• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLIKASI KELUARGA

BROKEN HOME

TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM

SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

TAMARA ISLAMI DIANI RAKASIWI NIM. 111-13-057

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

اًراَن ْمُكيِلْهَأ َو ْمُكَسُفنَأ اوُق

...

Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk:

1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai bapak Kasim dan

ibu Marliah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do‟a dan seluruh

pengorbanannya telah mengukir segala asa, cita dan harapan membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan segalanya baik moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku senantiasa Allah meridhoinya.

2. Keluarga besarku yang selama ini mendukung penuh setiap langkah juga memfasilitasi segala apa yang aku butuhkan.

3. Kepada Mr. N yang selalu siap membantu problema skripsi dan hati ini. 4. Teman-temanku yang memberikan canda tawanya untuk menghiburku

saat jenuh menghampiri.

5. Kepada keluarga besar SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yang berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

viii

KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya. Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “ Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Stara Satu (S.1) pada fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri Salatiga.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI

4. Imam Mas Arum, M.Pd selaku dosen pempimbing skripsi yang dengan tulus, ikhlas membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

(9)
(10)

x ABSTRAK

Tamara Islami Diani Rakasiwi. 2017.Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd.

Kata Kunci : Budi pekerti, keluarga broken home.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui dampak broken home

terhadap budi pekerti siswa. Pertanyaan yang ingin di jawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana kondisi keluarga siswa broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017? (2) Bagaimana budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017? (3) Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017?. Dengan demikian, tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. mengetahui budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR……… ... viii

ABSTRAK……… ... x

DAFTAR ISI……… ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penegasan Istilah ... 9

F. Langkah-langkah Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ……….. ... 18

BAB II Kajian Pustaka A. Penegasan Arti Keluarga ... 21

B. Broken Home ... 30

(12)

xii

D. Pendidikan Dalam Keluarga……… .... 43

E. Budi Pekerti... ... 45

F. Penelitian Terdahulu... 52

BAB III Pelaksanaan Penelitian A. Paparan Data ………... ... 55

1. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah...………... ... 55

2. Letak Geografis…... ... 56

3. Identitas Sekolah...………. ... 56

4. Data Lengkap… ... 57

5. Kontak Sekolah ... 57

6. Visi Misi dan Tujuan... ... 57

7. Data Siswa dan Guru... ... 60

8. Struktur Organisasi... ... 62

B. Temuan Penelitian... ... 63

1. Kondisi Keluarga Broken Home ...……… ... 63

2. Budi Pekerti Siswa Broken Home……… ... 67

3. Implikasi Keluarga Broken Home. ... 69

BAB IV PEMBAHASAN A. Kondisi Keluarga Broken Home ... 73

B. Budi Pekerti Siswa Broken Home ... 77

C. Implikasi Keluarga Broken Home... ... 79

(13)

xiii

B. Saran ... 85

C. Penutup... ... 86

Daftar Pustaka ... 87

Riwayat Hidup Penulis... 98

Pedoman Wawancara... 90

(14)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah suatu ikatan kehidupan bersama antara pria dan wanita yang dihalalkan Allah Swt. untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan serta anak keturunan yang shalih dan shalihah. Begitu juga perkawinan adalah hal yang naluriyah dan ibadah, sebagai cermin pergaulan manusia dan melaksanakan perintahNya (Basri, 2004: 130). Suami istri yang menjadi faktor utama suatu perkawinan seharusnya memiliki kesadaran dan tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya dalam menanggapi hikmah dan tujuan yang luhur. Kedua pasangan suami istri bukan saja diletakkan atas dasar dorongan seksual yang menggebu-gebu dan perasaan cinta yang buta. Akan tetapi didasari pemikiran dan persiapan yang masak serta kedewasaan yang sesungguhnya.

(15)

2

mereka diharapkan berkemampuan dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan demi persoalan secara baik. Kedewasan akan memberikan daya guna dan perwujudanya cukup dalam hal pertanggung jawab dan kemasakan akal pikiran. Oleh karena itu, suami istri yng telah dewasa diharapkan mampu bertindak dan dapat berhati-hati serta mempertimbangkan manfaat dan mudharat dari suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukannya.

Keluarga akan terhimpun dari beberapa anggota yang terdiri dari pria dan wanita yang usianya berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini akan menyebabkan adanya perbedaan dalam pemikiran, keinginan, kebiasaan dan tingkah laku. Kemampuan menghadapi setiap perbedaan sehingga tidak menggoyahkan taraf kerukunan dan ketenangan hidup dalam keluarga yang hanya mungkin dilakukan seseorang yang telah dewasa dalam arti sesungguhnya.

Kehidupan berkeluarga yang didalamnya akan dijumpai bermacam-macam persoalan ringan atau berat. Semua masalah memerlukan kedewasaan dalam menghadapi dan menyeselsaikan persoalan. Selain itu diperlukan keluasan ilmu pengetahuan, pengalaman, sifat tekun dan tabah serta sabar dalam menghadapinya. Betapa banyak perkawinan yang telah gagal disebabkan cara pengambilan keputusan yang mentah dan tekesan amat tergesa-gesa dan akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari (Basri, 2004: 78).

(16)

3

menghampiri, menggoncang dan menguji taraf ketahanan badan dan mental para pendirinya. Ada yang tidak tahan dan kuat menghadapi berbagai gelombang ombak dan badai, hingga keluarga itu hancur berkeping-keping dalam perceraian yang menyakitkan (Basri, 200: 135). Hubungan harmonis diperlukan dalam sebuah keluarga baik antara sesama anggota keluarga maupun antar anggota keluarga dengan masyarakat. Hubungan yang baik maka akan terbina keluarga yang rukun dan damai, sehingga peranan orang tua dalam pembinaan anak sebagai tunas bangsa berhasil dengan baik dan makimal. Orang tua yang bijak hendaknya jangan salah tafsir terhadap anak-anak yag sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik, bahwa seluruhnya tanggung jawab sekolah, karenan kewjiban sekolah hanya membantu keluarga dalam mendidik anak-anak, tentunya ketika berada di sekolah (sahrani, 2011: 58).

(17)

4

Keharmonisan berasal dari kata harmonis, yang diartikan selaras, serasi (Poerwadarminta, 1983: 347).

