNI yang berkedudukan di dekat alun-alun Kota Mojokerto yang merupakan markas Korem Batalyon 51667. Berkembangnya isu tersebut membuat masyarakat takut untuk mengadakan gerakan perlawanan, kemudian muncul salah satu tokoh PKI yang tidak diketahui namanya yang berani tampil di masyarakat dan melakukan provokasi. Sejak bulan Oktober masyarakat memulai gerakan anti PKI di Kota Mojokerto. Setiap malam masyarakat dari semua komponen organisasi baik Muhammadiyah, GP Ansor, dan beberapa ormas keagamaan lainnya berkumpul di masjid jami’ Al-fattah untuk mengadakan pengajian. Pada siang hari ormas keagamaan itu juga mengadakan rapat di Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin milik KH. Achyat Halimy yang berlokasi disebelah selatan kantor PKI. Pertemuan ini dilakukan untuk merencanakan pergerakan yang akan dilakukan pada malam hari, karena tidak ada yang mau menjadi komando pasukan, akhirnya pergerakan anti komunis di Kota Mojokerto di komandoi sendiri oleh KH. Achyat Halimy68.

66

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi, 2008), hlm. 552.

67

Wawancara Dengan Bapak Yazid Qohar (64 tahun) pada tanggal 9 Maret 2014 di Miji Gang 3, Kota Mojokerto.

68

Wawancara dengan Bapak Yazid Qohar (64 tahun) pada tanggal 9 Maret 2014 di Miji Gang 3, Kota Mojokerto.

(13)

Gerakan anti PKI di Kota Mojokerto dimulai dengan rencana pembakaran kantor PKI yang berada di Jalan Prapanca69. Di kantor PKI ini pasukan membongkar semua dokumen-dokumen dan melakukan pengrusakan terhadap gedung, namun tidak melakukan pembakaran. Setelah itu pasukan bergerak ke arah timur untuk melakukan pengrusakan di SMP Udaya yang berada di Jalan Taman Siswa, sekolah ini merupakan sekolah yang berafiliasi dengan PKI. Setelah itu pasukan bergerak ke arah selatan menuju daerah panggreman, daerah ini menjadi sasaran pengrusakan karena di daerah ini sejak lama menjadi basis kesenian genjer-genjer yang merupakan basis kesenian PKI di Kota Mojokerto. Rangkaian pengrusakan itu dilakukan dalam waktu satu malam, pasca kejadian tersebut kondisi Kota Mojokerto relatif stabil, namun pada malam hari di jalan-jalan desa dilakukan penutupan kampung serta orang-orang takut untuk keluar malam70.

Dua minggu kemudian muncul kembali gerakan anti PKI yang di provokasi oleh kematian orang etnis China. Menurut kabar yang beredar di masyarakat, mayat tersebut merupakan etnis Cina yang berasal dan dibunuh di Jombang kemudian mayatnya dibuang di Jalan Majapahit Kota Mojokerto. Adanya provokasi ini kemudian ketegangan terjadi kembali pada malam hari, setiap tengah malam dilakukan eksekusi terhadap orang-orang PKI di sepanjang Sungai Brangkal mulai dari daerah Prajurit Kulon hingga daerah Brangkal. Pada

69

Jalan Prapanca merupakan salah satu jalan di Kota Mojokerto yang terletak di dekat sungai Brantas, kira-kira berjarak 1 km dari Alun-Alun Kota Mojokerto.

70 Wawancara dengan Bapak Yazid Qohar (64 tahun) pada tanggal 9 Maret 2014

(14)

sore hari berikutnya mayat-mayat yang telah di eksekusi itu hanyut terbawa air memasuki Sungai Brantas, kondisi ini menjadi tontonan rutin masyarakat Kota Mojokerto setiap sore hari. Kondisi mayat-mayat itu paling banyak tanpa kepala, kondisi ini berlangsung kurang lebih selama dua bulan. Bahkan gelandangan juga mengambil barang-barang berharga yang melekat pada mayat tersebut.71.

