• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH: SHINTA KUMALA DEWI SITOHANG AGROTEKNOLOGI / HPT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH: SHINTA KUMALA DEWI SITOHANG AGROTEKNOLOGI / HPT"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ETANOL DAN METANOL SEBAGAI ATRAKTAN TERHADAP PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) DI DESA PARIK SABUNGAN KECAMATAN

SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

1

SKRIPSI

OLEH:

SHINTA KUMALA DEWI SITOHANG 170301045

AGROTEKNOLOGI / HPT

(2)

PENGGUNAAN ETANOL DAN METANOL SEBAGAI ATRAKTAN TERHADAP PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) DI DESA PARIK SABUNGAN KECAMATAN

SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

2

SKRIPSI

OLEH:

SHINTA KUMALA DEWI SITOHANG 170301045

AGROTEKNOLOGI / HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(3)

3

(4)

i

i ABSTRAK

Shinta Kumala Dewi Sitohang, 2022. “Penggunaan Etanol Dan Metanol Sebagai Atraktan Terhadap Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) Di Desa Pariksabungan Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara", dibimbing oleh Darma Bakti dan Ameilia Zuliyanti Siregar. Hypothenemus hampei Ferr. merupakan hama utama pada tanaman kopi yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas tanaman kopi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis atraktan dan ketinggian perangkap yang efektif untuk mengendalikan PBKo di lapangan. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis atraktan (Etanol dan Metanol serta perbandingan kedua jenis atraktan) sedangkan faktor kedua adalah tinggi perangkap (0.5 m, 1 m, 1.5 m). Penelitian ini dilaksanakan di lapangan perkebunan kopi dan Identifikasi di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan atraktan Etanol dan Metanol (1 : 4) terbaik dan berpengaruh nyata terhadap jumlah imago PBKo yang terperangkap.

Ketinggian perangkap terbaik adalah pada 1 meter lalu diikuti 0,5 meter dan 1,5 meter dengan rataan masing-masing 1.37, 1.32 dan 1.22 ekor PBKo.

Kata Kunci: Hypothenemus hampei, atraktan, ketinggian perangkap, kopi

(5)

i

ii ABSTRACT

Shinta Kumala Dewi Sitohang, 2022. “Use of Ethanol and Methanol as Attractants Against Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera:

Scolytidae) in Pariksabungan Village, Siborongborong District, North Tapanuli Regency”, supervised by Darma Bakti and Ameilia Zuliyanti Siregar.

Hypothenemus hampei Ferr. is the main pest on coffee plants that can reduce the quality and quantity of coffee plants. This study aims to determine the type of attractant and trap height that is effective for controlling PBKo in the field. The method used factorial Randomized Block Design (RBD) with 2 factors and 3 replications.The first factor is the type of attractant (Ethanol and Methanol and the combination of the two attractants) while the second factor is the height of the trap (0.5 m, 1 m, 1.5 m). This research was carried out in the field of coffee plantations and identification in the laboratory of plant pets, Faculty of Agriculture, Universitas Sumatera Utara. The results showed that the combinations of Ethanol and Methanol (1 : 4) is beter than other attractants and has a significant effect on the number of imago PBKo involved not catch. The best trap height was at 1 meter followed by 0.5 meters and 1.5 meters with an average of 1.37, 1.32 and 1.22 PBKo, respectively.

Keywords: Hypothenemus hampei, attractant, trap height, coffee

(6)

i

iii

RIWAYAT HIDUP

Shinta Kumala Dewi Sitohang, lahir pada tanggal 11 September 1999 di Tarutung, merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Edon Sitohang dan Ibu Tetty Saurida Tamba. Mengawali pendidikan di bangku sekolah dasar 177047 di Silangit lulus pada tahun 2011, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP N 1 Siborongborong lulus pada tahun 2014 dan selanjutnya menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 2 Siborongborong lulus pada tahun 2017. Pada tahun 2017 diterima di program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama di pergururan tinggi, penulis pernah tergabung dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. Dimulai pada tahun 2018 penulis menjabat sebagai anggota UKM Klinik Tanaman FP USU dan sebagai anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat FP USU.

Penulis melaksanakan kegiatan Paktek Kerja Lapangan di PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk Serbangan Estate Kabupaten Asahan pada bulan Juli hingga Agustus 2020. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara.

(7)

iv

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Penggunaan Etanol Dan Metanol Sebagai Atraktan Terhadap Terhadap Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) Di Desa Pariksabungan Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara" yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Ketua Pembimbing, Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si., M.Sc., Ph.D selaku Anggota Pembimbing, dan kepada Dr. Ir. Marheni, MP selaku moderator dalam seminar proposal penulis, serta Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M. Si selaku moderator dalam seminar hasil penulis yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Maret 2022

Penulis

(8)

iv

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kopi ... 5

Biologi hama Penggerek Buah Kopi ... 7

Gejala serangan ... 11

Pengendalian Penggerek Buah Kopi ... 13

Atraktan ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Survei Kebun Percobaan ... 19

Penyediaan Atraktan Perangkap ... 20

Perakitan Perangkap ... 20

Pemberian Plang perangkap ... 20

Pemasangan Perangkap ... 20

Parameter Pengamatan ... 21

Jumlah imago PBKo yang terperangkap ... 21

Identifikasi serangga lain yang terperangkap ... 21

Persentase Berat buah yang terserang ... 21

Perbandingan Sex Ratio ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah imago PBKo yang terperangkap ... 23

Identifikasi serangga lain yang terperangkap ... 27

Persentase buah kopi yang terserang ... 29

(9)

vi

Perbandingan Sex Ratio ... 32 iv KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 37 Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

vii

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1 Nilai Skala Kerusakan ... 12 2 Rataan jumlah PBKo dengan perlakuan jenis atraktan pada

berbagai tinggi perangkap selama 8 kali pengamatan ... 23 3 Jumlah serangga lain yang terperangkap dengan perlakuan

atraktan pada berbagai ketinggian perangkap selama 8 kali ... 28 4 Persentase buah yang terserang pada beberapa jenis perangkap

atraktan dengan tinggi perangkap berbeda selama 8 MST ... 30 5 Perbandingan Sex Ratio PBKo pada beberapa jenis perangkap

atraktan dengan tinggi perangkap berbeda selama 8 MST ... 33

(11)

viii

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal.

