• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBANDINGAN PATI TALAS DENGAN PATI KENTANG DAN JUMLAH AIR ADONAN TERHADAP MUTU PACAR CINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PERBANDINGAN PATI TALAS DENGAN PATI KENTANG DAN JUMLAH AIR ADONAN TERHADAP MUTU PACAR CINA"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERBANDINGAN PATI TALAS DENGAN PATI KENTANG DAN JUMLAH AIR ADONAN TERHADAP MUTU

PACAR CINA

SKRIPSI

OLEH :

ANNISA AGUSTY SUBRATA

140305040/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

Oleh:

ANNISA AGUSTY SUBRATA

140305040/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

Judul Skripsi :Pengaruh Perbandingan Pati Talas dengan Pati Kentang dan Jumlah Air Adonan Terhdadap Mutu Pacar Cina

Nama : Annisa Agusty Subrata NIM : 140305040

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Ir. Rona. J. Nainggolan, SU Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui:

Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si Ketua Program Studi

(4)
(5)

ABSTRAK

Annisa Agusty Subrata. Pengaruh Perbandingan Pati Talas Dengan Pati Kentang dan Jumlah Air Adonan Terhadap Mutu Pacar Cina, dibimbing oleh Rona J. Nainggolan dan Zulkifli Lubis.

Pembuatan pacar cina biasanya menggunakan tapioka atau pati sagu. Di Indonesia, talas dan kentang berpotensi sebagai sumber pati yang besar, tetapi komersialisasi kedua pati ini untuk alternatif produk pangan masih sangat sedikit.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh formula pacar cina dengan perbandingan pati talas, pati kentang dan jumlah air adonan yang memiliki mutu dan penerimaan panelis terbaik.

Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua faktor, yaitu perbandingan pati talas dengan pati kentang (P) ; (80%:20%, 60%:40%, 40%:60%, dan 20%:80%) dan jumlah air adonan (A) ; (45%, 55%, dan 65%). Perbandingan pati talas dengan pati kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, dan nilai skor tekstur. Jumlah air adonan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan kadar abu. Komposisi produk pacar cina terbaik adalah perlakuan P3A3 yaitu perbandingan pati talas dengan pati kentang 40%:60% dan jumlah air adonan 65%.

Kata kunci : Pati talas, pati kentang, dan pacar cina.

ABSTRACT

Annisa Agusty Subrata. The effect of ratio of taro starch and potato starch and total of dough water on the quality of pearl sago, supervised by Rona J.

Nainggolan and Zulkifli Lubis.

Pearl sago is usually made from tapioca or sago starch. In Indonesia, taro and potato are a potentially great source of starch, but commercialization of the two starch as an alternative food is still a bit. The study was aimed to get pearl sago formula with ratio of taro starch and potato starch and total of dough water which had the best quality and acceptance of panelists.

The research was using completely randomized design with two factors i.e the ratio of taro starch and potato starch (P) ; (80%:20%, 60%:40%, 40%:60%, and 20%:80%) and total of dough water (A) ; (45%, 55%, and 65%). The ratio of taro starch and potato starch had highly significant effect on starch content, amylose content, amylopectin content, and texture score value. The total of dough water had highly significant effect on moisture content and ash content. The best rehydration pearl sago was P3A3 which was the ratio of taro starch and potato starch of 40%:60% and the total of dough water of 65%.

keywords : taro starch, potato starch, and pearl sago.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Annisa Agusty Subrata dilahirkan di Medan pada tanggal 29 Mei 1996, putri dari bapak Subrata dan ibu Guswati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN 040445 Kabanjahe, MTS Ar-raudhatul Hasanah Medan, dan MAS Ar-raudhatul Hasanah Medan. Penulis lulus MAS pada tahun 2014 dan berhasil masuk di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Stasiun Karantina Ikan Kelas II (SKIPM) di Jl. K. L. Yos Sudarso, Km. 20, Medan Labuhan, Belawan, Sumatera Utara dari tanggal 19 Juli sampai 18 Agustus 2017.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Pati Talas dengan Pati Kentang dan Jumlah Air Adonan Terhadap Mutu Pacar Cina”.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Adapun judul skripsi “Pengaruh Perbandingan Pati Talas dengan Pati Kentang dan Jumlah Air Adonan Terhadap Mutu Pacar Cina”

ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Subrata dan Guswati) yang telah memberi kasih sayang, membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan penulis selama ini serta terima kasih kepada kedua adik (Sahnaz Kartika Sarah dan Dhea Puspita Sari) serta seluruh keluarga yang memberi dukungan kepada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku ketua program studi, Bapak Ridwansyah, STP, M.Si selaku sekretaris program studi, Ibu Ir. Rona J. Nainggolan, SU selaku ketua komisi pembimbing, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan dan saran berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, teman-teman seperjuangan ITP 2014, serta semua

(8)

rekan mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pacar Cina ... 5

Talas ... 7

Pati Talas ... 7

Kentang ... 10

Pati Kentang ... 11

Pati ... 13

Gelatinisasi ... 15

Penelitian Sebelumnya ... 18

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Bahan Penelitian ... 19

Reagensia Penelitian ... 19

Alat Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 20

Model Rancangan ... 21

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Pati Talas ... 21

Pembuatan Pati Kentang ... 22

Pembuatan Pacar Cina ... 22

Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar Air ... 23

(10)

Kadar Amilosa ... 26

Kadar Amilopektin ... 27

Nilai Skor Tekstur dan Kejernihan ... 27

Nilai Hedonik Tekstur, Kejernihan, dan Penerimaan Umum ... 27

Penentuan Perlakuan Terbaik ... 28

Kadar Lemak ... 28

Kadar Protein ... 29

Kadar Karbohidrat ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku Pati Talas dan Pati Kentang...34

Pengaruh Perbandingan Pati Talas dengan Pati Kentang pada Pembuatan Pacar Cina Terhadap Parameter yang Diamati... 34

Pengaruh Jumlah Air Adonan pada Pembuatan Pacar Cina Terhadap Parameter yang Diamati ... 35

Uji Organoleptik Pacar Cina Komersil Terhadap Parameter yang Diamati ... 36

Kadar Air Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar air pacar cina ... 36

Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar air pacar cina ... 37

Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap kadar air pacar cina ... 38

Kadar Abu Pengaruh perbandingan pati talas dan pati kentang terhadap kadar abu pacar cina ... 38

Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar abu pacar cina ... 38

Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap kadar abu pacar cina... 40

Kadar Pati Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar pati pacar cina ... 40

Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar pati pacar cina ... 42

Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap kadar pati pacar cina ... 42

Kadar Amilosa Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar amilosa pacar cina... 42

Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar amilosa pacar cina ... 44

Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap kadar amilosa pacar cina ... 44

Kadar Amilopektin Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar amilopektin pacar cina ... 44

Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar amilopektin pacar cina .... 46

Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap kadar amilopektin pacar cina ... 46

(11)

Nilai Skor Tekstur

Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap

nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 46 Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 48 Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 49 Nilai Skor Kejernihan

Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai skor kejernihan pacar cina rehidrasi ... 51 Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai skor kejernihan pacar cina rehidrasi ... 51 Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap nilai skor kejernihan pacar cina

rehidrasi ... 52 Nilai Hedonik Tekstur

Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai hedonik tekstur pacar cina rehidrasi ... 53 Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai hedonik tekstur pacar

cina rehidrasi... 55 Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap nilai hedonik tekstur pacar cina

rehidrasi ... 56 Nilai Hedonik Kejernihan

Pengaruh perbandingan pati talas dan pati kentang terhadap nilai

hedonik kejernihan pacar cina rehidrasi ... 58 Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai hedonik kejernihan

pacar cina rehidrasi ... 58 Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap nilai hedonik kejernihan pacar cina

rehidrasi ... 59 Nilai Hedonik Penerimaan Umum

Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai hedonik penerimaan umum pacar cina rehidrasi ... 60 Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai hedonik penerimaan umum pacar cina rehidrasi ... 61 Pengaruh interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap nilai hedonik penerimaan umum pacar cina rehidrasi... 63 Penentuan Perlakuan Terbaik Pacar Cina Rehidrasi ... 63 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 64 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(12)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Karakteristik Pati Umbi Talas dalam 100 g ... 8 2. Karakteristik Pati Kentang dalam 100 g ... 11

3. Skala nilai skor tekstur ... 27

4. Skala nilai skor kejernihan ... 27

5. Skala nilai hedonik tekstur, kejernihan, dan penerimaan umum ... 27

6. Analisis bahan baku pati talas dan pati kentang... 34

7. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang pada pembuatan

pacar cina terhadap parameter uji kimia ... 35 8. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang pada pembuatan

pacar cina terhadap parameter uji organoleptik ... 35

9. Pengaruh jumlah air adonan pada pembuatan pacar cina terhadap

parameter uji kimia ... 35 10. Pengaruh jumlah air adonan pada pembuatan pacar cina rehidrasi

terhadap parameter uji organoleptik ... 36

11. Nilai skor tekstur, nilai skor kejernihan, nilai hedonik tekstur, nilai hedonik kejernihan, dan nilai hedonik penerimaan umum pacar cina

komersil rehidrasi ... 36

12. Uji LSR jumlah air adonan terhadap kadar air pacar cina ... 37

13. Uji LSR jumlah air adonan terhadap kadar abu pacar cina ... 39

14. Uji LSR perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar

pati pacar cina ... 40

15. Uji LSR perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar

amilosa pacar cina ... 42

16. Uji LSR perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar

amilopektin pacar cina ... 44

17. Uji LSR perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap

nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi... 46

(13)

18. Uji LSR jumlah air adonan terhadap nilai skor tekstur pacar cina

rehidrasi ... 48

19. Uji LSR interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan

jumlah air adonan nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 50

20. Uji LSR jumlah air adonan terhadap nilai skor kejernihan pacar cina

rehidrasi ... 51

21. Uji LSR perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai

hedonik tekstur pacar cina rehidrasi ... 53

22. Uji LSR jumlah air adonan terhadap nilai hedonik tekstur pacar cina

rehidrasi ... 55

23. Uji LSR interaksi interaksi perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 56

24. Uji LSR Uji LSR jumlah air adonan terhadap nilai hedonik kejernihan

pacar cina rehidrasi ... 58

25. Uji LSR perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai

hedonik penerimaan umum pacar cina rehidrasi ... 60

26. Uji LSR jumlah air adonan terhadap nilai hedonik penerimaan umum

pacar cina rehidrasi ... 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Pacar cina ... 5

2. Bentuk Granula Pati dari Umbi Talas dan Tepung Talas ... 9

3. Granula Pati Kentang ... 11

4. Struktur Kimia Amilosa ... 15

5. Struktur Kimia Amilopektin ... 15

6. Skema Pembuatan Pati Talas ... 30

7. Skema Pembuatan Pati Kentang ... 31

8. Skema Pembuatan Pacar Cina ... 32

9. Skema Pembuatan Pacar Cina Rehidrasi ... 33

10. Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar air pacar cina ... 37

11. Pengaruh jumlah air adonan terhadap kadar abu pacar cina ... 39

12. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar pati pacar cina ... 41

13. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar amilosa pacar cina ... 43

14. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap kadar amilopektin pacar cina ... 45

15. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 47

16. Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 49

17. Pengaruh interaksi antara perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap nilai skor tekstur pacar cina rehidrasi ... 50

18. Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai skor kejernihan pacar cina rehidrasi ... 52

(15)

19. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai

hedonik tekstur pacar cina ... 54 20. Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai hedonik tekstur pacar cina

rehidrasi ... 55 21. Pengaruh interaksi antara perbandingan pati talas dengan pati kentang

dan jumlah air adonan terhadap nilai hedonik tekstur pacar cina

rehidrasi ... 57 22. Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai hedonik kejernihan pacar

cina rehidrasi ... 59 23. Pengaruh perbandingan pati talas dengan pati kentang terhadap nilai

hedonik penerimaan umum pacar cina rehidrasi ... 61 24. Pengaruh jumlah air adonan terhadap nilai hedonik penerimaan umum

pacar cina rehidrasi ... 62

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal No.

1. Format uji organoleptik ... 70

2. Hasil analisis bahan baku pati talas dan pati kentang ... 71

3. Hasil analisis kadar air (%) dan daftar sidik ragam pacar cina ... 72

4. Hasil analisis kadar abu (%) dan daftar sidik ragam pacar cina ... 73

5. Hasil analisis kadar pati (%) dan daftar sidik ragam pacar cina ... 74

6. Kurva standar kadar pati ... 75

7. Hasil analisis kadar amilosa (%) dan daftar sidik ragam pacar cina ... 76

8. Kurva standar kadar amilosa ... 77

9. Hasil analisis kadar amilopektin (%) dan daftar sidik ragam pacar cina ... 78

10. Hasil analisis nilai skor tekstur dan daftar sidik ragam pacar cina rehidrasi ... 79

11. Hasil analisis nilai skor kejernihan dan daftar sidik ragam pacar cina rehidrasi ... 80

12. Hasil analisis nilai hedonik tekstur dan daftar sidik ragam pacar cina rehidrasi ... 81

13. Hasil analisis nilai hedonik kejernihan dan daftar sidik ragam pacar cina rehidrasi ... 82

14. Hasil analisis nilai hedonik penerimaan umum dan daftar sidik ragam pacar cina rehidrasi ... 83

15. Hasil penentuan perlakuan terbaik pacar cina rehidrasi ... 84

16. Foto produk pacar cina rehidrasi ... 89

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pacar cina adalah salah satu olahan pati yang berukuran kecil, berbentuk bola dengan diameter 1-6 mm, berwarna putih bening (pada saat matang) terkadang berwarna-warni (Bantacut, 2011), dan tidak memiliki bau maupun rasa.

Sifatnya yang netral dari segi aroma dan rasa namun memiliki tampilan yang menarik, pacar cina dijadikan campuran berbagai jenis kudapan yang berasa manis atau gurih dan disajikan dalam keadaan panas ataupun dingin.

Olahan pati ini cukup populer di banyak negara, terutama di Asia Timur, Tenggara, dan Selatan. Beberapa diantaranya adalah bilo-bilo yaitu makanan penutup dari Filipina dengan pacar cina, gulaman (agar), mangga, dan susu kental.

