• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PENYAJIANNYA DALAM LAPORAN KEUANGAN PADA PT. ADHI KARYA,Tbk MAKASSAR RATNA SARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PENYAJIANNYA DALAM LAPORAN KEUANGAN PADA PT. ADHI KARYA,Tbk MAKASSAR RATNA SARI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PENYAJIANNYA DALAM LAPORAN KEUANGAN

PADA PT. ADHI KARYA,Tbk MAKASSAR

RATNA SARI 105730 2288 10

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAN MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2014

(2)

ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PENYAJIANNYA DALAM LAPORAN KEUANGAN

PADA PT.ADHI KAYA (Perseroan),Tbk, MAKASSAR

RATNA SARI 105730 2288 10

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjanah Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2014

(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah sesuai (dari suatu urusan) maka bekerja keraslah (dalam urusan lain)”

(Al-Quran: Surat Al-Insyirah ayat 6 dan 7)

“Truth is nothing, but what you believe to be true is everything”

“(Kebenaran bukanlah segalanya, tetapi sesuatu yang anda percayai menjadi nyata adalah segalanya)”

(6)

ABSTRAK

RATNA SARI. 2010. Analisis Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Penyajianya Dalam Laporan Keuangan Pada PT.Adhi Karya, Makassar. Dibimbing oleh Hj.

Lilly Ibrahim,SE.,M.Si dan Ishak, SE,.M.Si,Ak.

Penelitian dilakukan dangan metode analisis deskriptif. Metode ini dilakukan dengan menggambarkan atau mendiskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan mengenai Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Penyajianya Dalam Laporan Keuangan dengan yang diterapkan oleh PT.Adhi Karya Makassar. Populasi dan penelitian ini, yaitu akuntansi untuk mengubah data transaksi menjadi informasi keuangan yang berbentuk laporan keuangan (Neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas) pada PT.ADHI KARYA (persero) Tbk, Makassar. Sedangkan penarikan sampel untuk penelitian ini adalah Neraca untuk 3 Tahun terakhir yaitu tahun 2010 - 2012 pada PT.ADHI KARYA (persero) Tbk Makassar. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga bahwa Neraca sangat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan aset perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipakai pada PT.ADHI KARYA (persero) Tbk Makassar. PPN adalah untuk

menghitung berapa besar pajak pertambahan nilai yang terkandung dalam setiap proyek tender yang digarap oleh perusahaan. Dari data yang diperoleh dari perusahaan penulis melakukan analisis pada perhitungan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipakai Perusahaan.

Kata kunci: Akuntansi, Pajak Pertambahan Niali, Laporan Keuangan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis panjatkan kepda Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan taufik- Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikansesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Skripsi ini berjudul Analisis Akuntansi Pajak Pertambahan NIlai (PPN) dan Penyajianya Dalam Lpaoran keuangan Pada PT.Adhi Karya Makassar.

Dalam penulisan skripsi penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak terutama dari Dra. Hj. Lilly Ibrahim,.M.Si dan Ishak,. SE.,M.Si,Ak. Masing-masing sebagai

pembimbing I dan pembimbing II, yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbinganmulai menyusun proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

Karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih.

Ucapan terimakasi pula penulis sampaikan kepada Dr.H.Irwan akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiah Makassar, Dr. H.Mahmud Nuhung, M.A., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, para Dosen dan staf Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar.

Terkhusus , ucapan terima kasih yang tulus disertai dengan rasa hormat yang teramat sangat penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Sagino dan Sri Umbargati yang kubanggakan dan kusayangi dimana mereka telah membesarkan, mengasuh dan

mendidik penulis serta member semangat setiap saat dengan penuh kasih sayang.

Begitu pula penulis ucapkan terima kasi kepada:

1. DR.H. Irwan Akip, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. DR.Mahmud Nuhung, MA., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiah Makassar

3. Ismail Badollahi, SE.,M.Si., AK., ketua jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiah Makassar

4. Abd.Salam HB, SE.,M.Si.,AK., Sekretaris jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiah Makassar

5. Hj. Lilly Ibrahim, SE.,M.Si., dan Ishak, SE.,M.Si.,AK., salaku pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi hingga selesai.

(8)

6. Sepupuku Ir. Maryono Umar,ST dan Noer hanna Moes, S.Pd., sebagai orangtua keduaku yang telah mendidik dan manyayangiku hingga penulis dapat mennyelesaikan study.

7. Saudariku Wiwik Budiarti atas semangat, dan kasih sayang dan do’anya.

8. Sahabat-Sahabatku yang sangat ku sayangi dan ku cintai Risnawati,SE., Azlinda, SE., Sumarni, SE., Nurjanah, SE., Rismawati, SE., Fitriani Hasan, SE., Lilis Arianti, SE., Asnia, Amoiy, Kiki septyawati, dan Nani, atas semangat, dukungan, dan do’anya serta yang selalu menemani saya dalam suka maupun duka.

9. Keluarga besar AK.12 2010 tanpa terkecuali yang selama ini selalu berjuang bersama, saling memberikan motifasi dan semangat

10. Serta teman-teman mahasiswa yang khususnya angkatan 2010 yang sama-sama berjuang menyelesaikan skripsinya masing-masing.

Tiada imbalan yang diberikan oleh penulis, hannya kepada Allah SWT penulis menyerahkan segalanya dan semoga bantuan yang diberikan selama ini bernilai ibadah disisi-Nya. Mudah- mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak utamanya kepada Almamater.

Wasalamualaikum.Wr.Wb

Makassar, Juni 2014

Penulis

(9)

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Masalah Pokok ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Devinisi Pajak ... 6

B. Devinisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 10

C. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 13

D. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 18

E. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 20

F. Perhitungan PPN Menurut UU No. 42 Tahun 2009 ... 23

G. Faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 24

H. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 26

I. Akuntansi ... 28

J. Penyajian PPN Pada Laporan Keuangan ... 32

K. Kerangka Fikir ... 38

L. Hipotesis ... 39

(10)

BAB III Metode Penelitian ... 40

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode Pengumpulan Data ... 40

C. Sumber dan Jenis Data ... 41

D. Definisi Operasional ... 42

E. Metode Analisis ... 44

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 45

A. Sejarah Singkat Perusahaan ... 45

B. Visi dan Misi ... 53

C. Struktur Organisasi ... 55

D. Struktur Organisasi Proyek Jakon ... 56

BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 57

A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 57

B. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Menurut UU No.42 Tahun 2009 ... 59

C. Akuntansi ... 61

D. Penyajian Pajak Pertambahan Nilai dalam Laporan Keuangan PT.Adhi Karya (Persero) Tbk, Makassar ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. KESIMPULAN ... 78

B. SARAN ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Contoh Bentuk Neraca ... 34

Tabel 2. Perhitungan PPN saat Pembelian ... 46

Tabel 3. Perhitungan PPN saat Penjualan ... 67

Tabel 4. PPN Kurang Bayar Tahun 2010 ... 68

Tabel 5. Daftar Neraca (asset) per 31 desember 2010,2011 dan 2012 ... 71

Tabel 6. Daftar Neraca (Liabilitas dan Ekuitas) per 31 desember 2010, 2011, dan 2012 ... 74

