• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKONSTRUKSI MANAJEMEN DANA WAKAF PADA LEMBAGA WAKAF DI INDONESIA Oleh : Fahmi Medias, SEI., MSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REKONSTRUKSI MANAJEMEN DANA WAKAF PADA LEMBAGA WAKAF DI INDONESIA Oleh : Fahmi Medias, SEI., MSI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

REKONSTRUKSI MANAJEMEN DANA WAKAF PADA LEMBAGA WAKAF DI INDONESIA

Oleh : Fahmi Medias, SEI., MSI

Abstract

The management of waqf institution for the welfare of society into demands that can‟t be avoided when the economic crisis hit Indonesia country that requires participation by many parties, so good management, orderly, and organized for the waqf institution is required to issue a state of Indonesia from the problems of poverty and economic welfare of the people.

This article is aimed to oversee the rule of waqf in Indonesia as a new social tool to alleviate poverty. Waqf is introduced as a new concept to solve many social problems in society. In Indonesia it has been legalized by both Islamic scholar and national law so that Muslims have a chance to maximize its utilization. To improve and extend waqf functions for social purposes it is important to every waqf organization to develop its human resources capacity, mainly in its professionalism, commitment, and understanding that waqf management importance for development.

Key Word: Waqf, Waqf Institution, Waqf Management, Welfare, Social Problems, Indonesia

A. Pendahuluan

Istilah wakaf belum begitu familiar di tengah masyarakat Indonesia, ini bisa dilihat dari pemahaman masyarakat Indonesia yang memandang wakaf hanya sebatas pada pemberian berbentuk barang tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah, kuburan, pondok pesantren, rumah yatim piatu dan pendidikan semata. Pemanfaatan benda wakaf masih berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak ekonomi secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyaknya harta benda wakaf yang ada di masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi masalah kemiskinan.

Pengelolaan dana wakaf secara produktif untuk kesejahteraan masyarakat menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindari lagi. Apalagi di saat ini negri Indonesia mengalami krisis ekonomi yang memerlukan partisipasi banyak pihak. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun

(2)

2

2004 tentang Wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi momentum kebangkitan manajemen wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern.

Lembaga-lembaga wakaf di Indonesia haruslah merencanakan, mengorganisasikan, menginvestasikan, serta melakukan pengawasan dalam penghimpunan, pengelolaan, maupun pendistribusian manfaat dana wakaf yang dipercayakan kepadanya yang kemudian dipergunakan secara optimal untuk keperluan sosial, seperti untuk meningkatkan pendidikan Islam, pengembangan rumah sakit Islam, bantuan pemberdayaan ekonomi ummat dan bantuan atau pengembangan sarana prasarana ibadah (Achmad Djunaidi, 2008 : 95).

Institusi atau lembaga pengelola dana wakaf berkaitan langsung dan tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya manajemen dana wakaf secara baik. Fungsi perencanaan dalam mengelola dana wakaf merupakan titik awal dari aktivitas manajerial. Karena setiap aktivitas manajemen, tetap membutuhkan sebuah perencanaan dan fungsi pengorganisasian yang mempunyai arti penting bagi pengelolaan dana wakaf, karena dengan pengorganisasian, semua kegiatan akan lebih mudah dalam pelaksanaan pengelolaannya.

Pelaksanaan merupakan inti dari pada manajemen yaitu menggerakkan untuk mencapai hasil. Demikian pula pengawasan yang dilakukan dalam pengelolaan dana wakaf merupakan fungsi yang mengusahakan adanya keserasian antara rencana dan pelaksanaannya. Sedangkan pengawasan bersifat timbal balik, artinya pengawasan tidak saja bertujuan untuk menyesuaikan pelaksanaan dengan suatu rencana, akan tetapi digunakan pula untuk menyesuaikan rencana dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi dari waktu ke waktu. Berdasarkan hal tersebut, dari sisi hukum fiqh, aktivitas manajemen dana wakaf secara baik, professional,

(3)

3

dan produktif merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh lembaga Wakaf di Indonesia (Setiawan Budi Utomo, 2003 : 5).

B. Tinjauan Umum Wakaf

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara konkrit. Wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:

ميلع هب الله نإف ءيش هم اوقفىت امو نوبحت امم اوقفىت ىتح ربلا اولاىت هل “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Q.S. Ali Imran (3): 92).

