• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) BAGI KATEGORI PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH (PBPU) DI KABUPATEN LEBAK - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) BAGI KATEGORI PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH (PBPU) DI KABUPATEN LEBAK - FISIP Untirta Repository"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMA UPAH (PBPU)

DI KABUPATEN LEBAK

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

AHMAD HUNAEPI

NIM. 6661081075

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

“Jangan pernah menyerah, jadikanlah setiap

kegagalan sebagai proses perbaikan diri”

Skripsi ini kupersembahkan teruntuk Kedua orang tuaku tercinta

Dan kakak-kakakku yang telah membantu secara materil dan moril.

(6)

Ahmad Hunaepi. NIM. 081075. 2015. Skripsi. Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah di Kabupaten Lebak, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I Dr. Dirlanudin, M.Si., Pembimbing II Gandung Ismanto, S.Sos., MM.

Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri atau pekerja diluar hubungan kerja yang iuran kepesertaannya ditanggung sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Tingkat Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Bagi Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) di Kabupaten Lebak. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Populasi penelitian adalah Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah atau Peserta Mandiri di Kabupaten Lebak. Perhitungan sampel menggunakan rumus “Slovin”. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang didasarkan pada indikator keberhasilan implementasi kebijakan menurut teori George Edward III. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan Acidental sampling. Teknik analisa data menggunakan uji hipotesis t-test satu sampel. Hasil penelitian menunjukan Tingkat Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi Kategori Pekerja Bukan penerima Upah (PBPU) di Kabupaten Lebak masih rendah atau belum optimal. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh thitung lebih kecil dari pada

ttabel (-3,34<1,645) dan didukung oleh hasil yang dicapai sebesar 58,17% dari

angka minimal yang dihipotesiskan sebesar 60 %. Oleh karena itu, untuk memperbaiki Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah di Kabupaten Lebak, BPJS Kesehatan dan Faskes harus meningkatkan sosialisasi, menambah lokasi tempat pendaftaraan Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, juga perbaikan terhadap mekanisme pendaftaran Program Jaminan Kesehatan Nasional.

(7)

Ahmad Hunaepi. NIM. 081075. 2015. Thesis. Membership Implementation of the National Health Insurance Scheme (JKN) for Category Workers Not Receiver Wages in Lebak, the State Administration of Science Program, Faculty of Social and Political Sciences, University of Sultan Agung Tirtayasa. Supervisor I Dr. Dirlanudin, M.Si.,. Supervisor II Gandung Ismanto, S. Sos., MM.

Participant Category Not Receiver Wage Workers (PBPU) is any person who works or undertaking at own risk or workers outside working relationship borne membership dues. On its implementation turns out there are still many obstacles in running JKN Membership Program for Worker Category Not Receiver Wages (PBPU) in Lebak. The aim of this study is to investigate and analyze the level of implementation of the National Health Insurance Program Participation (JKN) For Category Workers Not Receiver Wages (PBPU) in Lebak. The method used is quantitative descriptive. Participants The study population is the National Health Insurance Recipients Not Wage Workers category or Participant Independent in Lebak. The calculation of the sample using the formula "Slovin". The instrument in this research is a questionnaire based on the indicators of successful implementation policy according to the theory of George Edward III. The sampling technique in this study by using Acidental sampling. Data analysis technique using hypothesis testing one sample t-test. The results showed Membership Level Implementation of the National Health Insurance Scheme (JKN) for Category Not receiver Wage Workers (PBPU) in Lebak is still lower or less successful. Based on the calculation results obtained t is smaller than the ttabel (-3.34 <1.645) and supported by the results achieved by 58.17% of the hypothetical figure of 60%. Therefore, to improve the implementation of the National Health Insurance Program Membership for Category Not Receiver Wage Workers in Lebak, BPJS Health and Faskes (Hospitals, health centers, clinics and physician Individual) should improve socialization, add the location of the place of registration of the National Health Insurance Program Membership , as well as improvements to the registration mechanism of the National Health Insurance Scheme.

(8)

i

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah. Puji syukur yang tak terhingga saya panjatkan kepada

Allah SWT karena atas cinta-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak

lupa juga shalawat dan salam semoga terlimpah kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, keluarga beserta sahabatnya.

Hasil penelitian yang selanjutnya dinamakan skripsi ini diajukan untuk

memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan Judul

“Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Pekerja

Bukan Penerima Upah di Kabupaten Lebak”.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada pihak yang telah

memberikan pengajaran, bantuan, serta dorongan dalam upaya menyelesaikan

skripsi ini. Penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa;

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(9)

ii

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;

5. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., MM., selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa; dan sekaligus

Pembimbing II Skripsi peneliti, terimakasih tak terhingga atas nasihat dan

motivasinya kepada peneliti;

6. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa;

7. Ibu Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa;

8. Drs. Atto’ullah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan serta bimbingan selama proses perkuliahan;

9. Bapak Dr. Dirlanudin, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I Skripsi. Terima

kasih atas bimbingan, arahan dan motivasi yang telah diberikan selama proses

penyusunan skripsi, semoga menjadi modal awal menuju kesuksesan;

10.Ibu Riny Handayani, S.Si., M.Si., selaku penguji sidang seminar proposal

skripsi. Saya ucapakan terimakasih atas saran dan koreksinya.

11.Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas

(10)

iii

Kabupaten Lebak beserta staf yang telah membantu. Terima kasih atas

kesediaannya membantu dan memberikan data dan informasi dalam proses

penyusunan laporan penelitian skripsi ini;

13.Bapak H. Khaerudin, selaku Kepala Puskesmas Mandala. Saya ucapkan

terima kasih atas keterbukaan informasi dan bantuannya;

14.Bapak Budi Kuswandi, S.H., Selaku Kasubag Humas RSUD Dr. Adjidarmo.

Terima kasih atas kesediannya dalam memberikan informasi;

15.Untuk kedua orang tuaku, yang selalu memberikan do’a penuh ikhlas dan

selalu bersabar demi kebahagiaan anaknya, sesuatu yang tak mungkin pernah

terbalas olehku. I love you;

16.Keluarga khususnya Kakak ku yang selalu memberikan dorongan baik secara

materil maupun moril;

17.Teman-teman seperjuangan kelas A angkatan 2008 Reguler, terimakasih atas

motivasinya yang begitu besar; dan

18.Untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu dalam membantu

peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan penelitian skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tak luput dari kesalahan.

(11)

iv

proposal penelitian skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Serang, Mei 2015

Peneliti

(12)

v

Hal

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

ABSTRACT

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR DIAGRAM ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah …...

1.2 Identifikasi Masalah ...

1.3 Batasan Masalah ...

1.4 Rumusan Masalah ... i

v

ix

x

xii

xiv

1

17

18

(13)

vi

BAB II DESKRIPSI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori ...

