• Tidak ada hasil yang ditemukan

HANIFATUN NISA A FKIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HANIFATUN NISA A FKIK"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

KONTAMINASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN CAKUNG TAHUN

2016

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh NIM: 1112101000082

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PER}TYATAAI\I PERSETUJUAI\I

Judul Skripsi

KONTAMINASI BAKTENI ESCHERICHA COLI P AJ'A PAI\IGAI\i

JAJANAIT ANAK SEKOLAH (PJAS) Dr SEKOLAIT DASAR

KECAMATAI\I CAKUNG TAIIT]N 2016

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakafta, Maret20l7

Disusun Oleh:

Hanifatun Nisa Ath Thoriooh

NM:

1112101000082

Mengetatrui

Pembimbing

I

Pembimbing II

Dr. ElaLaelasari, S.KM,

M.Kes

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes
(3)

PAMTIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN IUASYAIU{IL{T

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UMVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAI{ JAIA{RTA

IIAI\MIATIIN I\IISA

ATII TIIORIQOH

NIM: 1112101m0082

KONTAMINASI BAKTERI ESCHEMCHIA COLI P N)APAIYGAI{

JAJANAI\I ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR

KECAMATAI\I CAKT]NG TAHT]N 2OT5

Jakarta

Apil20l7

Catur Rosidati. S.KM. M.KM I\IP: 197$210 200801 2 018

Penguii

II

r*

reJ"i"#.lLsi

197102212fi)s01 200,4

(4)

LEMBA.R PERI\[Y^A,TA-AI\[

Dengan ini saya rnenyatakan .bdrwa:

l.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Iknu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UhI) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Gmq Syarif Hidayatullah Jakarta.

3-

Jikadikemudian haxi terbukti bahwakaryaini bukao hasil karyaasli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanlsi yang be.rlaku di Fakultas Kedokter€ndan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri runD Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)

iv FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHTAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Februari 2017

Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh, NIM: 1112101000082

Kontaminasi Bakteri Escherichia coli Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016

(xvi + 119 halaman, 12 tabel, 8 grafik, 1 gambar, 4 bagan, 24 lampiran) ABSTRAK

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar sehingga tidak menjadi media penularan penyakit. Kecamatan Cakung merupakan daerah dengan kejadian diare tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun di Jakarta Timur pada bulan Januari-Juni 2016 dengan 373 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa 87% makanan jajanan di sekolah dasar Kecamatan Cakung positif terkontaminasi bakteri E.coli.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 60 penjamah makanan yang diambil dengan cara

cluster sampling. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 45% PJAS positif terkontaminasi bakteri E.coli. Kontaminasi bakteri E.coli pada makanan berhubungan dengan praktik menggunakan alat bantu penyajian makanan (p = 0,044), tempat menyimpan makanan matang (p = 0,007) dan cara penyajian (p = 0,02). Namun, kontaminasi bakteri E.coli tidak berhubungan dengan praktik mencuci tangan dengan sabun (p = 1,00), cara pencucian peralatan (p = 0,783), jenis sarana berjualan (p = 0,775), dan keberadan fasilitas sanitasi (1,00).

Pihak sekolah disarankan untuk melakukan pendataan pedagang yang berjualan di sekitar sekolah serta melakukan pembinaan dan pemberdayaan dengan memberikan stimulan berupa kelengkapan sarana berjualan, seperti penyediaan fasilitas sanitasi dan tempat sampah. Selain itu, pedagang makanan jajanan disarankan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar tempat pengolahan makanan agar menghindari terjadinya kontaminasi bakteri maupun agen penyakit lain yang dapat masuk ke dalam makanan.

(6)

v FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH

DEPARTEMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated Thesis, February 2017

Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh, NIM: 1112101000082

Contamination of Escherichia coli Bacteria Among School-Food Snacks at Elementary School in Cakung Subdistrict 2016

( xvi + 119 pages, 12 tables, 8 graphs,1 image, 4 charts, 24 appendixs) ABSTRACT

Food is a basic need for human which is needed anytime and require good management, so that can’t be a media transmission of disease. Cakung Subdistrict is area with the highest diarrhea incidences among group of 5-9 years old children in East Jakarta with 373 cases on January-June 2016. Based on previous survey, 87% of school-food snacks at elementary school in Cakung Subdistrict possitive contaminated with E.coli bacteria.

This study aims to determine the contamination of Escherichia coli among school-food snack at elementary school in Cakung districts 2016. The study used cross sectional design. The samples were 60 food handler which taken by cluster sampling. Data analysis was performed with univariate and bivariate by using chi square test.

The results of this study showed that 45% school-food snacks are positive contaminated with E.coli. Contamination of E.coli in school-food snacks are associated with practice of using tools in serving food (p = 0,044), place to store cooked food (p = 0,007), and food serving (p = 0,02). However, contamination of

E.coli in school-food snacks are not associated with practice of hand washing using soap (p = 1,00), washing equipments (p = 0,783), type of vendors (p = 0,775), and sanitation facilities (1,00).

Schools are recommended to collect food vendor seller around school environment and create empowerment by giving stimulant, such as provide sanitation facilities and garbage. In addition, street-food vendors are recommended to observe personal hygiene and environment of food processing in order to avoid contamination of bacteria and other agents that can get into food.

(7)

vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi

Nama Lengkap : Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 10 Juni 1994

Agama : Islam

Alamat Rumah : Komp. SBS Blok CD 1 No. 5 Rt 05/Rw 08, Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi

Email : hanifatunnisa10@gmail.com

Telepon/Hp : 021 – 8857718 / 081808157745 Pendidikan Formal

1998 – 2000 : TK Al – Inayah, Kota Bekasi 2000 – 2006 : SDIT Al – Husnayain, Kota Bekasi 2006 – 2009 : SMPN 5 Kota Bekasi

2009 – 2012 : SMAN 2 Kota Bekasi

2012 – 2017 : S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

2012 – 2014 : Anggota Divisi Keputrian, Komisariat Dakwah (KomDa) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2015 – 2016 : Anggota Divisi Forum Kajian dan Edukasi (Fokasi), Environmental Health Student Association (ENVIHSA) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Kerja

2015 : Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Pondok Ranji, Tangerang Selatan

(8)

vii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan kasih sayang yang diberikan penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak

Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016” dapat terselesaikan.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini, diantaranya:

1. Kedua orang tua penulis, H. Nur S. Buchori, M.Si dan Hj. Kurniasih, serta kedua adik, Fiqih dan Ussy, yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ela Laelasari, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II serta Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

viii 5. Ibu Ninu, Bapak Sudarko, Mas Husen, dan petugas bagian kesling Puskesmas Kecamatan Cakung lainnya yang telah memberikan izin penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi.

6. Ibu Fitri, Mba Yulia dan petugas instalasi biologi lingkungan BBTKLPP Jaakarta lainnya yang telah membantu dalam proses pengujian sampel makanan jajanan.

7. Seluruh dosen-dosen Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan pengalaman baru selama kuliah.

8. Teman-teman kosan hijau, Ukhty dan Tantri yang telah memberikan semangat dan dukungan selama penyusunan skripsi.

9. Seluruh teman-teman Kesehatan Lingkungan 2012 dan Kesehatan Masyarakat 2012 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan skripsi.

10.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberi masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi perbaikan skripsi ini.