Keluarga harmonis merupakan wujud rumah tangga yang baik. Suami yang menjadi kepala keluarga harus bisa menopang hidup keluarganya, memberikan tempat tinggal yang layak, makanan, pakaian yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Demikian pula istri yang memiliki peran yang tidak kalah penting. Dia harus bisa mendidik anak-anaknya dan mengurusi segala keperluan rumah tangga. (Ayuningtyas, 2016: 8)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 390) bahwa keharmonisan yaitu suatu keadaan yang harmonis, keselarasan dan keserasian dalam rumah tangga yang perlu dijaga. (Basri, 1996: 111) memberikan teori tentang keharmonisan keluarga, yaitu keluarga yang rukun berbahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat pada Allah, selalu melaksanakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif dan masing-masing anggota kelurga merasakan adanya ikatan batin, sehingga mempengaruhi, memperhatikan, menyerah diri, melengkapi dan menyempurnakan serta mampu memenuhi dasar keluarga.

(18)

5

“keluarga yang di bentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu memenuhi kebutuhan hidup yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota,

antara keluarga dan masyarakat”.

Tentang broken home sendiri dapat dilihat dari dua aspek yaitu keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, juga orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis.

Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral, etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena banyak perilaku yang menyimpang melanda kehidupan masyarakat. Di kalangan pelajar dan mahasiswa terjadi peristiwa-peristiwa menyimpang antara lain ketergantungan narkoba, pemerkosaan, keluhan orang tua mengenai kurangnya sopan santun remaja terhadap orang tua, tindakan

(19)

6

Di SMK Tingkir terdapat anak-anak yang berasal dari keluarga broken home. Sebagian besar dari mereka tinggal di panti asuhan yang berada di SMK tersebut, dan sebagian lagi ada yang tinggal bersama salah satu orang tuanya atau keluarga yang lain. Berdasarkan pengalaman ketika PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) penulis menemukan beberapa anak yang mengalami

broken home namun tak seutuhnya menjadikannya pribadi yang anti sosial, pemurung, minder, sedih, membenci orang tuanya, memberontak, temperamental, berlaku kasar, acuh tak acuh, berperilaku tidak sopan, prestasi yang menurun,kedangkalan spiritual, mudah terpengaruh lingkungan yang kurang baik, seperti mulai mencoba merokok, minum-minuman keras, obat-obatan terlarang sebagai pelarian baginya untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun ada pula yang memiliki kemapuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang baik.

Dari segi sosial sendiri siswa yang mengalami broken home tidak semuanya menjadi siswa yang pendiam dan suka menyendiri, bahkan kebalikan dari itu mereka sangat ramah terhadap lingkungan juga orang-orang baru di sekitar mereka. Ketika mereka berhadapan dengan orang yang lebih tinggi jenjang pendidikannya meskipun usia mereka lebih tua mereka tetap sopan.

(20)

7

Meskipun sebagian besar siswa yang berlatar belakang broken homememiliki budi pekerti yang baik, namun terdapat beberapa siswa yang memiliki budi pekerti yang kurang baik, seperti suka merokok, melawan saat di nasihati, tidak hormat terhadap orang tua dan lain sebagainya.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat di lihat bahwa tidak semua siswa broken home menjadikannya pribadi yang terpuruk, suka membolos, anti sosial, jauh dari Tuhan, tidur di kelas, membantah saat di ingatkan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan keadaan-keadaan di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil sebuah judul “ Implikasi Keluarga Broken Home terhadap Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi kajian rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?

2. Bagaimana budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?

(21)

8 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.

2. Untuk mengetahui budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.

3. Untuk mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.

D. Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis membagi manfaat penelitian ini menjadi tiga poin, yaitu:

1. Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan tentang kondisi keluarga broken home.

b. Memberi gambaran langsung mengenai bagaimana budi pekerti siswa dari keluarga broken home yang ada di SMK.

c. Sebagai sarana pengembangan pola pikir peneliti dalam bidang ilmu pengetahuan.

2. Bagi Lembaga

a. Sebagai sarana kajian dalam ilmu pengetahuan

(22)

9

c. Sebagai sarana kajian pertimbangan bagi lembaga formal mauapun non formal.

3. Bagi ilmu Pengetahuan

Dapat memberi manfaat secara teoristis tentang implikasi keluarga

broken home terhadap siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.

E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian

IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI

SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Istilah-istilah tersebut meliputi:

1. Implikasi

Menurut para ahli implikasi adalah konsikuensi atau akibat langsung dari suatu penelitian.

2. Keluarga

(23)

10 3. Broken home

Broken berasal dari kata break yang artinya keretakan, sedang

home mempunyai arti rumah atau rumah tangga. Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak (Hasan Shadily, 1996:81).

4. Budi Pekerti

Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa disebut budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti berarti perbuatan. Berangkat dari kedua makna kata budi dan pakerti tersebut. Ki Sugeng Subagya (Februari 2010) mengartikan istilah budi pakerti sebagai perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang merupakan realisasi dari isi pikiran atau perbuatan yang dikendalikan oleh pikiran.Budi pekerti dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tingkah laku, perangai, akhlak juga mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Didalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari.

5. Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga

(24)

11 F. Langkah-langkah Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan pada siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa dasarnya menyatakan dalam keadaan sebenarnnya atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak merubah dalalm bentuk simbol-simbol atau bilangan.

2. Metode Penelitian

Sedangkan berdasarkan sifat masalahnya penelitian ini

menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha mengambarkan dan menginterprestasikan obyek sesuai dengan apa adanya. (Sukardi, 2003:157). Penelitian mengambarkan Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.

(25)

12

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yang tepatnya terletak di Jl. Tingkir Karanggede, Tingkir Lor, Tengaran, Kota Salatiga, Jawa tengah, Indonesia.

4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber kita memperoleh keterangan penelitian (Tatang M. Amirin, 1990:92). Sementara (Suharsimi Arikunto, 1997:122) adalah subjek yang diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini sumber data utama penelitian adalah informan atau siswa yang mengalami

broken home, juga yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

5. Sumber Data a. Data Primer

(26)

13

b. Data Sekunder

Yaitu data yang di dapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan dokumen resmi dan instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.

6. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dugunakan untuk memperooleh data yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau kepustakaan (library research) maupun data yang dihasilkan dari lapangan (field research). Adapun metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:

a. Metode Observasi

(27)

14

untuk melihat langsung bagaimana keseharian pendidikan budi pekerti siswa di sekolah maupun di panti asuhan (lingkungan sekolah).

b. Metode wawancara

Metode wawancara / interview adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009:186). Peneliti akan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru, dan siswa SMK Islam dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

c. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel, baik berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 1989:30). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data siswa, profil dan sejarah sekolah tersebut.

7. Teknik Analisis Data

(28)

15

Metode deskriptif yaitu metode analisis data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. (Moleong, 2009:11). Metode ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.

Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada dilapangan dengan cara mendeskripsiikan segala data yang telah didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat. Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.

Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan kerangka kerja maupun fokus masalah, akan ditempuh tiga langkah utama dalam penelitian ini, yaitu:

a. Reduksi

Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan,

(29)

16

Sudirman Tingkir Salatiga diperoleh dan terkumpul, baik dari hasil penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman. b. Sajian Data

Sajian data (display data) adalah suatu cara merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat kesimpulan atau tindakan yang diusulkan. (Muhammad Ali, 1993:167)

Sajian data yang dimaksudkan untuk memilih data sesuai dengan kebutuhan penelitian tentang Implikasi Keluarga Broken Home

Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.

Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih, sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan penelitian.

c. Keabsahan Data

(30)

17

dan triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan kepastian menggunakan teknik auditing.

d. Verivikasi Data

Verivikasi data atau menyimpulkan data yaitu penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannnya. (Muhammad Ali, 1993:168). Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari keseluruhan proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan permasalahan mengenai bagaimana Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga. Sehiangga dapat dijawab sesuai dengan kategori data dan permasalahan-permasalahannya, pada bagian akhir ini akan muncul kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari data hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini digunakan untuk membuat kesimpulan.

8. Tahap pra-lapangan

(31)

18

9. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan menjaga kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat melakukan penelitian. Ketika memasuki lapangan, hendaknya peneliti berbaur menjadi satu dan menjaga keakraban dengan subyek agar tidak ada didinding pemisah antara keduanya. Selain itu peneliti juga harus berbahasa yang baik dan jelas agar dalam mencari informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil berperan serta, peneliti juga mencatan data yang diperlukan.

10. Tahap analisis data

Tahap analisis data menurut Patton dalam kutipan Moleong (2009:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam tahap analisis ini peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode, dan mengkategorikannya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan peneliti susun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian awal

Bagian awal meliputi: Halaman sampul, pernyataan keaslian tulisan, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi.

2. Bagian Inti

(32)

19

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas beberapa sub bab, merupakan kajian pustaka yang menyajikan tinjauan teoritik mengenai: pengertian broken home, macam-macam broken home, faktor-faktor broken home, dampak broken home, pengertian budi pekerti, pendidikan dalam keluarga, fungsi pendidikan budi pekerti, hak-hak anak.

BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENEMUAN

merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum lokasi dan subyek penelitian serta penyajian data hasil penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN

Merupakan analisis tentang kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga, budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga, Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.

BAB V PENUTUP

(33)

20

(34)

21 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penegasan Arti Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial, sebagaimana berikut:

a. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.

b. Keluarga dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis (Sochib, 1998: 17).

David mengutip pendapat dari (Sochib, 1998: 20) mengkategorikan keluarga dalam pengertian sebagai keluarga seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan keluarga simbiotis:

(35)

22

dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

b. Keluarga kuasa lebih menekankan kekuasaan daripada relasi. Pada keluarga ini anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah habis.

c. Keluarga protektif lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lain. Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat dihindari, karena lebih menyukai suasana kedamaian.

d. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua. Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah) dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan diperlakukan secara kejam, karena kesenjangan hubungan antara mereka dengan orang tua. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap anak. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan.

e. Keluarga simbiotis dicirikan oleh orientasi dan perhatian keluarga yang kuat, bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini berlebihan dalam melakukan relasi. Orang tua banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan dan memenuhi keinginan anak-anaknya. Dalam kesehariannya, dinamika keluarga ditandai oleh rutinitas kerja.

(36)

23

mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian pedagogis, keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri (Sochib, 1998: 17).

Menurut WJS. Poerwadarminta (1984: 471), keluarga adalah sebagai sanak keluarga, kaum kerabat. Sedangkan Abu Ahmadi (1985: 75) berpendapat bahwa, keluarga adalah sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita. Perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan (mengasuh) anak-anak. Keluarga di sini merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tinggal yang biasa di sebut dengan sanak keluarga, kaum kerabat, group yang antara lain mempunyai ikatan batin sehingga saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.

2. Macam Kondisi Keluarga

Banyak sekali kondisi-kondisi keluarga yang justru menjadi hazard

(hancur) bagi setiap anggota keluarga yang dan tentunya beresiko bagi tergangunya mental bagi para anggotanya.

(37)

24

a. Keluarga yang Tidak Fungsional

Keluarga yang tidak berfungsi menunjuk pada keadaan keluarga tetap utuh (intake) terdiri dari kedua orang tua dari anak-anaknya. Mereka masih menetap dalam satu rumah. Jadi strukturnya tidak mengalami perubahan, hanya fungsional yang tidak berjalan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang utuh tetapi tidak fungsional lebih berakibat buruk pada anak (Notosoedirjo, 2001: 23). b. Perceraian dan perpisahan

Perceraian dan perpisahan karena berbagai sebab antara anak dengan orang menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Kesimpulan umum dapat dipetik bahwa perceraian dan perpisahan dapat berakibat buruk bagi perkembangan kepribadian anak (Notosoedirjo, 2001: 122).

c. Perlakuan dan Pengasuhan

(38)

25

Kondisi keluarga yang “sehat” dapat meningkatkan kesehatan mental

anak dan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang tidak kondusif dapat berakibat gangguan mental bagi anak, diantaranya adalah gangguan tingkah laku, kecemasan, minder, sedih, takut, bimbang, sulit dan beberapa gangguan mental lainnyan (Notosoedirjo, 2001: 123).

