• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GAMBARAN EKG PADA PASIEN COVID-19 DENGAN MORTALITAS SELAMA RAWATAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS PROFESI. Oleh: Aris Albirru Amsal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN GAMBARAN EKG PADA PASIEN COVID-19 DENGAN MORTALITAS SELAMA RAWATAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS PROFESI. Oleh: Aris Albirru Amsal"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GAMBARAN EKG PADA PASIEN COVID-19 DENGAN MORTALITAS SELAMA RAWATAN DI RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

TESIS PROFESI Oleh:

Aris Albirru Amsal NIM: 177115002

Pembimbing:

1. Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K) 2. dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K)

PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

DEPARTEMEN PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(2)

ii

HUBUNGAN GAMBARAN EKG PADA PASIEN COVID-19 DENGAN MORTALITAS SELAMA RAWATAN DI RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

TESIS PROFESI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

Aris Albirru Amsal NIM: 177115002

PROGRAM STUDI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH DEPARTEMEN PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(3)

Judul Tesis Hubungan Gambaran EKG pads Pasien COVID-19 Dengan Mortalitas Selama Rawatan Di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Aris Albirru Amsal Nomor Registrasi : 177115002

Program Studi Jantung dan Pembuluh Darah

Pembimbing I

Prof. dr. A. Alii Siregar. Sp.ACK1. SpJP(Kl NIP. 195004161997111001

JS<_ril>q>"<:!'temen

dr.An is Chairuddin Lubis I\Z Card S NIP. 198107032006041003

'I

--

Mengetahuil Mengesahkan

Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rsmbe. Sp.s(K)

NIP. 196605241992031002

Pernbimbing n

/

dr. Andika Sitepu. Su.JP(K)

NIP. 197911122008011004

Ketua Program Studi

a Andra M.ked Card S .JPK

Ketua TKP PPOS

dr. Cut Adeya Adelia. SI).OC(K)

NIP. 197610082002122001

(4)

Telah diuji pacta

Tanggal : 23 Februari 2022 Penguji

Penguji I Penguji U

Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD. SpJP(Kl dr. Andre Pasha Ketaren, Sp.JP (K)

NIP, 195604051983031004 NlP.19740S042003121001

Penguji

m

dr. Cut Acrfs Andra. M.ked (CardlSp.JP(f\.) NIP. 198111172006042002

Mengetahui, Ketua Departemen

Penyakit Jantung dan Pembuluh DarJ.h FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan

"

(;

'" <c.:

"

f \

~i 2

t

'~'a'(

\ ',' '- ~,' t1

dr. An ia Chairuddilf.lLu

---NIP.

198107032006041003

(5)

v

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Nama : Aris Albirru Amsal

NIM : 177115002

Tanda Tangan :

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr. Anggia C. Lubis, M.Ked (Cardio), Sp.JP(K) serta dr. T. Bob Haykal, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) serta dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Cardio) Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(7)

vii

4. Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K) dan dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K) sebagai pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini yang dengan penuh kesabaran membimbing, mengoreksi, dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.

5. Guru-guru penulis : Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K); Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K); Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); Alm. dr. Maruli T.

Simanjuntak, Sp.JP(K); dr.Nora C. Hutajulu Sp.JP(K); DR. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K); Alm. dr. Isfanuddin Nyak Kaoy, Sp.JP(K); dr.

Parlindungan Manik, Sp.JP(K); dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); Alm. dr.

Amran Lubis, Sp.JP(K); dr. Nizam Akbar, Sp.JP(K); dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP; dr. Andre Pasha Ketaren, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K); dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K); dr. Anggia Chairuddin Lubis, M.Ked(Cardio), Sp.JP (K); dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K); dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K), dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio) Sp.JP (K), dr. Andi Khairul, M.Ked(Cardio). Sp.JP, dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) ; dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), Sp.JP; dr. T.

Bob Haykal, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K); dr. M. Yolandi Sumadio, Sp.JP; dr.

Faisal Habib, Sp.JP (K); dr. T. Winda Ardini, M.Ked(Cardio), Sp.JP (K); dr.

Yasmine F. Siregar, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Kamal K Ilyas, M.Ked(Cardio), SpJP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah.

7. Kedua orang tua penulis, ibunda tercinta Asnanelli atas cinta, kasih sayang dan doa, yang selalu berkorban untuk anak-anaknya agar penulis dapat terus melanjutkan pendidikan dan meraih cita-cita, juga ayahanda tercinta Amsal

(8)

viii

Djunid, yang selalu menjadi panutan dan teladan bagi anak-anaknya, baik dari segi akhlak maupun segi pendidikan.

8. Kedua mertua penulis, Bapak Parjo Utama dan Ibu Surati yang selama ini telah memberi dukungan dan doa yang tulus untuk menjalani pendidikan sampai selesai.

9. Istri penulis, istriku tercinta dr. Widya Deli Satuti, M.Ked(PD), Sp.PD yang selama ini selalu memberikan dukungan, doa, moril, perhatian serta turut membantu penulis dalam proses penelitian sehingga penulis tetap semangat dan dapat menyelesaikan pendidikan sampai selesai, juga kepada anak kembar yang ku cintai, Aqsha Haaziq Albirru Amsal dan Afryn Haniyya Albirru Amsal yang telah menjadi kebahagiaan dan penghapus rasa lelah selama menjalani pendidikan.

10. Kepada Uda, kembaran, dan adik penulis, Ridwan Amsal, Ares Albirru Amsal, Azizah Ulfah yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa untuk menyelesaikan tesis dan menjalani pendidikan serta seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11. Keenam sahabat seperjuangan penulis dr. Zul Bahri, dr. Teuku Thoriq Syamsul, dr. Andru Aswar, dr. Basten Jeremiah Siahaan, dr. Furqan Arief dan dr. Mirna Ramzie, atas dukungan, semangat, kebersamaan dan doa dalam menjalani masa-masa Pendidikan.

12. Rekan PPDS Kardiologi, dr. Amin, dr Yosua, dr Qien, dr Aziz, dr. Juang dan rekan-rekan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang memberikan dukungan terus-menerus dalam mengerjakan tugas sehari-hari khususnya dalam pengerjaan tesis ini.

13. Para perawat Pusat Jantung Terpadu RSUP HAM yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pada waktu luang untuk mengambil data sampel penelitian.

(9)

ix

14. Para staf administrasi Departemen Jantung dan Pembuluh Darah, Ahmad Syafi’i, Nanda dan Husna yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini.

Semoga Allah yang maha pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2022

Aris Albirru Amsal

(10)

x

HUBUNGAN GAMBARAN EKG PADA PASIEN COVID-19 DENGAN MORTALITAS SELAMA RAWATAN DI RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

Abstrak

Latar Belakang: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan pandemi global baru yang berdampak tidak hanya pada sistem pernapasan tetapi juga sistem kardiovaskular. Kebutuhan alat sederhana seperti EKG untuk menentukan faktor prognostik pada penyakit ini cukup besar.

Metode: Kami melakukan studi kohort retrospektif berdasarkan rekam medis pasien COVID-19 yang dirawat di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Analisis multivariat dilakukan untuk mengevaluasi nilai procnostik EKG untuk mortalitas pasien COVID-19 di rumah sakit.

Hasil: Kami mengevaluasi 143 pasien COVID-19 yang menjalani EKG antara Juni dan Agustus 2021. Delapan puluh dua (57,3%) di antaranya memiliki temuan EKG abnormal. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa EKG yang memiliki hubungan signifikan dengan mortalitas di rumah sakit adalah sinus takikardia p value = 0,005 (OR: 3,569; 1,523 – 8,364), laju QRS > 100 kali/menit, p <0,001, durasi QRS 110 ms p=0.005 (OR: 10.577; 1.943 – 57.586), RBBB p=0.02 (OR: 8.148; 1.418 - 46.833) Gelombang T-Inversion p=0.028 (OR 2.864; 95% CI: 1.199 – 6.841), gelombang Q patologis p=0,012 (OR: 6,987; 95% CI 1,569 – 31), ada tidaknya abnormalitas EKG p=<0,001 (OR: 6,995; 95% CI: 2,297 – 21,301), abnormalitas EKG ≥3, p<0,001 (OR: 10.833; 3.806 – 30.837). Pada analisis multivariat, dua parameter EKG yang memiliki nilai signifikan: laju QRS > 100 kali/menit, p = 0,029 (OR: 3,467 95% CI: 1,135 – 10,593), abnormalitas EKG ≥3, p=0,015 (OR:

5,177; 95% CI : 1.380 – 19.415).

