• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran

Kata “media” berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari

“medium”, secara harafiah artinya perantara atau pengantar. Association for Education and Communication Technology (AECT), mengartikan kata media sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses informasi Sedangkan National Education Association (NEA), mendefinisikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta isntrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut.

Pembelajaran sendiri merupakan suatu proses komunikasi. Dengan kata lain, kegiatan belajar melalui media terjadi apabila terdapat komunikasi antar penerima pesan dengan sumber pesan lewat suatu media tertentu. Berdasarkan uraian diatas, maka media pembelajaran dapat diartikan sebagai sarana untuk menyampaikan informasi atau kegiatan belajar (Nurseto 20-21).

Dalam usaha untuk memanfaatkan media sebagai alat bantu pembelajaran, Edgar Dale (dalam Nurseto 21) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi sebelas macam, dengan urutan dari tingkat yang paling abstrak hingga yang paling konkret, yaitu:

1. Simbol Verbal (contoh: bahasa sehari-hari),

2. Simbol Visual (contoh: bagan, diagram, dan grafik), 3. Gambar Tetap (contoh: foto, ilustrasi, dan flashcard), 4. Gambar Hidup (contoh: film),

5. Televisi (contoh: iklan TV),

6. Pameran Museum (contoh: poster dan display), 7. Darmawisata (contoh: study tour),

8. Demonstrasi (contoh: alat peraga dan papan tulis),

9. Pengalaman Yang Didramatisasi (contoh: drama dan sandiwara), 10. Pengalaman Yang Dibuat (contoh: game, model, dan simulasi), dan 11. Pengalaman Yang Bersifat Langsung (contoh: presentasi)

(2)

Klasifikasi ini kemudian dikenal dengan nama Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience), dan klasifikasi ini dianut secara luas dalam menentukan alat bantu yang paling sesuai untuk pengalaman belajar. Kerucut pengalaman ini memberikan gambaran bahwa, pengalaman belajar dapat dipelajari melalui proses konkret seperti mengalami sendiri secara langsung, ataupun proses abstrak seperti mendengarkan bahasa.

Sedangkan Heinich dan Molenda (dalam Maryono dan Purnama 137) mengklasifikasikan media pembelajaran dalam enam jenis dasar, yaitu:

a. Teks

Teks merupakan elemen dasar dalam menyampaikan suatu informasi yang mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan, dimana kedua hal ini dapat memberikan daya tarik dalam penyampaian informasi. Contoh: tulisan di papan.

b. Media Audio

Media ini dapat membantu penyampaian informasi dengan lebih berkesan, selain itu media ini juga dapat membantu meningkatkan daya tarik tersendiri karena ada efek audio. Contoh: musik dan rekaman suara.

c. Media Visual

Media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual. Contoh:

foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, poster, dan buletin.

d. Media Proyeksi Gerak

Media ini bisa dikatakan gabungan antara media audio dan media visual, karena dalam penyampainnya menggunakan rangsangan visual disertai audio di dalamnya. Contoh: film bergerak, program TV seperti iklan, dan video kaset.

e. Benda Tiruan atau Miniatur

Media ini dapat berbentuk objek tiga dimensi yang dapat disentuh dan dirasakan secara langsung oleh yang memegangnya. Media seperti ini biasanya digunakan agar proses pembelajaran menjadi lebih mudah. Contoh: alat peraga.

(3)

f. Manusia

Manusia juga dapat menjadi salah satu media pembelajaran yang efektif selain benda ataupun objek, karena manusia dapat menyampaikan isi atau materi pembelajaran secara lisan dengan disertai contoh berdasar pengalaman pribadi.

Contoh: guru, siswa, dan pakar atau ahli di bidang tertentu.

2.1.2. Tinjauan Tentang Multimedia Interaktif

Secara etimologis multimedia berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata

“multi” yang berarti banyak atau bermacam-macam, dan “medium” yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawakan sesuatu (Wijaya, Siahaan, dan Rohendi 2-3). Jadi, multimedia merupakan perpaduan antar berbagai media yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu. Multimedia sendiri terbagi menjadi dua kategori, yatu: multimedia linear dan multimedia interaktif.

Multimedia linear adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh user atau penggunanya.

Multimedia linear berjalan secara sekuensial atau berurutan, contohnya TV dan film. Sebaliknya, multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya, contohnya game edukasi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan apabila user mendapatkan keleluasaan atau kebebasan dalam mengontrol multimedia tersebut, maka hal ini dapat dikatakan sebagai multimedia interaktif. Karakteristik terpenting dalam multimedia interaktif adalah user tidak hanya memperhatikan media ataupun objeknya saja, tetapi juga dituntut untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran dalam multimedia interaktif itu sendiri. Multimedia interaktif menggabungkan dan mensinergikan semua media yang terdiri dari: teks, grafis, audio, dan interaktivitas (Wijaya, Siahaan, dan Rohendi 2-3). Media-media inilah yang dapat membuat user dapat bernavigasi, berinteraksi, dan berkreasi dengan multimedia interaktif tadi.

(4)

a. Teks

Teks merupakan elemen dalam multimedia yang menjadi dasar untuk menyampaikan pesan atau informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan membutuhkan tempat penyimpanan yang paling kecil diantara elemen lainnya. Teks merupakan cara yang paling efektif dalam mengemukakan ide-ide kepada user, sehingga penyampaian informasi akan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat (Ali, 2).

b. Grafis

Grafis atau gambar merupakan salah satu elemen yang bermanfaat untuk mengilustrasikan informasi yang akan disampaikan terutama informasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Jenis dari grafis sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu: bitmap, digitized picture, dan hyperpictures. Bitmap yaitu gambar yang disimpan dalam bentuk kumpulan pixel, yang berkaitan dengan titik-titik pada layar monitor. Digitized picture adalah gambar hasil rekaman video atau kamera yang dipindahkan ke komputer dan diubah ke dalam bentuk bitmap. sedangkan hyperpictures sama seperti hypertext tapi dalam bentuk gambar (Ali 2).

c. Audio

Multimedia tidak akan lengkap jika tidak adanya elemen audio atau suara didalamnya. Audio bisa berupa percakapan, musik, ataupun efek suara. Format audio terdiri dari dua jenis, diantaranya: wave dan MIDI. Wave merupakan format file digital audio yang disimpan dalam bentuk digital dengan ekstensi WAV.

Sedangkan MIDI merupakan singkatan dari Musical Instrument Digital Interface.

MIDI memberikan cara yang lebih efisien dalam merekam musik dibandinkan dengan wave, dan kapasitas data yang dihasilkan juga jauh lebih kecil. MIDI disimpan dengan ekstensi MID (Ali 2).

d. Interaktivitas

Interaktivitas merupakan salah satu elemen penting yang menentukan apakah multimedia yang dibuat bersifat interaktif atau tidak. Elemen ini berbicara mengenai feedback atau adanya timbal balik dari user dalam pembelajaran, seperti

(5)

interaksi ataupun komunikasi, dengan adanya rancangan alat pengontrol yang dapat digerakkan secara bebas oleh user dalam multimedia.