3. Arti Keluarga Bagi Anak

Keluarga mempunyai arti yang penting bagi anak kehidupan keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepad anak, dengan demikian hanya meperhatikan perkembangan fisik anak, melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan mental anak, diantaranya adalah :

a. Sosiologi Anak

Anak bersosialisasi yaitu belajar dalam pergaulan, pertama-tama dilakukan dalam keluarga. (Notosoedirjo, 2001: 198) Mengingat pentingya peran keluarga bagi penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi anak, maka keluarga perlu menyediakan waktu untuk berkumpul sambil minum dan makan bersama-sama yang disebut

family lable talk.

(39)

26

b. Tata Cara Kehidupan Keluarga

Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Kita akan meninjau tiga jenis tata cara kehidupan keluarga, yaitu:

1) Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis

Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis itu membuat anak mudah bergaul, aktif dn ramah tamah. Hal ini bukan berarti bahwa anak bebas melakukan segala-galanya tanpa bimbingan dari keluarganya (orang tua).

2) Tata cara kehidupan keluarga yang membiarkan

Keluarga yang sering membiarkan tindakan anak akan membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial dan dapat dikatakan anak menarik diri dari kehidupan sosial. Hal ini anak mengalami banyak frustasi dan mempunyai kecenderungan untuk mudah membenci orang lain.

3) Tata cara kehidupan keluarga yang otoriter

(40)

27

Dengan demikian kreatifitas anak akan berkurang, daya fantasinya juga kurang. Hal ini mengurangi kemampuan anak untuk berfikir abstrak (Notosoedirjo, 2001: 201).

Dari tiga jenis tata cara kehidupan di atas Baldwin mengatakan bahwa lingkungan keluarga yang demokratis merupakan tata cara yang terbaik untuk memberikan kemampuan penyesuaian diri.

Namun demikian tata cara susunan keluarga ini kenyatannya tidak terbagi secara tajam berdasarkan ciri-ciri keluarga, yaitu tata cara kehidupan keluarga yang demokratis, membiarkan dan tata cara kehidupan keluarga yang otoriter.

4. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

Mengenai kewajiban seorang ayah dan ibu terhadap anak sudah diatur dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 233 yang berbunyi :

َّمِتُي ْنَأ َداَرَأ ْهَمِل ۖ ِهْيَلِماَك ِهْيَل َُْح َّهٌَُد َلَ ََْأ َهْعِض ْرُي ُتاَدِلاَُْلاََ

ۚ ِفَُرْعَمْلاِب َّهٍُُتَُْسِكََ َّهٍُُق ْزِر ًَُل ِدُُل َُْمْلا ىَلَعََ ۚ َةَعاَضَّرلا

ٌدُُل َُْم َلَََ اٌَِدَلَُِب ٌةَدِلاََ َّراَضُت َلَ ۚ اٍََعْسَُ َّلَِإ ٌسْفَو ُفَّلَكُت َلَ

ْهَع الَا َصِف اَداَرَأ ْنِإَف ۗ َكِل ََٰذ ُلْثِم ِثِراَُْلا ىَلَعََ ۚ ِيِدَلَُِب ًَُل

ْنَأ ْمُتْدَرَأ ْنِإََ ۗ اَمٍِْيَلَع َحاَىُج َلََف ٍرَُاَشَتََ اَمٍُْىِم ٍضاَرَت

ْمُتْيَتآ اَم ْمُتْمَّلَس اَذِإ ْمُكْيَلَع َحاَىُج َلََف ْمُكَد َلَ ََْأ اُُعِض ْرَتْسَت

(41)

28

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anak selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan

cara yang ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan, karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu, apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah

Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Departemen Agama, 1989: 57). Kewajiban ayah terhadap anak, yaitu antara lain:

a. Mencukupi kebutuhan ekonomi, baik pangan maupun sandang,

perumahan dan kesehatan.

b. Mendidik anak secara benar dan baik. c. Mengasuh anak-anak.

d. Menentukan masa depan anak (Djaelani, 1995: 208). 5. Hak-Hak Anak

Hak adalah sesuatu yang harus diterima. Seorang anak mempunyai hak dari orang tuanya, diantaranya sebagai berikut :

a. Hak anak dalam nasab. Hak anak untuk ditetapkan atau diakui dalam susunan nasab bukanlah hak dia sendiri sebagai satu-satunya hak yang harus dimiliki (Shafiyarrahman, 2003: 47).

b. Hak mendapatkan makanan dan minuman yang dapat menumbuhkan daging dan menguatkan tulang, yakni hak untuk disusui.

c. Hak mendapatkan nama yang pantas hingga dia bisa dipanggil berbeda

dengan orang lain. Syari‟at Islam menganjurkan bahwa memberi nama

(42)

29

d. Hak untuk ditebus dengan menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahirannya, dalam ilmu fiqih disebut aqiqah. (Shafiyarrahman, 2003:64)

e. Hak untuk dihilangkan penyakitnya, seperti dikhitan, dicukur dan

selalu dijaga kebersihannya. Syari‟at Islam mengajak pada kebersihan,

maka tidaklah aneh bila menghilangkan kotoran dan penyakit dari anak itu merupakan suatu kewajiban (Shafiyarrahman, 2003: 70).

f. Hak untuk diasuh, dirawat dalam arti dilindungi dan dijaga. Dalam hal ini lebih dikenal dengan sebutan hadhanah. Syariat Islam telah memberi perlindungan terhadap keluarga dan meresmikan jalan yang lurus agar kejernihan itu tetap langgeng dan berlanjutlah kelembutan dan kasih sayang, hingga anak-anak hidup dalam pemeliharaan ayah dan ibu dengan penghidupan yang mulia, jauh dari kekurangan dan ketidaklurusan (Shafiyarrahman, 2003: 91).

g. Hak untuk diberi nafkah hingga dewasa dan mampu mendapatkan rizki sendiri (Shafiyarrahman, 2003: 97).

h. Hak untuk mendapatkan pengajaran, pendidikan dan budi pekerti yang luhur. Hal ini merupakan fase sendiri dan penyempurna terhadap

kesiapan anak untuk mengarungi samudera kehidupan

(43)

30 B.BrokenHome

1. Pengertian Broken Home

Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken

berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home

mempunyai arti rumah atau rumah tangga (Shadily, 1996: 81).

Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak. Hal ini dapat disebut juga dengan istilah konflik atau krisis rumah tangga. Diantara krisis yang terjadi dalam rumah tangga adalah :

a. Ketegangan hubungan atau konflik suami istri. b. Konflik orang tua dengan anak

c. Konflik dengan mertua.

d. Bahkan konflik sesama anak (Takariawan, 1997: 183).

Ketegangan suami istri merupakan krisis yang amat mendasar dan harus segera mendapat penyelesaian, dan mengupayakan pencegahan sebelum terjadinya konflik.

(44)

31

antara orang tua dengan anak-anaknya. Anak terasa terancam dan tidak disayang. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan. Anak-anak mendapatkan kesan bahwa mereka tidak diinginkan keluarga. Dinamika keluarga dalam hanyak hal sering menimbulkan kontradiksi, karena pada hakekatnya tidak ada keluarga. Rumah hanya sebagai terminal dan tempat berteduh oleh individu-individu.

Adakalanya suami terlalu sibuk dengan berbagai urusan di luar rumah dan tidak mau memberikan empati (perhatian) terhadap kesibukan istri. Suami hanya ingin memberikan hak-hak istri berupa pemenuhan materi dan kebutuhan biologis. Namun lebih dari itu, istri memerlukan perhatian, kasih sayang dan kemesraan hubungan.

Adakalanya istri menuntut, istri menjadi uring-uringan dan bersikap tidak hormat lagi kepada suami, yang kemudian memiliki sikap

“permusuhan” secara diam-diam atau tertampakkan (Shohib, 1998: 20). Berbagai ketegangan dalam hidup suami istri, bisa jadi termasuk bagian dari bumbu kehidupan rumah tangga. Tetapi bila bumbu itu berlebihan, akan mengakibatkan masakan menjadi tidak enak atau bisa menjadi racun yang membunuh, artinya jika ketegangan itu berlebihan bisa mengakibatkan hancurnya sebuah keluarga.

Pendapat lain mengenai pengertian broken home yaitu menurut Chaplin (2004:71), mengungkapkan bahwa broken home adalah

“keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah seorang dari kedua

(45)

32

meninggalkan keluarga dan lain-lain”. Kondisi keluarga yang kurang memberikan peran dalam kehidupan remaja sebagaimana mestinya ini berakibat kurang baik pula bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Sedangkan menurut Pujosuwarno (1993:7) broken home adalah

“keretakan di dalam keluarga yang berarti rusaknya hubungan satu dengan

yang lain di antara anggota keluarga tersebut”.

Dapat disimpulkan bahwa keluarga broken home yaitu keluarga yang tidak harmonis. Dimana di dalam sebuah keluarga orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga anak merasa kurang mendapatkan perhatian, juga kurang adanya komunikasi antara anggota keluarga satu dengan keluarga lainnya, sehingga keadaan tersebut membuat keluarga menjadi tidak hangat.

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Broken Home

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain: persoaalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra (putri) dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor lainnya merupakan berupa perbedaan penkanan dan cara mendidik anak, juga dukungan sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah tangga (Dagun, 2013: 114).

(46)

33

a. Terjadinya Perceraian

Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; dan faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, kedua, kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga: ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat.

b. Ketidakdewasaan Sikap Orang Tua

Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrisme. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbul sifat membandel, sulit di suruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerjasama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme dan egosentrisme.

c. Orang Tua yang Kurang Memiliki Rasa Tanggungjawab

(47)

34

materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi.

d. Jauh dari Tuhan

Segala sesuatu perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab, Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya.

e. Adanya Masalah Ekonomi

Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal diluar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami-istri yang sering menjurus ke arah perceraian.

f. Kehilangan Kehangatan Didalam Keluarga

(48)

35

keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, shalat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota yang lain menjadi jamaah. Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan anak-anaknya.

g. Adanya Masalah Pendidikan

(49)

36

3. Realita Remaja yang Mengalami Broken Home

Beberapa penyebab broken home yang paling sering terjadi adalah kurangnya komunikasi antar keluarga sehingga menyebabkan adanya jarak dianatara mereka. Jarak tersebut semakin terasa ketika rasa ketidakpercayaan dan komitmen awal pernikahan mulai terkikis. Seiring berjalannya waktu, hal ini berkembang menjadi sebuah perselisihan dan ketidakharmonisan yang memuncak. Penyebab kedua yang sering menyebabkan terjadinya broken home adalah masalah ekonomi yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kedua penyebab tersebut paling banyak menghasilkan keluarga-keluarga broken home yang berakhir pada perceraian atau pertengkaran tanpa akhir.

Sebagai korban, tentunya anak-anak akan merasakan hal-hal yang tidak mengenakan. Perasaan ini timbul dan berkembang dalam diri si anak hingga ia beranjak dewasa. Pada fase remaja, dimana jiwa remaja sedang bergelora, perasaan ini bercampur aduk menjadi satu baik depresi, malu, sedih, kecewa, kesal, sakit hati, bingung, merasa terbuang, dll.

(50)

37

yang akan membawa mereka merasa lebih baik dari sebelumnya, sementara atau selamanya.

4. Dampak Broken Home Terhadap Perkembangan Remaja

Kasus broken home sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah menjadi bagian kehidupan dalam masyarakat. Kita boleh mengatakan bahwa kasus itu bagian dari kehidupan masyarakat tetapi yang menjadi pokok masalah yang perlu di renungkan, bagaimana akibat dan pengaruhnya terhadap diri anak?

Peristiwa broken home dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang mendalam. Kasus ini menimbulkan stres, tekanan, dan menimbulkan perubuhan fisik, dan mental.keadaan ini dialami oleh semua anggota keluarga, ayah, ibu dan anak (Dagun, 2013: 113).

Broken home dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai ketitik krisis maka peristiwa broken home berada diambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidak tenangan berfikir dan ketegangan itu memakan banyak waktu lama. Pada saat kemlut ini biasanya masing-masing pihak menerima kenyataan baru seperti pindah rumah, tetangga baru, anggaran rumah baru. Acara kunjunganpun berubah. Seituasi rumah menjadi lain karena diatur oleh satu orang tua saja.