Sabudana yaitu hidangan sarapan favorit di bagian barat dan selatan India yang

dibuat dengan pacar cina dan dihiasi dengan daun ketumbar dan potongan kacang panggang segar. Bubble tea dari Taiwan yaitu minuman berbasis teh dengan berbagai jenis rasa atau campuran susu yang ditambahkan boba (bola tapioka kenyal) sebagai topping. Sakhu thua dam yaitu makanan penutup Thailand yang dibuat dari pacar cina dan kacang hitam (salah satu kultivar vigna) disajikan dengan santan manis dan daging kelapa muda. Dari Indonesia, es serut dengan isian irisan nangka, cendol, dan pacar cina dalam santan dan gula.

Bahan baku pacar cina adalah tapioka yaitu pati yang diekstrak dari umbi singkong. Tapioka juga memiliki beberapa sebutan lainnya seperti pati singkong atau ubi, tepung kanji atau aci sampeu (bahasa Sunda). Selain itu, pati sagu juga

(18)

sulitnya memperoleh sagu sehingga tapioka lebih banyak digunakan sebagai bahan baku. Di Indonesia banyak umbi-umbian lainnya yang juga berpotensi sebagai penghasil pati seperti talas dan kentang. Talas merupakan bahan pangan yang cukup populer dan tumbuh menyebar dari Sumatera hingga Papua dengan keragaman yang cukup tinggi (Maretta, dkk., 2016). Begitu juga dengan kentang, dimana Indonesia termasuk penghasil kentang terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan pusat produksinya yang tersebar di daerah bagian utara dan barat pulau Sumatera, Jambi, daerah bagian Barat, Tengah, dan Timur pulau Jawa, serta Sulawesi Selatan (Setiadi, 2009).

Pati termasuk ke dalam jenis karbohidrat yang merupakan zat gizi yang menjadi sumber energi utama (80%) dari tubuh manusia. Senyawa kimia ini terdiri atas Karbon (C), Hidrogen (H), dan O (Oksigen) dengan rumus kimia (C6H10O5)n. Orang dewasa dengan aktifitas sedang setiap hari memerlukan karbohidrat sebesar 8-12 g/kg berat badan (Noriko dan Pambudi, 2014). Pati merupakan karbohidrat kompleks yang akan terurai menjadi glukosa dan menyediakan energi lebih bertahap dibandingkan karbohidrat sederhana seperti gula halus. Komposisi pati terbesar terdiri dari amilopektin yaitu 80-90% dan sisanya adalah amilosa sebesar 10-20%. Amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan glikosida α-(1-6).

Sedangkan amilosa tersusun dari α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4) membentuk rantai linier.

Pati talas dan pati kentang mulai banyak diproduksi, namum pengolahannya masih sedikit. Selain itu, diketahui bahwa pati kentang mengandung amilosa sekitar 23% dan amilopektin 77% (Niken dan Adepristian,

(19)

2013) sedangkan pati talas mengandung amilosa 14-20% dan amilopektin 56- 60% (Tinambunan, dkk., 2014). Kandungan amilosa kedua pati tersebut berada di kisaran pati tapioka dan pati sagu yaitu 18% dan 25,8%. Berdasarkan hal tersebut, diduga pati talas dan pati kentang dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan pacar cina. Hal ini didukung oleh pernyataan Ruddle dkk.

(1978) bahwa pati yang ideal sebagai bahan baku pacar cina adalah pati berkadar amilosa sedang, karena jika kadar amilosa tinggi maka pacar cina yang dihasilkan apabila direhidrasi teksturnya makin keras atau pengembangannya kurang baik dan jika kadar amilosa rendah maka butirannya lebih mudah hancur. Hal ini dikarenakan amilosa dan amilopektin memiliki pengaruh terhadap daya serap air dan pengembangan. Tiap jenis pati mempunyai kebutuhan air dan panas yang berbeda untuk gelatinisasi.

Pada pacar cina, air pada adonan akan membuat sebagian pati tergelatinisasi dengan tujuan sebagai bahan pengikat bagi pati yang belum tergelatinisasi sehingga mudah untuk dicetak menjadi butiran-butiran. Air yang digunakan pada adonan pacar cina adalah air panas dengan suhu 100 oC.

Formulasi yang tepat antara pati dan jumlah air pada adonan akan menghasilkan pacar cina yang diinginkan.

Perumusan Masalah

Potensi sumber pati dari umbi talas dan kentang sangat besar, namun komersialisasi kedua sumber pati ini untuk alternatif produk pangan masih sangat sedikit dan juga kurangnya pengembangan secara optimal. Pada pembuatan pacar cina, jenis pati dan jumlah air akan mempengaruhi produk akhir yang

(20)

berbeda-beda tergantung pada kandungan amilosa dan amilopektin pati tersebut.

Oleh karena itu, perlunya dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi kedua sumber pati tersebut terhadap mutu pacar cina.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan sehingga dapat menghasilkan produk pacar cina dengan mutu terbaik.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai informasi tentang pembuatan pacar cina sebagai upaya diversifikasi pengolahan pati talas dan pati kentang, menjadi sumber ilmiah dan rekomendasi bagi pengusaha makanan dan pakar pangan dalam pemanfaatan pati talas dan pati kentang pada pembuatan pacar cina serta mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh perbedaan perbandingan campuran pati talas dengan pati kentang dan jumlah air adonan terhadap mutu pacar cina.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pacar cina

Pacar cina adalah produk makanan berbentuk bola dengan diameter 1-6 mm terbentuk dari aglomerasi granula pati, saat dimasak dalam pudding dan bubur akan mengembang oleh absorbsi air dan penampakannya jernih, partikel gel mengkilap dengan rasa yang kenyal di mulut. Sifat-sifat tersebut ditentukan oleh kandungan amilosa-amilopektin dalam pati. Pati yang banyak mengandung amilopektin biasanya tidak membentuk gel yang kaku, tetapi hanya membentuk pasta yang lunak serta cenderung merenggang daripada patah (Matz, 1962).

Adapun gambar pacar cina ditunjukkan pada Gambar 1 seperti di bawah ini :

Gambar 1. Pacar cina (dari kiri : mentah, matang sebagian, dan sepenuhnya matang) (Sumber : Ragafan, 2012).

Pacar cina yang dijumpai di masyarakat terbuat dari 2 jenis bahan baku, pati sagu atau tapioka. Pacar cina berbentuk butiran berwarna putih namun, berubah menjadi bening pada saat matang terkadang berwarna-warni dan dikonsumsi sebagai makanan ringan yang biasanya digunakan pada pembuatan

(22)

bubur, kolak, dan sejenisnya. Produk olahan tersebut juga digunakan sebagai bahan baku industri pangan, tekstil dan obat-obatan (Lawalata, dkk., 2004).

Menurut Pangloli dan Haryanto (1992) pembuatan pacar cina melalui beberapa tahap yaitu :

1. Penambahan air panas (100°C)

Penambahan air panas (100°C) adalah untuk membasahi pati, namun dengan menentukan kadar air adonan, penambahan air panas ini ditujukan untuk mempermudah pencetakan karena sebagian dari pati tergelatinisasi.

2. Pelembutan dan pembutiran

Pati garut yang telah ditambah air panas (100°C), diadon sampai kalis, lalu dimasukkan dalam alat pencetak pelet.

3. Pengayakan

Tujuan pengayakan adalah untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang seragam, butiran-butiran pati yang terbentuk diayak dengan menggunakan ayakan yang terbuat dari saringan aluminium dengan diameter lubang 3 mm.

