• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP DAYA SAING USAHA TANI PADI SAWAH DI KABUPATEN GRESIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP DAYA SAING USAHA TANI PADI SAWAH DI KABUPATEN GRESIK"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP DAYA SAING USAHA TANI

PADI SAWAH DI KABUPATEN GRESIK

(Studi Kasus Petani Kabupaten Gresik Pengguna Irigasi Semi Teknis, Provinsi Jawa Timur )

Ailinul Layaly 11140920000006

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018/1440 H

(2)

ii

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP DAYA SAING USAHA TANI PADI SAWAH DI

KABUPATEN GRESIK

(Studi Kasus Petani Kabupaten Gresik Pengguna Irigasi Semi Teknis, Provinsi Jawa Timur)

Ailinul Layaly NIM : 11140920000006

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018/1440 H

(3)
(4)
(5)

v DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ailinul Layaly

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Gresik, 12 April 1996

Agama : Islam

Alamat : Sembunganyar, Rt 004, Rw 002, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur

Kewarganegaraan : Indonesia

No. HP : 085602332811

E-mail : ailinullayaly@gmail.com

Pendidikan Formal

2002 - 2008 : MI YKUI Maskumambang Putri 2008 - 2011 : MTS YKUI Maskumambang Putri 2011 - 2014 : MA YKUI Maskumambang Putri

2014 - sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pendidikan Non Formal

2007-2008 : Les Privat GAMA Excellet 2016 : Global English Pare Kediri Pengalaman Organisasi

Masa Jabatan Organisasi

2014 - 2015

Staf Keuangan kantin di Koperasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketua Kopma Charity di Koperasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2017 Staff Himpunan Mahasiswa Makumambang (HIMAM) Jakarta

2018 Staff Forum Insan Qurani

(6)

vi KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang telah Allah berikan tetapi sedikit sekali yang dapat kita ingat. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk terhadap Daya saing Usaha Tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik (Studi Kasus Petani Kabupaten Gresik Pengguna Irigasi Semi Teknis, Provinsi Jawa Timur)”.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarga beliau serta semua kaum muslimin semoga kita selalu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat serta diberikan syafa’at oleh beliau.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Drs.Muhaimin (Alm) dan Ibu Umi Anis yang

senantiasa memberikan doa restu, dukungan dan fasilitas serta menjadi

motivasi terbesar penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(7)

vii 2. Kakak tercinta yaitu Falichul Ariq yang senantiasa memberikan dukungan doa

dan dukungan moral kepada penulis.

3. Adik-adik tercinta yaitu Fatinatul Felita dan Umniya al-Birtha yang senantiasa memberikan dukungan doa dan dukungan moral kepada penulis.

4. Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, S.IP., MM selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, membina, memberikan petunjuk dan koreksi, serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Rizky Adi Puspita Sari, SP, MM selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, membina, memberikan petunjuk dan koreksi, serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Dr. Ir. Edmon Daris, MS selaku Kepala Prodi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si selaku Sekertaris Prodi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Seluruh dosen di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi, terutama dosen di Program Studi Agribisnis atas ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis.

9. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah bersedia memberikan waktunya

10. Staff Administrasi, Staff Akademik, Staff Kemahasiswaan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas

pelayanannya kepada penulis untuk memenuhi kewajiban administratif.

(8)

viii 11. Sahabat-sahabat seperjuangan Adila Monita, Nur Azizah, Liana Apriyanty, Salma Nur Aisyah. Terima kasih atas candaan, motivasi dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman Program Studi Agribisnis angkatan 2014 yang tidak bisa disebutkan satu persatu Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya, bahwa segala pengerahan kemampuan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca.

Jakarta, Oktober 2018

Penulis

(9)

ix RINGKASAN

AILINUL LAYALY, Analisis Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk terhadap Daya Saing Usaha tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik (Studi Kasus Petani Kabupaten Gresik Pengguna Irigasi Semi Teknis, Provinsi Jawa Timur). (di bawah Bimbingan AKHMAD RIYADI WASTRA dan RIZKY ADI PUSPITA SARI).

Padi merupakan tanaman pangan strategis karena beras merupakan kebutuhan pangan pokok bagi lebih dari 95 % masyarakat Indonesia. Konsumsi beras per kapita cenderung menurun yakni dari 86,97 kg/kapita/tahun pada tahun 2016 menjadi 81,86 kg/kapita/tahun pada tahun 2017 (BPS tahun, 2018).

Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia mencapai 252,2 juta jiwa naik dari tahun sebelumnya sebesar 248,8 juta jiwa. Tahun 2016 kembali mengalami peningkatan sebesar 258,7 juta jiwa. Kenyataan ini menunjukkan total konsumsi domestik beras di Indonesia akan terus meningkat walaupun per kapitanya menunjukkan penurunan.

oleh karena itu pemerintah selalu menjaga ketersediannya. Jawa Timur merupakan salah satu produsen utama padi.

Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu sentra produksi padi di Jawa Timur yang berpotensi bagi pengembangan usaha tani padi. Hal ini dibuktikan bahwa Kabupaten Gresik menduduki peringkat tertinggi produktivitas komoditi padi sawah di Provinsi Jawa Timur tahun 2017 (BPS Jawa Timur, 2018). Mayoritas petani di Kabupaten Gresik menggunakan irigasi semi teknis sebagai akses pengairan untuk tanaman padi mereka dan ini akan menambah biaya produksi berupa bahan bakar minyak untuk pompa air bagi petani di Kabupaten Gresik. Dari total 18 Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Gresik, terdapat 9 kecamatan yang mengunakan irigasi semi teknis sebagai akses pengairannya (BPS Kabupaten Gresik, 2017)

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap daya saing usaha tani padi sawah di Kabupaten Gresik.

Data dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Metode Analisis yang digunakan adalah Policy Analisis Matrix (PAM). Hasil anaisis PAM menunjukkan bahwa usaha tani padi sawah yang menggunakan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik mempunyai keuntungan privat dan sosial serta mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif sebagai indikator daya saing dan efisiensi.

Kebijakan pemerintah secara keseluruhan mampu memproteksi usaha tani padi sawah di Kabupaten Gresik. Studi ini menyarankan Pemerintah untuk memperhatikan perubahan harga input tradable, input non tradable dan output yang memberikan dampak pada kenaikan atau penurunan daya saing usaha tani seperti, harga benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan harga dasar gabah.