Beberapa diantara anak usia remaja dalam menghadapi situasi

(51)

38

mengungkapkan, “jika perceraian dalam keluarga itu terjadi saat anak

menginjak usia remaja, mereka mencari ketenangan, entah di tatangga, sahabat atau teman sekolah(Dagun, 2013: 116)

Diantara dampak negatif broken home terhadap perkembangan anak adalah:

a. Perkembangan Emosi

Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan

pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian adalah suatu hal yang harus dihindari, agar emosi anak tidak menjadi terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman tramatis bagi anak.

b. Perkembangan Sosial Remaja

(52)

39

menarik diri pasif dan minder kemungkinan yang kedua terlalu aktif, agresif dan genit.

c. Perkembangan Kepribadian

Perceraian ternyata memberikan dampak kurang baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang orang tuannya bercerai cenderung menunjukan ciri-ciri: Berperilaku nakal, Mengalami depresi, Melakukan hubungan seksual secara aktif, Kecenderungan pada obat-obat terlarang, Keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan (broken home) merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian remaja yang tidak sehat.

Menurut Nurmalasari dalam www.atriel.wordpress.com diakses pada 9 April 2017, dampak yang disebabkan keluarga yang broken home bagi perkembangan anak adalah sebagai berikut:

1) Psychological disorder yaitu anak memiliki kecenderungan agresif, introvert, menolak untuk berkomitmen, labil, tempramen, emosional, sensitif, apatis , dan lain-lain

2) Academic problem yaitu kecenderungan menjadi pemalas dan motivasi berprestasi rendah

3) Behavioral problem yaitu kecenderungan melakukan perilaku menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap lingkungan, bersikap destruktif terhadap diri dan lingkungannya (merokok, minum-minuman keras, judi dan free sex)

(53)

40

anak. Walaupun begitu, tidak semua anak akan terjebak dalam dampak

–dampak negatif dari broken home tersebut. Anak yang memilliki konsep diri dan pertahanan yang baik tentunya akan dapat mengatasi dan menghadapi keadaan tersebut dengan baik pula tanpa

terjerumus kedalam dampak-dampak yang diakibatkan oleh

broken home.

Selain berdampak negatif bagi perkembangan anak, broken home juga mempunyai sisi positif. Diantaranya:

Ada sisi positif dari anak korban broken home misalnya anak cepat dewasa, punya rasa tanggung jawab yang baik, bisa membantu ibunya. Memang ada anak yang kebalikannya justru menjadi anak yang sangat baik dan bertanggung jawab.

Anak-anak ini akhirnya di dorong kuat untuk mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara luar kita melihat sepertinya baik menjadi dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak terlalu baik karena dia belum siap mengambil alih peran orang tuanya itu.

C.Mengatasi Konflik Keluarga (Rumah Tangga)

Untuk mencegah munculnya konflik yang berkepanjangan dan mengatasi berbagai ketegangan dalam kehidupan suami istri, ada berbagai upaya yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

(54)

41

memberi perintah dan tuntunan yaitu Allah SWT dan Rosul, sesuai dengan Firman Allah SWT: kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rosul (Sunnah-Nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa‟ : 59) (Departemen Agama, 1989: 12).

2. Mendahulukan menunaikan kewajiban daripada menuntut hak

Islam telah meentapkan batas-batas hak serta kewajiban dengan adil dan bijaksana. Apabila suami telah memenuhi kewajiban terhadap istri dengan sebaik-baiknya, maka hak istri tertunaikan, dan demikian juga sebaliknya, maka suasana harmonis akan lebih mudah dibangun dalam kondisi seperti ini (Takariawan, 1997: 186).

3. Jangan mengabaikan masalah yang dianggap kecil

(55)

42

Hal kecil lainnya adalah disanjung, ungkapan terima kasih dan maaf, maka saling memberi hadiah secara berkala, pada waktu-waktu tertentu, atau membawakan istri oleh-oleh saat suami datang dari bepergian jauh (Takariawan, 1997: 187).

4. Berduaan, mengasingkan diri dari rutinitas

Suami istri bisa saling melakukan evaluasi berduaan terhadap rumah tangga selama ini tanpa diganggu keributan anak-anak (Takariawan, 1997: 188).

5. Jangan senantiasa berfikir hitam putih (ya dan tidak)

Dalam prinsip ini, tidak menjadi masalah bahwa seseorang yang tidak bersalah mendahului minta maaf, hendaklah berfikir secara positif (Takariawan, 1997: 189).

6. Berbohong, jika memang diperlukan untuk ishlah

Pada dasarnya berbohong adalah perbuatan dosa dan terlarang, sikap dasar muslim adalah jujur, terpercaya dan tidak berdusta.

Sekalipun berbohong antara suami dan istri diperbolehkan, tentu saja itu adalah sikap pengecualiannya. Bohong hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, untuk melakukan ishlah (perbaikan) dan membuat suasana harmonis dalam rumah tangga, tetapi tidak untuk saling menipu, mendustai dan mengkhianati (Takariawan, 1997: 190).

7. Mendatangkan pihak ketiga yang dipercaya keduanya

(56)

43

dipercaya oleh keduanya. Bisa jadi seorang ustadz yang dikenal kearifannya, atau seorang yang dipercaya bisa menyimpan rahasia.

Suami istri mengadukan masalah dan perasaan hatinya masing-masing, untuk didengarkan dan diselesaikan oleh pihak ketiga tersebut. Dengan izin Allah, pihak ketiga akan memberikan saran, pandangan, ataupun alternatif pemecahan masalah (Takariawan, 1997: 191).

D.Pendidikan dalam Keluarga

Sesunguhnya pendidikan adalah masalah penting yang aktual sepanjang zaman. Karena pendidikan, orang menjadi maju, dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, orang mampu mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Islam mewajibkan setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu.

Pendidikan dalam keluarga antara lain sebagai berikut: 1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan

Tentang pendidikan dalam keluarga khususnya keluarga muslim mestinya telah di mulai jauh sebelum anak itu diciptakan. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang disebut baligh berakal (Daradjat, 1995: 41).

2. Pembentukan Kepribadian Anak

(57)

44

Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua. Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bantuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan ketrampilan yang selalu berkembang dan dituntut pengembangannya bagi kepentingan manusia.