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membolehkan wakaf uang. Fatwa komisi fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Pada saat itu komisi fatwa MUI juga merumuskan definisi tentang wakaf, yaitu:

دوجوم حابم فرصم ىلع هتبقر ىف عطقب هىيع ءاقب عم هب عاطقولإا هكمي لام سبح “Menekan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokonya. Dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak) haram yang ada” (Keputusan Komisi Fatwa MUI, 2002).

Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bererak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu, diatur pula kebijakan perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan pengelola sampai dengan pengelolaan harta wakaf (Tholhah Hasan, 2009).

(4)

4

Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Fatawa Majelis Ulama Indonesia berikut peraturan turunannya merupakan titik tolak peningkatan pemberdayaan potensi wakaf di Indonesia ke arah yang lebih produktif dalam bingkai fiqh Indonesia. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ini juga menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara produktif sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern. Dalam undang-undang wakaf yang baru ini konsep wakaf mengandug dimensi yang sangat luas. Ia mencakup harta tidak bergerak, maupun yang bergerak, termasuk wakaf uang yang penggunaannya sangat luas, tidak terbatas untuk pendirian tempat ibadah dan sosial keagamaan.

Dengan hadirnya Undang-Undang tentang wakaf, maka potensi wakaf sebagai sarana kesejahteraan sosial ekonomi ummat dapat lebih dikembangkan lagi. Manajemen yang professional pada lembaga-lembaga wakaf di Indonesia inilah yang menjadikan semangat pemberdayaan potensi dana wakaf secara produktif yang dikumadangkan undang-undang wakaf untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun bidang sosial keagamaan lainnya.

C. Manajemen Dana Wakaf di Indonesia

Manajemen dana wakaf menempati posisi teratas dan paling urgen dalam mengelola dana wakaf secara produktif. Karena, bermanfaat atau tidaknya dana wakaf tergantung pada pola pengelolaan yang dilaksanakan. Kita lihat saja bagaimana pengelolaan dana wakaf yang ada sekarang ini, banyak sekali kita temukan dana wakaf tidak berkembang, bahkan dana wakaf hilang diambil alih oleh orang-orang yang kurang bertanggungjawab.

Untuk itu, dimensi ekonomi yang ada hanya akan dapat diraih dengan sukses manakala manajemen dana wakaf dikelola dengan profesional dan produktif. Asas profesionalisme manajemen ini harus dijadikan semangat pengelolaan dana wakaf dalam rangka mengambil kemanfaatan yang lebih

(5)

5

luas dan lebih nyata untuk kepentingan masyarakat banyak (Farid Wadjdy dan Mursyid, 2007 : 174).

Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara baik untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesuatu sesuai dengan aturan serta menghasilkan manfaat bagi pihak lainnya. Perbuatan yang tidak menghasilkan manfaat sama dengan perbuatan yang tidak direncanakan dan tidak termasuk dalam kategori manajemen yang baik.

Berdasarkan uraian di atas, paling tidak ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam rangka merekonstruksi manajemen dana wakaf menjadi lebih produktif dan professional di Indonesia, yaitu:

1. Manajemen Perencanaan Dana Wakaf

Perencanaan atau planning adalah kegiatan awal dalam sebuah pekerjaan, dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan itu agar mendapat hasil yang optimal (Didin Hafidhuddin, 2003 : 77).

Dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr:18, Allah swt berfirman :

                   

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr : 18)

Dalam fungsi perencanaan manajemen dana wakaf didasarkan pada Firman Allah SWT di atas, perlu dilakukan identifikasi masalah kebutuhan, penetapan prioritas masalah, identifikasi potensi yang dimiliki, penentuan rencana kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal, anggaran dan

(6)

6

pelaksana, serta tujuan yang akan dicapai. Termasuk didalamnya perencanaan penghimpunan, pengelolaan, serta pendistribusian manfaat dana wakaf yang digunakan sebagai pengarah, meminimalisir keborosan sumber daya dan sebagai penetapan standar dalam pengawasan kualitas.