Jika dibandingkan dengan media-media lainnya, interaktivitas dalam multimedia termasuk yang paling nyata. Interaktivitas nyata disini maksudnya adalah interaktivitas yang dapat melibatkan fisik dan mental dari user saat mencoba suatu program multimedia. Sebagai perbandingan, media buku dan televisi sebenarnya juga menyediakan interaktivitas, namun interaktivitas ini sifatnya samar karena hanya melibatkan mental user.

Interaktivitas secara fisik dalam multimedia bervariasi dari yang paling sederhana hingga yang bersifat kompleks. Interaktivitas sederhana misalnya menekan keyboard atau melakukan klik dengan mouse untuk berpindah halaman atau display, memasukkan jawaban dari suatu soal yang diberikan komputer, dan sebagainya. Sedangkan interaktivitas yang kompleks misalnya aktivitas di dalam suatu simulasi sederhana dimana user bisa mengubah-ubah suatu variabel tertentu, contohnya permainan puzzle atau permainan yang mengendalikan benda seperti pesawat terbang ataupun helikopter.

2.1.3. Tinjauan Tentang Aspek Perkembangan Kepribadian

Setiap makhluk hidup, baik manusia, hewan, ataupun tumbuhan pasti mengalami perkembangan dalam hidupnya. Manusia selain berkembang secara fisik seperti tumbuh tinggi, ternyata juga harus berkembang secara kepribadiannya juga. Berbicara mengenai aspek perkembangan kepribadian, ada beberapa teori dari para ahli yang menciptakan beberapa klasifikasi sehubungan dengan aspek perkembangan kepribadian tadi.

Salah satu teori yang terkenal adalah taksonomi milik Benjamin Bloom, atau yang lebih dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom. Adapun taksonomi sendiri merupakan klasifikasi atau pengelompokan sesuatu hal ataupun benda menurut ciri-ciri tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan digunakan untuk klasifikasi tujuan instruksional, seperti tujuan pembelajaran atau sasaran belajar.

Dalam taksonomi Bloom, terdapat 3 klasifikasi umum atau ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif mencakup tujuan pengajaran yang berhubungan dengan pengetahuan, pengenalan, dan keterampilan

(6)

serta kemampuan intelektual. Ranah afektif mencakup tujuan yang berhubungan dengan perubahan sikap, nilai dan perkembangan moral dan keyakinan.

Sedangkan untuk ranah psikomotorik mencakup tujuan yang berhubungan dengan motorik (Bloom et al. 7-8).

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan langsung dengan mengingat atau mengenal kembali pengetahuan dan mengembangkan kemampuan intelektual serta keterampilan atau kemahiran (Bloom et al. 7). Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, dimana urut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, diantaranya: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa, dan evaluasi.

Pengetahuan dalam pengertian ini merupakan kemampuan mengingat kembali hal-hal yang spesifik dan universal, mengingat kembali proses, atau mengingat kembali pola, struktur atau setting. Contohnya seperti, menyatakan kebijakan suatu hal. Pengetahuan sendiri dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

pengetahuan tentang hal-hal pokok, pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok, dan pengetahuan tentang hal yang umum dan abstrak. Pengetahuan tentang hal-hal pokok adalah mengingat kembali hal-hal yang spesifik, penekanannya pada simbol-simbol dari acuan yang konkret. Pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara untuk mengorganisasi, mempelajari, menilai, dan mengkritik. Sedangkan pengetahuan tentang hal yang umum dan abstrak adalah pengetahuan tentang skema-skema dan pola-pola pokok untuk mengorganisasi fenomena dan ide (Gunawan dan Palupi 18-19).

Pemahaman berkaitan dengan kemampuan memahami instruksi atau masalah, menginterpretasikan dan menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri.

Contohnya, menuliskan kembali atau merangkum materi pelajaran. Pemahaman dibedakan menjadi tiga, yaitu: penerjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi.

Penerjemahan yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara yang lain atau berbeda dari pernyataan asli yang sudah dikenal

(7)

sebelumnya. Penafsiran yaitu penjelasan atau rangkuman atas suatu komunikasi yang telah dilakukan. Kemudian ekstrapolasi yaitu meluaskan kecenderungan melampaui data aslinya untuk mengetahui implikasi, konsekuensi, atau pengaruh sesuai dengan kondisi fenomena awal (Gunawan dan Palupi 20).

Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan konsep dalam praktek ataupun situasi yang baru. Sebagai contoh, dalam bidang pelajaran matematika perlu digunakan rumus-rumus tertentu dalam mengerjakan sebuah soal, dalam bidang kesehatan perlu adanya obat merah untuk mengobati luka agar tidak terkena infeksi, dan sebagainya.

Analisa diartikan sebagai kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas atas dampak komponen-komponen terhadap konsep tersebut secara utuh. Contohnya, menganalisa penyebab jeleknya nilai suatu ulangan atau tes yang diperoleh dengan melakukan cek jawaban dan bobot nilai secara satu per satu.

Sintesa adalah kemampuan untuk merangkai atau menyusun kembali komponen-komponen dalam rangka membentuk suatu kesatuan seperti arti atau pemahaman yang baru. Contoh, menyusun kurikulum pembelajaran yang baru dengan mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa sumber yang berbeda. Kategori sintesa dibedakan menjadi tiga, yaitu: penciptaan komunikasi yang unik, penciptaan rencana, dan penciptaan rangkaian hubungan abstrak.

Penciptaan komunikasi yang unik yaitu penciptaan komunikasi yang didalamnya pembicara berusaha mengemukakan ide, perasaan, dan pengalamannya kepada orang lain. Penciptaan rencana adalah penciptaan rencana seperti yang ada pada rencana kerja ataupun prosedural operasi. Sedangkan penciptaan rangkaian hubungan abstrak adalah pembuatan rangkainan hubungan abstrak yang digunakan untuk mengklasifikasikan data tertentu (Gunawan dan Palupi 21).

Evaluasi merupakan kemampuan mengevaluasi dan menilai sesuatu berdasarkan norma, acuan, atau kriteria untuk tujuan tertentu. Evaluasi bersangkutan dengan penentuan secara kuantitatif ataupun kualitatif dengan memenuhi tolok ukur tertentu. Contohnya, membandingkan hasil ulangan atau tes yang diperoleh terhadap teman sekelas.

(8)

b. Ranah Afektif

Ranah afektif memiliki tujuan yang menekankan pada suasana perasaan, emosi, atau tingkat penerimaan sampai penolakan. Tujuan dari ranah afektif sebenarnya bervariasi, dari perhatian yang sangat sederhana hingga memilih fenomena yang rumit tapi secara internal tetap konsisten secara kualitas karakter dan hati nurani (Bloom et al. 8). Ranah afektif terdiri atas lima level, dimana urutan kesulitannya sesuai dengan ranah kognitif, yaitu: penerimaan, tanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi.

Penerimaan merupakan kemampuan dengan tujuan untuk menunjukkan perhatian ataupun penghargaan terhadap orang lain. Contoh sederhananya, mendengar pendapat yang diberikan orang lain, mengingat nama teman, dan lain- lain. Kategori ini meliputi tiga hal, yaitu: kesiapan untuk menerima, kemauan untuk menerima, dan mengkhususkan perhatian pada bagian tertentu. Kesiapan untuk menerima berarti adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus.

