• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOMULSA PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOMULSA PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PE

TA

DEPA

ENGGUN

SEBAGA

ANAMAN

ARTEME

INS

NAAN KA

AI BIOMU

N TOMAT

RAISA

A

EN AGRO

FAKULT

STITUT P

ACANG H

ULSA PA

T (Lycopers

BAHARU

A24061542

ONOMI DA

TAS PERT

ERTANIA

2010

IAS (Arac

ADA BUDI

sicon escu

UDDIN

2

AN HORT

TANIAN

AN BOGO

chis pintoi)

IDAYA

ulentum M

TIKULTU

OR

)

M.)

URA

(2)

RINGKASAN

RAISA BAHARUDDIN. A24061542. Penggunaan Kacang Hias (Arachis

pintoi) sebagai Biomulsa pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum M.). (Dibimbing oleh M.A CHOZIN DAN JUANG GEMA

KARTIKA).

Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam peningkatan hasil dan kualitas buahnya. Permasalahan gulma pada lahan budidaya dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan dan produksi tanaman tomat. Mulsa dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan gulma. Salah satu jenis mulsa yang dapat digunakan adalah dengan menanam tanaman penutup tanah.

Arachis pintoi merupakan salah satu tanaman penutup tanah yang menguntungkan

bagi tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penanaman A. pintoi

sebagai biomulsa dalam menghambat pertumbuhan gulma dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman tomat serta menjadi alternatif mulsa yang ramah lingkungan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2010 di Kebun Percobaan Cikabayan IPB.

Perlakuan yang diuji dalam penelitian ini adalah waktu tanam biomulsa

A. pintoi yaitu 10, 7, 4, dan 1 minggu sebelum tanam tomat serta dua pembanding,

tanpa mulsa dan mulsa plastik. Penelitian ini disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak dalam tiga ulangan. Bahan tanaman yang digunakan adalah stek batang A. pintoi dan benih tomat varietas Permata F1. Stek A. pintoi berukuran

15 cm atau empat ruas ditanam sesuai dengan perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan A. pintoi, pertumbuhan gulma serta pertumbuhan dan

produksi tanaman tomat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomulsa A. pintoi memiliki rata-rata

persentase pertumbuhan < 80 % dan kecepatan penutupan yang relatif lambat (lebih dari 10 minggu untuk mencapai penutupan 100 %). Perlakuan biomulsa

A. pintoi relatif kurang efektif menekan pertumbuhan gulma terutama gulma

golongan rumput. Selain itu perlakuan biomulsa 7 dan 10 minggu sebelum tanam meningkatkan komponen pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan

(3)

lainnya meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah dan panjang ruas. Namun, tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa plastik hitam perak. Sedangkan produksi tanaman tomat yaitu jumlah buah, bobot panen, dan buah layak pasar, perlakuan mulsa plastik hitam perak berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa dan perlakuan tanpa mulsa.

Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu: (1) Persentase tumbuh dan kecepatan penutupan Arachis pintoi dalam percobaan ini relatif

lambat karena kondisi cuaca yang tidak optimum pada awal penanaman sehingga kurang efektif menekan pertumbuhan gulma. (2) Tanaman tomat yang ditanam

dengan biomulsa A. pintoi 10 dan 7 minggu sebelum tanam menunjukkan

persentase tumbuh dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan MPHP maupun perlakuan tanpa mulsa. (3) Perlakuan biomulsa A. pintoi 10 dan 7

minggu sebelum tanam (MSbT) serta perlakuan mulsa plastik hitam perak (MPHP) meningkatkan komponen pertumbuhan dan produksi buah tomat

(4)

PENGGUNAAN KACANG HIAS (Arachis pintoi)

SEBAGAI BIOMULSA PADA BUDIDAYA

TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum M.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RAISA BAHARUDDIN A24061542

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Judul : PENGGUNAAN KACANG HIAS (Arachis pintoi) SEBAGAI BIOMULSA PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum M.)

Nama : RAISA BAHARUDDIN

NIM : A24061542

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, MAgr Juang G. Kartika, SP. MSi NIP 19500303.197603.1.002 NIP. 19810701.2000501.2.005

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101.198703.1.003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado, 20 April 1989 sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Baharuddin dan Ibu Puji Wahyuni. Penulis memasuki pendidikan formal pertama pada tahun 1993 di TK Mawar Jakarta dan melanjutkan ke SDN 03 Palmeriam, Jakarta. Pada tahun 1999 penulis pindah ke SDN 17 Pagi Utan Kayu Selatan, Jakarta. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 7 Jakarta dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 31 Jakarta.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006. Selanjutnya di tahun kedua perkuliahan, penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan mengambil minor Ekonomi Pertanian. Penulis pernah menjadi panitia Penerimaan Mahasiswa AGH tahun 2008. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum MK. Pembiakan Tanaman dan Praktik Usaha Pertanian tahun 2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Penggunaan Kacang Hias (Arachis pintoi) sebagai

Biomulsa pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum M.)”

merupakan prasyarat untuk mendapat gelar Sarjana Pertanian. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dorongan dan motivasi selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, MAgr. dan Juang Gema Kartika, SP. MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan proses pembuatan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Adiwirman, MS selaku dosen penguji.

3. Ir. Jan Barlian, MS sebeagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini.

4. Bapak Baharuddin dan Ibu Puji Wahyuni sebagai orangtua yang mendukung penuh penulis secara moril maupun finansial.

5. Kakak dan adik penulis atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.

6. Bapak Milin, Mas Ganda, Bapak Rahmat dan seluruh karyawan kebun

percobaan Cikabayan bawah atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

7. Bapak Agus selaku staf Laboratorium Produksi yang telah memberikan

bantuan dan atas kerjasamanya selama penelitian.

8. Seluruh teman-teman Agronomi dan Hortikultura Angkatan 43 atas

dukungannya dan kebersamaannya selama 3 tahun terakhir.

9. Seluruh teman-teman Amanda 48 terimakasih atas persaudaraan dan

kebersamaan selama tiga tahun ini.

Bogor, Desember 2010 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii 

DAFTAR GAMBAR ... ix  DAFTAR LAMPIRAN ... x  PENDAHULUAN ... 1  Latar Belakang ... 1  Tujuan ... 3  Hipotesis ... 3  TINJAUAN PUSTAKA ... 4 

Deskripsi dan Syarat Tumbuh Tanaman Tomat ... 4 

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hias ... 5 

Manfaat Tanaman Arachis pintoi sebagai Tanaman Penutup Tanah ... 6 

Mulsa dan Manfaatnya ... 7 

Pengaruh Perbedaan Waktu Tanam ... 8 

BAHAN DAN METODE ... 10 

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10 

Bahan dan Alat ... 10 

Metode Penelitian ... 10 

Pelaksanaan Penelitian ... 11 

HASIL ... 15 

Kondisi Umum ... 15 

Pertumbuhan Arachis pintoi ... 17 

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pertumbuhan Gulma ... 18 

Pengaruh Biomulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tomat ... 19 

PEMBAHASAN ... 24 

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27 

Kesimpulan ... 27 

Saran ... 27 

DAFTAR PUSTAKA ... 28 

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pengaruh Perlakuan Mulsa pada Serangan Penyakit Layu Fusarium ... 17 

2. Persentase Tumbuh Tanaman Arachis pintoi ... 17 

3. Jenis Gulma yang Tumbuh pada Lahan Percobaan ... 19 

4. Pengaruh Perlakuan Mulsa terhadap Jumlah Spesies dan Bobot Kering Total Gulma ... 19 

5. Rataan Jumlah Daun 2 MST dan 4 MST pada Berbagai Perlakuan ... 20 

6. Rataan Jumlah Ruas per Minggu pada Berbagai Perlakuan ... 21 

7. Rataan Panjang Ruas per Minggu pada Berbagai Perlakuan ... 21 

8. Rataan Umur Berbunga Tanaman Tomat ... 22 

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Persentase Penutupan A. pintoi ... 18 

2. Rataan Tinggi Tanaman per Minggu pada Berbagai Perlakuan ... 20 

3. Rataan Bobot Buah Layak dan Tidak Layak Pasar ... 23   

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perbandingan Analisis Tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 32 

2. Data Iklim Bulan Januari-Juni, Darmaga, Bogor ... 32 

3. Deskripsi Tomat Hibrida Varietas Permata ... 33 

4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Tomat ... 34 

5. Rekapitulasi Sisik Ragam Komponen Produksi Tanaman Tomat ... 34 

6. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah ... 35 

7. Layout Percobaan ... 36 

8. Kondisi Lahan setelah Penanaman Tomat ... 37 

9. Pengamatan Penutupan Biomulsa A. pintoi 10 MbT ... 37 

10. Penampakan Visual Buah Tomat Semua Perlakuan ... 38 

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan komoditas sayuran buah yang dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai keperluan baik dalam keadaan segar maupun olahan. Tomat memiliki kandungan gizi yang tinggi. Rata-rata kandungan gizi dalam 100 g tomat segar yaitu: air 94 g, protein 1.0 g, lemak 0.2 g, karbohidrat 3.6 g, Ca 10 mg, Fe 0.6 mg, Mg 10 mg, P 16 mg, vitamin A 1700 IU, vitamin B1 0.1 mg, vitamin B2 0.02 mg, niasin 0.6 mg, dan vitamin C 21 mg (Siemonsma dan Piluek, 1994). Menurut Kartapradja dan Djuariah (1992), buah tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasilnya dan kualitas buahnya.