2.1.1 Deskripsi Kebijakan Publik ...

2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan ...

2.1.3 Model Implementasi Pendekatan Top Down ...

2.1.4 Model Implementasi Pendekatan Bottom Up...

2.1.5 Konsep Asuransi Sosial ...

2.1.6 Asuransi Sosial Menurut UU No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 Tahun 2011

Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS ...

2.1.7 Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ...

2.1.8 Prosedur Pendaftaraan Kepesertaan Program JKN ...

2.1.9 Manfaat Program JKN ...

2.2 Penelitian Terdahulu ...

2.3 Kerangka Berpikir ...

2.4 Hipotesis Penelitian ... 20

20

24

27

38

39

45

51

57

61

63

65

(14)

vii

3.2.1 Jenis Dan Sumber Data ...

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ...

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ...

3.4 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ...

3.4.1 Uji Validitas ...

3.4.2 Uji Reliabilitas ...

3.4.3 Uji t-Test ...

3.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian ...

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.2 Deskripsi Wilayah Kabupaten Lebak ...

4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Lebak ...

4.1.2 Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Kategori

Pekerja Bukan Penerima Upah Di Kabupaten Lebak ...

4.1.3 Prosedur Pendaftaran Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan

Nasional Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah ...

4.2 Pengujian Persyaratan Statistik ...

4.2.1 Uji Validitas Instrumen ...

4.2.2 Uji Reliabilitas Instrumen ...

4.3 Deskripsi Data ... 76

77

78

81

83

84

85

85

87

87

90

92

94

94

96

(15)

viii

4.3.1.3 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...

4.3.1.4 Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ...

4.3.1.5 Responden Berdasarkan Status Kelas Perawatan ...

4.3.1.6 Responden Berdasarkan Pendapatan Perbulan ...

4.3.2 Analisis Data ...

4.3.2.1 Komunikasi ...

4.3.2.2 Sumber Daya ...

4.3.2.3 Disposisi ...

4.3.2.4 Struktur Birokrasi ...

4.4 Pengujian Hipotesis ...

4.1 Interpretasi Hasil Penelitian ...

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...

5.2 Saran ... 102

103

104

106

107

109

118

129

134

141

145

160

163

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(16)

ix

Hal

Gambar 2.1 Tahapan Kebijakan Publik ... 22

Gambar 2.2 Model Dalam Mengimplementasikan Kebijakan Publik ... 25

Gambar 2.3 Model Pendekatan Direct and Indirect on Implementation (George Edward III) ... 30

Gambar 2.4 Alur Pendaftaraan Peserta Mandiri Program JKN ... 60

Gambar 2.5 Kerangka Berpikir ... 68

Gambar 4.1 Peta Administratif Kabupaten Lebak ... 88

Gambar 4.2 Alur Pendaftaraan Peserta Mandiri Program JKN ... 93

(17)

x

Hal

Tabel 1.1 Besaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional

Bukan Penerima Bantuan Iuran PBI ... 4

Tabel 1.2 Data Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional Wilayah Kerja BPJS Kesehatan Kantor Cabang Serang Juni 2014 ... 6

Tabel 1.3 Data Kepesertaan Program JKN di Kabupaten Lebak September 2014 ... 7

Tabel 1.4 Jumalah Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor usaha Di Kabupaten Lebak Tahun 2012-2013 ... 8 Tabel 2.1 Perbedaan Asuransi Sosial Kengan Asuransi Komersial ... 52

Tabel 2.2 Kriteria Kepesertaan Program JKN ... 56

Tabel 3.1 Skoring Tiap Indikator Menurut Likert ... 74

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 75

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 86

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Lebak Tahun 2014 ... 89

Tabel 4.2 Jumlah Peserta Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah Berdasarkan Status Kelas Perawatan di Kabupaten Lebak September 2014 ... 91

(18)

xi Tabel 4.7 Nilai Skor Rata-Rata dan

(19)

xii

Hal

Diagram 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 100

Diagram 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 101

Diagram 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 102

Diagram 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 104

Diagram 4.5 Identitas Responden Berdasarkan Status Kelas Perawatan ... 105

Diagram 4.6 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 106

Diagram 4.7 Sub Indikator Transmisi (Penyaluran Komunikasi) ... 110

Diagram 4.8 Sub Indikator Kejelasan ... 112

Diagram 4.9 Sub Indikator Konsistensi ... 116

Diagram 4.10 Sub Indikator Staf ... 118

Diagram 4.11 Sub Indikator Informasi ... 121

Diagram 4.12 Sub Indikator Wewenang ... 124

Diagram 4.13 Sub Indikator Fasilitas ... 127

Diagram 4.14 Sub Indikator Pengangkatan Birokrat ... 130

Diagram 4.15 Sub Indikator Insentif ... 132

Diagram 4.16 Sub Indikator Standart Operating Prosedur (SOPs) ... 135

Diagram 4.17 Sub Indikator Fragmentasi (Penyebaran Tanggung Jawab Kegiatan) ... 137

(20)

xiii

(21)

xiv Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Tabel Identitas Responden

Lampiran 3 Tabel Induk Hasil Kesioner (202 Responden)

Lampiran 4 Uji Validitas

Lampiran 5 Uji Realibilitas

Lampiran 6 Nilai-Nilai Product Moment

Lampiran 7 Daftar Nilai Kritis Pearson Product Moment

Lampiran 8 Nilai Kritis Distribusi t

Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian Kepada Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan Kabupaten Lebak

Lampiran 10 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten Lebak

Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian Kepada RSUD Dr. Adjidarmo

Kabupaten Lebak

Lampiran 12 Surat Ijin Penelitian Kepada Puskesmas Mandala Kecamatan

Cibadak Kabupaten Lebak

Lampiran 13 Catatan Bimbingan Skripsi

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila terutama sila ke-5 mengakui hak asasi warga atas jaminan sosial dan kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 1945 pasal 28H ayat (1), (2), (3), dan pasal 34 ayat (1), (2), (3). dan diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam UU No. 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Selain itu, Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang tertuang dalam TAP Nomor X/MPR/2001, yang menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.

Untuk menjalankan amanah konstitusi terebut pemerintah berupaya membuat sebuah kebijakan mengenai sistem jaminan sosial secara menyeluruh. Maka dari itu dibentuklah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Terbentuknya UU SJSN merupakan jalan menuju perbaikan atas perlindungan negara terhadap warganya. Tidak peduli mereka kaya atau miskin, pekerja sektor formal maupun sektor informal/wiraswasta, karena jaminan sosial tersebut meliputi

(23)

Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,

Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian.

