• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pengertian sebuah komunitas ––atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat–– tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis tertentu saja, akan tetapi ada pula-pula hal-hal yang bersifat nilai- nilai atau pandangan hidup yang mengikat serta mempersatukan mereka. Secara praktis nilai-nilai atau pandangan hidup tersebut biasa disebut sebagai tradisi. Ini sejajar dengan pengertian tradisi menurut Rendra (1983;3) yang menyebutkan: Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah Masyarakat. Ia merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat. Sifatnya luas sekali, meliputi segala kompleks kehidupan.

Sejarah menunjukkan bahwa dalam perjalanannya, masyarakat Sunda dan Jawa telah banyak mengenal beragam kepercayaan dalam kehidupan mereka. Masyarakat Sunda seperti juga masyarakat asia, mempercayai bahwa manusia merupakan bagian dari alam semesta. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera, manusia harus hidup selaras baik secara mikrokosmos maupun makrokomos. Dengan cara pandang demikian, manusia menempatkan dirinya sebagai bagian yang harus menyelaraskan diri dengan alam yang melingkupinya

1

.

Alam sekitar dalam pandangan masyarakat asia (termasuk jawa) mencakup pengertian dan elemen yang lebih luas. Alam disini tidak hanya mencakup lingkungan fisik beserta flora fauna didalamnya, akan tetapi juga mencakup bentuk-bentuk kehidupan dan dunia lain yang kasat mata yang ada bersama-sama kita di alam semesta ini. Kepercayaan ini merupakan warisan dari aliran animisme dan dinamisme yang muncul sebelum berbagai ajaran agama menyentuh pulau Jawa

2

. Ditunjang oleh letak geografis Indonesia yang strategis sebagai negara maritim, membuat banyak pulau di Indonesia termasuk pulau Jawa menjadi daerah tujuan utama para pendatang untuk berdagang dan menyebarluaskan agama mereka. Kemajemukan ini membuahkan akulturasi dan sinkretisme baik antara satu ajaran agama dengan agama

1

Johanes Raymond Hartanto, Laporan Penelitian Desain – Safety Bathroom Design For Elderly Age 65 And Beyond, hal 40

2

Dennis Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya vol. 3

(2)

lain ataupun satu ajaran agama dengan kepercayaan animisme dan dinamisme yang telah ada sebelum agama-agama besar masuk. Hasil penyilangan budaya ini paling jelas terasa dampaknya di wilayah pulau Jawa yang merupakan pintu gerbang utama perdagangan dan penyebaran agama. Di daerah Jawa, banyak dijumpai tradisi-tradisi yang lahir dari proses akulturasi dan sinkretisme, hal ini menunjukkan bahwa agama dan aliran kepercayaan yang dianut oleh suatu masyarakat membawa pengaruh besar dalam pembentukan tradisi mereka. Mereka menjadi ciri dan identitas masyarakat sebagai salah satu bagian dari komunitas.

Salah satu aliran kepercayaan yang ada di Nusantara adalah Aliran kepercayaan madrais atau kelompok penghayat ADS (Agama Djawa Sunda), aliran kepercayaan ini berasal dari daerah Cigugur yang terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

ADS sendiri merupakan kepanjangan dari Andjawat dan Andjawad Roh susun-susun kang den tunda dan bukan diambil berdasarkan letak geografis daerah tertentu.

Kepanjangan tersebut memiliki arti kata, Djawa merupakan singkatan dari Andjawat dan Andjawad yang berarti menyaring dan melaksanakan. Sedangkan kata Sunda

singkatan dari roh susun-susun kang den tunda yang berarti zat-zat hidup yang terdapat dalam segala apa saja yang dihasilkan oleh bumi (roh hurip tanah pakumpulan). Makna keseluruhan dari Djawa Sunda (Andjawat dan Andjawad Roh susun-susun kang den tunda) bahwa manusia merupakan makhluk yang diliputi oleh adanya daya-daya ajaib dengan melalui panca indera dan badan.

Sebagai bagian dari komunitas, ada berbagai cara masyarakat dalam mengekalkan nilai-nilai tradisi pada generasi penerusnya. Bisa secara tekstual dikekalkan dalam literatur, secara tersirat diwariskan dalam khazanah sastra lisan, bisa juga dikekalkan dalam simbolisasi-simbolisasi karya seni termasuk dalam arsitektur bangunan dan desain interiornya. Bagi orang Jawa sendiri, dunia mengandung simbolisme, dan melalui simbol-simbol inilah seseorang merenungkan kondisi manusia dan berkomunikasi dengan Tuhan.

3

Begitu pula dengan kelompok penghayat agama Djawa Sunda, mereka memiliki sebuah bangunan yang sering disebut dengan Keraton Paseban Tri Panca Tunggal. Gedung Paseban ini berfungsi sebagai rumah tinggal Kyai Madrais sang pencetus aliran kepercayaan ADS dan penerusnya sekaligus sebagai community centre bagi kelompok penghayat ADS.

3

Andrew Beatty, Variasi Agama di Jawa; Sebuah Pendekatan Antropologi, hal. 222

(3)

Kaitan antara pandangan hidup dan artefak budaya yang mereka miliki begitu erat dan menjadi sangat sakral karena arsitektur dan interior gedung Paseban Tri Panca Tunggal bagi mereka adalah sebuah nilai simbolik atas kepercayaan yang mereka anut. Arsitektur dan interior sebagai bidang yang berkaitan memang dapat menjadi salah satu bagian penting dalam falsafah hidup manusia sebagai komunitas suatu adat dan tumbuh sebagai kesatuan utuh yang menjadi saksi atas perjalanan sejarah adat budaya di Indonesia, selayaknya, kitalah yang harus menjaga kelestarian bangunan bersejarah dan cagar budaya di nusantara. Inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat tema budaya dalam laporan skripsi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan desain.