Salah satu upaya peningkatan produksi tanaman adalah dengan menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor yang dapat merugikan tanaman. Salah satu masalah yang dapat mengurangi produksi tomat adalah gulma yang tumbuh pada lahan budidaya dan penyakit buah akibat percikan air dan tanah. Gulma adalah tanaman yang tumbuh tidak pada tempatnya. Pertumbuhan gulma pada lahan budidaya tomat dapat mengakibatkan persaingan dalam pengambilan unsur hara, air, udara, dan ruang tumbuh. Persaingan tersebut berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman.

Penggunaan mulsa merupakan salah satu upaya mengendalikan pertumbuhan gulma. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma serta memberikan berbagai efek positif bagi tanaman. Pemberian mulsa bermanfaat untuk menurunkan kompetisi dengan gulma dalam memperoleh sinar matahari. Jenis mulsa yang umum digunakan untuk budidaya tanaman adalah jenis mulsa plastik. Bahan plastik yang saat ini sering digunakan sebagai mulsa adalah plastik transparan, plastik hitam, plastik perak dan plastik hitam perak. Penggunaan mulsa platik dinilai lebih praktis oleh petani namun mulsa plastik tidak memiliki efek menambah kesuburan tanah karena sifatnya sukar lapuk dan harganya yang relatif mahal.

(13)

2 Selain mulsa plastik dapat juga digunakan mulsa organik. Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti jerami dan alang-alang. Mulsa organik bermanfaat dalam konservasi tanah, menghambat pertumbuhan gulma, dan memiliki efek menurunkan suhu tanah. Selain itu mulsa organik dapat berupa tanaman penutup tanah. Penggunaan tanaman penutup tanah sebagai mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma. Selain itu, tanaman penutup tanah dapat berfungsi melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air dan memperbaiki penyerapan air ke dalam tanah (Rosliani

et al., 2002).

Tanaman penutup tanah jenis kacang-kacangan (leguminosae) memiliki sifat yang menguntungkan bagi tanaman. Tanaman penutup tanah kacangan yang telah menutup tanah dapat menekan pertumbuhan gulma. Rosliani et al. (2002)

melaporkan bahwa kacang tanah yang digunakan sebagai tanaman penutup tanah selain dapat meningkatkan produksi mentimun, juga mampu menekan erosi tanah sebesar 35 % dan perkembangan gulma.

Kacang hias (Arachis pintoi) merupakan tanaman tahunan golongan

kacang-kacangan (leguminosae) yang tumbuh menjalar di atas permukaan tanah. Kacang hias ini tumbuh baik di daerah tropis, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (Balittan, 2004). Tanaman ini memiliki potensi dalam menambat nitrogen dari udara. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, A. pintoi sangat baik ditanam sebagai

biomulsa pada produksi sayuran dan buah, tanaman penutup tanah, bahan hijauan makanan ternak, ataupun sebagai tanaman hias (Kartika et al., 2009).

Penanaman kacang hias sebagai penutup tanah (LCC/biomulsa) diharapkan mampu menutupi tanah sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma pada tanaman tomat dan menjadi alternatif pengganti mulsa plastik yang persisten dan murah. Berkurangnya persaingan terhadap gulma diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat yang lebih baik sehingga mampu menghasilkan produksi yang meningkat dan kualitas tomat yang baik. Selain itu dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

(14)

3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penanaman A. pintoi

sebagai biomulsa dalam menghambat pertumbuhan gulma dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.

Hipotesis

1. Penggunaan A. pintoi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman

tomat.

2. Terdapat waktu tanam A. pintoi yang tepat sebagai biomulsa.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Syarat Tumbuh Tanaman Tomat

Tanaman tomat diduga berasal dari Peru dan Ekuador (Ashari, 2006). Dalam botani, tanaman tomat digolongkan ke dalam divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Tubiflorae, famili Solanaceae, genus Lycopersicon dan spesies esculentum (Cahyono, 2008).

Tanaman tomat merupakan tanaman semusim berbentuk perdu dengan tinggi dapat mencapai dua meter. Batangnya dapat tegak atau menjalar, padat, dan berambut. Duduk daunnya teratur secara spiral dengan filotaksis 2/5. Ada dua golongan tomat, yaitu tipe determinant dan indeterminant. Bunga tomat hermafrodit, tumbuh secara berlawanan atau pada ketiak daun, berwarna kuning dan bersifat self compatible pada daerah yang lebih dingin (Ashari, 2006).

Tanaman tomat diperbanyak dengan bijinya. Biji tersebut diambil dari buah tomat yang sudah masak fisiologis. Selain dengan bijinya, tanaman tomat dapat diperbanyak melalui stek batang serta dapat disambung dengan famili Solanaceae lainnya (Ashari, 2006).

Tanah yang gembur dan kaya unsur hara sangat disukai tomat untuk pertumbuhan optimal. Tanaman tomat menyukai tanah yang tergolong asam, dengan pH 5.5 – 6.5. Air merupakan kebutuhan mutlak bagi tomat, namun kelebihan air tidak disukainya. Penyakit layu bakteri mudah sekali menyerang bila lahan tergenang air (Duriat et al., 1997).

Tanaman tomat dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Suhu rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan dan pembungaan tanaman tomat berkisar antara 25oC-30oC pada siang hari dan antara 16oC-30oC pada malam hari (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Pemakaian mulsa dapat meningkatkan kelembaban apabila ditanam pada musim kemarau (Ashari, 2006). Menurut Sumiati (1990) penggunaan mulsa plastik bening dapat menekan evapotranspirasi yang mungkin terjadi akibat tiupan angin, sehingga kelembaban tanah tetap terjamin untuk pertumbuhan dan perkembangan tomat. Selanjutnya naungan plastik bening secara nyata dapat meningkatkan bobot buah per hektar.

(16)

5

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hias

Arachis pintoi adalah tanaman kacang-kacangan yang dikenal dengan nama

Pinto Peanut, pertama kali dikoleksi oleh G.C.P. Pinto pada tahun 1954 dari lembah Jequitinhonha, San Fransisco dan sepanjang sungai Tocantins di Brazil. Tanaman ini populer di Indonesia dengan nama kacang hias. Berdasarkan sistimatika, tanaman A. pintoi digolongkan ke dalam divisio Spermatophyta, sub

divisio Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Leguminosae, genus Arachis dan spesies pintoi (Reksohadiprodjo, 1981).

Tanaman A. pintoi merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh rendah.

Batangnya tumbuh menjalar, akar dan sulur akan tumbuh dari buku batang apabila ada kontak langsung dengan tanah. Setiap tangkainya mempunyai dua pasang helai daun. Daunnya berbentuk oval dengan ukuran lebih kurang 1.5 cm lebar dan 3 cm panjang (Balittan, 2004).

Perbanyakan tanaman A. pintoi dapat dilakukan dengan menggunakan biji,

stek, dan stolon. Diperlukan waktu 2 – 5 bulan untuk menutupi seluruh permukaan tanah dengan pertumbuhan yang seragam, tergantung kondisi lingkungan dan jarak tanam (Balittan, 2004). Namun perbanyakan vegetatif dengan cara stek dan stolon adalah cara yang umum diterapkan. Keberhasilan perbanyakan secara vegetatif terutama dengan stek ditentukan oleh jenis stek yang digunakan dan faktor lingkungan pada awal pertumbuhan stek. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan stek adalah radiasi surya, kelembaban, dan ketersediaan air. Penyiangan gulma juga diperlukan selama masa awal pertumbuhan menggunakan mesin potong, cangkul, herbisida, atau dicabut. Penyiangan atau penyemprotan herbisida diperlukan sebanyak 2–4 kali sebelum seluruh permukaan lahan tertutupi.

Tanaman A. pintoi tumbuh dan berkembang baik pada daerah sub tropika

dan tropika dengan curah hujan tahunan > 1 000 mm. Tanaman ini cocok tumbuh pada tanah dengan tekstur liat berat sampai berpasir, namun tumbuh lebih baik pada tanah lempung berpasir (sandy loam).

Mannetje dan Jones (1992) menyatakan bahwa A. pintoi tahan terhadap

konsentrasi Al yang tinggi, dapat tumbuh pada tingkat kesuburan rendah dan tinggi, tahan terhadap kandungan air yang tinggi, miskin unsur liat, tahan terhadap

(17)

6 kandungan Mn yang tak dapat ditanami legum lain, daya berkecambah biji tahan sampai termperatur 35oC – 40oC selama 10 hari. Selanjutnya Fisher dan Cruz (1993) menambahkan bahwa A. pintoi selain toleran terhadap naungan juga relatif

tahan terhadap defisit air.