Lembaga-lembaga pengelola dana wakaf di Indonesia haruslah selalu menyesuaikan manajemen perencanaannya dengan kondisi masyarakat sekitar, Hal ini penting dilakukan agar program kerja yang dirancang dalam penghimpunan, pengelolaan dan distribusi manfaat dana wakaf nantinya bermanfaat bagi masyarakat dan dapat dilaksanakan secara optimal tanpa ada unsur kesia-siaan dan dapat mensejahterakan ummat. Manajemen perencanaan dalam pengelolaan dana wakaf bersifat jangka panjang dan jangka pendek, perencanaan jangka panjang biasanya dilaksanakan dalam waktu tahunan dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan untuk merumuskan rencana proyeksi yang akan dicapai, merumuskan aspek investasi, target yang akan dicapai oleh lembaga pengelola wakaf, serta rencana distribusi manfaat dana wakaf selama setahun ke depan.

2. Manajemen Pengorganisasian Dana wakaf

Manajemen dana wakaf yang baik adalah suatu kewajiban. Kualitas manajemen organisasi pengelola dana wakaf harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, dilihat dari aspek kelembagaan. Sebuah lembaga pengelola dana wakaf harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi, serta aliansi strategis. Kedua, aspek Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga, sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi pengelola dana wakaf harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu, perlu rekonstruksi bahwa manajemen dana wakaf adalah sebuah profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus. Ketiga, aspek sistem pengelolaan.

(7)

7

Lembaga pengelola dana wakaf harus memiliki sistem pengelolaan yang baik.

Direktorat pemberdayaan wakaf Indonesia menyatakan bahwa pengelola dana wakaf baik individu ataupun lembaga perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2008 : 32)

a. Memiliki sistem, prosedur dan mekanisme kerja b. Melakukan sistem manajemen terbuka

Berdasarkan penjelasan di atas, manajemen pengorganisasian dana wakaf pada lembaga-lembaga wakaf di Indonesia selayaknya disesuaikan dengan aturan perundang-undangan tentang wakaf yang berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat umum yang didisain sesuai dengan visi dan misi lembaga wakaf tersebut (Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 10).

3. Manajemen Pelaksanaan dan Pengelolaan Dana wakaf

Pelaksanaan merupakan salah satu unsur yang juga memiliki peran penting dalam mengintegrasikan beberapa tujuan penyelenggaraan suatu rencana organisasi. Kegiatan inti dalam melaksanakan suatu kegiatan berisi teknis atau aplikasi yang diinginkan dari idea atau wacana yang diungkapkan. Pelaksanaan dalam manajemen dana wakaf diwujudkan melalui tiga metode utama, yaitu manajemen penghimpunan (Fundraising), manajemen investasi, dan manajemen penyaluran manfaat dana wakaf.

Fundraising mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan organisasi pengelola wakaf dalam rangka mengumpulkan dana wakaf dari masyarakat, dengan fundraising banyak hal yang dapat dilakukan oleh sebuah lembaga pengelola dana wakaf dalam rangka penggalangan dana, seperti pendekatan kepada calon wāqif yang akan mendonasikan dananya kepada lembaga, meningkatkan citra lembaga, mencari simpatisan, dan lain sebagainya (Republika, 2008). Dengan

(8)

8

fundraising, penghimpunan dana wakaf bisa dilakukan dengan berbagai cara yang positif untuk menarik calon wāqif.

Lembaga-lembaga dana wakaf di Indonesia masih mengalami beberapa kendala dalam melaksanakan manajemen penghimpunan dana wakaf. Menurut Hendra Jatnika, pengelola salah satu lembaga wakaf di Indonesia, menyatakan bahwa kendala yang paling berpengaruh besar adalah pemahaman masyarakat yang memahami wakaf hanya dalam bentuk konsumtif saja, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pengelola dana wakaf, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah, pemuka agama, dan da’i kepada masyarakat umum. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh lembaga-lembaga wakaf di Indonesia dalam menyelesaikan kendala-kendala diatas adalah melakukan sosialisasi dan edukasi di lingkungan pesantren, universitas guna memahami urgensi dan konsep dari dana wakaf (Hendra Jatnika, 2013).

Untuk menjamin kelanggengan harta wakaf yang telah dihimpun dari masyarakat agar dapat memberikan manfaat, diperlukan pengelolaan, pengembangan dan pemeliharaan di atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Pasal 45 ayat (1) disebutkan bahwa pengelola wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam Akta Ikrar Wakaf. Berdasarkan pasal tersebut pengelola diperbolehkan mengelola dan mengembangkan asset dana wakaf dalam bentuk apapun asal dengan cara halal (Badan Wakaf Indonesia, 2010 : 31).