Kemauan untuk menerima yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan. Sedangkan mengkhususkan perhatian pada bagian tertentu, bisa berarti mungkin perhatian hanya pada warna dari gambar, suara dari penyanyi, ataupun kata-kata tertentu saja (Gulö 66-67).

Tanggapan adalah kemampuan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu memiliki motivasi untuk segera bereaksi atau mengambil tindakan atas suatu kejadian. Contohnya, ikut berpartisipasi memberikan suara atau pendapat dalam diskusi kelas. Tanggapan meliputi tiga hal, diantaranya:

kesiapan menanggapi, kemauan menanggapi, dan kepuasan dalam memberikan tanggap. Kesiapan menanggapi ditandai misal dengan mengajukan pernyataan, menaati peraturan lalu lintas yang ada, dan sebagainya. Kemauan menanggapi yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus didalam bagian yang diperhatikan.

Kepuasan menanggapi adalah adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui (Gulö 67).

Penilaian dimana kemampuan dalam kategori ini ditujukan untuk mampu membedakan mana yang baik dan yang kurang baik terhadap suatu kejadian, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh, memberikan usulan tentang suatu kegiatan sesuai dengan nilai dan komitmen perusahaan. Penilaian terbagi

(9)

atas empat tahap, yaitu: menerima nilai, menyeleksi nilai yang lebih disenangi, dan komitmen. Menerima nilai yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif. Menyeleksi nilai yang lebih disenangi dapat dicontohkan dengan memilih lukisan yang lebih memiliki nilai yang memuaskan.

Sedangkan komitmen adalah kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul dari serangkaian pengalaman (Gulö 67-68).

Pengorganisasian disini berarti kemampuan membentuk sistem nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contoh, menyepakati dan mematuhi etika kerja profesi, mengakui perlu ada keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab, dan lain-lain. Kategori ini terbagi dalam dua bagian, yaitu: konseptualisasi nilai dan pengorganisasian sistem nilai.

Konseptualisasi nilai yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.

Pengorganisasian nilai adalah penyusunan perangkat nilai dalam suatu sistem nilai berdasarkan tingkat preferensinya (Gulö 68).

Karakterisasi adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku berdasarkan nilai yang dianut sehingga menjadi karakteristik dalam gaya hidup.

Contohnya, menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja secara individu, menunjukkan rasa kooperatif ketika bekerja secara kelompok, dan sebagainya.

c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik meliputi gerakan-gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik, dan kemampuan fisik. Keterampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya secara terus menerus. Elizabeth J. Simpson membagi ranah psikomotorik ini menjadi tujuh level, dengan urutan kesulitannya sesuai dengan dua ranah sebelumnya, diantaranya: persepsi, kesiapan, reaksi yang diarahkan, reaksi natural, reaksi yang kompleks, adaptasi, dan kreativitas.

Persepsi merupakan kemampuan menggunakan saraf sensori dalam menginterpretasikan sesuatu hal. Persepsi ini merupakan salah satu kategori yang tampak pada semua ranah, termasuk ranah kognitif dan afektif. Contohnya, menaikkan suhu AC saat merasa kedinginan, menyalakan lampu ruangan saat hendak membaca, dan lainnya.

(10)

Kesiapan adalah kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik secara mental, fisik, dan emosi dalam menghadapi suatu hal. Contoh, menerima kelebihan dan kekurangan dari seseorang, mempersiapkan diri untuk belajar menjelang presentasi, dan sebagainya.

Reaksi yang diarahkan adalah kemampuan untuk memulai keterampilan yang kompleks dengan bantuan atau bimbingan dengan meniru atau melakukan uji coba. Contoh sederhananya, mengikuti arahan gerakan senam dari instruktur senam yang memimpin.

Reaksi natural ditandai dengan adanya kegiatan pada tingkat keterampilan yang lebih sulit dari biasanya. Kategori ini juga ditandai dengan adanya kebiasaan seseorang melakukan tugas rutinnya. Contoh, mengerjakan tugas makalah menggunakan komputer.

Reaksi yang kompleks merupakan kemampuan untuk menunjukkan suatu keterampilan atau kemahiran dalam melakukan sesuatu, dimana hal ini melibatkan kecepatan, ketepatan, efisiensi dan efektivitas. Semua tindakan dalam kategori ini dilakukan secara spontan, lancar, cepat, dan tanpa adanya keraguan. Contohnya, keahlian memainkan piano atau keyboard.

Adaptasi yaitu kemampuan mengembangkan keahlian dan adanya modifikasi pola sesuai dengan yang dibutuhkan. Contoh dalam kategori ini, melakukan perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian yang tidak terduga tanpa merusak pola yang ada.

Kreativitas dimana sesuai dengan namanya yaitu kemampuan untuk menciptakan pola yang baru, dimana sesuai dengan kondisi atau situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi masalah dengan melakukan eksplorasi terhadap kreativitas diri. Contoh, menciptakan obat dengan formula dan inovasi baru.

2.1.4. Tinjauan Tentang Cerita Rakyat

Istilah cerita rakyat memiliki banyak definisi dalam beberapa versi dengan adanya batasan-batasan tertentu. Kamus Besar Bahasa Indonesia atau disingkat KBBI, misalnya menjelaskan bahwa cerita rakyat merupakan cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan. Sedangkan menurut Heri Priyatmoko, salah seorang alumnus FIB UGM, melihat cerita rakyat

(11)

sebagai peringatan nenek moyang dalam melihat bahaya lingkungan dan manusia modern diminta untuk menaati peringatan tersebut apabila tidak sudi ditimpa bencana alam (Priyatmoko, par. 1-2). Sementara yang lainnya menambahkan bahwa cerita rakyat merupakan cerita rakyat yang hidup di suatu kalangan masyarakat dan berfungsi sebagai suatu bentuk hiburan dalam masyarakat.

Menurut William R. Bascom, cerita rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Sedangkan legenda adalah cerita rakyat yang memiliki ciri- ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi tetapi dianggap tidaklah suci. Sebaliknya, dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita. (Bascom 4-20)

a. Mite (Myth)

Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa ataupun makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi di masa lampau (Bascom 4).

Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan sebagainya. Mite juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya (Bascom 4-5).

Mite di Indonesia sendiri dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempat asalnya, yaitu: yang asli dari Indonesia dan yang berasal dari luar negeri, terutama dari India, Arab Saudi, dan negara sekitar Laut Tengah. Yang berasal dari luar negeri telah mengalami pengolahan lebih lanjut atau adanya adaptasi sehingga mite dari luar negeri pun tidak berasa asing lagi bagi orang Indonesia (Danandjaja 51). Sebagai contoh, M.V. Moens-Zorab mengatakan bahwa orang Jawa bukan saja telah mengambil alih mite-mite India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa dan

(12)

pahlawan Jawa. Bahkan orang Jawa pun mempercayai bahwa mite-mite tadi terjadi di pulau Jawa bukan terjadi di India (Moens-Zorab, 258-266).