Akibat dari adanya peristiwa G30S/PKI untuk membersihkan sisa-sisa tersebut pada masa pemerintahan Walikota Chabib Sjarbini dibentuklah SUB-Direktorat Khusus yang menjalankan tugas bersama koordinasi aparatur pemerintahan yang lain untuk melakukan penelitian dan pembinaan terhadap tugas-tugas dan keamanan yang menyangkut G30S/PKI72. Sub-Dit-Sus ini juga menyebar di beberapa organisasi lokal maupun regional, Sub-Dit-Sus yang dibentuk di Kota Mojokerto keanggotaannya menyebar dalam SKI (Staf Koordinasi Intelegence), anggota panitia ujian pegawai negeri, panitia lomba desa, anggota team screaning G30S/PKI, anggota PMI (Palang Merah Indonesia), anggota tim penertib radio siaran non pemerintah, anggota BAPPENKAR, anggota kelompok kerja DPD Golkar, sekretaris Dewan Pembina KORPRI Kota Mojokerto73.

71

Wawancara dengan Bapak Yazid Qohar (64 tahun) pada tanggal 9 Maret 2014 di Miji Gang 3, Kota Mojokerto.

72

Direktorat Khusus ini merupakan eselon bawahan dari Direktorat Khusus Propinsi dan Dirjen Khusus Departemen Dalam Negeri yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi Sub Direktorat Khusus sendiri serta melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat politis didalam Daerah Kotamadya Mojokerto. Sjarbini, op. cit., hlm. 31.

73

(15)

Dalam proses screaning pegawai negeri dilakukan berdasarkan pada

Instruksi Presiden tanggal 13 Mei 1966 Nomor 09/KODAM/5/1966 yang berisi tentang kebijaksanaan yang harus dilakukan sehubungan dengan pegawai negeri atau karyawan yang terlibat langsung dengan peristiwa G30S/PKI, proses

screaning ini diketuai oleh Mayor Soedarman74. Proses screaning terhadap pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Kota Mojokerto itu tercatat dengan hasil yang tersaji dalam tabel berikut:

Tabel. 3.

Data Screaning Pegawai Pemerintah Daerah Kota Mojokerto:

No Dinas/ Bagian Jumlah Anggota/ pengurus Diberhenti kan Hilang Meninggal dunia Pensiun Yang masih aktif bekerja 1. Kan. Kodya. Mr. 10 1 - - 1 8 2. S.A.M 5 3 - - - 2 3. Pemban taian 2 2 - - - - 4. Kesehat an 27 9 - - 2 16 5. Pasar 61 3 - 14 17 27 6. Pek. Umum 207 29 - 25 25 128 Jumlah 312 47 - 39 45 181

Sumber: Chabib Sharbini, Lima Tahun Menjadi Walikota Kepala Daerah Kotamadya Mojokerto, (Mojokerto: Sub-Dit-Sus Kotamadya Mojokerto, 1974), hlm.

34.

Dari tabel tersebut dapat dianalisis bahwa dari 312 orang pegawai negeri maupun karyawan yang terlibat periatiwa G30S/PKI sebanyak 39 maninggal karena sakit, 47 dipecat, 45 sudah pensiun, dan 181 masih bekerja

74

(16)

aktif75. Pengaruh G30/SPKI itu telah menyebar di kalangan pegawai dalam bentuk gerakan-gerakan separatis daerah. Untuk pegawai yang masih aktif bekerja, pemerintah Kota Mojokerto kemudian menetapkan status yang berbeda-beda, ada yang di rehabilitasi, dan terkena tindakan pemecatan, kemudian ada juga yang tetap menduduki jabatan pemerintahan.

2. Kota Mojokerto Pada Masa Orde Baru

Tahun 1966 merupakan tahun kemenangan bagi rezim Orde Baru76 setelah tepatnya pada tanggal 11 Maret 1966 permainan halus antara Soekarno dengan Soeharto yang menghasilkan kekerasan berdarah di Ibukota berakhir dengan meyakinkan kemenangan Soeharto. Beberapa bulan berada dalam ketidak pastian pasca kudeta tahun 1965, masa depan politik Indonesia belum jelas. Pada akhirnya, Soeharto membangun apa yang dikenal dengan “Orde Baru” untuk membedakannya dengan Orde Lama pada masa pemerintahan Soekarno77.

