• Tidak ada hasil yang ditemukan

FALSAFAH DAYOK BINATUR PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN (STUDI DI PEMATANG RAYA, KECAMATAN RAYA, KABUPATEN SIMALUNGUN).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FALSAFAH DAYOK BINATUR PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN (STUDI DI PEMATANG RAYA, KECAMATAN RAYA, KABUPATEN SIMALUNGUN)."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

FALSAFAH DAYOK BINATUR

PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN

(Studi di Pematang Raya, Kecamatan Raya,

Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Diajukan oleh:

Rahyu Swisty Sipayung

NIM. 309122050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)

i

ABSTRAK

Rahyu Swisty Sipayung. NIM 309122050. Falsafah Dayok Binatur pada Masyarakat Simalungun (Studi di Pematang Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun).

Penelitian ini adalah mengenai falsafah dayok binatur dalam kehidupan masyarakat Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang penyajian dayok binatur, makna dan nilai yang terkandung dalam dayok binatur, serta pesan dan petuah yang diperoleh melalui penyajian dayok binatur tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti melakukan penelitian lapangan (field research). Selain field research, dilakukan juga studi pustaka (library research) untuk menambah literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulan data dilakukan dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah, latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat Simalungun pada awalnya adalah karena pada zaman kerajaan di Simalungun dahulu masyarakat Simalungun tidak mengenal ternak babi. Selain itu, terdapat ketertarikan masyarakat Simalungun dengan sifat-sifat ayam yang dapat dijadikan sebagai contoh, sehingga ayamlah yang dijadikan sebagai makanan adat. Nilai yang terkandung dalam dayok binatur supaya umat manusia mengetahui, memahami, dan melaksanakan dalam hidupnya pesan Tuhan melalui “ayam” ciptaan-Nya. Artinya, ada beberapa sifat dan prinsip ayam yang pantas untuk ditiru oleh manusia. Makna yang dapat diperoleh melalui penyajian dayok binatur ini adalah menempati posisi masing-masing dan melaksanakan tugas sesuai dengan posisi tersebut. Pesan dan petuah yang diperoleh melalui penyajian dayok binatur ini adalah agar hati, pikiran, dan kehidupan menjadi teratur selayaknya dayok binatur tersebut.

Pada akhirnya, peneliti menyimpulkan bahwa dayok binatur dijadikan sebagai makanan adat Simalungun karena melalui cara hidup dan kehidupan ayam terdapat beberapa sifat ayam yang bisa dipedomani.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi tepat pada waktunya.

Skripsi yang berjudul Falsafah Dayok Binatur pada Masyarakat Simalungun (Studi di Pematang Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun) disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si 2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Bapak Dr. H. Restu,

MS

3. Ketua Program Studi Pendidikan Antopologi, Ibu Dra. Puspitawati, M.Si 4. Bapak Drs. Payerli Pasaribu, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan begitu banyak bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis sejak awal penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

(6)

6. Ibu Dra. Nurjannah, M.Pd sebagai dosen pembimbing akademik yang memberikan bimbingan selama penulis menjalankan perkuliahan.

7. Seluruh dosen/ staf pengajar di program studi pendidikan antropologi yang memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis selama dalam perkuliahan.

8. Kedua orang tua tercinta, Bapak St. Y. Sipayung (Alm) dan Mamak E. br Saragih yang telah memberikan doa, motivasi, tenaga, dan materi kepada penulis selama menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini. 9. Kakak dan Adikku, Febriani Sri Endang Sipayung, S.Kep. Ners, Suranta Adi

Putra Sipayung, dan Fresco May Surya Sipayung yang telah memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman dekatku, Jostar Maranatha Turnip yang telah meluangkan banyak waktu dan memberikan doa serta dukungan kepada penulis untuk menyelesikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku, Roma Kasihta Sinaga, Elmariani Malau, Nurul K.S Saragih, Nanda R.F Dalimunthe, Ramika Dewi Saragih, Devi Windu Saragih, dan semua teman-teman seperjuangan stambuk 2009 yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

(7)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

(8)

i 2.1.1 Latar Belakang Penyajian Makanan Adat ... 7

2.1.2 Makna yang terkandung dalam Makanan Adat ... 8

2.2 Kerangka Teori

2.3.3 Masyarakat Simalungun ... 14

(9)

ii

3.3 Subjek dan Objek Penelitian 3.3.1 Subjek Penelitian ... 19

3.3.2 Objek Penelitian ... 19

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.5 Teknik Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

