• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI ADAPTASI SEMBILAN AKSESI KUNYIT DI BAWAH NAUNGAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS > 20 TON/HA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI ADAPTASI SEMBILAN AKSESI KUNYIT DI BAWAH NAUNGAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS > 20 TON/HA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ADAPTASI SEMBILAN AKSESI KUNYIT DI BAWAH NAUNGAN UNTUK

MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS > 20 TON/HA

Sitti Fatimah Syahid, Chepy Syukur, Natalini Nova.K, Joko Pitono,Dono Wahyuno, Rodiah Balfas, Mahrita Idris, Ermiati, Wawan Lukman, Pujo Hasapto

ABSTRAK

Untuk dapat dilepas sebagai varietas unggul kunyit toleran naungan, diperlukan kegiatan uji adapatsi di sentra lokasi pengembangan kunyit dengan kondisi agroklimat berbeda pada dua kali musim tanam. Penelitian uji adaptasi sembilan aksesi kunyit toleran naungan untuk meningkatkan produktivitas > 20 ton/ha telah dilakukan di tiga lokasi pengujian di Jawa Tengah (Bringin, Semarang, Nogosari dan Simo, Boyolali) mulai Januari sampai Desember 2010. Sembilan aksesi kunyit ditanam di bawah tegakan jati berumur 7 tahun dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Populasi tanaman per petak sebanyak 48 tanaman. Rancangan yang digunakan adalah Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah karakter morfologi, komponen pertumbuhan, produksi dan kandungan kurkumin. Hasil yang diperoleh adalah karakter morfologi sembilan aksesi kunyit seperti bentuk daun, bentuk batang, warna daun, warna bunga dan umur berbunga relatif sama di ketiga lokasi. Komponen pertumbuhan untuk tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun serta diameter batang tidak berbeda nyata di ketiga lokasi penelitian namun nyata untuk jumlah anakan. Serangan hama dan penyakit sangat sedikit di ketiga lokasi. Secara keseluruhan pertumbuhan semua aksesi sangat baik di lokasi Nogosari dan Simo Boyolali namun kurang optimal di lokasi Bringin Semarang.Produksi rimpang maksimal di Nogosari dan Simo namun di Bringin Semarang lebih rendah. Kandungan kurkumin tertinggi dari analisis gabungan di ketiga lokasi pengujian diperoleh pada akses 05 yaitu 7.32% lebih tinggi dari standar MMI. Kandungan minyak atsiri tertinggi di Bringin Semarang ditunjukkan oleh aksesi 04 (5.06%) , di Nogosari oleh aksesi 02 (4.59 %), dan di Simo oleh aksesi 07 (4.01 %). Kandungan pati tertinggi di ketiga lokasi ditujukkan oleh aksesi 06.

Kata kunci : Kunyit (Curcuma domestica), uji adaptasi, karakter morfologi, komponen pertumbuhan, produksi, kurkumin, minyak atsiri, pati.

ABSTARCT

In order to release the superior variety of turmeric toleran of shading, adaptation test in different agroecosystem is one of the requirements. Research on adaptation test of nine turmeric accessions toleran on shading to increase to productivity > 20ton/ha have been conducted in three locations on Middle Java (Bringin, Nogosari and Simo) from January to December 2010. Nine accessions of turmeric toleran on shading were planted under teak plantation with 50 x 50cm plant spacing. Population per plot are 48 plants. The experiment were arranged with randomized block Design with three replications. The parameter observed were morphological characters, growth component, yield, curcumin content, essential oil and starch content, pest and desease attact and social economic aspect. Result showed that morphological characters are relatively same at three locations. Number of shoots was significantly different between accessions but not on plant high, stem diameter, number of leaves, length and width of leaf. The highest yield from combined analysis was performed by Cudo 02 (434.8gr/plant). The highest curcumin content was performed by Cudo 05 (7.32%).Essential oil content in Bringin (Semarang) was showed by Cudo 04 (5.06%), in Nogosari by Cudo 02 (4.59 %) and in Simo by cudo 07 ( 4.01%). The highest starch at three locations was performed by Cudo 06.

Keywords : Curcuma domestica Vahl , adaptation test , morphological characters, growth components, yield, curcumin content , essential oil, starch

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu tanaman obat potensial untuk dibudidayakan adalah kunyit (Curcuma domestica Vahl.). Tanaman ini banyak digunakan dalam industri obat asli Indonesia, kosmetika, makanan, minuman, bumbu dapur dan zat pewarna alami (Raharjo dan Rostiana, 2004; Rismunandar, 1988; Rukmana, 1992). Rimpangnya bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, obat sakit perut, usus buntu, diare dan rematik. Selain bermanfaat sebagai obat, rimpangnya juga digunakan sebagai bakterisida, fungisida dan stimulant (Dharma, 1985; Heyne, 1987; Abdullah, 1988; Rukmana,1991; Rukmana, 1999).

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu jenis tanaman obat dari famili zingiberaceae. Adapun klasifikasi tanaman adalah (Essay, 1986) :

Devisi : Spermatophyta Sub-Devisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica Val

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman dari jenis Curcuma sp. penghasil kurkumin. Kurkumin merupkan zat yang memiliki aktivitas biologi (zat berkhasiat). (Chen da Fang, 1997). Khasiat kunyit diantaranya sebagai anti bakteri berspektrum luas, antioksidan, anti karsinogen, anti alzeimer dan juga anti kanker (Joe et al., 2004; Chattopadhyay et al., 2004). Kandungan utama dalam rimpang kunyit diantaranya adalah minyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, forfor dan besi (Raharjo dan Rostiana, 2004).

Analisis kurkumin umumnya dilakukan pada rimpang umur panen 9–10 bulan, sedangkan menurut Rostiana et al. (1989), analisis kurkumin yang paling baik pada rimpang umur 5–6 bulan setelah tanam dengan kisaran 10–11%. Minyak atsiri kunyit terdiri atas beberapa senyawa, seperti seskuiterpen alkohol, turmeron dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksikurkumin dan bidesme-toksikurkumin. Selain itu rimpang kunyit juga mengandung senyawa gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Sedangkan zat warna kuning (antocyan) sering dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan, minuman dan industri tekstil (Taryono, 2001).

