• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

(STUDI PADA PERUSAHAAN- PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA) V.TITI PURWANTINI

STIE AUB Surakarta

Abstract

This study aimed to examine the influence of Independence of the Board of Commissioners, Institutional Ownership and Ownership is concentrated on corporate value and financial performance. In manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange. Respondents in this study amounted to 100 companies / issuers. Analysis of data using multiple regression methods The test result data obtained regression equation model as follows: first Y1= 1.239 + 0,332 X1+ 0,98 X2-0.201 X3+1,013, the regression function can be seen that the variable independence of the Board of Commissioners significant not affect the value of the company, institutional ownership variable is significantly negative effect to the variable value of the company. And concentrated ownership variable is significantly positive effect on the variable value of the company. Second, the function of multiple regression equations are Y2 = 0.695-0.094X1-0,1X2-0,301X3+0.305, meaning that the Independence of the Board of Commissioners does not have influence with Financial Performance (Return On Asset), Any number of independent ROA does not affect financial performance represented corporate assets and debts. Variable institutional ownership also has no effect on financial performance (ROA); this also means the ownership of shares by institutions which became a shareholder does not affect the company's financial performance in terms of total assets and total debt. While the concentrated ownership has a positive influence on ROA, which also means that share ownership is concentrated in the company's financial performance will improve because it will increase the total assets. Third regression function Y3= 3.662 +1.884 X1 - 0,045X2+ 0.612X3 + 4.499, it is known that the variable independence of the Board of Commissioners has no effect on financial performance set forth in the ratio of net income and capital stock. Any number of Independent Commissioners will not affect the return on own capital. Institutional Ownership variables also did not affect the ROE variable so it can be said that any number of institutions participating in the ownership of shares does not affect the company's net income. Meanwhile, Concentrated Ownership variable has a positive influence on ROE variables, this means that the greater the company's shares become the property rather than sold in the community will further increase the income from capital owned company. Coefficient of determination resulting from the independence of the board of commissioner’s variables, institutional ownership and ownership is concentrated to provide information that is very large percentage of the value of the company. External factors are very large role in determining the value of the company. Concentrated ownership gives the largest contribution in the increase or decrease in share value, for performance variables (ROA and ROE), board independence variables, institutional ownership and ownership is concentrated to provide the information that a small percentage

Keywords: Independence of the Board of Commissioners, Institutional Ownership, Ownership is concentrated, the Company Value, Financial Performance Company (Return on Assets, Return on Equity)

I. Pendahuluan

i Era Globalisasi dan Pasar bebas, negara-negara di dunia dituntut untuk menerapkan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis yaitu kegiatan bisnis yang berbasis prinsip-

prinsip tata kelola perusahaan yang baik yang dikenal dengan istilah Good Corporate Goverance (GCG).

Pemicu utama berkembangnya kebu- tuhan akan praktik-praktik Tata Kelola Peru- sahaan yang baik adalah sebagai akibat ter- jadinya kebangkrutan perusahaan-perusahaan

D

(2)

ternama, baik di sektor keuangan maupun non keuangan, seperti Polly Peck, BCCL, WordCom di Amerika Serikat, HIH dan One-tel di Australia (Husain dan Malin,2007). Demikian pula yang terjadi di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Berbagai peristiwa yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir ini menjadikan Corporate Goverance sebuah isu penting dikalangan para eksekutif, organisasi-organi- sasi Non Government Organization (NGO), para konsultan korporasi, akademisi, dan regulator (pemerintah) di berbagai dunia. Isu-isu yang terkait dengan corporate governance seperti transparansi, akuntabilitas, independensi, etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan perlin- dungan investor telah menjadi ungkapan- ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan para pelaku bisnis (Tjager,2007) .

Menurut kajian yang dilakukan Berle dan Means (dalam Lastanti, 2005) isu corporate Governance dilatar belakangi adanya teori agency (Agency Theory) yang menya- takan bahwa permasalahan agency (Agency problem) muncul ketika kepengurusan suatu perusahaan terpisah dari pemiliknya. Dewan Komisaris yang berperan sebagai agent dalam suatu perusahaan diberi kewenangan untuk mengurus jalannya perusahaan dan mengam- bil keputusan atas nama pemilik, namun agent tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham (pemilik).

Sedangkan menurut Tjager et al. (dalam Lastanti, 2005), agency problem yang muncul sebagai akibat adanya hubungan antara agent dengan pemilik ketika timbul konflik antara harapan dan tujuan pemilik/pemegang saham dan para direksi (top management). Para pemilik mengalami kesulitan untuk memveri- fikasi apa yang sesungguhnya dikerjakan manajemen dan juga ketika pemilik dan direksi mempunyai sikap yang berbeda terhadap resiko.

Menurut Tjager et al.(2003) dalam bukunya yang berjudul corporate governance menyatakan bahwa sentralisasi isu corporate governance juga dilatar belakangi beberapa permasalahan diantaranya adanya tuntutan akan transparansi dan independensi itu terlihat adanya tuntutan perusahaan agar memiliki

lebih banyak komisaris independen yang mengawasi tindakan–tindakan para eksekutif.

Konflik kepentingan tersebut dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme yang mampu mensejajarkan kepentingan pemegang saham selaku pemilik dengan kepentingan manajemen. Mekanisme tersebut dikenal sebagai tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yaitu mekanisme untuk mengendalikan, mengatur dan mengelola bisnis untuk mening- katkan kemakmuran dan akuntabilitas peru- sahaan yang pada akhirnya mewujudkan shareholder value. Disamping itu GCG ber- peran sebagai alat untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat ini tergantung pada efektifitas penerapan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik didalam sebuah perusahaan (Kusadrianto,2007). GCG juga berfungsi untuk menumbuhkan keper- cayaan Investor terhadap perusahaan (Emirzon, 2007). Jika perusahaan mempunyai komitmen dan konsistensi menjalankan prinsip GCG dalam aktivitas perusahaannya dengan sendirinya menumbuhkan kepercayaan investor. Prinsip-prinsip GCG juga berfungsi untuk mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar tidak hanya menguntungkan diri sendiri tetapi juga menguntungkan pemilik perusahaan. Kepentingan pemilik dana adalah memperoleh return yang memadai atas dana yang ditanamkan (Gunarsih, 2007). Lemahnya penerapan Good Corporate Goverance (GCG) sering disebut sebagai salah satu penyebab krisis keuangan di negara-negara di Asia, hal ini dikarenakan semakin terpisahnya hubungan para pemegang saham dengan manajemen, kurangnya transparan perusahaan dalam pelaporan kinerja keuangan, semakin tidak terkendalinya pengelolaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan dan tidak effektifnya komite pengawas. Hal ini akan menyebabkan peru- sahaan tidak dapat mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu profit dan market value yang maksimal (Husnan, 2007). Pendapat ini juga didukung oleh Newel dan Wilson (dalam Lastanti, 2005) dalam artikelnya yang berjudul A Premium for Good Governance yang menyatakan bahwa secara teoritis praktek good corporate governance dapat meningkatkan nilai peru-

(3)

sahaan diantaranya meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang muncul akibat tindakan pengelola yang cenderung menguntungkan diri sendiri.