4.1.1 Kampung Jawa ... 28

4.2.4 Karakter Orang Simalungun ... 34

4.2.5 Sosial Budaya Masyarakat Simalungun ... 35

4.3 Dayok Binatur ... 36

4.4 Latar Belakang Penyajian dayok binatur sebagai Makanan Adat Masyarakat Simalungun ... 38

(10)

iii

4.4.2 Cara pembuatan dayok binatur ... 41

4.4.3 Makanan pelengkap dayok binatur ... 43

4.5 Nilai yang terkandung dalam dayok binatur ... 44

4.5.1 Jenis ayam yang digunakan untuk membuat dayok binatur ... 48

4.5.2 Keunikan dayok binatur ... 50

4.6 Makna yang terkandung dalam dayok binatur ... 50

4.6.1 Susunan bagian tubuh dayok binatur ... 52

4.6.2 Dayok binatur dan mitosnya ... 54

4.7 Pesan dan petuah melalui penyajian dayok binatur ... 55

4.7.1 Kegunaan dayok binatur ... 57

4.7.2 Posisi tubuh saat memberi dan menerima dayok binatur ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

(11)

iv Daftar Tabel

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap suku bangsa pastinya memiliki perayaan-perayaan adatnya masing-masing. Dalam setiap perayaan adat tersebut satu hal yang tidak dapat ditinggalkan adalah adanya penyajian makanan adat. Setiap perayaan adat kurang lengkap rasanya apabila tidak menyajikan makanan, secara khusus makanan adat. Secara sederhana, makanan adat dapat diartikan sebagai makanan yang disajikan atau disuguhkan sewaktu dilaksanakannya upacara adat. Atau dapat pula dikatakan sebagai makanan khas atau makanan tradisional dari suatu suku/ etnis yang biasanya dijadikan sebagai suatu lambang atau memiliki arti khusus yang biasanya digunakan pada upacara adat dari suku yang bersangkutan. Dikatakan khas, berarti makanan tersebut memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi bentuk hidangan, rasa, atau bahan baku untuk membuatnya. Tentunya makanan adat tersebut memiliki makna dan nilai yang dijadikan sebagai pedoman dan harapan bagi masyarakat yang menggunakannya.

Pada suku Batak Toba misalnya, mereka mempunyai makanan adat yaitu Dekke naniarsik (ikan mas arsik) atau dekke naniura. Dekke dalam bahasa

Indonesia berarti “ikan”. Tentunya ikan mempunyai makna khusus bagi

(13)

2

pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik atau ikan mas arsik adalah wujud nyatanya. Yakni sebuah hidangan khas Batak Toba yang menjadi simbol berkat (pasu-pasu) kehidupan. Bila jumlah ikan yang akan diberikan lebih dari satu, maka semua ikan harus dibariskan sejajar. Dalam bahasa Batak disebut dekke si mudur-udur, keluarga yang menerima ikan ini diharapkan dapat berjalan

sejajar atau beriringan menuju arah dan tujuan yang sama. Sehingga bila ada permasalahan dan rintangan yang menghalangi dapat diselesaikan secara bersama oleh setiap anggota keluarga.

Pada Suku Karo makanan khas yang dapat kita temukan adalah terites. Terites adalah sejenis makanan yang bahan dasarnyadiambil dari lambung kedua sapi, masyarakat Karo sering menyebutnya lembu, dan dalam istilah biologinya dikenal dengan istilah rumen. Namun, pada masyarakat Karo disebut dengan tuka si peduaken (usus nomor dua). Makna terites pada masyarakat Karo adalah semua

keluarga diharapkan untuk saling membantu dan dapat mempererat hubungan. Hal ini didasarkan bahwa dari dulu lembu atau sapi adalah barang mahal yang jika hanya seorang saja yang menyandang dana maka akan susah untuk membelinya. Oleh karena itu, ketika semua keluarga besar berkumpul maka dana (biaya) akan cukup untuk memotong lembu dan membuat terites tersebut. Jadi dengan demikian terites secara tidak langsung telah membuat hubungan semakin erat dalam keluarga mereka dan sesama keluarga saling menolong/ membantu untuk mencukupi dana yang besar tadi.

(14)

3

Naniatur. Dayok Binatur adalah sajian masakan yang terbuat dari daging ayam.

Dayok Binatur disamping berfungsi sebagai lauk makanan tetapi memiliki fungsi

yang sangat penting bagi masyarakat Simalungun khususnya. Dayok binatur adalah makanan yang paling sering dijumpai di daerah Simalungun dan dijadikan sebagai makanan adat Simalungun. Dayok binatur ini selalu disajikan dalam setiap upacara adat Simalungun.