Sedangkan mite yang asli dari Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, dunia dewata, terjadinya manusia pertama, terjadinya makanan pokok seperti beras, cerita tentang tokoh pembawa kebudayaan, dan lain-lainnya. Contohnya, mite mengenai terjadinya padi yang merupakan karangan dari J. Kats (1916) berjudul Dewi Sri.

b. Legenda (Legend)

Sama halnya dengan mite, legenda merupakan cerita rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler atau keduniawian, terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang (Danandjaja 66).

Legenda seringkali dipandang sebagai “sejarah” kolektif, yaitu sejarah yang telah banyak mengalami distorsi, sehingga terkadang ceritanya dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya. Selain itu, legenda biasanya bersifat migratoris, yaitu dapat berpindah-pindah sehingga dapat dikenal secara luas di berbagai macam daerah yang berbeda-beda. Legenda seringkali tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus atau cycle yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau suatu kejadian tertentu. Di Jawa misalnya, legenda- legenda mengenai Panji termasuk dalam golongan legenda siklus tadi.

Ada kemungkinan besar bahwa jumlah legenda di setiap kebudayaan jauh lebih banyak daripada mite ataupun dongeng. Hal ini disebabkan jika mite hanya memiliki jumlah tipe dasar yang terbatas, seperti halnya penciptaan dunia dan asal mula terjadinya kematian. Berbeda dengan legenda yang mempunyai jumlah tipe dasar yang tidak terbatas, terutama legenda setempat, yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan legenda yang dapat mengembara dari satu daerah ke daerah yang lainnya. Kecuali itu, selalu ada pertambahan persediaan legenda di dunia ini.

Setiap zaman akan menyumbangkan legenda-legenda baru, atau paling sedikit suatu variasi baru dari legenda lama, pada khazanah umum dari teks-teks legenda yang didokumentasikan (Dundes 25).

(13)

Menurut Jan Harold Brunvard, legenda dapat digolongkan menjadi empat macam kelompok, yaitu: legenda keagamaan, legenda alam gaib, legenda perseorangan, dan legenda setempat. Pertama, legenda keagamaan merupakan legenda orang-orang suci atau saints Nasrani. Legenda ini jika telah diakui dan disahkan oleh Gereja Katolik Roma akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut hagiography atau legends of the saints, yang berarti tulisan, karangan, atau buku mengenai kehidupan orang-orang saleh. Contohnya, legenda mengenai para wali agama Islam di Jawa yang disebut dengan sebutan wali sanga.

Kedua, legenda alam gaib merupakan legenda yang biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi dari legenda ini adalah untuk meneguhkan kebenaran adanya takhyul. Contoh, legenda hantu gaib gendruwo yang dipercaya selalu menculik orang ketika berada di hutan sendirian. Ketiga, legenda perseorangan dimana ceritanya mengenai tokoh-tokoh tertentu dan dianggap benar-benar pernah terjadi oleh yang empunya cerita.

Contoh salah satu legenda perseorangan dari Jawa Timur yang paling terkenal, yaitu legenda tokoh Panji. Keempat, legenda setempat yang merupakan ceritanya berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi seperti bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, curam, dan sebagainya.

Contohnya, legenda Tangkuban Perahu dimana kaitannya erat dengan legenda setempat yang berhubungan erat dengan bentuk topografi suatu tempat.

c. Dongeng (Folktale)

Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh empunya cerita dan dongeng sendiri tidak terikat oleh waktu ataupun tempat.

Dongeng diceritakan terutama untuk keperluan hiburan, walaupun banyak juga yang menceritakan ataupun menyampaikan dongeng untuk kebenaran, berisikan pelajaran atau moral yang dapat dicontoh, atau bahkan sindiran (Danandjaja 83).

Istilah-istilah yang sinonim dengan dongeng dalam berbagai bahasa di dunia adalah fairy tales (cerita peri), nursery tales (cerita kanak-kanak), atau wonder tales (cerita ajaib) dalam bahasa Inggris, märchen dalam bahasa Jerman, aeventyr dalam bahasa Denmark, sprookje dalam bahasa Belanda, siao suo dalam bahasa Mandarin, satua dalam bahasa Bali, dan masih banyak lagi.

(14)

Dongeng biasanya mempunyai kalimat pembuka dan penutup yang bersifat klise. Pada dongeng yang menggunakan bahasa Inggris, biasanya selalu dimulai dengan kalimat pembuka: Once upon a time, there lived a… (Pada suatu hari hiduplah…), dan kalimat penutup: …and they lived happily ever after (…dan mereka hidup bahagia untuk selama-lamanya). Berbeda dengan dongeng Jawa yang biasanya menggunakan kalimat pembuka: Anuju sawijining dina… (Pada suatu hari…), dan diakhiri dengan kalimat penutup: …A lan B urip rukun bebarengan kaya mimi lan mintuna (…A dan B hidup bersama dengan rukun bagaikan ketam belangkas jantan dan ketam belangkas betina).

Antti Aarne dan Stith Thompson telah membagi jenis-jenis dongeng kedalam empat golongan besar, yaitu: dongeng binatang, dongeng biasa, lelucon dan anekdot, dan dongeng berumus (Aarne dan Thompshon 19-20). Pertama, dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptilia), ikan, ataupun serangga. Binatang-binatang dalam jenis cerita dongeng ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Contoh dongeng binatang yang ada di Indonesia, yaitu sang Kancil. Kedua, dongeng biasa dimana dongeng ini ditokohi oleh manusia dan biasanya bercerita tentang suka duka seseorang. Salah satu contoh dongeng biasa yang paling populer di Indonesia adalah Cinderella, dimana ceritanya bermotif tokoh wanita yang tidak ada harapan dalam hidupnya. Ketiga, lelucon dan anekdot adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan suatu tawa bagi yang mendengarkan maupun yang menceritakan. Perbedaan lelucon dan anekdot adalah jika anekdot menyangkut kisah fiktif lucu pribadi seseorang tokoh atau beberapa tokoh yang benar-benar ada, maka lelucon menyangkut kisah fiktif lucu anggota suatu kolektif, seperti suku bangsa, golongan, dan ras tertentu. Keempat, dongeng- dongeng berumus adalah dongeng-dongeng yang struktur ceritanya terdiri dari pengulangan. Dongeng berumus memiliki beberapa subbentuk, diantaranya:

dongeng bertimbun banyak, dongeng untuk mempermainkan orang, dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (Brunvand 117-118). Dongeng bertimbun banyak adalah dongeng yang dibentuk dengan cara menambah keterangan yang lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita didalamnya. Sedangkan dongeng

(15)

untuk mempermainkan orang adalah cerita fiktif yang diceritakan khusus untuk memperdayai orang agar mereka mengeluarkan pendapat yang bodoh. Lalu dongeng yang tidak mempunyai akhir adalah dongeng yang jika diteruskan tidak akan sampai pada batas akhir.