4. Penyangraian

Butiran pati hasil ayakan kemudian disangrai. Tujuan penyangraian adalah untuk menguapkan air sehingga butir-butir pacar cina menjadi keras dan lebih kuat. Penyangraian dilakukan pada suhu 66–70°C dengan lama penyangraian 20 menit.

5. Perebusan

Perebusan pacar cina adalah untuk merehidrasi pacar cina sehingga diperoleh pacar cina lunak kembali. Perebusan dilakukan selama 30 menit dengan perbandingan jumlah air yang ditambahkan sebanyak 1:8 (Pamularsih, 2006).

(23)

Talas

Umbi-umbian talas sebagai bahan pangan dapat ditingkatkan sebagai bahan baku industri keripik, kue, dan lain-lain. Dalam Permenhut P.35/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu/HHBK, tanaman pangan talas dikelompokkan ke dalam tanaman pati-patian. Budiyanto (2009) menyatakan bahwa tanaman umbi-umbian seperti talas sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan karena mempunyai potensi produksi talas cukup besar yaitu dapat mencapai 28 ton/ha, dengan investasi tanam yang lebih kecil dibandingkan dengan membuka areal sawah padi karena tanaman talas dapat ditanam di bawah tegakan pohon.

Tanaman talas merupakan salah satu tanaman yang merupakan jenis tanaman pangan fungsional, karena di dalam umbi talas mengandung bahan bioaktif yang berkhasiat untuk kesehatan. Kandungan bioaktif dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya. Kandungan bioaktif talas jenis fenolat paling tinggi ditemukan pada tanaman talas (Colocasia esculenta L. Schott) yang ditanam di tanah kering dibandingkan pada daerah berair (Goncalves, dkk., 2013).

Pati Talas

Salah satu sumber pati di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan sebagai pati industri adalah talas (Colocasia esculenta L. Schott). Pada kelembaban 63-85%, talas mengandung 13-29% pati dan beberapa residu seperti riboflavin, vitamin C, abu, dll (Karmakar, dkk., 2014). Pati talas sebenarnya sangat potensial sebagai pati industri. Pati talas mempunyai swelling power dan peak viscosity yang tinggi (Alam dan Hasnain, 2009), serta dapat membentuk struktur gel yang halus karena ukuran granula yang kecil (Tattiyakul, dkk., 2006).

(24)

Talas merupakan salah satu tanaman yang mengandung kadar pati yang tinggi pada bagian umbinya. Bahkan kadar pati pada umbi talas lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati yang terdapat pada umbi singkong. Namun, pati talas memiliki beberapa kelemahan yaitu rendemen pati yang dihasilkan rendah disebabkan banyaknya kandungan lendir yang menghalangi proses pemisahan granula pati, warna yang dihasilkan mempunyai derajat putih yang rendah dan bau khas talas yang agak tajam (Suhery, dkk., 2015).

Karakteristik pati umbi talas yang meliputi kadar air, kadar pati, kadar amilosa dan kadar amilopektin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Pati Umbi Talas dalam 100 g

Komponen Jumlah (g)

Kadar air 10,20

Protein 12,25

Lemak 0,50

Abu 4,15

Serat kasar 0,75

Karbohidrat total 72,15

Pati

- Amilosa - Amilopektin

67,42 2,25 65,17 (Sumber : Kulinologi, 2012)

Ali, dkk. (2016) menyatakan bahwa kadar air pati yang dihasilkan dari umbi talas mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan tepung talas.

Hal ini disebabkan karena dalam pengambilan ekstrak pati dari umbi masih banyak memiliki kandungan air, sementara pati dari tepung talas kandungan air

(25)

yang dimiliki sedikit karena dalam proses penepungan telah mengalami pengeringan. Namun, kadar pati dari umbi talas lebih tinggi dari pati tepung talas sehingga disimpulkan bahwa ekstraksi pati dari umbi talas lebih baik dilakukan daripada dari tepung talas. Aryanti, dkk. (2017) menyatakan bahwa hasil Scanning Electron Microscope (SEM) untuk pati dari umbi talas maupun tepung talas

cenderung berbentuk bulat dengan diameter 8,7 µm dan 8,3 µm yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Granula Pati dari Umbi Talas (kiri) dan Tepung Talas (kanan) (Sumber : Aryanti, dkk., 2017)

Pembuatan pati talas dilakukan dengan mengupas umbi talas dan ditimbang. Umbi talas yang telah dikupas dicuci sampai bersih lalu direndam ± 2 jam dalam air, kemudian dipotong kecil-kecil dan ditiriskan. Umbi talas tersebut kemudian diparut sehingga terbentuk bubur kasar selanjutnya ditambahkan aquadest 1/3 bobotnya, diaduk 3 kali, kemudian disaring dengan kain flanel, diperas sampai semua airnya habis. Ampasnya dicampur kembali dengan aquadest kira-kira 1/3 nya, diaduk kemudian diperas lagi sampai airnya habis. Diulangi sampai didapat hasil perasan yang jernih, lalu cairan tersebut diendapkan selama 24 jam, setelah mengendap sempurna, cairan diatasnya yang jernih didekantasi

(26)

pada suhu 40°C selama 24 jam. Pati kering yang berbentuk berupa gumpalan dihaluskan dengan mortir dan stamfer kemudian diayak dengan pengayak ukuran 80 mesh sehingga diperoleh pati berbentuk bubuk (Suhery, dkk., 2015).

Kentang

Kentang merupakan salah satu contoh sayuran yang termasuk ke dalam kategori sayuran iklim dingin karena selama masa pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan suhu 10-18oC. Tanaman ini berasal dari wilayah Pegunungan Andes di Peru dan Bolivia, kemudian menyebar ke Cili, Kolumbia, Ekuador, Spanyol, dan seluruh benua Eropa. Kentang yang masuk Indonesia adalah kentang yang berasal dari Amerika yaitu kentang Eigenheimer. Kentang tersebut ditemukan di sekitar Cimahi, Bandung pada tahun 1794, kemudian disebarkan di daerah Karo, Aceh, Padang, Bengkulu, Minahasa, Bali, Seram dan Timor (Setiadi dan Nurulhuda, 2008).

Menurut Samadi (2007) kentang merupakan tanaman sayuran semusim, berumur 90-180 hari dan termasuk tipe tanaman semak. Kentang menyukai tanah yang diolah baik dan gembur. Kentang lebih cocok ditanam di daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 700 mdpl. Produksi kentang di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2001 sebesar 831.140 ton menjadi 1.176.304 ton pada tahun 2009. Produksi tahun 2001 diperoleh dari lahan seluas 55.971 ha dengan produktivitas sebesar 14,85 ton/ha, sedangkan tahun 2009 diperoleh dari lahan seluas 71.238 ha di seluruh Indonesia dengan produktivitas sebesar 16,51 ton/ha. Kentang merupakan tanaman umbi-umbian yang kaya akan

(27)

karbohidrat. Pada tahun 2017 Indonesia merupakan penghasil kentang yang besar yaitu 1,16 juta ton (BPS, 2018). Kentang memiliki sumber keanekaragaman jenis yang banyak, terdiri dari varietas jenis lokal dan beberapa varietas unggul.

Berdasarkan warna kulit dan daging umbi, terdapat tiga golongan kentang yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah.