Kesimpulan: EKG dapat bermanfaat untuk penilaian prognostik pasien COVID- 19. Laju QRS >100 bpm dan abnormalitas EKG ≥3 merupakan faktor independen untuk mortalitas di rumah sakit berdasarkan analisis multivariat.

Kata kunci: COVID-19, EKG, mortalitas di rumahsakit.

(11)

xi

Electrocardigraphic Characteristics Abnormalities of COVID-19 Patients and Their Correlation with In-Hospital Mortality, a Retrospective Cohort Study

Abstract

Background: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is new global pandemic affected not only respiratory but also cardiovasvular system. The need of simple tool such as ECG to determine prognostic factor in this disease is substantial.

Methods: We performed retrospective cohort study based on medical record from COVID-19 patient who admitted to Haji Adam Malik General Hospital.

Multivariate analysis was performed to evaluate procnostic value of ECG for in- hospital mortality of COVID-19 patients.

Result: We evaluate 143 pateints of COVID-19 who underwent ECG between June and Agust 2021. Eighty two (57.3%) of them has abnormal ECG finding. The results of the bivariate test showed that the ECG which had a significant relationship with in-hospital mortality were sinus tachycardia p value = 0.005 (OR: 3,569; 1,523 – 8,364), QRS rate > 100 bpm, p <0.001, QRS duration ≥ 110 ms p=0.005 (OR:

10,577; 1,943 – 57,586), RBBB p=0.02 (OR: 8,148; 1,418 - 46,833) T-Inversion wave p=0.028 (OR 2,864; 95% CI: 1,199 – 6.841), pathological Q-wave p=0.012 (OR: 6.987; 95% CI 1.569 – 31), presence or absence of ECG abnormalities p=<0.001 (OR: 6.995; 95% CI: 2.297 – 21.301), 3 ECG abnormalities p<0.001 (OR: 10,833; 3,806 – 30,837). In multivariate analysis, two ECG parameters that have significant value: QRS rate > 100 bpm, p = 0.029 (OR: 3.467 95% CI: 1.135 – 10.593), ECG abnormalities ≥ 3, p=0.015 (OR: 5.177; 95% CI: 1.380 – 19.415).

Conclusion: ECG can be useful for prognostic assessment of COVID-19 patients.

QRS rate >100 bpm and ≥ 3 abnormalities of ECG are independent factors for in- hospital mortality based on multivariate analysis.

Keywords: COVID-19, ECG, in-hospital mortality

(12)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3. Hipotesis Penelitian ... 5

1.4. Tujuan Penelitian... 5

1.4.1. Tujuan Umum... 5

1.4.2. Tujuan Khusus ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1. Kepentingan Akademik ... 6

1.5.2. Kepentingan Masyarakat... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ... 7

2.2. Patogenesis ... 9

2.3. Faktor Risiko ... 13

2.6. Gejala Klinis………16

2.5. Pemeriksaan Penunjang ... 17

2.6. Komplikasi ... 20

2.7. Manifestasi Kardiovaskular COVID-19 ... 22

2.8. Gambaran EKG pada Pasien COVID-19 dan Implikasi Klinis Selama Rawatan ... 28

2.9. Kerangka Teori ... 32

2.10 Kerangka Konsep ... 33

(13)

xiii

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Desain Penelitian ... 34

3.2. Tempat dan Waktu ... 34

3.3. Populasi dan Sampel... 34

3.4. Besar Sampel... 34

3.5. Kriteri inklusi dan eksklusi ... 35

3.5.1. Kriteria Inklusi ... 35

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 35

3.6. Definisi Operasional ... 35

3.7. Identifikasi Variabel ... 38

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 38

3.9. Pengelolaan dan Analisis Data ... 41

3.10. Etika Penelitian ... 41

3.11. Perkiraan Biaya Penelitian ... 42

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43

4.1. Karakteristik Penelitian ... 43

4.2. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ... 44

4.3. Hasil Uji Bivariat Variabel Demografi, Klinis, Laboratorium dan EKGTerhadap Mortalitas ... 48

4.4. Hasil Uji Multivariat... 52

BAB 5 PEMBAHASAN ... 53

5.1. Data Deskriptif ... 54

5.2. Hasil Uji Bivariat dan Multivariat ... 58

BAB 6 PENUTUP ... 65

6.1. Kesimpulan ... 65

6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA……….67

LAMPIRAN………...……….74

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Kasus COVID-19 di Indonesia ……...………....7

Gambar 2.2 Klasifikasi SARSCOV -2………...8

Gambar 2.3 Siklus Coronavirus ………... ... 10

Gambar 2.4 Cytokine Storm pada COVID-19……… ………. 12

Gambar 2.5 CT Scan Pasien COVID19……….………..19

Gambar 2.6 Rontgen Pasien COVID19………20

Gambar 2.7 Skema mengenai komplikasi potensial COVID-19 yang mempengaruhi berbagai sistem organ………...21

Gambar 2.8 Hipotesis Mekanisme Pengaruh COVID-19 Terhadap Kardiovaskular………..27

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian………..40

Gambar 4.1 Analisis Multivariat ……… 52

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perjalanan Penyakit COVID-19 ... 16 Tabel 2.2 Komplikasi COVID-19 ... 19 Tabel 4.1 Karakteristik demografi, klinis dan laboratorium subyek penelitian .. 46 Tabel 4.2 Karakteristik Dasar EKG dari Pasien COVID-19 pada penelitian…...47 Tabel 4.3 Analisis Bivariat Parameter Data Klinis ... 49 Tabel 4.4 Analisis Bivariat Parameter Laboratorium ... 50 Tabel 4.5 Analisis Bivariat EKG ... 51

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

ACE = angiotensin-converting enzyme AES = Atrial Ekstra Sistol

AFL = Atrial Flutter

AF = Atrial Fibrilasi

APC = Antigen Presentation Cells AVB = Atrioventricular Block CDC = Centers for Disease Control COVID-19 = Coronavirus Disease 2019

CVD = Cardiovascular Disease/ Penyakit kardiovaskular

CXR = Chest X-ray

EKG = Elektrokardiografi

FA = Fibrilasi Atrium

ICU = Intensive Care Unite

Ig = Imunoglobulin

IL = Interleukin

IMA = Infark Miokard Akut

IMA-EST = Infark Miokard-Elevasi Segmen ST Kemenkes = Kementrian Kesehatan

LBBB = Left Bundle Branch Block

LV = Left Ventricular

MERS = Middle East Respiratory Syndrome MHC = Major Histocompatibility Complex

NT-proBNP = N-terminal pro-B-type natriuretic peptide PDPI = Perhimbunan Dokter Paru Indonesia

(17)

xvii

RBBB = Right Bundle Branch Block

RNA = ribonukleat acid

RT-PCR = Real Time-polymerase chain reaction SARS = Severe Acute Respiratory Syndrome

SARSCoV-2 = Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 SVT = Supraventrikuler Takikardi

TnI = Troponin I

VES = Ventrikular Ekstra Sistol WHO = World Health Organization

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Corona virus disease 2019 (COVID-19) telah menjadi perhatian di seluruh dunia sebagai pandemi pertama yang disebabkan oleh virus corona. Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina yang kemudian menyebar ke wilayah lain di Cina dan 37 negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Prancis dalam waktu kurang dari satu bulan (Sanders et al., 2019).

Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020 (Kemenkes, 2020) dan pada tanggal 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik (WHO, 2020).

Hingga saat ini, COVID-19 telah menjadi darurat kesehatan masyarakat internasional dengan jumlah kasus yang telah mencapai 416.000.000 orang dengan jumlah kematian global hingga 5.800.000 jiwa (WHO, 2022). Di Indonesia sendiri saat ini telah memasuki gelombang ke-3 dengan jumlah kasus 5.030.000 jiwa dan angka kematian mencapai 145.000 orang (SatgasCOVID-19, 2022). Tentu saja hal ini memberikan beban yang tidak dapat dihindari pada sistem kesehatan dan ekonomi di semua negara.

Virus corona yang menyebabkan COVID-19 merupakan virus corona jenis baru yang bernama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARSCoV-2). Target utama virus ini adalah sistem respiratorik namun sistem lain seperti sistem renal, neurologis, imun, kardiovaskular dan kutaneus juga telah berhasil diidentifikasi dan dilaporkan (Husain et al., 2020).

(19)

2 Berdasarkan Centers for Disease Control (CDC), keluhan yang paling sering dijumpai pada kasus COVID-19 antara lain demam, batuk, nyeri tenggorokan, sesak napas, nyeri dada, mialgia, dan anosmia (Meegada et al., 2020;

Chedid et al., 2020). Beberapa presentasi atipikal dan manifestasi ekstrapulmonal juga semakin banyak dilaporkan. Manifestasi ekstrapulmonal dari COVID-19 yaitu insidensi trombosis seperti emboli pulmonal, serangan serebrovaskular akut, infark miokardium, aritmia jantung, kerusakan hepar, gangren, diare, gagal ginjal akut, rhabdomiolisis, dan lain-lain. (Meegada et al., 2020).

Pengobatan definitif untuk COVID-19 sampai saat ini masih belum tersedia. Diharapkan tenaga kesehatan untuk memantau pasien dengan risiko tinggi secara lebih akurat dan memulai perawatan kritis dengan mengamati tanda bahaya pada pasien sejak awal penyakit. Beberapa faktor telah diusulkan untuk memprediksi luaran pasien COVID-19. Temuan saat ini menunjukkan bahwa usia tua dan adanya penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular dikaitkan dengan tingkat keparahan COVID-19 dan tingkat kematian tertinggi (Ejaz et al., 2020).

Infeksi SARS-CoV-2 dikaitkan dengan mediator inflamasi yang mungkin memainkan peran penting dalam komplikasi jantung dan aritmia (Toldo et al., 2018; Lazzerini et al., 2017; Zhao et al., 2018). Gagal jantung dan henti jantung adalah salah satu penyebab kematian paling umum pada pasien COVID-19 (Du et al.,2020). Aritmia dan perubahan elektrokardiografi, baik karena obat yang diberikan ataupun sebagai efek langsung dari virus, juga telah dilaporkan.

(20)

3 Secara umum, elektrokardiogram (EKG) merupakan alat yang sangat berguna dalam mendiagnosis berbagai gangguan jantung. Dalam kebanyakan kasus, elektrokardiogram membantu dalam diagnosis miokarditis, aritmia dan gagal jantung (Krittayaphong, et al., 2019). Karena perubahan aktivitas listrik jantung di sebagian besar penyakit kardiovaskular dan nilai diagnostiknya pada kerusakan jantung, penilaian EKG pada pasien COVID-19 dapat digunakan dalam menentukan prognosis penyakit dan manajemen pasien (Shafi et al., 2019).

Sebuah penelitian sebelumnya melaporkan bahwa 16,7% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 menunjukkan aritmia jantung; ini meningkat menjadi hampir 50% di antara mereka yang dirawat di unit perawatan intensif (Intensive Care Unit/ICU) dan 7,2% mengalami cedera jantung akut (Wang et al., 2020). Namun, penelitian lain telah melaporkan bahwa kejadian aritmia pada pasien dengan COVID-19 hanya 0,3%, yang relatif rendah (Guan et al., 2020;

Zhang et al., 2020). Kelainan konduksi jantung baru-baru ini ditambahkan ke dalam daftar gejala sisa COVID-19. Palpitasi dilaporkan sebagai bagian dari gejala yang muncul pada hampir 10% individu yang terinfeksi (Angeli et al., 2020).

Li et al. (2020) melaporkan insiden aritmia yaitu sekitar 45,7% pada pasien kritis dan aritmia ventrikel pada pasien dengan kerusakan miokard dan yang meninggal dunia mempunyai insidensi yang tinggi. Sinus takikardi dan aritmia ventrikel adalah faktor risiko EKG independen untuk kematian pada pasien rawat inap COVID-19 derajat kritis. Selanjutnya, tidak terdapat perbedaan interval QT antara pasien yang meninggal dan yang selamat, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kelainan ST-T antara pasien dengan dan tanpa kerusakan miokard.

Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa pasien rawat inap COVID-19

(21)

4 derajat kritis rentan terhadap aritmia ventrikel ataupun hasil EKG yang abnormal, yang disebabkan oleh kerusakan miokard.

Fibrilasi Atrium (FA) terkait COVID-19 baru-baru ini dijelaskan oleh Colon et al. (2020) yang mengamati bahwa 10,4% pasien COVID-19 dapat terjadi serangan baru FA. Takiaritmia atrium lain yang dicatat termasuk kepak atrium (Atrial Flutter/AFL) dan atrial takikardi. Untuk itu, semua pasien dengan takiaritmia atrium memerlukan manajemen di unit perawatan intensif, dan 26,3%

meninggal karena komplikasi terkait COVID-19.

Amoebang et al. (2021) melaporkan terdapat peningkatan mortalitas yang signifikan di antara pasien dengan FA ataupun AFL dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki aritmia. Selain FA, depresi segmen ST merupakan prediksi mortalitas pada pasien COVID-19. Depresi segmen ST adalah indikator non- spesifik dari iskemia miokard dan umumnya diamati pada pasien miokarditis, hipoksia, dan infark miokard posterior akut. Penyebab non-jantung dari depresi segmen ST termasuk emboli paru, pneumotoraks, dan sepsis. Penyebab yang mendasari depresi segmen ST pada COVID-19 bervariasi. Miokarditis merupakan manifestasi penyakit yang umum dan berpotensi mematikan. Infark miokard akut terkait COVID-19 juga telah dilaporkan (Hu et al., 2020). Depresi segmen ST dapat mewakili penanda pengganti untuk peradangan sistemik yang berat, yang dianggap sebagai ciri khas COVID-19 (Amoebang et al., 2021).

Oleh karena belum adanya karakteristik EKG pada pasien COVID-19 yang dirawat di RSUP HAM dan ada tidaknya hubungan gambaran EKG dengan mortalitas selama rawatan, kami tertarik meneliti karakteristik EKG pada pasien

(22)

5 COVID-19 dan hubungannya dengan mortalitas selama rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Adakah hubungan antara gambaran EKG pada pasien COVID-19 dengan mortalitas selama rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara gambaran EKG dengan mortalitas selama rawatan pada pasien COVID-19 di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan gambaran EKG pada pasien COVID-19 dengan dengan mortalitas selama rawatan di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengaetahui persentase gambaran EKG normal dan abnormal pada pasien COVID-19 yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan

2. Untuk mengetahui karakteristik EKG pada pasien COVID-19 yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan

3. Untuk mengatahui angka mortalitas selama rawatan pada pasien COVID-19 di RSUP H. Adam Malik Medan

4. Untuk mengetahui gambaran EKG yang paling berhubungan dengan angka mortalitas pada pasien COVID-19 yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan

(23)

6 1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Kepentingan Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah bagi tenaga kesehatan dan peneliti lain mengenai peran EKG sebagai prediktor mortalitas selama rawatan pada pasien COVID-19 yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan. Sehingga diharapkan dapat membantu dalam menentukan keputusan terapi selanjutnya dan menjadi lahan penelitian lanjutan.