Dana wakaf yang dikelola oleh lembaga wakaf dilakukan dengan jalan menginvestasikannya, baik dengan prinsip bagi hasil (mudhârabah dan musyârakah), maupun sewa (ijârah). Selain itu, dana wakaf yang berhasil terhimpun pada akun Lembaga Keuangan Syari’ah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dapat dikelola untuk usaha peternakan, perkebunan, penyediaan sarana niaga dan bentuk usaha produktif lainnya.

(9)

9

Dari hasil usaha tersebut, keuntungannya digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.

Penempatan dana wakaf ke sektor produktif dilakukan agar prinsip “tahan pokok dan nikmati hasil” seperti yang digariskan dalam hadis Nabi, bisa terwujud. Wakaf dari wāqif adalah “pokok”, sedangkan surplus dari pengelolaan dana wakaf adalah “buah”. Hasil inilah yang dialokasikan untuk program-program seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi ummat. Untuk itu, dalam perwakafan yang harus diperhatikan adalah tetapnya nilai harta yang diwakafkan. Dalam waktu yang bersamaan, dana wakaf tersebut juga dapat menghasilkan sesuatu yang dapat disalurkan kepada mauquf „alaih (Uswatun Hasanah, 2004).

Setelah melakukan penghimpunan dan penerimaan dan diikuti pengelolaan dana wakaf, maka kewajiban pengelola selanjutnya adalah melakukan pendayagunaan dan penyaluran hasil bersih investasi kepada pihak yang berhak atau mauquf „alaih.

Secara konseptual menurut Muhammad Anas Zarqa, proyek dana wakaf dapat dibagi pada dua kategori, yakni proyek penyediaan layanan seperti penyediaan sarana dan prasarana pendidikan bagi yang membutuhkan dan proyek peningkatan pendapatan seperti model wakaf shopping centre dengan sistem sewa dimana hasil sewanya digunakan untuk pemeliharaan sekolah. Kedua jenis proyek ini memerlukan kriteria tertentu untuk dapat mencapai tujuannya. Untuk kategori proyek penyedia jasa, tujuan proyek akan tercapai apabila pelayanan yang disediakan dapat dimanfaatkan secara efektif oleh mereka yang membutuhkan atau dengan ungkapan lain harus menghasilkan keuntungan sehingga keuntungan tersebut dapat disalurkan kepada yang membutuhkan (Social Benefit). Untuk kategori proyek peningkatan pendapatan, tujuan proyek akan tercapai apabila pendapatan yang dihasilkan melebihi target yang ditetapkan atas biayanya (Commercial Benefit) (Muhammad Anas Zarqa’, 1987 : 38).

(10)

10

Selain itu, distribusi keuangan investasi dana wakaf menurut Dian Masyita, dapat dilakukan dengan cara menghubungkan dengan program pengentasan kemiskinan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi pada Lembaga Keuangan Syari’ah didistribusikan untuk kepentingan orang miskin melalui program pengentasan kemiskinan, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Program Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat untuk kemaslahatan ummat, dapat disalurkan dengan Pola Penyaluran Langsung dan Pola Penyaluran Tidak Langsung (Badan Wakaf Indonesia, 2010 : 39)

4. Manajemen Pengendalian dan Pengawasan Dana wakaf

Menurut Handoko, pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk ”menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan. Pengawasan dalam suatu organisasi sangat penting dilakukan dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya perubahan lingkungan organisasi, peningkatan kompleksitas organisasi, kesalahan-kesalahan, kebutuhan pemimpin untuk mendelegasikan wewenang (Handoko, 2001 : 359-366).

Dalam pasal 11 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pengelola sebagai pengelola wakaf mempunyai kewajiban diantaranya :

a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.

b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.

c. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. Selain itu, dalam Peratutan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang wakaf menjelaskan bahwa :

a. Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.

b. Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap pengelola atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

(11)

11

c. Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporang yang disampaikan oleh pengelola berkaitan dengan pengelolaan wakaf.

d. Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) pemerintah dan masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik indpenden.