Manfaat Tanaman Arachis pintoi sebagai Tanaman Penutup Tanah

Tanaman Arachis pintoi digunakan sebagai tanaman hias di taman dan

pakan ternak selain itu bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah. Boerhendhy dan Sianturi (1986) menguraikan manfaat tanaman penutup tanah kacangan, antara lain:

1. Menahan air hujan yang jatuh langsung pada permukaan tanah yang akan menghancurkan agregat tanah (struktur remah) menjadi butiran-butiran kecil yang akan menutupi pori-pori tanah, sehingga menghalangi peresapan air hujan ke dalam tanah yang akan menyebabkan erosi.

2. Menekan pertumbuhan gulma, sehingga biaya pengendalian gulma dapat

ditekan.

3. Menghasilkan banyak bahan organik dan serasah yang berasal dari pelapukan daun dan batang, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. 4. Mempunyai bintil akar (nodula) yang berfungsi untuk mengikat nitrogen

bebas dari udara, sehingga mengurangi persaingan antara kacangan dengan tanaman pokok dalam penyerapan nitrogen tanah. Selanjutnya nitrogen yang yang diikat dari udara akan dilepaskan kembali ke dalam tanah dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman.

5. Menyerap unsur-unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam kemudian memperkaya lapisan permukaan tanah akan unsur hara karena kacangan mempunyai sistem perakaran yang dalam.

6. Membantu mempercepat proses pembusukan bahan organik sehingga dapat menghindari perkembangan jamur putih.

Menurut Kartika et al. (2009) A. pintoi sebagai biomulsa memiliki manfaat

bagi lingkungan antara lain untuk konservasi tanah, mengurangi erosi, memperbaiki lahan yang rusak, mempercepat perputaran nutrisi; memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah; memperbaiki pertumbuhan vegetatif dan

(18)

7 generatif dari tananaman utama; meningkatkan jumlah dan kualitas makanan ternak; mengontrol penyebaran penyakit; menekan pertumbuhan gulma; pilihan baru untuk tanaman hias; dan diharapkan sebagai sumber yang baik dari nektar untuk lebah.

Mulsa dan Manfaatnya

Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian. Berdasarkan sumber bahan dan cara pembuatannya, bahan mulsa dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu mulsa organik, mulsa anorganik, dan mulsa kimia-sintetis. Mulsa organik meliputi semua bahan sisa pertanian yang secara ekonomis kurang bermanfaat seperti jerami padi, batang jagung, daun pisang, dan lain-lain. Mulsa anorganik meliputi semua bahan batuan dalam berbagai bentuk dan ukuran. Mulsa kimia-sintetis meliputi bahan-bahan plastik dan bahan-bahan kimia lainnya (Umboh, 2002).

Manfaat awal penggunaan mulsa terhadap tanaman adalah manfaat dalam hal kompetisi dengan gulma untuk memperoleh sinar matahari. Selain itu mulsa dapat mempengaruhi kestabilan agregat tanah yaitu mengurangi daya tumbuk langsung butir-butir hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi. Kemudian mulsa juga berperan dalam mempertahankan kelembaban tanah dan suhu tanah serta mengurangi evaporasi.

Setiap jenis bahan mulsa memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan mulsa jerami dan mulsa plastik saat ini sering digunakan. Kelebihan mulsa jerami antara lain, harganya murah, memiliki efek menurunkan suhu tanah, mengonservasi tanah dengan menekan erosi, dapat menghambat pertumbuhan gulma, dan menambah bahan organik tanah. Hasil penelitian Triyono (2007) menunjukkan sistem pengolahan tanah dan pemberian mulsa jerami dapat menekan laju erosi sebesar 75.6 % pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman dan 14.8 % pada saat pertumbuhan generatif. Selanjutnya pengaruh sistem pengolahan tanah dan pemberian mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil yang ditunjukkan peningkatan berat polong 154 %. Fahrurrozi et al. (2005) menyatakan bahwa pemberian mulsa alang-alang

(19)

8 kekurangan penggunaan mulsa jerami antara lain tidak dapat digunakan lagi untuk masa tanam berikutnya.

Penggunaan mulsa plastik dominan dilakukan untuk produksi sayuran. Mulsa plastik hitam perak merupakan jenis mulsa yang umum digunakan oleh para petani. Mulsa dipasang dengan posisi warna hitam menghadap ke tanah dan dan warna perak menghadap ke atas. Permukaan perak dimaksudkan agar pemantulan radiasi sinar matahari memiliki efek ganda, yaitu memperkecil panas yang mengalir ke tanah dan memperbesar radiasi matahari yang diterima oleh daun sehingga meningkatkan proses fotosintesis. Permukaan hitam dimaksudkan untuk membatasi radiasi matahari yang menembus sampai ke permukaan tanah sehingga keadaan permukaan tanah menjadi gelap total. Keadaan ini akan menekan perkecambahan dan pertumbuhan gulma (Umboh, 2002).

Keuntungan lain dari penggunaan mulsa plastik atau polyethylen yaitu

mempercepat pemanenan dan peningkatan hasil, memperbaiki kelembaban tanah, mengurangi pencucian pupuk, mengurangi kepadatan tanah, menurunkan penyakit busuk buah, dan meningkatkan efektivitas fumigan. Kekurangan mulsa plastik antara lain memerlukan alat khusus, meningkatkan biaya produksi, dan adanya kesulitan dalam pemusnahan mulsa.

Selain mulsa organik dan mulsa kimia sintetis, penggunaan mulsa hidup atau biomulsa dapat dilakukan pada lahan budidaya. Mulsa hidup atau biomulsa yang baik adalah tanaman yang tumbuh rendah, tumbuh cukup rapat untuk menekan pertumbuhan gulma dan memilki respon yang baik terhadap penyiangan. Biomulsa umum digunakan untuk mencegah erosi, meningkatkan retensi air dan mudah untuk disiangi. Petani umumnya menggunakan leguminosa sebagai biomulsa di antar baris, dan lebih umum digunakan pada fase rotasi untuk untuk meningkatkan nitrogen di lahan serta menurunkan serangan serangga tanah dan penyakit (Clark, 2010)

Pengaruh Perbedaan Waktu Tanam

Salah satu faktor penting dalam pertanaman adalah pengaturan waktu tanam yang tepat. Pengaturan waktu tanam yang tepat akan menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman tersebut. Pengaturan ini dimaksudkan untuk

(20)

9 mengurangi kompetisi antar tanaman dalam memperebutkan faktor tumbuh, seperti cahaya, air, hara, dan CO2. Perbedaan waktu tanam kacang kedelai

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produktivitas padi gogo. Penanaman padi gogo sebelum kedelai dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas padi gogo bila dibandingkan dengan ditanam setelah, bersamaan, maupun monokultur (Milpanda, 2005). Kacang tanah yang ditanam sebelum padi gogo memberikan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan pola tanam ganda setelah penanaman padi gogo (Caswiniati, 2006). Amin (2006) menunjukkan bahwa penanaman pegagan dua minggu sebelum penanaman cabai merah memberikan pengaruh lebih baik dalam respon tinggi tanaman.

Pengaturan waktu tanam mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Kaligis (1995) menunjukkan bahwa waktu tanam A. pintoi berpengaruh

terhadap tinggi tanaman dan tidak mempengaruhi komponen produksi padi, sedangkan Umboh (1995) menyatakan bahwa kombinasi perlakuan waktu tanam

A. pintoi dan taraf pemupukan fosfor yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap

tinggi tanaman, lingkar batang, dan pipilan kering tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah tongkol jagung per petak.

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm

IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah hujan rata-rata 3 300 mm/tahun. Penelitian dimulai bulan Januari sampai Juni 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas benih tomat bersertifikasi varietas Permata F1 dan stek batang A. pintoi, pupuk kandang 20 ton/ha, kapur 2 ton/ha,

kasting, furadan, rootone-F, Gandasil-D sebagai starter solution, Gandasil-B,

NPK Mutiara dan pestisida kimiawi.

Alat yang digunakan adalah peralatan tanam, alat ukur, gelas ukur, timbangan analitik, alat tulis, mulsa plastik hitam perak (MPHP), tray persemaian,

bak plastik.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal, yaitu dengan empat perlakuan waktu tanam A. pintoi dan

dua pembanding:

M0 monokultur tanaman tomat tanpa mulsa M1 monukultur tanaman tomat dengan MPHP M2 10 minggu A. pintoi sebelum tomat ditanam

M3 7 minggu A. pintoi sebelum tomat ditanam

M4 4 minggu A. pintoi sebelum tomat ditanam

M5 1 minggu A. pintoi sebelum tomat ditanam

Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Masing-masing perlakuan menempati petak berukuran 5 m x 1.2 m. Model matematika percobaan ini mengikuti model Gomez dan Gomez (1995) sebagai berikut:

(22)

11 Yij = µ + τi + βj + εij, dimana i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2,3

Yij: pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ : rataan umum

τi : pengaruh perlakuan ke-i βj : pengaruh kelompok ke-j

εij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Jika terdapat pengaruh nyata dari perlakuan mulsa yang di uji berdasarkan uji F-hitung pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut untuk melihat perbedaan antar perlakuan dengan Uji DMRT pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Lahan

Dua minggu sebelum penanaman A. pintoi tanah diolah sedalam 20 cm,

selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran 5 m x 1.2 m dengan jarak antar petak 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Layout percobaan dapat dilihat pada Lampiran 7. Pemberian pupuk kandang, kapur, dan pupuk dasar dilakukan setelah pembuatan bedengan, kemudian ditunggu selama dua minggu. Pemasangan mulsa plastik pada perlakuan MPHP diterapkan satu minggu sebelum penanaman tomat.