Pati Kentang

Kandungan pati kentang sebesar 15% dengan kadar air 10%. Lebih dari 12,5% pati kentang merupakan Resistant Starch type 2 (RS2). Pati resisten tidak dapat dicerna dan diserap dalam usus halus individu yang sehat, dan bersifat resisten terhadap hidrolisis enzim amilase. FAO (2007) melaporkan bahwa pati resisten merupakan salah satu kandidat prebiotik. Karakteristik pati kentang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Pati Kentang dalam 100 g

Kandungan Jumlah (g)

Karbohidrat 88,1

Kadar lemak 0,3

Kadar protein 0,2

Serat 0,8

Kadar air 10,46

Kadar abu 0,14

(Sumber : Nutrineat, 2018)

Granula Pati kentang berbentuk oval dan sangat besar dibandingkan dengan ukuran pati-pati komersil lainnya, berukuran rata-rata 30-50 μm. Granula pati kentang ditunjukkan pada gambar 3.

(28)

Gambar 3. Granula Pati Kentang (Sumber : Danimayostu, dkk., 2017) Oleh karena itu, kekuatan pembengkakannya juga besar karena ukuran

granula yang besar pula. Granula pati kentang mempunyai hilum yang terletak di dekat ujung dan suhu gelatinisasinya 58-66 oC. Pati yang telah dimasak

memiliki ciri khas rasa netral, kejernihan yang tinggi, kekuatan mengikat yang tinggi, tekstur baik dan jarang terjadinya busa atau perubahan warna menjadi kuning pada larutan tersebut. Pati kentang memiliki nilai swelling power dan viskositas tinggi dibandingkan dengan pati lain, yang keduanya mempunyai peran penting terhadap fungsi pati sebagai gelling agent (Danimayostu, dkk., 2017).

Menurut Sari, dkk. (2013) ekstraksi pati kentang dilakukan dengan menggunakan dua macam pelarut yaitu aquades dan etanol 10%. Kentang dikupas, dicuci selanjutnya diparut. Ekstraksi dilakukan dengan cara hasil parutan dimaserasi dengan pelarut kurang lebih 2 jam pada suhu ruang. Hasil parutan diperas menghasilkan filtrat pati dan ampas. Ampas diekstraksi kembali sampai tiga kali agar sisa pati yang masih terdapat pada ampas terekstrak maksimal.

Filtrat pati diendapkan selama 2 jam. Pati dikeringkan dengan bantuan sinar matahari selama 4 jam, dilanjutkan dengan pengering oven suhu 50 oC selama 6 jam. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh rendemen pati terbanyak yang menggunakan pelarut berupa aquades. Hal itu diduga karena pelarut aquades

(29)

memiliki sifat polar. dimana aquades memiliki nilai kepolaran 81,0 (konstanta dielektrik) sehingga dapat mengekstrak pati lebih banyak. Pati kentang arka menggunakan pelarut etanol 10% (K2P2) menghasilkan rendemen pati terendah yaitu 9,14 ± 0,03%. Hal ini dikarenakan pelarut etanol 10% bersifat semipolar.

Etanol memiliki nilai kepolaran 6,0 (konstanta dielektrik).

Jika ditinjau berdasarkan varietas kentang, kentang yang memiliki rendemen pati tertinggi adalah varietas arka. Soelarso (1997) melaporkan bahwa jenis kentang arka memiliki rendemen pati lebih besar dibandingkan dengan jenis kentang granola. Kentang arka tergolong kentang merah. Kentang granola termasuk dalam jenis kentang kuning, sedangkan kentang rendang termasuk jenis kentang putih. Darazat (2006) melaporkan bahwa kentang merah memiliki rendemen pati lebih besar dibandingkan kentang putih dan kentang kuning.

Rendemen pati kentang merah sebesar 8,02%, kentang kuning memiliki rendemen pati sebesar 7,72% dan kentang putih memiliki rendemen pati sebesar 5,82%.

Pati

Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting (Devita, 2013). Pati atau karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis tumbuhan seperti ketela pohon, kentang, padi, pisang dan sebagainya. Di dalam tumbuh-tumbuhan, pati disimpan dalam batang, akar, buah atau biji sebagai cadangan makanan (Yuniwati, dkk., 2011).

(30)

Pati tidak larut dalam air dingin, berwujud bubuk, tawar dan tidak berbau.

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin (Risnoyatiningsih, 2011).

Menurut Mali, dkk. (2004), setiap jenis pati berbeda rasio kandungan amilosa dan amilopektin tergantung pada sumber botaninya. Sedangkan karakteristik setiap jenis pati dipengaruhi oleh sumber botani, bentuk dan ukuran granula pati, rasio amilosa dan amilopektin, kandungan-kandungan dari komponen non pati, struktur kristalin dan amorf. Molekul-molekul berantai lurus membentuk daerah kristalin yang kompak sehingga susah ditembus oleh air, enzim dan bahan kimia. Sebaliknya daerah amorf kurang kompak dan lebih mudah ditembus.

Pati merupakan polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidroglukosa) dengan rumus empiris (C6H10O5)n. Satuan dasar pati adalah anhidroglukosa, pengikatan satuan glukosa satu sama lain berakibat kehilangan satu molekul air yang semula terikat dalam bentuk gugus hidroksil. Pati disusun oleh 2 satuan polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin. Molekul amilosa merupakan polimer dari unit-unit glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4-glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 200-2000 satuan anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4-glikosidik pada rantai lurus dan ikatan α-1,6-glikosidik pada percabangan, dan mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 10.000-100.000 satuan anhidroglukosa (Adebowale dan Lawal, 2003).

(31)

Baharuddin (2011) menyatakan bahwa umumnya kadar amilosa pada pati alami yaitu 10-20%. Amilosa mempunyai rantai lurus dan dapat larut dalam air.

Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat, dan cenderung meresap air lebih banyak (Risnoyatiningsih, 2011). Struktur kimia amilosa ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Amilosa (Sumber : Winarno, 1981) Poedjiadi dan Titin (2007) menyatakan bahwa amilopektin terdiri dari molekul D-Glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan α 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan α 1,6-glikosidik. Adanya ikatan α 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Percabangan pada amilopektin terjadi setiap 10-12 satuan glukosa dengan panjang rantai samping 20-30 satuan glukosa. Molekul amilopektin lebih besar dari amilosa karena terdapat lebih dari 1000 satuan glukosa. Umumnya kadar amilopektin pada pati alami yaitu 80-90% (Baharuddin, 2011). Struktur kimia amilopektin ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Kimia Amilopektin (Sumber : Winarno, 1981)

Gelatinisasi

(32)

Amilosa dan amilopektin di dalam granula (butiran) pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi lebih kental. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi. Dengan adanya pemanasan, granula pati sedikit demi sedikit mengalami pembengkakan sampai titik tertentu. Pembengkakan pati diikuti dengan peningkatan viskositas (kekentalan). Semakin besar pembengkakan granula pati, maka viskositas (kekentalan) semakin besar (Friska, 2012).

Granula pati yang menggelembung dan membentuk pasta atau gelatin, jika suhu terus dinaikkan akan tercapai viskositas puncak dan setelah didinginkan molekul-molekul amilosa cenderung bergabung kembali yang disebut regelatinasi.

Demikian halnya dengan amilopektin yang dapat larut jika dipanaskan, tetapi kecenderungan terjadinya regelatinasi sangat kecil (Kearsley dan Sicard, 1989).