Pada upacara adat (ritual) masyarakat suku Simalungun, baik yang berkaitan dengan acara suka maupun duka dayok binatur tidak pernah dilupakan. Karena dalam setiap perayaan adat Simalungun apabila tidak menyajikan dayok binatur ini dianggap kurang sah. Bahkan tidak hanya sekedar dalam upacara adat, perayaan-perayaan biasa pun seperti perayaan ulang tahun, perayaan malua (naik sidi), babtisan, memasuki rumah baru, dan syukuran-syukuran biasa juga menggunakan dayok binatur tersebut.

Sebagaimana pada suku-suku lainnya, tentunya penyajian ayam (dayok) sebagai makanan adat bagi suku Simalungun diperkirakan memiliki nilai yang mengandung makna, harapan-harapan, dan pesan (petuah) tersendiri. Untuk itulah, peneliti merasa perlu dan tertarik untuk meneliti falsafah ayam bagi masyarakat Simalungun sehingga penyajiaanya sebagai makanan adat dianggap sangat penting. Adapun judul penelitian ini adalah “FALSAFAH DAYOK BINATUR PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN (Studi di Pematang

(15)

4 1.2 Identifikasi Masalah

1. Latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat bagi masyarakat Simalungun.

2.

Makna yang terkandung dalam penyajian dayok binatur sebagai makanan

adat Simalungun.

3. Nilai yang terkandung dalam penyajian ayam (dayok) sebagai makanan adat Simalungun.

4. Pesan, petuah, dan harapan yang diperoleh dari penyajian dayok binatur bagi masyarakat Simalungun.

5. Keunikan penyajian makanan adat berupa dayok binatur pada masyarkat Simalungun.

6. Fungsi dan tujuan diberikannya dayok binatur (manurduk) kepada keluarga yang melaksanakan perayaan adat.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat pada masyarakat Simalungun.

2. Nilai dan makna yang terkandung dalam dayok binatur bagi masyarakat Simalungun.

(16)

5 1.4 Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang penyajian dayok binatur sebagai makanan adat masyarakat Simalungun?

2. Nilai dan makna apa yang terkandung dalam penyajian dayok binatur pada masyarakat Simalungun ?

3. Apa pesan dan petuah yang disampaikan melalui penyajian dayok binatur bagi masyarakat Simalungun?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengkaji makna dan nilai yang terkandung dalam dayok binatur sehingga dijadikan sebagai makanan adat bagi suku Simalungun.

2. Mengetahui alasan suku Simalungun menggunakan ayam sebagai makanan adat, tidak menggunakan hewan lain.

3. Mengetahui kriteria atau jenis-jenis ayam yang boleh digunakan untuk membuat dayok binatur.

4. Mengetahui kegunaan dan jenis-jenis dayok binatur pada masyarakat Simalungun.

5. Mengetahui pesan moral yang diperoleh melalui penyajian dayok binatur. 6. Mengetahui cara pembuatan dayok nabinatur dan tampilan dari dayok

binatur tersebut.

(17)

6 1.6 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu Antropologi pada umumnya dan perkembangan budaya Simalungun khususnya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan para pembaca.

3. Melalui penelitian ini kita dapat semakin mengenal kebudayaan kita, memiliki kesadaran untuk mau menjaga dan mau melestarikan kebudayaan tersebut.

(18)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dayok binatur adalah makanan adat masyarakat Simalungun. Dayok

biantur ini merupakan makanan yang unik, yaitu dapat kita lihat dari bentuknya.

Dayok binatur ini terbuat dari ayam yang dipotong-potong dan disusun kembali

selayaknya ayam hidup di atas sebuah pinggan (sapah). Penyajian dayok binatur pada masyarakat Simalungun telah dilaksanakan dari zaman dahulu hingga saat ini. Penyajian dayok binatur sebagai makanan adat oleh masyarakat Simalungun pada awalnya adalah karena pada zaman kerajaan dahulu masyarakat Simalungun tidak mengenal ternak babi, sehingga ayam lah yang dijadikan sebagai makanan adat. Selain itu, alasan lain mengapa masyarakat Simalungun menggunakan ayam adalah karena adanya ketertarikan masyarakat Simalungun pada ritme kerja ayam khususnya ayam jantan yang cekatan dan teratur dalam bekerja yang patut diteladani dan dijadikan sebagai contoh.

Dayok binatur ini dijadikan sebagai makanan adat Simalungun memiliki

nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu supaya umat manusia mengetahui, memahami, dan melaksanakan dalam hidupnya pesan Tuhan melalui “ayam”

(19)

kedisiplinan. Saat induk ayam membesarkan anaknya yang menggambarkan kerja keras dan rela berkorban. Pada saat ayam jantan berkokok menggambarkan suatu pesan untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Dan saat ayam jantan berkokok kepalanya selalu diangkat keatas yaitu menggambarkan agar kita selalu melihat dan mengusahakan hari esok yang lebih baik dan lebih cerah dengan bekerja keras dan giat untuk menggapainya.