2. Penanaman A. pintoi

Bahan tanam A. pintoi yang digunakan untuk penelitian adalah berbentuk stek

batang yang berasal dari Kebun Percobaan Cikabayan. Ukuran stek seragam dan umur pengambilan sama serta masih segar. Stek berukuran 15 cm atau empat ruas direndam selama satu malam dalam air yang telah dicampur dengan 1 g rootone dalam 1 liter air. Selanjutnya stek tersebut ditanam dengan jarak antar stek 15 cm x 15 cm.

3. Penyemaian

Benih tomat yang digunakan adalah varietas Permata F1. Deskripsi varietas Permata F1 dapat dilihat pada Lampiran 3. Benih tomat yang akan ditanam disemaikan terlebih dahulu di tray semai ukuran 72 lubang. Media persemaian

(23)

12 ditempatkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari berlebihan dan air hujan. Penyiraman dilakukan sehari dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Pemberian pupuk daun (Gandasil D) dilakukan setiap hari dengan konsentrasi 2 g/l. Bibit dipindahkan ke lapang setelah lima minggu.

4. Penanaman Tomat

Penanaman bibit tomat dilakukan dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu. Pada bedengan dengan MPHP, pembuatan lubang tanam menggunakan kaleng berdiameter 10 cm. Jarak tanam yang digunakan 50 cm x 60 cm.

5. Pemupukan

Pupuk Urea diberikan satu kali yaitu sebelum penanaman A. pintoi dengan

dosis 100 kg N/ha. Setelah tanaman tomat ditanam dilapang, kemudian diberi

starter solution yaitu Gandasil D dengan konsentrasi 20 gram per 10 liter.

Pemupukan Gandasil D dengan konsentrasi 2 g/l dan NPK 16-16-16 sebesar 100 gram per 10 liter dilakukan seminggu sekali selama fase vegetatif. Setelah fase generatif tanaman tomat diberi pupuk Gandasil B dengan konsentrasi 2 g/l.

6. Pemeliharan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pengendalian hama dan penyakit, pengajiran pada tanaman tomat. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan gulma dilakukan sebelum penanaman tomat dan setelah tanaman tomat mulai berbuah.

7. Panen

Pemanenan tomat dilakukan pada tanaman yang telah berumur 60 – 100 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah yang sudah masak ‘merah tua’.

8. Pengamatan

A. Komponen pertumbuhan tanaman tomat diamati pada 10 tanaman contoh,

peubah yang diamati antara lain:

1. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai pucuk tertinggi. Pengukuran dilakukan sampai tanaman berbunga dari 1 minggu setelah tanam (MST) hingga 7 MST.

(24)

13

2. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung pada semua daun majemuk.

Pengamatan dilakukan dari 2 MST hingga sebelum dipangkas tunas airnya, yaitu umur 5 MST. Pengukuran dilakukan dua minggu sekali.

3. Umur berbunga. Waktu berbunga diamati setelah 75% dari populasi

tanaman tomat berbunga.

4. Jumlah ruas. Jumlah ruas diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tumbuh. Pengukuran dilakukan dari 2 MST hingga 7 MST.

5. Panjang ruas. Panjang ruas diamati dari 2 MST hingga 7 MST. B. Pengamatan komponen hasil pada tomat:

1. Jumlah buah. Jumlah buah diperoleh dari panen pertama hingga panen terakhir dari tiap tanaman dan tiap petak.

2. Bobot panen. Bobot panen diperoleh dari jumlah bobot total pada tiap tanaman dan tiap petak.

3. Bobot per buah. Bobot per buah diperoleh dengan membagi bobot buah dengan total buah yang dihasilkan.

4. Bobot buah layak pasar. Bobot buah layak pasar diperoleh dari bobot total buah yang memenuhi standar pasar dan tidak berpenyakit.

5. Bobot buah tidak layak (penyakit/ulat). Bobot buah tidak layak pasar diperoleh dari bobot total buah yang tidak memenuhi standar pasar (berpenyakit atau terserang hama).

C. Pengamatan pada Arachis pintoi meliputi:

1. Persentase tumbuh. Persentase tumbuh dihitung berdasarkan jumlah stek yang dapat hidup di lahan. Pegukuran dilakukan mulai 1 MST sampai 2 MST.

2. Persentase penutupan. Persentase penutupan diamati menggunakan

kuadrat 0.5 m x 0.5 m. Penutupan A. pintoi diamati pada 30, 45, 60, 75,

dan 90 hari setelah tanam (HST). D. Pengamatan pada gulma

Pengamatan gulma menggunakan kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m dan dilakukan 30 dan 60 HST tomat. Pengamatan pada gulma meliputi:

1. Jenis gulma yang tumbuh. Gulma yang telah diambil dari lahan

(25)

14 2. Jumlah gulma. Gulma dihitung berdasarkan jumlah individu per spesies

3. Bobot kering. Perhitungan bobot kering dilakukan dengan cara

mengoven gulma pada suhu 80 0C selama tiga hari kemudian ditimbang bobotnya.

4. Dominasi gulma. Dominasi gulma dianalisis dengan menggunakan NJD (Nisbah Jumlah Dominasi). Nilai NJD dicari berdasarkan rata-rata 3 nilai penting, yakni kerapatan nisbi, frekuensi nisbi, dan bobot kering nisbi. E. Analisis tanah sebelum dan sesudah percobaan

Analisis tanah sebelum dan sesudah percobaan dilakukan secara komposit dengan mengambil tanah sedalam ± 20 cm dari beberapa titik pada masing-masing perlakuan.

(26)

HASIL

Kondisi Umum

Hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanah menunjukkan bahwa kondisi tanah awal tergolong masam (pH H2O 5.00). Kandungan C-organik dan

N-total tergolong rendah masing-masing bernilai 1.11 % dan 0.12 %. Demikian

juga dengan P2O5 (Bray) dan K tergolong rendah dengan 5.6 ppm dan

0.17 me/100 g. Kriteria penilaian analisis tanah disajikan pada Lampiran 6. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Nursyamsi dan Suprihati (2005), jenis tanah di areal penelitian (Kecamatan Dramaga, Bogor) merupakan jenis tanah Latosol-inceptisol. Tipe tanah inceptisol memiliki kriteria: tanah agak masam, kandungan N-organik, C-organik, P total, K, Ca, dan Mg tergolong rendah namun kandungan Al dan Fe tergolong tinggi. Sifat kimia dan mineralogi tanah termasuk baik karena masih mengandung mineral mudah lapuk sehingga potensi kesuburannya masih relatif tinggi. Pada jenis tanah ini, ketersediaan P sangat rendah karena P difiksasi oleh Al dan Fe bebas membentuk senyawa Al-P dan Fe-P yang tidak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Hasil analisis tanah yang dilakukan setelah perlakuan menunjukkan bahwa C-organik dan N-total pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi meningkat dua kali

lebih tinggi. Namun, nilai rasio C/N dalam tanah pada perlakuan biomulsa A. pintoi tidak menunjukkan perubahan. Peningkatan yang sangat tinggi terjadi pada

kandungan P2O5 dan K2O pada semua perlakuan terutama perlakuan mulsa plastik

hitam perak masing-masing 136.0 dan 137.0 ppm. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan disajikan pada Lampiran 1.

Menurut data Stasiun Klimatologi Darmaga, jumlah curah hujan rata-rata selama penelitian berlangsung adalah sebesar 300.7 mm/bulan dengan suhu rata-rata 23.2-31.8oC dan kelembaban rata-rata 84.3 %. Data curah hujan disajikan pada Lampiran 2.

Pertumbuhan A. pintoi menunjukkan nilai yang paling rendah pada

perlakuan 4 minggu sebelum tanam (MSbT). Persentase tumbuh A. pintoi pada

perlakuan tersebut sebesar 20 % sehingga diperlukan penanaman ulang. Persentase tumbuh meningkat sebesar 90.71 % setelah dilakukan penanaman

(27)

16

ulang. Rendahnya persentase tumbuh A. pintoi diduga akibat rendahnya

ketersediaan air pada waktu penanaman sehingga dilakukan penyiraman secara manual untuk mengurangi evapotranspirasi dan penyulaman A. pintoi. Selain itu,

dilakukan penyiangan gulma sebelum penanaman tomat untuk mengurangi kompetisi penyerapan unsur hara antara tanaman dengan gulma. Pada masa pertumbuhan vegetatif A. pintoi, terjadi serangan hama dan penyakit. Hama

dominan yang menyerang Arachis pintoi adalah lundi. Hama tersebut memotong

akar Arachis pintoi tepat di bawah permukaan tanah sehingga banyak tanaman

yang mati. Selain itu penyakit yang menyerang yaitu bercak daun yang disebabkan cendawan Cercospora personata.