Suhu gelatinisasi pati adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas dan berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan berpengaruh terhadap lama pemasakanan. Pati yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama dan air yang lebih banyak daripada pati yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah. Suhu gelatinisasi ini kemungkinan

(33)

besar disebabkan oleh keragaman kekompakan granula pati. Selain suhu faktor lain yang mempengaruhi kualitas cetakan adalah air (Nuroso, 2013).

Whistler, dkk. (1984) menyatakan bahwa pati tidak larut dalam air dingin, tetapi jika dipanaskan akan mengalami gelatinasi dan viskositasnya akan naik. Hal ini disebabkan karena pemanasan yang menyebabkan energi kinetik molekul- molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam pati dan pati akan mengembang. Granula pati dapat terus mengembang dan pecah sehingga tidak bisa kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut dengan gelatinasi. Suhu pada saat butir pati pecah disebut suhu gelatinisasi (52-80 oC).

Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut dinamakan suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat, akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum (SGM). Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya pemutusan ikatan hidrogen sehingga air masuk kedalam granula pati dan mengakibatkan pengembangan granula (Smith, 1982).

Secara mikroskopik perubahan granula pati selama pemasakan berlangsung cepat dan melalui 3 tahap. Tahap pertama; pada air dingin akan terjadi penyerapan air sampai kira-kira 5-30% yang bersifat reversible. Tahap kedua terjadi pada suhu sekitar 65 oC ketika granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak sehingga bersifat irreversible. Sedangkan pada tahap ketiga terjadi pengembangan granula yang lebih besar lagi dan amilosa keluar dari granula pati terdispersi ke dalam larutan hingga akhirnya granula pati

(34)

pecah. Makin banyak amilosa keluar dari granula pati akan lebih banyak terdispersi ke dalam larutan sehingga daya larut pati makin tinggi (Meyer, 1985).

Air pada proses pembuatan pacar cina digunakan untuk membuat adonan.

Air yang digunakan adalah air panas (100 °C) dengan tujuan agar sebagian pati akan tergelatinisasi. Pati yang telah tergelatinisasi berfungsi sebagai binder sehingga mudah dicetak. Jika butiran-butiran tersebut disangrai maka pembentukan gel pada permukaan butiran makin kuat sehingga butiran yang terbentuk lebih keras. Makin besar kadar air adonan maka air yang diuapkan pada saat penyangraian makin banyak sehingga tekstur pacar cina makin porous (berpori) sehingga jika direhidrasi air lebih mudah masuk melewati pori-pori tersebut (Nuroso, 2013).

Penelitian sebelumnya

Nuroso (2013) melakukan penelitian tentang sifat fisik dan tingkat kesukaan pacar cina garut (Maranta arundinaceae L.) rehidrasi dengan variasi kadar air adonan 45%, 47,5%, dan 50%. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pati garut dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat pacar cina dengan sifat fisik yang disukai panelis. Semakin kecil kadar air adonan maka solid loss kecil, total cooking loss kecil, tekstur makin keras dan makin disukai panelis.

Berdasarkan hasil tingkat kesukaan, pacar cina garut rehidrasi yang disukai panelis adalah dengan kadar air adonan 45%.

(35)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018-April 2019 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah talas (Colocasia esculenta L.) dan kentang merah (Solanum tuberosum) yang diperoleh dari pasar tradisional Padang Bulan di Jalan Jamin Ginting, Medan, garam serta air PDAM.

Reagensia

Reagensia yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol, HCl 25%, NaOH 45%, asam 3,5-dinitrosalisilat, Na-K-Tartarat, fenol, Na-metabisulfit, buffer fosfat 0,1 M, metil merah 0,02%, alkohol, metil biru 0,02%, H2SO4 0,02 N, katalis, asam asetat, iod, amilosa murni, glukosa, dan Heksan.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk pembuatan pati adalah sendok stainless steel, pisau stainless steel, baskom, timbangan analitik, mesin pemarut, toples, kain saring, loyang, oven, blender, ayakan 80 mesh, tampah, dan plastik LDPE. Alat yang digunakan untuk pembuatan pacar cina adalah pencetak butiran pacar cina, gelas ukur, piring, sendok pengaduk, panci, dan kompor. Alat yang digunakan

(36)

laboratorium, tanur, water bath, loyang, cawan porselin, cawan aluminium, oven, pipet tetes, kertas saring, serbet, sarung tangan, masker, dan plastik standing pouch.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Perbandingan pati talas dengan pati kentang (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :

P1 = 80% : 20%

P2 = 60% : 40%

P3 = 40% : 60%

P4 = 20% : 80%

Faktor II : Penambahan jumlah air adonan (A) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:

A1 = 45%

A2 = 55%

A3 = 65%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4x3 = 12, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :

Tc (n – 1) ≥ 15 12(n – 1) ≥ 15 12n ≥ 27

n ≥ 2,25 ... dibulatkan menjadi n = 3

Untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

(37)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

Ŷijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor A pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor P pada taraf ke-i βj : Efek dari faktor A pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor A pada taraf ke-j εijk : Efek Galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor A pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Pati Talas

Talas disortasi dan dikupas kulitnya lalu dicuci sampai bersih untuk memisahkan kotoran yang menempel pada daging talas. Daging talas ditimbang sebanyak 6 kg dan diparut dengan mesin pemarut hingga menjadi bubur talas.

Kemudian ditambahkan air pada bubur talas dengan perbandingan 2:1. Bubur talas disaring menggunakan kain saring lalu dituang ke dalam toples besar hingga diperoleh suspensi pati talas. Suspensi pati diendapkan selama 12 jam. Setelah itu,

(38)

ke tampah yang telah dilapisi plastik LDPE (Low Density Polyethylene) dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Pati yang telah kering kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Pati talas kemudian dianalisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, karbohidrat, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin. Skema pembuatan pati talas dapat dilihat pada Gambar 6.

Pembuatan Pati Kentang

Kentang disortasi dan dikupas kulitnya lalu dicuci sampai bersih untuk memisahkan kotoran yang menempel pada daging kentang. Kemudian direndam di dalam air dan ditambahkan garam 5% selama 5 menit. Daging kentang ditimbang sebanyak 5 kg dan diparut dengan mesin pemarut hingga menjadi bubur kentang. Kemudian ditambahkan air pada bubur kentang dengan perbandingan 2:1. Bubur kentang disaring menggunakan kain saring lalu dituang ke dalam toples besar hingga diperoleh suspensi pati kentang. Suspensi pati diendapkan selama 6 jam. Setelah itu, endapan pati dicuci dengan air bersih lalu diendapkan kembali. Lalu dipindahkan ke loyang yang telah dilapisi plastik LDPE (Low Density Polyethylene) dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Pati yang telah kering kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Pati kentang kemudian dianalisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, karbohidrat, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin. Skema pembuatan pati kentang dapat dilihat pada Gambar 7.