1.5.2 Kepentingan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penderita penyakit COVID-19 khusunya yang mempunyai abnormalitas pada gambaran EKG sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup dan keluaran baik jangka pendek maupun jangka panjang.

(24)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARSCoV- 2). Virus ini pertama kali muncul di Wuhan, Cina pada Desember 2019 yang awalnya bernama novel coronavirus (2019-nCov) kemudian WHO pada 11 Februari 2020 mengumumkan nama baru penyakit ini menjadi Coronavirus Disease (COVID-19). Virus ini menyebar diberbagai provinsi di China, Thailand, Jepang dan Korea Selatan dalam waktu kurang dari satu bulan (Huang et al., 2020).

Selanjutnya virus ini menyebar dan menginfeksi di banyak negara hingga saat ini dan dinyatakan sebagai pandemik global oleh WHO pada tanggal 12 Maret 2020.

Sebagaimana data WHO 2020, Indonesia pertama kali melaporkan kasus COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 sebanyak dua kasus dan temuan kasus terus meningkat sebagaimana terlihat pada grafik yang bersumber dari Kemenkes dibawah ini.

Gambar 2.1. Grafik Kasus COVID-19 di Indonesia

(25)

8 SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Setidaknya terdapat dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasrakan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gammacoronavirus (PDPI, 2020).

Gambar 2.2. Klasifikasi SARSCOV-2

Coronavirus tipe baru ini merupakan tipe ketujuh yang diketahui pada manusia. SARS-CoV-2 diklasifikasikan pada genus betacoronavirus. Secara

(26)

9 pohon evolusi sama dengan SARS-CoV dan MERS-CoV tetapi tidak tepat sama (Chen et al., 2020).

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200 nm. Struktur Coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein antigen utama untuk penulisan gen yang berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang). Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh disinfektan mengandung klorin, pelarut lipuid dengan suhu 56°𝐶 selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus (PDPI, 2020).

2.2 Patogenesis Entri dan Replikasi

Setelah Coronavirus menemukan sel inang yang sesuai, virus akan melakukan penempelan dipermukaan sel, protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies inang-nya. Setelah virus memasuki sel, genom RNA virus dilepaskan ke sitoplasma dan diterjemahkan menjadi dua poliprotein dan struktural protein, setelah itu genom virus mulai bereplikasi. Bentuk baru dari glikoprotein lalu masuk kedalam membrane retikulum endoplasmik. Akhirnya, vesikula yang mengandung partikel virus kemudian bergabung dengan plasma membran untuk melepaskan virus (Li et al., 2020). Proses masuk dan replikasi coronavirus dapat terlihat pada gambar dibawah ini:

(27)

10 Gambar 2.3 Siklus Coronavirus

Presentasi antigen

Menurut Xu et al (2020), saat virus memasuki sel, antigennya akan ditampilkan oleh sel Antigen Presentation Cells (APC), yang akan diberi sinyal Major Histocompatibility Complex (MHC) atau Human Leukosit Antigen (HLA).

Selanjutnya antigen akan dikenali oleh virus spesifik limfosit T cytotoxic (CTL).

Presentasi antigen SARS-CoV tergantung pada molekul MHC I dan MHC II.

Selain itu, polimorfisme gen MBL (mannose-binding lectin) juga terkait dengan presentasi antigen terkait dengan risiko infeksi SARSCoV.

(28)

11 Imunitas Selular dan Humoral

APC merangsang imunitas humoral dan seluler tubuh, yang dimediasi oleh Sel B dan T (Zhang et al, 2020). Mirip dengan infeksi virus akut yang lainnya, profil antibodi SARS-CoV memiliki pola IgM dan IgG yang khas. Antibodi IgM SARS menghilang pada akhir minggu ke 12, sedangkan antibodi IgG bisa bertahan lama. Bahkan sel T memori dapat bertahan selama empat tahun pada pasien SARS- CoV yang sembuh. Jumlah sel CD4 dan CD8 dalam darah perifer pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 juga berkurang secara signifikan (Li et al., 2020).

Cytokine Storm

Pada COVID-19, ARDS merupakan penyebab utama kematian. Dari 41 pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 yang dirawat di tahap awal wabah, enam meninggal karena ARDS (Huang et al, 2020). ARDS adalah kejadian imunopatologi umum untuk SARS-CoV-2. Salah satu mekanisme utama untuk ARDS adalah badai sitokin, yang merupakan respon inflamasi sistemik yang tidak terkontrol yang mematikan akibat pelepasan sejumlah besar sitokin pro-inflamasi (IFN-a, IFN-g, IL-1b, IL-6, IL-12, IL-18, IL-33, TNF-a, TGFb, dll.), kemokin (CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8, dll.) dalam serum.

Hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan pengaktivan jalur koagulasi, sehingga saat inflamasi terjadi konsentrasi antikoagulasi berkurang, terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Ketidak keseimbangan antara koagulasi dan antikoagulasi ini memicu terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC) dan mikrotrombosis (Jose et al., 2019). Cytokine Storm hebat akan memicu serangan yang menyebabkan ARDS dan kegagalan

(29)

12 banyak organ, dan akhirnya menyebabkan kematian pada kasus yang parah (Ye, 2020).

Mekanisme Cytokine Storm pada COVID-19 dapat terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.4 Cytokine Storm pada COVID-19 (Ye et al., 2020) Immune Evasion

Untuk dapat bertahan hidup di sel inang, SARS-CoV menggunakan berbagai strategi untuk menghindari respon imun tubuh. Melalui Pathogen Associated Molucular Patterns (PAMPs) SARS-CoV dapat berreplikasi untuk menghindari deteksi inang. IFN-I (IFN-a dan IFN-b) juga memiliki efek perlindungan pada infeksi SARS-CoV. Karena itu jalur IFN-1 perlu dihambat pada

(30)

13 infeksi coronavirus. APC juga dapat menjadi bagian dari strategi coronavirus.

Misalnya dengan mengurangi ekspresi gen sehingga mengurangi respon sstem imun tubuh. Oleh karena itu, immune evasion dari SARSCoV-2 sangat penting dalam pengobatan dan pengembangan obat spesifiknya (Li et al., 2020).

Pada studi SARS-CoV, Protein S berkaitan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin-converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk, terjadi translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus (Fosbol et al,2020).

Hasil residu pada SARS-CoV-2 berinteraksi dengan mengikat ACE-2 pada manusia. Hal ini mendukung SARS-CoV-2 untuk menginfeksi sel manusia dan mengakibatkan transmisi manusia ke manusia.

2.3 Faktor Risiko

Infeksi Coronavirus lebih sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal ini juga berkaitan dengan agresivitas perpindahan populasi. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus yang lebih menyukai suhu dingin dan kelembaban yang tidak terlalu tinggi (Harapan et al., 2020).

Menurut Cai (2020) ditemukan adanya peningkatan risiko COVID-19 pada pasien dengan penyakit komorbid seperti hipertensi dan diabetes melitus. Jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif juga meningkatkan risiko COVID-19. Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor

(31)

14 ACE2. Terkait dugaan ini, European Society of Cardiology (ESC) menegaskan bahwa belum ada bukti meyakinkan untuk menyimpulkan manfaat positif atau negatif obat golongan ACE-i atau ARB, sehingga pengguna kedua jenis obat ini sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya. Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Pada pasien kanker diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin yang berlebihan, supresi induksi agen proinflamasi, dan adanya gangguan maturasi sel dendritic sehingga mempermudah coronavirus berkembang. Pasien dengan sirosis atau penyakit hati kronik juga mengalami penurunan respons imun, sehingga lebih mudah terjangkit COVID-19, dan dapat mengalami tampilan klinis yang lebih buruk. Studi Guan, et al.. menemukan bahwa dari 261 pasien COVID- 19 yang memiliki komorbid, 10 pasien di antaranya adalah dengan kanker dan 23 pasien dengan hepatitis B (Xia et al., 2020).