1 Telur PBKo ... 8

2 Larva PBKo ... 9

3 Pupa PBKo ... 9

4 Imago PBKo ... 10

5 Gejala Serangan PBKo ... 11

(12)

ix

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1 Bagan Percobaan. 42

2 Bagan Plot. 43

3 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 1. 44 4 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 2. 45 5 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 3. 47 6 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 4. 48 7 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 5. 50 8 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 6. 52 9 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 7. 53 10 Data Jumlah imago PBKo terperangkap pada pengamatan 8. 55

11 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 1. 57

12 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 2. 58

13 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 3. 59

14 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 4. 60

15 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 5. 61

16 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 6. 62

17 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 7. 63

18 Persentase serangan PBKo pada pengamatan 8. 64

19 Foto Serangan Hama PBKo pada berbagai umur buah. 65 20 Foto Pengamatan di Lapangan dan di Laboratorium. 66

21 Foto Perangkap di lapangan. 67

22 Serangga lain yang terperangkap. 68

23 Kegiatan Supervisi Online dengan Dosen Pembimbing. 70

(13)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dikonsumsi dan diperdagangkan di dunia serta memiliki peran penting dalam menghasilkan devisa.

Sekitar 30% kopi dunia yang dikonsumsi di negara penghasil kopi, sisanya diekspor ke negara pengkonsumsi seperti Finlandia, Norwegia, Belanda, Jerman, dan Amerika.

Beberapa tahun terakhir, total produksi kopi dunia relatif konstan sementara permintaan kopi meningkat signifikan. Pada tahun 2016, negara penghasil kopi terbesar adalah Brazil (36.2%), Vietnam (16.8%), Colombia (9.6%) dan Indonesia (6.6%).

Provinsi Sumatera Utara adalah produsen kopi arabika terbesar di Indonesia, tahun 2016 produksi mencapai 50.405 ton (Kementan, 2016).

Sampai saat ini kopi masih menjadi salah satu komoditas ekspor penting pada sub sektor perkebunan Indonesia yang mempunyai peranan sangat besar sebagai penghasil devisa negara dan sumber pendapatan petani. Komoditas kopi di Indonesia memegang peranan penting dalam sektor perekonomian, baik sebagai sumber pendapatan masyarakat, pemenuhan kebutuhan kopi domestik maupun sumber pendapatan devisa negara dari perdagangan ekspor (Rahayu et al., 2019).

Letak astronomis wilayah Kabupaten Tapanuli Utara secara administratif terdiri dari 15 kecamatan dengan 241 desa dan 11 kelurahan. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada koordinat 1º20’00” -2º41’00” Lintang Utara (LU) dan 98º05’-99º16’Bujur Timur (BT). Luas wilayah Tapanuli Utara adalah 379.371 ha dengan luas perairan Danau Toba 6,60 km2. Areal produksi kopi di 15

(14)

2

kecamatan dengan luas pertanaman kopi adalah 13.939 ha dengan produksi 13.661 ton/tahun (BPS, 2015).

Produksi kopi di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2014 adalah 10.600 ton/tahun dengan luas areal 13.995 ha. Namun pada tahun 2015 produksi kopi mengalami penurunan menjadi 10.186 ton/tahun dengan luas areal 13.778 ha (BPS, 2015). Penurunan produksi diakibatkan oleh serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) yang merupakan hama utama pada tanaman kopi.

Kerusakan yang diakibatkan hama ini berdampak terhadap penurunan produksi fisik dan kualitas biji kopi yang berakibat penurunan harga jual biji yang dihasilkan.

Serangan pada buah yang bijinya mengeras akan berakibat pada penurunan jumlah dan mutu hasil. Umumnya PBKo menyerang buah kopi yang bijinya sudah mengeras (Sinaga, et al., 2015).

Penggerek buah kopi merupakan hama utama yang sampai saat ini menyerang buah kopi di beberapa wilayah Indonesia. Serangan hama ini menurunkan mutu dan kualitas hasil produksi kopi karena menyebabkan biji kopi berlubang dan busuk.

Kehilangan hasil atau gagal panen dapat terjadi apabila tidak melakukan pengendalian dengan tepat (Sihaloho, 2019).

Pengendalian hama Penggerek buah kopi dengan cara kimiawi yakni dengan menggunakan insektisida dinilai tidak efektif karena semua siklus hidup hama ini berada dalam biji kopi. Selain itu, penyemprotan dengan bahan kimia tidak menyeluruh karena tinggi pohon serta terhalangi oleh daun sehingga insektisida tersebut tidak mengenai hama. Pengendalian PBKo dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa

(15)

3

penarik atau atraktan yang dapat menangkap kumbang betina sehingga penyebaran PBKo dapat berkurang (Muliasari, et al., 2016).

Ketertarikan hama penggerek buah kopi masuk ke dalam perangkap karena gas yang dikandung senyawa atraktan menguap dan terlepas ke udara secara perlahan.

Karena sifatnya yang menguap, aroma yang dihasilkan bisa menyebar dalam radius dan daya jangkau yang jauh. Jenis kandungan bahan aktif atraktan, lokasipemasangan dan kondisi iklim serta jenis komoditas yang ditanam mempengaruhi daya tangkap atraktan (Prima Tani, 2006). Serangga betina yang terbang akan mendatangi sumber aroma dan akan mengerumuni larutan, setelah kelelahan serangga akan jatuh kedalam perangkap dan tidak dapat terbang lagi (Girsang et al., 2020).