Penanaman bibit atau transplanting dilakukan saat bibit tomat berumur

35 hari. Seharusnya penanaman bibit tomat dilakukan ketika bibit berumur 21 hari – 30 hari, namun pertumbuhan bibit masih belum optimal. Hal ini diduga karena media tanam organik yang digunakan masih memiliki C/N tinggi sehingga nitrogen yang tersedia kurang mencukupi untuk pertumbuhan bibit.

Rata-rata persentase hidup tanaman tomat di lapang pada 3 MST mencapai 84 %. Pada awal penanaman, persentase kematian tertinggi terjadi pada perlakuan mulsa plastik hitam perak (MPHP) sebesar 25 %, sedangkan pada perlakuan tanpa mulsa sebesar 23 % serta biomulsa A. pintoi 10, 7, 4, dan 1 MSbT masing-masing

sebesar 20 %, 13.3 %, 8.3 %, dan 6.7 %. Kondisi lahan setelah penanaman tomat dapat dilihat pada Lampiran 8.

Salah satu penyebab rendahnya persentase hidup tanaman tomat di lapang adalah banyaknya hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Hama yang menyerang antara lain belalang hijau (Nympahea sp.), rayap (Macrotermes gilvus), dan ulat buah tomat (Helicoperva armigera). Pengendalian hama

dilakukan dengan cara pemberian Decis 2.5 EC (Deltamethrin) pada 2 MST.

Sedangkan penyakit yang menyerang adalah layu Fusarium (Fusarium oxysporum

Schlecth) dan bercak coklat. Gejala yang ditimbulkan adalah pucatnya tulang-tulang daun, menguningnya daun-daun bagian bawah, dan terjadi kelayuan tanaman (Semangun, 1994). Penyakit Fusarium menyerang tanaman rata-rata pada 2 MST. Serangan tersebut lebih banyak terjadi pada perlakuan tanpa mulsa

(28)

17 dengan persentase kejadian sebesar 31 %, sedangkan pada perlakuan lain menunjukkan nilai yang lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Mulsa pada Serangan Penyakit Layu Fusarium

Perlakuan Serangan (%) Tanpa Mulsa 31.00 MPHP 27.00 10 MSbT 3.00 7 MSbT 4.00 4 MSbT 14.00 1 MSbT 21.00

Keterangan: MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak MSbT = Minggu Sebelum Tanam

Tanaman mulai berbunga saat 5 MST. Selama periode pembungaan, dilakukan pemangkasan pada tandan bunga pertama dan tunas air. Tanaman mulai panen pada umur 10 MST. Pemanenan tomat dilakukan dengan masa panen satu bulan. Pemanenan tomat dilakukan delapan kali pemetikan, dengan frekuensi panen 3-5 hari sekali.

Pertumbuhan Arachis pintoi Persentase Tumbuh Arachis pintoi

Penanaman Arachis pintoi dilakukan secara bertahap sesuai perlakuan, yaitu

pada 10 Minggu Sebelum Tanam (MSbT) tomat, 7 MSbT tomat, 4 MSbT tomat dan 1 MSbT tomat. Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase tumbuh tanaman

A. pintoi rendah dengan rata-rata kurang dari 80 %.  

Arachis pintoi dapat tumbuh baik pada suhu 22oC dan 28oC dengan curah

hujan > 1 000 mm/tahun (Tropical Forage, 2010) . Rendahnya daya tumbuh

Arachis pintoi terutama pada perlakuan 1 MSbT dikarenakan pada awal

pertumbuhan A. pintoi curah hujan pada bulan April yaitu sebesar 42.9 mm.

Akibatnya pertumbuhan Arachis pintoi kurang optimal karena kurang tersedianya

air untuk awal pertumbuhan.

Tabel 2. Persentase Tumbuh Tanaman Arachis pintoi

Perlakuan Persentase Tumbuh (%) (pada minggu 1-4 penanaman) Curah Hujan (mm)

10 MSbT 75.90 252.0

7 MSbT 79.97 460.7

4 MSbT 90.71 414.5

1 MSbT 61.76 42.9

(29)

18

Penutupan Arachis pintoi

Penutupan A. pintoi pada setiap petak perlakuan diamati secara visual

dengan melihat persentase tanaman A. pintoi yang menutupi kuadrat ukuran

0.5 m x 0.5 m (Lampiran 9). Perlakuan 10 MSbT menunjukkan persentase penutupan A. pintoi tertinggi sebesar 98.33 % pada 90 hari setelah tanam (HST)

(Gambar 1). Penutupan Arachis pintoi sebesar 100 % dapat diperoleh setelah

umur tanaman lebih dari 90 HST. Kecepatan tumbuh Arachis pintoi pada

percobaan ini lambat, sehingga pertumbuhan gulma lebih cepat karena daya saing

Arachis pintoi yang rendah.

Gambar 1. Persentase Penutupan A. pintoi

Rendahnya kecepatan Arachis pintoi menutup tanah diduga karena populasi A. pintoi yang kurang rapat. Menurut Huang et al. (2004), penggunaan jarak

tanam Arachis pintoi dengan jarak 10 cm × 10 cm, penutupannya mencapai 49 %

di daerah bukit (tanah tandus, 0.5 % BO) pada 30 HST, 87 % pada 45 HST, 91 % pada 60 HST, sedangkan di areal taman (tanah subur, 1.5 % BO) penutupannya mencapai 80 % pada 30 HST.

Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pertumbuhan Gulma

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada 30 HST dan 60 HST menunjukkan bahwa jenis gulma yang tumbuh pada setiap satuan percobaan didominasi oleh golongan rumput dan daun lebar. Jenis gulma yang tumbuh relatif sama pada setiap perlakuannya (Tabel 3).

0 20 40 60 80 100 120 30 45 60 75 90 Pers en tas e (% ) HST 10 MSbT 7 MSbT 4 MSbT 1 MSbT

(30)

19 Tabel 3. Jenis Gulma yang Tumbuh pada Lahan Percobaan

Golongan Rumput Golongan Daun Lebar

Axonopus compressus (Sw) P. Beauv Boreria alata (Aubl) DC Brachiaria distachya (L) Staph Boreria laevis (Lamk) Griseb Digitaria ascendens (Kunth) Caladium sp.

Imperata cylindrical (L) Beauv Calopogonium sp.

Ottochloa nodosa (Kunth) Dandy Cleome rutidosperma DC. Paspalum comersonii Lam. Croton hirtus L. Herit Paspalum conjugatum Berg. Mimosa pudicca L. Pennisetum polystachyon (L) Schult Sida acuta Burmf

Pada umur 60 HST, mulsa plastik hitam perak relatif lebih efektif menekan pertumbuhan gulma terhadap bobot kering total (2.89 g), dibandingkan biomulsa

Arachis pintoi 10 MSbT (126.47 g) dan 7 MSbT (110.54 g) yang kurang efektif

menekan pertumbuhan gulma (Tabel 4). Demikian juga terhadap jumlah spesies gulma yang terdapat pada petak percobaan.

Perlakuan biomulsa Arachis pintoi tidak dapat menekan gulma secara

efektif. Hal ini diduga karena kecepatan penutupan yang rendah memberikan peluang gulma untuk tumbuh dengan baik.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Mulsa terhadap Jumlah Spesies dan Bobot Kering Total Gulma

Perlakuan 30 HST Jumlah Spesies 60 HST 30 HST Bobot Kering Total (gram) 60 HST

Tanpa Mulsa 9 8 21.85 90.83 MPHP 4 2 5.17 2.89 10 MSbT 12 11 84.38 126.47 7 MSbT 8 14 37.8 110.54 4 MSbT 10 9 87.58 89.27 1 MSbT 11 8 50.2 31.99

Keterangan: MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak MSbT = Minggu Sebelum Tanam

Pengaruh Biomulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tomat Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Tomat

Pertumbuhan vegetatif tanaman tomat terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas,dan panjang ruas. Sedangkan pertumbuhan generatif pada percobaan ini dilihat dari umur berbunga tanaman tomat. Hasil rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tomat disajikan pada Lampiran 4.

(31)

20

1. Tinggi Tanaman

Penggunaan mulsa plastik hitam perak dan biomulsa Arachis pintoi secara

nyata meningkatkan tinggi tanaman tomat. Gambar 2 memperlihatkan tinggi tanaman pada 7 MST pada perlakuan biomulsa 10 MSbT dan 7 MSbT masing-masing 43.14 cm dan 39.44 cm, tidak berbeda nyata dengan MPHP (41.66 cm), tetapi berbeda nyata dengan tanpa mulsa (23.91 cm).

Gambar 2. Rataan Tinggi Tanaman per Minggu pada Berbagai Perlakuan

2. Jumlah Daun

Penggunaan mulsa plastik hitam perak dan biomulsa Arachis pintoi secara

nyata meningkatkan jumlah daun tanaman tomat setelah 4 MST. Tabel 5 menunjukkan jumlah daun tertinggi diperoleh pada perlakuan biomulsa 10 MSbT (7.57) berbeda nyata dengan tanpa mulsa (6.04).