Pasien HIV dengan infeksi saluran napas akut umumnya memiliki risiko mortalitas yang lebih besar dibanding pasien yang tidak HIV. Namun, hingga saat ini belum ada studi yang mengaitkan HIV dengan infeksi SARS-CoV-2.

Hubungan infeksi SARS-CoV-2 dengan hipersensitivitas dan penyakit autoimun juga belum dilaporkan (Xia et al., 2020).

Sampai saat ini belum ada studi yang menghubungkan riwayat penyakit asma dengan kemungkinan terinfeksi SARS-CoV-2. Suatu studi meta-analisis yang dilakukan oleh Yang, et al. (2020) menunjukkan bahwa pasien COVID-19 dengan riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki manifestasi klinis yang lebih parah.

(32)

15 Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular.

Di Italia, berdasarkan penelitian oleh Bellizzi dijumpai sekitar 9% kasus COVID- 19 adalah tenaga medis (Bellizzi et al, 2020). Di China, ditemukan mortalitas pada tenaga kesehatan yang terinfeksi COVID-19 sebesar 0,6% dari lebih dari 3.300 tenaga medis yang terinfeksi (Wang J et al., 2020).

Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah.

Kekurangan vitamin D mungkin menjadi faktor penyebab COVID19 menjadi parah. Respon imun yang lemah dari sistem kekebalan bawaan pada orang lanjut usia dapat meningkatkan viral load.

Kekurangan sel B memori menyebabkan aktivasi berlebihan dari sistem kekebalan adaptif dengan menghasilkan sitokin inflamasi lebih banyak atau yang dikenal dengan badai sitokin. Proses ini diperparah oleh rendahnya tingkat vitamin D. Vitamin D berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan bawaan sementara, pada saat yang sama, sebagian menekan imunitas adaptif (Xia et al., 2020).

(33)

16 2.4 Gejala Klinis

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung paparan jumlah virus (PDPI , 2020).

Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit walaupun sisitem imun tubuh berfungsi normal. Pada orang-orang dengan system imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah (PDPI, 2020).

Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini sehingga dapat terjadi re-infeksi. Berdasarkan gejala klinis didapati berbagai keluhan yang timbul, diantaranya dapat terlihat pada tabel dibawah ini (PDPI, 2020),

Tabel 2.1 Perjalanan Penyakit COVID-19

(34)

17 2.5 Pemeriksaan Penunjang (PDPI, 2020)

Metode penegakan diagnosis yang diterapkan saat ini masih sangat tidak ideal untuk peringatan dini pasien. Untuk kondisi darurat saat ini, model diagnostik yang memungkinkan untuk skrining cepat sangat diperlukan. Penegakan diagnosis COVID-19 dapat dilakukan melalui screening awal menggunakan skor EWS.

Untuk pasien yang memenuhi kriteria diagnostik, pengujian SARS-CoV-2 dapat dilakukan dengan pengumpulan spesimen dari saluran pernapasan atas (swab nasofaring dan orofaring) dan jika mungkin, saluran pernapasan bagian bawah dengan spesimen dari dahak, aspirasi trakea, atau Lavage Bronchoalveolar (BAL).

Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring). Pemeriksaan ini dilakukan dengan RT-PCR SARS- CoV-2. Apabila RT-PCR SARS-CoV-2 tidak ada, dapat dilakukan tes serologi.

Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal).

Pemeriksaan kimia darah seperti darah perifer lengkap dapat menunjukkan kadar hemoglobin ditemui menurun, hal ini diakibatkan karena Coronavirus menyerang heme pada hemoglobin. Virus juga menangkap porfirin dan menghambat metabolisme heme, sehingga mendukung kerusakan organ.

Leukosit dapat ditemukan meningkat, kadar limfosit dan trombosit ditemui menurun karena kerusakan T Limfosit akibat badai sitokin yang terjadi sehingga permeabilitas kapiler alveolar meningkat dan terjadi udem intertisial. Kerusakan jaringan kolateral juga mengakibatkan vasodilatasi.

(35)

18 Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat jika disertai infeksi bakteri. CRP merupakan protein yang diproduksi hepar yang meningkat sebagai respon terhadap inflamasi. Peningkatan CRP sebanding dengan sekresi sitokin proinflamasi IL-6 yang dapat menjadi factor risiko keparahan pada pneumonia (Wang G et al., 2020).

Peningkatan ratio netrofil limfosit pada kerusakan T limfosit akibat proses inflamasi mengindikasikan prognosis yang buruk. Pasien yang disertai infeksi bakteri dan daya tahan yang tubuh rendah terjadi peningkatan risiko keparahan.

Peningkatan prokalsitonin (PCT) ditemui pada pasien yang bergejala berat.

Procalsitonin adalah biomarker sepsis. PCT tidak meningkat secara signifikan dalam COVID-19 tidak seperti CRP. sehingga dapat digunakan untuk penilaian klinis menyingkirkan kemungkinan infeksi bakteri pada pasien COVID dan untuk memandu inisiasi dan penghentian antibiotik (Li L et al., 2020).

Protein Coronavirus menyerang heme di hemoglobin, sehingan fibrinogen keluar mengisi kapiler, sehingga fibrin terakumulasi di jaringan alveolar sehingga terjadi koagulasi dan peningkatan kadar ferritin.

Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim intraseluler yang ditemukan pada hampir semua sistem organ. Meskipun LDH secara tradisional digunakan sebagai penanda kerusakan jantung, sejak tahun 1960-an nilai abnormal diketahui dapat terjadi akibat cedera berbagai organ dan penurunan oksigenasi dengan peningkatan regulasi jalur glikolitik. Perubahan pH ekstraseluler menjadi asam dikarenakan peningkatan laktat dari infeksi. Jaringan cedera memicu aktivasi metaloprotease dan meningkatkan angiogenesis yang dimediasi makrofag. Infeksi

(36)

19 berat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang dimediasi oleh sitokin dan pelepasan LDH. Karena LDH ada di jaringan paru- paru, pasien dengan infeksi COVID-19 yang parah melepaskan jumlah LDH yang lebih besar ke dalam sirkulasi, mengakibatkan kerusakan vaskular dan berkembang menjadi ARDS.

Kadar LDH yang meningkat, menunjang kecurigaan sepsis. Peningkatan kadar LDH berkorelasi dengan tingkat keparahan. Peningkatan LDH dikaitkan dengan peningkatan >16 kali lipat kemungkinan kematian. Dengan demikian, LDH pasien harus dimonitor secara ketat untuk setiap tanda perkembangan penyakit atau dekompensasi.

Pemeriksaan radiologi penunjang yang dilakukan diantaranya: foto toraks, CT-scan toraks dan USG toraks. Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.5 CT Scan Pasien COVID 19

Gambaran rontgen torak pada seorang wanita berusia 55 tahun. Foto toraks menunjukkan perkembangan infiltrasi perihilar bilateral yang menonjol dan

(37)

20 kekeruhan yang tidak jelas pada paru-paru bilateral, yang perlahan-lahan diselesaikan pada gambar tindak lanjut.

Gambar 2.6 Rontgen Pasien COVID 19

2.6 Komplikasi

Komplikasi COVID-19 mencakup gangguan fungsi paru-paru, jantung, otak, hepar, ginjal, dan sistem koagulasi. COVID-19 dapat mencetuskan terjadinya miookarditis, kardiomiopati, aritmia ventrikular, dan instabilitas hemodinamik.

Serangan serebrovaskular dan ensefalitis pun dapat terjadi sampai 8%.

Tromboemboli vena dan arteri dapat terjadi pada 10-25% pasien COVID-19 (Wilersinga et al., 2020).