Kata kunci: Kebijakan Subsidi Pupuk, Daya Saing, Efisiensi, Policy Analisis

Matrix (PAM)

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi Irigasi ... 11

2.1.1 Jenis-Jenis Irigasi ... 12

2.1.2 Klasifikasi Jaringan Irigasi ... 14

2.2 Kebijakan Subsidi Pupuk ... 15

2.2.1 Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi ... 17

2.2.2 Pengamanan dan Pengendalian Penyaluran Pupuk Bersubsidi 17

2.3 Tinjauan Teori Daya Saing dan Konsep Policy Analisis Matrix ... 19

2.4 Identitas Divergensi ... 28

2.5 Penelitian Terdahulu ... 29

2.6 Kerangka Pemikiran ... 31

(11)

xi BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 32

3.3 Metode Pengambilan Contoh ... 33

3.4 Metode Analisis Data ... 34

3.4.1 Identifikasi Input dan Output Usaha Tani Padi Sawah ... 35

3.4.2 Metode Analisis PAM ... 37

3.5 Definisi Oprasional dan Konsep Dasar ... 44

BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis ... 48

4.2 Topografi dan Fisiografi ... 51

4.3 Hidrologi ... 54

4.4 Klimatologi ... 55

4.5 Penggunaan Lahan ... 56

4.6 Pertanian di Kabupaten Gresik ... 59

4.7 Karakteristik Petani Responden ... 61

4.7.1 Umur Petani Responden ... 61

4.7.2 Tingkat Pendidikan Petani Responden ... 62

4.7.3 Luas Lahan Usaha Tani Padi Sawah Petani Responden ... 63

4.7.4 Produksi Padi Petani Responden ... 64

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Input tradable, input non tradable dan Output Usaha Tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik ... 65

5.2 Hasil Penelitian ... 68

(12)

xii

5.2.1 Hasil Policy Analisis Matrix (PAM) ... 68

5.2.2 Harga Privat ... 69

5.2.3 Harga Sosial ... 71

5.2.4. Divergensi ... 72

5.3 Pembahasan ... 74

5.3.1 Analisis Rasio di dalam Tabel PAM ... 74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Harga Eceran Tertinggi (Het) Pupuk Bersubsidi ... 17

Tabel 2. Policy Analisis Matrix (PAM) ... 38

Tabel 3. Luas Daerah berdasarkan Kelerengan (Ha) Kabupaten Gresik ... 53

Tabel 4. Penggunaan Lahan berdasarkan Jenis Peruntukan ... 58

Tabel 5. Luas Tanam dan Produksi Komoditi Unggulan Kabupaten Gresik Tahun 2016 ... 60

Tabel 6. Penyebaran Petani Responden berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2018 ... 61

Tabel 7. Penyebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2018 ... 62

Tabel 8. Penyebaran Responden Usaha Tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik berdasarkan Luas Lahan Yang Dimiliki, Tahun 2018 ... 63

Tabel 9. Produksi Padi Responden di Kabupaten Gresik Tahun 2018 ... 64

Tabel 10. Harga Pupuk Bersubsisi di Kabupaten Gresik Tahun 2018 ... 66

Tabel 11. Jumlah Rata-Rata Tenaga Kerja dalam Usaha Tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik ... 67

Tabel 12. Hasil Perhitungan PAM (Policy Analisis Matrix) Usaha Tani Padi Sawah Yang Menggunakan Irigasi Semi Teknis di Kabupaten Gresik Tahun 2018 ... 69

Tabel 13. Indikator Rasio Kebijakan Pemerintah Terhadap Usaha Tani Padi

Sawah di Kabupaten Gresik Tahun 2018 ... 74

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Konsumsi Beras per Kapita/Tahun ... 1

Gambar 2. Produksi Padi Nasional ... 2

Gambar 3. Produksi Padi Sawah Provinsi Jawa Timur ... 3

Gambar 4. Lima/Kabupaten dengan Produktivitas Komoditas Padi sawah Tertinggi di Jawa Timur tahun 2017 ... 4

Gambar 5 Produksi Beras dan Konsumsi Beras Kabupaten Gresik. ... 5

Gambar 6. Luas Lahan Padi Sawah Kabupaten Gresik Tahun 2013-2017 ... 6

Gambar 7. Irigasi Semi Teknis di Kabupaten Gresik tahun 2016 ... 8

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 31

Gambar 9.Peta Administrasi Kabupaten Gresik ... 49

Gambar 10. Peta Kabupaten Gresik Terhadap Provinsi Jawa Timur ... 50

Gambar 11. Peta Ketinggian tanah Kabupaten Gresik ... 52

Gambar 12. Peta Sungai dan Waduk Kabupaten Gresik ... 55

Gambar 13. Peta Rencana Pola Ruang ... 57

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lima/Kabupaten dengan Produktivitas Komoditas Padi sawah

Tertinggi di Jawa Timur tahun 2017 ... 87

Lampiran 2. Luas Tanah Sawah Menurut Kecamatan dan Jenis Irigasi di Kabupaten Gresik, Tahun 2016 (ha) ... 88

Lampiran 3. Harga Paritas Impor Pupuk Urea ... 89

Lampiran 4. Harga Paritas Impor Pupuk TSP ... 90

Lampiran 5. Harga Paritas Impor Padi ... 91

Lampiran 6. Budget Privat Input dan Output Usaha Tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik tahun 2018 ... 92

Lampiran 7. Budget Sosial Input dan Output Usaha Tani Padi Sawah di Kabupaten Gresik tahun 2018 ... 93

Lampiran 8. Kuesioner Penelitian Analisis Dampak Kebijakan

Pemerintah Terhadap Daya Saing Usaha Tani Padi Sawah di

Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur ... 94

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia yang jumlahnya cenderung menurun. Rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun dari tahun 2013 – 2017, sebesar 84,85 kg. Pada tahun 2017 konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 81,86 kg (Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS, 2017), menurun dibanding tahun sebelumnya sebesar 86,97 kg dan lebih kecil dari rata- rata selama 5 tahun. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Rata-rata Konsumsi Beras per Kapita Tahun 2012-2016

Sumber : Badan Pusat Statistik (2018)

Penurunan konsumsi beras masyarakat Indonesia tidak diikuti dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang mengalami peningkatan. Tahun 2014 Jumlah penduduk Indonesia mencapai 252,2 juta jiwa. Jumlah ini naik dari tahun sebelumnya sebesar 248,8 juta jiwa, dan tahun 2016 sebesar 258,7 juta jiwa (BPS,

85.62 84.78 85.04

86.97

81.86

70 75 80 85 90

2013 2014 2015 2016 2017

Konsumsi Beras per Kapita/Tahun

Konsumsi beras Kg

(17)

2 2017). Kenyataan ini menunjukan total konsumsi domestik beras di Indonesia akan terus meningkat walaupun per kapitanya menunjukan penurunan.

Pemerintah terus menerus mendorong petani dalam kegiatan usaha tani padi untuk meningkatkan produksi beras, sehingga pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri dan ketersediaan beras nasional terjamin. Berdasarkan keadaan tersebut dapat dikatakan, bahwa usaha tani padi merupakan kegiatan yang strategis dalam program pembangunan ekonomi nasional.

Bardasarkan gambar 2, Grafik Produksi Padi Nasional, Selama kurun waktu lima tahun (2013 – 2017), produksi padi Nasional menunjukkan tren positif dengan tahun tertinggi terjadi di tahun 2017 sebesar 81,3 juta ton. Meskipun pada tahun 2014 mengalami sedikit penurunan dari tahun 2013 yaitu dari sebesar 71,3 juta ton menjadi 70,3 juta ton. Produksi padi terdiri dari produksi padi sawah dan produksi padi ladang, produksi padi sawah memberikan kontribusi sebesar 94,67%. dari total produksi padi nasional.