Kunyit tumbuh baik di bawah naungan/tegakan hutan dengan kisaran intensitas cahaya matahari mencapai 70 %. Dengan kondisi naungan sekitar 30 % yang cukup untuk pertumbuhan tanaman, diasumsikan banyak lahan di tingkat petani yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut. Mengingat penanaman kunyit oleh petani umumya dilakukan di bawah tegakan hutan rakyat sehingga dapat memberikan nilai tambah usahatani. Mengingat cukup luasnya areal hutan rakyat seperti tegakan jati ataupun sengon dii beberapa sentra pengembangan kunyit di Indonesia khususnya pulau Jawa, maka kondisi ini sangat bermanfaat untuk digunakan pengembangan tanaman kunyit.

Sampai tahun 2008, Balittro sudah memiliki 8 nomor-nomor kunyit yang mampu beradaptasi dengan baik di bawah naungan dengan kandungan kurkumin di atas 7% dan produksi rimpang mencapai 20–30 ton/ha (Syukur et al., 2008). Namun nomor-nomor tersebut belum diuji pertumbuhan, produksi dan kandungan kurkuminnnya pada kondisi sesuai habitat aslinya yakni kondisi alami di bawah naungan. Untuk dapat dilepas sebagai varietas unggul adaptif di bawah naungan dan dapat dikembangkan oleh petani di sentra pengembangan kunyit, nomor-nomor tersebut harus di uji pada sentra lokasi pengembangan kunyit dengan kondisi agroklimat berbeda pada dua kali musim tanam. Hasil pengujian di tahun pertama 2009 di tiga lokasi lahan petani diperoleh beberapa aksesi yang memiliki kandungan kurkumin diatas 7 % dan toleran naungan sekitar 30 % (Syahid et al., 2009). Penelitian mengenai interaksi antara geneotip dengan lingkungan

(3)

yang sering dikenal dengan uji adaptasi ini sangat penting karena hasil yang diperoleh nantinya akan ditentukan oleh interaksi tersebut. Nomor- nomor yang adaptif dan stabil terhadap perubahan lingkungan merupakan tujuan yang ingin dicapai. Sesuai persyaratan pelepasan varietas menurut Surat Keputusan MENTAN No 37/Permentan/OT.1.40/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian dan Pelepasan varietas suatu varietas dapat dilepas sebagai varietas unggul apabila telah melalui uji uji adaptasi di beberapa lokasi, di sentra pengembangan pada dua kali musim tanam. Penanaman kunyit oleh petani pada umumnya dilakukan di bawah tegakan hutan, sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai nilai tambah usaha tani serta mengantisipasi fluktuasi harga yang menurun secara drastis. Pada penelitian-penelitian uji multilokasi dalam rangka pelepasan varietas kunyit (Syukur et al., 2006), uji adaptasi kunyit dilakukan secara monokultur di daerah yang relatif terbuka, sehingga rekomendasi budidaya penanaman kunyit secara polikultur di bawah tegakan belum tersedia. Balittro memiliki 66 nomer koleksi kunyit dengan potensi produksi 7–11ton/ha, kadar kurkumin 8–11% Di antara nomor-nomor tersebut diharapkan ada yang memiliki kadar kurkumin tinggi dan mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi naungan sehingga dapat ditanam di bawah tegakan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakter morfologi, kandungan kurkumin dan produksi 9 aksesi kunyit di toleran naungan dan meningkatkan produktivitas > 20%.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Bahan Tanaman

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Desember 2010 di lahan petani di Sentra Pengembangan kunyit di Propinsi Jawa Tengah, yaitu: 1) Desa Kali Jambe,Kecamatan Beringin,Kabupaten Semarang dengan ketinggan tempat 464 m di atas permukaan laut, 2) Desa Dilem Pojok, Kecamatan Nogosari,, Kabupaten Boyolali dengan ketinggian 425 m di atas permukaan laut dan 3) Desa Pelem, kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali dengan ketinggian 484 m di atas permukaan laut.

Bahan tanaman yang diuji adalah delapan nomor kunyit terpilih hasil kegiatan evaluasi tahun 2008 yang memiliki kandungan kurkumin di atas 7 % (CUDO 01, CUDO 02, CUDO 03, CUDO 04, CUDO 05, CUDO 06, CUDO 07 dan CUDO 08). Sebagai pembanding digunakan satu nomor lokal yang berasal dari lokasi uji (CUDO 09). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha.

Rancangan Penelitian dan Perlakuan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan.

Perlakuan yang diuji adalah delapan nomor kunyit hasil evaluasi produksi dan kurkumin di tahun anggaran 2008. Sebagai pembanding digunakan satu nomor lokal yang berasal dari daerah sentra pengembangan. Jarak tanam yang digunakan adalah 50cm x 50cm. Populasi tanaman per petak adalah 48 tanaman.

Pupuk kandang sebagai pupuk dasar diberikan seminggu sebelum tanam sebanyak 20 ton/ha sedangkan pupuk buatan TSP dan KCL diberikan pada saat tanam sebanyak 200 kg/ha. Pupuk urea sebanyak 200 kg/ha diberikan pada tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanaman berumur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara membersihkan gulma disekitar tanaman, merapikan petakan dan menyemprot tanaman dengan bakterisida dan fungisida untuk pencegahan hama dan penyakit setiap dua bulan sekali.

Parameter yang diamati adalah: Komponen pertumbuhan yakni persentase tumbuh, jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun serta diameter batang pada umur 5 bulan setelah tanam. Panen sampel untuk kurkumin dilkaukan pada saat tanaman berumur tujuh bulan . Selanjutnya pengamatan komponen produksi dlakukan pada umur 9 – 10 bulan terhadap bobot rimpang basah, panjang dan lebar

(4)

rimpang, warna rimpang serta visual rimpang yang dihasilkan. Untuk observasi penyakit pada kunyit, kegiatan yang akan dilakukan dibagi 2 yaitu : 1) Menentukan jenis-jenis OPT (penyakit) yang ada di suatu lokasi dan 2) Menentukan luas serangan di lapang.

Jenis – jenis penyakit yang ada ditentukan berdasarkan tipe gejala yang ditemukan. Gejala tersebut diamati lebih lanjut di laboratorium dengan cara isolasi jaringan atau satu konidia, untuk mendapatkan biakan murni. Hasil yang diperoleh, diidentifikasi dan dibandingkan dengan pustaka yang ada. Untuk jenis-jenis OPT yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, dilakukan inokulasi buatan untuk konfirmasi organisme penyebabnya.