Alotnya rancangan kebijakan peraturan pendukung pelaksanaan SJSN

oleh DPR RI membuat Pemerintah Pusat baru bisa mengesahkan Setelah 7

(tujuh) tahun berselang. Salahsatunya pada tahun 2011 dengan membentuk

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. Merupakan Badan Hukum yang ditugaskan untuk

menyelenggaarakan Program Jaminan Sosial. Khusus untuk Program Jaminan

Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang sudah

dimulai sejak 1 Januari 2014. Dengan dilaksanakannya Program JKN oleh

BPJS Kesehatan diharapkan masyarakat nantinya mendapatkan pemenuhan

atas hak-hak dasar kesehatan.

JKN adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang

yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah

(Kemenkes, 2013). Jaminan kesehatan ini mengacu pada mekanisme asuransi

sosial kesehatan. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran

yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada

peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota

(24)

Asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan sebagai

berikut; Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi

terjangkau; Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali

biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu

memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter”

atau terserah “rumah sakit”. Ketiga; asuransi kesehatan sosial menjamin

sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang

berkelanjutan). Keempat; asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas,

sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/JKN bersifat

wajib (Kemenkes, 2013).

Dalam Perpres No. 111/2013, Kepesertaan dalam Program Jaminan

Kesehatan Nasional di bagi menjadi 2 (dua) yaitu Peserta Penerima Bantuan

Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Peserta PBI

adalah orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. Kategori

peserta PBI ini iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Sedangkan, Peserta

Bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak

mampu. Peserta Bukan PBI terdiri atas Pekerja Penerima Upah (PPU);

Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU); dan Bukan Pekerja (BP).

Adapun untuk pembayaran preminya yaitu Peserta PPU iurannya

dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja; Peserta PBPU iurannya

dibayarkan oleh peserta yang bersangkutan; dan Peserta Bukan Pekerja

(25)

Pekerja yaitu penerima pensiunan pemerintah iurannya dibayarkan

pemerintah dan penerima pensiun, sedangkan veteran dan perintis

kemerdekaan dibayarkan oleh pemerintah. Dalam Program JKN, Kepesertaan

Program JKN dilaksanakan secara bertahap yaitu dimulai 1 Januari 2014,

sampai paling lambat 1 Januari 2019 agar seluruh penduduk Indonesia

terdaftar dalam asuransi Jaminan Kesehatan Nasional. Lebih jelasnya aturan

iuran Program JKN Bukan PBI termasuk PBPU bisa dilihat dalam tabel 1.1

berikut ini:

Tabel 1.1

Besaran Iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional

Bukan Penerima Bantuan 1uran (PBI)

Sasaran Peserta Bukan PBI

Pekerja Penerima Upah (PPU) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Bukan Pekerja (BP) PNS/TNI/Polri/ PejabatNegara/ Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pegawai

Swasta MandiriPekerja Pemerintah Pensiunan Pensiunan Swasta

Veteran/ Perintis Kemerdekaan

Prosentase

Upah 5% 4,5% Nominal Nilai 5% Nominal Nilai 5% dari 45% gaji pokok

Kontribusi

3% Pemerintah Pemberi 4%

Kerja Rp.25.500,- Rp.42.500,- Rp.59.500,-

3%

Pemerintah Rp.25.500,- Rp.42.500,- Rp.59.500,-

5% dari 45% gaji pokok 2% Pekerja Pekerja 0,5% Penerima 2%

Pensiun

Keterangan Gaji Pokok dan Tunjangan

Keluarga Gaji Pokok dan Tunjangan Tetap Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1 Gaji Pokok dan Tunjangan Keluarga Kelas 3 Kelas 2

(26)

Dalam Perpres No.12/2013, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)

adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri. Peserta

JKN PBPU merupakan pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

(Perpres No. 111/2013 pasal 4 ayat 3a). Contoh Pekerja Bukan Penerima

Upah kebanyakan ada pada pekerja sektor informal seperti petani, nelayan,

pembantu, pedagang, supir, tukang ojek, dan semacamnya. Juga pekerja

profesional seperti dokter praktek, pengacara, seniman, konsultan dan

semacamnya. Pada intinya PBPU adalah pekerjaan yang yang tidak berkaitan

dengan formalitas hubungan kerja. Atau pekerja yang upahnya tidak

tetap/menentu. Atau pekerja yang mendapatkan gaji tapi tidak ada formlitas

kontrak kerja. Setiap Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) wajib

mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau

berkelompok sebagai peserta jaminan kesehatan pada BPJS Kesehatan

dengan membayar iuran (Perpres No. 111/2013 pasal 11 ayat 3). Aturan iuran

pada peserta PBPU dapat memilih dengan pilihan pada kelas I (Satu), II

(Dua), dan III (Tiga). Dengan pembayaran premi kelas I sebesar

Rp.59.500/bulan, kelas II Rp.42.500 dan kelas III Rp.25.500. Dan Bank yang

ditunjuk untuk pembayaran premi antara lain BRI, Mandiri dan BNI.

Di Provinsi Banten sebagian besar pengelolaan Kepesertaan Program

JKN dilakukan oleh BPJS Kesehatan Kantor Cabang Serang dengan cakupan

wilayah yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang,

Kota Serang, dan Kota Cilegon. Data Kepesertaan BPJS Kantor Cabang

(27)

Tabel 1.2

Data Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional

Wilayah Kerja BPJS Kantor Cabang Serang Juni 2014

No Kabupaten/Kota

Jenis

Kepesertaan Jumlah Kapitasi (Rupiah) PBI Non PBI

1 Kabupaten Lebak 680.101 79.081 759.182 4.555.092.000 2 Kabupaten Pandeglang 772.300 63.584 835.884 5.015.304.000 3 Kabupaten Serang 436.889 115.034 551.923 3.311.538.000 4 Kota Cilegon 90.868 85.392 176.260 1.057.560.000 5 Kota Serang 121.221 84.409 205.630 1.233.780.000 Jumlah 2.101.379 427.500 2.528.879 15.173.274.000 Sumber : BPJS Kesehatan Kantor Cabang Serang

Berdasarkan tabel 1.2 diatas jumlah peserta Program JKN pada akhir

Juni di Wilayah Kerja BPJS Kantor Cabang Serang sebanyak 2.528.879

orang. Dimana Kabupaten Pandeglang berada pada urutan teratas jumlah

Peserta JKN sebanyak 835.884 orang sedangkan Kota Cilegon berada pada

urutan terendah Peserta JKN sebanyak 176.260 orang. Sedangkan untuk

Bukan Penerima Bantuan Iuran, Kabupaten Serang berada pada urutan teratas

sebanyak 115.034 orang sedangkan urutan terendah ada di Kabupaten

Pandeglang sebanyak 63.584 orang. Dan jika angka jumlah peserta Bukan

Penerima Bantuan Iuran dibandingkan dengan angka jumlah penduduk hasil

Sensus 2010 maka hasilnya ditiap Kabupaten/Kota adalah Kabupaten

Pandeglang (5,6%), Kabupaten Lebak (6,8%), Kabupaten Serang (8,3%),

(28)