2.2 Data Tentang Materi Pembelajaran

2.2.1. Tinjuan Karakteristik Cerita Rakyat Malin Kundang

Seperti yang telah dijelaskan di bagian Latar Belakang Masalah, dalam perancangan ini cerita rakyat yang digunakan adalah Malin Kundang. Adapun Malin Kundang merupakan salah satu kaba (genre dalam kesusastraan tradisional Minangkabau) yang berasal dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Legenda Malin Kundang ini bercerita tentang seorang anak yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya sendiri karena telah durhaka terhadap ibunya. Konon katanya, batu besar yang tersebar di pantai Air Manis (Padang, Sumatera Barat), merupakan sisa-sisa kapal dari Malin Kundang dan salah satu batu yang berbentuk menyerupai manusia telungkup dipercaya sebagai sang Malin Kundang.

a. Alur Cerita Rakyat Malin Kundang

Konon pada zaman dahulu, di suatu desa terpencil hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat. Karena kondisi keuangan keluarga yang memprihatinkan, sang Ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Karena ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya maka ibunya pun harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah keluarganya.

Malin sebenarnya termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit agak nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu sehingga terjatuh dan lengan kanannya terluka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang walaupun telah diobati.

Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya, Malin pun memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halamannya kelak.

(16)

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau. Akan tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya ibunya rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.

Di tengah perjalanan pelayaran, tiba-tiba kapal saudagar yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Untungnya, Malin Kundang sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga dia selamat karena tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang sempat terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.

Ternyata, desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang pun mempersunting seorang gadis cantik dari desa untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah terdengar oleh ibu Malin Kundang. Mendengar kabar itu, ibu Malin Kundang sangat bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil dan sukses. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga untuk menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran ke kampung halamannya disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya, Malin Kundang beserta istrinya.

Ibu Malin pun pergi menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka yang ada dilengan kanan orang tersebut, maka semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang,

(17)

anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang sedang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang pun menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang merasa sakit hati dan kecewa. Ia tidak menduga anaknya yang sudah ia rawat sejak kecil malah tumbuh menjadi anak yang durhaka. Tidak berapa lama kemudian setelah kejadian itu, Malin Kundang beserta rombongannya kembali pergi berlayar meninggalkan ibu dan kampung halamannya. Di tengah perjalanan pelayaran, tiba-tiba datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Ditengah kekacauan itu, di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda ibu Malin Kundang sedang berdoa. Karena kemarahannya yang memuncak, ia pun berteriak

"Tuhan! Jika benar ia Malin anakku, KUKUTUK DIA JADI BATU!"

Tepat setelah itu tubuh Malin Kundang secara perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Air Manis, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

b. Tokoh dan Penokohan Dalam Cerita Rakyat Malin Kundang - Malin Kundang (versi kecil)

Seorang anak kecil yang tumbuh dalam sebuah keluarga nelayan dengan kondisi ekonomi yang miskin. Dalam ceritanya, Malin Kundang saat kecil digambarkan memiliki sifat yang agak nakal dan cerdas.

- Malin Kundang (versi dewasa)

Seorang pemuda tampan yang berjanji kepada ibunya sendiri akan kembali ke kampung halamannya setelah sukses dalam merantau. Namun ia melanggar janjinya sendiri dengan berbohong dan durhaka terhadap ibunya sendiri. Sifat Malin Kundang saat dewasa digambarkan memiliki sifat bijaksana, ulet dan gigih dalam bekerja keras.

(18)

- Ibu Malin Kundang

Seorang ibu dengan sifat sabar, baik hati dan memiliki jiwa mulia.

Membesarkan anaknya sendiri, Malin Kundang, dengan cinta yang tulus dan mau bekerja keras dengan mencari nafkah seorang diri untuk mampu menghidupi keluarganya sendiri. Tetap mengasihani anaknya, Malin Kundang, meski Malin berbohong dan durhaka terhadap dirinya.

- Ayah Malin Kundang

Dalam cerita, tidak digambarkan banyak sosok ayah dari Malin Kundang seperti apa. Namun yang pasti, ayah Malin memiliki sifat tidak bertanggung jawab. Hal ini tampak jelas seperti yang disebutkan dalam cerita bahwa, ia meninggalkan Malin beserta istrinya pergi merantau ke negeri seberang tetapi ia tidak pernah kembali lagi ke kampung halamannya semenjak itu.

- Istri Malin Kundang

Seorang gadis cantik dari desa dimana tempat Malin terdampar. Ia dilamar dan dijadikan istri oleh Malin Kundang, setelah Malin sukses menjadi seseorang yang kaya raya. Tidak digambarkan begitu jelas sifat istri Malin Kundang seperti apa dalam ceritanya.

- Saudagar Kapal

Merupakan seorang pria yang memiliki sifat baik hati. Disebutkan dalam cerita, ia memperbolehkan Malin Kundang ikut menumpang di kapalnya untuk merantau pergi ke negeri seberang.

- Bajak Laut

Digambarkan dalam cerita memiliki sosok yang jahat dan kejam. Selain mencuri barang, mereka juga membunuh setiap awak dari kapal yang ditumpangi Malin Kundang.

(19)

c. Setting Dalam Cerita Rakyat Malin Kundang - Desa terpencil di pesisir pantai Sumatera Barat.

- Rumah tempat Malin Kundang dan ibunya tinggal.

- Halaman rumah Malin Kundang, tempat ia bermain mengejar ayam.

- Dermaga dekat kampung halaman Malin Kundang.

- Kapal milik seorang saudagar.

- Desa subur di negeri seberang, tempat Malin Kundang terdampar.

- Rumah milik Malin Kundang.

- Pelaminan, tempat Malin Kundang menikah dengan istrinya.

- Kapal milik Malin Kundang.

- Perairan laut, tempat terjadinya badai dahsyat.

2.2.2. Tinjauan Fakta-fakta Lapangan

Tinjauan fakta-fakta lapangan merupakan analisis data yang berhubungan dengan fenomena sekitar, yang tentunya terkait dengan topik perancangan yang dibuat. Adapun observasi dan wawancara yang dilakukan menitik beratkan pada dua hal, yaitu realita cerita rakyat dan realita game edukasi.

a. Realita Cerita Rakyat

Hal ini merupakan fenomena nyata tentang keadaan dan perkembangan cerita rakyat Indonesia yang ada di sekitar, terutama keterkaitannya dengan anak- anak saat ini. Secara garis besar, pada zaman sekarang banyak anak-anak seakan- akan tidak mengenal cerita rakyat lagi. Hal ini terlihat dari materi pembelajaran yang diberikan oleh beberapa sekolah yang ada di Sidoarjo dan Surabaya.

Menurut Aditha Nathania, salah seorang pengajar di Ivy School Graha Family Surabaya, menjelaskan di tempatnya mengajar belum pernah disampaikan materi belajar tentang cerita rakyat sebelumnya. Materi pembelajaran tentang cerita yang pernah disampaikan hanya cerita import, seperti Little Red Riding Hood, Three Little Pigs, dan semacamnya. Cerita-cerita ini biasanya disampaikan lewat media seperti pop-up book, buku cerita bergambar (cergam), atau bahkan bisa disampaikan secara lisan seperti mendongeng (wawancara, 15 Maret 2014).