Perangkap serangga yang menggunakan atraktan atau zat yang dapat menarik serangga merupakan salah satu teknik pencuplikan serangga yang mulai banyak dipergunakan, baik dalam monitoring populasi maupun pengendalian hama. Teknik ini di desain seefektif mungkin dengan harga yang murah dan mudah dibuat dengan memiliki dua prinsip kerja berdasarkan pada pergerakan serangga, yakni perangkap aktif dan pasif (Pedigo, 1999).

Hypotan merupakan campuran senyawa kimia ethanol dan methanol berbentuk cairan yang uapnya bersifat menarik imago pada PBKo untuk datang pada perangkap. Perangkap ini berupa atraktan atau senyawa yang memiliki aroma bunga kopi dan kemampuannya untuk menarik serangga. Namun senyawa itu yang berguna untuk menarik serangga jantan untuk kawin, tetapi senyawa itu mengundang hama untuk makan atau bisa disebut kairomon. Lebih efektif karena jantan betina semuanya tertarik (Pradinata, 2016).

(16)

4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji reaksi senyawa atraktan dan tinggi perangkap terhadap hama penggerek buah kopi di Desa Parik sabungan, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara.

Hipotesa Penelitian

Jenis senyawa atraktan dan tinggi perangkap serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah penggerek buah kopi yang tertangkap.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(17)

5

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kopi (Coffea sp.)

Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Raharjo (2012) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea

Spesies : Coffea sp. [Coffea Arabica L.. Coffea canephora var. robusta, Coffea liberica, Coffea excelsa]

Tanaman kopi termasuk jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi di dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Eropa. Namun kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

(18)

6

Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat di atas 700 m di atas permukaan laut. Dalam perkembangannya dengan adanya introduksi beberapa klon baru dari luar negeri, beberapa klon saat ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang terbaik sebaiknya kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta. Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 mdpl (Prastowo, et al., 2010).

Tanaman kopi arabika memiliki tinggi kurang dari 2 - 3 m dan memiliki batang utama pada semua genotipe, sehingga kopi ini juga dikategorikan ke dalam perwatakan pohon pendek. Berbeda dengan kopi robusta, kopi arabika memiliki penampakan keseluruhan menyerupai kerucut. Hal ini dikarenakan sifat perkembangan vegetatif kopi arabika yang cenderung mengarah ke atas atau bersifat monopodial, sehingga penampakan keseluruhan kopi arabika membentuk bangun kerucut. Karakter sudut penyisipan batang menampakan perbedaan antar genotipenya (Anshori, 2014).

Kopi arabika memiliki karakter yang khas yaitu tajuk yang kecil, ramping, ada yang bersifat ketat dan ukuran daun kecil. Biji nya memiliki beberapa karakteristik yang khas dibandingkan biji jenis kopi lainnya seperti bentuknya yang agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi, ujung biji yang mengkilap, bagian celah dengan dibagian datarnya berlekuk dan lebih bercahaya dibandingkan jenis lainnya (Anshori, 2014).

Sigarar Utang merupakan salah satu varietas kopi dengan nilai yang sangat tinggi. Varietas yang tubuh subur pada ketinggian 700 hingga 1700 mdpl ini dapat menciptakan cita rasa specialty premium yang sangat kuat. Adapun ciri varietas ini

(19)

7

seperti mempunyai sifat percabangan sekunder yang sangat aktif. Bahkan cabang primer di atas permukaan tanah mempunyai bentuk kipas menjuntai hingga menyentuh tanah, memiliki warna hijau tua pada daun tua dan cokelat kemerahan saat daun masih muda, memiliki daun penjang meruncing dengan tepi daun yang bergelombang, buah muda berwarna hijau sedangkan buah yang telah masak berwarna merah cerah (Ashada, 2020).

Biologi Hama Penggerek Buah Kopi

PBKo merupakan kumbang berbadan bulat dengan kepala yang berbentuk segitiga, warna tubuh imago dewasa hitam dan ditutupi oleh rambut halus. Kumbang penggerek buah kopi mengalami 4 tahap perkembangan, yaitu telur, larva, pupa dan imago yang memerlukan waktu selama 25-35 hari. Seekor kumbang betina dewasa dapat menghasilkan 37 butir telur. Stadia telur selama 5-9 hari. Kumbang betina dewasa meletakkan telur di dalam biji kopi, kemudian telur menetas dan berkembang di dalam buah kopi baik buah yang berada di pohon maupun yang gugur di tanah. Kumbang betina yang siap bertelur aktif pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.00 dan dapat terbang sejauh 250 meter. Sedangkan kumbang jantan tinggal dalam biji karena tidak dapat terbang (BPTP, 2019).

Serangga dewasa berwarna hitam kecoklatan. Jumlah kumbang betina lebih besar dari kumbang jantan dengan perbandingan antara betina dan jantan rata rata 10 : 1. Panjang kumbang betina lebih kurang 2 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm. Lama hidup serangga betina rata-rata 150 hari, sedangkan serangga jantan maksimal 103 hari. Serangga masuk dari ujung buah bagian bawah baik pada buah yang masih dipohon maupun buah yang jatuh ke tanah (Prastowo et al., 2010).

(20)

8

Telur berbentuk bulat memanjang dan berwarna jernih pada saat diletakkan dan menjadi putih susu pada saat kedewasaan menjelang menetas. Masa inkubasi telur selama 5-9 hari. Ukuran telur bervariasi dari 0,52 – 0,69 mm (Gambar 1) (Barrera, 2008).

Gambar 1. Telur PBKo (Silitonga, 2015)

Telur diletakkan bergerombol namun tidak menempel satu sama lain. Telur serangga diletakkan di dalam buah kopi yang telah matang (merah masak) dipohon, terkadang telur juga dijumpai pada buah yang sudah tua dan ada juga yang terdapat di buah yang sudah jatuh dari pohonnya (Erfan et al., 2019).