Tabel 2.2 Komplikasi COVID-19

Frekuensi Komplikasi

Sering dijumpai  Sindrom distres pernapasan akut

 Sepsis dan DIC

 Gagal hepar dan ginjal akut

 Emboli pulmonal Jarang dijumpai  Rhabdomiolisis

 Sindrom inflammatorik multisistem

 Aspergillosis

 Pankreatitis, komplikasi neurologis

(38)

21 Selain gejala pernapasan akut yang umum (seperti demam, batuk, dan dispnea), pasien COVID-19 mungkin juga menderita tanda dan kerusakan di banyak sistem organ lain karena reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) dapat diekspresikan di paru-paru, ginjal, saluran gastrointestinal, hati, sel endotel vaskular, dan sel otot polos arteri. Semua organ ini menjadi target infeksi SARS- CoV-2 seperti terlihat pada gambar 2.7 (Zheng et al, 2020). SARS-CoV-2 menggunakan reseptor ACE2 untuk mendapatkan akses seluler pada manusia (Zhou et al., 2020).

Gambar 2.7 Skema mengenai komplikasi potensial COVID-19 yang mempengaruhi berbagai sistem organ

(39)

22 2.7 Manifestasi Kardiovaskular COVID-19

Wabah virus corona, seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dikaitkan secara signifikan terhadap morbiditas kardiovaskular (Zheng et al., 2020). Komplikasi kardiovaskular yang umum pada SARS adalah hipotensi, miokarditis, aritmia, dan kematian jantung mendadak. Pemeriksaan diagnostik dapat menunjukkan perubahan elektrokardiografi, gangguan diastolik ventrikel kiri (LV) subklinis, dan peningkatan troponin (Yu et al., 2006)

COVID-19 tampaknya memiliki manifestasi kardiak yang sebanding dengan wabah virus corona sebelumnya. Manifestasi cedera miokard sering terjadi pada saat awal dan rawatan di rumah sakit. Biasanya, pasien dengan cedera miokard mempunyai usia yang lebih tua dan memiliki lebih banyak komorbiditas dan faktor risiko kardiovaskular (Lala et al., 2020)

Mekanisme cedera miokard akibat COVID-19 terjadi akibat kematian sel miosit jantung dikarenakan terjadinya hipoksia. Hipoksia sendiri diakibatkan karena kelebihan kalsium intraseluler yang dimediasi oleh respon sel T saat badai sitokin (Zhou et al, 2020). Peningkatan biomarker jantung, termasuk troponin T, telah terbukti berkorelasi linier sebagai penanda peradangan yang menyebabkan cedera miokard (Bandyopadhyay et al, 2020). Peningkatan kadar troponin dikaitkan dengan pemakaian ventilasi mekanis dan kematian di rumah sakit yang lebih tinggi (Guo et al., 2019).

Miokarditis fulminan telah dilaporkan sebagai komplikasi COVID-19 berkaitan dengan peningkatan troponin jantung, myoglobin, dan N-terminal pro-B-

(40)

23 type natriuretic peptide (NT-proBNP). Pada pemeriksaan lain, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, penurunan fraksi ejeksi, dan hipertensi pulmonal.

Miokarditis diduga terkait dengan mekanisme badai sitokin atau ekspresi ACE2 di miokardium (Zeng et al, 2020).

SARS-CoV dapat menurunkan jalur ACE2 pada miokard dan paru sehingga memediasi inflamasi miokard, edema paru, dan gagal napas akut. Hipertensi merupakan faktor predisposisi pada pasien usia tua untuk menjadi pneumonia dan miokarditis berat yang ditandai dengan peningkatan kadar troponin sebagai penanda sensitif cedera miokard (Saus et al, 2020).

Chen et al. (2020) melaporkan sekitar 20% pasien dengan tanda-tanda kerusakan miokardium ditandai dengan peningkatan kadar NT-proBNP dan troponin I (TnI) selama Januari-Februari di RS Tongii, Wuhan. Diperkirakan sekitar 12% pasien COVID-19 tanpa penyakit jantung iskemik sebelumnya akan memiliki peningkatan kadar troponin atau risiko henti jantung selama rawatan.

Peningkatan kadar TnI bersamaan dengan marker proinflammatorik seperti IL-6, LDH, dan D-dimer indikatif terhadap insidensi badai sitokin atau limfohistiositosis hemofagositik sekunder. Beberapa peneliti meyakini mekanisme potensial kerusakan miokardium ini dimediasi oleh respons sel T helper terhadap kelebihan efluks kalsium intrasellular akibat hipoksia yang memicu kematian kardiomiosit.

Oleh karena itu, sangat direkomendasikan untuk memonitor ketat kadar NT- proBNP dan TnI plasma pada pasien COVID-19 (Zheng et al., 2020).

Terdapat banyak hubungan potensial antara infeksi virus sistemik dengan sindrom iskemik koroner akut. Beberapa bukti menunjukkan bahwa COVID-19

(41)

24 aktif meningkatkan risiko infark miokard akut (IMA) dan stroke iskemik (Modin et al., 2020). Destabilisasi plak dan ketidakseimbangan pasokan-kebutuhan adalah mekanisme di mana COVID-19 dapat memicu sindrom koroner akut (SKA) (Giustino et al., 2020) Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak pasien dengan SKA tidak menerima perawatan medis pada saat gelombang pertama pandemi, mungkin dikarenakan ketakutan tertular COVID-19 (Bhatt et al., 2020) Oleh karena itu, sebagian dari kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan di rumah pada pasien suspek COVID 19 dapat berkaitan dengan IMA tipe 3.

Aritmia adalah manifestasi umum CVD pada pasien COVID-19. (Giustino et al., 2020) Bradiaritmia khusus pada COVID-19 belum dapat dijelaskan. Data frekuensi aritmia maligna seperti takikardia ventrikel dan fibrilasi atrium pada pasien COVID-19 masih terbatas. Studi klinis kecil memperkirakan kejadian FA awitan baru antara 3,6% dan 6,7% pada pasien dengan COVID-19 (Bhatla et al., 2020)

Salah satu studi terhadap 121 pasien COVID-19 menunjukkan mayoritas tipe aritmia yang dialami, antara lain 87 orang (71.9%) dengan sinus takikardia yang tidak berkaitan dengan demam, 18 orang (14.9%) dengan bradikardia, dan satu orang dengan fibrilasi atrium paroksismal. Studi lainnya juga menemukan aritmia terjadi pada 23 dari 138 pasien (16.7%) yang masuk ke ruang ICU.

Dikarenakan data tersedia masih terbatas, tipe aritmia dan perubahan elektrokardiogram pada pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 masih belum bisa dipastikan, sehingga monitoring ketat melalui elektrokardiogram rutin pada pasien COVID-19 penting untuk melihat perubahan yang terjadi (Zheng et al., 2020).

(42)

25 Studi awal dari China menunjukkan bahwa dekompensasi gagal jantung (Heart Failure, HF) adalah salah satu komplikasi paling umum dari COVID-19 (Chen et al. 2020). Gagal jantung dan COVID-19 dapat dikaitkan melalui infiltrasi virus langsung, peradangan, atau fibrosis Jantung. Peningkatan kebutuhan metabolisme COVID-19 juga dapat mencetuskan HF subklinis atau memperburuk HF yang sudah ada sebelumnya (Freaney et al. 2020). Peningkatan kadar serum B- type natriuretic peptide (BNP) dikaitkan dengan peningkatan kematian secara signifikan (Shoar et al. 2020) Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa HF merupakan komplikasi pada 11,5% pasien COVID-19 (Vakili et al., 2020).

Penyakit tromboemboli vena semakin diakui sebagai kontributor utama terhadap perburukan cepat pada pasien COVID-19 yang dirawat inap (Kollias et al., 2020). Beberapa penelitian yang lebih kecil melaporkan insiden kejadian tromboemboli berkisar antara 25% hingga 31% (Klok et al. 2020). Perbandingan antara 150 pasien dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) COVID-19 dan 145 pasien ARDS non-COVID-19 menyimpulkan bahwa kejadian tromboemboli vena, terutama tromboemboli paru, secara signifikan lebih sering pada Pasien COVID-19 dengan ARDS. Helms et al (2020) juga melaporkan hubungan antara penanda inflamasi dan protrombotik dengan penyakit tromboemboli vena dan mortalitas.