Dampak dari tidak atau kurangnya penerapan prinsip-prinsip GCG sangat luas, tidak saja secara perseorangan atau kelem- bagaan tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Oleh karena itu penerapan prinsip-prinsip GCG merupakan suatu keharusan. Tuntutan penerapan GCG pada lembaga Investasi baik domestik maupun manca negara karena dinyakini akan menolong perusahaan dan perekonomian yang sedang tertimpa krisis untuk bangkit kearah yang lebih baik, mampu bersaing, dapat dikelola secara dinamis dan professional sehingga dapat menjadi pesaing yang tangguh dan pada akhirnya akan memu- lihkan kepercayaan investor. Penilaian dan Evaluasi keberhasilan penerapan GCG dila- kukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yaitu Organisasi Independen yang didirikan untuk mema- syarakatkan konsep, praktik dan manfaat Corporate Governance. Hasil penilaian berupa Corporate Governance Perception Index (CGPI).

Nilai CGPI menunjukkan seberapa banyak poin dalam Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (Emirzon,2007) Tinggi rendahnya nilai CGC yang diperoleh akan mempengaruhi kinerja keuangan yang berarti penerapan GCG antara lain dipengaruhi oleh tingkat trans- paransi laporan keuangan (Sukomulyo,2004).

Peneliti lain melakukan pengamatan atas pengaruh Corporate Governance terhadap nilai perusahaan dalam suatu negara. Black (2001) untuk perusahaan Rusia, Gompers (Sukomulyo, 2004) untuk perusahaan Amerika dan Black et al (2003) bagi perusahaan Korea.

Semua penelitian menunjukkan bahwa Corporate Governance merupakan faktor yang penting dalam menentukan nilai perusahaan.

Penelitian ini menguji dua hal, yang pertama dampak mekanisme GCG yang diwakili oleh tiga sifat elemen mekanisme GCG yaitu indepensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan struktur kepemilikan ter- konsentrasi terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan Tobin’Q (Rasio Q). Kedua dampak mekanisme GCG yang diwakili oleh

tiga sifat elemen GCG yaitu indepensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan struk- tur kepemilikan terkonsentrasi terhadap kinerja perusahaan yang diwakili oleh rasio keuangan yaitu Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE)

Rumusan masalah dalam penelitian adalah : Apakah independensi dewan komi- saris berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan, Apakah kepemilikan institusional berpengaruh ter- hadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan, Apakah struktur kepemilikan terkonsentrasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan, dengan batasan masalah hanya terfokus pada mekanisme Good Corporate Governance yang terdiri dari tiga elemen yaitu independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional dan kepemilikan yang terkonsentrasi dengan nilai perusahaan. Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Adapun tujuan dari penelitian adalah Mengetahui pengaruh independensi dewan komisaris terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan, Mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan peru- sahaan, dan Mengetahui pengaruh struktur kepemilikan terkonsentrasi terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mem- berikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama kajian akuntansi keuangan mengenai agency theory dan corporate governance dan konsekuensinya terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Temuan pene- litian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan masukan kepada para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami corporate governance dalam manajemen keuangan

II. TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan dari Michael C. Jensen dan William H. Meckling menyatakan hubu- ngan keagenan atau agency relationship

(4)

muncul ketika satu atau lebih individu (majikan) menggaji individu lain (karyawan atau agen) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen atau karyawannya.

Biasanya ada tiga jenis konflik keagenan yang sering terjadi, yaitu: (1) Konflik antara pemegang saham dengan manajer, (2) Konflik antara pemegang saham dengan pemegang hutang, dan (3) Konflik antara pemegang saham mayoritas dengan minoritas.

1. Konflik antara Pemegang Saham dengan Manajer

Manajer disewa oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan, agar perusahaan mencapai tujuan pemegang saham, yaitu memaksimumkan nilai peru- sahaan (kemakmuran pemegang saham).

Tetapi apakah manajer akan bertindak konsisten dengan tujuan memakmurkan pemegang saham, Dari sini muncul potensi konflik antara kedua pihak tersebut. Konflik antara pemegang saham dengan manajer diperparah pada beberapa situasi seperti kepemilikan saham yang tersebar. Manajer bisa mempunyai agenda sendiri yang tidak selalu konsisten dengan tujuan yang dibe- bankan oleh pemegang saham. Donaldson, seorang peneliti di Amerika Serikat, menyebutkan dua motivasi dasar manajer yaitu Survival dimana Manajer berusaha menguasai sumberdaya agar perusahaan terhindar dari kebangkrutan dan Indepen- densi atau Kecukupan diri yaitu Manajer ingin mengambil keputusan yang bebas dari tekanan pihak luar, termasuk dari pasar keuangan. Manajer tidak suka menge- luarkan saham, karena akan mengundang campur tangan pihak luar. Sebaliknya manajer akan lebih suka menggunakan dana yang dihasilkan secara internal. Erat kaitannya dengan konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep Free Cash Flow (Jensen, 1986). Menurut teori ini, manajer akan berusaha memegang sumber daya perusahaan agar tetap dalam kendali manajer. mendefinifikan aliran kas bebas (free cash flow) sebagai aliran kas yang tersisa setelah semua proyek dengan NPV positif didanai. Free cash flow lebih baik dibagikan ke pemegang saham, bukannya

ditahan, karena perusahaan sudah tidak mempunyai kesempatan investasi yang menguntungkan.

2. Konflik antara Pemegang Saham dengan Pemegang Hutang

Disamping konflik antara manajer dengan pemegang saham, ada potensi konflik yang mungkin timbul antara pemegang saham dengan pemegang hutang. Pemegang saham, melalui manajer, bisa mengambil keuntungan atas pemegang hutang. Konflik tersebut bisa terjadi karena pemegang saham dengan pemegang hutang mempunyai struktur penerimaan (pay off) yang berbeda. Pemegang hutang memper- oleh pendapatan yang tetap (yaitu bunga) dan kembalian pinjamannya, sedangkan pemegang saham memperoleh pendapatan di atas kelebihan atas kewajiban yang perlu dibayarkan ke pemegang hutang. Jika nilai perusahaan berada dibawah nilai kewajiban hutang, pemegang hutang berhak atas semua nilai perusahaan. Jika nilai peru- sahaan naik di atas nilai hutang, pemegang saham berhak atas kelebihan tersebut.