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu isu yang banyak dikembangkan dalam era globalisasi adalah isu persaingan global. Isu utamanya adalah kebebasan berusaha yang kemudian dipacu dangen persaingan bebas yang hampir tidak tidak ada lagi batasannya. Upaya untuk mengatur kebutuhan manusia yang sangat banyak dan tidak terbatas itu dapat dipenuhi dengan barang dan jasa yang terbatas, maka munculah system Ekonomi. Sistim ekonomi ini mengatur kebutuhan yang terbatas itu kepada manusia yang menbutuhkannya. Maka lahirlah ilmu akuntansi yang memberikan infomasi tentang kekayaan manusia atau harta itu dari mana sumbernya. Utang atau Modal (Neraca), berapa kenaikannya secara priodik (Laporan Laba Rugi), dan pengeluaran (Arus) Kas (Laporan Arus Kas). Akuntansi ini adalah alat mengukur pertanggungjawaban sekaligus system informasi. Yang diukur adalah aktifitas ekonomi yang memiliki sifat-sifat yang sudah maju bukan aktifitas ekonomi yang masi kuno misalnya masih menggunakan system barter.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pertama kali ditemukan oleh seorang industriawan Jerman yang duduk sebagai anggota “the Reichstag” bernama Carl Friedrich Von Siemens.

Dalam menghitung besarnya PPN melalui system pengkreditan, setiap barang yang dibeli, baik itu hasil produksi dalam negeri maupun barang impor, yang akan diproses atau dijual lebih lanjut akan dikenakan PPN yang disebut sebagai Pajak Masukan (input-tax). Kemudian pada saat barang tersebut dijual, maka pengusaha akan mengenakan PPN kepada pembeli dan memungut PPN-nya yang disebut Pajak Keluaran (output-tax). Dasar pengenaan pajak dalam pajak keluaran ini sudah berubah (biasanya lebih tinggi) dibandingkan dengan pengenaan pajak dalam Pajak Masukan, yaitu sebesar nilai tambahnya. Ini tercermin juga dalam Faktur Pajak sebagai salah satu sarana dalam administrasi.

1

(13)

Pencatatan yang terjadi dalam perusahaan adalah pada pajak masukan yaitu pengkreditan tidak sesuai dengan masa pajaknya dan pajak keluaran perbedaannya saat penyerahan barang kena pajak dan saan pembuatan faktur pajak. Pajak memiliki kontribusi yg besar terhadap Negara. Pajak merupakan modal untuk pembangunan sarana dan prasaranaguna kepentingan umum. Dengan Pembukun/Akuntansi yang baik dan benar wajib pajak akan menetapkan dan menalokasikan Pajak dengan tepat.

Dengan melakukan kegiatan usaha terhadap PPN yang dikenakan kepada pengusaha karena pembelian barang atau jasa yang disebut PPN masukan dan PPN yang dipungut oleh pengusaha karena pengusaha melakukan penjualan produk barang atau Jasa yang disebut dengan Pajak Keluaran. Dengan adanya PPN masukan dan PPN keluaran karena terjadi pembelian atau penjualan Barang Kena Pajak/ Jasa kena Pajak akan terjai selisih diantaranya.

Selisih inilah yang kemudian dibayarkan oleh pengusaha apabila Pajaknya kurang bayar atau dikompensasikan atau dimintakan restitusi apabila pajaknya lebih bayar. Masih ada perusahaaan atau pengusaha yang kurang mengerti tentang PPN, seperti mengabaikan PPN masukan dari transaksi pembelian yan dilakukan, idak mengetahui PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan yang diawali dengan kesalahan penentuan laba, selanjutnya berdampak pada laporan Laba-Rugi dan akhirnya berdampak pada kesalahan interprestasi para pemakai laporan keuangan.

Dengan dikeluarkannya Pajak akan dapat membantu meringankan biaya pembangunan dan mensejahterakan Rakyat Indonesia. Dengan adanya pajak tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pajak tidak hanya pada penjualan produk saja tetapi Jasa juga dikenakan Pajak selain itu, semua yang menghasilkan keuntungan akan dikenakan pajak. Penerimaan Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional yang cukup dominan. Perubahan struktur ekonomi dari ekonomi agraris dan ekonomi industri mengakibatkan semakin meningkatnya peran Pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai

(14)

(PPN), terhadap pembiayaan pembangunan nasional. Menyadari hal ini, penggalian dan usaha peningkatan penerimaan Pajak terus diupayakan.

Akuntansi keuangan atau laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagi pertanggungjawaban atau accountability. Sekaligus menggambarkan indicator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Laporan keuangan merupakan produk akuntansi yang menyajikan data-data kuantitatif atas semua transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu laporan keuangan adalah media untuk menyampaikan informasi sebagai bentuk tanggungjawab dan wewenang yang diterima dalam mengelolah sumberdaya perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan antara lain pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal adalah manajemen, pihak eksternal adalah para pemegang saham, kreditor, pemerintah, karyawan, pemasok, konsumen, dan masyarakat lainnya.

PT. Adhi Karya,Tbk adalah salah satu perusahaan Kontraktor yang ruang lingkupnya sangat kompleks, sehingga sangat memerlukansuatu sistem Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Keuangan sangat diperlukan dalam mengatur keuangan perusahaan. Karena Pajak Pertambahan Nilai sangat berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan teutama dalam laporan keuangannya, sebagai sumber penerimaan dana yang perlu dikelola sumber penerimaan dan pengeluaran agar kesinambungan perusahaan tercapai.

PT. Adhi Karya,Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa pembangunan.

Karena mendapatkan keuntungan dari jasa tersebut maka PT. Adhi Karya, Tbk dikenakan biaya Pajak. PT.Adhi Karya,Tbk dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan cara dari mendapatkan Proyek langsung dikalikan dengan Tarif PPN jadi, jumlah tersebut adalah yang menjadi Pajak Pertambahan Nilai Perusahaan.

(15)

B. Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang seperti diuraikan sebelumnya, maka masalah penelitian sebagai berikut adalah Apakah perlakuan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan penyajiannya dalam Laporan keuangan telah sesuai dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penyajian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Laporan Keuangan dan kesesuiannya dengan Undang-Undang No.42 Tahun 2009.

2. Kegunaan penelitian

a. Bahan masukan atau sumbangan pikiran kepada PT.Adhi Karya ,Tbk dalam menganalisis Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penyajian Laporan Keuangan

b. Sebagai acuan dalam penelitian dalam objek yang sama.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI PAJAK

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,.SH yang telah dikutip oleh Prof. Dr. Mardiasmo,.

MBA.,Ak (2008) mendefinisikan “ pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dilaksanakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a. Iuran dari rakyat kepada Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.

Dalam pembayan pajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Diduga untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Berdasarkan devinisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Pajak adalah iuran wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarka Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat.

(17)

1. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu:

a. Fungsi budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

b. Fungsi mengatur

Pejak sebagai alat untuk mengatur atau meleksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.

2. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungut harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuikan dengan kemampuan masing-masing.

Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan bending kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

b. Pemungut pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efesien (Syarat Finansial)

(18)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan.

e. System pemungutan pajak harus sederhana

System pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

3. Pengelompokan Pajak a. Menurut Golongannya

1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan 2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak pertambahan Nilai.

b. Menurut sifatnya

1) Pajak Subjectif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan

keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutannya

1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

(19)

2) Pajak daerah, yaitu Pajak yang dipungut oleh pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

B. DEVINISI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pajak Pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap nilai dari Barang atau Jasa dari peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa ingris PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termaksud jenis pajak

tidak langsung, artinya bahwa pajak tersebut terutang oleh suatu perusahaan namun beban pajaknya dilimpahkan kepada pihak lain yang melakukan transaksi dengan yang terutang tersebut, yang dapat berupa pembelian, penerimaan jasa, dan sebagainya.

Menurut Suparmono menjelaskan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam negeri (daerah pabean) baik konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).”

Sedangkan pangertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) manurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menjelaskan bahwa.“Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak atas konsumsi umum dalam negeri berupa Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).”

Berdasarkan devinisi-devinisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenaakan atas konsumsi dalam negeri (daerah pabean) baik konsumsi terhadap Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.

(20)

Dasar hukum PPN Indonesia adalah UU Nomor 8 Tahun 1983. Undang-undang ini semula akan dimuli berlaku sejak 1 Juli 1984, oleh karena itu dalam pasal 20 dituntukan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjulan atas barang mewah yang telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009. Jasa kena pajak (JKP), dengan dikeluarkannya PP Nomor 22 Tahun 1985 jenis jasa kena pajak masih dibatasi yaitu hanya dikenakan terhadap jasa pemborongan atau kontraktor saja. Saat itu pengenaan PPN atas jasa masih cenderung hati-hati untuk disesuaikan dengan bunyi UU, seperti pekerja pemborongan bangunan atau barang tidak bergerak lainnya adalah usaha jasa yang prosesnya mirip dengan pekerjaan membuat (menghasilkan) barang kena pajak.

1. PPN Adalah Pajak Tidak Langsung

Gambar 1: PPN adalah pajak tidak langsung NEGARA

PPN

PENJUALAN/

PENGUSAHA JASA

BKP/JKP

PPN

PEMBELI/

PENERIMA JASA

PENANGGUNG JAWAB

PEMIKUL BEBAN PAJAK

(21)

Ditinjau dari sudut ilmu Hukum yaitu suatu jenis pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak kekas Negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembelian atau penerimaan jasa dari tindakan sewenang-wenang Negara (pemerintah). Apabila Penjual atau Pengusaha jasa tidak memungut PPN dari Pembelian atau Penerima Jasa, sepenuhnya Menjadi tanggung Jawab penjual atau Pengusaha Jasa, bukan tanggung jawab pembeli atau penerima Jasa. Negara (Pemerintah) tidak dapat minta pertanggungjawaban dari pembeli atau penerima jasa.

Demikian pula apabila pembeli atau penerima jasa sudah membayar PPN kepada penjual atau pengusaha jasa, ternyata oleh penjual atau pengusaha jasa (PPN tersebut) tidak pernah dilaporkan kepada Negara (pemerintah), sepenuhnya menjadi tanggungjawab penjual atau pengusaha jasa. Apabila pembeli atau penerima jasa sudah membayar PPN kepada penjual atau pengusaha jasa pada dasarnya sama halnya dengan pembeli atau penerima jasa sudah membayar PPN tersebut ke Kas Negara.

2. PPN Adalah Pajak Objektif

sebagai pajak objektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban Pajak dibidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objak pajak, kondisi subjektif pajak harus Relevan. Dapat dimengerti bahwa sebagai pajak objektif, PPN tidak mempertimbangkan kondisi subjiktif subjek pajak. Hal ini berbeda ddengan PPh, selaku pajak subjektif, timbulnya kewajiban pajak sangat dipengaruhi oleh kondisi subjektif subjek pajak. Karakter PPN sebagai pajak objektif ini menimbulkan dampak regresif. Regresivitas PPN mengandung pengertian, semakin tinggi kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajaknya, sebaliknya semakin rendak kemampuan konsumenya, semakin berat beban pajaknya.

3. PPN Bersifat Multi Stage Levy

(22)

“ Multi Stage Levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur prodiksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena pajak. PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, tidak akan menimbulkan pengenaan pajak ganda (non komulasi). Inilah cirri khas PPN yang tidak dimiliki oleh PPN yang dititapkan diindonesia sebelum April 1985.

C. KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) a. Pajak Objektif

Yang dimaksud pajak Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dikenakan pajak juga disebut dengan nama objek pajak.

b. Pajak Pertambahan Nila (PPN) merupakan Pajak Tidak langsung

Karakter ini memberikan suatu kosenkuensi yuridis bahwa pemikul beban pajak (destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak kekas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai barang kena pajak atau penerimaan jasa kena pajak. Sementara itu, penaggung jawab atas pembayaran Pajak keKas Negara adalah pengusaha kena pajak yang bertindak selaku penjual barang kena Pajak atau pengusaha kena pajak.

c. Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggunakan faktur pajak

Dalam pasal 13 UU PPN telah dijelaskan dalam menghitung PPN yang terutang maka pada setiap penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak, perusahaan kena pajak bersangkutan diwajibkan utuk membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan pajak.

Disamping itu, pembeli, penerima jasa, atau importir merupakan bukti pembayaran pajak.

Faktu pajak ini akan di hitung jumlah terutang dalam satuan pajak yang wajib dibayar kekas Negara.

(23)

1. Objek pajak pertambahan nilai

Objek PPN atas penyerahan barang kena pajak yang diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf (a) dan atas penyerahan jasa kena pajak yang diatur dalam pasal (1) huruf dapat di pahami bahwa unsur utama ketentuan ini adalah “penyerahan barang kena pajak atau penyerahan ajsa kena pajak”.

Untuk memahami pengertian yang terkandung dalam terminologi yang bersifat dinamis, terlebih dahulu harus dipahami pengertian barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang bersifat statis. Tanpa memahami pengertian kedua terminologi yang statistik, tidak mungkin dapat memahami pengertian penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang bersifat dinamis. Oleh karena itu, untuk memahaminya objek PPN yang di maksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf (a) dan huruf (c) UU PPN 1984 dipilah-pilah dalam beberapa unsur yaitu:

a. Barang kena pajak

Barang adalah barang berwuwjud, yang menurut Sifat atau Hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 UU PPN 1984 merumuskan sebagai berikut:

“Barang kena pajak adalah barang yang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini”.

BARANG BERWUJUD

BARANG BERGERAK BARANG TIDAK BERGERAK BARANG TIDAK BERWUJUD

BARANG KENA PAJAK (Ps. 1 angka 3 UU PPN1984)

(24)

DIKENAKAN PPN

Gambar 2: Barang Kena Pajak

Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak adalah:

1) Penggunaan atau hak mengunakan Hak cipta dibidang kesusastraan, Kesenian atau Karya Ilmu, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.

2) Penggunaan atau hak mengunakanperalatan/perlengkapan industry, komersi atau ilmiah.