(20)

Shinta Oktaviani, kepala sekolah Sanggar Kreativitas Ubaya, mengatakan hal yang serupa bahwa materi belajar cerita rakyat sekarang memang jarang disampaikan kepada anak-anak. Beliau menjelaskan memang waktu dulu pernah anak-anak diajarkan materi tentang cerita dari Indonesia, seperti belajar mengenal cerita Malin Kundang lewat DVD animasi dan belajar cerita fabel Si Kancil dan Buaya. Tetapi sekarang lebih banyak diajarkan cerita dari luar Indonesia, seperti Toys Story, Disney, dan sebagainya. Media yang digunakan dalam menyampaikan cerita-cerita ini juga beragam bentuknya, mulai dari yang biasa seperti buku cerita berwarna hingga yang interaktif seperti pop-up book (wawancara, 18 Maret 2014).

Materi pembelajaran di Godwins School juga demikian. Peny Danarwati, salah seorang pengajar di sana mengatakan, bahwa materi belajar tentang cerita lebih banyak di tekankan pada cerita dari luar Indonesia. Memang pernah ada materi belajar tentang cerita rakyat waktu pelajaran Bahasa Indonesia, seperti drama Bawang Merah dan Bawang Putih, namun hal ini jarang sekali diajarkan kepada anak-anak jika dibandingkan dengan cerita luar. Beliau menambahkan cerita luar sendiri memiliki tampilan visual yang lebih menarik daripada cerita rakyat, sehingga anak-anak sendiri lebih suka cerita luar, seperti Goldilock and Three Bears, Toys Story, dan lain-lainnya. Buku cerita bergambar (cergam) menjadi salah satu media andalan Godwins School agar anak-anak dapat belajar mengenal suatu cerita. (wawancara, 20 Maret 2014)

b. Realita Game Edukasi

Seperti halnya dengan realita cerita rakyat di atas, realita game edukasi merupakan fenomena nyata tentang keadaan dan perkembangan game edukasi di sekitar. Hal ini juga berkaitan dengan anak-anak tentunya. Saat ini popularitas dari game edukasi bisa dikatakan sedang naik daun. Hal ini bisa dilihat dari usaha kebanyakan orang tua yang memilih ataupun membeli game edukasi sebagai salah satu media pendidikan anak-anaknya.

Claudia Kumala, salah seorang ibu rumah tangga, menjelaskan anak- anaknya pernah memainkan beberapa game edukasi. Game edukasi yang dimainkan pun juga bermacam-macam, mulai dari Bobby Bola sampai game edukasi yang ada di internet. Adapun beberapa game edukasi ini bertujuan untuk

(21)

membantu proses belajar anak-anaknya ketika berada di luar sekolah. Namun dalam usaha mereka untuk mau memainkan game edukasi ini perlu bimbingan orang tuanya. Karena anak-anaknya kadang bingung dalam memainkan beberapa game edukasi yang ada, mengingat ada beberapa game edukasi dengan tingkat kesulitan diluar kemampuan anak-anak. Beliau juga menambahkan tidak mudah seorang anak mau memainkan game edukasi, jika game tersebut tidak sesuai dengan minat anak. Sebuah game edukasi harus bisa membangkitkan minat dari anak itu sendiri (wawancara, 12 Maret 2014).

Ester Indriani, salah seorang ibu rumah tangga, mengatakan anak-anaknya juga pernah bermain game edukasi. Adapun game edukasi yang dimainkan seperti game edukasi tentang puzzle, belajar membaca, berhitung, bahasa Inggris, dan lain-lainnya. Beberapa game edukasi ini diberikan kepada anak-anaknya dengan tujuan untuk meransang kreativitas dan meransang kemampuan menyelesaikan masalah, mengingat setiap game edukasi selalu mengandung tantangan untuk dipecahkan. Berbeda dengan anak-anak dari Claudia Kumala seperti yang telah dijelaskan di atas, anak-anak dari Ester Indriani sendiri tidak mengalami kendala dalam memainkan beberapa game edukasi. Beliau juga memberikan pendapat bahwa membuat suatu game edukasi harus lebih kreatif agar anak-anak berminat untuk memainkannya. Baik kreatif dalam fitur-fitur, musik, ataupun tampilannya, sehingga anak-anak sendiri tidak bosan (wawancara, 23 Maret 2014).

Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Henriette Eleonora, seorang ibu rumah tangga, terhadap anak-anaknya. Beliau juga memberikan game edukasi untuk anak-anaknya, seperti Bobby Bola, Fun Math, dan lain-lainnya. Game edukasi ini diberikan kepada anak-anaknya agar tidak bosan dengan media belajar yang bersifat text book dan agar lebih cepat masuk materi pembelajarannya karena ada serangkaian tantangan yang harus dipecahkan dalam game edukasi. Kadang- kadang anak suka mutung jika kalah dalam bermain game edukasi menjadi salah satu kendala yang dimiliki Henriette Eleonora dalam anak-anaknya bermain game edukasi. Beliau juga menuturkan sebuah game edukasi harus bisa membuat fun anak, tetapi juga fokus akan pembelajaran yang disampaikan di dalamnya. Jadi ketika anak ada kesulitan tentang suatu pelajaran, maka dia bisa mengingat melalui game edukasi itu (wawancara 24 Maret 2014).

(22)

2.2.3. Data Visual

Gambar 2.1. Media Pembelajaran Cerita: Cerita Bergambar 1 Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.2. Media Pembelajaran Cerita: Cerita Bergambar 2 Sumber: Dokumentasi Pribadi

(23)

Gambar 2.3. Media Pembelajaran Cerita: Cover Pop-up Book 1 Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.4. Media Pembelajaran Cerita: Isi Pop-up Book 1 Sumber: Dokumentasi Pribadi

(24)

Gambar 2.5. Media Pembelajaran Cerita: Cover Pop-Up Book 2 Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.6. Media Pembelajaran Cerita : Isi Pop-Up Book 2 Sumber: Dokumentasi Pribadi

(25)

2.3. Analisis Media Pembelajaran Interaktif 2.3.1. Media Pembelajaran Interaktif Secara Umum

Media pembelajaran interaktif secara umum disini berarti bahwa media pembelajaran interaktif yang sering digunakan pendidik dalam menyampaikan isi atau materi pembelajaran. Secara umum, media pembelajaran interaktif dibagi menjadi dua tipe, yaitu: media cetak dan media elektronik.

a. Media Cetak

Media pembelajaran interaktif dengan sistem cetak merupakan media pembelajaran yang sangat umum digunakan oleh para pendidik, khususnya pendidik di jenjang Playgroup dan Taman Kanak-Kanak. Namun masih sedikit sekali para pendidik yang memiliki kemampuan untuk mengembangkannya.

Media pembelajaran interaktif dengan sistem cetak dapat diartikan sebagai perangkat bahan yang memuat isi atau materi pembelajaran dengan adanya sistem interaktivitas di dalamnya dan dituangkan menggunakan teknologi cetak.

Media ini harus mempunyai kemampuan menjelaskan yang sejelas- jelasnya untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran, baik dengan bimbingan pendidik maupun secara mandiri. Proses pembelajaran yang baik adalah bukan hanya menyampaikan materi yang harus dikuasai peserta didik, tetapi juga harus merangsang peserta didik agar termotivasi untuk belajar secara mandiri, karena kemampuan belajar mandiri adalah kemampuan yang harus dimiliki SDM masa mendatang agar dapat selalu meningkatkan kualitas secara dirinya sendiri (Riyana 102).