Pengamatan tingkat kerusakan di lapang, dilakukan dengan melakukan perhitungan jumlah tanaman dan daun yang terserang, yang dibedakan berdasarkan model gejala yang terlihat. Pengukuran tingkat kerusakan dihitung berdasarkan jumlah tanaman atau daun terserang dibanding total tanaman yang diamati. Pengamatan dilakukan secara sampling, diagonal. Pada masing-masing plot pengamatan diamati 5 rumpun tanaman.

Untuk observasi hama, pengamatan yang dilakukan adalah mengambil contoh tanaman secara diagonal untuk melihat jenis dan intensitas kerusakan oleh hama. Pada areal pertanaman kunyit dilakukan pengamatan hama yang menyerang tanaman bagian atas (masa pertumbuhan vegetatif), masa puncak pengisian rimpang dan saat panen. OPT yang menyerang rimpang hanya diamati pada saat panen umur sembilan bulan. Pengambilan contoh hama dilakukan secara diagonal ( sebanyak 5 contoh) pada setiap petak. Pada setiap petak contoh diamati hama yang menyerang dan dihitung intensitas serangannya untuk hama utama. Bila belum diketahui jenisnya maka diambil sampelnya untuk diidentifikasi. Untuk mengetahui keunggulan varietas unggul kunyit pada setiap lokasi, juga akan dilakukan analisa sosial ekonomi terhadap nomor yang diuji. Untuk usahatani kunyit tingkat petani, penentuan sample petani digunakan metode simple random sampling atau acak sederhana pada tiap-tiap lokasi penelitian. Data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pencatatan langsung harga, input, output penelitian pada tiap-tiap lokasi dan yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani kunyit dan tokoh-tokoh masyarakat tani yang ada dengan berbagai pola tanam dan kondisi sosial petani dengan cara pengisian langsung daftar pertanyaan (kwesioner) yang sudah dipersiapkan di tiap-tiap lokasi, Data yang dikumpulkan meliputi, identitas petani, informasi umum usahatani, penerimaan usahatani, input output usahatani, harga dan biaya tenaga kerja. serta faktor-faktor kendala yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani dalam dalam mengadopsi teknologi baru. Sedangkan data sekunder terdiri dari data perkembangan harga input, output, upah, produksi, luas areal dan data lain yang mendukung penelitian dari kantor kepala desa setempat, BPS, Ditjenbun, Dinas Perkebunan serta dinas dan instansi-instansi terkait lainnya.

Rancangan analisis

Data pertumbuhan maupun produksi dianalisis dengan menggunakan program SAS. Bila ada perbedaan antar perlakuan maka uji lanjut dilakukan dengan menggunakan DMRT pada ketelitian 5 %. Untuk mengetahui besarnya pendapatan dari usahatani kunyit lokal dan dari varietas unggul yang dihasilkan, dilakukan analisis pendapatan (Adnyana, 1989) dengan metode tabulasi yang kemudian disajikan secara deskriptif. Secara matematis dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

n Tc = Y.Hy - ∑ Xi Hxi ... (1) i = 1 Dimana: Tc = Pendapatan (Rp) Y = Produksi (kg/ha) Hy = Harga produk (Rp/kg)

(5)

Hxi = Harga masing-masing faktor produksi

Sedangkan kelayakan finansial dari usaha tani masing-masing ditentukan berdasarkan kriteria Gross Benefit/Cost Ratio (B/C ratio), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR) (Kadariah, 1988), dengan persamaan sebagai berikut:

NPV =

n i t

i

Ct

Bt

1

(

1

)

... (2) B/C Ratio

 

n t t n t t

i

Ct

i

Bt

1 1

)

1

(

)

1

(

... (3) IRR = ( '') ' ' ' ' , i i NPV NPV NPV i    ... (4) Dimana: Bt = penerimaan tahun ke t Ct =Pengeluaran tahun ke t

I’ = tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif I“ = tingkat bunga yang menghasilkan NPV negetif NPV’’ = NPV positif

NPV“ = NPV negatif

NPV’’ + NPV = merupakan penjumlahan mutlak

Kriteria NPV: Bila NPV > 0 = berarti usahatani layak, NPV <0 berarti usahatani tidak menguntungkan, NPV = 0, berarti tambahan manfaat usahatani = tambahan biaya yang dikeluarkan dan bila B/C Ratio > 1, berarti usahatani menguntungakan, namun bila B/C Ratio < 1, berarti usahatani tidak menguntungkan serta bila IRR > Social Discount Rate, berarti usaha layak tetapi bila IRR < Social Discount Rate, berari usaha tidak layak. (Gittinger, 1986; Kadariah et al., 1988; Soetrisno, 1982)

Kepekaan (sensitivitas).

Harga output komoditi kunyit sangat berfluktuasi dan sangat rentan dengan perubahan harga pasar. Sensitivitas dapat terjadi pada harga produk, biaya input dan produksi (output), baik secara parsial maupun bersamaan (simultan) (Kadariah et al., 1988) Pendugaan analisis ini tergantung pada kebutuhan dan kondisi lapang. Pada kasus penelitian ini pendugaan analisis hanya dilakukan pada perubahan harga output karena harga input diasumsikan sama/tetap.