3) Penggunaan atau hak menggunakan Flim gambar hidup, radio dan siaran televis.

4) Pelepasan seluruhnya atau sebagai hak yang berkenan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya.

b. Jasa Kena Pajak

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatau perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termaksud jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan.

Dalam pasal 1 angka 5 UU PPn 1984 di rumuskan bahwa:

Pada dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN kecuali UU menetapkan sebaliknya

(Ps.4A (2) UU PPN 1984 jo Ps. 1-4 Peraturan Pemerintah Nomor 144/2000)

(25)

“Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk di pakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan”.

Definisi jasa dalam pasal 1 angka 5 ini mengandung 2 macam kegiatan yang termaksud dalam pengertian jasa yaitu:

1. Jasa dalam pengertian umum, yang tersirat dalam anak kalimat pertama yang merumuskan bahwa jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang meneybabkan suatu barang, fasilitas, atau kemudahan atau hak tersedia untuk di pake.

2. Jasa dalam pengertian spesifik, yang ada dalam anak kalimat kedua yang merumuskan bahwa termaksud dalam pengertian jasa adalah jasa yang dilakukan untuk menghasilakn barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atas petunjuk dari pemesanan.

c. Penyerahan barang kena pajak

Setelah memahami pengertian barang kena pajak, baru di bahas pengertian penyerahan barang kena pajak yang merupakan sarana penegnaan PPN atau dengan kata lain yang dapat menimbulkan hutang pajak.

(26)

D. TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Berdasarka Undang-Undang PPN No. 42 tahun 2009 pasal 7, maka untuk tarif Pajak Pertambahan Nilai diatur sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10% (Sepuluh Persen)

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0% (Nol persen) diterapkan atas ekspor : a. Ekspor barang kena pajak Bewujud

b. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud c. Ekspor Jasa Kena Pajak

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

3. Dengan pengaturan pemerintah, tarif Pajak Pertmbahan Nilai (PPN) dapat diubah serendah- rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut secara bertingkatpada setiap jalur Produksi dan distribusi. Unsur pengenaan Pajak berganda atau pengenaan pajak atas Pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (Metode Kredit Pajak).

Untuk melekukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah Faktur Pajak (Metode Faktur Pajak).

Mekanisme Pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pada saat Pembelian/ Memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual.

Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran Pajak Dimuka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa Faktur pajak.

(27)

2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib pajak memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjualan wajib membuat Faktur Pajak.

3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan taklim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada jumlah pajak masukan, selisihnya harus distor keKas Negara.

4. Apabial dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil dari pada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusikan (diminta kembali) atau dikompensasikan kemasa Pajak berikutnya.

5. Pelaporan perhitungan PPN dilakukan setiap masa Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

E. PERHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Perhitungan Pajak secara umum diatur dalam undang-undang No. 42 Tahun 2009 pasal 18a yaitu mengalihkan dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak.

PPN= Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPnBM) yang terutang perlu adanya Dasar pengenaan pajak (DPP) seperti:

1. Harga Jual dan Pengganti

(28)

Dalam pasal 1 angka 18 dirumuskan: “Harga Jual adalah nilai berupa uang, termaksud semua biaya yang di minta seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termaksud pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak”.

Kemudian dalam pasal 1angka 19 UU PPN 1984 dirumuskan: “Pengganti adalah nilai berupa uang, termaksud semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termaksud pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPn 1984 dan pemotongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa kena pemanfaatan JKP dan/atau olehpenerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean”.

Adapun yang dimaksud dengan semua biaya dalam ketentuantersebut antara lain biaya pengangkutan, biaya asuransi, biaya bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biaya garansi, biaya pendidikan.

+ - =

Nilai berupa

uang Sumber biaya Pot. Harga

dalam FP

Harga jual

pengganti

DALAM HARGA JUAL TIDAK PERNAH TERMAKSUD PPN DAN PPnBM DALAM PENGGANTIAN TIDAK TERMAKSUD PPN

(29)

Gambar 3: Harga Jual dan Pengganti

2. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan berdasarkan ketentuan dalam perundang- undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termaksud PPN dan PPnBM yang dipungut menurut UU PPN 1984.

+ =

Gambar 4: Nilai Impor

3. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termaksuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, ini berdasarkan Pasal 1 angka 26 UU PPN 1984.

4. Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur Menteri Keuangan.

Cost.Insurace

& Freight (CIF)

Bea Masuk Nilai Impor

Dalam Nilai Impor Tidak Pernah Termasud PPN dan PPnBM

(30)

F. PERHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UU NOMOR 42 TAHUN 2009

Undang-Undang Republik Indonrsia Nomor 8 Tahun 1983, Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik indinesia nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang atau Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. UU Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010 tidak mencabut UU Nomor 8 Tahun 1983, kesimpulannya tidak pernah ada UU PPN Tahun 1994, UU PPN 2000, UU PPN 2009. Pada tanggal 4 Januari 2012 telah diundangkan peraturan pemerintah nomor 1 Tahun 2012 yang merupakan peraturan pelaksanaan UU PPN 1984 setelah perubahan ketiga dengan UU Nomor 42 Tahun 2009. Adapun yang menjadi latar belakang pengundangan peraturan pengundangan peraturan pemerintah ini adalah:

1. UU Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan undang-undang tentang perubahan ketiga terhadap UU PPN 1984 telah berlaku sejak 1 April 2010;

2. Sebagai peraturan pelaksanaan, peraturan pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 sudah tudak memadai lagi.

Perhitungan besarnya Pajak Pertambahan nilai yang lebih bayar atau yang kurang bayar dapat dihitung berdasarkan data-data pajak keluaran dan pajak masukan. Apabila Pajak keluaran lebih besar dari pada pajak masukan, maka Pajak Pertambahan Niai kurang bayar yang berarti perusahaan berkewajiban membayar kekurangan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai kepada kas Negara. Sedangkan, apabila pajak keluaran lebih kecil dari pada pajak masukan, maka Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar yang berati perusahaan berhak menentukan apakah kelebihan pembayaran Pajak tersebut akan direstitusi atau pun dikompensasikan Masa Pajak berikutnya.

(31)

G. FAKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Salah satu sarana penting dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berguna baik untuk Perusahaan Kena Pajak (PKP) maupun juga bagi Derektorat Jendral Pajak adalah Faktur Pajak. Dengan adanya Faktur Pajak ini, syarat adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak secara sah akan menjadi lebih diakui keberadaannya dalam PPN apabila timbul kewajiban perpajak untuk PPN. Misalnya para Pengusaha Kena Pajak yang akan melakukan pengkreditan Pajak Masukan, Faktur Pajak sangat berperan penting.

a. Fungsi dan Manfaat Faktur Pajak

Adapun Fungsi dan Manfaat Faktur Pajak ini baik bagi Wajib Pajak maupun direktorat Jendral Pajak merupakan salah satu dokuman penting dalam system PPN.

Hal ini didasarkan atas penggunaannya yaitu:

1) Merupakan bukti pemungutan pajak yang sah apabila Faktur pajak dibuat Oleh pengusaha kena pajak atau Derektorat Jendral Bea dan Cukai, dimana hal ini secara ekspliris ditegaskan dalam pasal 1 huruf F UU No.8 Tahun 1983 dan pasal 23 ayat 3 PP No.22 Tahun 1985.