Gambar 2 . Grafik Produksi Padi Nasional

Sumber : Badan Pusat Statistik (2018)

71.3 70.8

75.4

79.3

81.3

70 72 74 76 78 80 82 84

2013 2014 2015 2016 2017

Produksi Padi Nasional

Ton

(18)

3 Salah satu provinsi sentra produksi padi terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur. Perkembangan produksi padi Provinsi Jawa Timur 5 tahun terakhir menunjukkan peningkatan dengan tahun tertinggi terjadi di tahun 2016 sebesar 12.9 juta ton, Meskipun pada tahun 2017 ( angka ramalan ) mengalami sedikit penurunan yaitu dari sebesar 12.5 juta ton, secara rinci dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 3. Produksi Padi Sawah Provinsi Jawa Timur

Sumber : Badan Pusat Statistik (2018)

Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi padi di Jawa Timur antara lain dikarenakan adanya percepatan tanam atau peningkatan indeks pertanaman serta bantuan pompa air kepada para petani yang cukup membantu dalam proses pertumbuhan padi (BPS Jatim, 2017).

Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu sentra produksi padi di Jawa Timur yang berpotensi bagi pengembangan usaha tani padi. Hal ini dibuktikan dengan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur bahwa

11.4

11.8

12.6

12.9

12.5

10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5

2013 2014 2015 2016 2017

Produksi Padi sawah Provinsi Jawa Timur

(19)

4 Kabupaten Gresik menduduki peringkat tertinggi produktivitas komoditas padi sawah di Provinsi Jawa Timur di tahun 2017.

Gambar 4. Lima Kabupaten/Kota Dengan Produktivitas Komoditas Padi Sawah Tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (2018)

Produktivitas komoditas padi sawah di Kabupaten Gresik yang tinggi, menyebabkan Kabupaten Gresik selalu mengalami surplus pangan dalam Lima tahun terakhir, (BPS Jatim, 2018). Hal tersebut bisa dilihat dari perkembangan jumlah produksi beras yang dihasilkan dan jumlah beras yang dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Gresik, dapat dilihat pada Gambar 5.

65.55

65.11

64.14 64.05

63.27

62 62.5 63 63.5 64 64.5 65 65.5 66

Gresik Magetan Banyuwwangi Bangkalan Madiun

Lima Kabupaten/Kota Dengan Produktivitas Komoditas Padi Sawah Tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun 2017

padi sawah

(20)

5 Gambar 5. Produksi Beras dan Konsumsi Beras Kabupaten Gresik

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Gresik (2018)

Total produksi beras dari seluruh lahan pertanian di kabupaten Gresik pada tahun 2017 mancapai 271,9 ribu ton beras. Sementara itu, tingkat konsumsi beras seluruh warga Kabupaten Gresik sebesar 111,5 ribu ton beras dengan jumlah penduduk sebanyak 1,3 juta orang. Dengan demikian, Kabupaten Gresik ini masih mengalami surplus beras hingga 160,4 ribu ton, atau separuh lebih dari total produksi beras. Surplus beras yang selalu dialami Kabupaten Gresik dikarenakan efektifnya penerapan teknologi yang ada, seperti pemupukan dan pengolahan tanah oleh petani (Dinas Pertanian Kabupaten Gresik, 2018). Belum lagi, jumlah lahan pertanian juga mengalami penambahan. Tahun 2016 total luas area pertanian untuk padi sawah mencapai 66.306 hektare, jumlah itu naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 60.918 hektare. Perkembangan luas lahan padi sawah di Kabupaten Gresik 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 6.

Produksi beras Konsumsi beras 0

100,000 200,000 300,000

2013 2014 2015 2016 2017

236,231 247,831 252,510 264,974 271,909 113,419 111,850 110,669 111,235 111,522

Produksi Beras dan Konsumsi Beras Kabupaten Gresik

Produksi beras Konsumsi beras

(21)

6 Gambar 6. Luas lahan Padi Sawah Kabupaten Gresik Tahun 2013-2017

Sumber: BPS Kabupaten Gresik (2017)

Pemerintah sendiri telah mengimplementasikan berbagai kebijakan perberasan untuk memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, seperti: kebijakan harga dasar gabah (HDG), subsidi benih, subsidi pupuk, subsidi kredit usaha tani padi, kebijakan pengembangan dan pengelolaan air irigasi, subsidi untuk BULOG dalam melakukan operasi pasar yaitu pada saat harga beras tinggi BULOG harus menjual beras dengan harga yang murah, dan kebijakan tarif impor beras (Budi Irianta, 2003). Diantara banyaknya subsidi yang telah diimplementasikan pemerintah, subsidi pupuk mendapatkan anggaran yang paling banyak diantara subsidi yang lainnya. Berdasarkan data Direktur Pupuk dan Pestisida Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian anggaran subsidi pupuk tahun 2017 ini alokasinya sebesar Rp 31,2 trilliun, sedangkan untuk subsidi benih hanya sebesar Rp 1,3 trilliun.

Dengan adanya penerapan kebijakan subsidi pupuk secara nasional, termasuk di Kabupaten Gresik, sangat membantu petani memperoleh pupuk dengan

60.8

61.8

60.9

66.3

58 59 60 61 62 63 64 65 66 67

2013 2014 2015 2016

Luas Lahan Padi Sawah Kabupaten Gresik

luas lahan (ha) Ha

(22)

7 harga yang terjangkau sehingga dapat menghemat biaya produksi padi dan usaha tani dapat berjalan secara berkesinambungan. Namun terdapat perubahan transaksi sumberdaya lainnya yang dapat meningkatkan biaya produksi seperti harga lahan, harga tenaga kerja, harga alat mesin pertanian dan penyediaan akses pengairan yang sekarang sudah tidak open acces, sehingga petani sekarang membayar air irigasi dan juga terdapat petani yang menggunakan pompa air sebagai akses pengairan dan ini akan menambah biaya produksi. Jika hal ini terus berlangsung secara terus menerus maka bukan hal mustahil nantinya produk hasil tanaman pangan Kabupaten Gresik terutama beras akan kalah dengan produk impor komoditas serupa sehingga mau tidak mau usaha tani yang ada harus memiliki daya saing.

Dalam hal ini, daya saing suatu komoditas dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu tingkat keuntungan yang dihasilkan dan daya saing usaha tani. Tingkat keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sedangkan daya saing dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif (Murtiningrum, 2013).