Semakin tinggi kelebihan tersebut, semakin tinggi nilai yang dimiliki pemegang saham, sementara kekayaan pemegang hutang tetap, tidak berubah. Perbedaan (asimetri) struktur pay-off tersebut bisa menyebabkan perbedaan perilaku.

3. Konflik antara Pemegang Saham Mayoritas dengan Pemegang Saham Minoritas

Pemegang saham tidak bersifat homogen. Karena pemegang saham tersebut berlainan, maka akan ada potensi konflik antar pemegang saham. Potensi konflik bisa terjadi ketika pemegang saham mayoritas mengambil manfaat (merugikan) atas pemegang saham minoritas.

Good Governance

Tiga pilar Utama Good Governance

Pilar utama yang menyusun suatu sistem Governance (sistem Pengaturan) adalah penjabaran dari institusi formal dalam sebuah negara modern yang mempunyai peran dalam penyusunan dan menentukan segala kepu- tusan yang akan diambil yang berdampak bagi masyarakat secara keseluruhan. Tiga pilar utama tersebut yaitu Administrative

(5)

Governance, Political Governance dan Economic Governance Dimana ketiga pilar tersebut memiliki peran khusus yang berbeda

satu sama lain tetapi fungsinya saling meleng- kapi dalam sebuah sistem governance (Emirzon,2007)

Tiga pilar Utama Good Governance dan Cakupannya Pilar Utama Good

Governance Cakupan Tugas

Administrative

Governance Sistem implementasi kebijakan yang dilakukan melalui sektor publik yang mempunyai karakteristik efisien, independen, akuntabel dan transparan

Political

Governance Menunjuk pada proses perumusan kebijakan yang dilakukan pemegang kekuasaan negara dengan legitimasi rakyat

Economic

Governance Praktik governance pada wilayah proses perumusan kebijakan yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi aktivitas perekonomian negara atau hubungan ekonomi dengan negara lain.

Tabel menunjukkan bahwa Administrative Governance sebagai salah satu sistem dalam penerapan kebijakan sektor publik yang mempunyai karakteristik efisien, independen, akuntabel dan transparan.

Demikian juga dengan Political Governance bahwa negara harus terdiri dari kekuasaan legislatif, eksekutif dan pengadilan yang mempresentasikan pluralitas politik dan memberikan peluang warga negara untuk secara bebas memilih wakil mereka. Economic Governance adalah tata kelola perekonomian yang baik untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Praktik governance pada wilayah proses perumusan kebijakan yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang mem- pengaruhi aktivitas perekonomian negara atau hubungan ekonomi dengan negara lain harus diterapkan terutama di bidang perdagangan sehingga Good Corporate Governance dapat tercapai. Ketiga pilar utama Good Governance merupakan suatu sistem yang satu sama lain saling bersentuhan dan saling mempengaruhi.

Jika satu subsistem bermasalah maka akan mengganggu subsistem yang lain.

Pengertian Good Corporate Governance (GCG) Pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dengan definisi sebagai berikut, “A set a rules that define the relationship between shareholder, manager, creditor, government, employee and other internal and external stakeholder in

respect to the right and responsibility”.

Sedangkan Monks dan Minow (1995) mendi- finisikan sebagai partisipasi dalam menentukan arah dan kinerja korporasi. Shleifer dan Vishny (1997) menyebut Corporate Governance sebagai bagian cara atau mekanisme untuk menyakinkan para memilik modal dalam memperoleh imbal hasil yang sesuai dengan investasi yang ditanamkan. The Organization for Economic Corporation and Development (OECD) mengartikan Corporate Governance adalah system yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan. Corporate Governance mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer dan semua anggota, stakeholder non pemegang saham.

Sedangkan Center for European Policy Studies mempunyai formula lain, yaitu GCG meru- pakan system yang dibentuk mulai dari hak, proses, dan pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan.

Dengan demikian dari beberapa difinisi mengenai Corporate Governance diatas dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance merupakan sistm dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berke- pentingan dengan berbagai pihak (stakeholder) seperti kreditur, supplier, asosiasi bisnis,

(6)

konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas.



Prinsip-Prinsip Corporate Governance

Pada April 1998, OECD telah menge- luarkan seperangkat prinsip corporate governance yang dikembangkan seuniversal mungkin. Hal ini mengingat bahwa prinsip ini disusun untuk digunakan sebagai referensi di berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, dan lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman oleh semua negara atau perusahaan namun diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing bilamana diperlukan. Prinsip- prinsip good corporate governance yang dikembangkan OECD meliputi 5 hal sebagai berikut :

1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham.

Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melin- dungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu

a. Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan

b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya

c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur.

d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Tebatas dan Undang-Undang No.

8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, setiap perusahaan wajib mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dalam jangka waktu enam bulan setelah tutup tahun buku. Dalam rangka RUPS ini, direksi wajib menyusun laporan keuangan tahunan terakhir, informasi tentang kegiatan usaha dan perubahannya, problem yang dihadapi, dan hasil-hasil yang telah dicapai. Laporan tersebut juga mengung- kapkan nama Direksi dan Komisaris berikut remunerasi masing-masing direksi atau komisaris. Untuk perusahaan terbuka,

laporan keuangan harus diperiksa (diaudit) oleh Akuntan Pulik dan dipublikasikan dalam dua surat kabar berperedaran nasional. Jika dokumen tersebut tidak benar atau menyesatkan, para direktur dan komisaris secara pribadi dapat bertanggung jawab kepada setiap pihak yang menderita kerugian. Memilih anggota dewan komi- saris dan direksi BAPEPAM juga telah menetapkan peraturan tentang hal-hal apa saja yang harus diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan secara terbuka.

Laporan tahunan harus mencakup antara lain ikhtisar data keuangan penting peru- sahaan untuk periode 5 (lima) tahun ana- lisis dan pembahasan manajemen, penje- lasan mengenai investasi, ekspansi, tran- saksi yang mengundang benturan kepen- tingan, dan transaksi dengan pihak afiliasi.

Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit.