2) Merupakan bukti pembayaran pajak pembayaran Pajak Masukan yang dapat dikendalikan dengan pajak pengeluarannya.

3) Merupakan data bagi Derectorat Jendral Pajak dalam melakukan uji silang (cross check) atas transaksi-transaksi yang dilakukan oleh pengusaha Kena Pajak.

Faktur Pajak adalah bukti pemungutan Pajak yang dibua oleh Perusahaan Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Faktur Pajak dibuat pada:

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak

2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.

(32)

3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagai tahap pekerjaan.

4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasakan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Undang-Undang merumuskan bahwa yang dimaksud pemungutan PPN adalah bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh menteri Keungan untuk memungutu, Menyetor, dan Melaporkan Pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahahan BKP dan JKP kepada Bendaharawan Pemerintah,Badan, atau Instansi Pemerintah tersebut.

Dalam pemungutan PPN tidak semua pihak secara bebas di perkenankan melakukan pemungutan pajak melainkan ada persyaratannya. Hal ini untuk menjaga agar jangan sampai ada pihak yang sebenarnya tidak berhak melakukan pemungutan pajak. Pajak yang di pungut kemungkinan bisa tidak di setor ke kas Negara atau ketempat lain yang di tetapkan oleh

(33)

pemerintah. Apabila tidak disetor berarti pajak yang di pungut tersebut akan berada ditangan pemungut, sedangkan pihak pembeli atau konsumen akan terbebani dengan pengenaan PPN yang dilakukan oleh pihak pemungut. Sehingga disamping pembeli (masyarakat), juga pemerintah dirugikan dalam penerimaan pajak.

Ada dua cara yang dapat di lakukan dalam pemungutan PPN. Adapun yang membedakan atas kedua cara pemungutan tersebut adalah bentuk dan keberadaan usahanya serta sifat dari pihak yang akan melakukan pemungutan tersebut. kedua cara tersebut adalah:

a. Pemungutan secara umum

1. Pemungutan PPN atas penyerahan dalam negeri

Berdasarkan atas sistem perpajakan yang kita anut yakni “self assessment system”, maka diberikan hak dan wewenang kepada Wajib Pajak yang dalam PPN

adalah para Pengusaha Kena Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannnya.

Dalam hal pemungutan PPN, secara umum berlaku adalah pihak mana yang menyerahkan barang kena ajak atau jasa kena pajak di dalam negeri, maka dialah yang akan memungut PPN. Sedangkan yang menerima barang kena pajak atau jasa kena pajak adalah pihak yang menangggung PPN atau pihak yang membayar PPN.

2. Pemungutan PPN atas impor

Pada dasarnya setiap barang kena pajak yang diimpor adalah terutang dan pemungutan PPN namun jika dibebaskan dari bea masuk maka atas barang kena pajak yang di impor tersebut tidak dipungut PPN

3. Pemungutan berdasarkan keputusan presiden No.56 tahun 1988

Pada umumnya PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak, atau yang menerima pembayaran atas transaksi tersebut, sebagaimana dikemukakan diatas. Namun dalam rangka

(34)

pengamanan penerimaan Negara dari pajak serta untuk memberikan pembinaan guna meningkatkan kepatuhan para penguaha kena pajak untuk memasukkan surat pemberitahuan (SPT) masa PPN dengan tertib serta meningkatkan kewajiban perpajakannnya, maka berdasarkan keputusan presiden No. 56 tahun 1988 telah di tunjuk badan-badan tertentu dan bendaharawan untuk memungut dan menyetor PPN.

I. AKUNTANSI

1. Pengertian Akuntansi

Secara umum akuntansi merupakan suatu system informasi yang digunakan untuk mengubah data transaksi menjadi informasi keuangan. Proses akuntansi meliputi kegiatan mengidentifikasi, mencatat dan menafsirkan, mengkomunikasikan perristiwa ekonomi dari sebuah organisasi kapada pemakai akuntansi. Dalam buku A Statemen of Basic Accounting Theory (ASOBAT), akuntansi di artikan sebagai berikut.

“Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyamaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternative dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya”.

Komite istilah American Institute Of Certified Public Accounting (AICPA) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:

“Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umamnya bersifat keuangan dan termaksud menafsikan hasil-hasilnya”.

Accounting Principel Board (APB) Statemen No.4 mendefinisiskan akuntansi sebagai

berikut:

Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, Fungsinya adalah membarikan informasi kuantitatif umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan

(35)

untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi sebagai dasar memilih antara beberapa alternatife.

Berdasarkan devinisi-devinisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Akuntansi adalah suatu sistem informasi yang mengidentifikasikan, mencatat, dan mengomunikasikan kejadian ekonomi dari suatu organisasi kepada pihak yang berkepentingan. Akuntansi juga sering dianggap sebagai bahasa bisnis, dimana informasi bisnis dikomunikasikan kepada stakeholder melalui laporan akuntansi. Mula-mula sebuah transaksi bisnis akan

diidentifikasikan (dianalisis), dicatat, dan barulah dilapokan lewat laporan akuntansi yang merupakan media komunikasi informasi akuntansi. Transaksi bisnis disini dapat diartikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa ekonomi yang memengaruhi perubahan posisi keuangan perusahan.

2. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

didalam akuntansi komersil tidak mengatur tersendiri perlakuan akuntansi khusus untuk PPN dan PPnBM, PSAK tahun 2007 Hanya mengatur Pajak penghasilan. Namun baik dalam akuntansi komersil dan akuntansi pajak terdapat persamaan dalam melakukan pencatatan yang harus dipersiapkan adalah:

a. Akun Pajak masukan

Untuk mencatat besarnya pajak masukan yang dibayar atau dipungut atas terjadinya transaksi pembelian, penerimaan Jasa Kena Pajak, atau inpor Barang Kena Pajak, yang digunakan untuk kegiatan usaha. PPN yang disetor keKas Negara oleh perusahaan tersebut bukanlah sebesar pajak yang dipungut, melainkan harus lebih dulu diperhitungkan dengan PPN yang telah dikenakan terlebih dahulu, yakni ketika perusahaan membeli BKP atau memperoleh JKP yang berhubungan dengan proses

(36)

produksi atau dalam usahanya, yang disebut sebagai Pajak Masukan. Karena dalam penjelasan pasal 9 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1983 dengan jelas dinyatakan bahwa:

“Pajak masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa kena Pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut diatas dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.”

b. Akun Pajak Keluaran

Pada akun ini untuk mencatat Pajak Keluaran yang dipungut atau disetorkan kekas Negara atas Transaksi. Terjadinya transaksi penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Akun biaya yang digunakan tetap sama dengan akun yang biasa digunakan dalam akuntansi komersial.

3. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Pengakuan PPN Terutang Pada prinsipnya PPN dipungut berdasarkan dua (2) prinsip yaitu:

a. Prinsip akrual: sesuai pasal 11 ayat 1 UU PPN, PPN terutang pada saat penyerahan Barang, jasa/ import Barang.

b. Prinsip Kas: sesuai pasal 11 ayat 2 UU PPN, PPN terutang pada saat penerimaan pembayaran.