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah dalam

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, dan diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah Nomor77 tahun 2001 tentang irigasi. Nyatanya tidak begitu

dirasakan oleh masyarakat yang terdapat di Kabupaten Gresik. Mayoritas petani di

Kabupaten Gresik menggunakan irigasi semi teknis sebagai akses pengairan untuk

tanaman padi mereka dan ini akan menambah biaya produksi berupa bahan bakar

minyak untuk pompa air bagi petani di Kabupaten Gresik. Dari total 18 Kecamatan

yang terdapat di Kabupaten Gresik, terdapat 9 kecamatan yang mengunakan irigasi

(23)

8 semi teknis sebagai akses pengairannya. Penggunaan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Irigasi Semi Teknis di Kabupaten Gresik tahun 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik

Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa penggunaan irigasi semi teknis paling banyak terdapat pada Kecamatan Dukun yaitu sebesar 1.153,06 irigasi semi tenis.

Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Duduksapeyan, Tambak, Manyar, Kedamean, Kebomas, Wringanom, Panceng,dan Kecamatan Cerme. (Lampiran 2)

Semakin banyak penggunaan irigasi semi teknis ini akan mempengaruhi keuntungan usaha tani padi dan daya saing usaha tani padi di Kabupaten Gresik.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian mengenai permasalahan perubahan transaksi sumberdaya domestik, maka perlu dilakukan penelitian mengenai dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap daya saing usaha tani padi sawah di Kabupaten Gresik.

110 172

70.5

1087.02

150

279

1153.06

75

1019

0 200 400 600 800 1000 1200

Kecamatan yang menggunakan Irigasi Semi Teknis di Kabupaten Gresik

Irigasi semi teknis

(24)

9 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian yang akan dianalisis adalah:

1. Apa saja input tradable, input non tradable dan output yang digunakan dalam usaha tani padi sawah pada lahan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik?

2. Bagaimana dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap daya saing usaha tani padi sawah pada lahan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Identifikasi input tradable, input non tradable dan output yang digunakan dalam usaha tani padi sawah pada lahan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik 2. Menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap pendapatan usaha tani

padi sawah pada lahan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik.

(25)

10 1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan berkaitan dengan topik penelitian.

2. Bagi pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, khususnya dalam perencanaan peningkatan pendapatan usaha tani padi sawah

3. Bagi pembaca, sebagai bahan wacana dan kajian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam hal keterkaitan potensi wilayah serta sebagai referensi bagi peneliti sejenis

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini perlu adanya pembatasan pembahasan untuk menghindari kerancuan dan meluasnya masalah yang dianalisis dan diteliti. Adapun pembatasan masalah ini meliputi :

1. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Gresik Provinsi jawa Timur dan mengambil 9 Kecamatan sebagai lokasi penelitian.

2. Objek penelitian ini adalah petani pemilik lahan padi sawah yang menggunakan irigasi semi teknis (pompa air) sebagai pengairan sawahnya.

3. Penelitian ini dilakukan dalam 1 kali musim tanam yaitu musim kemarau 4. Penilaian daya saing usaha tani ditinjau dari kelayakan aspek finansial, teknik,

pasar dan sosial.

(26)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Definisi Irigasi

Menurut Hansen Vaughn E dkk dalam bukunya yang berjudul Dasar Dasar dan Praktek Irigasi,1986 Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Meskipun demikian, suatu definisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah delapan kegunaan sebagai berikut :

a. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanam-tanaman.

b. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.

c. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanam-tanaman

d. Untuk mengurangi bahaya pembekuan

e. Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah f. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah

g. Untuk melunakan pembajakan dan penggumpalan tanah

h. Untuk memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena

penguapan

(27)

12 2.1.1. Jenis –jenis Irigasi

a. Irigasi Permukaan

Menurut Moch Absor dalam bukunya Bahan Ajar Irigasi I Irigasi permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bending maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.

b. Irigasi Pompa Air

Air diambil dari sumur dalam dan dinaikan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengaliri sawah.

c. Irigasi Gravitasi

Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi untuk mengalirkan air dari sumber ketempat yang membutuhkan, umumnya irigasi ini banyak digunakan di Indonesia. Irigasi ini dibagi menjadi :

1. Irigasi genangan liar.

2. Irigasi genangan dari saluran.

3. Irigasi alur dan gelombang.

d. Irigasi Dengan Penyemprotan (Sprinkler Irrigation)

Pemberian air dengan cara penyemprotan atau dengan meniru hujan

(springkling), air yang disemprotkan akan seperti kabut, sehingga tanaman

(28)

13 mendapatkan air dari atas,daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

Pada prakteknya penyemprotan ini dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa dengan tekanan tertentu (4-6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas. Pemberian air dengan cara ini dapat menghemat dalam segi pengolahan tanah karena dengan pengairan dengan cara ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata dan pengairan dapat mengurangi kehilangan air di saluran karena air dikirim melalui saluran tertutup.

e. Irigasi Tanah Kering atau Irigasi Tetes ( Trickle Irrigation)

Air sangat langka dan pemanfaatnya harus efisien pada lahan kering. Jumlah ai irigasi yang harus diberikan ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman, maupun tanah memegang air, serta sarana irigasi yang tersedia. Irigasi ini prinsipnya mirip dengan irigasi siraman hanya saja pipa tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya lebih kecil karena hanya untuk menetes saja. Keuntungan sistem ini adalah :

1. Hampir tidak terjadi kehilangan air, karena air langsung menetes pada pohon.

2. Air dapat di campur pupuk.

3. Peptisida tidak tercuci.

4. Tidak ada aliran permukaan.

5. Pembagian air merata dan terkontrol.

(29)

14 2.1.2. Klasifikasi Jaringan Irigasi

A. Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing- masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah- sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir sampai seluas 75 ha. Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi sawah terjauh.

B. Jaringan Irigasi Semiteknis

Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran.

Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin

bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari

daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh

lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan

(30)

15 tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.

C. Jaringan lrigasi Sederhana

Berdasarkan kriteria perencanaan bagian jaringan irigasi, pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya. Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan, karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri.Karena bangunan pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek.

2.2 Kebijakan Subsidi Pupuk

Pupuk merupakan sarana produksi yang strategis dan sangat berperan penting dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian.

Sebagai upaya melindungi dan meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan

pemupukan berimbang, serta meningkatkan ketahanan pangan, pemerintah

(31)

16 memberikan subsidi pupuk dengan target petani kecil dan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Guna menjamin ketersediaan pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan, maka pada tahun 2018 melalui Undang-Undang Nomor 15 tahun 2017 tentang Anggaran Pandapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 107 tahun 2017 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018, telah diamanatkan Program Pengelolaan Subsidi Pupuk. Sebagai tindaklanjut terhadap kebijakan tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun anggran 2018.

Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya

ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh

(Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

69/Permentan/SR.310/12/2016 Tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk

Bersubsidi Untuk sektor Pertanian Tahun Anggaran 2017). Jenis- jenis pupuk yang

di subsidi pemerintah terdiri dari pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK dan pupuk organik

yang diadakan produsen Pupuk yang ditunjuk, yaitu: PT Pupuk Sriwidjaja, PT

Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT

Pupuk Petrokimia Gresik.

(32)

17 2.2.1 Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi

Harga Eceran Tertinggi yang disebut HET adalah harga Pupuk Bersubsidi yang dibeli oleh petani/kelompok tani yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 47/Permentan/SR.310/12/2017 Tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk sektor Pertanian Tahun Anggaran 2017, dapat dilihat pada tabel .1 di bawah ini.