Pengawasan dalam manajemen dana wakaf adalah pengawasan yang telah built in ketika melakukan sebuah perencanaan yang mengharuskan adanya unsur kontrol di dalamnya. Sistem pengawasan dalam manajemen dana wakaf di lakukan pada proses penghimpunan, pengelolaan, serta pendistribusian manfaat dana wakaf dengan tujuan manajemen dana wakaf dapat dilaksanakan dan dilakukan oleh lembaga-lembaga wakaf di Indonesia secara produktif dan professional.

D. Rekonstruksi Manajemen Dana Wakaf di Indonesia

Dana wakaf, di samping instrumen-instrumen keuangan Islam lainnya, seperti zakat, bila dikelola secara produktif dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Itu berarti dana wakaf dapat menjadi sumber pendanaan dari ummat untuk ummat, baik untuk kepentingan keagamaan, sosial, pendidikan, maupun ekonomi. Untuk itu, pemahaman terhadap fungsi dana wakaf perlu disosialisasikan dan menjadi gerakan kolektif seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memperbaiki ekonomi ummat.

Dalam konteks ini, Zarqa’ menyatakan bahwa manajemen dana wakaf harus menampilkan performa terbaik yang dikelola secara profesional sehingga dapat lebih signifikan memainkan peranan sosial ekonominya. Kemajuan atau kemunduran wakaf sangat ditentukan oleh pengelolaan wakaf yang profesional (Muhammad Anas Zarqa’, 1987 : 38). Fungsi dana wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuannya yaitu melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau

(12)

12

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Muhammad Anas Zarqa’, 2012).

Tujuan yang mulia itu tidak dapat dicapai, bila pengelolaan dana wakaf menggunakan pola pengelolaan yang terstruktur. Jika selama ini pengelolaan dana wakaf hanya menggunakan manajemen kepercayaan yang sulit diukur dan dievaluasi, maka sudah selayaknya merekonstruksi manajemen yang sudah dilaksanakan dengan pola manajemen yang profesional, melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen yang baik dan benar, sehingga aset wakaf secara keseluruhan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen.

Wakaf sebagai dana abadi mempunyai potensi yang sangat besar bagi pemberdayaan ummat dibandingkan instrumen pemberdayaan lain. Agar manfaat dana wakaf betul-betul dirasakan masyarakat, penyalurannya harus memenuhi standar operasional yang mampu menciptakan proses tepat, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Banyak harapan yang digantungkan dari implementasi dana wakaf ini. Ibarat suatu bangunan yang kokoh, perlu partisipasi dari semua elemen dan unsur, baik masyarakat maupun pemerintah untuk mensosialisasikan peran dana wakaf bagi kesejahteraan ummat. Pemerintah sebagai otoritas pembuat kebijakan harus mampu untuk membuat regulasi yang mempunyai manfaat luas, terutama para kyai dan ustadz untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai dana wakaf yang masih terkurung pada hal-hal seperti tanah, mushola, madrasah ataupun pekuburan. Dorongan dari bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya untuk mengintensifkan gerakan dana wakaf sebagai gerakan pengentasan kemiskinan nasional merupakan langkah mendesak untuk dilakukan.

Kesemuanya itu penting untuk segera diaplikasikan dan ditindaklanjuti mengingat kurang terdistribusikannya kekayaan dan pendapatan yang berkeadilan. Sehingga konsentrasi kekayaan di golongan tertentu tidak terjadi dan pada akhirnya akan menimbulkan kesejahteraan bersama bagi seluruh ummat karena pada dasarnya Islam adalah agama yang sempurna dan merupakan rahmat bagi seluruh alam.

(13)

13 E. Penutup

Indonesia sebagai negri seribu pulau yang dipenuhi dengan sumber daya alam ternyata masih mengalami banyak problem sosial masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan yang masih hanya terfokus pada kalangan tertentu saja. Kehadiran Wakaf di Indonesia, mencoba memberikan solusi atas setiap problem dan permasalahan tersebut, di lain sisi, wakaf yang dijadikan sebagai solusi ini tidak akan berjalan secara optimal tanpa di dukung manajemen pengelolaan yang professional.