Pembuatan Pacar Cina

Disiapkan pati talas dan pati kentang dengan perbandingan P1 = 80%:20%, P2 = 60%:40%, P3 = 40%:60%, dan P4 = 20%:80% sebanyak 100 g, kemudian

(39)

ditambahkan air panas (100 oC) sebanyak A1 = 45%, A2 = 55%, A3 = 65%, Selanjutnya adonan diuleni hingga kalis, kemudian adonan dibentuk dengan alat pencetak. Butiran pacar cina yang terbentuk kemudian disangrai pada suhu 70 oC selama 20 menit untuk menguapkan air sehingga butiran pacar cina menjadi keras dan lebih kuat. Lalu didinginkan pada suhu ruang. Dikemas dalam plastik standing pouch, lalu dianalisis kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar amilosa, dan

kadar amilopektin. Skema pembuatan pacar cina dapat dilihat pada Gambar 8.

Untuk pengujian organoleptik, terlebih dahulu pacar cina dimasukkan ke dalam air mendidih, saat pacar cina telah mengapung di permukaan, suhu air diturunkan hingga 60o C dan dipanaskan selama 30 menit. Kemudian pacar cina rehidrasi disajikan dalam wadah untuk dinilai oleh panelis berdasarkan nilai skor tekstur dan kejernihan, nilai hedonik tekstur, kejernihan, dan penerimaan umum, serta penentuan perlakuan terbaik. Skema pembuatan pacar cina rehidrsi dapat dilihat pada Gambar 9.

Pengamatan dan Pengukuran data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap mutu pacar cina meliputi kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin, serta untuk pacar cina rehidrasi meliputi nilai skor tekstur dan kejernihan, nilai hedonik tekstur, kejernihan, dan penerimaan umum, serta penentuan perlakuan terbaik. Analisis terhadap pati talas dan pati kentang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat.

Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan selama 1 jam pada suhu 105 oC, lalu

(40)

dihitung beratnya. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan lalu dipanaskan pada suhu 105 oC selama 3 jam di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang beratnya. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat konstan.

Kadar Air ( ) ( ) ( )

erat sampel ( ) 100

Kadar Abu (AOAC, 1995)

Cawan porselin dibersihkan dan dipanaskan dalam oven selama 24 jam, lalu dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, kemudian ditimbang. Bahan sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan dibakar menggunakan kompor listrik hingga menjadi arang. Selanjutnya diabukan di dalam tanur dengan suhu 550oC selama 5 jam. Tanur dimatikan dan dibiarkan sampai dingin, kemudian sampel dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

Kadar Abu ( ) erat Akhir

erat Sampel 100 Kadar Pati (Apriyantono, dkk., 1989)

Pembuatan larutan DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5- dinitrosalisilat, 19,8 g NaOH, 306 g Na-K-Tartarat, 7,6 g fenol (dicairkan pada suhu 50 oC dan 8,3 g Na-metabisulfit dalam 1416 ml akuades (pH netral).

Sampel sebanyak 2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 80% dan diaduk selama 1

jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring menggunakan pompa vakum dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu dipindahkan dari kertas saring ke

(41)

dalam erlenmeyer dengan menggunakan spatula kemudian ditambahkan 200 ml aquades dan ditambahkan 20 ml HCl 25%. Kemudian ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan diatas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100oC dan dibiarkan dingin kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml sampai ± pH 7. Campuran disaring kembali di atas pada kertas saring, lalu diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml DNS dan dipanaskan selama 5 menit di dalam wadah berisi air mendidih lalu didinginkan. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang 550 nm. Konsentrasi kandungan pati ditentukan dengan menggunakan kurva standar melalui persamaan linier yang diperoleh.

Penetapan kurva standar pati dilakukan dengan menggunakan glukosa standar dengan cara menimbang glukosa sebanyak 50 mg lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambah aquades sampai tanda tera. Distirer lalu diambil 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi. Kemudian masing-masing ditambahkan aquades 9 ml, 8 ml, 7 ml, 6 ml, dan 5 ml secara berurutan. Distirer lalu diambil 1 ml dari tiap tabung reaksi dan ditambahkan masing-masing 3 ml DNS dan dipanaskan selama 5 menit di dalam wadah berisi air mendidih lalu didinginkan. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang 550 nm.

Kadar Pati (%) =

1000 W x

FP G x x

0,90 x 100 %

Keterangan :

0,90 = Faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati G = Kadar glukosa (mg/ml)

FP = Faktor pengencer W = Berat sampel (mg)

(42)

Kadar Amilosa (Apriyantono, dkk., 1989)

Pengujian kadar amilosa dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 0,1 g lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit hingga semua terlarut kemudian didinginkan.

Selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Kemudian dipipet 5 ml larutan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml larutan iod dan akuades hingga tanda tera. Lalu dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang 625 nm. Konsentrasi kandungan amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar melalui persamaan linier yang diperoleh.

Penetapan kurva standar amilosa dilakukan dengan cara menimbang 40 mg amilosa murni (amilosa kentang), kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. campuran tersebut dipanaskan ke dalam air mendidih selama 10 menit sampai semua bahan terlarut, kemudian didinginkan. Dipindahkan campuran tersebut ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Dipipet larutan campuran ke dalam labu takar 100 ml masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml. lalu dalam labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N berturut-turut 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml, 1 ml serta masing-masing 2 ml larutan iod. Kemudian spektrometer pada panjang gelombang 625 nm yaitu hubungan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru.

Kadar Amilosa (%) =

100 x (g) sampel Berat

FP x (mg/ml) amilosa

i Konsentras

x 100 %

(43)

Kadar Amilopektin (Apriyantono, dkk., 1989)

Kadar Amilopektin (%) = Kadar pati (%) – Kadar Amilosa (%) Nilai Skor Tekstur dan Kejernihan (Soekarto, 1985)

Nilai skor kejernihan dan tekstur dilakukan secara organoleptik. Sampel berupa pacar cina rehidrasi diberikan kepada panelis sebanyak 15 orang. Sampel yang diamati diberi kode tetentu dinilai dengan skala skor seperti yang disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut :

Tabel 3. Skala nilai skor tekstur

Skala Skor Skala Numerik

Sangat kenyal 5

Kenyal 4

Agak kenyal 3

Tidak kenyal 2

Sangat tidak kenyal 1

Tabel 4. Skala nilai skor kejernihan

Skala Skor Skala Numerik

Sangat jernih 5

Jernih 4

Agak jernih 3

Tidak jernih 2

Sangat tidak jernih 1

Nilai Hedonik Tekstur, Kejernihan dan Penerimaan Umum (Soekarto, 1985) Nilai hedonik kejernihan, tekstur dan penerimaan umum dilakukan secara organoleptik. Sampel berupa pacar cina rehidrasi diberikan kepada panelis

(44)

sebanyak 15 orang. Sampel yang diamati diberi kode tetentu dinilai dengan skala hedonik seperti yang disajikan pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Skala nilai hedonik tekstur, kejernihan, dan penerimaan umum

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak sula 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

Penentuan Perlakuan Terbaik

Perlakuan terbaik ditentukan menggunakan indeks efektivitas metode De Garmo (1984). Setiap parameter diberikan bobot 0-1. Besar bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan parameter dalam mempengaruhi penerimaan konsumen yang diwakili oleh panelis. Tingkat kepentingan yang semakin tinggi maka semakin tinggi nilai bobot variabel yang diberikan. Bobot setiap parameter ditentukan dengan cara membagi nilai total setiap parameter dengan nilai total semua parameter. Nilai efektivitas (Ne) diperoleh dengan rumus :

( ) ( ) ( ) ( )

Nilai hasil dari setiap parameter ditentukan dari hasil perkalian antara nilai efektivitas (Ne) dengan bobot normal (BN). Nilai hasil dari tiap parameter dijumlahkan untuk mengetahui total nilai hasil. Total nilai hasil (Nh) yang tertinggi menunjukkan hasil perlakuan terbaik.