Tabel 1. Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Jenis Pupuk

Harga

(Rp/Kg) (Rp/ZAK)

Urea 1.800 90.000 (@ 50 kg)

SP36 2.000 100.000 (@ 50 kg)

ZA 1.400 70.000 (@ 50 kg)

NPK 2.300 115.000 (@50 kg)

Organik 500 20.000 (@ 40 kg)

2.2.2 Pengamanan dan Pengendalian Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Guna pengamanan penyaluran pupuk bersubsidi, maka pada kemasan/kantong pupuk bersubsidi wajib tertulis nama BUMN Pelaksana diberi label tambahan yang berbunyi “ Pupuk Bersubsidi Pemerintah, Barang dalam Pengawasan”yang mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus.

Khusus untuk pupuk Urea bersubsidi diberi warna merah muda (“pink)

dan pupuk ZA bersubsidi diberi warna jingga (“oranye”) yang dimaksudkan untuk

(33)

18 memudahkan pengawasan terhadap panyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan oleh produsen, distributor maupun oleh pengecer resmi.

Produsen, distributor, dan pengecer resmi wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya sesuai ketentuan stok yang telah ditetapkan. Untuk itu, perlu adanya pengawasan melekat secara berjenjang dari produsen dan distributor serta komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP).

Pengawasan terhadap pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi meliputi jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu. Sebagaimana ditegaskan di dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 Tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan, maka diperlukan instrumen untuk pelaksanaan pengawasan penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Setiap penyimpangan/pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi harus ditindak tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan pelaksanaan pengawasan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sebagaiman tersebut diatas, telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/Per/2015 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, dimana seluruh pihak terkait diharapkan dapat melakukan pengawasan sesuai dengan kewenangannya.

Pengawasan pupuk bersubsidi dilakukan oleh seluruh instansi terkait yang

tergabung dalam Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat maupun oleh

Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KPPP) tingkat Provinsi dan Kabupaten.

(34)

19 2.3 Daya saing dan Konsep Policy Analisis Matrix (PAM)

Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh Ricardo pada tahun 1823, yang selanjutnya dikenal dengan Model Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Ricardo menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien dibandingkan dengan negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang mengguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif (Salvator, 1994)

Teori keuggulan komparatif Ricardo kemudian disempurnakan oleh Haberler yang mengemukakan konsep keunggulan komparatif yang berdasarkan teori Biaya Imbangan (Opportunity Cost Theory). Haberler menyatakan bahwa biaya dari satu komoditas adalah jumlah komoditas kedua terbaik yang harus dikorbankan untuk memperoleh satu unit tambahan komoditas pertama.

Konsep keunggulan kompetitif (Revealed Competitive Advantage)

digunakan untuk mengukur kebijakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang

dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai uang yang berlaku atau berdasarkan

analisis finansial. Suatu negara akan menghasilkan suatu komoditas yang memiliki

keunggulan kompetitif apabila biaya produksi komparatif, bermutu berdesain, dan

berkemampuan. Keunggulan kompetitif timbul didasarkan pada kenyataan bahwa

(35)

20 perekonomian yang tidak mengalami distorsi sulit sekali ditemui di dunia nyata, yang menyebabkan keunggulan komparatif tidak dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu kegiatan ekonomi pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan kompetitif bukan merupakan konsep yang sifatnya menggantikan konsep keunggulan komparatif, tetapi merupakan konsep yang bersifat melengkapi (Warr, 1994 dalam hartati, 2001). Konsep keunggulan komparatif dianggap mempunyai dua aplikasi yang berbeda yaitu : (1) sebagai dasar untuk menjelaskan pola spesialisasi internasional dalam produksi dan perdagangan, (2) sebagai petunjuk pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan yang berhubungan dengan sumber- sumber dan perdagangan. Dalam matrik PAM keunggulan komparatif diterangkan melalui Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) yaitu merupakan rasio antara biaya input domestik dengan nilai.

Menurut Scott Pearson (2005), daya saing suatu usaha dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu usaha untuk tetap layak secara privat ( finansial) pada kondisi teknologi usaha tani, lingkungan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang ada. Pada sistem perekonomian terbuka, daya saing untuk komoditas perkebunan rakyat berarti kemampuan usaha komoditas perkebunan rakyat domestik untuk tetap layak secara finansial pada kondisi harga input mauput output tradable sesuai dengan harga paritas impornya.

Menut Martin (1991) daya saing akan menetukan posisi suatu komoditas di

pasar persaingan. Salah satu indikator daya saing adalah pangsa pasar. Jika pangsa

pasar suatu komoditas meningkat berarti dayas aing komoditas itu meningkat. Oleh

karena itu, daya saing secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan

(36)

21 pendekatan pangsa pasar dan pertumbuhan pasar. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah sehingga kegiatan produksi tersebut mengguntungkan pada tingkat harga yang terjadi di pasar internasional. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusaha komoditas tersebut. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial, sedangkan efisiensi pengusahaan komoditas dapat dilihat dari tingkat keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Penganalisisan dalam hal ini akan mencakup estimasi nilai DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) dan PCR (Privat Cost Ratio). Nilai DRCR digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu komoditas pertanian suatu negara, sedangkan PCR merupakan indikator untuk mengukur keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian suatu negara. Monke dan Pearson (1995) mengemukakan bahwa untuk mengukur keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung profitabilitas privat, sedangkan untuk mengukur keunggulan komparatif dapat dilakukan dengan menghitung profitabilitas sosial.

DRCR menggambarkan daya saing pada kondisi pasar yang efisien (tidak

terdistorsi), sedangkan nilai PCR menggambarkan daya saing pada kondisi pasar

aktual. Kondisi pasar aktual bisa merupakan pasar yang terdistorsi atau pasar yang

efisien. Jika kondisi pasar aktual adalah efisien, maka nilai DRCR dan PCR adalah

kurang dari satu. Dalam kenyataannya, pasar tidak dalam kondisi efisien. Pasar

domestik dan pasar internasional masih terdistortif yang ditandai oleh adanya

(37)

22 kebijaksanaan protektif, misalnya adanya pengenaan tarif impor oleh suatu negara sehingga barang dari negara lain sulit masuk ke negara yang bersangkutan. Contoh lainnya adalah pemberian subsidi domestik dan subsidi ekspor yang menyebabkan barang asal negara yang bersangkutan sangat murah sehingga mudah masuk ke negara-negara lain.

Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis secara menyeluruh dan konsisten terhadap kebijakan mengenai penerimaan, biaya usaha tani, tingkat perbedaan pasar, sistem pertanian, investasi pertanian, dan efisiensi ekonomi. Metode PAM mempunyai 3 tujuan utama, yaitu: (1) Memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambilan kebijakan pertanian dalam tiga isu sentral; (2) Menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usaha tani yang dihasilkan dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga efisien (social opportunity cost); dan (3) Menghitung transfer effects, sebagai dampak dari sebuah kebijakan. Matrik PAM terdiri dari dua identitas yaitu identitas tingkat keuntungan (profittability) dan identitas penyimpangan (divergences identity). Identitas keuntungan ada dua yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Keuntungan privat merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang dihitung berdasarkan harga privat.