Keunggulan varietas unggul

Analisis yang digunakan untuk mengukur dampak keunggulan varietas unggul yang dihasilkan terhadap usahatani jahe lokal, dengan menggunakan analisis parsial yang mengukur perbandingan antara perbedaan nilai input yang digunakan dengan perbedaan nilai output yang dihasilkan antara kedua usahatani tersebut (Ghatak et al., 1998) dengan formulasi sebagai berikut:

Δ Input = f1(var. input) – f2(var. input) Δ Input = perbedaan nilai input

f1 = fungsi input dengan teknologi anjuran f2 = fungsi input dengan teknologi petani

Δ Output = (P1 – P2) X Harga output Δ Output = perbedaan nilai output

(6)

P1 = tingkat produksi dengan teknologi anjuran P2 = tingkat produksi dengan teknologi petani Suatu teknologi baru dikatakan memiliki keunggulan jika:

Δ Output

MBCR = --- = > 1 Δ Input

Berdasarkan kriteria ini, secara teori pengambilan keputusan dilakukan bila: MBCR (marginal benefit cost ratio) > 1. Ini berarti bahwa petani mendapat manfaat lebih atas tambahan biaya yang dia keluarkan karena mengadopsi teknologi anjuran dan ini akan menarik petani untuk mengadopsi teknologi tersebut. Bila MBCR < 1, maka teknologi anjuran tersebut tidak berpotensi secara finasial, petani akan mengalami kerugian mengadopsi teknologi anjuran tersebut dan bila MBCR = 1 mengandung arti bahwa, tambahan penerimaan yang diperoleh sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan akibat mengadopsi teknologi anjuran tersebut, sehingga tidak ada intensif yang didapat kalau mengadopsi

Analisis faktor-faktor kendala adopsi teknologi

Analisis faktor-faktor kendala adopsi teknologi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor kendala yang mempengaruhi petani terhadap proses pengambilan keputusan dalam adopsi teknologi anjuran. Faktor-faktor tersebut antara lain bisa: tingkat usia, tingkat pendidikan, keterbatasan modal, harga yang berfluktuasi atau ketidak pastian harga, kekurangan informasi, lokasi kebun yang jauh dari pusat input-input produksi dll yang dapat menjadi faktor kendala adopsi teknologi ditingkat petani.

Analisis dilakukan dengan cara analisis sosial ekonomi deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.Karakter Morfologi Sembilan Aksesi Kunyit Di Tiga Lokasi

Secara umum, karakter morfologi sembilan aksesi kunyit di tiga lokasi pengujian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantaranya untuk bentuk batang, bentuk helaian daun, ujung daun, pangkal daun, tepi daun, warna bunga dan umur berbunga (Tabel 1).

Tabel 1. Karakter morfologi kunyit di tiga lokasi pengujian di Jawa Tengah

Karakter morfologi Bringin(Semarang) Nogosari(Boyolali) Simo(Boyolali)

Bentuk batang Tegak Tegak Tegak

Bentuk helaian daun Oval Oval Oval

Bentuk ujung daun Runcing Runcing Runcing

Bentuk pangkal daun Oval Oval Oval

Tepi daun Rata Rata Rata

Umur berbunga 4-5 bulan 4-5 bulan 4-5 bulan

Warna bunga Putih Putih Putih

Bentuk batang sembilan aksesi kunyit umumnya tegak, dengan bentuk pangkal daun yang oval. Helaian daun berbentuk oval dengan ujung yang runcing. Tepi daun umumnya rata. Tanaman umumnya mulai berbunga pada umur sekitar 4 sampai 5 bulan dengan warna bunga putih. Sedangkan warna daun baik daun muda maupun tua berkisar antara YGG (Yellow green group) dan GG (Green group). (Table 2, 3, 4, 5, 6 dan 7).

(7)

Tabel 2. Warna pangkal batang nomor-nomor kunyit di tiga lokasi

Nomor kunyit Bringin Nogosari Simo

Cudo 01 YGG 147 B YGG 147 A GG 137 C

Cudo 02 YGG 146 C YGG 147 B GG 138 A

Cudo 03 YGG 146 C GG 137 C YGG 148 A

Cudo 04 YGG 146 B YGG 146 A GG 138 B

Cudo 05 YGG 144 A GG 137 B YGG 146 C

Cudo 06 YGG 144 A YGG 146 B YGG 146 B

Cudo 07 YGG 146 B YGG 147 B YGG 146 A

Cudo 08 YGG 146 A GG 138 A YGG 146 C

Cudo 09 YGG 144 A YGG 147 B YGG 146 A

Keterangan : YGG (Yellow Green Group/Hijau kekuningan) , GG (Green Group/hijau) Tabel 3. Warna pinggir daun nomor-nomor kunyit di tiga lokasi

Nomor kunyit Bringin Nogosari Simo

Cudo 01 GG 138 B GG 138 A GG 138 C

Cudo 02 GG 138 B GG 138 B GG 138 D

Cudo 03 GG 138 C GG 138 B GG 138 C

Cudo 04 YGG 148 C GG 138 B GG 138 B

Cudo 05 YGG 148 C YGG 148 B GG 138 D

Cudo 06 YGG 148 C YGG 148 C GG 138 B

Cudo 07 YGG 148 C YGG 148 C YGG 148 C

Cudo 08 YGG 148 B GG 138 B YGG 148 C

Cudo 09 YGG 148 D YGG 148 B YGG 148 C

Keterangan : YGG (Yellow Green Group/hijau kekuningan ) , GG (Green Group/hijau) Tabel 4. Warna daun muda bagian atas nomor nomor kunyit di tiga lokasi di Jateng

Nomor kunyit Bringin Nogosari Simo

Cudo 01 YGG 144 A YGG 144 A YGG 144 A

Cudo 02 YGG 144 A YGG 144 B GG 138 B

Cudo 03 YGG 146 B YGG 147 B YGG 144 B

Cudo 04 YGG 146 B YGG 144 A YGG 144 A

Cudo 05 YGG 146 B YGG 144 B YGG 146 B

Cudo 06 YGG 146 B YGG 144 A YGG !46 B

Cudo 07 YGG 144 A YGG144 A YGG 146 C

Cudo 08 YGG 144 A YGG 144 A YGG 144 A

Cudo 09 YGG 146 B YGG 144 A YGG 144 A

Keterangan : YGG (Yellow Green Group/hijau kekuningan) , GG (Green Group/hijau) Tabel 5. Warna daun muda bagian bawah nomor nomor kunyit di tiga lokasi di Jateng

Nomor kunyit Bringin Nogosari Simo

Cudo 01 YGG 147 B YGG 147 A GG 137 C

Cudo 02 YGG 146 C YGG 147 B GG 138 A

Cudo 03 YGG 146 C GG 137 C YGG 148 A

Cudo 04 YGG 146 B YGG 146 A GG 138 B

Cudo 05 YGG 144 A GG 137 B YGG 146 C

Cudo 06 YGG 144 A YGG 146 B YGG 146 B

Cudo 07 YGG 146 B YGG 147 B YGG 146 A

Cudo 08 YGG 146 A GG 138 A YGG 146 C

Cudo 09 YGG 144 A YGG 147 B YGG 146 A

(8)