3. Pendidikan Agama dalam Keluarga

Dalam Islam penyemaian rasa agama di mulai sejak pertemuan ibu dan bapak yang membuahkan janin dalam kandungan, yang di mulai

dengan do‟a kepada Allah SWT. Selanjutnya memanjat do‟a dan harapan

kepada Allah agar janinnya kelak lahir dan besar menjadi anak yang saleh. Perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan anak dan orang tuanya akan mempengaruhi keyakinan beragamanya di kemudian hari. Apabila ia merasa disayang dan diperlakukan adil, maka ia akan meniru orang tuanya dan menyerap agama dan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya. Dan jika jika terjadi sebaliknya, maka ia menjauhi apa yang diharapkan orang tuanya, mungkin ia tidak mau melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya, tidak zakat, tidak puasa dan sebagainya (Daradjat, 1995: 64). 4. Pembentukan Sikap-Sikap Terpuji

(58)

45

adalah bukti keimanan dalam perbuatan yang dilakukannya dengan kesadaran dan karena Allah semata.

Kita harus menghayati, memahami dan menerapkan akhlakul mahmudah dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi para pendidik (orang tua) amat penting. Sebab penampilan, perkataan, akhlak dan apa saja yang terdapat padanya dilihat, di dengar dan diketahui oleh para anak didik, akan mereka serap dan tiru dan lebih jauh akan mempengaruhi pembentukan dan pembinaan akhlak mereka.

Jika pengaruh yang terjadi adalah yang tidak baik, maka kerusakan yang terjadi hanya pada diri anak didik itu saja, tetapi mempengaruhi anak cucu dan keturunannya serta anak didiknya bila kelak ia menjadi pendidik (Daradjat, 1995: 67).

5. Pendidikan Anak Secara Umum

Pendidikan anak secara umum di dalam keluarga terjadi secara alamiah, tanpa didasari oleh orang tua, namun pengaruh dan akibatnya amat besar. Terutama pada tahun pertama dari kehidupan anak atau pada masa balita (di bawah lima tahun) (Daradjat, 1995: 71).

E.Budi Pekerti

1. Pengertian Budi Pekerti

(59)

46

berkelakuan baik. Pekerti adalah perilaku, perangai, tabiat, watak, akhlak dan perbuatan.

Sedangkan secara operasional merupakan suatu perilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah dan sebagainya (Oetomo, 2012: 11).

Secara umum budi pekerti bearti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini. Ini adalah tuntutan moral yang paling penting dalam menjalani kehidupan manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebut ethics.

Dapat penulis simpulkan bahwa budi pekerti adalahperilaku kehidupan sehari-hari dalam bergaul, berkomunikasi, maupun berinteraksi anatar sesama manusia maupun dengan penciptanya. Budi pekerti yang kita miliki terdiri dari kebiasaan atau perangai,tabiat dan tingkah laku yang lahir disengaja tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan.

Budi pekerti yang baik adalah perangai dari Rasulullah dan orang terhormat, sifat orang yang muttaqin dan hasil dari perjuangan orang yang

(60)

47

kebusukan yang menjauhkan dari Rabbil Alamin.budi pekerti jahat menyebabkan orang terusir dari jalan Tuhan, tercampak kepada jalan setan. Budi pekerti jahat adalah pintu menuju neraka yang menghanguskan hati nurani. Sedang budi pekerti yang indah laksana pintu menuju jannah ilahi.

Budi pekerti jahat adalah penyakit jiwa, penyakit batin, penyakit hati. Penyakit ini lebih berbahaya dari penyakit jasmani. Oleh sebab itu hendaklah diutamakan menjaga dari penyakit yang akan menimpa jiwa, penyakit yang akan menghilangkan hidup yang kekal itu (Hamka, 1992:1).

Hakikat budi itu ialah suatu persediaan yang telah ada dalam batin, telah terhujam. Kalau persediaan itu dapat menimbulkan perangai terpuji, perangai yang mulia (mulia menurut akal dan syara‟) itulah budi pekerti yang baik. Tetapi jika sebaliknya maka budi pekerti itu di sebut sebagai budi pekerti yang buruk (Hamka, 1992:4).

Menurut Hamka (1992:5) sumber dari budi pekerti itu ada empat perkara, yaitu:

a. Hikmat ialah mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. b. Syuja‟ah kekuatan marah itu dituntun oleh akal.

c. „Iffah menahan hawa nafsu.

(61)

48

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budi Pekerti

Mustafa (2005: 82) mengatakan ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan budi pekerti, yaitu insting, pola dasar bawaan, lingkungan, kebiasaan, kehendak dan pendidikan.

a. Insting (Nurani)

Insting merupakan sifat jiwa yang pertama yang membentuk akkhlak, akan tetapi suatu sifat yang masih primitif, yang tidak dapat lengah dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib di didik dan di asuh. Cara mendidik dan mengasuh insting kadang-kadang dengan ditolak dan kadang-kadang pula diterima.

Macam-macam insting:

1) Insting menjaga diri sendiri 2) Insting menjaga lawan jenis 3) Insting merasa takut

b. Pola Dasar Bawaan

Pada awal perkembangan kejiwaan primitif, bahwa ada pendapat yang mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan adalah faktor pendidikan. Tetapi pendapat baru mengatakan tidak ada dua orang yang keluar di alam keujudan sama dalam tubuh, akal dari akhlaknya.

c. Lingkungan

(62)

49

lingkungan manusian ialah apa yang melingkungi dari negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa. Lingkungan terbagi menjadi dua macam, yakni lingkungan alam dan lingkungan pergaulan.

Lingkungan terbagi menjadi dua bagian, diantaranya; 1) Lingkungan alam

2) Lingkungan pergaulan

d. Kebiasaan (adat istiadat)

Adat istiadat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang. Seperti kebiasaan berjalan, berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar dan lain sebagainya.

e. Kehendak

Kehendak merupakan suatu perbuatan yang ada berdasar atas kehendak dan bukan hasil kehendak. Contoh berdasarkan kehendak adalah menulis, membaca, mengarang atau berpidato dan lain sebagainya. Adapun contoh yang berdasarkan bukan kehendak adala detik hati, bernafas dan gerak mata. Ahli-ahli mengatakan bahwa keinginan yang menang adalah keinginan yang alamnya lebih kuat meskipun dia bukan keinginan yang lebih kuat.