Perhitungan keuntungan privat dari data usaha tani dan pengolahan hasil

dilakukan untuk mengukur daya saing. Keuntungan sosial sama dengan keuntungan

privat, perbedaannya hanya terletak pada dasar penggunaan harga yaitu harga sosial

atau ekonomi. Identitas penyimpangan timbul karena adanya distorsi kebijakan atau

kegagalan pasar (market failure), pasar dikatakan gagal apabila tidak mampu

(38)

23 menciptakan harga yang kompetitif yang dapat mencerminkan social opportunity cost yang menciptakan alokasi sumberdaya maupun produk yang efisien.

Tujuan utama dari analisis PAM adalah memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambil kebijakan pertanian dalam menelaah ketiga isu sentral analisis kebijakan pertanian. Isu pertama berkaitan dengan daya saing usaha tani pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Isu kedua, ialah dampak investasi publik, dalam bentuk pembangunan infrastuktur baru terhadap tingkat efisiensi sistem usaha tani. Efisiensi diukur dengan tingkat keuntungan sosial. Isu ketiga berkaitan dengan dampak investasi baru dalam bentuk riset atau teknologi pertanian terhadap tingkat efisiensi sistem usaha tani.

Beberapa analisis yang dapat dijelaskan berdasarkan Matrik PAM yang disarikan dari Monke dan Pearson (1995) adalah :

(1) Kebijakan terhadap input.

Kebijakan pada input tradable dapat berupa pajak, subsidi, dan hambatan

perdagangan. Dampak kebijakan tersebut dapat dijelaskan melalui IT (Input

Transfer), NPCI (Nominal Protection On Input) dan TF (Transfer Faktor). Input

Transfer (IT) merupakan selisih antara biaya input tradable privat dengan biaya

input tradable sosial. Nilai IT menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan

pada input tradable privat dan sosial. Nilai IT negatif menunjukkan kebijakan

pemerintah memberikan subsidi pada input tradable, subsidi yang diberikan

pemerintah menyebabkan keuntungan yang diterima secara privat lebih kecil

dibandingkan jika tanpa adanya kebijakan, hal sebaliknya akan terjadi jika IT

bernilai positif.

(39)

24 Koefisien proteksi input nominal (NPCI) adalah rasio biaya input tradable berdasarkan harga privat dan biaya input tradable berdasarkan harga sosial.

Perbedaan antara kedua biaya tersebut menunjukkan adanya proteksi pemerintah yang mengakibatkan harga privat input tradable berbeda dengan harga sosial input tradable. Nilai NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable, jika NPCI > 1, berarti tidak ada kebijakan subsidi terhadap input tradable. Kebijakan terhadap input non tradable dapat dilihat dari Transfer Faktor (FT) adalah nilai perbedaan harga input non tradable privat dengan harga input non tradable sosial yang diterima oleh produsen. Campur tangan pemerintah terhadap input non tradable dilakukan dalam bentuk kebijakan subsidi atau pajak, karena input non tradable hanya diproduksi dan dikonsumsi didalam negeri, sehingga intervensi pemerintah berupa hambatan perdagangan tidak tampak. Nilai FT > 0, mengandung arti bahwa ada transfer dari petani produsen kepada produsen input non tradeable, hal sebaliknya akan terjadi jika FT < 0.

(2) Kebijakan terhadap output.

Kebijakan terhadap output akan menyebabkan harga bayangan barang, jumlah barang, surplus konsumen dan surplus produsen berubah, hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (OT) dan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO). Transfer Output merupakan selisih antara penerimaan privat (finansial) dengan penerimaan sosial (ekonomi).

Transfer Output (OT) menunjukkan kebijakan yang diterapkan pada output

mengakibatkan harga output privat dan harga output sosial berbeda. Nilai OT

positif menunjukkan besarnya insentif masyarakat atau konsumen harus membeli

(40)

25 dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya diterima, sebaliknya jika OT bernilai negatif maka besarnya insentif masyarakat atau konsumen harus membeli dengan harga yang lebih rendah dari harga yang seharusnya diterima.

Koefisien proteksi output nominal (NPCO) adalah harga privat dibagi dengan harga sosial yang dapat dibandingkan. NPCO dapat digunakan untuk mengukur 10 dampak insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan harga sosial. Nilai NPCO < 1 menunjukkan bahwa akibat kebijakan pemerintah, harga privat lebih kecil dari harga sosial sehingga dapat dikatakan bahwa produsen output memberikan transfer kepada pemerintah.

(3) Kebijakan tehadap input-output

Dampak kebijakan secara keseluruhan terhadap input-output dilihat dari nilai

Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (NT), Koefisien Keuntungan

(PC), dan Rasio Subsidi Produsen (SRP). Analisis EPC tidak memperhitungkan

dampak kebijakan yang mempengaruhi harga input non tradable, sedangkan NT,

PC, dan SRP memperhitungkan dampak kebijakan terhadap harga input tradable

dan non tradable. Koefisien Proteksi (EPC) adalah analisis gabungan koefisien

proteksi output (NPCO) dengan koefisien proteksi input nominal (NPCI). Nilai

EPC menggambarkan arah kebijakan pemerintah terhadap input tradable apakah

bersifat melindungi atau menghambat produksi secara efektif. Nilai EFC

merupakan rasio perbedaan antara penerimaan dan biaya input tradable dalam

harga privat dengan harga sosial. Rasio ini merupakan indikator pengaruh insentif

atau disinsentif dari kebijakan secara keseluruhan terhadap harga input atau output

(41)

26 tradable. Nilai EPC > 1 menunjukkan bahwa keuntungan privat lebih besar daripada tanpa kebijakan, yang berarti kebijakan yang ada memberikan insentif untuk berproduksi. Sedangkan EFC < 1 berarti kebijakan pemerintah menghambat produksi.

Nilai Transfer Bersih (NT) dapat digunakan untuk melihat ketidakefisienan dalam sistem pertanian. NT adalah selisih antara keuntungan bersih yang benar benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosial. Nilai NT juga menggambarkan selisih antara transfer output dengan transfer input dan transfer faktor. Jika nilai NT > 0 maka nilai tersebut menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Jika nilai NT < 0 maka yang terjadi adalah sebaliknya. Koefisien Keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Nilai PC < 1 menunjukkan kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima produsen lebih kecil bila dibandingkan tanpa ada kebijakan, artinya produsen harus mengeluarkan sejumlah dana kepada masyarakat atau konsumen. Jika nilai PC < 1 maka yang terjadi adalah sebaliknya.

Rasio Subsidi Produsen (SRP) menunjukkan persentase subsidi atau insentif bersih atas peneriman yang dihitung dengan biaya bayangan. Nilai SRP negatif menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini membuat produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi.