Tabel 5. Rataan Jumlah Daun 2 MST dan 4 MST pada Berbagai Perlakuan

Perlakuan Waktu Pengamatan (MST) 2 4

Tanpa Mulsa 5.77a 6.04b MPHP 5.85a 7.07ab 10 MSbT 6.07a 7.57a 7 MSbT 6.07a 6.93ab 4 MSbT 6.12a 6.36b 1 MSbT 5.33a 5.33b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5%

MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak ; MSbT = Minggu Sebelum Tanam 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 1 2 3 4 5 6 7 cm MST Tanpa Mulsa MPHP 10 MSbT 7 MSbT 4 MSbT 1 MSbT

(32)

21

3. Jumlah Ruas

Perlakuan mulsa plastik hitam perak dan biomulsa A. pintoi nyata

mempengaruhi jumlah ruas. Tabel 6 menunjukkan jumlah ruas terbanyak diperoleh perlakuan biomulsa 10 MSbT dan 7 MSbT pada umur 3 MST dan 4 MST, tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa plastik hitam perak. Namun pada umur 5 MST, mulsa plastik hitam perak meningkatkan jumlah ruas dan diikuti oleh perlakuan biomulsa 10 MSbT dan 7 MSbT. Perlakuan tanpa mulsa konsisten menghasilkan jumlah ruas terendah.

Tabel 6. Rataan Jumlah Ruas per Minggu pada Berbagai Perlakuan

Perlakuan 2 3 4 5 6 7 MST Tanpa Mulsa 3.34a 3.06b 3.94bc 3.86c 4.46b 5.70c MPHP 2.93a 3.80ab 5.29ab 6.89a 7.72a 9.05a 10 MSbT 3.60a 4.45a 5.83a 5.93b 6.87a 7.70ab 7 MSbT 3.50a 4.33a 5.20ab 5.80b 6.84a 7.40b 4 MSbT 3.23a 3.76ab 4.25bc 4.59c 5.51b 6.71bc 1 MSbT 3.04a 3.03b 3.70c 3.97c 5.18b 6.38bc

Keterangan: MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak Angka yang diikuti dengan huruf yang

sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5%

MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak ; MSbT = Minggu Sebelum Tanam

4. Panjang Ruas

Data pada Tabel 7 memperlihatkan perlakuan biomulsa 10 MSbT dan 7 MSbT pada awal pengamatan yaitu 2 MST – 5 MST nyata meningkatkan panjang ruas tanaman tomat. Namun pada umur 6 MST perlakuan mulsa plastik hitam perak tidak berbeda nyata (2.47 cm) dengan perlakuan biomulsa 10 MSbT dan 7 MSbT masing-masing 2.70 cm dan 2.38 cm.

Tabel 7. Rataan Panjang Ruas per Minggu pada Berbagai Perlakuan Perlakuan Waktu Pengamatan (MST) 2 3 4 5 6 7 Tanpa Mulsa 1.35bcd 1.41b 1.57c 1.52c 1.81c 2.05b MPHP 1.12d 1.35b 1.74c 1.84c 2.47a 3.03a 10 MSbT 1.71a 2.42a 2.58a 2.60a 2.70a 2.75a 7 MSbT 1.67ab 1.97a 2.17b 2.09b 2.38ab 2.64a 4 MSbT 1.52abc 2.01a 1.88bc 1.86bc 1.95bc 2.13b 1 MSbT 1.20dc 1.47b 1.63c 1.50c 1.82bc 2.11b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5%.

(33)

22

5. Waktu Berbunga

Perlakuan biomulsa A. pintoi dan mulsa plastik hitam perak nyata

mempercepat pembungaan. Tabel 8 menunjukkan bahwa umur berbunga tanaman tomat berkisar antara 39-53 hari. Perlakuan biomulsa A. pintoi 10 MSbT

menunjukkan umur berbunga tercepat (39 HST), tidak berbeda nyata dengan perlakuan MPHP (44 HST), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa (46 HST).

Tabel 8. Rataan Umur Berbunga Tanaman Tomat

Perlakuan Rata-rata Umur Bunga (HST) Tanpa Mulsa 46b MPHP 44bc 10 MSbT 39c 7 MSbT 41bc 4 MSbT 47ab 1 MSbT 53a

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5%.

MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak ; MSbT = Minggu Sebelum Tanam Komponen Produksi Tanaman Tomat

Rekapitulasi hasil sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap komponen produksi dan produksi buah tomat. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah buah tertinggi diperoleh pada mulsa plastik hitam perak (6.34) berbeda nyata dengan tanpa mulsa (kontrol) dan seluruh perlakuan. Meskipun demikian, ukuran buah yang dipresentasikan oleh bobot buah menunjukkan bahwa nilai tertinggi diperoleh pada biomulsa yang ditanam pada 10 MSbT dan 7 MSbT, masing-masing 18.91 g dan 19.96 g, berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa (14.55 g). Penampakan visual buah tomat pada semua perlakuan disajikan pada Lampiran 10.

Sejalan dengan pengaruhnya terhadap komponen produksi, perlakuan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot panen per tanaman dan bobot panen per petak. Rata-rata bobot panen tertinggi diperoleh pada perlakuan mulsa plastik hitam perak (106.39 g), berbeda nyata dengan tanpa mulsa (35.19 g) dan seluruh perlakuan biomulsa. Demikian juga untuk bobot panen per petak nilai tertinggi

(34)

23 diperoleh pada mulsa plastik hitam perak (1 876.95 g), diikuti oleh perlakuan biomulsa 7 MSbT (1 139.73 g) dan 10 MSbT (903.14 g).

Tabel 9. Rataan Jumlah Buah dan Bobot panen Perlakuan

Rata-Rata Rata-Rata Rata-Rata Bobot

Jumlah buah Jumlah Bobot panen (gram) per

per Tanaman Tanaman Tanaman Petak Buah (gram)

Tanpa Mulsa 2.50b 7.00b 35.18c 247.99d 14.55c MPHP 6.34a 16.33a 106.39a 1 876.59a 17.47abc 10 MSbT 2.92b 17.00a 55.48bc 903.14bc 18.91ab 7 MSbT 3.53b 18.00a 63.96b 1 139.73b 19.96a 4 MSbT 3.46b 15.33a 53.92bc 702.37cd 16.86abc 1 MSbT 3.62b 13.67a 55.02bc 444.01cd 15.56bc

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak bebeda nyata menurut uji DMRT 5%

MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak ; MSbT = Minggu Sebelum Tanam Buah Layak dan Tidak Layak Pasar

Bobot buah layak pasar merupakan bobot buah yang tidak cacat akibat terserang hama dan penyakit sehingga layak untuk dipasarkan. Bobot buah layak pasar dari semua perlakuan berkisar antara 204.90 g – 1 778.01 g. Gambar 3 menunjukkan bahwa persentase bobot layak dan tidak layak pasar perlakuan biomulsa 10 MSbT tidak berbeda (94.68 % dan 5.32 %) dengan perlakuan mulsa plastik hitam perak (94.75 % dan 5.25 %). Hasil rekapitulasi sidik ragam bobot buah tomat layak pasar dan tidak layak pasar disajikan pada Lampiran 5.

Keterangan: MPHP = Mulsa Plastik Hitam Perak MSbT = Minggu Sebelum Tanam

Gambar 3. Rataan Bobot Buah Layak dan Tidak Layak Pasar

82.62 94.75 94.68 90.74 91.56 88.22 17.38 5.25 5.32 9.26 8.44 11.78 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 Tanpa MulsaMPHP 10 MSbT 7 MSbT 4 MSbT 1 MSbT Pe rsentase (% ) Perlakuan layak pasar (g) Tidak Layak Pasar (g)

(35)

PEMBAHASAN

Perbedaan perlakuan mulsa pada tanaman tomat menyebabkan perbedaan jumlah spesies gulma dan sebarannya. Perlakuan mulsa plastik hitam perak menunjukkan jumlah spesies gulma terendah karena ruang tumbuh gulma lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan biomulsa A. pintoi maupun perlakuan

tanpa mulsa. Di sisi lain, jumlah spesies gulma pada perlakuan biomulsa A. pintoi

menunjukkan nilai yang sesuai dengan waktu tanam. Perlakuan biomulsa 10 minggu sebelum tanam menghasilkan jumlah spesies gulma yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan 7, 4, dan 1 minggu sebelum tanam (Tabel 4). Gulma dominan pada perlakuan biomulsa 10 minggu sebelum tanaman adalah Axonopus compressus. Menurut Severino dan Pedro (2004), A. pintoi hanya efektif untuk

menekan pertumbuhan beberapa jenis gulma. Manglayang (2005) menambahkan bahwa salah satu kekurangan A. pintoi di lahan marjinal yaitu pertumbuhannya

yang kurang pesat sehingga kalah berkompetisi dengan Axonopus compressus.