1.2 BATASAN MASALAH

Gedung Paseban Tri Panca Tunggal yang terletak di Desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, Jawa Barat termasuk dalam kategori bangunan simbolik yang arsitektur serta desain interiornya dibentuk menurut falsafah hidup komunitas masyarakat pemakainya; yaitu masyarakat PACKU (Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang) atau penghayat ajaran Agama Djawa Sunda (ADS) yang berpedoman pada adat-adat Kesundaan dalam menjalani laku kesehariannya.

Agama Djawa Sunda sendiri lahir dari adanya akulturasi dan sinkretisme dari berbagai ajaran agama yang ada di Indonesia kala itu. Penggunaan simbol-simbol sebagai salah satu artefak budaya tentu memiliki nilai-nilai spesifik mengingat tiap- tiap agama mempunyai ciri dan simbol yang berbeda bentuk dan maknanya. Fakta inilah yang akan penulis angkat menjadi bahan penelitian, dan akan dikaji dan dipaparkan secara lebih dalam lagi pada bab berikutnya.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

a. Mengkaji nilai dan makna yang terdapat dalam interior Gedung Paseban Tri Panca Tunggal

b. Mengkaji ornamen simbolik dan elemen arsitektural Gedung Paseban Tri

Panca Tunggal

(4)

c. Menganalisa perbedaan dan persamaan konsep arsitektural dan interior bangunan gedung paseban tri panca tunggal dengan konsep arsitektural – interior tradisional daerah Jawa dan Sunda

d. Turut berpartisipasi dalam upaya melestarikan kekayaan arsitektur nusantara dengan mengangkat cagar budaya Keraton Paseban Tri panca Tunggal sebagai bahan penelitian

1.4 METODE PENELITIAN :

Penelitian ini disusun dengan metode kualitatif dengan memaparkan seluruh

data yang diperoleh melalui studi pustaka dan literatur, observasi lapangan,

wawancara, dan sumber-sumber lain yang dianalisa berdasarkan teori-teori yang

diperoleh.

(5)

1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

skema I. Kerangka Pemikiran Penelitian

(6)

1.6 SISTEMATIKA PENYUSUNAN

Sistematika penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab pertama merupakan introduksi yang menerangkan isi masalah secara keseluruhan berupa latar belakang dan batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyusunan.

Bab II Tinjauan Teoritis

Bab ini akan menjelaskan tentang konsep umum atau nilai filosofis pada berbagai agama yang ada di Indonesia, teori tersebut akan digunakan untuk mempelajari sinkretisme yang terjadi dalam ajaran Agama Djawa Sunda. Kemudian, teori tentang arsitektur tradisional juga akan dibahas dalam bab ini, termasuk konsep ruang dan pemaknaannya pada arsitektur tradisional. Secara lebih jauh akan dijelaskan pula konsep ruang tradisional yang lebih spesifik yaitu konsep bangunan tradisional Jawa dan Sunda.

Bab III Agama Djawa Sunda dan Gedung Paseban Tri Panca Tunggal

Bab tiga merupakan penjelasan mengenai ADS, dari mulai sejarah, arti nama, hingga waktu, tempat dan cara beribadah. Pada bab ini dijelaskan pula arti Paseban Tri Panca Tunggal serta pemaparan tentang nama dan fungsi ruangan-ruangan yang ada di didalam gedung Paseban Tri Panca Tunggal.

Bab IV Analisa Pemaknaan Interior Dalam Gedung Paseban Tri Panca Tunggal

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisa interior Gedung Paseban

Tri Panca Tunggal. Bagaimana sebuah ruang terbentuk dan apa saja hal-

hal yang melatarbelakanginya. Kajian mengenai akulturasi budaya dan

(7)

ajaran ADS itu sendiri yang telah diintroduksikan pada bab sebelumnya akan menjadi dasar utama penganalisaan ruang interior ini.

Bab V Kesimpulan

Bab terakhir ini akan berisi rangkuman singkat dan kesimpulan yang

didapat dari pembahasan yang telah diurai dalam bab-bab sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

But before the writer analyzed the data the writer must have given code data based on personal information of participants such as initialism the participants in this

[r]

sangat tinggi.Teknologi otentikasi selanjutnya adalah QR- Code,ini dapat meminimalisir kekurangan dari metode otentikasi yang lainnya.Metode QR-Code dapat dicetak

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Kebanyakan kajian penyelidikan hukum Islam yang dibincangkan adalah merangkumi aspek falsafah atau tasawur, justeru hubungannya dalam hukum Islam masih lagi perlu

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengamankan data tersebut adalah dengan meng-enkripsi data tersebut sehingga pihak tertentu yang ingin mencoba

Misalkan untuk kriteria Keberdayaan pemerintahan, aspek-aspek yang tercakup didalamnya seperti kemampuan dan kualitas aparat pemerintahan itu sendiri, atau sarana dan prasarana

dicirikan dengan adanya horizon penciri kambik dan mempunyai kejenuhan basa >50 persen; warna tanah lapisan atas coklat gelap (10 YR 3/3) dan tanah lapisan bawah