Atas dasar hal tersebut diatas, faktur pajak harus dibuat pada saat : a) Penyerahan barang,

b) Pembayaran barang, sebelum penyerahan barang atau jasa dilakukan. Dalam hal pembayaran diterima setelah pembayaran barang, faktur pajak dibuat pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang.

(37)

4. Prosedur Akuntansi PPN

Seperti yang dinyatakan pada pasal 9 ayat 8 UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN, tidak semua PPN masukan atau uang muka PPN dapat dikreditkan pada PPN keluaran atau utang PPN. Tergantung pada keadaan, pada dasarnya terdapat tiga (3) alternative perlakuan akuntansi PPN masukan yang tidak dapat di kreditkan, yaitu:

a. Dikapitalisasi sebagi nilai perolehan aktiva tetap.

b. Dibebankan sebagai harga pokok penjualan, atau biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara panghasilan.

c. Biaya tidak dapat dikurangkan.

J. PENYAJIAN PPN PADA LAPORAN KEUANGAN 1. Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Akuntansi merupakan salah satu bahasa bisnis karena merupakan salah satu alat untuk menyimpan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Untuk menyampaikan informasi tersebut maka dibutuhkan Laporan Keuangan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan biasa terdiri atas empat jenis laporan keuangan, yaitu Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Modal, dan Laporan Arus kas. Dalam penyajian PPN, PPN disajikan atau dicatat hanya dalam laporan Neraca saja.

1. Neraca

Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisis keunagan perusahaan terdiri dari Aktiva (harta kekayaan), Kewajiban dan Modal pada satu tanggal tertentu. Neraca berisi Akun-Akun yang tidak termaksud dalam Pendapatan dan Beban. Oleh karena itu

(38)

akun-akun yang masuk dalam Neraca adalah akun-akun berada diluar atau selain Beban atau pendapatan.

Neraca disebut sebagai daftar sistematis, karena neraca tersusun berdasarkan urutan tertentu. Dalam neraca dapat diketahui berapa jumlah kekayaan perusahaan, kemampuan perusahaan membayar kewajiban serta kemampuan perusahaan memperoleh tambahan pinjaman dari pihak luar. Selain itu juga dapat diperolah informasi tentang jumlah utang perusahaan kepada kreditur dan jumlah investasi pemilik yang ada dalam perusahaan tersebut. Rumus Neraca yang berlaku sama seprti dengan Akuntansi, yaitu Harta (Aktiva) harus sama dengan Kewajiban (Pasiva).

AKTIVA = PASIVA

Istilah yang muncul dalam neraca adalah:

a) Harta Lancar adalah harta “cair” yang dapat langsung digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, contohnya Kas.

b) Harta Tetap adalah harta yang tak dapat habis dan dapat digunakan lebih dari setahun.

Contohnya, peralatan dan Kendaraan.

c) Utang lancar adalah utang jangka pendek yang pelunasannya kurang dari setahun.

d) Utang Jangka Panjang adalah uatang yang jangka waktu pelunasannya lebih dari setahun. Contohnya hutang hipaotik.

Didalam Neraca terdapat Modal yang berasal dari laporan Perubahan Modal, bukan Modal yang disetor awal. Karena Modal awal yang telah disetor mengalami perubahan baik karena Laba atau Rugi, dan neraca dibuat pada akhir periode.

(39)

Nama Perusahaan Neraca Per 31 Desember 200xx

Aktiva (Harta) Kewajiban (utang)

Aktiva Lancar Utang Lancar (Jangka Pendek)

Kas Rp.xxxx Utang Dagang Rp.xxxx

Piutang usaha Rp.xxxx Utang gaji Rp.xxxx

PPN Masukan Rp. Xxxx PPN Keluaran Rp. Xxxx

Perlengkapan Rp.xxxx Total utang lancar Rp. Xxxx

Asuransi dibayar dimk Rp.xxxx Utang jangka Panjang

Total harta Lanca Rp.xxxx Pinjaman Hipotik Rp.xxxx Aktiva Tetap

Peralatan Rp. Xxxx

Bangunan Rp. Xxxx

Tanah Rp. Xxxx

Akm.Penyu Harta tetap (Rp. Xxxx)

Total Harta tetap Rp.xxxx Total Utang jangka panjang Rp.xxxx

Total Utang Rp. Xxxx

Modal

Modal, Mr.N Rp.xxxx

Total Aktiva Rp.xxxx Total pasiva (Utang + Modal) Rp.xxxx

Table 1: contoh bentuk neraca

2. Sifat Laporan Keuangan

Laporan Keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodic yang dilakukan pihak managemen yang bersangkutan. Jadi laporan Keuangan bersifat Historis serta menyeluruh dan sebagai

(40)

suatu Progres report Laporan Keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatau kombinasi antara lain:

a. Fakta Yang Telah dicatat (Recorde fact)

Laporan keuangan dibuat atas dasar dari catatan akuntansi, seperti jumlah uang kas yang tersedia dalam perusahaan maupunyang disimpan dibank, jumlah piutang, persediaan barang dagangan, hutang maupun aktifa tetap yang dimiliki perisahaan. Pencatatan dari pos-pos ini berdasarkan catatan historis dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau, dan jumlah-jumlah uang yang tercatat dalam pos-pos itu dinyatakan dalam harga- harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut (At Original Cost).

Dengan sifat yang demikian itu maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan dari suatu perusahaan dalam kondisi perekonomian yang paling akhir, karena segala sesuatunya sifatnya historis. Sehingga terdapat beberapa hal yang dapat membawa akibat terhadap posisis keuangan perusahaan yang tidak dicatat dalam pencatatan akuntansi atau tidak nampak dalam laporan keuangan, misalnya adanya pesanan yang tidak dapat dipenuhi, berbagai kontrak pembelian atau penjualan yang telah disetujui dan adanya hak-hak paten yang masi dalam pengurusan karuna factor-faktor tersebut tidak dapat dikuantifisir.

b. Prinsip-Prinsip dan kebiasaan-kebiasaan didalam akuntansi (accounting convention and postulate).

Data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim (general acceptec accounting principles), hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatanatau untuk keseragaman.

c. Pendapatan Pribadi (Personal Judment)

(41)

Pencatatan akuntansi telah diatur oleh konfensi-konfensi atau dalil-dalil dasar yang sudah ditetapkan yang menjadi standar praktek pembukuan, namun penggunaan dari konfensi-konfensi dan dalil tersebut tergantung dari pada akuntan atau menegemen perusahaan yang bersangkutan. Judgment atau pendapat ini tergantung kepada kemampuan atua integritas pembuatnya yang di kombinasikan dengan fakta yang tercatat dan kebiasaan serta dalil-dalil dasar akuntansi yang telah disetujui akan digunakan didalam beberapa hal.