Bekasi, Februari 2017

(10)

ix DAFTAR ISI

Pernyataan Persetujuan...i

Lembar Pernyataan...iii

Abstrak...iv

Daftar Riwayat Hidup...vi

Kata Pengantar...vii

Daftar Isi...ix

Daftar Tabel...xi

Daftar Grafik...xii

Daftar Gambar...xiii

Daftar Bagan...xiv

Daftar Istilah...xv

Daftar Lampiran...xvi

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan ... 6

1.4.1 Tujuan Umum ... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat ... 7

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

Bab II Tinjauan Pustaka ... 9

2.1 Kontaminasi Makanan ... 9

2.2 Escherichia coli ... 10

2.3 Faktor Higiene Sanitasi Makanan yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli 15 2.3.1 Higiene Sanitasi Penjamah Makanan ... 16

2.3.2 Higiene Sanitasi Peralatan Penanganan Makanan ... 19

2.3.3 Higene Sanitasi Sarana Penjaja ... 20

2.3.4 Higiene Sanitasi pada Rantai Makanan ... 23

2.4 Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ... 29

2.5 Metode Pengujian Bakteri E.coli pada Makanan ... 31

2.6 Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease) ... 37

(11)

x

2.8 Kerangka Teori ... 44

Bab III Kerangka Konsep, Definisi Operasional, Hipotesis ... 46

3.1 Kerangka Konsep ... 46

3.2 Definisi Operasional ... 47

3.3 Hipotesis ... 49

Bab IV Metode Penelitian ... 50

4.1 Desain Penelitian ... 50

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 50

4.3 Populasi dan Sampel ... 50

4.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 52

4.5 Pengumpulan Data ... 56

4.5.1 Data Primer ... 56

4.5.2 Data Sekunder ... 59

4.6 Instrumen Penelitian ... 59

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 60

4.7.1 Uji Validitas ... 60

4.7.2 Uji Reliabilitas ... 61

4.8 Pengolahan Data ... 61

4.9 Analisis Data ... 62

Bab V Hasil Penelitian ... 64

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

5.2 Analisis Univariat ... 65

5.3 Analisis Bivariat ... 71

Bab VI Pembahasan ... 78

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 78

6.2 Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016... 79

6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ...84

Bab VII Simpulan dan Saran ... 110

7.1 Simpulan ... 110

7.2 Saran ... 111

Daftar Pustaka ... 112

(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan ... 24

Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan Makanan Jadi/Masak ... 28

Tabel 2.3 Klasifikasi Foodborne Disease Berdasarkan Jenis Mikroorganisme ... 38

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 47

Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel ... 51

Tabel 5.1 Hubungan antara Praktik Mencuci Tangan dengan Sabun dengan Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016... 71

Tabel 5.2 Hubungan antara Praktik Menggunakan Alat Bantu Penyajian Makanan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ... 72

Tabel 5.3 Hubungan antara Cara Pencucian Peralatan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ... 73

Tabel 5.4 Hubungan antara Jenis Sarana Berjualan dengan Kontaminasi E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ... 74

Tabel 5.5 Hubungan antara Keberadaan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ... 75

Tabel 5.6 Hubungan antara Tempat Menyimpan Makanan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli pada PJAS di Sekolah Dasar Kecamatan Cakung Tahun 2016 ... 76

(13)

xii DAFTAR GRAFIK

(14)

xiii DAFTAR GAMBAR

(15)

xiv DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 45

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 46

Bagan 4.1 Penentuan Lokasi Penelitian ... 53

(16)

xv DAFTAR ISTILAH

BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan

BTP : Bahan Tambahan Pangan

FAO : Food and Agricultural Organization FIFO : First In First Out

FEFO : First Expired First Out GMP : Good Manufacturing Practice KLB : Kejadian Luar Biasa

(17)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1 Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan manusia setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar dapat bermanfaat bagi tubuh. Masalah makanan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian khusus dalam penyelenggaraan kesehatan secara keseluruhan (Chusna, 2013). Keamanan pangan merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Makanan dapat menjadi media penularan penyakit bagi manusia apabila terkontaminasi oleh patogen yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan (foodborne disease), dimana kasus yang paling sering ditemui adalah diare (Ruchiyat, 2007).

Prevalensi kejadian diare di Indonesia pada kelompok umur 5 – 14 tahun sebesar 9% di tahun 2007 (Kemenkes RI, 2011). Di Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, prevalensi kejadian diare pada kelompok umur 5 – 9 tahun sebesar 2,57%. Wilayah dengan angka kesakitan diare tertinggi yaitu Jakarta Timur dengan jumlah kejadian diare mencapai 5.972 kasus di tahun 2014 pada kelompok umur 5 – 9 tahun. Kecamatan Cakung merupakan lokasi di Jakarta Timur dengan angka kejadian diare tertinggi pada kelompok umur 5 – 9 tahun selama bulan Januari sampai Juni 2016 dengan jumlah 373 kasus (Surveilans Dinkes DKI, 2016).

(19)

2 itu sendiri (WHO, 2015). Menurut BPOM (2012), kontaminasi pada makanan paling banyak disebabkan oleh cemaran bakteri sebesar 74,9%, sedangkan penyebab lainnya adalah penggunaan BTP berlebih berupa pewarna makanan 15,7% dan penggunaan bahan berbahaya sebesar 9% (Kemenkes, 2015). Salah satu bakteri penyebab diare yang paling banyak ditemui adalah adanya kontaminasi dari

Escherichia coli pada makanan atau sumber air yang digunakan dalam mengolah makanan (Setyorini, 2013). Menurut WHO (2006), bakteri E.coli merupakan mikroorganisme patogen yang sering ditemukan pada anak yang mengalami diare akut di negara berkembang dengan persentase sebesar 10-20%, sedangkan bakteri lainnya yaitu Vibrio cholera sebesar 5-10% dan Salmonella sebesar 1-5%.

Anak sekolah merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit melalui makanan, dimana makanan yang dikonsumsi dibeli di kantin sekolah atau penjaja kaki lima (WHO, 2006). Kantin sekolah merupakan pelayanan khusus yang menyediakan makanan dan minuman untuk para siswa dan staf sekolah lainnya, di suatu tempat yang biasanya merupakan bagian dari bangunan sekolah (Suteki dan Karwanto, 2014). Sedangkan pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang untuk dijual di atas trotoar atau di tepi jalan, di sekitar pusat perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap ataup setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore, maupun malam hari (Setyowati, 2004). Berdasarkan jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM), kontaminasi E.coli

(20)

3 Makanan jajanan yang dijual oleh di kantin sekolah dan pedagang kaki lima banyak disukai karena rasanya, harganya yang murah dan tersedia setiap saat (Odonkor et.al, 2011). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya angka kesakitan diare disebabkan karena tidak mencuci tangan setelah buang air besar, tidak mencuci tangan sebelum memasak dan membeli makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima (Muhonjal et.al, 2014). Berdasarkan Food and Agricultural Organization (FAO), sebanyak 2,5 juta orang memakan makanan jajanan setiap harinya, oleh karena itu praktik pengolahan makanan oleh penjamah makanan berperan penting dalam keamanan makanan jajanan itu sendiri (Gadi et. al, 2013). Kejadian penyakit bawaan makanan lainnya dapat terjadi akibat buruknya praktik

personal hygiene pedagang yang menjual makanan jajanan di sekolah, tempat penginapan maupun rumah sakit (Odonkor et.al, 2011).