Media cetak sendiri berkaitan atau identik dengan media grafis, karena media cetak pada hakikatnya mengkombinasikan unsur-unsur grafis yaitu perpaduan unsur gambar, teks, dan pesan. Dalam unsur-unsur grafis ini pasti terdapat pesan yang dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didik, dimana pesan ini memuat hal-hal yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Hal- hal ini bisa bersifat seperti belajar membaca, belajar berhitung, belajar menghafal cepat dan akurat, dan sebagainya. Berikut contoh media cetak yang termasuk media pembelajaran interaktif, diantaranya: buku ajaib (magic book), buku puzzle (puzzle book), kartu edukasi (flash card), dan lain-lain.

(26)

b. Media Elektronik

Pengertiannya hampir sama dengan media interaktif cetak, hanya saja pengoperasiannya memerlukan bantuan tenaga listrik. Media jenis ini pada umumnya termasuk dalam media yang kompleks, karena untuk menggunakannya diperlukan beberapa persyaratan, diantaranya:

- Diperlukan ketersediaan listrik yang memadai sesuai dengan kebutuhan medianya, daya yang dibutuhkan sesuai dengan daya pada media atau alat tersebut. Misal, untuk komputer membutuhkan daya 200-500 Watt.

- Terdapat prosedur khusus dalam pengoperasiannya (Standart Operating Procedure), jika prosedur ini tidak dipenuhi dengan baik maka bisa berakibat kerusakan pada media tersebut. Misal, jika menghidupkan atau mematikan LCD Projector dengan cara yang salah, maka akan berakibat rusaknya alat terutama pada bagian lampunya.

- Dibutuhkan persiapan sebelumnya, artinya jika hendak menggunakan media interaktif secara elektronik maka media tersebut harus dicoba dulu apakah bisa jalan atau tidak. Misalnya, proses launching dari aplikasi permainan edukasi yang telah diunduh melalui tablet.

- Diperlukan pengalaman dan kemampuan khusus dari user untuk mampu mengoperasikan medianya. Misal, mengoperasikan sistem operasi iOS pada perangkat Apple (Riyana 103-104).

Namun demikian dari beberapa persyaratan teknis yang dijelaskan diatas, secara umum media interaktif dengan sistem elektronik memiliki kelebihan yang cukup banyak. Diantaranya seperti dapat mengemas isi atau materi pembelajaran dengan lebih menarik dan adanya sistem interaktivitas didalamnya yang berbeda dengan media interaktif yang menggunakan sistem cetak.

Media interaktif dengan sistem elektronik yang paling umum digunakan oleh para pendidik dalam menyampaikan isi atau materi pembelajaran, yaitu: CD interaktif dan multimedia projector. CD interaktif biasanya disampaikan oleh para pendidik dengan jenjang Playgroup dan Taman Kanak-Kanak melalui komputer, sedangkan multimedia projector biasanya digunakan oleh para pendidik dengan jenjang Sekolah Dasar keatas melalui LCD Projector.

(27)

2.3.2. Media Pembelajaran Interaktif Secara Khusus

Secara khusus disini maksudnya adalah media pembelajaran interaktif yang berkaitan atau berhubungan dengan perancangan yang dilakukan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perancangan ini menggunakan game edukasi sebagai penerapan aplikasi medianya. Adapun game edukasi termasuk dalam media pembelajaran interaktif yang menggunakan sistem elektronik didalamnya, hal ini tak lepas dari adanya beberapa persyaratan untuk menggunakannya seperti yang telah dibahas sebelumnya, misal salah satunya harus mengunduh (download) aplikasi permainannya terlebih dahulu untuk bisa memainkannya.

Game edukasi (educational game) merupakan game yang ditujukan untuk menjadi sarana pembelajaran, khususnya bagi anak-anak. Game edukasi sendiri merupakan salah satu genre dari berbagai macam permainan digital yang ada.

Sebenarnya pemanfaatan game edukasi sebagai media pembelajaran belum lama dikembangkan di Indonesia, berbeda dengan beberapa negara di luar Indonesia yang telah mengembangkan game edukasi sebagai media pembelajaran sejak lama. Perkembangan game edukasi sendiri di Indonesia masih tergolong belum optimal, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

- Citra mengenai dampak buruk dari game, terhadap peserta didik yang belajar, karena dapat menyebabkan kecanduan. Hal ini yang menyebabkan kebanyakan orang tua tidak bisa melihat game sebagai kegiatan belajar.

- Daya dukung untuk menyediakan sarana dasar atau prasarana yang kurang memadai untuk sebuah game edukasi secara massal. Di beberapa negara maju, hampir setiap rumah memiliki satu unit computer dan koneksi internet, sedangkan di Indonesia hanya dimiliki oleh kalangan menengah keatas yang berpendidikan (Lakoro 3-5).

Meski demikian, game edukasi di Indonesia secara perlahan-lahan mulai diperhatikan oleh masyarakat Indonesia, khususnya bagi para orang tua. Orang tua sekarang menilai, bahwa game edukasi dapat menjadi sarana pembelajaran yang praktis bagi anak-anak mereka. Apalagi kebanyakan orang tua sekarang sibuk akan pekerjaan mereka, sehingga mereka hanya memiliki waktu yang sedikit untuk mengajari anak mereka.

(28)

Adapun game edukasi di Indonesia secara umum dapat diakses melalui media komputer, laptop, ipad, dan android. Media-media ini dapat mengunduh berbagai macam game edukasi yang disediakan, baik dari internet ataupun dari CD khusus game edukasi, dengan cepat. Berbicara mengenai jenis-jenis game edukasi yang disediakan, banyak sekali macamnya. Mulai dari belajar membaca, belajar berhitung cepat, belajar mengingat dan menganalisa, belaajr berpikir cepat, belajar membuat strategi, hingga belajar bahasa asing (Lia 2).

2.4. Analisis Kebutuhan Materi Pembelajaran

2.4.1. Cerita Rakyat Sebagai Cerita Karya Bangsa Indonesia

Cerita rakyat merupakan salah satu budaya lokal warisan nenek moyang yang disampaikan secara turun temurun. Cerita rakyat juga dianggap sebagai pedoman nenek moyang dalam menjalani realita kehidupan. Jika diamati secara mendalam, cerita rakyat di Indonesia sangatlah banyak jumlahnya, karena masing-masing daerah di Indonesia pasti memiliki cerita rakyatnya sendiri sebagai budaya lokal mereka. Namun sekarang, seiring berjalannya waktu, cerita rakyat di Indonesia terasa semakin sedikit jumlahnya. Mengapa? Hal ini diakibatkan banyak masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak, mulai menggemari cerita dari luar Indonesia sehingga cerita rakyat dari Indonesia sendiri kurang digemari ataupun diminati. Secara tidak langsung, mereka mulai melupakan cerita rakyat yang merupakan budaya lokal negara mereka sendiri.