1. Keterbatasan Laporan Keuangan

Laporan keuangan memiliki keterbatasan antara lain:

a. Laporan Keuangan yang dibuat secara periodic pada dasarnya merupakan intern report (Laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementasa) dan

bukan merupakan laporan final. Karena itu semua-jumlah-jumlah atau hal-hal yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak menunjukan nilai likuidasi atau realisasi dimana dalam laporan initerkandung terdapat pribadi yang telah dilakukan oleh akuntan atau manegemen yang bersangkutan.

b. Laporan keuangan menunjukan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tetap. Tetapi seharusnya dasar penyusununnya dengan standar nilai mungkin berbeda atu berubah.

c. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah berbagai waktu atau tanggal yang lalu dimana daya beli uang tersebut semakin menurun, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnyasehingga kenaikan folume kegiatan yang dinyatakan dalam kegiatan rupiah belum tentu menunjukan unit yang terjual semakin besar, mungkin kenaikan itu disebabkan karena naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikutu kenaiakn tingkat harga-harga.

(42)

d. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagi faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena factor-faktor tersebut tidak dapat diukur dengan satuan uang.

K. KERANGKA PIKIR

Perusahaan PT.Adhi Karya,Tbk Makassar ini bergerak dibidang industry kontruksi yang besar, terutama dalam bidang highrise building. Yang mana dalam setiap periode akuntansi yang biasanya setiap akhi tahun akan membuat laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laporan Rugi/Laba. Pada laporan Neraca ini kita akan dapat melihat keadaan Asset (Harta), Liabilitas dan Ekuitas, dan Perubahan Modal, sedangkan dalam Laporan Rugi/Laba kita dapat mengetahui besarnya pendapatan yang diterima dan biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga menghasilkan laba atau rugi perusahaan.

Dari kedua laporan ini kita akan melakukan analisis bagaimana penggunaan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penyajiannya Dalam Laporan Keuangan apakah telah sesuai dengan UU Nomor 42 Tahun 2009. Dalam pembebanan PPN, metode yang dianjurkan dalam UU Nomor 42 tentang PPN yaitu credit method. Dari analisis ini kita dapat mengetahui sumber PPN kurang bayar dan PPN lebih bayar.

Untuk itu dapat mengoptimalkan PPN suatu perusahaan untuk massa yang akan datang maka diperlukan perencaan PPN yang kurang bayar dengan benar sehingga tidak merugikan perusahaan dan Negara (pemerintah) yang digunakan guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Adapun kerangka pikir yang telah diuraikan dapat digambarkan dalam bagan alur sebagai berikut:

(43)

Gambar 5 : hipotesis

L. HIPOTESIS

Berdasarkan dari uraian permasalahan diatas diajukan Hipotesisnya adalah diduga bahwa perlakuan Akuntansi PPN telah sesuai dengan penyajian PPN dalam Laporan Keungan dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

PT.Adhi Karya,tbk

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Akuntansi UU No.42 Tahun 2009

Analisis

Rekomendasi

(44)

Penelitian ini dilakukan pada PT. Adhi Karya (perseroan) Tbk Makassar yang berlokasi di Jl. Hertasning Makassar. Sedang waktu penelitian diperkirakan berlangsung selama 2 bulan.

B. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data serta keterangan yang diperlukan dalam penyusunan tugas akhir ini, maka digunakan metode penelitian studi kasus (case study method) dan pengumpulan data melalui penelitian sebagai berikut:

1. Field Research (Penelitian Lapangan)

a. Observasi (Pengamatan) yaitu pengamatan secara langsung pada objek penelitian.

b. Interview (Wawancara) yaitu cara pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab dengan responden untuk mendapatkan data yang dibutuhkan pada Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Library Research (Penelitian Perpustakaan)

Penelitian berorientasi pada buku dan litertur serta bahan bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan penulis ini dengan maksud untuk mendapatkan kerangka teori tentang masalah yang dibahas sekaligus sebagai alat pertimbangan hipotesis yang diajukan.

C. Sumber dan Jenis Data

Dalam menganalisis data, penulis didukung dengan jenis data dan sumber data.

1. Jenis Data

a. Data Kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka yang diperoleh melalui objek yang diteliti.

(45)

b. Data Kualitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan-penjelasan yang relevan dengan obyek penelitian berupa gambaran umum PT.Adhi Karya Makassar, maupun informasi langsung yang menyangkut kebijakan pimpinan.

2. Sumber Data

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari PT.Adhi Karya Makassar melalui pengamat, wawancara yang dilakukan dengan karyawan yang menangani Akuntansi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT.Adhi Karya Makassar sebagai objek penelitian.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan data-data yang diperlukan mengenai Akuntansi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang erat kaitanyan dengan masalh yang akan dibahas.

D. Definisi Operasional

Definisi Operasional Akuntansi Pajak Pertambahan nilai dan pengaruhnya terhadap Laporan Keuangan, sebagai berikut:

c. Akuntansi merupakan suatu sistem informasi yang digunakan untuk mengubah data transaksi menjadi informasi keuangan. Yang dimana Proses akuntansi meliputi kegiatan mengidentifikasi, mencatat dan menafsirkan, mengkomunikasikan peristiwa ekonomi dari sebuah organisasi kepada pemakai akuntansi.

d. Dalam suatu perusahaan peran pajak pertambahan nilai (PPN) sangat penting dalam pengambilan barang atau jasa melalui PPN masukan dan PPn keluaran. Masih ada

(46)

perusahaaan atau pengusaha yang kurang mengerti tentang PPN, seperti mengabaikan PPN masukan dari transaksi pembelian yan dilakukan, tidak mengetahui PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan.

e. Dasar hukum PPN Indonesia adalah UU Nomor 8 Tahun 1983. Undang-undang ini semula akan dimulai berlaku sejak 1 Juli 1984, oleh karena itu dalam pasal 20 dituntukan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjulan atas barang mewah yang telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009. Jasa kena pajak (JKP), dengan dikeluarkannya PP Nomor 22 Tahun 1985 jenis jasa kena pajak masih dibatasi yaitu hanya dikenakan terhadap jasa pemborongan atau kontraktor saja.

f. Menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 perhitungan PPN apabila Pajak Pertambahan Niai kurang bayar yang berarti perusahaan berkewajiban membayar kekurangan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai kepada kas Negara. Sedangkan, apabila pajak keluaran lebih kecil dari pada pajak masukan, maka Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar yang berati perusahaan berhak menentukan apakah kelebihan pembayaran Pajak tersebut akan direstitusi atau pun dikompensasikan Masa Pajak berikutnya.

g. Salah satu sarana penting dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berguna baik untuk Perusahaan Kena Pajak (PKP) maupun juga bagi Derektorat Jendral Pajak adalah Faktur Pajak. Dengan adanya Faktur Pajak ini, syarat adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak secara sah akan menjadi lebih diakui keberadaannya dalam PPN apabila timbul kewajiban perpajak untuk PPN.

h. Laporan Keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak managemen yang bersangkutan. Jadi laporan Keuangan bersifat Historis serta menyeluruh dan sebagai

(47)

suatu Progres report Laporan Keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatau kombinasi.

E. Metode Analisis

Untuk menguji Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maka Metode Analisis yang digunakan adalah Metode Deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan. Data yang dikumpulkan tersebut perlu disajikan supaya mudah dimengerti, menarik, komunikatif, inofatif bagi pihak lain. Tujuan untuk penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis.