Penjamah makanan merupakan karier atau dapat menjadi media penularan dari bakteri enteric patogen (Muhonjal et.al, 2014). Menurut Bhaskar et.al (2004)

personal hygiene yang buruk dapat memfasilitasi terjadinya proses kontaminasi bakteri patogen dari lingkungan ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang dimakan. Selain itu, kondisi lingkungan di sekitar tempat berjualan, seperti adanya saluran pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah dan genangan air akan membuat lalat maupun binatang vektor penyakit lainnya dapat mengkontaminasi makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima tersebut (Chumber et.al, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan Odonkor et.al (2011) praktik personal hygiene

(21)

4 Kontaminasi bakteri E.coli pada makanan dapat menyebabkan diare bagi manusia. Kontaminasi E.coli pada makanan dapat berasal dari buruknya higiene sanitasi penjamah makanan, peralatan pengolahan makanan, kondisi sarana penjaja, hingga cara penyajian makanan. Makanan yang dijual di kantin sekolah maupun pedagang kaki lima di sekitar sekolah dasar dapat berpotensi menyebabkan kejadian penyakit bawaan makanan akibat kontaminasi E.coli, karena perilaku dan kondisi higiene sanitasi makanan yang buruk. Anak sekolah merupakan usia yang rentan terhadap penyakit, sehingga jika kondisi makanan yang dikonsumsi tidak baik akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

(22)

5

Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi kontaminasi bakteri Escherichia coli, praktik mencuci tangan dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara pencucian peralatan, jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat menyimpan makanan matang dan cara penyajian pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

2. Bagaimana hubungan antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

3. Bagaimana hubungan antara menggunakan alat bantu penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

4. Bagaimana hubungan antara cara pencucian peralatan dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

5. Bagaimana hubungan antara jenis sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri

Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

(23)

6 7. Bagaimana hubungan antara tempat menyimpan makanan matang dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

8. Bagaimana hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri

Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya distribusi kontaminasi bakteri Escherichia coli, praktik mencuci tangan dengan sabun, menggunakan alat bantu penyajian makanan, cara pencucian peralatan, jenis sarana berjualan, keberadaan fasilitas sanitasi, tempat menyimpan makanan matang dan cara penyajian pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

2. Diketahuinya hubungan antara praktik mencuci tangan dengan sabun dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

3. Diketahuinya hubungan antara menggunakan alat bantu penyajian makanan dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

(24)

7 5. Diketahuinya hubungan antara jenis sarana berjualan dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

6. Diketahuinya hubungan antara keberadaan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

7. Diketahuinya hubungan antara tempat menyimpan makanan matang dengan kontaminasi bakteri Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

8. Diketahuinya hubungan antara cara penyajian dengan kontaminasi bakteri

Escherichia coli pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016.

1.5 Manfaat

1. Bagi Sekolah Dasar

Sebagai informasi mengenai higiene sanitasi makanan sehingga dapat dilakukan pengawasan pada pedagang PJAS di sekitar sekolah untuk menghindari dampak kejadian foodborne disease.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan mengenai PJAS serta melakukan pengawasan dan penyuluhan kepada pedagang terkait dengan higiene sanitasi makanan.

3. Bagi Peneliti Lain

(25)

8 1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi bakteri Escherichia coli

pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar Kecamatan Cakung tahun 2016. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan pada bulan November-Desember 2016. Sampel pada penelitian ini adalah pedagang makanan yang berjualan di kantin maupun sekitar sekolah dasar di Kecamatan Cakung antara pukul 08.00–11.00 yang berjumlah 60 penjamah makanan.

(26)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2 Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Kontaminasi Makanan

Kontaminasi makanan adalah terdapatnya benda-benda asing (bahan biologi, kimia atau fisik) yang tidak dikehendaki dalam makanan secara tidak sengaja dari suatu produk atau benda dan peralatan yang digunakan dalam produksi (Purnawijayanti, 2001). Kontaminasi makanan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan akibat masuknya agen penyakit yang masuk ke dalam makanan. Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari pekerja, peralatan, sampah, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti udara dan air. dari seluruh sumber kontaminasi makanan tersebut pekerja adalah yang paling besar pengaruh kontaminasinya (Setyorini, 2013).

Beberapa jenis agen yang dapat mengontaminasi makanan antara lain (Aswar, 2001):

1. Golongan Mikroorganisme

(27)

10 2. Golongan Fisik

Golongan fisik yang dapat mengontaminasi makanan berasal dari potongan gelas, serangga, kaca, dan kerikil. Untuk itu perlu dilakukan penyortiran sebelum makanan disajikan.

3. Golongan Kimia

Kontaminasi makanan akibat zat kimia biasanya terjadi karena kecelakaan atau kelalaian, misalnya meletakkan insektisida berdekatan dengan bumbu dapur. Selain itu, pembungkus makanan yang terbuat dari logam dapat menyebabkan keracunan makanan karena zat kimia dalam logam tersebut. Jenis zat kimia yang sering mencemari makanan adalah arsen, kadmium, dan tembaga.

4. Golongan Parasit

Berbagai jenis cacing dan amuba merupakan salah satu golongan parasit yang dapat mengontaminasi makanan. Cacing dapat menimbulkan penyakit kecacingan, sedangkan amuba dapat menimbulkan penyakit disentri.

2.2 Escherichia coli

(28)

11 Salah satu bakteri indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi makanan adalah bakteri Escherichia coli (Purwiyatno, 2009). Bakteri indikator merupakan bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kontaminasi feses manusia atau hewan, dimana bakteri tersebut merupakan organisme komensial dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Sehingga bakteri tersebut dapat menunjukkan tingkat kebersihan dan kemungkinan adanya patogen. Bakteri E.coli

merupakan salah satu jenis bakteri coliform fecal yang secara normal tidak terdapat dalam air maupun makanan, oleh karena itu adanya bakteri tersebut dalam air atau makanan, melainkan akan dieksresikan keluar tubuh manusia melalui tinja. Sehingga adanya E.coli pada makanan atau minuman mengindikasikan telah terjadi kontaminasi tinja (Fathonah, 2005).

Jalur migrasi kontaminasi bakteri E.coli dari makanan ke manusia dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: Pruss-Ustun dkk (2008)

(29)

12 Berdasarkan gambar 2.1 diketahui bahwa bakteri E.coli berasal dari tinja manusia maupun hewan yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur fekal-oral. Bakteri tersebut akan menempel pada tangan manusia jika manusia tersebut tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Selain itu, keberadaan toilet dan saluran pembuangan limbah juga dapat menjadi media penyebaran bakteri E.coli apabila saluran tersebut mencemari air tanah maupun air permukaan yang digunakan manusia untuk air minum, mencuci bahan makanan dan memasak. Keberadaan vektor seperti lalat juga dapat menjadi vektor mekanik media penularan bakteri E.coli ketika lalat yang membawa bakteri pada tubuhnya tersebut hinggap pada makanan yang akan dikonsumsi manusia. Sehingga manusia yang mengonsumsi makanan tersebut akan menderita penyakit bawaan makanan, seperti diare.