Sugihastuti, salah seorang dosen sastra Indonesia dari Universitas Gadjah Mada, dalam bukunya membenarkan fakta ini (64-65). Sampai akhir-akhir ini pun anak-anak lebih cenderung menggemari karya terjemahan cerita asing. Bacaan anak terjemahan asing tergelar laris di pasaran. Rupa-rupanya memang bacaan anak hasil terjemahan tersebut sering memikat mereka. Daya imajinasi anak berkembang jauh mengikuti alur, latar, dan penokohan cerita. Selain karena fakta sarana cerita yang lebih menarik, ilustrasi yang berwarna-warni menjadi salah satu kelebihan dari cerita asing tersebut.

Melihat fakta demikian, maka tujuan dari perancangan ini salah satunya adalah menumbuhkan kecintaan anak-anak akan cerita rakyat Indonesia, yang merupakan cerita karya bangsa dan berasal dari negara mereka sendiri. Adapun

(29)

cerita rakyat yang diperkenalkan dalam perancangan ini adalah cerita rakyat Malin Kundang tentunya. Cerita rakyat Malin Kundang juga dinilai memiliki alur cerita menarik, yang tentunya tidak kalah menariknya dengan alur cerita dari luar Indonesia. Visualisasi cerita rakyat yang ditampilkan dalam perancangan ini pun nantinya juga tidak kalah menariknya dengan tampilan ilustrasi warna-warni dari cerita luar Indonesia. Sudah saatnya cerita rakyat Indonesia mulai digalakkan penerbitan dan penyebarluasannya, sehingga cerita dari luar Indonesia tidak memonopoli dunia cerita anak-anak terlebih budaya lokal Indonesia.

2.4.2. Cerita Rakyat Sebagai Sarana Pendukung Pendidikan Karakter

Sebuah cerita anak, selain memuat kenyataan atau realita kehidupan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, juga terkandung berbagai macam nilai-nilai kehidupan didalamnya. Nilai-nilai kehidupan dalam cerita anak berhubungan dengan amanat atau pesan moral yang ada dalam cerita. Amanat atau pesan moral ini berhubungan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif dan bermanfaat bagi kehidupan yang bersifat mendidik (Nirwasita 37-38). Begitu juga halnya dengan cerita rakyat, dimana nilai-nilai kehidupan ini bisa ditemukan dalam nilai moral yang disampaikan melalui ceritanya. Bahkan nilai-nilai kehidupan ini dijadikan pedoman dalam realita kehidupan bagi nenek moyang pada zaman dahulu, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Nilai-nilai kehidupan yang ada dalam nilai moral cerita rakyat ternyata bisa dijadikan sebagai salah satu sarana pendukung pendidikan dalam mengasah aspek-aspek perkembangan kepribadian anak, yang dalam dunia psikologi dan taksonomi Bloom disebut aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.

Aspek kognitif merupakan aspek yang berhubungan dengan intelektual atau intelijensi. Kemudian aspek afektif berhubungan dengan dimensi minat, perasaan dan emosional. Sedangkan aspek psikomotorik berkaitan dengan kegiatan fisik.

Ketiga aspek ini pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena ketiga aspek ini saling berinterpenetrasi sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Sebagai salah satu contoh, tidak mungkin seorang anak dapat melakukan nilai moral yang ada dalam cerita rakyat jika cerita rakyat itu sendiri belum dia ketahui sebelumnya.

(30)

2.5. Analisis Keunggulan atau Kelebihan Media Pembelajaran Interaktif Analisis dalam hal ini yang dimaksudkan adalah analisis keunggulan atau kelebihan dari aplikasi media pembelajaran interaktif yang akan dibuat dalam perancangan ini, yaitu game edukasi. Dilihat dari jenis medianya yang berupa game atau permainan, dapat dilihat kelebihannya yang pertama. Siapa sih anak- anak yang tidak suka game? Semua anak, mulai dari anak laki-laki hingga anak perempuan, pasti suka bermain game. Biasanya ketika anak-anak mendengar kata game atau permainan, mereka sangat antusias sekali untuk lebih tahu bahkan mencoba game atau permainan tersebut.

Adanya edukasi dalam sebuah game, menunjukkan adanya isi atau materi pembelajaran yang dapat dipelajari sembari bermain dalam game tersebut. Hal inilah yang menjadikan kelebihan lainnya dari aplikasi media dalam perancangan ini. Edukasi dalam game juga menunjukkan adanya fitur-fitur interaktivitas di dalamnya, dimana fitur-fitur ini nantinya juga ada dalam game edukasi yang akan dibuat. Fitur-fitur interaktivitas dari game edukasi dalam perancangan ini juga memberikan kelebihan, dimana mempermudah anak-anak dalam mengasah salah satu aspek perkembangan kepribadian mereka, yaitu aspek psikomotorik. Hal ini sesuai dengan tujuan perancangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.6. Simpulan

Indonesia memang kaya akan berbagai macam cerita rakyat yang ada, tetapi sekarang negara ini seolah-olah menjadi miskin akan cerita rakyat. Cerita rakyat Indonesia sekarang keberadaannya mulai tergeser oleh cerita import dari luar Indonesia. Banyak anak-anak lebih menyukai akan cerita import karena dinilai memiliki tampilan visual dan cerita yang lebih menarik daripada cerita rakyat. Padahal cerita rakyat juga tidak kalah menariknya dengan cerita import.

Maka dari hal ini, dibuatlah Perancangan Game Edukasi Cerita Rakyat Malin Kundang Untuk Anak, agar anak-anak dapat mengenal cerita rakyat Indonesia lewat cerita rakyat Malin Kundang. Perancangan ini juga memiliki tujuan untuk menumbuhkan kecintaan anak-anak untuk lebih menggemari cerita karya bangsa Indonesia, tidak hanya suka akan cerita import saja.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengetahui keamanan dan informasi toksisitas akut tablet fraksi etil asetat-96 herba sambiloto pada hati dan ginjal tikus wistar jantan, diharapkan dapat

Bila dibandingkan dengan data real yang diperoleh dari daerah penelitian yang diketahui bahwa produksi CPO periode Juni 2015 sebesar 2.701,59 ton, maka pabrik

Peningkatan jumlah total hemosit udang windu pada hari ke-14 menunjukkan bahwa ekstrak kunyit putih yang diaplikasikan ke pakan memiliki kemampuan sebagai

Berdasarkan observasi, wawancara, dan dokumentasi oleh penulis mengenai Langkah-langkah Manajemen strategik LP Ma‟arif NU Kabupaten Kudus dalam pengembangan SDM

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana wacana politik tentang pemberitaan Capres Joko Widodo di dalam program jurnalisme warga Wide Shot MetroTv pada

Berbeda dengan proses mitosis, pembelahan ini menghasilkan 4 sel yang tidak identik dengan induknya (diploid menjadi haploid) akibat pengurangan kromosom.. Inilah mengapa pembelah

Hasil penelitian juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2010) yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemilihan KB Hormonal Jenis

Menurut Michel dalam bukunya yang berjudul The Simple Flute: from A to Z, memang benar bahwa posisi jari yang paling benar adalah seperti saat akan mengambil