Tabel 6. Warna daun tua bagian atas nomor nomor kunyit di tiga lokasi di Jateng

Nomor kunyit Bringin Nogosari Simo

Cudo 01 GG 137 B YGG 137 B GG 137 A Cudo 02 GG 137 C YGG 147 A GG 138 A Cudo 03 GG 138 A YGG 137 C GG 138 A Cudo 04 GG 137 B GG 137 B YGG 146 A Cudo 05 GG 137 B GG 137 B YGG 146 A Cudo 06 GG 137 B GG 137 B YGG 146 A Cudo 07 GG 137 A GG 137 A YGG 147 A Cudo 08 GG 137 A GG 137 B YGG 146 A Cudo 09 GG 137 B GG 137 B GG 137 A

Keterangan : YGG (Yellow Green Group/hijau kekuningan) , GG (Green Group/hijau) Tabel 7. Warna daun tua bagian bawah nomor nomor kunyit di tiga lokasi di Jateng

Nomor kunyit Bringin Nogosari Simo

Cudo 01 GG 138 A GG 147 B GG 137 D

Cudo 02 YGG 146 C YGG 147 B YGG 144 A

Cudo 03 GG 138 B GG 138 B GG 138 B

Cudo 04 YGG 147 B GG 137 C YGG 148 B

Cudo 05 YGG 146 A GG 138 B YGG 146 C

Cudo 06 YGG 147 B YGG 147 B YGG 146 B

Cudo 07 GG 138 B YGG 147 B YGG 146 A

Cudo 08 YGG 146 A GG 138 B YGG 148 B

Cudo 09 YGG 147 B YGG 147 B YGG 147 B

Keterangan : YGG (Yellow Green Group/hijau kekuningan) , GG (Green Group/hijau) Untuk karakter kualitatif warna pangkal batang di tiga lokasi bervariasi. Di lokasi Bringin, Semarang warna dominan ditampilkan oleh YGG 146 A, B dan C. Warna lainnya adalah YGG 144 A dan YGG 147 B. Di Nogosari Boyolali warna dominan ditampilkan oleh YGG 147 A dan YGG 147B dengan warna lainnya yaitu YGG 148 A, GG 137 C dan GG 138 A, B.

Untuk warna pinggir daun, warna dominan di lokasi Bringin Semarang adalah YGG 148 B, YGG 148 C, YGG 148 D. Sedangkan warna lainnya adalah GG 138 B dan GG 138 C. Untuk Lokasi Nogosari Boyolali, warna dominan ditunjukkan oleh GG 138 A dan B sedangkan warna lainnya adalah YGG 148 B dan YGG 148C. Untuk lokasi Simo Boyolali, warna dominan ditunjukkan oleh GG 138 B,C,D sedangkan warna lainnya adalah YGG 148 B dan C.

Untuk warna daun muda bagian atas di lokasi Bringin Semarang ditunjukkan oleh YGG 146 A dan B dan warna lainnya adalah YGG 144 A. Untuk lokasi Nogosari Boyolali, warna yang paling dominan adalah YGG 144 A dan B sedangkan warna lainnya adalah YGG 147 B. Untuk lokasi Simo Boyolali, warna dominan ditunjukkan oleh YGG 144 A dan warna lainnya adalah YGG 146 B dan C.

Untuk warna daun muda bagian bawah di lokasi Bringin Semarang ditunjukkan oleh YGG 146 A, B, dan C dan warna lainnya adalah YGG 147 B dan YGG 144 A. Untuk lokasi Nogosari Boyolali, warna yang paling dominan adalah YGG 147 A dan B sedangkan warna lainnya adalah YGG 146 A dan B serta GG 137 A dan C. Untuk lokasi Simo Boyolali, warna dominan ditunjukkan oleh YGG 146 A, B, C dan warna lainnya adalah YGG 148 A dan GG 137 C serta GG 138 A dan B.

Untuk warna daun tua bagian atas di lokasi Bringin Semarang hanya memiliki satu karakter warna yaitu GG 137 A , B dan C. Untuk lokasi Nogosari Boyolali, warna yang paling dominan adalah GG 137 A , B dan C sedangkan warna lainnya adalah YGG 137 B, C dan YGG 147 A. Untuk lokasi Simo Boyolali, warna dominan ditunjukkan oleh YGG 146 A dan warna lainnya adalah YGG 147 A, GG 137 A dan GG 138 A.

(9)

Untuk warna daun tua bagian bawah di lokasi Bringin Semarang warna dominan adalah YGG 147 B dan 146 A dan C. Warna lain adalah GG 138 A dan B. Untuk lokasi Nogosari Boyolali, warna yang paling dominan adalah GG 137 C, GG 138 B dan GG 147 B. Warna lainnya adalah YGG 147 B. Untuk lokasi Simo Boyolali, warna dominan ditunjukkan oleh YGG 146 A ,B, C , YGG 147 B, YGG 148 B, YGG 144 A dan warna lain adalah GG 138 B dan GG 137 D.

2. Komponen Pertumbuhan Umur Lima Bulan Di Tiga Lokasi (Bringin, Nogosari Dan Simo)

Komponen pertumbuhan sembilan aksesi kunyit di masing-masing lokasi tidak berbeda nyata. Untuk parameter tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun dan diameter batang. Perbedaan terlihat untuk parameter jumlah anakan pada aksesi Cudo 05 yang berbeda nyata dengan Cudo 08. Begitupun dengan uji lanjut gabungan untuk ketiga lokasi yang diuji (Tabel 8).

Tabel 8. Uji lanjut analisis gabungan komponen pertumbuhan sembilan aksesi kunyit di ketigalokasi di Jawa Tengah (Bringin, Nogosari dan Simo).

Aksesi Jumlah anakan Tinggi Tanaman(cm) Jumlah Daun Panjang Daun(cm) Lebar daun(cm) Diameter batang(mm) Cudo 01 1.85ab 77.05a 6.67a 35.96a 9.71a 11.74a Cudo 02 1.89ab 75.81a 7.33a 36.58a 9.40a 11.82a Cudo 03 1.84ab 80.60a 7.33a 40.27a 9.71a 12.10a Cudo 04 1.68ab 75.14a 7.00a 37.16a 9.45a 12.10a Cudo 05 2.12a 79.61a 7.00a 38.97a 9.92a 12.63a Cudo 06 1.56ab 71.12a 6.67a 36.55a 9.34a 11.18a Cudo 07 1.58ab 76.13a 7.00a 37.53a 9.30a 11.69a Cudo 08 1.34b 72.82a 8.00a 36.80a 9.17a 11.30a Cudo 09 2.08ab 75.27a 6.00a 38.63a 10.23a 14.39a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak

berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT.