Makna yang dapat diperoleh melalui penyajian dayok binatur ini adalah Hot ma bani hundulanmu janah pongkut horjahon nolihmu. Artinya, tempati

posisimu dan laksanakan penuh tugasmu. Maksudnya, setiap posisi memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Oleh karena itu, kita harus melaksanan semua tugas dan tanggung jawab yang kita emban sesuai dengan posisi kita tersebut. Tidak perlu ikut mencampuri urusan orang lain yang hanya akan membawa masalah bagi diri sendiri dan orang lain.

Penyajian dayok binatur bermaksud untuk menyampaikan suatu pesan atau petuah kepada orang yang akan diberikan makanan (dayok binatur) tersebut. Pesan dan petuah yang diberikan berupa petuah yang sangat berharga dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu agar hati, pikiran, dan kehidupan kita teratur selayaknya dayok binatur tersebut dan agar kita dapat bertumbuh, tangguh, dan ulet. Pesan dan petuah yang selalu disampaikan melalui penyajian dayok binatur adalah Ase lambin taratur ma tene pargoluhanta haganupan

hunjon hujanan songon paraturni Dayok Nabinatur on. (Kiranya semakin

(20)

5.2 Saran

Dayok binatur merupakan makanan adat masyarakat Simalungun yang

memiliki makna-makna dan nilai-nilai luhur. Hendaknyalah kita ikut melaksanakan nilai-nilai luhur tersebut dengan harapan agar hati, pikiran, dan kehidupan kita menjadi teratur sampai di kemudian hari seperti teraturnya dayok binatur tersebut.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. 1986. Folklore Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafitipers

Ihromi, T. O. 2006. Pokok – Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

PMS, 2002. Adatni Simalungun. Pematangsiantar: Presidium PMS

Saifuddin, Ahmad Fedyani. 2006. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Jakarta: CV CITAMA VOGORA. Spradley, James. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Stefana, Juliati. 2010. Skripsi MAKNA TANDA DALAM DAYOK BINATUR. Medan: Departemen Sastra Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sumbayak, Japiten. 2001. Refleksi Habonaron Do Bona Dalam Adat Budaya Simalungun. Pematangraya.

(22)

Suyono, Ariyono dan Aminuddin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

INTERNET

Arini, Pipit. 2013. “Skripsi MAKANAN ADAT PADA UPACARA PERKAWINAN DI DESA SUNGAI JAMBU KECAMATAN KAYU ARO KABUATEN KERINCI

PROPINSI JAMBI” dalam http:// ejournal.unp.ac.i,d/index.php/jhet/article/.../955.pdf

http://digilib.unimed.ac.id/jurnal-variasi-keunikan-dan-ragam-makananan-adat-etnis- batak-simalungun-suatu-kajian-prospek-etnobotani-21373.html

http://etnobudaya.net/2008/01/28/adaptasi-dalam-anthropologi/ http://digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Journal--55/21373

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Simalungun  ................................

Referensi

Dokumen terkait

Pandiangan, Tionar.2009“Tor-Tor Nasiaran Pada Masyarakat Simalungun Kajiian Terhadap Makna, Fungsi, dan Bentuk Penyajian.”.Skripsi untuk memperoleh gelar S1 pada program studi

Eprida Yanci Sinaga, 081222510047, Doding Ilah Bolon dalam Marsombuh Sihol Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Studi Terhadap Eksistensi Fungsi Dan Makna.. Program

Beradasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa Keberadaan Musik Tradisional Simalungun Dalam Pesta Marsombuh Sihol Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun merupakan salah satu

adat yaitu upacara kematian sayur matua yang bertujuan untuk mengantarkan jenazah terakhir ketempat peristirahatnya. mereka mempercayai kematian sayur matua adalah suatu

Berdasarkan hal tersebut dalam skripsi ini, permasalahan yang akan dibahas (1) bagaimana keabsahan perkawinan menurut hukum adat Batak Simalungun di Kabupaten

Simalungun saat ini berada dalam wilayah Daerah Kota Pematang Siantar,. pengaturan tata ruang tersebut tidak

Tanah Warga Yang Telah Diselesaikan Dari Masalah Kegagalan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Desa Pematang Simalungun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.. Bahwa tanah-tanah

sekitar (Mufidah, A. Suku jawa yang bertempat tinggal di daerah Desa Sumanggar Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun memiliki kebudayaan dalam proses upacara adat