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting untuk mengetahui cara mengendalikan keberadaan mikroorganisme dalam makanan (Sudarna dan Swacita, 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan E.coli pada makanan antara lain:

1. Suhu

(30)

13 pada suhu 0-20oC; 2) Mesofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 25-40 oC; 3) Termofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu >50 oC (Abrar, 2013). Bakteri golongan Enterobacteriaceae termasuk strain E.coli memiliki suhu optimum pertumbuhan 37 oC. Bakteri ini merupakan jenis bakteri tahan panas, dimana mampu tumbuh hingga pada suhu 44 oC dan memiliki suhu minimum untuk pertumbuhan hingga lebih dari 7-8 oC (Baylis dkk, 2011).

2. pH

pH merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri tersebut berkaitan dengan aktivitas enzim, dimana enzim tersebut dibutuhkan oleh beberapa bakteri untuk mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Jika dalam suatu medium atau lingkungan tidak memiliki pH yang optimum maka kerja enzim-enzim tersebut akan terganggu dan pertumbuhan bakteri itu sendiri juga akan terganggu (Suriani dkk, 2013). Berdasarkan derajat keasaman, bakteri dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu asidofilik (pH <5,5), netrofilik (pH 6,0-8,0), dan alkalofilik (pH >8,5) (Jawetz dan Adelberg, 2005). pH optimum untuk pertumbuhan bakteri ini yaitu antara 7-7,5. Sedangkan pH minimum pertumbuhan adalah 4 dan pH maksimum pertumbuhan adalah 9 (Faridz dkk, 2007).

3. Kelembaban

Kelembaban berhubungan dengan aktivitas air (Aw). Apabila pangan yang

mempunyai nilai Aw rendah dan ditempatkan pada lingkungan dengan

kelembaban yang relatif tinggi akan mudah menyerap air. Sehingga semakin banyak air yang terserap akan meningkatkan nilai Aw dan pangan akan mudah

(31)

14 ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai kelembaban yang rendah akan mengalami kehilangan air dan menyebabkan nilai Aw akan menurun serta

mengakibatkan mutu pangan menjadi menurun pula (Zulaikhah, 2005). 4. Ketersediaan Oksigen

Oksigen merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dalam pertumbuhan bakteri. Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dibedakan menjadi empat kelompok, antara lain (Zulfa, 2011):

a.) Aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

b.) Anaerob, yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

c.) Anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.

d.) Mikroearofil, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih rendah dari pada konsentrasi oksigen yang normal di udara.

E.coli termasuk ke dalam bakteri yang bersifat anaerob fakultatif berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen.

5. Aktivitas Air

(32)

15 2009). Kadar air minimum untuk pertumbuhan bakteri E.coli adalah 0,96 (Faridz dkk, 2007).

6. Nutrisi

Bakteri memerlukan nutrisi sebagai sumber energi serta pembuatan bahan struktural tubuhnya dan protoplasma. Nutrisi yang berperan penting dalam pertumbuhan bakteri yaitu asam amino, untuk sintesis protein; purin dan pirimidin untuk sintesis asam nukleat; dan vitamin, seperti thiamin, flavine ribosom dan asam nikotinat untuk sintesis enzim (Forythe dan Hayes, 1998).

E.coli secara normal dapat ditemukan dalam usus besar manusia dan dapat ditemukan pada feses dalam jumlah besar secara nornal. Namun, terdapat 2 golongan

E.coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu golongan Entero Toxigenik Escherichia coli dan golongan Entero Invasive Escherichia coli. (Sofiana, 2009). E.coli yang terdapat dalam makanan dan minuman merupakan indikator sanitasi, dimana makanan dan minuman tersebut terkontaminasi oleh feses manusia (Lestari dkk, 2015). Kontaminasi E.coli pada makanan dan minuman disebabkan karena penanganan makanan dan minuman yang kurang baik oleh penjamah makanan (Susanna dkk, 2003).

2.3 Faktor Higiene Sanitasi Makanan yang Berhubungan dengan Kontaminasi Bakteri E.coli

(33)

16 itu sendiri, proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, sampai penyajian hingga makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen (Yuliastri dan Yulianto, 2013). Menurut Kepmenkes 942 tahun 2003, higiene sanitasi merupakan upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Manfaat dari penerapan higiene dan sanitasi makanan, antara lain (Nuryani, 2015):

1. Menjamin keamanan dan kemurnian makanan. 2. Mencegah konsumen dari penyakit.

3. Mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. 4. Mengurangi kerusakan makanan atau pemborosan makanan.

2.3.1 Higiene Sanitasi Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Higiene sanitasi penjamah makanan merupakan kunci kebersihan dan kualitas makanan yang aman dan sehat. Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain (Kemenkes RI, 2003):

1) Tidak menderita penyakit mudah menular misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya

(34)

17 5) Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan

6) Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;

7) Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya)

8) Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung

Menurut (Rachmawati dkk, 2015), aspek higiene sanitasi penjamah makanan yang mempengaruhi kontaminasi bakteri E.coli pada makanan, antara lain:

1. Mencuci Tangan dengan Sabun

Mencuci tangan merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit infeksi. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri maupun virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Mencuci tangan tidak hanya dilakukan ketika tangan tampak kotor, namun mencuci tangan dianjurkan pada saat menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memberi makan pada anak, setelah buang air besar dan setelah membersihkan anus anak (Luby dkk, 2011). Pencucian dengan sabun dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Rosidi dkk, 2010).

(35)

18 membersihkan sela-sela jari dan punggung tangan, membersihkan kuku dan ibu jari, membilas tangan dengan air mengalir, dan terakhir mengeringkan tangan dengan lap atau handuk yang bersih.

2. Penggunaan Alat Bantu Penyajian Makanan

Alat bantu digunakan untuk mengambil makanan matang atau melakukan pengemasan makanan agar tidak terjadi kontak langsung dengan tangan penjamah makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya kontaminasi makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam makanan, terutama makanan jadi. Selain itu, menurut Moehyi (1992) memegang makanan secara langsung selain tampak tidak etis, juga akan mengurangi kepercayaan pelanggan.

3. Kebersihan Kuku dan Tangan

Kuku merupakan salah satu media yang dapat dengan mudah menyebarkan bakteri. Penjamah makanan harus memiliki kuku yang pendek dan bersih. Kuku yang kotor dan panjang dapat membawa telur cacing atau bakteri patogen yang dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan. Memotong kuku sebaiknya dilakukan minimal satu kali seminggu dengan pemotong kuku dan hindari kebiasaan menggigit kuku (Kemenkes RI, 2011).

4. Tidak Menderita Penyakit Diare

(36)

19 kontaminasi pada makanan tersebut (Pujiati dkk, 2015). Penjamah makanan harus dalam keadaan sehat dan harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dua kali setahun. Jika sakit, sebaiknya penjamah makanan tidak bekerja langsung pada proses pengolahan dan penyajian makanan (Kemenkes RI, 2011).

2.3.2 Higiene Sanitasi Peralatan Penanganan Makanan

Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi, yaitu (Kemenkes RI, 2003):

1) Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun, lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih

2) Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

3) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.

(37)

20 pembersihan, peralatan dicuci menggunakan air dan detergen. Penggunaan detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan lemak, mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya. Detergen yang digunakan untuk mencuci alat pengolahan tidak boleh bersifat korosif (BPOM RI, 2008).