Saat ini, masih belum jelas apakah COVID-19 dapat menyebabkan cedera miokard persisten dan/atau jika dikaitkan dengan peningkatan risiko jangka panjang untuk berkembangnya penyakit arteri koroner dan gagal jantung. Tindak lanjut ekstensif (jantung) pasien COVID-19 diperlukan untuk mengurangi potensi efek kesehatan fisik dan mental jangka panjang yang merugikan (Del et al., 2020).

(43)

26 Lebih lanjut, 11 kematian (11%) akibat henti jantung dilaporkan terjadi pada pasien yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit jantung iskemik. Hal ini diduga akibat imbalans rasio ventilasi-perfusi pulmonal dan penurunan kapasitas vaskularisasi pulmonal. Faktor patofisiologik terlibat dalam kondisi ini termasuk oklusi mikrovaskularisasi dan reduksi sejumlah gas residu fungsional, yang memicu peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal dan cor pulmonale. Meskipun pemahaman mengenai patofisiologi henti jantung pada pasien COVID-19 masih terbatas, penting untuk selalu waspada terhadap kondisi ini (Zheng et al., 2020).

(44)

27 Gambar 2.8 Hipotesis Mekanisme Pengaruh COVID-19 Terhadap Kardiovaskular.

SARS-CoV-2 menempel pada enzim angiotensin-converting enzyme 2 untuk memasuki sel inang termasuk pneumosit tipe 2, makrofag, sel endotel, perisit, dan miosit jantung, yang menyebabkan peradangan dan kegagalan multiorgan. Secara khusus, infeksi sel endotel atau perisit dapat menyebabkan disfungsi mikrovaskular dan makrovaskular yang berat. Lebih lanjut, dalam hubungannya dengan reaktivitas imun yang berlebih, hal ini berpotensi mengganggu stabilitas plak aterosklerotik

(45)

28 yang dapat berkembang menjadi sindrom koroner akut. Infeksi saluran pernapasan, terutama pneumosit tipe 2, oleh sindrom pernapasan akut berat coronavirus 2 dimanifestasikan oleh perkembangan peradangan sistemik dan aktivasi sel imun yang berlebihan, yang mengarah ke 'badai sitokin', sehingga menghasilkan peningkatan kadar sitokin seperti IL-6, IL-7, IL-22, dan CXCL10. Selanjutnya, terdapat kemungkinan bahwa sel T dan makrofag yang teraktivasi dapat menginfiltrasi miokardium yang terinfeksi, mengakibatkan perkembangan miokarditis fulminan dan kerusakan jantung yang parah. Proses ini dapat lebih diperparah oleh badai sitokin. Invasi virus juga dapat menyebabkan kerusakan sel miosit jantung yang secara langsung menyebabkan disfungsi miokard dan berkontribusi pada perkembangan aritmia. CXCL10, C-X-C motif chemokine ligand 10; IL-6, interleukin 6; SARS-CoV-2, severe acute respiratory syndrome coronavirus 2.

2.8 Gambaran EKG pada Pasien COVID-19 dan Implikasi Klinis Selama Rawatan

Sinus takikardi adalah takikardia supraventrikular yang paling umum ditemui pada pasien COVID-19 yang dapat disebabkan oleh beberapa hal termasuk hipovolemia, hipoperfusi, hipoksia, peningkatan suhu tubuh, nyeri, dan kecemasan.

Setelah sinus takikardia, fibrilasi atrium adalah aritmia yang paling sering muncul.

Fibrilasi atrium dapat terjadi baik berupa serangan baru, kekambuhan disritmia yang sudah ada sebelumnya, atau fibrilasi atrium permanen dengan respons ventrikel cepat yang baru. Pada sebagian besar pasien dengan infeksi COVID-19 menunjukkan fibrilasi atrium dengan respons ventrikel yang cepat. (Wang et al., 2020).

(46)

29 Sinus takikardia dan fibrilasi atrium merupakan prediktor independen dari keparahan penyakit, cedera miokard, dan hasil yang buruk pada COVID-19 (Wang et al., 2020; Li et al., 2021). Satu studi yang dilakukan di rumah sakit New York menemukan fibrilasi atrium/flutter terjadi pada 14,3% pasien saat masuk di IGD dan 10,1% selama rawat inap (Abrams et al., 2020). Sebuah studi lain menemukan fibrilasi atrium/flutter terjadi pada 22% pasien kritis yang membutuhkan ventilasi mekanis (Bertini et al., 2020). Fibrilasi atrium lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami inflamasi seperti kardiomiopati akibat COVID-19 dan terjadi pada separuh pasien yang dirawat di ICU (Liu et al., 2020). Colon et al. yang mengamati bahwa 10,4% pasien yang dirawat dengan COVID-19 menjadi FA serangan baru selama rawat inap. Takiaritmia atrium lain yang dicatat termasuk kepak atrium dan atrial tatrikardi. Khususnya, semua pasien dengan takiaritmia atrium memerlukan manajemen di unit perawatan intensif, dan 26,3% meninggal karena komplikasi terkait COVID-19 (Colon et al., 2020).

Amoabeng et al (2021) melaporkan sinus takikardia diidentifikasi pada 56 pasien (30,1%) sememtara FA diidentifikasi pada 21 (11,3%). FA dan kepak atrial, ketika dianggap sebagai satu kategori, diidentifikasi pada 24 individu (12,9%) yang merupakan prediksi kematian selama rawatan. Amoabeng et al juga melaporkan terdapat peningkatan mortalitas yang signifikan diantara pasien dengan FA atau AFL dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki aritmia.

Bradikardia dan blok atrioventrikular (AVB) lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan takiaritmia meskipun angka kejadian mencapain 11,8% dari disritmia jantung pada pasien COVID-19 (He et al., 2020; Li et al ., 2020). Sebuah laporan kasus memaparkan seorang pasien dengan COVID-19 yang datang dengan

(47)

30 blok AVB tingkat pertama; selama rawat inap ritme berubah menjadi derajat kedua Mobitz tipe 1 dan lebih lanjut menjadi tingkat ketiga AVB (He et al., 2020). Kasus lain memaparkan pasien yang lebih tua dengan beberapa faktor risiko jantung mengalami perkembangan menjadi AVB derajat tinggi (tipe II derajat dua dan AVB derajat tiga) dan/atau blok konduksi intraventrikular; banyak dari pasien yang mengalami kelainan konduksi dikhawatirkan berkembang menjadi henti jantung (Jean-Louis et al., 2020). Tiga dari disritmia ini (sinus bradikardia, irama junctional, irama idioventrikular) terjadi segera sebelum serangan jantung– dengan demikian, perkembangan bradikardia pada pasien COVID-19 kritis adalah penanda risiko kerusakan kardiovaskular yang akan datang (Amaratunga et al., 2020).

Pemanjangan interval QT dapat terjadi pada lebih dari 13% pada pasien COVID-19, dapat terjadi dikarenakan beberapa obat yang sebelumnya digunakan untuk COVID-19 seperti klorokuin, hidroksiklorokuin, dan azitromisin (Roden et al., 2020). Perpanjangan interval QT dikaitkan dengan keparahan penyakit yang lebih kritis yang membutuhkan perawatan ICU, serta cedera jantung dan kematian (Chen et al., 2020). Blok cabang berkas kiri dan kanan dapat terjadi pada hingga 12% pasien pada saat masuk atau selama rawat inap (Abrams et al., 2020).