Kadar Lemak (Sudarmadji, dkk., 1989).

(45)

Pengujian kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet.

Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Labu didih kosong yang beratnya telah konstan ditimbang dan dicatat beratnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu didih. Alat kondensor dipasang di bagian atas dan labu didih di bawahnya. Kemudian dilakukan reflux selama + 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu didih dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu didih didestilasi dan ditampung kembali. Labu didih yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Ditimbang berat labu didih. Dihitung kadar lemak dengan rumus :

Kadar Lemak( ) = b

c 100 Keterangan :

a = Berat akhir (g) b = Berat labu (g) c = Berat sampel (g)

Kadar Protein (Metode Kjeldahl, AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0,2 g yang telah yang dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 3 ml H2SO4 pekat, 1 g dan katalis. Sampel dididihkan selama 1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih.

Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling.

Labu erlenmeyer berisi H2SO4 0,02 N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4,

(46)

Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar Protein ( )=(A- ) N 0,014 6,25

obot Sampel(g) 100 Dimana :

A = ml NaOH untuk tittrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

(47)
(48)

Disortasi, dikupas, dan ditimbang.

Dicuci hingga bersih

Diparut dengan mesin pemarut.

Bubur talas

Diperas dengan kain saring

Diendapkan selama 12 jam

Dikeringkan di bawah sinar matahari.

Diayak dengan ayakan 80 mesh.

Ditambahkan air sebanyak 2:1

Pati talas Suspensi pati

Analisa : - kadar air - kadar abu - kadar protein - kadar lemak - karbohidrat - kadar pati - kadar amilosa Endapan pati

Dicuci dengan air bersih Diendapkan kembali

Endapan pati Ditimbang sebanyak 6 kg

(49)

Kentang

Disortasi, dikupas, dan ditimbang.

Dicuci hingga bersih

Diparut dengan mesin pemarut

Bubur kentang Diperas dengan kain saring

Diendapkan selama 6 jam

Dikeringkan di bawah sinar matahari.

Diayak dengan ayakan 80 mesh.

Suspensi pati kentang

Analisa : - kadar air - kadar abu - kadar protein - kadar lemak - karbohidrat - kadar pati Dicuci dengan air bersih

Diendapkan kembali

Endapan pati kentang Endapan pati

kentang

Dimasukkan ke dalam larutan garam 5% selama 5 menit Ditimbang sebanyak 5 kg

Ditambahkan air sebanyak 2:1

(50)

Gambar 8. Skema Pembuatan Pacar Cina Pati talas dan pati

kentang sebanyak 100 gr

Diuleni hingga kalis

Disangrai pada suhu 70 oC selama 20 menit Pati talas : pati kentang

P1 = 80% : 20%

P2 = 60% : 40%

P3 = 40% : 60%

P4 = 20% : 80%

Air panas 100 oC A1 = 45%

A2 = 55%

A3 = 65%

Dibentuk dengan alat pencetak

Pacar cina

Dianalisa : - kadar air - kadar abu - kadar pati - kadar amilosa - kadar amilopektin Dikemas dalam plastik standing

pouch

Didinginkan pada suhu ruang

(51)

Gambar 9. Skema Pembuatan Pacar Cina Rehidrasi Pacar cina rehidrasi

Dimasukkan ke dalam air mendidih hingga mengapung

Analisa :

- Nilai skor tekstur - Nilai skor kejernihan - Nilai hedonik tekstur - Nilai hedonik kejernihan - Nilai hedonik

penerimaan umum Diturunkan suhu air hingga 60 oC

Dipanaskan selama 30 menit Pacar cina

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Bahan Baku Pati Talas dan Pati Kentang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pati talas dan pati kentang diperoleh data karakteristik kimia kedua pati yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis bahan baku pati talas dan pati kentang

Keterangan : pengujian dilakukan 3x ulangan, tanda (+) menunjukkan nilai standar deviasi

Tabel 6 menunjukkan bahwa pati talas dan pati kentang yang digunakan memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin. Karakteristik kimia yang berbeda ini akan mempengaruhi kandungan gizi dari produk pangan.

Pengaruh Perbandingan Pati Talas dengan Pati Kentang pada Pembuatan Pacar cina Terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan pati talas dengan pati kentang memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin pada pacar cina, serta pengaruh terhadap uji skor tekstur dan kejernihan, uji hedonik tekstur, kejernihan, dan penerimaan umum pada pacar cina rehidrasi yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Analisa karakteristik Pati talas Pati kentang

Kadar air (%) 11,8852+ 0,6677 12,2776+0,2523

Kadar abu (%) 0,1954+0,0031 0,1721+0,0016

Kadar protein (%) 0,1769+0,0068 0,6107+0,0803

Kadar lemak (%) 0,3556+0,0333 0,5989+0,0016

Karbohidrat (%) 87,3869+0,6528 86,3406+0,2456

Kadar pati (%) 85,0717+0,3397 84,2396+0,1833

Kadar amilosa (%) 20,7931+0,2920 23,0454+0,5189 Kadar amilopektin (%) 64,2786+0,0984 61,1942+0,3601

Gambar

Gambar 3. Granula Pati Kentang (Sumber : Danimayostu, dkk., 2017)  Oleh  karena  itu,  kekuatan  pembengkakannya  juga  besar  karena  ukuran
Gambar 4. Struktur Kimia Amilosa (Sumber : Winarno, 1981)  Poedjiadi  dan  Titin  (2007)  menyatakan  bahwa  amilopektin  terdiri  dari  molekul  D-Glukosa  yang  sebagian  besar  mempunyai  ikatan  α  1,4-glikosidik  dan  sebagian  lagi  ikatan  α  1,6-gl
Gambar 8. Skema Pembuatan Pacar Cina Pati talas dan pati
Gambar 9. Skema Pembuatan Pacar Cina Rehidrasi Pacar cina rehidrasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

berkontribusi dalam membentuk hidrograf aliran sungai. Oleh karena itu penelitian tentang besarnya nilai koefisien limpasan pada berbagai bentuk penggunaan lahan menjadi

menyelesaikan Tugas Akhir “Pra Rencana Pabrik Ethyl Ether Dari Ethyl Alcohol.. Dan Sulfuric Acid Dengan Proses Dehydrogenation”, dimana Tugas

dalam sistem pendidikan formal pesantren. Sistem pembelajaran yang digunakan harus mengacu. pada pola pembelajaran yang terpola

[r]

Telekomunikasi adalah penggunaan media elektronik atau cahay untuk memindahkan data atau informasi dari satu lokasi ke satu atau beberapa lokasi lainnya yang berbeda.Perubahan

Simpulan dalam penelitian ini yaitu perilaku kecanduan game online pada anak sekolah pada kategori tidak kecanduan melihat hasil penelitian ini maka perlu saran bagi orang tua

Dalam soal tersebut duabelas buah jambu dan delapan buah mangga yang berharga tiga puluh enam ribu dalam pengerjaanya saya mengubah jambu tersebut saya misalkan dengan x

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanan layanan bimbingan belajar di Taman Ilmu Desa Mekar Jaya pembimbing melakukan pengenalan terhadap masalah- malah