(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Perusahaan

Sejarah PT. Adhi Karya, Tbk dimulai dengan berdirinya perusahaan industri milik pemerintah Belanda yang bernama Associate N.V. (Architects, Ingenieurs en Aannemer Bedrif Associate Selle en De Brujin, Reserye en De Vries). Pada tanggal 3 Desember 1957,

pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan berdasarkan No. KPTS. 169/ PKMDR/

1957. Pada tahun 1960 dengan PP No. 2 1960 perusahaan tersebut dinyatakan sebagai perusahaan nasional dan kemudian dengan PP No. 65 tahun 1961 dirubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Adhi Karya. Empat tahun kemudian berdasarkan SK Menteri Cipta Karya dan Kontruksi No. 016 tahun 1965 tanggal 17 Agustus 1965, unit produksi bangunan ex Tikind (N.V. Tiedeman en Van Kerehan Indonesie) dilebur kedalam Perusahaan Negara Adhi Karya.

Perusahaan Negara Adhi Karya sampai tahun 1965 telah berkembang menjadi industri konstruksi yang besar, terutama dalam bidang highrise building. Pada tahun 1966 mulai terasa kesuliatan-kesulitan yang dihadapi oleh Adhi Karya seperti proyek-proyek yang macet keuangannya serta masalah nasional seperti Gerakan 30 September atau G30S PKI yang membuat harus dibersihkannya perusahaan dari karyawan-karyawan yang diindikasi terlibat dalam gerakan komunis tersebut. Awal tahun 1972 dengan diperbesarnya anggaran belanja pembangunan sejak PELITA I, Adhi Karya mulai bangkit kembali dan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, terutama cabang di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Untuk memberikan konsultasi dalam perbaikan-perbaikan dalam tubuh Adhi Karya keluarlah SK Menteri P.U.T.L No. 93/ KPTS/ 1972 dan pada tanggal 5 April 1972 dibentuklah tim asisten yang terdiri dari Ir. S. Danunegoro sebagai ketua, dengan P. H. Jacon dan Drs. Herman Rusdi sebagai anggotanya. Dari tim asisten ini akhirnya Adhi Karya

(49)

berubah status menjadi persero. Pada tanggal 1 Juni 1974 berdasarkan PP No. 41 tahun 1971 terbentuklah PT. Adhi Karya (Persero), disahkan dengan akta notaries Kartni Mulyadi, SH No. 1 tanggal 1 Juni 1974.

Sebagai bagian dari langkah pengembangan perusahaan dan untuk memenuhi standar internasional, pada tahun 1995 PT. Adhi Karya meraih sertifikat ISO 9000 dari Llyod ’s Register Quality Assurance. Pada sertifikat tanggal 5 November 2001, PT. Adhi Karya

dinyatakan sesuai dengan standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang dipeuntukkan perusahaan yang bergerak dibidang jasa kontruksi.

PT. Adhi Karya terusa berkembang sebagai salat satu perusahaan jasa kontruksi terbesar di Indonesia. Proyek-proyek besar yang pernah ditangani sangatlah banyak, beberapa diantaranya adalah pembangunan Monumen Nasional (Monas), Masjid Istiqlal, Stadion Senayan, Gedung Sarinah, Bandar Udara Adi Sucipto, jalur kereta api Depok-Bogor, jembatan semampir di Jawa Timur, Fly Over Lawang di Malang, jembatan semuntai, Bendungan Jati Di Jawa Timur, Bendungan Estuari di Bali dan masih banyak lagi. Dengan penerapan teknologi dan metode-metode engineering terbaru, diharapkan PT. Adhi Karya tetap mendapatkan kepercayaan menjadi mitra kerjasama dibidang kontruksi, dan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pembangunan di Indonesia.

PT. Adhi Karya lebih banyak bergerak dibidang usaha jasa kontruksi, diantaranya pelaksanaan lapangan terbang, pelabuhan, sarana dan prasarana penunjangya (termasuk mekanikal dan elektrikal) serta memproduksi dan memasok produk aspal campur (hotmix).

Sebagai bagian dari pelaksanaan jasa kontruksi tersebut, PT. Adhi Karya juga melakukan usaha dibidang engineering, procument, dan contruction dibidang industri tertentu yang dipilih berdasarkan potensi, kemampuan serta pengalaman terutama dibidang minyak dan gas, kimia, dan bangunan pabrik. Selain itu PT. Adhi Karya juga melakukan usaha dalam

(50)

bidang jasa perencanaan, pengadaan, pabrikasi, intalasi dan pengujian dari pekerjaan mekanikal dan elektrikal.

Selain bidang usaha tersebut diatas, PT. Adhi Karya juga memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak dibidang produkasi beton siap pakai dan bekesting, serta pembangunan dan pengolahan reality dan property.

PT. Adhi Karya berkantor pusat di Jalan Raya Pasar Minggu Km. 18 Jakarta Selatan.

Untuk menjamin kelancaran dan mengorganisir kegiatan perusahaan, PT. Adhi Karya memiliki beberapa divisi dan cabang. Divisi Kontruksi I terletak di Jalan Iskandarsyah Raya Nho. 65 A-B, divisi ini khusus menangai proyek-proyek pembangunan gedung bertingkat.

Sedangkan Divisi Kontruksi I bergerak dibidang infrastruktur dan Divisi III (join operation) masing-masing terletak di gedung Adhi Graha Jalan Gatot Subroto Lt. 3 ruang 304 dan Lt. 15 ruang 1502.

PT. Adhi Karya memiliki sebelas cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, antara lain:

1. Medan 2. Padang 3. Pekanbaru 4. Bandar Lampung 5. Bandung

6. Semarang 7. Surabaya 8. Balikpapan 9. Makassar 10. Denpasar 11. Jayapura

Referensi

Dokumen terkait

Dari segi responden, peneliti menggunakan jenis wawancara perseorangan, yang akan menjadi responden dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan

Hasil penentuan pengaruh massa adsorben terhadap adsorpsi ion Fe 2+ dikembangkan dari metode yang dilakukan oleh Dede (2010), dilakukan pada konsentrasi adsorbat

The query shown in Listing 5-9 uses the table created in Listing 5-8 to return the same results as Listing 5-7—just much more efficiently, since this version doesn’t need to

Berdasarkan hasil perhitungan statistik yang telah dilakukan untuk membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kelekatan aman orang tua dengan

Artemia franciscana (Anostraca, Artemidae) adalah Crustacea tingkat rendah yang digunakan sebagai pakan alami dalam usaha budidaya ikan dan udang, terutama dalam

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan GNP-PWB/PBA dilakukan oleh lembaga yang lebih tinggi terhadap lembaga yang lebih rendah (TKN - TKP - TKK - TKC - TKD) sampai pada

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan sebagai calon reviewer penelitian Universitas Andalas Tahun 2017. Diketahui oleh

perusahaan dicerminkan dari kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian secara terus menerus sehingga hal ini terus diperhatikan perusahaan. Pelanggan yang akan loyal terhadap