Menurut Kemenkes RI (2011) pencucian peralatan harus menggunakan sabun/detergen, air panas dan air bersih serta memberikan sanitizer berupa larutan kaporit 50 ppm atau iodophor 12,5 ppm. Langkah-langkah pencucian peralatan yang baik menurut Washington State Departement of Health (2013), yaitu dengan membersihkan bak tempat pencucian peralatan, membuang sisa makanan yang menempel pada peralatan ke tempat sampah, membilas peralatan dengan air, memberikan sabun, kemudian bilas dengan air bersih, memberikan

sanitizer dan terakhir tiriskan peralatan hingga kering dan diletakkan pada tempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran. Penggunaan sikat dan sponges

untuk mencuci peralatan dapat membantu menghilangkan sisa makanan maupun material deposit lainnya yang terdapat pada peralatan penanganan makanan.

2.3.3 Higene Sanitasi Sarana Penjaja

(38)

21 bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), dan tempat sampah.

Lokasi pengolahan makanan yang berdekatan dengan sumber pencemaran sangat rentan menyebabkan makanan terkontaminasi oleh patogen yang berada di lingkungan sekitar. Lokasi berjualan yang dekat dengan tempat pembuangan sampah, jalan raya dan saluran pembuangan limbah dapat memengaruhi kontaminasi makanan karena adanya vektor penyakit, seperti lalat atau kecoa yang dapat membawa patogen penyakit. Tempat pembuangan sampah merupakan media tempat berkembangbiaknya lalat. Sehingga jarak tempat pembuangan sampah dengan tempat berjualan perlu diperhatikan untuk mencegah terkontaminasinya makanan akibat patogen yang dibawa oleh vektor penyakit. Menurut (Kusumawati dan Yudhastuti, 2013), jarak lokasi berjualan dengan sumber pencemar minimal lebih dari 100 m.

Sarana penjaja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kontaminasi E.coli. Sarana penjaja mencakup beberapa aspek berikut:

1. Jenis Sarana Berjualan

(39)

22 bangunan kantin maupun kios kecil (WHO, 2010). Penjaja makanan yang menggunakan sarana berupa bangunan kantin biasanya memiliki praktik higiene penanganan dan penyimpanan makanan, sarana dan fasilitas sanitasi serta sanitasi tempat dan peralatan yang lebih baik daripada penjaja yang berjualan di luar/pedagang keliling (Yasmin dan Madanijah, 2010).

2. Tempat Penyimpanan Makanan Matang

Makanan matang perlu disimpan pada tempat yang tertutup dan terhindar dari debu, vektor penyakit maupun sumber tercemar lainnya yang dapat berpotensi menyebabkan kontaminasi pada makanan. Untuk makanan yang disajikan dalam keadaan panas, sebaiknya suhu tempat menyimpan makanan matang tersebut pada suhu 60oC atau lebih, sedangkan untuk makanan yang akan disajikan dalam keadaan dingin, tempat menyimpan makanan matang sebaiknya diletakkan pada suhu kurang dari 7oC (FAO , 2009).

3. Keberadaan Tempat Sampah

Tempat sampah diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun harus dalam jumlah yang cukup, tertutup dan tidak bocor sehingga sampah tidak mudah tercecer keluar dan menimbulkan bau tidak sedap serta dapat mengundang lalat atau kecoa yang berpotensi mengakibatkan kontaminasi pada makanan. Sampah yang dihasilkan dari proses pengolahan makanan disimpan dalam wadah khusus yang kedap air dan memiliki tutup. Sebaiknya tempat sampah diberi alas kantong plastik dan dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering (Laelasari, 2015).

4. Keberadaan Fasilitas Sanitasi

(40)

23 meliputi tempat untuk mencuci tangan, alat dan bahan baku. Keberadaan tempat cuci tangan, peralatan dan bahan baku diperlukan untuk mencegah kontaminasi bakteri E.coli ke makanan yang akan diolah. Tempat cuci tangan, peralatan dan bahan baku perlu diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja. Jumlahnya juga perlu disesuaikan dengan jumlah pengguna serta dilengkapi dengan air mengalir dan sabun (Kemenkes RI, 2011).

2.3.4 Higiene Sanitasi pada Rantai Makanan 1) Pemilihan Bahan Makanan

Bahan makanan dapat dibedakan dalam 3 golongan, yaitu bahan makanan mentah, makanan terolah dan makanan siap santap. Bahan makanan mentah merupakan bahan makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, seperti daging, telur, ikan, tepung dan biji-bijian. Makanan terolah yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, seperti tahu, tempe, kornet dan ikan kaleng. Sedangkan makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan, seperti bakso, ayam goreng dan mie kuah (Nuryani, 2015).

(41)

24 karakteristik dari bahan pangan segar yaitu mudah mengalami kerusakan akibat berbagai cemaran yang bersifat fisik, kimia, maupun mikrobiologi (Laelasari, 2015).

2) Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan makanan dan produk pangan yang diolah. Tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik untuk diterapkan antara lain (Kemenkes RI, 2011):

a) Terdapat tempat penyimpanan bahan pangan, tempat penyimpanan makanan jadi yang akan disajikan, tempat penyimpanan bahan baku bukan pangan dan tempat penyimpanan peralatan.

b) Tempat penyimpanan bahan mentah termasuk bumbu dan BTP harus terpisah dengan produk atau makanan yang siap disajikan.

[image:41.595.111.532.169.662.2]

c) Penyimpanan bahan pangan dan produk pangan harus sesuai dengan suhu penyimpanan yang dianjurkan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan

No Jenis Bahan Makanan

Digunakan Dalam Waktu

≤ 3 Hari 4 – 7 Hari >7 Hari 1 Daging, ikan, udang

dan olahannya

-5o s/d 0oC -10o s/d -5oC

>-10oC 2 Telor, susu dan

olahannya

5o s/d 7oC -5o s/d 0oC >-5oC 3 Sayur, buah dan

minuman

10oC 10oC 10oC 4 Tepung dan biji 25oC atau

suhu ruang

25oC atau suhu ruang

25oC atau suhu ruang d) Jika menyimpan makanan mentah dan matang dalam lemari pendingin

yang sama, maka simpanlah:

(42)

25 2. Telur pada rak yang telah disediakan. Telur dicuci terlebih dahulu

sebelum disimpan.

3. Sayuran dan buah di rak tengah.

4. Makanan matang pada rak paling atas dikemas dalam wadah tertutup atau kantung plastik.

e) Semua makanan matang dan mudah rusak disimpan pada suhu dingin (<5oC). Jangan menyimpan makanan terlalu lama meskipun di dalam lemari pendingin. Panaskan kembali makanan yang akan disajikan setelah disimpan di dalam lemari pendingin.

f) Hindari terlalu sering membuka lemari pendingin. Jika lemari pendingin sering dibuka, suhu di dalamnya tidak terjaga dengan baik, terutama di daerah beriklim panas.

g) Sediakan tempat khusus untuk menyimpan bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci peralatan dan minyak tanah. Bahan berbahaya seperti pembasmi serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan berbahaya lainnya tidak boleh disimpan di tempat pengolahan makanan.

h) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat, burung dan mikroba, serta harus ada sirkulasi udara yang cukup.

3) Pengolahan Makanan

(43)

26 pengolahan makanan ini harus memperhatikan kaidah cara pengolahan makanan yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah Good Manufacturing Practice (GMP) (WHO, 1993).