Larva PBKo memiliki bentuk tubuh yang menekuk dan membentuk huruf “C”

berwarna putih kekuning-kuningan dan tidak memiliki kaki. Pada tubuh larva terdapat bulu termasuk pada bagian kepala. Rata – rata panjang larva instar 1 0,99 ± 0,20 mm dan lebarnya 0,21 ± 0,02 mm. Rata – rata panjang instar 2 1,53 ± 0,24 mm dan lebarnya 0,31 ± 0,02 mm (Erfan et al., 2019). Stadia larva instar 1 menjadi larva instar 2 membutuhkan waktu 10 - 21 hari (Gambar 2) (Barrera, 2008).

(21)

9

Gambar 2. Larva PBKo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Larva mengalami fase istirahat (pre pupa) selama 2 hari sebelum berpupa. Pra- pupa mirip dengan larva, tapi warnanya putih susu, tubuhnya kurang melengkung, dan belum dapat makan (Sihaloho, 2019).

Pupa PBKo secara umum hampir mirip dengan larva hanya bentuknya kurang cekung dan memiliki warna tubuh putih susu (Gambar 3).

Gambar 3. Pupa PBKo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pupa yang akan berubah menjadi imago ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi kekuningan (Barrera, 2008).

Imago PBKo memiliki warna tubuh hitam kecoklatan dan memiliki permukaan yang mengkilap dan berwarna kekuningan di awal umur imago (Gambar 4).

Gambar 4. Imago PBKo

(22)

10 Bentuk tubuh memanjang dan berbentuk silinder dan sedikit melengkung ke arah ujung toraks. Seluruh bagian tubuh imago terdapat bulu bulu halus. Pada bagian caput, terdapat lapisan yang keras (pronotum). PBKo memiliki sepasang antena sebagai indera penciuman. Ruas ujung antenanya makin lama semakin membesar. Tipe mulut PBKo adalah menggigit-mengunyah (Barrera, 2008).

Pada fase dewasa PBKo berbentuk gemuk dan pendek dengan pronotum sepertiga panjang badan yang menutupi kepala. PBKo memiliki sayap depan yang diselimuti oleh duri duri halus yang tersebar merata di seluruh bagian sayap. Caput kumbang dewasa berbentuk segitiga dengan tipe hypognatus yaitu alat mulut mengarah ke bagian bawah dan diselimuti oleh duri-duri halus seperti pada sayap depan. Mata facet berbentuk seperti tapal kudar dan berwarna hitam. Terdapat sepasang antena ± 0,4 mm berbentuk menyiku dan membulat pada bagian ujungnya (Fintasari et al., 2018).

Kumbang jantan dan betina melakukan kopulasi di dalam buah kopi. Stadium pradewasa ini berkembang di dalam buah kopi. Kumbang jantan yang baru muncul akan berkopulasi dan menghabiskan siklus hidupnya di dalam gerekan buah. Kumbang jantan tidak dapat terbang karena sayap belakangnya sangat kecil dan tidak sempurna.

Pigmen warna kumbang jantan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kumbang betina memiliki sayap yang sempurna sehingga dapat terbang. Pigmentasi warna pada

(23)

11

kumbang betina yang masih muda berwarna coklat, sedangkan pigmentasi warna kumbang betina dewasa berwarna hitam (Fintasari et al., 2018).

Gejala Serangan

Serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) umumnya dilakukan oleh kumbang betina dewasa yang sudah berkopulasi akan menggerek buah kopi. Hama ini masuk ke dalam buah dengan cara membuat lubang pada ujung buah. Buah kopi yang digerek oleh kumbang betina adalah buah kopi yang sedang terbentuk (endosperm masih lunak). Sebagian besar serangga hama PBKo menyerang buah dengan cara menggerek yang masih muda dan meletakkan telurnya sejak buah masih berwarna hijau (muda) bersamaan dengan perkembangannya hingga buah kopi berwarna merah.

Namun ada juga serangga menggerek buah kopi berwarna kuning dan merah (Hayata, 2016).

Gambar 5. Panah berwarna merah menunjukkan gejala serangan PBKo (Terdapat lubang di bagian diskus buah kopi) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kerusakan yang disebabkan oleh hama ini yakni gugur buah dan kehilangan hasil secara kuantitas dan kualitas. Buah kopi muda yang masih berada di pohon umumnya digerek untuk dijadikan makanan yang selanjutnya ditinggalkan. Buah yang

(24)

12

demikian tidak berkembang, buahnya akan berubah warna dan gugur. Sedangkan pada biji yang sudah mengeras akan menyebabkan kerusakan pada mutu fisik serta merusak susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi (BPTP, 2019).

Kerugian ini belum termasuk penurunan mutu yang berakibat juga pada penurunan harga (Wiryadiputra, 2012).

Serangan pertama hama PBKo adalah pada bagian kebun yang saling bernaungan. Serangan ini biasanya terjadi pada kebun yang lembab dan perbatasan kebun. Serangan dari hama ini akan menyebar ke seluruh kebun jika tidak segera dikendalikan. Hama PBKo akan sangat merugikan petani karena hama ini mampu merusak biji kopi dan populasi dari hama ini dapat dikatakan sangat tinggi (Lumbanraja et al., 2020).

Nilai kerusakan merupakan skala tingkat kerusakan pada tanaman yang dinyatakan dalam skala yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Skala Kerusakan (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2008) Nilai Skala Tingkat Kerusakan Tanaman (%) Kategori

0 0% Tidak Terserang

1 ≤25% Intensitas Sangat Ringan

2 >25 - 50% Intensitas Ringan

3 >50 - 75% Intensitas Sedang

4 >75% Intensitas Berat

Persentase serangan diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang terserang terhadap jumlah total pohon yang ada di dalam satu plot pengamatan.

Pada persentase ≤25% kateogri intesitas serangan termasuk golongan sangat ringan dan sedikit serangan. Pada persentase kerusakan tanaman >25 - 50% kategori intensitas serangan ringan.

Sedangkan pada persentase >50 - 75% dan >75% kategori intensitas serangan sedang dan berat.

(25)

13

Pengendalian Penggerek Buah Kopi

Pengendalian hama PBKo harus dilakukan dengan menggunakan strategi secara terpadu agar dapat menurunkan populasi atau mengendalikan populasi hama PBKo di lapangan. Pengendalian yang dilakukan difokuskan kepada kultur teknis, pengendalian biologis dan fisik (Muliasari, et al.,2016).

Lelesan dilakukan dengan mengumpulkan semua buah kopi yang jatuh untuk dikubur atau dibakar. Rampasan dilakukan dengan mengumpulkan semua buah yang ada, baik yang sudah matang maupun yang belum pada akhir masa panen raya. Petik bubuk dilakukan dengan memetik semua buah kopi yang telah terserang PBKo pada saat 15-30 hari menjelang panen raya. Kemudian semua buah tersebut direndam dengan air panas atau dikubur untuk membunuh serangga PBKo yang ada di dalam buah (BPTP, 2018).

Pengendalian dengan cara biologis dengan aplikasi jamur Beauveria bassiana yang dilakukan pada saat buah masih muda. Penyemprotan dilakukan pada sore hari dengan arah semprotan dari bawah daun (BPTP, 2019). Selain jamur Beauveria bassiana, terdapat jenis jamur lain yaitu Hirsutella eleutheratorum, Metarhizium anisopliae, Paecilomyces lilacinus Thom juga dapat menekan populasi Hypothenemus hampei (Bustillo dkk., 2002).

Pengendalian PBKo dengan menggunakan insektisida nabati telah dilakukan di perkebunan kopi. Beberapa bahan yang mampu mengendalikan kumbang betina dewasa yaitu tanaman mimba (Azadirachta indica), kacang babi (Tephrosia ), akar tuba (Derris elliptica), tembakau (Nicotiana tabacum), serta babadotan (Ageratum

(26)

14

conyzoides). Daun tanaman diekstrak lalu diaplikasikan ke tanaman kopi

(BPTP, 2018).

Pengendalian fisik dapat menggunakan perangkap serangga yang dikenal dengan Brocap trap. Perangkap ini dilengkapi dengan senyawa atraktan yang dapat menarik perhatian serangga betina dewasa untuk mendekatinya. Senyawa penarik hama (atraktan) berupa cairan dengan bahan dasar etanol dalam media plastik atau botol kecil yang digantungkan di dalam alat perangkap. Hasil aplikasi di lapangan menunjukkan bahwa pengendalian ini baik, efektif, efisien dan ramah lingkungan (BPTP, 2019).

Pengendalian hayati dengan menggunakan predator untuk hama PBKo dari Beberapa famili Formicidae (Hymenoptera), Anthocoridae (Hemiptera), Curcujidae (Coleoptera) merupakan predator umum PBKo, antara lain adalah Solenopsis, Pheidole, Wasmannia, Paratrechina, Crematogaster, Brachymyrmex dan Prenolepis.

Terdapat satu jenis parasitoid yaitu Cephalonomia stephanoderis yang telah diperbanyak dan diintroduksi untuk mengendalikan hama PBKo. Pelepasan parasitoid tersebut harus dilakukan secara berulang agar ketersediaan serangga ini tetap dinamis untuk menekan populasi PBKo (Bustillo et al., 2002).

Atraktan

Atraktan adalah senyawa penarik yang dapat menguap yang digunakan untuk menarik perhatian objek sasaran. Penggunaan atraktan yang umum dilakukan pada waktu terakhir ini adalah perangkap brocap trap, hypotan, senyawa feromon, asam klorogenat, senyawa etanol dan metanol. Penurunan populasi PBKo juga ditentukan

(27)

15

oleh ketersediaan makanannya. Buah kopi yang mengering merupakan media yang kurang sesuai bagi reproduksi dan perkembangbiakan hama ini (Wiryadiputra, 2006).

Selain warna dan beuntuk perangkap, atraktan yang digunakan dalam perangkap juga mempengaruhi jumlah serangga yang tertangkap. Perangkap Brown- Black Sticky Trap (BBST) dengan menggunakan atraktan etanol efektif dalam menangkap serangga dari famili Nitidulidae dan Scolytidae. Beberapa individu dari famili Scolytidae dapat tertangkap pula oleh BBST dengan atraktan minyak pala walaupun hasilnya tidak maksimal karena dalam penggunaannya tidak dicampur dengan jenis atraktan lain (etanol) (Priawandiputra dan Permana, 2015).

Etanol memiliki rantai yang pendek dengan rumus kimia C2H5OH, mudah terbakar, tidak berwarna, bau yang kuat, dan mudah menguap (berbentuk cair) sehingga cocok untuk dijadikan atraktan untuk mengendalikan hama seperti hamadari famili Scolytidae. Atraktan tidak membunuh serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk, dan musuh alami hama. Atraktan tidak meninggalkan efek residu pada komoditas yang dilindungi dan juga tidak mencemarkan lingkungan (Girsang et al., 2020). Pada penelitian ini tidak menimbulkan pencemaran lingkungan di sekitar lokasi penelitian dilksanakan.

Kajian tentang perangkap untuk hama penggerek buah kopi telah dilakukan untuk mengevaluasi aspek warna, tipe atau desain dan senyawa penarik yang paling efektif untuk menarik serta potensinya untuk mengendalikan serangga PBKo. Bahan- bahan yang dimodifikasi menjadi atraktan berupa metanol dan etanol dengan perbandingan (3:1). Atraktan menguap ke udara secara perlahan-lahan. Serangga betina PBKo akan tertarik dengan uap atraktan dan akan masuk ke dalam perangkap.

(28)

16 Kemudian serangga akan terbentur dengan dinding dan jatuh ke dalam larutan sabun (Sinaga et al., 2015).

Pada bagian tengah perangkap dipasang cairan penarik campuran etanol dan methanol (Kementan 2019). Campuran bahan ini menyerupai bau buah kopi matang.

Etanol yang mempunyai rumus kimia C2H5OH adalah organik dalam kelompok alkohol dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Adapun sifat kimia etanol antara lain adalah merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik. Etanolmudah menguap dan mudah terbakar ( Novitasari, 2012).

PBKo yang tertangkap meningkat dengan menggunakan campuran bahan etanol dan metanol dengan perbandingan tingkat campuran 1:3. Wadah perangkap yang lebih lebar dan tinggi kemudian terdapat celah pada kedua sisinya sehingga membuat serangga lebih mudah masuk dan terperangkap serta didukung dengan senyawa atraktan yang diduga dapat menarik serangga lain (Situmorang et al., 2018).

(29)

17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kebun kopi milik rakyat di Desa Parik sabungan, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara pada bulan Juni sampai dengan September 2021. Varietas kopi yang ditanam adalah varietas Arabika dengan sub varietas Sigarar Utang, dengan luas lahan ± 30000 m2 dan ketinggian tempat 1500 mdpl. Pengamatan dilakukan di Laboratorium Hama Fakultas pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman kopi Arabika Sigarar Utang dengan umur tanam ± 6 tahun tanpa perlakuan pengendalian hama, senyawa atraktan yakni etanol, metanol dan campuran etanol dan metanol dengan perbandingan (1:2, 1:3, 1:4), alkohol, larutan detergen, label dan lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol air mineral dengan ukuran 1500 ml, kawat, meteran, pisau, alat tulis, kamera, buku, gunting, botol koleksi, tali rafia, tali nilon, gelas ukur, paku, palu dan lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor yaitu :

Faktor I : Jenis Atraktan (A) A0 : Aquades ( Kontrol ) A1 : Etanol (C2H5OH) A2 : Metanol (CH3OH)

A3 : Campuran etanol dan metanol (1:2)

(30)

18

A4 : Campuran etanol dan metanol (1:3) A5 : Campuran etanol dan metanol (1:4) Faktor II : Tinggi Perangkap (T)

T1 : 0,5 meter T2 : 1,0 meter T3 : 1,5 meter

Kombinasi Perlakuan yaitu:

A0T1 A1T1 A2T1 A3T1 A4T1 A5T1

A0T2 A1T2 A2T2 A3T2 A4T2 A5T2

A0T3 A1T3 A2T3 A3T3 A4T3 A5T3

Jumlah kombinasi 5 x 3 = 18 kombinasi Jumlah ulangan diperoleh dari rumus berikut:

(t-1) (r-1) ≥ 15 (18-1) (r-1) ≥ 15 17(r-1) ≥ 15 17r-17 ≥ 15

17r ≥ 15 + 17 r ≥ 32/17 r = 3 ulangan

Jumlah ulangan : 3 Ulangan

Jumlah plot : 54 plot

Jumlah tanaman per plot : 9 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 486 tanaman

(31)

19

Jarak antar plot : 200 cm

Jarak antar ulangan : 400 cm Jarak antar tanaman : 200 cm Model linear yang dipakai:

Yijk = µ + Ai + Tj + (AT) ij + εijk

keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan faktor A taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j ulangan ke- k

µ = Rerataan Umum

Ai = Pengaruh A pada taraf ke-i

Tj = Pengaruh T pada tarafke-j

(AT)ij = Interaksi antara faktor A pada taraf ke-i dan faktor T pada taraf ke-j

εijk = Galat percobaan untuk faktor A pada taraf ke-i dan factor T pada taraf ke-j

pada ulangan/kelompok ke-k Pelaksanaan Penelitian

Survei Kebun Percobaan

Dilakukan penentuan lokasi kebun percobaan dengan syarat tanaman kopi yang sudah menghasilkan dan terserang hama penggerek buah kopi (PBKo). Lokasi penelitian yang diambil adalah milik masyarakat Desa Parik sabungan, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara dengan ketinggian tempat ± 1500 m dpl.

Varietas kopi yang digunakan adalah Arabika sub varietas Sigarar Utang.

(32)

20

Penyediaan Senyawa Atraktan

Senyawa perangkap dibuat sesuai dengan perlakuan lalu dimasukkan kedalam botol dengan ukuran 12 ml lalu di isi atraktan sebanyak 10 ml. Selanjutnya botol berisi atraktan ditutup kemudian ditusuk bagian atas botol dengan jarum agar senyawa atraktan dapat menguap. Dilakukan pengisian ulang senyawa atraktan pada setiap perangkap pada setiap pengamatan.

Perakitan Perangkap

Perangkap menggunakan botol air mineral bekas ukuran 1500 ml dalam kondisi bersih dan tidak berbau. Pada dua sisi samping botol dengan jarak ± 5 cm dari tutup botol diberi lubang dengan bentuk jendela berukuran 3 x 3 cm dengan posisi berhadapan. Pada tutup botol air mineral diberi lobang untuk tali sebagai pengikat antara botol atraktan dan cabang kopi (Sinaga, 2019).

Pemberian Penanda Perangkap

Diberi penanda perangkap menggunakan besi yang ditulis masing-masing perlakuan pada tanaman kopi yang dijadikan sebagai perlakuan. Penanda perlakuan ditancapkan di dekat tanaman kopi sebagai perlakuan.

Pemasangan Perangkap

Perangkap yang telah dirakit kemudian dipasang secara acak pada areal pertanaman kopi dengan jumlah 54 buah. Pada botol mineral diisi dengan larutan detergen secukupnya. Selanjutnya botol berisi atraktan dimasukkan dan diikat dengan letak posisi ± 5 cm dari tutup botol mineral. Botol mineral yang sudah berisi atraktan dan larutan detergen di tali pada cabang pohon kopi sesuai dengan ketinggian perangkap masing masing perlakuan.

(33)

21

Parameter Pengamatan

1. Jumlah imago PBKo yang terperangkap

Data jumlah imago PBKo yang terperangkap diambil 2 kali dalam seminggu, yakni setiap hari senin dan kamis. Pengambilan data dilakukan sebanyak 8 kali dalam 1 bulan. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 07:00 – 10:00 WIB. Kemudian dihitung jumlah populasi PBKo yang tertangkap pada masing-masing perlakuan dengan disaring lalu dimasukkan kedalam botol koleksi sesuai perlakuan lalu diberi label.

2. Identifikasi serangga lain yang terperangkap

Serangga lain yang terperangkap disaring lalu dimasukkan kedalam botol koleksi sesuai perlakuan dan diberi label. Diidentifikasi seluruh serangga yang masuk dan terperangkap pada botol perangkap yang dipasang di areal pertanaman kopi arabika. Untuk mengidentifikasi serangga lain yang tertangkap pada botol perangkap pada setiap perlakuan caranya dengan menggunakan kaca pembesar dan mikroskop serta buku panduan identifikasi serangga dengan judul buku Pengenalan Pelajaran Serangga edisi keenam, penulis Donald J. Boror, Charles A. Triplehorn dan Norman F.

Johnson.

3. Persentase buah kopi yang terserang PBKo

Untuk menentukan persentase buah yang terserang oleh PBKo dilakukan dengan cara sebagai berikut :

-

Ditetapkan 1 pohon kopi sebagai sampel untuk setiap perlakuan pada areal penelitian, pohon sampel tiap pengamatan berbeda dengan pengamatan selanjutnya

(34)

22

-

Dipilih 4 cabang pada setiap pohon sampel, dengan posisi cabang berada di tengah bagian pohon dan ke empat cabang tersebut searah dengan 4 mata angin untuk mewakili per pohon kopi

-

Dihitung total buah yang sakit dan total buah kopi pada tiap cabang

-

Dihitung tingkat serangan hama PBKo per cabang, dengan rumus berikut : I = (a/b) x 100 %

Keterangan :

I = Tingkat serangan

a = Jumlah buah kopi terserang PBKo per cabang b = Jumlah buah kopi total per cabang

- Dari ke 4 cabang yang diamati, kemudian dirata-ratakan, sehingga tingkat serangan PBKo dinyatakan per satu tanaman kopi.

4. Perbandingan Sex Ratio

Sex ratio diukur dengan menghitung perbandingan jumlah imago jantan dan imago betina yang terperangkap pada setiap perlakuan percobaan.

Perhitungan Sex Ratio menggunakan rumus:

SR = Jumlah imago jantan : Jumlah imago betina

(35)

36

(36)

37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Semua jenis atraktan yang di uji berpengaruh nyata untuk menarik imago penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.).

2. Jenis atraktan Etanol : Metanol (1 : 4) adalah perlakuan terbaik dibandingkan dengan jenis atraktan lain yang diuji dengan rataan PBKo yang terperangkap sebanyak 15,12 ekor PBKo.

3. Ketinggian perangkap 1 meter adalah perlakuan terbaik dibandingkan dengan letak ketinggian perangkap lain yang diuji dengan rataan PBKo yang terperangkap 10,99 ekor PBKo.

Saran

1. Penggunaan perangkap dengan atraktan Etanol : Metanol (1 : 4) dengan ketinggian 1 meter dapat digunakan petani untuk mengendalikan hama PBKo di lapangan.

2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan perbandingan perhitungan fase vegetatif dan generatif kopi.

(37)

38

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, M. F. 2014. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika Dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri Dan Penyegar Sukabumi.

Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Ashada, D. 2020. Mengenal Sigarar Utang Varietas Kopi yang Berasal dari Hutang.

Portal Probolinggo.

Badan Pusat Statistik. 2015. Luas Tanaman dan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten. Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2018. Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Lampung.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2019. Penggerek Buah Kopi dan Pengendaliannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kepulauan Bangka Belitung.

Barrera J. F. 2008. Coffee Pests and Their Management. Encyclopedia of Entomology.

2nd ed. Springer: 961-998.

Erfan, M., H. Purnomo dan N. T. Haryadi. 2019. Siklus Hidup Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) pada Perbedaan Pakan Alami dan Pakan Buatan. Berkala Ilmiah Pertanian 2(2): 82-86.

Ernawati, F dan E. Hidayani. 2014. Pekembangan Hama PBKo pada Tanaman Kopi.

Jombang : Bidang Proteksi Balai Besar Pembenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.

Fintasari, J., S. Rasnovi, Yunita dan Suwarno. 2018. Fase Pertumbuhan dan Karakter Morfologi Kumbang Penggerek Buah Kopi, Hypothenemus hampei Ferrari (Coleoptera: Curculionidae) pada Umur Buah Berbeda. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. J. Bio leuser. 2(2):41-45. ISSN: 2597-6753.

Firdaus, 2015. Mengenal Lebih Dekat Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh.

Girsang, W., R. Purba dan Rudiyantono. 2020. Intensitas Serangan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Pada Tingkat Umur Tanaman Yang Berbeda Dan Upaya Pengendalian Memanfaatkan Atraktan. J. TABARO 4(1).

Gunawan, G., S. Tarmadja, Paidi. 2016. Pengendalian Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) Dengan Menggunakan Ferotrap. Mahasiswa

(38)

39

Fakultas Pertanian INSTIPER. Dosen Fakultas Pertanian INSTIPER. Juenal Agromast. 1(2).

Harni, R., Samsudin, W. Amaria, G. Indriati, F. Soesanthy, Khaerati, E. Taufiq, A. M.

Hasibuan dan A. D. Hapsari. 2015. Teknologi Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Kopi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal:

3-4.

Hayata. 2016. Hubungan Persentase Serangan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) dengan Dugaan Hasil di Kecamatan Betara Tanjung Jabung Barat. Universitas Batanghari. J.

Media Pertanian. 1(2):85-90.ISSN 2503-1279.

Hindayana, D., D. Judawi, D. Priharyanto, G. C. Luther, G. N. R. Purnayara, J.

Mangan, K. Untung, M. Sianturi, R. Mundy, dan Riyanto. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. 52 hlm.

Jannah, E, M. 2017. Komposisi Spesies Parasitoid Hama Bubuk Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.). Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Skripsi. Hal.5.

Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Kopi Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal – Kementerian Pertanian. Jakarta.

Koyasa, R, F. 2019. Preferensi Oviposisi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera:

Scolytidae) Terhadap Beberapa Jenis Biji Kopi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember. Skripsi. Hal.7.

Lumbanraja, F. R., S. Rosdiana, H. Sudarsono dan A. Junaidi. 2020. Sistem Pakar Diagnosis Hama Dan Penyakit Tanaman Kopi Menggunakan Metode Breadth First Search (BFS) Berbasis Web. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

11(1):3-4. EXPLORE : ISSN: 2087-2062, Online ISSN: 2686-181X.

Maesyaroh, S, S., Dewi, T, K., Tustiyani, I,. dan Mutakin, J. 2018. Keberadaan dan Keanekaragaman Serangga pada Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis L.). J.

Pertanian. 9(2):115-121.

Manurung, N. 2010. Ekologi Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) Pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica) Di Kabupaten Pakpak Bharat.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tesis. Hal.15.

(39)

40

Muliasari, A. A., Suwarto., dan N. Syamsir. 2016. Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Di Kebun Rante Karua, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Proc.

Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016.1:150-155.

Nonci, N. 2004. Biologi dan Musuh Alami Penggerek Batang Ostrina furnacalis Guenee (Lepidoptera:Pyralidae) Pada Tanaman Jagung. J. Litbang Pertanian.

23(1):8-14.

Novitasari, C. D., A. Ani dan R. Ekawati. 2012. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu (Bagasse) Untuk Produksi Bioetanol Melalui Proses Sakarifikasi Dan Fermentasi Serentak. Universitas Negeri Yogyakarta. J. PELITA. 8(2):65-74.

Pedigo P. L. 1999. Entomology and Pest Management 2nd Ed. New Jersey : Prentice- Hall Inc. dalam Priawandiputra, W. dan A. D. Permana. 2015. Efektivitas Empat Perangkap Serangga dengan Tiga Jenis Atraktan di Perkebunan Pala (Myristica fragrans Houtt). Institut Pertanian Bogor. J. Sumberdaya Hayati 1(2):54-59.

Pradinata. B. 2016. Ketertarikan Serangga Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Terhadap Beberapa Warna Perangkap dan Sumbangsihnya Pada Materi Keanekaragaman Hayati di Kelas X MA/SMA. Universitas Islam Negeri Raden Fatah. Palembang. Skripsi. Hal 16.

Prastowo B. E., Karmawati., Rubijo., Siswanto., I. Chandra dan S. J. Munarso. 2010.

Budidaya dan Pasca Panen kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Priawandiputra, W. dan A. D. Permana. 2015. Efektifitas Empat Perangkap Serangga dengan Tiga Jenis Atraktan di Perkebunan Pala (Myristica fragrans Houtt).

Institut Pertanian Bogor. J. Sumberdaya Hayati 1(2):54-59.

Prima Tani, 2006. Aplikasi Penggunaan Atraktan Nabati.

http://primatani.litbang.deptan.go.id.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahayu, A. Y., O. Herlina, E. M. Dewi dan Rostaman. 2019. Pengembangan Budidaya Kopi Robusta Organik pada Kelompok Tani Sido Makmur Desa Pesangkalan Kabupaten Banjarnegara. J. Ilmiah Pengabdi. 5(2):104-109.

Riarmanto, A, K. 2016. Keanekaragaman dan Peranan Semut Pada Pertanaman Kopi di “UB Forest”, Malang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.

Malang.

(40)

41

Sihaloho, M. R., 2019. Uji Ketinggian dan Perangkap Atraktan Untuk Mengendalikan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Tanjung Beringin Kabupaten Dairi. Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Silitonga, D. 2015. Analisis Kerusakan Kopi Akibat Serangan Hama Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) pada Pertanaman Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Sinaga, K. M., D. Bakti dan M. I. Pinem. 2015. Uji Ketinggian Dan Tipe Perangkap Untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pearung Kabupaten Humbang Hasundutan.

J. Online Agroekoteknologi. 3(3):829-836.

Siregar, A. Z. 2016. Bio-ecology of H. hampei In Coffe Plantation in Sumbul and Sidikalang Districts, Northen of Sumatera, Indonesia. Int. J. Adv. Res. 4 (11) : 2051-2058.

Siregar, A. Z. dan Dewiyana, H. 2016. The Use of Traps to Detect Hypothenemus hampei in Coffee Plantation in Dairi, North of Sumatera, Indonesia. Int. J. Sci and Tech. Res. 5:217-220.

Situmorang, W. N., Marheni dan A. Z. Siregar. 2018. Uji Tipe dan Ketinggian Perangkap untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) (Coleoptera : Scolytidae) di Desa Pegagan Julu II Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Universitas Sumatera Utara. J. Pertanian Tropik.

5(1):113-119. ISSN: 2356-4725.

Wiryadiputra, S. 2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKO, Hypothenemus hampei). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. J. Pelita Perkebunan. 22(2):101-118.

Wiryadiputra, S. 2012. Keefektifan Insektisida Cyantraniliprole Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei) pada Kopi Arabika. J. Pelita Perkebunan. 28(2):100-110.

(41)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk  merefresh  pemahaman  kita,  sebenarnya  dimana  titik  perbedaan  antara pengklusteran  kasar  dan  pengklasteran  halus?  Pengklusteran  kasar  akan

Kepala

Bahasa Pemrograman yang digunakan adalah bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 yang dilengkapi dengan tampilan grafis sehingga, memudahkan pemakai dapat menjalankan

Hendro Gunawan, MA

Dalam pembuatan aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit kedokteran umum ini digunakan perangkat lunak Borland Delphi 6.0, yang mendukung database dan

Hendro Gunawan, MA

[r]

Peserta yang mendaftar dalam program ini akan mengikuti Master Class, Repertoir Group Class atau Pilihan mengikuti Gypsy Music Class, Technique Group Class,