Undang-undang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Pasar Modal juga mengatur mengenai tata cara pelaksanaan RUPS. Pemanggilan pemegang saham dilakukan oleh direksi 14 hari sebelum RUPS dengan menggunakan surat tercatat. Untuk perusahaan terbuka, menggunakan pem- beritahuan di dua surat kabar paling tidak 28 hari sebelum RUPS. Pemberitahuan atau pemanggilan tersebut harus mencakup waktu, tempat, dan agenda RUPS. Kuorum untuk RUPS adalah separuh dari hak suara pada RUPS pertama dan sepertiga dari hak suara pada RUPS yang kedua. Keputusan persetujuan dalam RUPS diambil musya- warah mufakat. Jika persetujuan melalui musyawarah tidak tercapai, pengambilan suara dengan sistem simple majority harus dilakukan.

e. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.

2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham

Kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau per- baikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka.

(7)

Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perla- kuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktek- praktek insidertrading dan self dealing, dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung bentu- ran kepentingan (conflict of interest).

3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan.

Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders, seperti ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para stakeholders tersebut dalam rangka mencip- takan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha.

4. Keterbukaan dan Transparansi

Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan.

Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepe- milikan, dan pengelolaan perusahaan.

Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi.

Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan.

Keterbukaan dan transparansi merupakan prinsip yang sangat mendasar di Pasar Modal.

Perusahaan terbuka wajib menyampaikan laporan berkala dan informasi material lainnya kepada BAPEPAM dan publik. Dalam rangka melakukan penawaran umum, Emiten/

Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran yang terdiri dari dokumen-dokumen yang meliputi aspek keterbukaan, akuntansi, dan hukum. Hampir semua dokumen-dokumen tersebut, termasuk prospektus, merupakan dokumen publik yang dapat diakses oleh semua Pihak. Dengan demikian pemodal dapat menganalisa keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan sebelum mengambil keputusan investasinya. Kemudian

setelah Emiten/Perusahaan Publik melakukan penawaran umum, maka mereka wajibkan laporan kepada Bapepam dalam dua jenis yaitu laporan berkala dan laporan insidentil.

Kewajiban penyampaian laporan berkala meliputi laporan keuangan, baik tahunan dan tengah tahunan, dan laporan realisasi peng- gunaan dana hasil penawaran umum sedang- kan laporan insidentil meliputi kewajiban keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik, dan keterbukaan dalam hal kepailitan. Prinsip keterbukaan dan transparansi juga menekankan bahwa infor- masi yang diungkapkan perusahaan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Sekarang bagaimana dengan kualitas standar akuntansi yang digunakan di Pasar Modal? Sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat 1 UU Pasar Modal, laporan keuangan Emiten/Perusahaan Publik wajib disusun dengan menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu Pernya- taan standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Kemudian sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat 2 UU Pasar Modal, Bapepam berwenang menetapkan ketentuan. Akuntansi di Pasar Modal dalam rangka meningkatkan kualitas keterbukaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan konsultan Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan bahwa standar akuntansi yang berlaku di Pasar Modal Indonesia, yaitu PSAK dan peraturan Bapepam di bidang akuntansi, secara signifikan telah sesuai dengan standar akuntansi internasional atau International Accounting Standards (IAS).

5. Akuntabilitas dewan komisaris (board of directors).

Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis peru- sahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

Prinsip ini juga memuat kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.

Selain RUPS Tahunan, perusahaan harus melaksanakan Rapat Umum Luar Biasa (RUBL)

(8)

untuk mengamandemen anggaran Dasar peru- sahaan. RUBL tersebut membutuhkan kuorum dua pertiga kehadiran, dan keputusan diambil melalui dua per tiga hak suara yang hadir.Jika terjadi konsolidasi, merger/ akuisisi, pengam- bilalihan, kepailitan, atau pembubaran peru- sahaan, persetujuan RUPS sah apabila tiga perempat pemegang saham dengan hak suara hadir dalam RUPS dan jika suara setuju dibe- rikan oleh tiga perempat dari yang hadir.

Sebagai tambahan RUPS yang diwajibkan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang- undang Pasar Modal menyatakan bahwa BAPEPAM dapat mewajibkan perusahaan terbuka untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen sehubungan dengan transaksi yang mengundang benturan kepentingan. Dalam Peraturan Bapepam yang baru direvisi, benturan kepentingan didefi- nisikan sebagai perbedaan antara kepentingan ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi, komisaris, atau pemegang saham utama. Perusahaan atau Pihak terafiliasi direksi, komisaris, atau peme- gang saham utama. Dalam peraturan tersebut dirinci keterbukaan apa saja yang harus disam- paikan kepada pemegang saham dalam bentuk sirkular sebelum RUPS. Sirkular tersebut meliputi penjelasan mengenai alasan dilaku- kannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut, penjelasan cara-cara alternatif untuk mencapai hasil yang sama tanpa mengandung benturan kepentingan, penilaian dari ahli yang independen atas proposal yang diajukan, serta informasi yang relevan lainnya. Transaksi yang mengandung benturan kepentiangan harus disetujui dalam RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50%

pemegang saham independent dan memper- oleh suara pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50% pemegang saham independen. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka RUPS kedua dapat dilakukan. Pada RUPS kedua, pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50% pemegang saham independent harus hadir dan lebih dari 50%

pemegang saham independen yang hadir harus memberikan persetujuan. Jika kuorum tidak dipenuhi, RUPS ketiga dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari BAPEPAM

dan persetujuan diberikan oleh lebih dari 50%

pemegang saham independen yang hadir.

BAPEPAM juga telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan dilaksanakannya RUBL untuk mendapat persetujuan pemegang saham atas transaksi material dan perubahan kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan terbuka.

Kriteria untuk transaksi material adalah transaksi yang mencapai nilai 10% dari penda- patan dan 20% dari Ekuitas. Keterbukaan infor- masi harus diumumkan melalui surat kabar berperedaran nasional paling tidak 28 hari sebelum RUBL. Keterbukaan yang harus dila- kukan antara lain adalah adanya evaluasi dari ahli yang independen tentang feasibility dan kewajaran transaksi, penjelasan mengenai adanya keahlian yang diperlukan untuk mengubah kegiatan usaha, penjelasan mengenai alasan dan justifikasi untuk mengubah kegiatan usaha, dan informasi material lainnya yang relevan. Pola umum peraturan perundangan di Indonesia dalam rangka RUPS adalah mewajibkan persetujuan pemegang saham melalui pengambilan suara untuk keputusan-keputusan tertentu, melak- sanakan RUPS dengan pemberitahuan 28 hari sebelumnya, dan menyediakan informasi bagi pemegang saham dengan penjelasan yang lengkap tentang materi yang diajukan sebelum RUPS dilaksanakan. Kerangka hukum dalam rangka pelaksanaan RUPS tersebut telah memberikan perlindungan atas hak-hak peme- gang saham, dengan demikian, telah konsisten dengan prinsip good corporate governance.