Tata cara pengolahan pangan dapat dilakukan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):

a) Semua jenis pangan segar harus dicuci dengan air bersih yang mengalir sebelum diolah.

b) Pencairan pangan beku dilakukan dalam wadah tertutup atau dengan menggunakan air mengalir. Pangan yang sudah tidak beku harus segera dimasak, tidak boleh dibekukan kembali, karena pembekuan berulang akan menyebabkan pangan mudah ditumbuhi mikroba.

c) Masaklah bahan panagn terutama daging, unggas , telur dan pangan asal laut dengan sempurna sampai seluruhnya terpapar panas. Untuk daging dan unggas pastikan bahwa semua bagian daging tidak berwarna merah muda lagi.

d) Masaklah pangan seperti sup dan pangan lain yang direbus sampai mendidih selama sedikitnya 1 menit.

e) Jika harus memanaskan, panaskan kembali makanan matang sampai panasnya menyeluruh.

4) Pengangkutan/Distribusi Makanan

(44)

27 pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri (Nuryani, 2015). Pengangkutan makanan perlu memperhatikan hal-hal berikut (Kemenkes RI, 2011):

a) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)

b) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis

c) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan tertup d) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan

jumlah makanan yang akan ditempatkan

e) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair f) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar

makanan tetap panas pada suhu 60oC atau tetap dingin pada suhu 40oC 5) Penyimpanan Makanan Matang

Makanan yang telah matang perlu disimpan dengan memperhatikan hal-hal berikut (Kemenkes RI, 2011):

a) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO), yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dikonsumsi terlebih dahulu

b) Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air

c) Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah

(45)
[image:45.595.115.544.113.578.2]

28 Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan Makanan Jadi/Masak

No Jenis Makanan

Suhu Penyimpanan Disajikan

dalam waktu lama

Akan segera disajikan

Belum segera disajikan 1 Makanan kering 25o s/d 30oC

2 Makanan basah

(berkuah) >60

o

C -10oC 3 Makanan cepat basi

(santan, telur, susu) ≥65,5

o

C -5o s/d -1oC

4 Makanan yang

disajikan dingin 5

o

s/d 10oC <10oC

6) Penyajian Makanan

Proses pengemasan dan penyaian makanan yang baik dan benar akan berperan dalam menjaga mutu dan keamanan hasil olahan pangan, serta meningkatkan nilai estetika. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan (Kemenkes RI, 2003). Proses pengemasan dan penyajian makanan dapat dilakukan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):

a) Menjaga makanan dalam keadaan tertutup,

b) Jangan membiarkan makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam. c) Simpan segera semua makanan yang cepat rusak dalam lemari

pendingin (< 5oC).

d) Pertahankan suhu makanan > 60oC sebelum disajikan.

(46)

29 f) Jangan biarkan makanan beku mencair pada suhu ruang.

g) Tidak menggunakan kemasan dari kertas/plastik bekas, koran bekas, dan kertas bekas fotokopi. Kertas/plastik tersebut mengandung timbal dan kemungkinan cemaran bakteri patogen yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

h) Tidak menggunakan kemasan plastik berwarna yang tidak semestinya, seperti menggunakan kantong kresek untuk membawa makanan gorengan atau makanan basah lainnya.

i) Tidak menggunakan sterofoam untuk mewadahi makanan yang panas, dimana akan berbahaya karena terbuat dari butiran-butiran styrene, yang diproses dengan menggunakan benzena yang merupakan zat yang bisa menimbulkan penyakit.

2.4 Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

(47)

30 Salah satu tempat yang menjual makanan jajanan adalah sekolah. Makanan jajanan yang terdapat di sekolah berasal dari kantin sekolah dan pedagang diluar sekolah. Jenis pangan yang dijual di kantin sekolah atau pedagang di luar sekolah sangat beragam dan dapat dikelompokkan sebagai berikut (BPOM RI, 2012):

a) Makanan Sepinggan

Makanan sepinggan merupakan makanan kelompok utama yang bersifat mengenyangkan dan dapat menggantikan makanan utama. Makanan ini dikenal dengan istilah “jajanan berat”. Contoh makanan jenis ini, yaitu bakso, mie

ayam, nasi goreng, gado-gado, lontong sayur, siomay, ketoprak dan soto ayam. b) Camilan/Snack

Makanan camilan/snack merupakan makanan yang dikonsumsi di luar makanan utama. Makanan camilan terdiri dari dua jenis, yaitu camilan basah, seperti gorengan, lemper, donat, jelly, dan kue lapis; dan camilan kering, seperti keripik, biskuit, kue kering, dan permen.

c) Minuman

Minuman yang dijual merupakan minuman yang disajikan dalam gelas yang siap untuk diminum. Contoh jenis ini adalah es teh manis, es jeruk, es cendol, es campur, dan es doger.

d) Buah

(48)

31 2.5 Metode Pengujian Bakteri E.coli pada Makanan

a) Total Plate Count (TPC)

Total Plate Count (TPC) atau dikenal juga dengan Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode pengujian bakteri pada makanan, dimana menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100 ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM RI, 2008). Total Plate Count (TPC) merupakan indikator umum yang menggambarkan derajat kontaminasi makanan (Puspandari dan Isnawati, 2015).

Kelebihan dari metode ini antara lain, beberapa mikroba dapat dihitung sekaligus, hanya sel mikroba hidup yang dapat dihitung, dan dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang memiliki penampang spesifik. Namun, kelemahan dari metode ini, yaitu hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni, media dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah yang berbeda pula, mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada media padat dan membentuk koloni yang kompak, jelas dan tidak menyebar, serta memerlukan persiapan dan waktu inkubasi yang relatif lama hingga pertumbuhan koloni dapat dihitung (Fardiaz, 1992).

Prosedur pemeriksaan bakteri E.coli pada makanan dengan metode TPC menurut APHA 2001 adalah sebagai berikut (Da Silva et. al, 2012):

(49)

32 Sebanyak 25 gram sampel makanan atau 250 ml sampel minuman diambil dan dilarutkan dalam 225 ml air peptone. Setelah itu dilakukan pengenceran dan memasukkan larutan tersebut ke dalam tabung reaksi dengan konsentrasi larutan untuk masing-masing tabung sebesar 10-1, 10-2, dan 10-3. Kemudian dilakukan inokulasi sampel dalam tabung reaksi tersebut ke dalam cawan petri yang telah berisi media agar Violet Red Bile (VRB).

2) Inkubasi dan perhitungan koloni

Media agar VRB hasil inokulasi sampel kemudian diinkubasi pada suhu 36oC selama 18 – 24 jam. Setelah 18 – 24 jam, ambil cawan petri yang berisi 15 -150 koloni dan hitung koloni dalam media agar VRB yang berwarna merah keunguan dengan diameter 0,5 mm atau lebih. 3) Uji penegasan

Untuk memastikan bahwa koloni tersebut merupakan bakteri E.coli

maka dilakukan inokulasi kembali koloni yang terdapat pada cawan petri tersebut ke dalam tabung berisi media Brilliant Green Bile Broth

(BGB). Kemudian diinkubasi kembali pada suhu 35,5oC selama 24 – 26 jam dan periksa apakah terbentuk gas dalam tabung tersebut. Apabila terbentuk gas, maka dilakukan pengujian gram, oksidasi, dan indol. Hasil dalam uji penegasan untuk bakteri E.coli diperoleh jika hasil pengujian gram menunjukkan negatif, uji oksidasi negatif dan uji indol positif.