Cudo 05 memiliki jumlah anakan paling banyak di ketiga lokasi yang tidak berbeda nyata dengan Cudo 01, 02,03,04,06,07 dan 09 namun nyata dengan Cudo 08. Hasil jumlah anakan pada pengujian tahun kedua lebih rendah dari tahun pertama. Untuk tinggi tanaman, jumlah daun,panjang dan lebar daun serta diameter batang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari hasil analisis gabungan di ketiga lokasi yang diui.

3. Produksi rimpang umur sepuluh bulan

Aksesi cudo 02 memiliki berat rimpang terbesar dari hasil uji gabungan di ketiga lokasi pengujian yaitu 434.8 g/rumpun (Gambar 1 a, b, c). Hasil ini tidak berbeda nyata dengan aksesi cudo 09 yang merupakan lokal petani yaitu 417.0 g/rumpun. Kondisi ini sangat berbeda nyata dengan aksesi lainnya yang rata rata memiliki berat rimpang sekitar 312 g – 368.2 g. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa aksesi cudo 02 memiliki potensi hasil rimpang paling tinggi dan mampu beradaptasi dengan optimal di ketiga lokasi.

Untuk parameter panjang rimpang, lebar rimpang, jumlah rimpang primer dan rimpang sekunder tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dari keseluruhan aksesi yang diuji di ketiga lokasi.

(10)

Tabel 9. Uji lanjut analisis gabungan komponen produksi sembilan aksesi kunyit di ketiga di Jawa Tengah (Bringin, Nogosari dan Simo).

Aksesi Berat Rimpang(gr) Panjang Rimpang(cm) Lebar Rimpang(cm) Jumlah Rimpang Primer Jumlah Rimpang Sekunder Cudo 01 321.2 c 15.0 a 3.9 a 5.6 a 19.9 a Cudo 02 434.8 a 17.4 a 3.9 a 5.8 a 18.2 a Cudo 03 368.2 bc 16.5 a 3.7 a 5.6 a 20.2 a Cudo 04 312.3 c 15.8 a 3.3 a 5.5 a 17.6 a Cudo 05 360.0 c 16.4 a 3.3 a 5.4 a 16.6 a Cudo 06 353.7 c 16.2 a 3.6 a 5.6 a 17.5 a Cudo 07 330.7 c 16.4 a 3.7 a 5.4 a 17.8 a Cudo 08 327.7 c 16.3 a 3.4 a 5.2 a 16.1 a Cudo 09 417 0 ab 17.3 a 4.0 a 5.5 a 19.7 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT.

Gambar 1 a.Produksi rimpang cudo 02 di Bringin,Semarang

Gambar 1 b. Produksi rimpang cudo 02 di Nogosari,Boyolali

Gambar 1c.Produksi rimpang cudo 02 di Simo,Boyolali 4. Kandungan kurkumin umur tujuh bulan

Kandungan kurkumin tertinggi pada umur tujuh bulan dari ketiga lokasi ditunjukkan oleh aksesi 05 yaitu 7.32 % yang diikuti oleh aksesi 04 ( 7.30 %) ,aksesi 02 (7.03 %) dan 08 (7.02 %) (Tabel 10)

Tabel 10. Analisis gabungan kandungan kurkumin kunyit di tiga lokasi, umur tujuh bulan Aksesi kunyit Kandungan kurkumin (%)

Cudo 01 6.88 ab Cudo 02 7.03 ab Cudo 03 6.86 ab Cudo 04 7.30 a Cudo 05 7.32 a Cudo 06 6.92 ab Cudo 07 5.99 ab Cudo 08 7.02 ab Cudo 09 5.91 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT

Aksesi 05 dan 04 memiliki kandungan kurkumin yang stabil di ketiga lokasi dan kandungannya di atas rata-rata MMI yaitu 7.30 – 7.32 %, begitu juga dengan aksesi 02

(11)

dan 02 yaitu 7.03 dan 7.02 %. Keempat aksesi tersebut memiliki kandungan kurkumin yang tidak berbeda nyata dengan lima nomor lainnya. Perbedaan yang nyata adalah dengan aksesi lokal yang memiliki kandungan kurkumin dibawah 7 % yaitu aksesi 09.

Gambar 2a. Daging rimpang aksesi 02 di Simo (Boyolali)

Gambar 2b. Daging rimpang aksesi 02 di Nogosari (Boyolali)

Gambar 2c. Daging rimpang aksesi 02 di Bringin

(Semarang) 5. Kandungan minyak atsiri, pati dan kadar air umur sepuluh bulan

Kandungan minyak atsiri, pati dan kadar air sembilan aksesi kunyit bervariasi di ketiga lokasi pengujian (Tabel 11, 12 dan 13).

Tabel 11. Kandungan Minyak atsiri,pati dan kadar air sembilan aksesi kunyit di Bringin (Semarang)

Aksesi Kandungan Minyak

Atisri (%) Kandungan Pati (%) Kadar air (%) Cudo 01 3.97 28.35 7.82 Cudo 02 4.56 31.34 9.68 Cudo 03 5.32 36.13 9.54 Cudo 04 5.06 33.98 7.55 Cudo 05 4.22 26.66 6.59 Cudo 06 4.90 36.54 7.80 Cudo 07 4.99 30.83 8.31 Cudo 08 3.95 28.72 6.52 Cudo 09 5.23 36.14 9.49

Tabel 12. Kandungan minyak atsiri, pati dan kadar air sembilan aksesi kunyit di Nogosari (Boyolali)

Aksesi Kandungan Minyak

Atisri (%) Kandungan Pati (%) Kadar air(%) Cudo 01 4.39 35.78 7.88 Cudo 02 4.59 34.17 5.86 Cudo 03 4.63 36.22 7.50 Cudo 04 4.07 25.01 5.55 Cudo 05 3.48 34.45 9.32 Cudo 06 4.75 37.42 8.64 Cudo 07 4.13 30.49 6.77 Cudo 08 4.76 34.41 9.51 Cudo 09 4.28 28.34 6.81