Kabupaten Lebak pada data terakhir bulan September, masyarakat

yang terdaftar dalam kepesertaan Program JKN kategori PBPU di BPJS

Kesehatan Kabupaten Lebak mencapai 17.045 jiwa (1,3% ) dari total jumlah

penduduk sebesar 1.247.906 jiwa (Sumber : BPJS Kesehatan Kabupaten

Lebak, 2014). Rincian data Peserta Program JKN di Kabupaten Lebak dapat

dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut:

Tabel 1.3

Data Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

di Kabupaten Lebak September 2014

JENIS KEPESERTAAN JKN PESERTA PBI PBI Nasional 675.221

PBI Daerah 9.086

BUKAN PBI PPU 66.956

PBPU 17.045

Jumlah 768.668

Sumber: BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak 2014

Dari tabel 1.3 diatas, kepesertaan Program JKN di Kabupaten Lebak

sudah mencapai 61,5% dari total jumlah penduduk Kabupaten Lebak. Mayoritas kepesertaan JKN diisi oleh peserta PBI sebesar 54,8%; Peserta

PPU sebesar 5,3%; dan Peserta PBPU sebesar 1,3% dari total jumlah

penduduk Kabupaten Lebak. Data kepesertaan ini menunjukan bahwa

kepesertaan Program JKN di Kabupaten Lebak sudah mencapai setengah dari

jumlah total jumlah penduduk. Meskipun persentase jumlah peserta JKN

didominasi oleh kategori PBI, namun kategori PBPU pun harus menjadi

(29)

mendaftar secara mandiri. Pada data tabel 1.3 diatas, jumlah kategori PBPU

masih terbilang kecil (1,3%), oleh karena itu perlu peran aktif pemerintah

untuk mendorong minat dan kesadaran akan pentingnya jadi peserta JKN.

Kategori PBPU merupakan kelompok yang sangat riskan jika pemerintah

tidak mendorong mereka untuk mendaftarkan dirinya.

Keberhasilan partisipasi peserta program JKN kategori PBPU akan

berkaitan pula dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Dimana

tingkat pendapatan akan mempengaruhi peran aktif masyarakat untuk

mendaftarkan dirinya sebagai peserta JKN. Berikut ini peneliti paparkan

sektor usaha dan jumlah masyarakat Kabupaten Lebak yang bekerja di

beberapa sektor tersebut. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 1.3

berikut:

Tabel 1.4

Jumlah Penduduk Bekerja Berdasarkan Kelompok Sektor Usaha di

Kabupaten Lebak Tahun 2012-2013

No Tahun

Pencaharian / Sektor Usaha

Petani Buruh Tani perikanan Nelayan/ Nelayan Buruh Perdagangan Lain- Nya Jumlah 1 2012 186.634 101.379 6.695 1.236 1.086 78.002 375.032 2 2013 180.031 120.413 11.374 9.306 34.265 33.401 388.790 (Sumber: Renstra Disnakersos Kabupaten Lebak 2014-2019)

Dari tabel 1.4 di atas menunjukan bahwa pekerja sektor informal di

Kabupaten Lebak pada tahun 2013 mencapai 388.790 jiwa. Jumlah

(30)

awal bagi peneliti untuk mendeskripsikan jumlah peserta JKN dengan

kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Pekerja Bukan Penerima

Upah dalam Program JKN merupakan pekerja diluar hubungan kerja/sektor

informal yang dianggap oleh pemerintah sebagai orang mampu/bukan fakir

miskin. Peserta PBPU merupakan Peserta Program JKN yang secara mandiri

harus mendaftarkan kepesertaannya ke BPJS Kesehatan. Golongan ini

merupakan kategori peserta yang begitu riskan untuk tidak terjamin

kesehatannya. Karena kategori ini harus pro aktif untuk mendaftarkan dirinya

sebagai peserta Program JKN apabila mereka peduli terhadap kesehatannya.

Berbeda dengan kategori PBI, mereka kepesertaannya bersifat pasif artinya

didaftarkan oleh pemerintah atau oleh perusahaaan di tempat peserta bekerja.

Kabupaten Lebak dalam menjalankan Program JKN yang

diselenggarakan BPJS Kesehatan masih terkendala dalam melayani pendataan

kepesertaan. Kendala ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah peserta baru

yang mencapai 150-200 orang per hari yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil

(PNS), Polri, TNI, Purnawirawan, Jamkesmas, Jamkesda dan Mandiri.

Namun peningkatan jumlah peserta JKN ini tidak diimbangi dengan jumlah

aparatur dan kondisi sarana prasarana yang mencukupi di BPJS Kesehatan

Kabupaten Lebak

(http://www.ciputranews.com/kesra/minat-warga-lebak-masuk-bpjs-cukup-tinggi : diakses 22 Nov 2014). Saat ini BPJS Kesehatan

Kabupaten Lebak dalam melayani kepesertaan di Kantor Layanan

Operasional Kabupaten Lebak masih menempati kantor dengan keadaan sewa

(31)

orang Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak. Sedangankan 3 (Tiga)

orang verificator di tempatkan di BPJS Center RSUD Dr. Adjidarmo dan 1

(Satu) orang verificator di RSUD Malingping. Keterbatasan sumber daya

manusia di BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak ini berdampak kepada

pelaksanaan pelayanan kepesertaan Program JKN menjadi kurang optimal

termasuk bagi kategori PBPU. Saat ini Kantor Layanan Opersional BPJS

Kesehatan Kabupaten Lebak sudah mengajukan untuk penambahan pegawai

tapi sampai saat ini belum terealisasi oleh BPJS Kesehatan Divisi Regional

XIII. Adapun untuk jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Fasilitas

Penunjang Kesehatan di Kabupaten Lebak yang yang sudah bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak sebanyak 42 Puskesmas, 71

Puskesmas Pembantu (Pustu), 14 Klinik Swasta, 2 Klinik TNI dan 1 Klinik

Polri, 3 Apotik dan 2 Optik. Sementara untuk rujukan (FKRTL), yaitu RSUD

Malingping dan RSUD Dr. Adjidarmo (Sumber : hasil wawancara dengan

Kepala BPJSK Kabupaten Lebak 2014).

Sumber daya manusia, sarana dan prasarana di BPJS Kesehatan

Kabupaten Lebak yang tersedia, merupakan hal yang sangat penting dalam

menunjang implementasi kepesertaan Program JKN di Kabupaten Lebak.

BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak sebagai penyelenggara kepesertaan

dituntut untuk memperbaiki pelayanan kepesertaan di Kabupaten Lebak. Baik

dari sisi pendataan kepesertaan maupun pengelolaan dana kepesertaan agar

masyarakat mudah untuk berpartisipasi terhadap Program JKN. Untuk

(32)

antara BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten Lebak. Khususnya koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebak dan Fasilitas pelayanan kesehatan FKTP (Puskesmas, Klinik) dan

FKTL (Rumah Sakit) di wilayah Kabupaten Lebak agar bisa meningkatkan

jumlah kepesertaan. Selain itu BPJS Kesehatan harus bisa menawarkan

kepada masyarakat mengenai pentingnya manfaat keikutsertaan dalam

asuransi kesehatan. Disamping itu diimbangi dengan perbaikan pelayanan

pada sistem pendaftaraan kepesertaan. Dan pada ujungnya seluruh

masyarakat di Kabupaten Lebak terlindungi dalam sistem asuransi kesehatan

dalam Program JKN.

Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara pendahuluan yang

dilakukan. Peneliti masih menemukan beberapa masalah mengenai

Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Bagi

Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) di Kabupaten Lebak.

Sehingga hal ini banyak dikeluhkan oleh calon peserta maupun peserta

program JKN Bagi Kategori PBPU.

Pertama, kurangnya sosialisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional

bagi kategori PBPU oleh Pihak BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak di

Wilayah Kabupaten Lebak. Sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan

Kabupaten Lebak selama ini hanya melalui media cetak (Radar Banten),

baliho, spanduk dan penyuluhan peningkatan pelayanan kepada FKTP

(Puskesmas, Klinik) dan FKTL (Rumah Sakit). Dan di bantu oleh BPJS

(33)

Kegiatan sosialisasi seperti ini masih belum optimal dan tidak mampu

menjangkau masyarakat secara menyeluruh khususnya di Kabupaten Lebak.

Pada dasarnya sosialisasi yang yang dilakukan BPJS Kesehatan Kabupaten

Lebak masih intensif di tataran elite pemerintahan daerah Kabupaten Lebak

(Sumber : hasil wawancara dengan Kepala BPJSK Kabupaten Lebak 2014).

Kedua, kurangnya sikap pro aktif Fasilitas Pelayanan Kesehatan

(Puskesmas, Rumah Sakit) di wilayah Kabupaten Lebak dalam memberikan

informasi mengenai kepesertaan Program JKN kepada kategori PBPU.

Kurangnya sikap pro aktif ini dikarenakan tidak adanya kejelasan aturan

mengenai kewajiban Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk membantu

sosialisasi kepesertaan Program JKN. Kewajiban Fasilitas Pelayanan

Kesehatan hanya sebatas pada pemberian pelayanan kesehatan peserta JKN.

Dalam hal ini Fasilitas Pelayanan Kesehatan kurang mempedulikan

pemberian informasi yang lengkap untuk meningkatkan jumlah kepesertaan

diwilayahnya. Ini diakibatkan karena keterbatasan dalam segi kewenangan

maupun sumber daya manusia, sarana prasarana serta segi keuangan dalam

menjalankan Program JKN. Seharusnya Fasilitas Pelayanan Kesehatan

sebagai pemberi pelayanan pertama kepada masyarakat bertanggungjawab

terhadap kondisi kesehatan masyarakatnya. Salah satunya dengan berperan

aktif dalam mensosialisasikan kepesertaan Program JKN agar masyarakat

tertarik dan berpartisipasi aktif untuk mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan

Kesehatan Kabupaten Lebak. Dan pada akhirnya mempermudah memperoleh

(34)

masyarakat khususnya di Kabupaten Lebak (Sumber : hasil wawancara

dengan Humas RSUD Dr. Adjidarmo serta Kepala Puskesmas Mandala

2014).

Ketiga, terbatasnya lokasi pendaftaraan kepesertaan Program JKN di

Kabupaten Lebak. Saat ini pelayanan pendaftaran kepesertaan program JKN

untuk seluruh wilayah Kabupaten Lebak hanya bisa dilayani di Kantor

Layanan Operasional BPJS Kabupaten Lebak. Yaitu berlokasi di Jln. Patih

Derus No.14 Rangkasbitung Kabupaten Lebak. Satu-satunya lokasi

pendaftaraan tersebut memberatkan bagi masyarakat yang bertempat tinggal

jauh (pelosok) dari lokasi pendaftaraan. Selain itu, satu-satunya lokasi

pendaftaraan mengakibatkan antrian yang cukup panjang dan memakan

waktu yang cukup lama dikarenakan calon peserta diseluruh wilayah

Kabupaten Lebak terkumpul disatu lokasi pendaftaran (Sumber : observasi

lapangan 2014).

Keempat, rumitnya tata cara pendaftaran manual kategori Pekerja

Bukan Penerima Upah (PBPU) di Kantor BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak.

Bagi pekerja sektor informal ini, dalam mengikuti kepesertaan program JKN

harus mendaftarkan sendiri ke Kantor Layanan Operasional BPJS Kesehatan

Kabupaten Lebak. Ada 3 (tiga) proses tahapan dalam pendaftaraan peserta

kategori PBPU pengisian formulir di kantor BPJS Kesehatan, Pembayaran

premi di Bank yang ditunjuk BPJS Kesehatan dan Pengambilan Kartu

Anggota di BPJS Kesehatan (Sumber : wawancara dengan staf BPJSK

(35)

kesulitan dengan cara pengisian formulir pendaftaraaan dikantor BPJS

Kesehatan. Dikarenakan kurangnya petugas yang membantu ketika calon

peserta kebingungan dalam pengisian formulir. Kemudian mengenai cara

pembayaran iuran/premi, calon peserta dipusingkan dengan bagaimana cara

pembayaran di Bank yang ditunjuk BPJS Kesehatan. Belum cukup sampai

disitu peserta wajib kembali lagi ke kantor BPJS Kesehatan untuk

pengambilan kartu anggota peserta. Di tambah lagi dengan proses antri yang

cukup panjang membuat calon peserta merasa lelah dengan tahap-tahap

proses pendaftaraan secara manual ( Sumber : wawancara dengan Peserta

Mandiri JKN di Kabupaten Lebak 2014).