Lembaga-lembaga pengelola dana wakaf sudah selayaknya merekonstruksi manajemen lama yang terfokus pada manajemen konsumtif menjadi manajemen baru yang mampu merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengawasi pengelolaan dana wakaf secara professional dan produktif sehingga manajemen dana wakaf yang dilaksanakan mampu berperan dalam mensejahterakan ekonomi ummat di Indonesia.

Dana wakaf yang berhasil dihimpun oleh lembaga-lembaga wakaf terlebih dahulu dikelola dengan produktif sehingga mampu memperoleh hasil dan menyalurkan hasil tersebut kepada pihak yang membutuhkannya. Di lain sisi, diperlukan dukungan yang besar dari setiap elemen-elemen masyarakat seperti pemerintah, kyai, ustadz, dan lembaga keuangan syari’ah agar dana wakaf mampu memberikan solusi terbaik atas permasalahan ummat.

(14)

14

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djunaidi. 2008. Menuju Era Dana wakaf. Depok : Mumtaz Publishing. Badan Wakaf Indonesia. 2010. Pencanangan Gerakan Nasional Dana wakaf Oleh

Presiden Republik Indonesia. Jakarta.

Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syari‟ah dalam Praktik. Jakarta : Penerbit Gema Insani Press.

Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2003. Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf. Jakarta.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 2008. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 2008. Pedoman Pengelolaan Dana wakaf. Jakarta.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 2009. Strategi Pengembangan Dana wakaf di Indonesia. Jakarta. Farid Wadjdy dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Ummat: Filantropi

Islam yang Hampir Terlupakan. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Hendra Jatnika. 2013. Wawancara Pribadi di Tabung Wakaf Indonesia. Majelis Ulama Indonesia. Fatwa Tentang Wakaf Uang Tahun 2002.

Monzer Kahf. 2000. Al-Waqf al-Islâmī Tathawwaruh. Idâratuh. Tanmiyatuh. (Damaskus: Dâr al-Fikr). Lihat juga Uswatun Hasanah. 2005. Wakaf tunai dalam Bentuk Investasi. Modal No.26-Maret 2005.

Muhammad Anas Zarqa’. 1987. “Some Modern Means for the Financing and Invesment of Awqaf Projects.” dalam Management and Developmen of Awqaf Properties: Proceeding of the Seminar (Jeddah: Islamic Research and Training Institute. Islamic Development Bank).

Muhammad Anas Zarqa’. 2012. “Financing and Investment in Awqaf Projects: A

Non-Technical Introduction.” dalam

www.islam.co.za/awqafsa/sorce/library/Article.

M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto. 2002. Pengantar Manajemen Syariat. Jakarta : Penerbit Khairul Bayan.

(15)

15

Sherafat Ali Hashmi. 1987. “Management of Waqf: Past and Present.” dalam Management and Development of Awqaf Properties: Proceeding of the Seminar (Jeddah: Islamic Research and Training Institute. Islamic Development Bank).

Tholhah Hasan. 2009. Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia. Jakarta : Republika.

Referensi

Dokumen terkait

- Integritas dan nilai etika manajemen merupakan produk dari budaya organisasi, kebijakan manajemen menunjukan manajemen apa yang diinginkan oleh manajemen untuk

Menurut Himes dan Moore perubahan sosial mempunyai tiga dimensi yaitu struktural, kultural, dan interaksional (Nanang, 2014). Perubahan yang terjadi pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami respon dan pemahaman tukang becak tentang pelatihan Bahasa Inggris yang dilaksanakan Pemkab Banyuwangi dalam menunjang keberhasilan

Berlilana Berlilana (STMIK Amikom Purwokerto, Indonesia) I Wayan Mustika (Universitas Gadjah Mada, Indonesia) Hanung Adi Nugroho (Universitas Gadjah Mada, Indonesia) Muhamad

Kegiatan yang perlu dilakukan Kegiatan yang perlu dilakukan untuk memenuhi persyaratan standar akreditasi: untuk memenuhi persyaratan standar akreditasi: Pelaksanaan program

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah melakukan beberapa kegiatan dalam mendukung pemasaran dan pengembangan objek wisata di

a) Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.. 12 b) Kebutuhan

Menurut Guillermooo (2015:4), ”Sublime Text adalah teks editor serbaguna dan menyenangkan untuk kode dan prosa yang mengotomatisasi tugas yang berulang sehingga Anda