4) Perhitungan hasil

(50)

33 koloni yang terkonfirmasi sebagai bakteri E.coli. Misalnya, jika pada hasil pengenceran sampel dengan konsentrasi 10-4 didapatkan 65 koloni dimana, 4 dari 5 koloni (80%) diketahui merupakan bakteri E.coli

setelah dilakukan uji penegasan, maka perhitungannya adalah 65 x 0,8 x 104= 520.000 CFU/g = 5,4 x 105CFU/g.

b) Most Probable Number (MPN)

Most Probable Number (MPN) merupakan metode pengujian bakteri pada makanan menggunakan media cair dengan tiga replikasi dan hasil akhir berupa kekeruhan atau perubahan warna dan atau pembentukan gas yang juga dapat diamati secara visual dan interpretasi hasil dengan merujuk kepada tabel MPN. Metode MPN biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Metode ini dikenal dengan 2 cara, yaitu metode 3 tabung dan metode 5 tabung (BPOM RI, 2008).

(51)

34 Langkah-langkah untuk melakukan pemeriksaan bakteri E.coli pada makanan dengan menggunakan metode MPN menurut APHA 2001 adalah sebagai berikut (Da Silva et. al, 2012):

1) Persiapan sampel dan inokulasi

Sebanyak 25 gram sampel makanan atau 25 ml sampel minuman dilarutkan dalam 225 ml air peptone 0,1% atau buffer Butterfield’s

Phospate (pengenceran 10-1). Setelah itu dilakukan pengenceran dan memasukkan larutan tersebut ke dalam tabung reaksi dengan konsentrasi larutan untuk masing-masing tabung sebesar 10-1, 10-2, dan 10-3. Kemudian dilakukan inokulasi sampel dalam masing-masing tabung reaksi tersebut ke tabung reaksi lain yang telah berisi media berupa larutan Lauryl Sulfate Tryptose (LST) sebanyak 1 ml.

2) Inkubasi untuk uji presumtif

Tabung reaksi yang berisi larutan LST hasil inokulasi sampel kemudian diinkubasi pada suhu 35,5oC selama 24 – 26 jam dan perhatikan apakah terdapat gas yang terbentuk, apabila terdapat tabung rekasi yang tidak terbentuk gas, maka dilakukan inkubasi kembali selama 24 jam.

3) Uji penegasan

(52)

35 4) Uji pelengkap

Pada tabung reaksi yang berisi larutan BGB dan terbentuk gas, kemudian diambil 1 ose sampel dan ditanam pada cawan petri yang berisi agar Levine’s Eosin Methylene Blue (L-EMB). Inkubasi cawan petri tersebut pada suhu 36oC selama 24 – 26 jam. Setelah itu akan tumbuh koloni bakteri yang kemudian ditanam kembali pada tabung reaksi yang berisi Plate Count Agar (PCA) dan inkubasi pada suhu 36oC selama 24 – 26 jam. Setelah diinkubasi, maka dilakukan serangkaian uji biokimia sebagai berikut:

a. Masukkan 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA ke dalam tabung reaksi yang berisi Koser’s Citrate Broth atau

Simmons Citrate Agar. Lalu inkubasi pada suhu 36oC selama 96 – 98 jam.

b. Masukkan 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA ke dalam tabung reaksi yang berisi MR-VP Broth. Lalu inkubasi pada suhu 36oC selama 48 – 50 jam (VP) atau pada suhu 36oC selama 96 – 98 jam (MR).

c. Masukkan 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA ke dalam tabung reaksi yang berisi Tryptone (Tryptophane) Broth. Lalu inkubasi pada suhu 36oC selama 24 – 26 jam.

d. Ambil 1 ose sampel dari tabung reaksi yang berisi PCA dan letakkan pada kaca preparat untuk dilakukan pewarnaan gram.

(53)

36 c) Presence – Absence (P/A) Testing

Metode Presence-Absence (P/A) merupakan modifikasi sederhana dari metode MPN. Penyederhanaan dilakukan dengan menggunakan satu porsi besar dalam botol kultur tunggal untuk mendapatkan informasi kualitatif, yaitu ada tidaknya mikroba. Metode ini dikembangkan dengan penambahan substrat

fluorogenic dapat digunakan untuk menumbuhkan dan membedakan bakteri

E.coli dari bakteri lainnya (Indriani, 2010). Pengujian bakteri E.coli pada makanan dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung substrat berupa fluorogenic dan chromogenic, dimana bertujuan untuk mengetahui jenis mikroorganisme dengan mengidentifikasi aktivitas enzim spesifik yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut (Merck, 2004).

Kelebihan dari metode P/A ini antara lain dapat mendeteksi keberadaan bakteri E.coli secara simultan, prosedurnya lebih mudah dan cepat daripada pengujian TLP maupun MPN, lebih murah karena tidak memerlukan bahan/material yang banyak dan proses inkubasi dapat dilakukan dilapangan (Merck, 2004). Namun, kelemahan dari metode ini adalah apabila hasilnya positif maka tidak ada informasi secara kuantitatif tentang tingkat kontaminasi yang terjadi dan sensitivitas dari metode ini sangat tergantung pada jumlah sampel yang dianalisa (Indriani, 2010).

Langkah-langkah untuk melakukan uji bakteri E.coli pada makanan dengan media Fluorocult LMX Broth adalah sebagai berikut (Merck, 2004):

1. Pembuatan larutan Fluorocult LMX dan inokulasi bakteri

Larutan Fluorocult LMX dibuat dengan melarutkan 17 gram

(54)

37 reaksi. Sebanyak 25 gram sampel makanan yang akan diperiksa dilarutkan dengan aquades kemudian masukkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan Fluorocult LMX, sedangkan untuk sampel minuman masukkan sebanyak 10 ml.

2. Inkubasi dan uji penegasan

Sampel yang telah diinokulasi ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan Fluorocult LMX kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 36oC. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri E.coli pada sampel yang diuji tersebut, teteskan reagen kovacs sebanyak 5 – 10 tetes.

3. Interpretasi hasil

Setelah diteteskan reagen kovacs maka tabung reaksi yang terbentuk cincin berwarna merah menandakan bahwa sampel dalam tabung reaksi tersebut positif mengandung bakteri E.coli. Sedangkan apabila tidak terbentuk cincin berwarna merah, maka negatif mengandung E.coli.

2.6 Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease)

Penyakit bawaan makanan adalah suatu penyakit yang biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi (WHO, 2006). Sedangkan menurut Arisman (2009) penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan, tanpa memperdulikan apakah mikroorganisme, baik bakteri, virus maupun parasit tersebut menghasilkan racun atau tidak.

(55)

38 yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bahan kimiawi yang beracun atau mengandung toksin alami yang dihasilkan oleh miikroorganisme dalam makanan yang dikonsumsi (Sockett, 2001). Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila racun tersebut tidak dapat diuraikan, akan terjadi bioakumulasi dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan (Sumantri, 2013).