Berlangsungnya perpolitikan Soeharto memang berbeda dengan yang terjadi ketika Orde lama, jika pada masa Orde Lama berpikir bahwa kebebasan politik adalah alat untuk mencapai kemajuan perekonomian, termasuk perekonomian pedesaan, sedangkan masa Orde Baru berpikir sebaliknya bahwa

75

Ibid.,

76

Yang dimaksud Orde Baru ialah tatanan seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang di letakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Orde baru dilihat dari prosesnya merupakan suatu proses yang panjang, mengingat penyelewengan yang terjadi pada masa lampau telah berjalan bertahun-tahun, sehingga hampir menyentuh segala segi kehidupan bangsa. Soebijono, dkk., Dwi fungsi ABRI : Perkembangan dan Peranannya Dalam Kehidupan Politik di

Indonesia. (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1992), hlm. 33.

77

(17)

pembangunan ekonomi harus didahulukan kemudian baru pembangunan politik78. Orde Baru yang mengidentitaskan dirinya sebagai orde pembangunan selalu mendegungkan isu-isu mengenai pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan yang diusung oleh rezim Orde Baru kemudian dirangkai menjadi sebuah konsep yang dikenal sebagai trilogi pembangunan dan dilaksanakan melalui 8 jalur pemerataan yang mencakup semua bidang79.

Pada masa awal Orde Baru Kota Mojokerto dipimpin oleh Walikota Chabib Sjarbini yang diangkat sebagai Walikota Mojokerto sejak tanggal 1 Oktober 1968 sampai dengan 7 Januari 197480. Pada tahun 1971 di Kota Mojokerto dilakukan pemilhan anggota DPRD periode 1971-1976. Hasil dari pemilihan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

78

Soegeng Sarjadi, Kaum Pinggiran Kelas Menengah Quo Vadis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 24.

79

Trilogi pembangunan itu antara lain pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Sedangkan 8 jalur pemerataan itu meliputi pemerataanpemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan, pelayanan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan, pemerataan pembagian pendapatan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan pemuda dan wanita, pemerataan penyebaran pembangunan, pemerataan kesempatan kerja, dan pemerataankesempatan memperoleh keadilan.

80

(18)

Tabel. 4.

Daftar Anggota Dewan Terpilih Tahun 1971

Berasal dari Partai Partai Nama

NU Akhmad Rifai

Rosjad Mochamad

Mokh. Makhroed Barnawi Anshor Cholil

Partai Muslimin Abdul Kohar Dihardjo

Partai Golongan Karya Basuki Harisoeyanti Normansjah Bajuri Ali Mokhtar

Sono Soedibjo Pronoprawiro Spedarso

Mokh. Yasin Boentarman

Martin Notodiharjo David Sarjono

Partai PNI Soepardi K. S

Sumber: Chabib Sjarbini, Lima Tahun Menjadi Walikota Kepala Daerah

Kotamadya Mojokerto, (Mojokerto: Sub-Dit-Sus, 1974), hlm. 66.

Pada masa pemerintahan Walikota Chabib Sjarbini, Indonesia mulai memasuki pembangunan nasional Pelita I. Pelaksanaan Pelita I yang dilakukan secara nasional adalah pemberian bantuan atau subsidi kepada desa yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1969 dan Instruksi Presiden yang dikeluarkan setiap tahun. Bantuan tersebut dikenal dengan nama Inpres Bantuan Desa, dengan subsidi yang diberikan berupa uang sebesar Rp 100.000 untuk tiap desa yang digunakan untuk membangun prasarana desa81. Pemberian subsidi pada

81

Taliziduhu Ndraha, Pembangunan Masyarakat: Menciptakan Masyarakat Tinggal Landas, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1990), hlm. 64.