Keberadaan Komisaris Independen

Terminologi mendasar mengenai Independensi

Independensi Profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Melaksanakan "fit and proper test" terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyaki- ninya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appearance). (The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG): 2000, p. 6). Di

(9)

Amerika Serikat, aktivitas pergerakan corporate governance telah dimulai pada tahun 1930-an sebagai reaksi atas terjadinya stock market crash pada tahun 1929. Namun baru pada era 1980-an perilaku investor Amerika Serikat menunjukkan aktivisme corporate governance yang signifikan. Dituntut oleh kewajiban untuk melaksanakan halnya dalam pengambilan suara (voting) sesuai dengan ketentuan Employment Retirement Securities Act (ERISA), Menunggu implementasi good corporate governance para investor institusional seperti fornia Public Employees Retirement System (CalPERS) dan New York State and Local Employees’ Retirement System mulai menggunakan hak suara mereka dan mengusulkan diterapkannya good corporate governance. Salah satu aspek yang mereka usulkan adalah bahwa bahwa board of directors harus bersikap independen dari manajemen atau pemegang saham mayoritas dan harus bertanggungjawab terhadap seluruh pemegang saham. Sejak itu, keberadaan independent non-executive directors mulai diperkenalkan di perusahaan-perusahaan Amerika Serikat dan jumlahnya semakin meningkat dewasa ini. Mengapa independent directors, atau outside directors, atau komisaris independen itu perlu? Dalam salah satu artikelnya, Barry Reiter menyatakan bahwa outside directors dapat membantu membe- rikan kontinuitas dan objektivitas yang diper- lukan bagi suatu perusahaan untuk ber- kembang dan makmur. Outsider directors membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut. Dengan demikian hal ini akan mem- berikan benefit yang tinggi bagi perusahaan.

Perusahaan juga akan mendapat akses atas talenta dan pengetahuan-pengatahuan khusus yang mungkin akan sangat mahal, kalau diper- oleh selain melalui outsider directors. Lebih lanjut menurut pendapat John M. Nash, President National Association of Corporate Directors, board of directors merupakan bentuk konsultasi yang termurah. Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut Code tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai

kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi, dan memberikan nasehat bilamana diperlukan.

Anggota komisaris harus merupakan orang berkarakter baik dan mempunyai pengalaman yang relevan. Setiap anggota komisaris dan dewan komisaris harus menjalankan kewa- jibannya untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Komisaris juga harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggungjawab sosialnya dan mempertim- bangkan kepentingan berbagai stakeholders.

Sedangkan komposisi komisaris haruslah sedemikian rupa guna mencapai pengambilan keputusan yang cepat dan efektif. Setidaknya 20% dari anggota komisaris harus merupakan komisaris independen dalam rangka mening- katkan efektivitas dan transparansi atas pertimbangan-pertimbangan komisaris.

Komisaris independent harus independen dari direksi dan pemegang saham pengendali dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjalankan kewajiban secara adil atas nama perusahaan. Keberadaan komisaris inde- penden juga diatur dalam ketentuan Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek jakarta (BEJ) Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Penca- tatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara propor- sional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengen- dali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Adapun persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut :

1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen

2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayo- ritas dari perusahaan

3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam

(10)

satu kelompok usaha dan tidak pula dipe- kerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu

4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut

5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhu- bungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut 6. Komisaris independen tidak memiliki kon-

traktual dengan perusahaan atau peru- sahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut 7. Komisaris Independen harus bebas dari

kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemam- puannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang mengun- tungkan perusahaan.(Forum for Corporate Governance in Indonesia: 2000; p. 6)

Mekanisme Corporate Governance

1) Penelitian mengenai corporate governance menghasilkan berbagai meka- nisme yang dimaksudkan untuk memas- tikan bahwa tindakan tim manajemen benar-benar untuk kepentingan shareholder (terutama minority interest).

Menurut Barnhart & Rosenstein (1998) mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok. Pertama berupa internal mechanism (mekanisme internal), seperti komposisi dewan direksi/- komisaris, kepemilikan manajerial, dan komposisi eksekutif. Kedua, external mechanism (mekanisme eksternal), seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing. Sedangkan menurut Iskandar & Chamlou (2000) mekanisme pengawasan dalam corporate governance juga dibagi menjadi dua kelompok yaitu internal dan exsternal mechanism.

1. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum peme- gang saham, komposisi dewan komisaris, komposisi dewan direksi dan pertemuan dengan board of directors, sedangkan Struktur kepe- milikan perusahaan dibedakan menjadi

a. Tingkat konsentrasi kepemilikan Tingkat konsentrasi kepemilikan dapat dikatagorikan menjadi struktur kepemilikan terkonsen- trasi dan perusahaan yang struktur kepemilikannnya tidak terkon- sentrasi. Perusahaan dikatakan memiliki struktur kepemilikan terkonsentrasi apabila sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau institusi. Kontrol mereka atas perusahaan begitu besar sehingga segala tindakan merupakan cerminan dari kehendak pemilik. Sedangkan perusahaan dikatakan memiliki struktur kepemilikan yang tidak terkonsentrasi apabila kepemilikan saham menyebar secara merata ke publik, jadi tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah yang sangat besar dibanding lainnya (Swandari, 2003).

b. Kepemilikan Perusahaan.

Suatu perusahaan dapat dimiliki oleh instansi maupun non institusi.

Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepen- tingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi meman- tau secara professional per- kembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan. Menurut Pozen

(11)

(1994), investor institusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu investor aktif dan investor pasif.

Investor pasif tidak terlalu ingin terlibat dalam pengambilan keputusan manajerial, sedangkan investor aktif ingin terlibat dalam keputusan manajerial. Keberadaan institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan.

2.Exsternal mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal perusahaan seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian oleh pasar.

Peraturan Bursa Efek Indonesia

Menurut peraturan yang dikeluarkan bursa Efek Indonesia mengenai komisaris inde- penden ditetapkan jumlah komisaris inde- penden proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan Pemegang saham Pengendali dengan ketentuan Jumlah Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), maka PT Bursa efek Indonesia mengeluarkan Peraturan Pencatatan Efek Nomor 1A butir C Tentang Pembentukan Komisaris Independen, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan tertanggal 30 Juni 2000 yang diubah dengan Kep-339/BEJ/07-2001 tertanggal 20 Juli 2001. Dalam peraturan tersebut mewajibkan emiten yang tercatat di bursa wajib memiliki komisaris independen, komite audit dan sekretaris.