Selain dapat berperan dalam menekan pertumbuhan gulma, perlakuan mulsa juga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi buah tomat. Perlakuan MPHP dan biomulsa Arachis pintoi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman

tomat. Perlakuan biomulsa Arachis pintoi dapat meningkatkan komponen

pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, dan panjang ruas. Selain itu, perlakuan biomulsa dapat mempercepat pembungan tanaman tomat. Waktu tanam terbaik A. pintoi sebagai biomulsa adalah 7 atau 10 minggu

dibandingkan 4 atau 1 minggu sebelum penanaman tomat. Hal tersebut dikarenakan penanaman A. pintoi pada perlakuan 7 atau 10 minggu sebelum

tanam menyebabkan A. pintoi dapat tumbuh lebih baik dan penutupan tanah lebih

tinggi sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kompetisi antara gulma dengan tanaman tomat.

Komponen pertumbuhan tanaman yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas, dan panjang ruas. Pertambahan tinggi tanaman pada

perlakuan biomulsa A. pintoi 10 dan 7 minggu sebelum tanam tomat

menghasilkan tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2). Jumlah daun pada perlakuan biomulsa 10 minggu menunjukkan nilai

(36)

25 yang lebih tinggi secara nyata dibandingkan perlakuan tanpa mulsa dan MPHP pada umur 4 MST (Tabel 5). Gardner et al. (1991) menyatakan jumlah dan ukuran

daun dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selanjutnya, jumlah dan panjang ruas pada perlakuan biomulsa 10 dan 7 minggu sebelum tanam serta perlakuan mulsa plastik hitam perak memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 6 dan 7).

Peningkatan pertumbuhan tanaman tomat pada perlakuan biomulsa Arachis pintoi diduga karena Arachis pintoi sebagai tanaman penutup tanah berpotensi

untuk meningkatkan kesuburan tanah dari hasil fiksasi nitrogen secara biologi. Fiksasi N, yaitu perubahan nitrogen udara oleh bakteri-bakteri yang bersifat simbiotik menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Harjadi, 1979). Hal tersebut dapat dilihat peningkatan nilai N-total dari hasil analisis yang disajikan pada Lampiran 2. Nitrogen adalah unsur makro yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Selain dapat menambat nitrogen, Arachis pintoi yang tumbuh menutupi

permukaan tanah dapat menjaga kelembaban tanah. Arachis pintoi mampu

menahan air untuk mencegah evaporasi, sehingga memaksimalkan air yang tersedia bagi tanaman. Air merupakan salah satu komponen penting selain nutrisi yang diperlukan untuk perbesaran atau perluasan sel. Lebih banyaknya sel berpengaruh terhadap lebih luasnya organ tanaman antara lain daun yang lebih luas. Semakin tinggi luas daun, akan semakin luas pula tajuk tanaman. Tajuk tanaman yang lebar akan meningkatkan luas naungan, dimana naungan akan memacu kerja auksin yang berfungsi untuk perpanjangan sel. Dalam hal ini auksin akan menambah tinggi tanaman. Gardner et al. (1991) menambahkan

bahwa nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel, seperti pada organ vegetatif atau organ pembuahan.

Produksi tomat pada perlakuan MPHP menunjukkan jumlah buah lebih tinggi dibandingkan perlakuan biomulsa A. pintoi (Tabel 9). Rendahnya jumlah

buah pada tanaman tomat yang ditanam dengan perlakuan biomulsa A. pintoi

diduga disebabkan oleh terjadinya kompetisi hara antara tanaman tomat dengan gulma, maupun A. pintoi. Kompetisi terutama terjadi pada penyerapan unsur hara

(37)

26 daerah perakaran tanaman. Fosfor dan kalium diperlukan tanaman untuk mendukung pertumbuhan generatif. Fosfor sangat penting untuk mendukung pertumbuhan vegetatif dan reproduksi dan pengembangan tanaman, meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil, dan ketahanan tanaman dari penyakit (Havlin et al,1999). Ketersediaan unsur fosfor dan kalium tidak dapat disubstitusi oleh unsur

lain sehingga kekurangan unsur-unsur tersebut dapat menurunkan produksi terutama untuk tanaman utama.

Perlakuan biomulsa A. pintoi 10 dan 7 MSbT menunjukkan bobot per buah

dan rata-rata jumlah tanaman tomat lebih tinggi dibandingkan perlakuan MPHP (Tabel 9). Bobot per buah yang lebih tinggi pada perlakuan biomulsa A. pintoi

menunjukkan bahwa A. pintoi memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Persentase tumbuh dan kecepatan penutupan Arachis pintoi relatif lambat

karena kondisi cuaca yang tidak optimum pada awal penanaman sehingga kurang efektif menekan pertumbuhan gulma.

2. Tanaman tomat yang ditanam dengan biomulsa A. pintoi 10 dan 7 minggu

sebelum tanam menunjukkan persentase tumbuh dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan MPHP maupun perlakuan tanpa mulsa.

3. Perlakuan biomulsa A. pintoi 10 dan 7 minggu sebelum tanam (MSbT) serta

perlakuan mulsa plastik hitam perak (MPHP) meningkatkan komponen pertumbuhan dan produksi buah tomat.

Saran

Saran yang dapat penulis berikan kepada peneliti selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan penutupan Arachis pintoi sebagai biomulsa.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, F. 2006. Pemanfaatan Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) Sebagai

Mulsa pada Budidaya Cabai Merah (Capsicumannum L.). Skripsi. Program

Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Edisi (Revisi ke-I). UI-Press.

Jakarta. 490 hal.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 144 hal.

Balittan. 2004. Kacang hias (Arachis pintoi) pada usaha tani lahan kering. http://

balittanah.litbang.deptan.go.id. [8 Maret 2009].

Boerhendhy, I. dan M. Sianturi. 1986. Membangun Penutup Tanah Kacangan di Areal Perkebunan Karet. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sembawa. 36 hal.

Cahyono, B. 2008. Tomat Usaha Tani dan Penanganan Pasacapanen. Edisi Revisi. Kanisius. Yogyakarta. 136 hal.

Caswiniati, E. 2006. Perbedaan Waktu Tanam Kacang Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo dan Kacang Tanah dalam Sistem Tanam Ganda. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 41 hal. (Tidak dipublikasikan).

Clark, T. 2010. Mulch 101 an Introduction to Commonly Used Materials. www.wvagriculture.org/market_bulletin/Past_Issues/PDF.../2-10-pg7.pdf. [20 September 2010].

Duriat, A.S., W.H. Widjaya, H.P. Anggoro, R.M. Sinaga, H. Yusdar, dan B.S. Rafik. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. 133 hal.

Fahrurrozi, B. Hermawan, dan Latifah. 2005. Pertumbuhan dan hasil kedelai pada berbagai dosis mulsa alang-alang dan pengolahan tanah. Jurnal Akta Agrosia 8(1):21-24.

Fisher, M.J. and P. Cruz. 1991. Some ecophysiological aspects of Arachis pintoi,

p. 53-70. In P.C. Kerridge and B. Hardy (Eds.). Biology and Agronomy of

Forage Arachis. CIAT. Colombia.

Gardner, F.P, R.B. Pearce, and R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal.

(40)

29 Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian

Pertanian. Terjemahan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Harjadi, S.S. 1979. Pegantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta. 191 hal.

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers An Introduction to Nutrient Management. 6th ed. Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey. 497 p.

Huang Yi-bin, Tang Long-fei, Zheng Zhong-deng, Chen En, Ying Zhao-yang. 2004. Utilization Of Arachis pintoi In Red Soil Region and its Efficiency on

Water-Soil Conservation in China. 13th International Soil Conservation Organisation Conference.

Kaligis, W.A.A. 1995. Pengaruh Waktu Tanam Arachis pintoi dan Taraf

Pemupukan Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah. Tesis. Program Pasca Sarjana, KPK IPB - UNSRAT. Manado. 67 hal. (Tidak dipublikasikan).

Kartapradja, R. dan D. Djuariah, 1992. Pengaruh tingkat kematangan buah tomat terhadap daya kecambah, pertumbuhan dan hasil tomat. Buletin Penelitian Hortikultura Vol XXIV/2.

Kartika, J.G., M.R. Reyes, dan A.D. Susila. 2009. Review of Literature on Perennial Peanut (Arachis pintoi) as Potential Cover Crop in the Tropics.

Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah (ed. By Susila et al.). Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Bogor. hal 391-399.

Manglayang. 2005. Arachis pintoi. http://manglayang.blogsome.com/2005/11/14/

arachis-pintoi/. [2 September 2010].

Mannetje L. And R.M. Jones. 1992. Plant Resources of South East Asia No. 4. Purdue Scientific Publisher. Wegeningen. 56 p.

Milpanda, D. 2005. Pengaruh Perbedaan Waktu Tanam Kedelai Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Gogo Pada Sistem Tumpang Sari. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 38 hal. (Tidak dipublikasikan).

Nursyamsi, D. dan Suprihati. 2005. Sifat-sifat kimia dan mineralogi tanah serta kaitannya dengan kebutuhan pupuk untuk padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), dan kedelai (Glycine max). Bul Agron. 33(3):40-43.

Reksohadiprodjo, S. 1981. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik. UGM Press. Yogyakarta.