(19)

masa pemerintahan Walikota Chabib Sjarbini sudah mengalami lima kali pemberian subsidi kepada masing-masing kepala desa untuk meningkatkan bangunan-bangunan prasarana perhubungan, pertanian, maupun prasarana pemerintahan yang secara keseluruhan mencapai Rp 1.200.000 untuk 12 Desa. Pencapaian dari 12 Desa tersebut yang paling menonjol adalah gotong-royong masyarakat Desa Miji pada tahun 1972/1973 telah mewujudkan bangunan dari Rp 100.000 dapat mewujudkan bangunan yang nilai bangunannya mencapai Rp 450.00082.

Selain pembangunan fisik di Kota Mojokerto, yang tidak kalah pentingnya adalah program Keluarga Berencana (KB) yang menjadi program nasional pada masa Orde Baru. Keberhasilan pelaksanaan program Keluarga Berencana di Kota Mojokerto terbukti dengan dibentuknya Klinik Keluarga Berencana (KKB) yang berasal dari beberapa unit, yaitu dari unit Departemen Kesehatan sejumlah 7 klinik, dari unit swasta sejumlah dua klinik, dari unit ABRI satu unit, dari unit instansi pemerintah lainnya satu klinik83. Keberhasilan itu dapat dilihat dari peningkatan jumlah perempuan yang melaksanakan program Keluarga Berencana sejak tahun 1971/1972 sampai dengan 31 Agustus 1973 BKKBN Kota Mojokerto melalui klinik-kliniknya telah berhasil mengumpulkan sejumlah 4.223 orang yang mengikuti program keluarga Berencana84.

82

Sjarbini, op. cit., hlm 13.

83

Ibid., hlm. 57.

84

(20)

Masa pemerintahan Walikota Chabib Sjarbini berakhir pada tanggal 7 Januari 1974, kemudian jabatan sebagai walikota digantikan oleh R. Soehartono yang menjabat sebagai Walikota Mojokerto sejak tanggal 15 Januari 197485. Pada masa pemerintahan R. Soehartono, ia membuat gebrakan baru dalam rangka meningkatkan pengetahuan pegawai dengan melakukan ceramah umum mengenai GBHN di Gedung Nasional Majapahit pada tanggal 31 Mei 1975. Untuk selanjutnya akan dilakukan selama sebulan sekali agar masing-masing pimpinan satuan unit kerja dijajaran pemerintah daerah mempunyai sikap cepat tanggap terhadap kejadian ditengah kehidupan masyarakat86.

Pada tahun 1977 diadakan pemilihan anggota DPRD Kota Mojokerto dengan menggandeng ABRI dan menggunakan Partai Golkar sebagai kendaraan politik utama dalam membangun kehidupan politik nasional. Dalam kebijakan Soeharto yang mengambil langkah untuk mengubah tata tertib yang menempatkan DPR dan MPR sebagai institusi politik yang sepenuhnya berada dibawah pengawasannya. Hak-hak yang dimiliki Soeharto sebagai kepala negara diantaranya adalah menunjuk seperlima anggota DPR dan tiga perlima anggota MPR. Tata tertib mengenai pembagian kursi DPR dan MPR tersebut sangat membatasi peran politik dari PDI dan PPP, serta hanya menguntungkan Golkar

85

Sampurno, op. cit., hlm. 5.

86

Abdullah Masrur, Birokrat Tanpa Keberanian Tanpa Hati Nurani, (Bogor: Swawedar 69, 2001), hlm. 71

(21)

yang tentu saja menjamin berlanjutnya dominasi pemerintah Orde Baru yang mengabaikan pandangan mayoritas publik87.

Pemberlakuan kebijakan tersebut terlihat dalam susunan keanggotaan DPR Kota Mojokerto terpilih yang terdiri atas wakil-wakil dari organisasi peserta pemilihan, yakni Organisasi Sosial Politik Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta wakil dari Golongan Karya ABRI. Perwakilan dari keempat kekuatan politk tersebut dalam DPRD berbentuk fraksi88. DPRD Tingkat II Kotamadya Mojokerto berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Jawa Timur sejumlah 20 Orang yang terdiri dari beberapa Fraksi, diantaranya Fraksi Persatuan Pembangunan sejumlah 5 Orang, Fraksi Golongan Karya sejumlah 10 Orang, Fraksi ABRI sejumlah 3 Orang, dan Fraksi Demokrasi Indonesia sejumlah 2 Orang89. Adapun nama-nama anggota DPRD pemilihan tahun 1977 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

87

Dwi Wahyono Hadi, “Propaganda Pemerintah Orde Baru Tahun 1966-1980”, (Skripsi, tidak diterbitkan pada Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2012), hlm. 19.

88

Fraksi ABRI dalam melaksanakan fungsi sosial politik dilembaga permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat merupakan ujung tombak ABRI untuk memperjuangkan konsepsi-konsepsinya tentang pembangunan Nasional di segala bidang. ABRI mewakili golongan karya ABRI seperti halnya dengan fraksi lain. Soebijono dkk,

Dwifungsi ABRI : Perkembangan dan Peranannya Dalam Kehidupan Politik di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press. 1992), hlm. 146-147.

89

(22)

Tabel. 5.

Daftar Nama Anggota DPRD Kota Mojokerto Tahun 1977

Unsur Nama Jabatan

ABRI Let. Kol. Soehadi Ketua

Golkar Noermansya Badjuri, B, BA Wakil Ketua

PPP 1. H. Ahmad Rifa’i 4. Machfoed Ali 2. Ach. Ansor Cholil, Ba 5. Zuhria

3. Achmad

Anggota Golkar 1. Imam Soepardi 6. Ny. Srimiati Soekirno

2. Ny. Hari Soejanti, S 7. Soebijanto Bastam 3. Sigit Moerdojo 8. Soetjipto

4. Harjono Hardjo Soegito 9. R. Soetihardjo 5. Sono Soedibjo Pronoprawiro

ABRI 1. Mayor Moch. Tojib 2. Roemadi

PDI 1. Listyowardojo 2. R. Rooswandi

Sumber: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Mojokerto, Karya Lima Tahun

DPRD Kotamadya Dati II Mojokerto (Kurun Waktu Tahun 1977-1982) Sebagai Wakil Rakyat, (Mojokerto: Pemerintah Kota Mojokerto.1982), hlm. 49.

Struktur keanggotaan DPRD Kota Mojokerto mengalami perubahan dua kali yang kemudian digantikan oleh anggota baru dari fraksi yang sama. Anggota DPRD dari fraksi PPP yang mengundurkan diri yaitu Machfoed Ali, kemudian digantikan oleh Yazid Qohar yang diangkat sebagai anggota DPRD fraksi PPP sejak tanggal 21 Mei 1979 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 012.4/33/1979/SK. Fraksi Golkar juga mengalami perubahan karena salah satu keanggotaannya meninggal dunia yaitu Sono Soedibjo Pronoprawiro yang digantikan oleh Astro sejak tanggal 13 Maret 1982 yang

(23)

diangkat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 170.416.13/1982/SK90. 90 Ibid., hlm. 52.

Referensi

Dokumen terkait

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA KECAMATAN MAGERSARI KOTA MOJOKERTO.

maupun sanksi perdatanya. Karena dalam Peraturan Daerah No. 29 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mojokerto tidak disebutkan besarnya hukuman yang diberikan..

Kontribusi Total PAD Perbandingan Terhadap Total Belanja Daerah Kota Mojokerto Tahun 2001-2011 .... Komposisi Jenis Retribusi Daerah Kota Mojokerto

Penyusunan Renstra Inspektorat Kota Mojokerto tahun 2018 – 2023 dimaksudkan untuk menjabarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Mojokerto tahun 2018 –

Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2012 merupakan salah satu media yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat di Kota Mojokerto sebagai hasil

bahwa berdasarkan pasal 12B Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 4 Tahun 2008 tentang

Berdasarkan pelaksanaan rencana kerja Kecamatan Prajuritkulon Kota Mojokerto tahun 2019, dapat dikemukakan bahwa capaian program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan target

Atas dasar perubahan Peraturan Daerah tersebut Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Mojokerto pada tahun 2011mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam pengumpulan