Nilai Perusahaan

Teori yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller menyatakan bahwa nilai peru- sahaan ditentukan oleh earnings power dari aset perusahaan. semakin tinggi earnings power semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini akan berdampak pada nilai perusahaan. Nilai perusahaan (Market Value of The firm) terdiri dari nilai hutang dan nilai saham. Nilai perusahaan yang naik dicerminkan dengan harga saham yang naik. Menurut White (2003) dalam bukunya

The Analysys and Use of Financial Statement terdapat beberapa model untuk mengukur nilai suatu perusahaan. Model pengukur tersebut antara lain dengan menggunakan Tobin’sQ ratio.Topik mengenai hubungan antara corporate governance dengan nilai perusahaan sudah banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Itturiaga dan Sanz (2000), Suranta dan Machfoedz (2004), Suranta dan Merdistusi (2004) Derta Darmawati (2004)

Kinerja Keuangan Definisi Penilaian Kinerja

Informasi akuntansi sangat bermanfaat untuk menilai pertanggungjawaban kinerja manajer. Karena penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah digunakannya informasi akuntansi bersamaan dengan informasi non akuntansi untuk menilai kinerja manajer atau pimpinan perusahaan (Sucipto,2003).

Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997, hal 503) adalah merupakan kata benda (n) yang artinya: 1.

Sesuatu yang dicapai, 2. Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja (tt pera latan), sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi (1997, hal 419) adalah penentuan secara periodik. Pengertian kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebi-jaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mem-presentasikan dan melaporkan kinerja semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertanggung- jawabkan (Wardani,2008). Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidaknya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan keuangan. Kepemilikan yang banyak terkon- sentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan kinerja suatu peru-sahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja Keuangan

(12)

perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keber-hasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan. Disclosure laporan keuangan akan memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan. Disclosure sebagai salah satu aspek good corporate governance diharapkan dapat menjadi dasar untuk melihat baik tidaknya kinerja keuangan perusahaan.

Kinerja Keuangan perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau variabel untuk mengukur keberhasilan peru- sahaan, pada umumnya berfokus pada infor- masi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut ber- manfaat untuk membantu investor, kreditor, calon investor dan para pengguna lainnya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan kredit, analisis saham serta menen- tukan prospek suatu perusahaan di masa yang akan datang. Penilaian kinerja perusahaan dila- kukan bertujuan untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang ditetapkan sebelumnya agar tercapai tujuan perusahaan yang baik. Melalui penilaian kinerja keuangan, maka perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangannya. Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan dengan tujuan :

1) Memperoleh pendapat wajar atas penyer- taan dalam suatu perusahaan atau menun- jukkan bahwa perusahaan bernilai lebih dari apa yang ada di dalam neraca

2) Keperluan merger dan akuisisi, yaitu untuk mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing peru- sahaan

3) Kepentingan usaha, yang bertujuan untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya

4) Memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan modal.

III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Obyek Penelitian.

1. Lokasi Penelitian : Bursa Efek Indonesia 2. Obyek Penelitian : Laporan Keuangan tahun

2005 sampai 2007, Perusahaan- perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia

Variabel Penelitian dan Difinisi Operasional Penelitian

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang akan diuji, maka variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

Variabel Penelitian Variabel Independen

1. Independensi Dewan Komisaris (X1)

Independensi dewan komisaris ditunjukkan dengan prosentase komisaris independen yang ada dalam dewan komisaris.

2. Kepemilikan Institusional (X2)

Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership) diukur dengan natural loga- rithma dari prosentase saham yang dimiliki institusi dibagi dengan jumlah saham yang beredar.

3. Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi (X3) Struktur kepemilikan terkonsentrasi dapat diukur dengan menggunakan Herfindahl Index (HI). Nilai Harfindahl Index diperoleh dengan menghitung jumlah kuadrat kepemilikan saham masing-masing peru- sahaan. Jika nilai herfindahl index men- dekati 1 dikatakan kepemilikan saham ter- konsentrasi, sedangkan jika nilainya men- dekati nol dikatakan kepemilikan saham adalah tersebar atau tidak terkonsentrasi.

Variabel Dependen Nilai Perusahaan (Y1)

Tobin’Q yang diberi simbol Q merupakan model untuk menghitung nilai perusahaan.

Tobin’s Q merupakan salah satu dari beberapa jalur other asset channel yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mempengaruhi pere- konomian khususnya dalam mencapai sasaran akhir dari kebijakan moneter. Tobin’s Q Model dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

 

EMVEBV DD

Q

 

(13)

dimana

Q : Nilai perusahaan

EMV : Nilai pasar equitas (Equity Market Value)

D : Nilai buku dari total hutang EBV : Nilai buku dari total aktiva

(Equity Book Value) Equity Market Value (EMV) diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan (Closing Price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun.

2. Kinerja Keuangan (Y2dan Y3)

Dalam penelitian ini penulis meng- gunakan ukuran kinerja profitabilitas berupa return on equity (ROE) dan return on Assets (ROA).Berikut ini rumus untuk menghitung beberapa ukuran kinerja tersebut diatas:

1. Return On Assets (ROA) (Y2), dihitung dengan formula sebagai berikut :

TotalAsset NetIncome ROA

2. 2. Return On Equity (ROE) (Y3),

dihitung dengan formula sebagai berikut :

rEquity Stockholde

NetIncome ROA

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah perusahaan Manufakture yang listing di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan berjumlah 100 perusahaan.

Penentuan sampel adalah dengan menggu- nakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan beberapa kriteria tertentu (Sutrisno Hadi, 1991). Adapun Kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel sebagai berikut : perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang memiliki komisaris independen 30%, kepe-

milikan saham terkonsentrasi. Kepemilikan terkonsentrasi dihitung dengan metode Harfindhal. Dari 360 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memenuhi kriteria hanya 100 perusahaan.

Untuk menguji dampak mekanisme corporate governance terhadap nilai peru- sahaan dan kinerja keuangan digunakan data annual report ke-100 perusahaan tersebut tahun 2005, 2006, dan 2007 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder Laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2005 sampai 2007 Teknik Pengumpulan data : Studi kepustakaan dan Dokumentasi dengan metode data pooling Teknik Analisis Data

I. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis teori, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk memenuhi sifat dari estimasi regresi yang bersifat BLUES (Best Linier Unbiased Estimator) yang meliputi :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak digunakan uji Kolmogorof Smirnov test . Apabila nilai Kolmogorof Smirnov Z mendekati 1 dengan Signifikansi asimetris 2 ekor lebih besar dari 0,05 berarti data terdistribusi normal dan sebaliknya apabila nilai Kolmogorof Smirnov Z mendekati 0 dengan Signifikansi asimetris 2 ekor lebih kecil dari 0,05 berarti distribusi data tidak normal

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menge- tahui apakah terjadi korelasi antara serangkaian observasi yang menurut waktu (time series) atau secara silang ruang (cross sectional).