Deviasi sumbu kompleks QRS biasanya melibatkan situasi yang menunjukkan strain RV; pasien tersebut sering mengalami gagal napas akut dari pneumonia multi-lobar dan/atau emboli paru dengan ambang bekuan darah yang besar. Secara elektrokardiografi, pasien ini datang dengan deviasi aksis ke kanan bersama dengan gelombang R yang dominan di sadapan V1 dan V2 dan depresi segmen ST/inversi gelombang T di sadapan II, III, aVF, dan V1 ke V4 (Elias et al., 2020).

(48)

31 Infeksi COVID-19 yang terkait dengan cedera miokard dapat menunjukkan deviasi segmen ST (elevasi atau depresi), inversi gelombang T, dan gelombang Q patologis (Elias et al., 2020; Haseeb et al., 2020). Depresi segmen ST adalah indikator non-spesifik dari iskemia miokard dan umumnya diamati pada miokarditis, hipoksia, dan infark miokard posterior akut. Penyebab non-jantung dari depresi segmen ST termasuk emboli paru, pneumotoraks, dan sepsis. Penyebab yang mendasari depresi segmen ST pada COVID-19 bervariasi. Miokarditis merupakan manifestasi penyakit yang umum dan berpotensi mematikan (Hu et al., 2020). Satu studi menemukan segmen ST dan perubahan gelombang T menjadi kelainan yang paling umum pada pasien yang membutuhkan masuk ICU, terjadi pada 40% pasien (Li et al., 2020). Penyelidikan lain mencatat bahwa perubahan repolarisasi nonspesifik termasuk segmen ST dan kelainan gelombang T ditemukan pada 41% pasien; dilaporkan, temuan ini dihasilkan dari cedera miokardium dan berhubungan dengan hasil yang buruk, termasuk peningkatan kebutuhan perawatan ICU, penggunaan ventilasi mekanik, dan mortalitas (Wang et al., 2020). Depresi segmen ST mewakili penanda pengganti untuk peradangan sistemik yang berat, yang dianggap sebagai ciri khas COVID-19 (Amoabeng et al., 2021).

Laporan kasus 18 pasien dengan infeksi COVID-19 dan elevasi segmen ST, 10 di antaranya memiliki elevasi segmen ST pada saat presentasi dan 8 lainnya berkembang selama rawat inap. Infark miokard akut (IMA) didiagnosis pada 8 pasien, sementara 10 pasien menunjukkan cedera miokard non-obstruktif (yaitu tidak melibatkan SKA) (Bangalore et al., 2020). Miokarditis dan/atau mioperikarditis yang terkait dengan infeksi COVID-19 dapat menunjukkan temuan

(49)

32 EKG yang menyerupai AMI, seperti elevasi segmen ST fokal dengan perubahan resiprokal (Siripanthong et al., 2020).

2.9 Kerangka Teori

Infeksi COVID-19 pelepasan sitokin proinflamasi dalam serum darah

peningkatan permeabilitas vaskular dan pengaktivan jalur koagulasi Peningkatan D-

Dimer, Fibrinogen

Gangguan Pada Jantung

Infeksi COVID-19 langsung pada

Jantung

Perubahan EKG:

Irama Sinus Takikardi Sinus Bradikardi

Supra ventricular Takikardi Fibrilasi/Fluter (Kepak) Atrial PR Interval (ms): AV Blok

Durasi QRS (ms): LBBB RBBB Gelombang Q patologis

Pemanjangan Interval QTc (ms) Ventrikular Ekstra Sistol

Atrial Ekstra Sistol ST Segmen Elevasi ST Segmen Depresi Gelombang T inversi Abnormalitas EKG 2 ≤Abnormalitas EKG 3 ≥ Abnormalitas EKG

Mortalitas Thrombosis Intra Koroner

Trombosis Intra Pulmonal Mikro Thrombosis Arteri

Mikro Hemorargik

(50)

33 2.10 Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Karakteristik EKG Pasien COVID-19 (Skala Kategorik)

Variabel Terikat

Mortalitas Selama Rawatan di Rumah Sakit

(Skala Kategorik)

(51)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain penelitian retrospektif, yakni menilai korelasi EKG dengan mortalitas selama rawatan pada pasien COVID-19 di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada pasien COVID-19 di RSUP H. Adam Malik Medan dengan pengambilan data sekunder dari rekam medis dilakukan mulai dari periode Februari 2021 hingga September 2021.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah semua pasien COVID-19 terkonfirmasi Reverse Transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan cara swab nosofaring.

Populasi terjangkau adalah pasien COVID-19 terkonfirmasi RT-PCR di RSUP HAM. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, diambil secara konsekutif hingga jumlah sampel terpenuhi.

3.4 Besar Sampel

Penelitian ini adalah penelitian yang menganalisis hubungan antar variabel.

Adapun perhitungan ini menggunakan rumus Lemeshow sebagai berikut (Lemeshow et al., 1997):

𝑛 = (𝑍𝛼2) 𝑝 (1 − 𝑝)

𝑑2 = (1,96)2𝑥 0,8𝑥0,2

(0,1)2 = 61 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

(52)

35 Dimana:

n = besar sampel penelitian

Zα = Pada alpha 0,05 deviat baku normal 1,96 p = proporsi maksimal estimasi (0,8)

d = presisi absolut (tidak lebih besar dari 0,1) 3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi 1. Pasien usia ≥18 tahun.

2. Pasien konfirmasi positif COVID-19 (RT-PCR) 3.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien tidak memiliki data rekam medis yang lengkap

2. Pasien tidak memiliki luaran rawatan yang jelas, sembuh berobat jalan atau kematian

3. Pasien dengan gambaran EKG pacemaker 3.6 Definisi Operasional

1. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARSCoV-2) (WHO, 2020)

2. RT-PCR (Reverse Transcription-polymerase chain reaction) COVID-19:

Suatu pemerikasaan gold standar untuk mendeteksi virus COVID-19 yang dilakukan dengan cara mengambil spesimen swab pada bagian nosofaring pasien.

(53)

36 3. Komorbid: kondisi atau penyakit lain yang dialami selain dari penyakit utamanya (PPOK, gagal ginjal kronis, stroke dalam kurun 1 tahun terakir, keganasan, riwayat penyakit jantung).

4. Sinus Takikardi: Irama sinus dengan denyut jantung >100 kali per menit saat istirahat biasanya disebabkan oleh aktivasi simpatis seperti dalam olahraga, kecemasan, demam, dll.

5. Sinus Bradikardi: Irama sinus dengan denyut jantung < 60 kali per menit.

6. Supra Ventrikular Takikardi (SVT): disritmia yang berasal dari atau diatas nodus atrioventrikular (AV) dan didefinisikan oleh kompleks sempit (QRS<120 milidetik) dengan kecepatan > 100 denyut per menit. SVT paroksismal, didefinisikan sebagai SVT intermiten tanpa faktor pemicu, dan biasanya muncul dengan irama ventrikel 160 bpm.

7. Fibrilasi Atrium (FA): takiaritmia supraventrikular dengan aktivasi listrik atrium yang tidak terkoordinasi dan akibatnya kontraksi atrium tidak efektif.

Karakteristik elektrokardiografi FA meliputi: Interval R-R yang tidak teratur (bila konduksi atrioventrikular tidak terganggu); tidak adanya gelombang P berulang yang berbeda, dan; aktivasi atrium yang tidak teratur.

8. Kepak Atrium (Atrial Flutter, AFL) : adalah takikardia reentrant makro dan tergantung pada tempat asal impuls yang dapat berupa AFL tipikal atau atipikal. Temuan elektrokardiografi AFL adalah gelombang flutter tanpa garis isoelektrik di antara kompleks QRS.

9. Pemanjangan Interval QTc: Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke ujung gelombang T. Interval QT dikoreksi berdasarkan detak jantung (cQT)

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab paling sering PJK adalah penurunan perfusi miokard olehkarena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan sindrom koroner akut yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada periode 1 Januari 2015 – 31 Desember 2015.. Data