[image:55.595.106.533.174.785.2]

Menurut Missouri SPHL (2015), foodborne disease yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Foodborne Disease Berdasarkan Jenis Mikroorganisme

Onset Gejala Utama Mikroorganisme Penyebab

6 – 24 Jam Kram perut, diare, mual dan muntah

Bacillus cereus Clostridium perferingens

10 – 72 Jam Kram perut, diare, mual dan muntah

(muntah lebih sering terjadi pada anak, sedangkan diare lebih sering terjadi pada orang

dewasa)

Noroviruses

12 – 72 Jam Kram perut, diare (dapat berdarah atau berlendir), demam, menggigil, tidak enak

badan dan sakit kepala

Salmonella sp Shigella sp E.coli pathogen

Vibrio sp Yersinia sp Campylobacter sp Aeromonas atau Plesiomonas

sp

3 Hari – 6 Minggu

Diare kronis, lemas, sakit perut, kelelahan, dan penurunan berat badan

Giardia lamblia

1 – 6 Jam Mual, muntah, kram perut, diare

Bacillus cereus Staphylococcus aureus

24 – 72 Jam Mual, muntah, demam, sakit perut, diare berair

Rotaviruses

2 – 30 Hari Mual, sakit perut dank ram, muntah (pada anak), diare berair (pada orang dewasa),

demam

Cryptosporidium parvum

3 Hari – Beberapa Bulan

Sakit perut, diare berdarah, sakit kepala, konstipasi namun

(56)

39

Onset Gejala Utama Mikroorganisme Penyebab

diselingi diare, mudah mengantuk

1 – 11 Hari Diare berkepanjangan hingga 7 minggu, kelelahan, kram, penurunan berat badan, dan

anorexia

Cylospora cayetanensis

3 – 30 Hari Diare lebih dari 1 minggu, gejala gangguan saluran

pernafasan

Adenoviruses (tipe 40 dan 41)

Terjadinya penyakit bawaan makanan jika terdapat 3 hal berikut (Hartono, 2006):

b. Jumlah bakteri dalam makanan harus cukup banyak dan dapat bertahan hidup setelah dimasak atau disimpan.

c. Bakteri dalam makanan harus berkembang biak dan mencapai jumlah yang cukup atau menghasilkan toksin dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan penyakit.

d. Bakteri harus masuk ke tempat pengolahan makanan atau terdapat dalam bahan mentah maupun peralatan dan permukaan tempat pengolahan makanan, serta tangan tangan yang tidak dicuci.

2.7 Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan (Foodborne Disease)

Makanan yang terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi orang yang mengkonsumsinya. Untuk itulah diperlukan upaya-upaya pencegahan kontaminasi terhadap makanan. Menurut WHO (2006), terdapat 5 cara menjaga keamanan makanan dari aspek penjamah makanan, antara lain:

a. Menjaga Kebersihan (Keep Clean)

(57)

40 maupun peralatan pengolahan makanan, seperti talenan yang dapat menyebabkan perpindahan bakteri ke makanan sehingga terjadi penyakit bawaan makanan. Untuk itulah diperlukan praktik kebersihan dalam melakukan pengolahan makanan, antara lain:

1) Mencuci tangan sebelum dan selama persiapan pengolahan makanan. 2) Mencuci tangan setelah dari toilet.

3) Mencuci dan mensterilkan area permukaan tempat pengolahan makanan dan peralatan pengolahan makanan.

4) Menjaga area tempat pengolahan makanan dari serangga, hewan peliharaan maupun binatang lainnya.

b. Memisahkan Bahan Mentah dengan Makanan Matang (Seperate Raw and Cooked)

Bahan makanan mentah seperti daging, telur, dan ikan dapat mengandung mikroorganisme berbahaya yang dapat berpindah ke makanan lainnya selama proses pengolahan dan penyimpanan makanan. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1) Memisahkan daging, telur dan ikan mentah dari makanan lain.

2) Menggunakan peralatan yang berbeda dalam melakukan pengolahan makanan, seperti pisau dan talenan yang berbeda.

3) Melakukan penyimpanan pada kontainer yang berbeda untuk menghindari kontak antara bahan mentah dengan makanan matang.

c. Memasak dengan Sempurna (Cook Thoroughly)

(58)

41 makanan hingga temperatur 70oC akan menyebabkan makanan lebih aman untuk dikonsumsi. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Memasak makanan dengan sempurna, khususnya daging, unggas, telur dan seafood.

2) Untuk makanan yang berkuah, pastikan suhu pemasakan hingga mencapai 70oC. Sedangkan untuk daging dan unggas, pastikan sudah berubah warna (tidak berwarna merah muda).

3) Melakukan pemanasan makanan kembali dengan sempurna d. Menjaga Temperatur Makanan (Keep Food At Safe Temperature)

Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat jika makanan disimpan pada suhu ruang. Pertumbuhan bakteri dapat terhambat dan berhenti pada suhu dibawah 5oC atau diatas 60oC. Namun, beberapa jenis bakteri dapat mampu hidup hingga suhu di bawah 5oC. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Jangan meninggalkan makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam. 2) Simpan makanan yang mudah busuk pada suhu dibawah 5oC.

3) Menjaga makanan yang disajikan dalam keadaan panas pada suhu diatas 600C.

4) Tidak menyimpan makanan sisa terlalu lama (lebih dari 3 hari) 5) Tidak melakukan pemanasan pada makanan lebih dari satu kali. 6) Tidak mencairkan makanan beku pada suhu ruang.

e. Menggunakan Air dan Bahan Makanan yang Bersih (Use Safe Water and Raw Materials)

(59)

42 dapat mengurangi risiko kejadian foodborne disease. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Menggunakan air bersih dalam mengolah makanan. 2) Memilih bahan makanan segar dan utuh.

3) Memilih produk makanan kemasan yang aman, seperti susu yang terpasteurisasi.

4) Mencuci buah dan sayuran, terutama jika dikonsumsi dalam keadaan mentah.

5) Tidak menggunakan makanan yang telah melewati batas kadaluarsa.

Selain dari aspek penjamah makanan, upaya pencegahan terhadap penyakit bawaan makanan juga dapat dilakukan oleh konsumen itu sendiri. Menurut Kemenkes (2015) terdapat lima kunci keamanan pangan untuk anak sekolah, antara lain:

a. Kenali Pangan yang Aman

Pangan yang aman merupakan pangan yang bebas dari bahaya biologis, kimia dan benda lainnya. Ketiga jenis bahaya tersebut dapat mencemari pangan dan akan menyebabkan penyakit apabila dikonsumsi.

b. Beli Pangan yang Aman

Pangan yang akan dibeli harus dipilih dengan tepat sehingga aman dari

Gambar

Gambar 2.1 Jalur Migrasi Kontaminasi E.coli ...................................................................
Gambar 2.1 Jalur Migrasi Kontaminasi E.coli
Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan
Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan Makanan Jadi/Masak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai hubungan rahasia dagang dengan perjanjian kerja, mengenai bentuk-bentuk perlindungan rahasia dagang yang dapat

Manakah pernyataan berikut ini yang benar tentang suatu gen netral yang merupakan alel mutan pada suatu lokus.. Efeknya pada kesintasan berbeda dari alel yang lebih sering

Berdasarkan data yang diperoleh maka disimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah berbantuan Video dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan penalaran

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 3 Kroya melalui pembelajaran ARCS pada pokok bahasan

Mendorong pemerataan kesempatan kerja melalui upaya meningkatkan pembangunan pendidikan masyarakat Kepulauan Riau yang berkualitas dengan memperhatikan fasilitas dan

Andika Permata Sawit Lestari Pekanbaru, untuk itu pihak perusahaan perlu mempertahankan dan menciptakan pemberian motivasi agar karyawan memiliki prestasi kerja

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul: Standarisasi Simplisia Kering Daun Beluntas ( Pluchea indica L.) Dari Tiga

Terkait dengan konteks lokal Madura, kajian kekuasaan elite ekonomi difokuskan pada para pedagang tembakau yang terdiri dari tauke, juragan dan bandol,