Kelima, sulitnya pendaftaraan melalui sistem online di Website BPJS

Kesehatan. Kendala pendaftaran kepesertaan online yang sering terjadi yaitu

kegagalan server. Seperti Notifikasi gagal dikirim ke alamat email pada saat

pertama kali pendaftaran. Data sudah berhasil tersimpan akan tetapi notifikasi

email tidak terkirim. Padahal dalam notifikasi tersebut ada nomor virtual

account yang harus dibayar. Kemudian sudah bayar virtual account tapi tidak

bisa aktivasi e-ID. e-ID berfungsi sebagai pengganti kartu BPJS Kesehatan,

sehingga harus dicetak. Sedangkan untuk bisa dicetak e-ID harus lewat

notifikasi alamat email. Belum lagi adanya perintah untuk mengisi nomor

rekening pada pendaftaran BPJS Kesehatan secara online. Sebab tidak semua

orang mempunyai rekening di Bank. Selain sulitnya pendaftaran secara

online, diperparah lagi dengan banyaknya calon peserta yang tidak

(36)

Sumber : wawancara dengan Peserta Mandiri JKN di Kabupaten Lebak

2014).

Keenam, kurang terjangkaunya aturan besaran nominal premi yang

harus dibayar bagi Peserta kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) di

Kabupaten Lebak. Beberapa pilihan tipe kelas perawatan iuran untuk Peserta

PBPU yaitu kelas I (Satu) Rp. 59.500,-, II (Dua) Rp. 42.500,-, dan III (Tiga)

Rp. 25.500,-,. Dalam pelaksananya, peserta kategori PBPU di Kabupaten

Lebak merasa keberatan dengan besaran premi yang wajib dibayar per orang

setiap bulan. Jika besaran premi tersebut dihitung per orang, maka peserta

yang sudah berkeluarga akan semakin terbebani dengan jumlah besaran

premi. Mengingat kategori peserta PBPU adalah pekerja sektor informal yang

tidak mempunyai penghasilan tetap setiap bulannya ( Sumber : wawancara

dengan Peserta Mandiri JKN di Kabupaten Lebak 2014).

Ketujuh, lamanya aturan aktifasi kartu JKN bagi pendaftar pertama

kepesertaan PBPU di Kabupaten Lebak. Bagi peserta yang baru mendaftarkan

diri di BPJS Kesehatan tidak langsung serta merta bisa mendapatkan manfaat

jaminan kesehatan. Karena kartu JKN hanya bisa digunakan setelah 7 (tujuh)

hari sejak pembayaran premi pertama. Lamanya waktu berlaku kartu JKN,

membuat peserta baru merasa dirugikan karena merasa sudah melakukan

pembayaran tapi belum bisa dijamin kesehatannya. Mereka merasa datangnya

sakit tidak bisa diprediksi. Bagaimana jika sebelum kartu aktif sudah terkena

penyakit dan butuh perawatan di Rumah Sakit. Resikonya Peserta harus

(37)

pemberian pelayanan kesehatan sebelum kartu tersebut dinyatakan berlaku.

Yaitu dengan menunggu waktu selama 7 (tujuh) hari sejak pembayaran iuran

pertama ( Sumber : wawancara dengan Peserta Mandiri JKN di Kabupaten

Lebak 2014).

Kedelapan, banyaknya peserta kategori PBPU di Kabupaten Lebak

yang menunggak pembayaran premi. Dalam aturan program JKN untuk

pembayaran premi diwajibkan paling lambat tanggal 10 (Sepuluh) setiap

bulannya. Jika terlambat akan dikenakan sanksi administratif sebesar 2% dari

total premi. Dan apabila secara berturut-turut 3 (tiga) bulan tidak melakukan

pemabayaran premi, kepesertaan akan dikeluarkan dari Program JKN.

Terjadinya tunggakan ini dikarenakan tidak adanya mental gotong royong

dalam hal iuran. Ini dikarenakan kebanyakan peserta yang mendaftarkan diri

di BPJS kesehatan adalah peserta dengan resiko sakit didepan mata. Seperti

peserta yang butuh segera pengobatan kesehatan (riwayat penyakit) dengan

biaya mahal. Atau ibu-ibu hamil yang akan segera melahirkan. Peserta seperti

ini antusias dalam mendaftarkan kepesertaan program JKN tetapi setelah

proses pengobatan kesehatan dilalui, peserta pun acuh terhadap kewajiban

pembayaran premi. Saat ini di Kabupaten Lebak, kepesertaan PBPU bulan

September sebanyak 17.045 peserta dan lebih setengahnya yang menunggak

sebanyak 8.625 peserta ( Sumber : wawancara dengan Kepala BPJS

Kesehatan Kabupaten Lebak 2014).

Melangkah dari beberapa permasalahan tersebut di atas, peneliti

(38)

Kesehatan Nasional (JKN) Pada Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah

(PBPU). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti dan mengeksplorasi

masalah tersebut dengan judul: “Implementasi Kepesertaan Program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Bagi Kategori Pekerja Bukan

Penerima Upah (PBPU) di Kabupaten Lebak”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti kemudian

melakukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya sosialisasi Program JKN oleh BPJS Kesehatan Kabupaten

Lebak kepada kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) di

Kabupaten Lebak;

2. Kurangnya sikap pro aktif Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Puskesmas,

Klinik, Rumah Sakit) dalam membantu memberikan informasi Program

JKN kepada kategori PBPU di wilayah Kabupaten Lebak;

3. Masih rumitnya penerapan sistem pendaftaraan kepesertaan bagi Kategori

PBPU Program JKN di BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak;

4. Masih kurangnya jumlah SDM, dan sarana prasarana di BPJS Kesehatan

Kabupaten Lebak dalam memberikan pelayanan pendaftaraan kepesertaan

(39)

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian diperlukan untuk lebih

memfokuskan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti

membatasi penelitian pada fokus utama masalah, yaitu pada Implementasi

Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Bagi Kategori

Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan Lokasi di Wilayah Kabupaten

Lebak.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut :

“Bagaimana Tingkat Implementasi Kepesertaan Program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) Bagi Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah

(PBPU) di Kabupaten Lebak?”

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis Tingkat Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) Bagi Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) di

(40)

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian yang berjudul

Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Bagi

Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) di Kabupaten Lebak adalah:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan

keilmuan dan pengetahuan karena akan memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dalam dunia akademis khususnya Ilmu Administrasi Negara,

terutama yang berkaitan dengan implementasi kebijakan publik. Selain itu,

penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi

implementasi kebijakan publik.

2. Secara Praktis

Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat praktis bagi peneliti dari hasil penelitian ini adalah dapat

memperkaya pengetahuan yang luas mengenai masalah yang diteliti;

b. Sebagai bahan rekomendasi bagi pihak terkait, khusunya dalam

meningkatkan keberhasilan Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan

Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah di Wilayah Kabupaten Lebak

Kabupaten Lebak pada masa mendatang;

c. Bahan referensi bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi

Negara khususnya, dan pembaca pada umumnya dalam memahami

(41)

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1Deskripsi Teori

Penggunaan teori sangat penting dalam suatu penelitian. Teori berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi pedoman dalam penelitian. Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti telah menguraikan masalah-masalah yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan penelitian. Pada bab ini, peneliti mengkaji beberapa teori yang relevan dengan permasalahan penelitian sehingga akan diperoleh konsep penelitian yang jelas.

Penelitian mengenai Implementasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan Lokus di Kabupaten Lebak akan dikaji dengan menggunakan beberapa teori dalam ruang lingkup ilmu administrasi negara, yaitu: Teori Kebijakan Publik, Teori Implementasi Kebijakan Publik, Konsep Asuransi Sosial, Konsep Jaminan Kesehatan Nasional.

2.1.1 Deskripsi Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Dye yang dikutip Subarsono (2005: 2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak

(42)

dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika

pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Definisi kebijakan publik dari

Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat

oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik

menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan

pemerintah. Dalam hal ini apakah pemerintah harus membuat program baru

atau tetap pada status quo. Masih dalam Subarsono (2005: 2) Anderson

mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh

badan-badan dan aparat pemerintah.

Definisi lain mengenai kebijakan publik pun ditawarkan oleh

Eyestone dan Friedrich dalam Agustino (2007: 166). Eyestone

mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan antara unit pemerintah

dengan lingkungannya. Sedangkan Friedrich mengatakan bahwa kebijakan

adalah “serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,

kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat

hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan

(kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna

dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (Agustino, 2007:

166).

Kartasasmita dalam Widodo mendefinisikan kebijakan publik adalah

“serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah (Widodo,

(43)

Sedangkan kebijakan publik menurut Rose dalam Agustino (2006: 7) adalah sebagai berikut:

“Kebijakan publik sebagai sebuah rangkaian panjang dan banyak atau

sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsentrasi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan. Rose memberikan catatan yang berguna pada kita bahwa kebijakan publik merupakan bagian mozaik atau pola kegiatan dari bukan hanya satu

kegiatan dalam pola regulasi (Agustino, 2006: 7).”

Menurut Bridgman dan Davis dalam Suharto (2008: 3) kebijakan

publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai “Whatever

government choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apa saja

yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan)”.

Nugroho (2003: 7) memaparkan tentang siklus skematik kebijakan publik yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1

Siklus Skematik Kebijakan Publik

Sumber: Nugroho, Rian D (2003:7)

Perumusan Kebijakan

Evaluasi Kebijakan Publik output

outcome

Implementasi Kebijakan

Publik Isu atau

(44)

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi sebagai

berikut:

1. Terdapat isu atau masalah publik disebut isu apabila masalah bersifat

strategis, yakin bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau

bahkan keselamatan bersama biasanya berjangka panjang tidak bisa

diselesaikan isu ini di angkat sebagai agenda politik untuk

diselesaikan.

2. Isu ini kemudian menggerakan pemerintah untuk merumuskan

kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut.

Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan

warganya termasuk pimpinan negara.

3. Setelah dirumuskan kemudian kebijakan publik ini dilakasanakan

baik oleh pemerintah, masyarakat, atau pemerintah bersama-sama

dengan masyarakat.

4. Namun dalam proses perumusan, pelakasanaan, dan pasca

pelaksanaan di perlukan tindakan evaluasi sebagai siklus baru

sebagai penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan

dengan bijak dan benar dan di implementasikan dengan baik dan

benar pula.

5. Implementasi kebijkan bermuara kepada output yang dapat berupa

kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan

(45)

6. Di dalam jangka panjang kebijkan tersebut menghasilkan outcome

dalam bentuk impac kebijakan yang diharapkan semakin

meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan

tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi kebijakan publik oleh para ahli di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu keputusan

yang diambil oleh pemerintah dari berbagai pilihan yang ada untuk dilakukan

atau tidak dilakukan untuk menangani berbagai masalah yang terdapat di

suatu negara yang mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan tiga

kegiatan pokok yaitu perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan

dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi orang banyak. Untuk itu

kebijakan publik adalah keputusan yang diambil oleh Pemerintah mengenai

pedoman tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya pada perumusan kebijakan

Pada penelitian ini, pembahasan kebijakan publik akan mengarah pada

implementasi kebijakan yang akan dijadikan teori inti sebagai alat analisa

untuk mengukur kebijakan pemerintah yang menjadi objek penelitian.

2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan publik merupakan suatu kajian mengenai

pelaksanaan dari suatu kebijakan pemerintah setelah sebuah kebijakan

dirumuskan dan disetujui, langkah berikutnya adalah bagaimana agar

(46)

prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Nugroho (2003: 159) secara umum dapat menggambarkan model implementasi sebagai berikut:

Gambar 2.2

Model Dalam Mengimplementasikan Kebijakan Publik

Menurut Eugene Bardach dalam Agustino (2006: 138) seorang ahli studi kebijakan menggambarkan tentang kerumitan dalam proses implementasi tersebut, yaitu :

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum

yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para

Sumber: Nugroho, Rian D (2003 : 159)

Kebijakan Publik

Kebijakan Publik Penjelas

Publik/Masyarakat/ Beneficiares Proyek Intervensi Program Intervensi

(47)

pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka yang dianggap sebagai klien”.

Dalam derajat lain Metter dan Horn dalam Wahab (2005: 65)

mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai

”Merumuskan proses implementasi ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.

Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino

(2006: 139) implementasi kebijakan adalah

”Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yamg ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi

kebijakan menyangkut ( minimal ) tiga hal yaitu: (1) adanya tujuan atau

sasaran kebijakan, (2) adanya aktifitas atau kegiatan pencapain tujuan dan (3)

adanya hasil kegiatan. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa

implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana

pelaksana kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dimana pelaksana

kegiatan melakukan suatu kegiatan. Sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu

(48)

Menurut Udoji dalam Widodo (2007: 191) dalam mendefinisikan

implementasi kebijakan, yaitu :

”Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan.”

Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Grindle,

yaitu ” Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,

dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang

telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects

dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai” (Agustino, 2006:

154).

Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli diatas

mengenai implementasi kebijakan, disimpulkan bahwa implementasi

merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana

kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan

tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

2.1.3 Model Implementasi Pendekatan Top Down

Dalam perkembangannya, studi implementasi kebijakan memiliki dua

pendekatan dalam memahaminya yaitu yang pertama pendekatan top down.

Menurut Agustino (2006: 140) Dalam pendekatan top down, implementasi

kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan mulai dari aktor tingkat pusat, dan

(49)

tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang

telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh

administrator-administrator atau birokratbirokrat pada level bawahnya. Jadi

inti pendekatan top down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana

(administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah

digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat pusat.

Berikut ini beberapa pendekatan top down implementasi kebijakan

menurut para ahli :

A.Implementasi kebijakan publik model Van Metter dan Van Horn

(1975) disebut juga dengan A model of the policy.

Model pendekatan ini menjelaskan bahwa proses implementasi

merupakan abstraki suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya

secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan

publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara

linier dari keputusan politik/kebijakan publik, implementor dan kinerja

kebijakan publik. Ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja

kebijakan publik tersebut, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

2. Sumberdaya

3. Karakteristik agen pelaksana

4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana

(50)

6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

B.Implementasi kebijakan publik model Mazmanian dan Sabatier

(1983) disebut juga dengan A Frame for policy implementation.

Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi

kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan

variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal

pada keseluruhan proses implementasi, variabel -variabel tersebut adalah:

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:

kesukaran-kesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur, presentase totalitas

penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran, serta tingkat dan

ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.

2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat,

meliputi: kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi

yang akan dicapai, kehandalan teori kausalitas yang diperlukan,

ketetapan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarki di dalam

lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi

pelaksana, aturanaturan pembuat keputusan dari badan-badan

pelaksana, kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub

dalam undang-undang, serta akses formal pihak-pihak luar.

Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi implementasi,

meliputi: kondisi sosial ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap

dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat serta

(51)

C.Implementasi kebijakan publik model Edward III disebut juga

dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. (Agustino,

2006:149)

Dalam pendekatan yang diteorikan oleh Edward III, terdapat

empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasikan suatu kebijakan, yaitu:

1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi; dan 4. Struktur birokrasi.

Gambar 2.3

Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on Implementation

(George Edward III)

1. Komunikasi

Variable pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan, menurut George C Edward III, adalah komunikasi.

Sumber: (Agustino, 2006 :150) KOMUNIKASI

STRUKTUR BIROKRASI

DISPOSISI SUMBER DAYA

(52)

Komunikasi, menurutnya lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan

pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan pubik. Implementasi yang

efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang

akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang mereka kerjakan dapat

berjalan bila komunikasi berjaan dengan baik, sehingga setiap keputusan

kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau

dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat, akurat, dan

konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) di perlukan agar

para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten

dalam melakasanakan setiap kebijakan yang akan diterapakan dalam

masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan)

dalam mengukur keberhasilan variable komunikasi di atas yaitu :

a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilakan

suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam

penyaluran komunikasi adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal

tersebut disebabkan karena komuikasi telah melalui beberapa tingkatan

birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.

b) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan

(street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak

ambigu dan mendua). Ketidasakjelasan pesan kebijakan tidak selalu

menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, pelaksana

(53)

tataran yang lain hal tersebut akan menyelewengkan tujuan yang

hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c) Konsistensi; perintah yang diberkian dalam pelaksanaan suatu

komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau

dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,

maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana dilapangan.

2. Sumber Daya

Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu kebijakan adalah sumberdaya. Sumberdaya merupakan

hal penting lainnya, menurut George C. Edward III, dalam

mengimplementasikan kebijakan. Indikator sumber-sumberdaya terdiri

dari beberapa elemen, yaitu :

a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah

satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi,

memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah

staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula

kecukupan staf dan keahlian dan kemampuan yang diperlukan pula

kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan

(kompeten dan kapabel) dalam menimplementasikan kebijakan atau

melaksanakan tugas yang diinginkanoleh kebiajakan itu sendiri.

b) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

(54)

melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang

harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan

tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para

pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah

ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang yang terlibat

di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar

perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melasanankan kebijakan yang

telah ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka

kekuatan implementor di mata publik tidak terlegitimasi, sehingga

dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam

konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering

terjadi kesalahan dalam melihat efektifitas kewenangan. Di satu pihak,

efektifitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi

kebijakan; tetapi disisi lain, efektifitas akan menyurut manakala

wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentinngannya

sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. Pelimpahan dan

penempatan wewenang yang baik akan menghasilkan efektifitas

kewenangan.

d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam

implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang

(55)

wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa ada fasilitas

pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan

tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan

implementasi kebijakan public, bagi George C. Edward III, adalah

disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor

penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan

publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para

pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan

dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya,

sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang perlu

dicermati pada variable disposisi, menurut George C. Edward III, adalah :

a) Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi

kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan

kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh para pejabat-pejabat tinggi. Karena itu,

pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah

orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah

ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga.

b) Insentif; Edwardmenyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan

untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan

(56)

menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh

para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana

kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu

mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana

kebijakan melaksanankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan

sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interst) atau

organisasi.

4. Struktur Birokrasi

Variabel Keempat, menurut Edward III, yang mempengaruhi

tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur

birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan

tersedia, atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan,

dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan,

kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi

karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang

begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur

birokrasi tidak kondusifpada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan

menyebabkan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan

menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah

kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara

politik dengan jalan melakukan koordinasi ya ng baik.

Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak

(57)

Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi.

SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau

pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-

kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau

standar minimum yang dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan

fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan

atau aktifitas- aktifitas pegawai diantara bebrapa unit kerja.

D. Implementasi kebijakan publik model Grindle (1980).

Pendekatan ini dikenal dengan Implementation as a Political and

administrative Proses. Menurut Grindle, ada dua variabel yang

mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi

suatu kebijakan publik, dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir

(outcome) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin dicapai dengan

melihat pada proses serta pencapaian tujuan kebijakan yaitu pada dampak

atau efek pada masyarakat secara individu dan kelompok serta tingkat

perubahan yang terjadi dan pen

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabung separator, berfungsi memisahkan antara gas yang dihasilkan dengan air yang mungkin. terbawa dari tabung reaktor akibat guncangan agar tidak masuk ke dalam

Siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual akan mampu mengimplikasikan pengetahuan atau informasi yang telah diperolehnya dalam situasi yang

Tipe penelitian pengembangan yang dirujuk selama penelitian ini adalah analyse, design, development, implementation dan evaluation (ADDIE) dengan tahapan dimulai dengan

Masyarakat Desa Jabung dengan kearifan lokalnya secara kuat memegang teguh tradisi, ini terlihat dalam proses pemilihan lahan, pola penanaman, penebangan pohon,

Keuntungan pabrik gula Mangkunegaran yang semakin besar masa Mangkunegara VI digunakan untuk beberapa keperluan. Keperluan pertama adalah peningkatan modal usaha,

Tut Wuri adalah Mengikuti dari dibelakang Handayani berarti memberikan motivasi (semangat) dan Moral, jadi secara lengkap Ing Ngarso Sun Tulodo - Ing Madyo

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Dalam agama Islam moralitas dapat diterjemah sebagai akhlak, yaitu suatu tindakan yang mengajarkan suatu ide perbuatan baik yang harus dipedomani dan dikerjakan maupun dihindari,