Jika nilai SRP positif maka yang terjadi adalah sebaliknya.

Menurut Monke dan Pearson (1995) ada tiga bahasan pokok yang dapat

dijelaskan melalui pendekatan PAM, yaitu;

(42)

27 1. PAM dapat digunakan untuk mengukur dampak kebijakan terhadap tingkat persaingan pada berbagai tingkat keuntungan (finansial dan ekonomi), pengaruh efisiensi ekonomi dan keunggulan komperatif terhadap kebijakan investasi dan efek dari perubahan teknologi terhadap pengembangan pertanian.

2. Efisiensi ekonomi atau keunggulan komparatif dalam investasi pertanian berdasarkan kesesuaian atau keunggulan teknologi dan kondisi alam (agroklimat). Berdasarkan keunggulan tersebut kebijakan penggunaan sumberdaya alam layak atau tidak dikembangkan melalui investasi dalam negeri atau luar negeri. Daya tarik investasi akan berdampak kepada peningkatan efisiensi dan percepatan pertumbuhan pendapatan nasional.

3. PAM erat kaitannya dengan rangkaian persoalan atau masalah, dalam pengalokasian dana penelitian atau riset dibidang pertanian. Dengan PAM seorang peneliti dapat menentukan kebijakan utama terhadap peningkatan produksi pertanian dan mengurangi biaya sosial atau peningkatan keuntungan.

Tahapan yang digunakan dalam perhitungan analisis PAM adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasikan input yang digunakan dan output yang dihasilkan dalam kegiatan yang akan dianalisis (evaluation of input and output ).

2. Memisahkan seluruh biaya kegiatan tersebut ke dalam komponen domestik

dan asing atau tradable dan non tradable (disaggregating input cost into

domestic faktor and tradable input component).

(43)

28 3. Menentukan harga pasar dan menaksir harga bayangan input dan output

(estimating private and social prices).

2.4 Identitas Divergensi

Identitas divergensi adalah hubungan lintas baris dari matriks. Divergensi disebabkan oleh harga privat suatu komoditas dengan harga sosialnya. Divergensi meningkat, baik oleh pengaruh kebijakan distortif, yang menyebabkan harga privat berbeda dengan harga sosialnya atau karena kegagalan pasar menghasilkan harga efisiensi. Semua angka pada baris ketiga dari table PAM didefinisikan sebagai effect of divergences yang artinya selisih antara angka pada baris pertama yaitu harga privat dengan baris kedua yaitu harga sosial (Pearson dkk, 2005)

Salah satu penyebab terjadinya divergensi adalah kegagalan pasar (market failure). Pasar dikatakan gagal apabila tidak mampu menciptakan harga yang kompetitif. Ada tiga jenis kegagalan pasar yang menyebabkan divergensi. Pertama monopoli (penjual menguasai pasar) atau monopsoni ( pembeli menguasai pasar).

Kedua eksternalitas negatif (biaya, dimana pihak yang menimbulkan terjadinya biaya tersebut tidak bisa dibebani biaya yang ditimbulkannya) eksternalitas positif (manfaat, dimana pihak yang menimbukan manfaat tersebut tidak bisa menerima kompensasi atas manfaat yang ditimbulkannya). Ketiga, pasar faktor domestik yang tidak sempurna.

Penyebab kedua terjadinya divergensi adalah kebijakan pemerintah yang distortif, dimana kebijakan distortif diterapkan untuk mencapai tujuan yang bersifat

“non-efisinsi” (yaitu pemerataan dan ketahanan pangan). Kebijakan ini akan

(44)

29 menghambat terjadinya alokasi sumberdaya yang efisien dan dengan sendirinya akan menimbulkan divergensi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Hakim (2014) tentang daya saing usaha tani padi sawah dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Provinsi Lampung.

Berdasarkan analisis policy analysis matrix usaha tani padi sawah SLPTT di 4 Provinsi Lampung memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam produksi padi sehingga usaha tani padi layak untuk terus dikembangkan, hal ini dilihat dari nilai PCR (Private Cost Ratio) sebesar 0,3734 dan DRCR (DomesticResource Cost Ratio) sebesar 0,2747.

Penggunaan analisis PAM dilakukan oleh Malian (2010) dengan

menganalisis efisiensi ekonomi dan insentif yang diperoleh dari intervensi

pemerintah serta dampaknya terhadap aktivitas usaha tani gula, pengolahan, dan

pemasaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas gula memiliki

keunggulan komparatif di pasar internasional. Hal ini terlihat dari tingkat

keuntungan pada harga sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan

yang diperoleh dari harga pasar. Berdasarkan harga pasar, keuntungan yang

diperoleh petani tebu adalah sebesar Rp5.410.000,00 pada lahan sawah,

Rp5.258.000,00 pada lahan kering dengan pola kredit dan Rp4.940.600,00 untuk

lahan kering pola swadana. Kesimpulan dari penelitian ini adalah setelah adanya

deregulasi, pengembangan pengusahaan tebu secara ekonomi dapat dikatakan

efisien dalam penggunaan sumber daya domestik. Hal ini berdasarkan nilai DRCR

(45)

30

untuk mengetahui efisiensi ekonomi relatif dari sistem komoditas gula yang

berkisar antara 0.11 sampai 1.13. Pengembangan komoditas tebu untuk memasok

kebutuhan bahan baku pabrik gula dapat terus dilanjutkan. Pada proses

pengembangan komoditas tidak hanya memiliki keunggulan komparatif, namun

harus memiliki keunggulan kompetitif. Sebagaimana penelitian yang dilakukan

oleh Malian (2010) yang melihat bagaimana keunggulan kompetitif pengusahaan

tebu yang ditunjukkan dengan nilai PCR < 1.

(46)

31 2.6 Kerangka Pemikiran konseptual

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Konseptual Penambahan biaya Input

Tradable untuk pengairan Sawah

Pengurangan Biaya Produksi Padi, karena terdapat subsidi

pupuk dari Pemerintah

Output Input Tradable :

1. Benih 2. Pupuk 3. Pestisida

Input non Tradable 1. Tenaga Kerja

Usaha tani padi sawah di Kabupaten Gresik

yang menggunakan irigasi semi teknis

Dampak kebijakan pemerintah PAM (Policy Analisis Matrix)

1. Analisis keuntungan

2. Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif 3. Analisis R/C Ratio

4. Anaisis Dampak kebijakan pemerintah

Penerimaan Biaya

Membutuhkan

Menghasilkan

(47)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai bulan Juli 2018 di Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur berlokasi di 9 kecamatan yang menggunakan irigasi semi teknis yaitu Kecamatan Dukun, Duduksapeyan, Tambak, Manyar, Kedamean, Kebomas, Wringanom, Panceng,dan Kecamatan Cerme. Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara purposive, artinya daerah penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun, 1980 dalam Irawati 2015) berdasarkan pertimbangan potensi pengembangan usaha tani padi sawah yaitu berupa tingkat produktivitas dan banyaknya petani yang masih menggunakan irigasi semi teknis untuk pengairan sawahnya, sehingga Kabupaten Gresik selalu mengalami surplus pangan tiap tahunnya.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survei,

data dan informasi dikumpulkan dengan menggunakan daftar kuesioner secara

terstruktur dan wawancara lansung. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan

pihak petani, pedagang pengumpul setempat melalui survei dan daftar kuesioner

yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari instansi atau

(48)

33 lembaga terkait dengan substansi penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gresik, Dinas Pertanian Kabupaten Gresik, World Bank’s Commodity Price data Pinksheet- Mei 2018. dan instansi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3 Metode Pengambilan Contoh

Populasi sampel dalam penelitian ini adalah para petani padi sawah yang menggunakan irigasi semi tenis untuk pengairan sawahnya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode penetapan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan metode Slovin.

Rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :

Keterangan:

n = Ukuran sampel/jumlah responden N = Ukuran populasi

E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir; e=0,1

Dengan jumlah populasi sebanyak 41.455 petani diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 petani dengan tingkat kesalahan sebesar 10 %. Setelah diperoleh jumlah responden sebanyak 100 orang petani, maka pentuan jumlah responden tiap Kecamatan adalah dengan cara dibagi rata dengan jumlah kecamatan yang akan menjadi lokasi penelitian, dalam hal ini terdapat 9 kecamatan yang menggunakan

n =

1+N (e)2N

(49)

34 irigasi semi teknis sebagai pengairannya, maka diperoleh 11 responden untuk 1 Kecamatan

Dalam penelitian ini menitikberatkan pengamatan dan pengambilan data pada kegiatan usaha tani padi sawah yang menggunakan irigasi semi tekis sebagai pengairan sawahnya di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur pada musim tanam kemarau.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data untuk tujuan penelitian, yaitu menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) usaha tani komoditas padi sawah dengan irigasi semi teknis di Kabupaten Gresik, menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Tujuan penggunaan PAM adalah untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya intervensi pemerintah serta dampaknya terhadap kegiatan usaha tani padi sawah di Kabupaten Gresik. Analisis daya saing komparatif didapatkan dengan perhitungan rasio sumber daya domestik (DRCR), sedangkan keunggulan kompetitif dapat dihitung menggunakan perhitungan rasio biaya privat (PCR). Tahapan dalam menganalisis metode PAM adalah sebagai berikut :

1 Mengidentifikasi seluruh input yang digunakan dalam proses produksi.

2 Mengalokasikan input tradable dan input non tradable.

3 Menghitung harga bayangan input, output, dan nilai tukar uang.

(50)

35 4 Menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan metode

PAM.

Nilai pada masing-masing sel dalam Tabel PAM untuk usaha tani padi sawah dihitung dalam periode satu siklus produksi pada musim kemarau.

3.4.1 Identifikasi Input dan Output Usaha tani Padi Sawah

Tahapan dalam mengidentifikasi input dan output usaha tani padi sawah antara lain :

1 Penentuan harga bayangan dan harga pasar

Setiap input dan output pada penelitian ini ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga bayangan dan harga pasar. Harga pasar adalah tingkat harga pasar yang diterima pengusaha dalam penjualan hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor pembelian. Menurut Gittinger (1993), menyatakan bahwa harga bayangan merupakan harga yang terjadi dalam perekonomian persaingan sempurna dan kondisi keseimbangan. Biaya imbangan sama dengan harga pasar sulit ditemukan, maka untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya imbangan ini dilakukan dengan penyesuaian terhadap pasar yang berlaku.

Perhitungan harga bayangan dalam penelitian ini menggunakan penyesuaian seperti

dilakukan Gittinger (1993). Harga bayangan secara umum ditentukan dengan

mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi,

pajak, penentuan upah minimum, kebijakan harga, dan lain-lain. Penelitian ini

menggunakan komoditas yang diperdagangkan akan didekati dengan harga batas

(border price). Komoditas beras selama ini diimpor maka menggunakan harga-

(51)

36 harga Cost Insurance Freeight (CIF).Sedangkan untuk komoditas ekspor menggunakan Free On Board (FOB)

a. Harga bayangan output

Harga bayangan output adalah harga output yang terjadi di pasar dunia apabila diberlakukan pasar bebas. Harga bayangan output untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu CIF.

b. Harga bayangan sarana produksi pertanian

Harga bayangan saprotan dan peralatan yang tradable sama dengan perhitungan harga bayangan output, yaitu dengan menggunakan border price untuk komoditas impor yani CIF

c. Harga bayangan tenaga kerja

Menurut Gittinger (1993) dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya. Harga bayangan tenaga kerja terdidik dihitung sama dengan harga privatnya, sedangkan harga bayangan tenaga kerja tidak terdidik dihitung berdasarkan harga privat yang diasumsikan dengan nilai produktivitas marjinalnya. Hal ini tidak berlaku untuk sektor pertanian karena tingkat upah dipedesaan cenderung lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan nilai produk marginalnya. Hal ini disebabkan karena adanya share proverty institution seperti gotong royong .

d. Harga bayangan lahan

Perhitungan harga bayangan lahan dapat dilakukan dengan tiga cara;

pertama pendapatan bersih pengusahaan tanaman alternatif terbaik yang biasa

ditanam pada lahan tersebut, kedua nilai sewa yang berlaku di daerah setempat, dan

Gambar

Gambar 1. Grafik Rata-rata Konsumsi Beras per Kapita Tahun 2012-2016
Gambar 2 . Grafik Produksi Padi Nasional
Gambar 3. Produksi Padi Sawah Provinsi Jawa Timur
Gambar 4. Lima Kabupaten/Kota Dengan Produktivitas Komoditas  Padi Sawah  Tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun 2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

i) menerangkan penggunaan pelbagai jenis garisan untuk menghasilkan corak secara terancang. menghasilkan corak geomatri melalui teknik garisan dan

EVALUASI ON STREET PARKING DI RUAS JALAN PEKIRINGAN CIREBON Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edui.

Ukuran Al yang lebih besar dari Si akan menyebabkan peningkatan ukuran pori MCM-41 apabila adanya proses subtitusi isomorfis silika dengan alumina (Tabel

Berkaitan dengan penelitian dengan tema “ Penerapan Program Orientasi Pasien Baru Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RS Panti

Teaching Speaking Skill Through Communicative Language Teaching (An Experiment Study In The First Grade Of MA Pembangunan UIN Jakarta). Jakarta: Universitas Syarif

Tujuan tahap ini adalah untuk merancang model pengembangan sehingga diperoleh model pengembangan yang tepat untuk perpustakaan di SD Kristen 04 Eben

Sumber data primer penelitian ini, penulis peroleh dari hasil wawancara dengan pemilik sawah dan buruh tani / pekerja, dan melalui kegiatan observasi dengan terlibat

Dengan menggunakan software Crystal Maker dapat digambarkan model struktur Kristal dari Zinc Oxide Eugenol Cement. Masukan utama dari software Crystal Maker ini adalah