(63)

50

padanya timbul segala perbuatan yang hasil dari kehendak, dan segala sifat manusia dan kekuatannya seolah olah tidur nyenyak sehingga dibangunkan oleh kehendak. Maka kemahiran penggunaan, kekuatan akal ahli pikir, kepandaian bekerja, kekuatan urat, tahu akan wajib dan mengetahui apa yang seharusnya dan tidak seharusnya, kesemuanya ini tidak mempengaruhi dalam hidup, bila tidak didorongkan oleh kekuatan kehendak, dan semua tidak ada harganya bila tidak dirubah oleh kehendak menjadi perbuatan.

f. Pendidikan

Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan prilaku akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar siswa memahaminya dan dapat melakukan perubahan pada dirinya. Dengan demikian, setrategis sekali, dikalangan pendidikan dijadikan pusat

perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju ke prilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa dijadikan agen, perubahan sikap dan perilaku manusia, yaitu: 1) Tenaga pendidik

2) Materi pengajaran 3) Metodologis pengajaran 4) Lingkungan sekolah 3. Fungsi Budi Pekerti

(64)

51

a. Siswa memahami susunan budi pekerti dalam lingkup etika bagi pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan.

b. Siswa memiliki landasan budi pekerti luhur bagi pola perilaku sehari-hari yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga negara.

c. Siswa dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti, mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah nyata dimasyarakat.

d. Siswa dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain untuk mengembangkan nilai moral.

Sedangkan menurut Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (2001) fungsi pendidikan budi pekerti bagi peserta didik ialah sebagai berikut : a. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik peserta

didik yang telah tertanam dalam lingkungankeluarga dan masyarakat. b. Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang memiliki bakat

tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optmal sesuai dengan budaya bangsa.

c. Perbaikan, untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan peserta didik.

d. Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.

(65)

52

f. Penyaringan (filter),yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai budi pekerti.

F. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian sebelumnya ditemukan beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini yang berkaitan dengan siswa broken home

dan pendidikan budi pekerti diantaranya terdapat judul penelitian

1. Prestasi Belajar Siswa Dari Keluarga Broken Home di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Pandak Daun Kecamatan Daha Utara Kabupaten

Hulu Sungai Selatan yang ditulis oleh Siti Nurbayah tahun 2015 yang menjelaskan bahwa tidak semua anak korban perceraian mengalami penurunan prestasi, terbukti dari lima orang siswa yang menjadi target penelitian ada dua orang yang dikategorikan nilainya memuaskan dengan nilai rata-ratanya 8,60 dan 8,29. Sedangkan tiga siswa yang dikategorikan baik dengan nilai rata-rata 7,62, 7,26, dan 7,13.

(66)

53

dialami individu tidak hanya berkaitan dengan konsep diri. Broken home dapat juga berakibat pada aspek-aspek kepribadian lainnya pada individu.

3. Studi Korelasi Disiplin Keluarga Dengan Budi Pekerti Siswa MI Miftahul Huda Kangkung Mranggen Demak Tahun Pelajaran 2012/2013 yang ditulis oleh Bisri Mustofa tahun 2013. Dalam tulisan ini menjelaskan tentang adanya keterkaitan, akibat atau dampak dari kedisiplinan keluarga terhadap budi pekerti siswa yang disimbolkan dengan nilai dari pengisian angket dengan didukung hasil observasi lapangan dan data pendukung lainya yang dianggap perlu.

Dengan demikian melalui hasil studi korelasi tersebut penulis mengingatkan bagi orang tua harus menegakkan kedisiplinan dalam keluarga jangan merasa puas atau telah berbuat yang terbaik bagi buah hati ternyata itu hanya ungkapan perasaan memanjakan anak yang akhirnya akan merugikan anak itu sendiri dan orang tua. Dan tidakpula menyerahkan tanggung jawab kedisiplinan sepenuhnya terhadap pihak sekolah atau lembaga pendidikan yang telah diamanatkan, karena di sekolah atau lembaga itu terbatas ruang, waktu dan kepengawasan. Sehingga tercipta harapan orang tua yaitu mempunyai anak yang sholeh dan sholihah yang mempunyai budi pekerti luhur yang menjadikan tumpuan kebahagiaan masa depan baik di dunia dan akhirat

(67)

54

Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir

(68)

55 BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data

1. Sejarah Singkat Berdirinya SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga

SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga adalah sekolah SMK swasta yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di kota Salatiga. Sekolah ini menggunakan agama Islam sebagai pegangan utama pendidikan agamanya. Awal berdirinya SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga karena mengingat saat itu sekitar tahun 1989 yang dimana banyak murid lulusan SMP yang terpaksa tidak dapat melanjutkan ke sekolah Tingkat menengah dikarenakan besarnya biaya yang tidak mungkin terjangkau oleh para orang tua atau wali murid.

Sehingga atas saran warga dan tokoh masyarakat tingkir tengah memohon ijin untuk memakai tanah bekas bengkok (tanah bekas orang tertua di desa tersebut) kebayan Desa Tingkir untuk dijadikan sekolah Menengah kejuruan beserta memfasilitasi lengkap alat-alat untuk melakukan proses belajar mengajar. Setelah mendapat ijin dari tokoh-tokoh masyarakat akhirnya sekolah menengah kejuruan dapat dibangun. Meskipun sampai saat ini sekolah SMK Islam Sudirman Tingkir ini tidak memiliki tanah, karena tanah yang dipakai saat ini akan di ambil alih jika tidak di fungsikan.

Gambar

TABEL I
TABEL II DAFTAR TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
TABEL III STRUKTUR ORGANISASI

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Sistem pengendalian dapat dilakukan pada berbagai plant atau peralatan,.. tetapi harus mempertimbangan hal-hal yang berkaitan dengan

Terapi dengan metode Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) bertujuan untuk merubah pola pikir (keyakinan) yang bersifat irrasional yang dimiliki klien menjadi

Kondisi tegangan dan defleksi akibat beban struktur baik berupa beban berat sendiri maupun beban akibat angin dibuat dengan menggunakan software CAE seperti yang ditunjukkan

adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Sedangkan menurut Herjanto

pendapatan nasional, tingkat upah, suku bunga, inflasi dan jumlah uang beredar.. Hal ini didukung oleh teori yang telah dikembangkan oleh para ahli

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Tingginya edible portions ikan malong ini sangat baik jika digunakan untuk bahan baku pada indutri surimi atau industri yang berbasis daging ikan (turunan surimi)..