Hal ini mempunyai arti bahwa hasil yang dicapai dipengaruhi oleh waktu dan

(14)

tempat observasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autoko- relasi. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson, dimana hasil pengujian ditentukan berda-

sarkan nilai Durbin-Watson. Kriteria yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi sebagai berikut (Gujarati, 2003 : 90)

Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson

DW Kesimpulan

<1,414 Ada autokorelasi positif 1,414-1,724 Tanpa kesimpulan 1,724-2,276 Tidak ada autokorelasi 2,276-2,586 Tanpa kesimpulan

>2,586 Ada autokorelasi negatif 1. Uji Heteroskedastisitas

Gejala heteroskedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual yang tidak sama pada semua observasi. Jika Varian dari satu observasi ke observasi lain lain tetap maka disebut homoskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah homoke- dastisitas atau tidak terjadi heteros- kedastisitas (Ghozali 2005:105). Pengujian dilakukan dengan 2 cara, yang pertama dengan Uji Park dengan kriteria pegujian membandingkan antara nilai t hitung dengan t tabel. Homoskedastisitas ditun- jukkan apabila t hitung variabel inde- penden lebih kecil dari t tabel. Yang kedua dengan grafik Scatterplot. Apabila tidak terjadi penyebaran data dimana titik-titik data terletak diatas dan dibawah angka 0 maka itu berarti homokedas- tisitas sebaliknya bila titik-titik data menyebar maka terjadi heteroskedas- tisitas

2. Uji Multikolinearitas.

Uji Multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel independent. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel inde- penden yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoli- neritas dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation

Faktor (VIF). Nilai cutoff yang umum digunakan adalah nilai tolerance<0,10 atau nilai VIF>10 (Ghozali 2005:91-92) II. Uji hipotesis dilakukan menggu-nakan

model multiple regression (regresi berganda)

Metoda ini digunakan untuk menjelaskan pola hubungan antara variabel inde- penden yaitu Independensi Dewan Komi- saris, Kepemilikan Institusional, Kepe- milikan Terkonsentrasi dengan variabel dependen yaitu nilai perusahaan dan kinerja perusahaan maka persamaan garis regresinya adalah :

Y1 = b0+ β1X1+ β2X2+ β3X3 + e Dimana :

Y1 = nilai perusahaan b0= konstanta

β1,β2,β3= koeffisien Independensi Dewan Komisaris, koeffisien Kepemilikan Institusional, koeffisien Kepemilikan terkonsentrasi

X1,X2,X3= Variabel Independensi Dewan Komisaris, variabel Kepemilikan Insti- tusional, variabel Kepemilikan terkon- sentrasi

1. Y2 =b0+ β1X1+ β2X2+ β3X3 + e

Dimana :

Y2 = kinerja keuangan b0 = konstanta

β1,β2,β3 = koeffisien Independensi Dewan Komisaris, koeffisien Kepemilikan Institusional, koeffisien Kepemilikan

(15)

terkonsentrasi

X1,X2,X3= Variabel Independensi Dewan Komisaris, Variabel Kepemilikan Institusional, Variabel Kepemilikan terkonsentrasi

e = Error

1. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji Statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam mene- rangkan variasi variabel terikat Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (β) sama dengan nol atau β = 0

Ho:β1,β2,β3 = 0: artinya variabel indepen- den bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen

Ha:β1,β2,β3 ≠ 0: artinya variabel inde- penden merupakan pen- jelas yang signifikan ter- hadap variabel dependen Untuk menguji kedua hipotesa ini digunakan statistik t yang dihitung dengan formula sebagai berikut (Kuncoro, 2007:81)

t S dan

k n

S

2 SSE

Dimana :

S : Deviasi Standard = S2 N : Jumlah Observasi

SSE : Sum of Square Error = ∑(Y1-Ŷ)2 K : Jumlah parameter

taraf signifikansi 5% atau (0,05), c) Nilai kritis tα/2, n-1-k, d).Kriteria pengujian : t <

nilai kritis atau t>nilai kritis, Ho ditolak dan Ha diterima, Ho diterima apabila nilai kritis negative>t<nilai kritis positip 2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik

F)

Analisa F-Test dimaksudkan untuk menguji apakah secara simultan variabel independen berpengaruh terhadap

variabel dependen. Rumus yang dimaksud sebagai berikut : (Kuncoro, 2007:83)

) 1 (

/ k n SSE

k F SSR

  Keterangan

SSR : Sum of Square Regression= ∑(Ŷ1-y)2 SSE : Sum of Square Error

n : Jumlah Observasi k : Jumlah Parameter

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

Menentukan Hipotesa

Ho: β12=,β3=0, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel X1,X2, X3terhadap variabel Y1 dan Y2

Ha: β1, ≠β2 ≠β3 ≠0, artinya ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel X1,X2, X3terhadap variabel Y b. Level of Significance (α) = 0,05, Derajat

kebebasan dk = n-1-k, Ftabel = (α,k,n-1- k), kriteria Pengujian : Ho diterima bila : F hitung ≤ Ftabel, Ho ditolak bila :F hitung > Ftabel

Keputusan Apabila Ho diterima maka tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan / bersama-sama variabel X1,X2,X3 terhadap variabel Y1, Y2

dan sebaliknya apabila Ho ditolak maka ada pengaruh yang signifikan secara simultan/bersama-sama antara variabel X1,X2,X3 dengan variabel Y1

dan Y2

3. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (R2) digu- nakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Kelemahan men- dasar penggunaan koefisien determinasi (R2) adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 dengan formula sebagai berikut (Kuncoro, 2007:84)

1.

 

 

 

n k

R n R

Adjusted 1

1

1 2

2

(16)

2. TSS R2SSR

Dimana

R2 : Koefisien Determinasi

SSR : Sum of Square Regression = ∑(Ŷ1-y)2 TSS : Total Sum Square

Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel depen- den amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Obyek Penelitian

Sejarah Perkembangan Pasar Modal Indonesia

Era sebelum Tahun 1976

Kegiatan jual-beli saham dan Obligasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada Abad ke-19, yaitu dengan berdirinya cabang bursa efek Vereniging Voor de Effectenhandel di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912.

Kegiatan usaha bursa pada saat itu adalah memperdagangkan saham dan obligasi perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, Obligasi Peme- rintah Kotapraja dan sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diter- bitkan oleh Kantor Administrasi di Belanda.