(41)

30 Rosliani, R., Y. Hilman, dan N. Nurtika. 2002. Pengaruh tanaman penutup tanah dan mulsa limbah organik terhadap produksi mentimun dan erosi tanah. Jurnal Hortikultura 12(2):81-87.

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia Prinsip, Produksi, dan Gizi. Jilid 3. ITB. Bandung. 320 hal.

Severino, F.J and Pedro J.C. 2004. Weed supression by smother crops and selective herbicides. Sci. Agric. (Piracicaba, Braz.) 61(1):p.21-26.

Siemonsma, J.S and K. Piluek. 1994. Plant Resources of South East Asia No. 8. Purdue Scientific Publisher. Wegeningen. 412 p.

Sumiati, E. 1990. Pengaruh mulsa, naungan, dan zat pengatur tumbuh terhadap hasil buah tomat kultivar Berlian. Buletin Penelitian Hortikultura 18(2): 18-32.

Tropical Forages. 2010. Arachis pintoi. http://indonesia.tropicalforages.info/key/

Forages/Media/Html/Arachis_pintoi. [8Agustus 2010].

Triyono, K. 2007. Pengaruh sistem pengolahan tanah dan mulsa terhadap konservasi sumber daya tanah. Jurnal Inovasi Pertanian 6(1):11-21.

Umboh, A.H. 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Penebar Swadaya. Jakarta. 89 hal.

Umboh, S.I. 1995. Pengaruh Waktu Tanam Arachis pintoi dan Taraf Pemupukan

Fosfor terhadap Pertumbuhan Serta Produksi Jagung Hibrida CP - 1 di Bawah Pertanaman Kelapa. Tesis. Program Pasca Sarjana, KPK IPB -UNSRAT. Manado. 58 hal.( Tidak dipublikasikan).

(42)
(43)

32 Lampiran 1. Perbandingan Analisis Tanah Sebelum dan Sesudah Perlakuan Analisis Perlakuan Sebelum Tanpa Setelah Perlakuan

Mulsa MPHP 10 MSbT 7 MSbT 4 MSbT 1 MSbT pH (H20) 5.00 4.9 4.9 4.8 5.2 5.0 5.0 C (%) 1.11 1.96 2.09 2.12 2.07 2.19 2.09 N (%) 0.12 0.18 0.19 0.24 0.23 0.22 0.23 C/N 9 11 11 9 9 10 9 P2O5 Bray 1 (ppm) 5.6 20.9 136.0 32.5 40.7 20.7 28.8 K20 Morgan (ppm) 17 61 137 63 78 61 75

Lampiran 2. Data Iklim Bulan Januari-Juni, Darmaga, Bogor

Bulan Maks Temperatur Kelembaban Min Udara (%) Hujan (mm) Curah

Januari 30.2 22.9 88 252.0 Februari 31.8 23.3 85 460.7 Maret 31.8 23.0 86 414.5 April 33.2 23.2 77 42.9 Mei 32.7 23.7 84 330.9 Juni 31.2 23.1 86 303.4

(44)

33 Lampiran 3. Deskripsi Tomat Hibrida Varietas Permata

Asal tanaman : Persilangan induk jantan TO 5186 dengan induk-

induk betina TO 4142

Golongan : Hibrida F1

Tipe Pertumbuhan : Intermediate

Umur (setelah tanam) : Berbunga : 25 hari Panen : 70-80 hari Panen akhir : 100 hari Tinggi tanaman awal panen : 125-150 cm

Diameter batang : 2-3 cm

Warna daun : Hijau sedang

Warna Mahkota bunga : Kuning

Jumlah tandan bunga /tanaman: 6-10 Jumlah buah per tandan : 6-10

Frekuensi panen : 2-3 hari sekali

Berat buah per buah : 50 gram

Berat buah per tanman : 3-4 kg

Ukuran buah : 4.5 x 5.6 cm

Tebal daging buah : 0.7-0.9 cm, daging buah keras

Jumlah rongga buah : 2

Warna buah muda : hijau keputih-putihan

Warna buah masak : Merah

Rasa buah : Manis (4.5% brix)

Tekstur daging buah : Renyah

Jumlah biji per buah : 100

Potensi Hasil : 50-70 ton/ha

Ketahanan terhadap Penyakit : tahan Fusarium oxysporum race O., Fusarium oxysporum race-1, TMV, Pseudomonas solanacearum, dan Alternaria solani.

Daerah adaptasi : Dataran rendah

(45)

34 Lampiran 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif dan

Generatif Tanaman Tomat

Parameter Umur Pr > F KK (%) (MST) Tinggi tanaman 1 0.0100** 10.65 2 0.0073** 12.85 3 0.0012** 13.16 4 0.0003** 12.49 5 0.0001** 9.73 6 0.0001** 9.74 7 0.0010** 9.19 Jumlah Daun 2 0.3100tn 7.48 4 0.0400* 9.03 Jumlah Ruas 2 0.5400tn 14.77 3 0.0200* 13.59 4 0.0200* 15.24 5 0.0001** 9.76 6 0.0016** 11.52 7 0.0080** 11.69 Panjang Ruas 2 0.0090** 12.28 3 0.0250* 13.59 4 0.0013** 11.05 5 0.0003** 9.93 6 0.0050** 11.35 7 0.0029** 10.30 Umur Berbunga 0.0070** 7.80

Keterangan : KK= Koefisien Keragaman; ** (berbeda sangat nyata pada taraf 1%); * (berbeda nyata pada taraf 5%).

Lampiran 5. Rekapitulasi Sisik Ragam Komponen Produksi Tanaman Tomat

Parameter Keterangan Pr > F KK (%)

Jumlah Buah Tanaman 0.0084** 25.72

Jumlah Tanaman 0.001** 15.94

Bobot Panen Tanaman 0.002** 22.83

Petak 0.0019** 30.94

Bobot per Buah 0.08tn 12.24

Buah Layak Pasar 0.0017** 37.45

Buah Tidak Layak Pasar 0.68tn 87.30

Keterangan : KK= Koefisien Keragaman; ** (berbeda sangat nyata pada taraf 1%); * (berbeda nyata pada taraf 5%).

(46)

35 Lampiran 6. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah

Parameter Tanah

Nilai Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) <1.0 1-2 2.1-3.0 3.1-5.0 >5.0 N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75 P2O5 HCL 25% (mg/100g) <15 15-20 21-40 41-60 >60 P2O5 Bray (ppm P) <4 5-7 8-10 11-15 >15 Ca (me/100g tanah) <2 2-5 6-10 11-20 >20 Mg (me/100g tanah) <0.3 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 >8.0 K (me/100g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1.0 Na (me/100g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1.0 KTK/CEC (me/100g tanah) <5 5-16 17-24 25-40 >40 Kejenuhan Basa (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80 Kejenuhan Alumunium (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40 Sangat

masam Masam masam Netral Agak Alkalis AlkalisAgak

pH H2O <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5

(47)

36

ULANGAN I

ULANGAN III

ULANGAN II

Lampiran 7. Layout Percobaan

M1 M3 M4 M0 M2 M5 M5 M0 M1 M3 M4 M2 M5 M3 M4 M1 M0 M2 UT A R A

(48)

3 Lampi 30 HST Lampi iran 8. Kond 75 iran 9. Penga disi Lahan se 45 H 5 HST amatan Penu etelah Penan HST utupan Biom aman Tomat 90 HS mulsa A. pinto t 60 HST ST oi 10 MbT 37

(49)

38

Gambar

Tabel 2. Persentase Tumbuh Tanaman Arachis pintoi
Gambar 1. Persentase Penutupan A. pintoi
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Mulsa terhadap Jumlah Spesies dan Bobot      Kering Total Gulma
Tabel 5. Rataan Jumlah Daun 2 MST dan 4 MST pada Berbagai Perlakuan
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bahwas terdapat kekosongan norma dalam KUHP mengenai larangan inses dimana tidak adanya norma hukum pidana yang mengatur secara tegas unsur-unsur inses, subyek

a. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen, misalnya satu

Jika Gubernur Jawa Timur selaku Kepala Daerah dan Pemerintah membentuk suatu produk hukum yang akan menjadi payung bagi penyelenggaraan pendidikan menengah

Aktor untuk mengimplementasikan proyek ini adalah perlunya partisipasi dari keluarga anak yang mana keluarga menjadi indicator penting untuk meningkatkan atau mendorong

Dengan strategi penjelasan menggunakan prinsip-prinsip Islam yang bernama Hadhari itu, dijangka golongan yang tidak faham itu akan kembali tampil kemuka untuk

Menurutnya lagi, kumpulan masyarakat awam, terutama sekali kumpulan wanita, telah melahirkan rasa bimbang mereka terhadap impak negatif dan diskriminasi dari sistem dua

Dalam Perancangan Peraturan Daerah yang ada di Provinsi Kalimantan Barat melibatkan peran serta masyarakat luas terutama para pemerhati masalah hukum, Peneliti hukum,

Penelitian oleh Muharam tentang pengaruh textural promoter pada katalis berbasis Ni-Cu yang dipreparasi dengan metode kopresipitasi terhadap kualitas dan kuantitas nanokarbon