(12)

Tabel 13. Kandungan minyak atsiri, pati dan kadar air sembilan aksesi kunyit di Simo (Boyolali)

Aksesi Kandungan Minyak

Atisri (%) Kandungan Pati (%) Kadar air (%) Cudo 01 3.33 29.67 7.74 Cudo 02 3.88 32.27 6.89 Cudo 03 3.98 32.08 8.64 Cudo 04 3.62 34.75 8.64 Cudo 05 3.68 34.09 5.60 Cudo 06 3.75 35.96 7.63 Cudo 07 4.01 34.52 6.65 Cudo 08 3.58 33.42 8.40 Cudo 09 4.43 34.90 6.58

Di Bringin (Semarang) kandungan minyak atsiri tertinggi ditampilkan oleh aksesi 04 yaitu 5.06% dan pati tertinggi oleh aksesi 06 yaitu 36.54%. Di Lokasi Nogosari (Boyolali), kandungan minyak atsiri tertinggi ditampilkan oleh aksesi 02 yaitu 4.59% dan pati oleh aksesi 06 yaitu 37.42%. Di Simo Boyolali, minyak atsiri tertinggi ditampilkan oleh aksesi 07 yaitu 4.01% dan pati tertinggi oleh aksesi 06 yaitu 35.96%. Secara keseluruhan, kandungan minyak atsiri sembilan aksesi kunyit di tiga lokasi pengujian melebihi standar nasional Indonesia (SNI) yaitu > 3% maupun MMI (Depkes, 1977). Kadar air rata rata dibawah 10 % sesuai standar MMI.

Kandungan pati dari sembilan aksesi kunyit di tiga lokasi berkisar antara 25.01 % - 37.42 %. Hasil ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun pertama (2009) yaitu 35.58 %- 41.59 %. Tinggi rendahnya kandungan pati dalam rimpang akan menentukan masa simpan benih.

6. Kondisi serangan hama dan penyakit tanaman

Dari ke tiga lokasi secara umum terlihat gejala kerusakan pada daun akibat serangan hama serangga yang dibedakan sebagai (1) Daun terpotong/ tergigit dari pinggiran daun (DT) yang merupakan gejala umum dari belalang (Famili Acrididae:Orthoptera), (2) Daun menggulung dari pinggir (DM) yang merupakan gejala serangan dari serangga Thrips, dan (3) Daun berlubang (DB) yang merupakan gejala serangan dari ulat kantung dan kumbang daun. Untuk jenis penyakit yang ditemukan adalah: a) nekrosa yang melebar muncul dari bagian tepi daun dan b) bercak daun. Sampai saat ini penyebab dari kedua bercak daun masih dalam tahap isolasi jaringan untuk didentifikasi penyebabnya. Ke dua gejala bercak daun tersebut ditemukan pada ke tiga lokasi pengamatan dengan tingkat kerusakan yang bervariasi. Secara umum persentase serangan hama berkisar rendah-sangat rendah (<20%), dengan intensitas serangan sangat rendah (<10%). Dari persentase serangan terlihat bahwa serangan di desa Pelem, Simo (Boyolali)> desa Pojok, Nogosari (Boyolali), Desa Kalijambe, Beringin (Semarang). Walaupun tidak terlihat perbedaan serangannya secara nyata. Ke dua jenis bercak daun banyak ditemukan pada tanaman yang ditanam di Desa Kalijambe, Kecamatan Beringin Kabupaten Semarang. Pada pertanaman di Boyolali, ke dua gejala bercak daun ditemukan dengan luas serangan yang rendah, rata-rata kurang dari 5% dengan tingkat kerusakan kurang dari 10%.

7. Sosial ekonomi kunyit

Ke 3 lokasi penelitian ini sangat cocok untuk pertumbuhan kunyit, terutama di bawah tegakan pohon jati. Menurut keterangan petani, tanaman yang tumbuh dengan baik di bawah tegakan pohon jati, satu-satunya hanya kunyit. Tanaman lain masih bisa tumbuh akan tetapi tidak berbuah., Sehingga pada tahun 2005 pada lokasi penelitian mendapat bantuan bibit kunyit dari Dinas Pertanian setempat dan hampir semua petani

(13)

menanam kunyit, tidak hanya di bawah tegakan pohon jati, tetapi juga ditegalan. Namuni setelah panen, ternyata tidak ada pasar khusus untuk komoditi kunyit. Adapun satu, dua petani yang sengaja menanam kunyit di bawah tegakan pohon jati, akan tetapi tidak di rawat sama sekali. Jadi kendala utama komoditas kunyit di 3 lokasi ini adalah tidak adanya pasar untuk komoditas kunyit. Pada umumnya petani di lokasi penelitian memiliki sawah tadah hujan dan tegalan. Sawah tadah hujan mereka tanami dengan padi sebagian petani digilir dengan tanaman jagung. Sedangkan tegalan mereka tanami dengan kencur tumpangsari dengan kedele, kacang tanah, kacang panjang, jagung dan ketela pohon.

KESIMPULAN DAN SARAN

Karakter morfologi sembilan aksesi kunyit di tiga lokasi pengujian tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantaranya untuk bentuk batang, bentuk helaian daun, ujung daun, pangkal daun, tepi daun, warna bunga dan umur berbunga Karakter warna pangkal batang, pinggir daun serta daun muda dan tua bervariasi di tiga lokasi.

Pertumbuhan sembilan aksesi kunyit di Nogosari dan Simo Boyolali paling optimal dibandingkan dengan lokasi Bringin (Semarang). Di lokasi Nogosari dan Simo pertumbuhan tanaman sesuai dengan umur lima bulan sedangkan di Bringin tidak merata dari ketiga ulangan dimana ulangan satu dan dua lebih baik dari ulangan tiga. Begitu juga dengan komponen pertumbuhan tanaman lebih merata di kedua lokasi yaitu Nogosari dan Simo

Produksi rimpang terbesar ditunjukkan oleh aksesi Cudo 02 berdasarkan hasil uji gabungan di ketiga lokasi yaitu 434.8g/rumpun. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan aksesi Cudo 09 yang merupakan lokal petani yaitu 417.0 g/rumpun. Kondisi ini sangat berbeda nyata dengan aksesi lainnya yang rata rata memiliki berat rimpang sekitar 312 g – 368.2 g. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa aksesi Cudo 02 memiliki potensi hasil rimpang paling tinggi dan mampu beradaptasi dengan optimal di ketiga lokasi.

Kandungan kurkumin tertinggi dimiliki oleh aksesi 05 dan 04 yang stabil di ketiga lokasi dan kandungannya di atas rata-rata MMI yaitu 7.30 dan 7.32%, begitu juga dengan aksesi 02 dan 02 yaitu 7.03 dan 7.02%. Keempat aksesi tersebut memiliki kandungan kurkumin yang tidak berbeda nyata dengan lima nomor lainnya.

Secara keseluruhan, kandungan minyak atsiri sembilan aksesi kunyit di tiga lokasi pengujian melebihi standar nasional Indonesia (SNI) yaitu >3% maupun MMI.

Kandungan pati dari sembilan aksesi kunyit di tiga lokasi berkisar antara 25.01% -37.42%. Hasil ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun pertama (2009) yaitu 35.58%- 41.5

Dari ke tiga lokasi secara umum terlihat gejala kerusakan pada daun akibat serangan hama serangga yang dibedakan sebagai (1) Daun terpotong/ tergigit dari pinggiran daun (DT) yang merupakan gejala umum dari belalang (Famili Acrididae:Orthoptera), (2) Daun menggulung dari pinggir (DM) yang merupakan gejala serangan dari serangga Thrips (3) Daun berlubang (DB) yang merupakan gejala serangan dari ulat kantung dan kumbang daun. Untuk jenis penyakit yang ditemukan adalah: a) nekrosa yang melebar muncul dari bagian tepi daun dan b) bercak daun.

Hasil observasi awal mengenai sosial ekonomi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kunyit ditanam oleh beberapa petani di bawah tegakan jati, untuk kebutuhan rumah tangga dan persiapan kalau ada permintaan dalam jumlah besar. Budidaya kunyit dilakukan secara besar-besaran pada 2005, tetapi harga dan pemasaran yang menjadi kendala meskipun kelompok tani- kelompok tani telah ada di daerah-daerah tersebut, sehingga membuat sebagian petani menanam kunyit hanya sebagai sampingan. Aksesi kunyit yang adaptif pada kondisi di bawah naungan dapat disarankan untuk dikembangkan di sentra pengembangan kunyit di Jawa Tengah sehingga dapat meningkatkan nilai tambah usaha tani di tingkat petani.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A.1988.Perkembangan Penelitian Agronomi Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Adnyana O.M., 1989. Analisis Ekonomi dalam Penelitian Sistem Usahatani. Latihan Metodologi Penelitian Sistem Usahatani. Badan Litbang Pertanian. Jakarta, 1989: 12 p.

Budiarti, S. G. 1995. Karakterisasi Plasma Nutfah Padi. Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Pertanian. Review Hasil dan Program Penelitian Plasma Nutfah Pertanian, Bogor 26-27 Juli 1995. h 31-40.

Finlay, K. W and G.N. Wilkinson, 1963. The Analysis of Adaptation in Plant Breeding Programme. Aust. J. Agril. Res 14 : 752-754.

Ghatak, S dan K. Ingersent, 1998. Agriculture and Economic Development The Johns Hopkins University Press. Baltimore, Maryland, 380 p.

Gittinger J. Price, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi ke dua. Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. 579 p.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Joe, B., M. Vijaykumar and B. R. Lokesh, 2004. Biological Properties of Curcumin-cellular and Molecular Mechanisms of Action. Critical Review in Food Science and Nutrition 44 (2) ; 97-112

Kadariah L.,Karlina dan Gray., 1988. Pengantar Evaluasi Proyek (Jilid I). Lembaga Penerbit FEUI., Jakarta 1978. 122 p.

Rahardjo, M dan O.Rostiana. 2004. Standar Prosedur Operasional Budidaya Kunyit. Circular no.8. Budidaya jahe, kencur, kunyit dan temulawak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 47 hal.

Rukmana, R. 1992. Mengusung Peluang Pasar Ekspor Kunyit. Sinar tani.15 April 1992 Rukmana, R. 1999. Kunyit. Kanisius. Yogyakarta

Syukur, C., L.Udarno, Supriadi, B. Martono, O. Rostiana dan S.F. Syahid.2006. Usulan Pelepasan Varietas Unggul Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.25 hal.(Unpublished).

Gambar

Tabel 1. Karakter morfologi kunyit di tiga lokasi pengujian di Jawa Tengah
Tabel 2. Warna pangkal batang  nomor-nomor kunyit di tiga lokasi
Tabel 6. Warna daun tua bagian atas nomor nomor kunyit di tiga lokasi di Jateng
Tabel 9. Uji lanjut analisis gabungan komponen produksi sembilan aksesi kunyit di ketiga  di Jawa Tengah (Bringin, Nogosari dan Simo)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa profitabilitas tidak ada pengaruh antara hubungan eko-efisiensi dan nilai perusahaan karena dengan perusahaan menerapkan eko-efisiensi maka

Memberi implikasi bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan realistik dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa, maka akan berpengaruh positif pada guru

Berdasarkan hasil evaluasi kualifikasi maka dengan ini Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi I pada Bagian Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Gunung Mas

‫ابلناء اإلجتمايع ىف نظام اإلرث السونداوي‬ ‫دراسة املرياث يف سبع قرى اتلقليدية يف جاوا الغربية‬ DISERTASI Diajukan untuk

Pesaing (competitor) merupakan faktor penting dalam menyusun keberhasilan pemasaran. Kadangkala kita merasa bahwa produk/jasa yang kita ciptakan sudah baik, akan tetapi

Perubahan yang terjadi pada siklus II antara lain: (1) pendekatan guru seperti apersepsi, motivasi dan pengelolaan kelas sudah sangat baik dan sesuai, sehingga siswa

Guru mempertegas dengan memberikan gambaran, bahwa pola lantai tarian yang dilakukan oleh satu orang penari dapat dilihat dari garis- garis di lantai yang dilalui

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, karena jika kurikulum tidak mempunyai dasar pijakan /landasan yang kokoh, maka kurikulum