Selain cabang di Batavia, selanjutnya diikuti dengan pembukaan cabang Semarang dan Surabaya. Sejak terjadi perang dunia ke-2, Pemerintah Hindia Belanda menutup ketiga bursa tersebut pada tanggal 17 Mei 1940 dan mengharuskan semua efek disimpan pada bank yang telah ditunjuk. Pasar modal di Indonesia mulai aktif kembali pada saat Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan obligasi pemerintah dan mendirikan bursa efek di Jakarta, yaitu pada tanggal 31 Juni 1952.

Keadaan ekonomi dan politik yang sedang bergejolak pada saat itu telah menyebabkan

perkembangan bursa berjalan sangat lambat yang diindikasikan oleh rendahnya nilai nominal saham dan obligasi, sehingga tidak menarik bagi investor.

Pra-Deregulasi (1976 - 1987)

Presiden melalui Keppres RI No. 52 mengak- tifkan kembali pasar modal yang kemudian disusul dengan go publiknya beberapa perusahaan. Sampai dengan tahun 1983, telah tercatat 26 perusahaan yang telah go publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp 285,50 miliar. Aktifitas go publik dan kegiatan perdagangan saham di pasar modal pada saat itu masih berjalan sangat lambat, walaupun pemerintah telah memberikan beberapa upaya kemudahan antara lain berupa fasilitas perpa- jakan untuk merangsang kegiatan di bursa efek. Beberapa hal berikut ini merupakan faktor penyebab kurang bergairahnya aktifitas pasar modal: Ketentuan laba minimal sebesar 10% dari modal sendiri sebagai syarat go publik adalah sangat memberatkan emiten Investor asing tidak diijinkan melakukan transaksi dan memiliki saham di bursa efek, Batas maksimal fluktuasi harga saham sebesar 4% per hari, Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa efek

Era Deregulasi (1987 - 1990)

Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa paket deregulasi untuk merangsang seluruh sektor dalam perekonomian termasuk aktifitas di pasar modal, antara lain sebagai berikut:

Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (atau dikenal dengan PAKDES '87), yang antara lain berisi tentang penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, penghapusan biaya pendaftaran emisi efek yang ditetapkan oleh Bapepam, kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari nilai emisi, penghapusan batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memper- kenalkan adanya bursa parallel, Paket Kebijak- sanaan Oktober 1988 (atau dikenal dengan PAKTO '88), yang antara lain berisi tentang ketentuan legal lending limit dan pengenaan pajak atas bunga deposito yang berdampak positip terhadap perkembangan pasar modal,

(17)

Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (atau dikenal dengan PAKDES '88) di mana peme- rintah memberikan peluang kepada swasta untuk menyelenggarakan bursa. Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah mampu meningkatkan aktivitas pasar modal sehingga pada akhir tahun 1990 telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp 16,29 triliun.

Masa Konsolidasi (1991 - sekarang)

Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat.

Kegiatan go publik di bursa efek dan aktivitas perdagangan efek semakin ramai. Jumlah emiten meningkat dari sebanyak 145 perusa- haan pada tahun 1991 menjadi sebanyak 288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar sebanyak 1.090,41 triliun saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik hingga menembus angka 600 pada awal tahun 1994 dan pernah mencapai angka 712,61 pada bulan Pebruari 1997. Setelah swastanisasi bursa efek pada tahun 1992, pasar modal Indonesia mengalami peningkatan kapitalisasi pasar dan jumlah transaksinya. Pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkan otomasi sistem perdagangan di Bursa Efek Jakarta yang dikenal dengan JATS (The Jakarta Automated Trading System) yang memungkinkan dilakukannya transaksi harian sebanyak 200.000 kali dibandingkan dengan sistem lama yang hanya mencapai 3.800 transaksi per hari. Pada bulan September 1996, Bursa Efek Surabaya memperkenalkan sistem S-MART (The Surabaya Market

Information and Automated Remote Trading) yang memungkinkan terlaksananya perdaga- ngan jarak jauh.

Struktur Pasar Modal Indonesia

Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1995, kebijakan umum di bidang pasar ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Sedangkan pembinaan, dan penga- wasan sehari-hari dilakukan oleh Bapepam di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. Selain tugas tersebut, dalam rangka menciptakan pasar modal yang tepat, teratur dan efisien Bapepam memiliki wewenang sebagai berikut:

Memberi ijin usaha kepada bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek, penasehat investasi, Biro Administrasi Efek, Memberi ijin orang per- seorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara, Pedagang Efek dan Wakil Manajer Investasi, Memberi persetujuan bagi bank custodian, Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat, Menetapkan persyaratan dan tata cara, menunda atau membatalkan pernyataan pendaftaran, Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap para pihak, Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan public, Membekukan atau mem- batalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau melakukan transaksi bursa atas efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal

.

(18)

Struktur Pasar Modal Indonesia

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPEM)

BURSA EFEK

LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

PERUSAHAAN EFEK

-Penjamin Emisi Efek

-Perantara Pedagang Efek -Manajer Investasi

PROFESI PENUNJANG

-Akuntan Publik -Konsultan

Hukum -Penilai -Notaris LEMBAGA

PENUNJANG

-BAE

-Bank Kustodian -Penasehat

Investasi -Pemeringkat Efek

PERUSAHAAN PUBLIK

-Emiten -Perusahaan

Reksa

Gambar

Tabel  menunjukkan  bahwa  Administrative  Governance  sebagai  salah  satu  sistem  dalam  penerapan  kebijakan  sektor  publik  yang  mempunyai  karakteristik  efisien,  independen,  akuntabel  dan  transparan

Referensi

Dokumen terkait

Suatu gejala penting yang di temukannya dalam data yang dipelajari itu adalah hubungan erat antara organisasi sosial, sistem klan 6 , dan keyakinan kepada totem, yang sebenarnya

Mahasiswa yang dideskripsikan pada tulisan ini adalah sebanyak empat orang mahasiswa semester VII tahun akademik 2016/2017 yang dipilih secara acak. Untuk melihat apakah

(4) Tim Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki tugas melakukan penilaian kinerja dengan cara melakukan evaluasi hasil kerja, capaian kinerja

22 Kepuasan Pelanggan Produktiviti Kualiti Kebolehsuaian PenulisIPengkaji Elmuti et al., 1996 1 Kepimpinan Komitmen pengurusan atasan 2 Perancangan Strategik Misi dan

Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: (a) Mengisi kolom identitas; (b) Menentukan alokasi waktu yang

[r]

yang menginfeksi sistem perAkaran tanaman Sengonakan memproduksi jalinan hifa secara intensif, sehingga tanaman Sengon bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya

Penelitian ini bertujuan untuk (a) Memahami hubungan antara beberapa faktor sifat fisik lahan seperti elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan;