PENGENDALI TEKANAN UAP PADA SISTEM
PEMANAS AIR BERBASIS RANGKAIAN
DIGITAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro
Diajukan Oleh :
PETRUS DANI KURNIAWAN NIM : 025114053
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Electrical Engineering Study Program
By:
Name : Petrus Dani Kurniawan Student Number : 025114053
ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING
FACULTY OF SAINS AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain,
kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagaimana layaknya karya ilmiah.”
Yogyakarta,….September 2007
Petrus Dani Kurniawan
Kedua orang tuaku tercinta, Kakak-Kakakku dan Andis yang memberikan semangat,dorongan, dan doa.
Hiduplah seolah kau akan mati besok, belajarlah seolah kau akan hidup
selamanya. (Mahatma Gandhi)
Jangan pernah putus asa, cobaan dan rintangan adalah hiasan
perjalanan hidup.
Kegagalan adalah sukses yang tertunda, maka tetaplah berusaha.
Semangatt!!!!!
Petrus Dani Kurniawan NIM : 025114053
INTISARI
Dalam tugas akhir ini akan dipaparkan tentang pengendali tekanan uap pada sistem pemanas air berbasis rangkaian digital, yang dapat mengatur batasan tekanan uap pada suatu sistem pemanas air seperti yang diinginkan.
Pengendali Tekanan Uap Pada Sistem Pemanas Air Berbasis Rangkaian Digital diimplementasikan dengan menggunakan sistem close loop. Masukan untuk pengendali adalah hasil selisih antara set point dengan keluaran sensor, selisih tersebut nantinya digunakan untuk mengendalikan pemanas agar menyala atau padam. Pada implementasi ini dalam pemilihan set point digunakan 4 buah saklar tougle yang tiap-tiap saklar memiliki nilai set point yang berbeda-beda yaitu 0,1 bar, 0,5 bar, 1 bar dan 1,5 bar.
Pengendali Tekanan Uap Pada Sistem Pemanas Air Berbasis Rangkaian Digital telah berhasil diimplementasikan. Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil yang memiliki nilai steady-state error, tetapi nilai tersebut masih dalam nilai toleransi yang diijinkan.
Kata kunci : Tekanan uap, pemanas, digital, sistem close loop.
system based on digital circuit. Steam pressure is a system used to arrange the pressure from a heater such as wanted.
Steam pressure on water heater system based on digital circuit is implemented by using system of close loop. Input for controller is result of difference among setting point with output of sensor, the difference will be used to control the condition of heater. In this implementation the selection of set point used 4 of tougle switch which every switch have a difference set point value. They are 0.1 bar, 0.5 bar 1 bar and 1.5 bar.
Steam pressure on water heater system based on digital circuit succesfully implemanted. After finishing some operation test the system have a value of steady-state error, but the value still in permitted of tolerance value.
Keyword : Steam pressure, heater, digital, system of close loop
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan
lancar. Tugas akhir ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh
gelar sarjana teknik pada program studi Teknik Elektro Universitas Sanata Dharma.
Dalam proses penulisan tugas akhir ini ada begitu banyak pihak yang telah
memberikan perhatian dan bantuan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih antara lain kepada :
1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku dekan
fakultas teknik.
2. Bapak Bayu Primawan, S.T., M.Eng., selaku ketua jurusan teknik elektro.
3. Ibu B.Wuri Harini, S.T., M.T., selaku pembimbing, atas segala
bimbingan, kesabaran dan dorongan selama proses pengerjaan tugas akhir.
4. Seluruh dosen teknik elektro atas ilmu yang telah diberikan selama penulis
menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma.
5. Papa, Mama dan Kakak-kakakku, atas semangat dan doa yang selalu
diberikan, dan juga atas dukungan baik secara moril maupun materiil.
6. Andis Permana Sari, yang telah ada disaat senang maupun susah, yang
telah memberikan semangat, perhatian, dorongan, dan senantiasa
menghibur penulis. Terima kasih cinta.
8. Teman satu plant boiler: T-cuz dan Deni, atas kerja samanya.
9. Teman–teman bimbingan Bu Wuri : Hari, Dhanny Mikael, Deri, Sinung,
Widi, Andi W, Plentonk, Gepeng, Yoga, Ido, dan Clement.
10.Teman-teman elektro’02 : Robi, Andi S, Oscar, Pandu, Dhika, Nango,
Iyok , serta teman-teman angkatan ’02 lainnya yang selalu bersama dalam
kuliah.
11.Bapak Herman Yoseph Sudarman, yang telah membantu dalam
pembuatan boiler,terima kasih atas ilmu tentang boiler-nya.
12.Laboran teknik elektro : Mas Suryono, Mas Mardi dan Mas Broto.
13.Teman-teman kost ”rambutan” dan ”ex-rambutan”: Mas Weerj, Trimbil,
Baboon, Limin, Sahili, Erik, Bernard, dan Deni. Kalian telah membuat
hidupku penuh warna.
14.Teman-teman Gereja, Eko, Mas Iwan, Mas Leman, Mas Didit, Bonce,
Gembul, Dita, Felis, Konthos, Heru, Frater Dodik, Frater Sani, Frater
Dimaas, Heni dan Dek Uun ,yang selalu memberi keceriaan dan
kedamaian.
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kebaikan dan
bantuannya kepada penulis.
Penulis sadar bahwa pada penulisan skripsi ini banyak terdapat kesalahan dan
kekurangannya, oleh sebab itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
Yogyakarta, ….September 2007
Penulis,
Petrus Dani Kurniawan
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Pernyataan Keaslian Karya ... iv
Halaman Persembahan ... v
Intisari ... vi
Abstract ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... xiii
Daftar Gambar ... xvii
Daftat Tabel ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Judul ... 1
1.2 Latar Belakang ... 1
1.3 Perumusan Masalah ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
1.5 Tujuan Penelitian ... 3
1.6 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II DASAR TEORI ... 7
2.1 Sistem Kontrol Otomatis ... 7
2.2 Sensor Tekanan Uap Air ... 8
2.3 Ketel Uap (Boiler) ... 9
2.4 Set Point ... 10
2.5 Optoisolator ... 11
2.6 Triac... 12
2.7 ADC (Analog to Digital Converter) ... 14
2.7.1 ADC Menggunakan IC ADC 0804 ... 15
2.8 Pembanding ... 19
2.9 Pengkode BCD ke Tujuh Segmen ... 22
2.10 Tujuh Segmen ... 23
2.11 Rangkaian Pembagi Tegangan ... 25
2.12 Sistem Digital ... 26
2.12.1 Gerbang OR ... 26
2.12.2 Gerbang AND ... 27
2.12.3 Gerbang NOT ... 28
2.13 Pengkode ... 28
2.14 Respon Transien ... 29
BAB III PERANCANGAN ... 32
3.3 Sensor ... 35
3.3.1 Pengubah Arus ke Tegangan ... 35
3.4 ADC (Analog to Digital Converter) ... 36
3.5 Pengendali (Controller) ... 42
3.6 Driver Pemanas ... 42
3.7 BCD ke Tujuh Segmen ... 45
3.8 Rangkaian Set Point ... 46
3.9 Rangkaian Penyesuai ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1 Hasil Pengujian Sistem ... 52
4.1.1 Pengujian Set Point 0,1 Bar ... 53
4.1.2 Pengujian Set Point 0,5 Bar ... 56
4.1.3 Pengujian Set Point 1 Bar ... 59
4.1.4 Pengujian Set Point 1,5 Bar ... 63
4.1.5 Perbandingan Respon Hasil Pengujian ... 67
4.2 Pembahasan ... 68
4.2.1 Rangkaian Set Point ... 68
4.2.2 Rangkaian ADC ... 70
4.2.3 Rangkaian Pengendali (Controller) ... 74
BAB V PENUTUP ... 76
Daftar Pustaka
Lampiran
Halaman....
1. Tabel 2.1. Macam-macam MOC30XX... 12
2. Tabel 2.2. Tabel kebenaran XOR dua masukan... 20
3. Tabel 2.3. Tabel kebenaran 74LS85 ... 21
4. Tabel 2.4. Jalur segmen yang aktif... 23
5. Tabel 2.5. Tabel kebenaran gerbang OR... 27
6. Tabel 2.6. Tabel kebenaran gerbang AND... 27
7. Tabel 2.7. Tabel kebenaran gerbang NOT (INV) ... 28
8. Tabel 2.8. Tabel kebenaran IC 74LS147 ... 29
9. Tabel 3.1. Tabel perbandingan tekanan dan tegangan hasil dari percobaan 36
10.Tabel 3.2. Tabel konversi data masukan analog dengan keluaran digital.. 38
11.Tabel 3.3 Tabel tekanan dan keluaran digital ... 46
12.Tabel 3.4 Tabel konversi keluaran IC 74LS147 dengan keluaran inverter 47
13.Tabel 3.5 Tabel kebenaran rangkaian penyesuai ... 48
14.Tabel 3.5 Tabel peta karnaugh ... 49
15.Tabel 4.1. Hasil pengambilan data untuk set point 0,1 bar ... 53
16.Tabel 4.2. Hasil pengambilan data untuk set point 0,5 bar ... 58
17.Tabel 4.3. Hasil pengambilan data untuk set point 1 bar ... 63
18.Tabel 4.4 Hasil pengambilan data untuk set point 1,5 bar ... 68
20.Tabel 4.6. Hasil pengujian rangkaian set point ... 75
21.Tabel 4.7. Hasil pengujian rangkaian ADC ... 77
22.Tabel 4.8. Tabel data keluaran pembanding 74LS85... 81
Halaman
Lampiran I. Rangkaian Set Point dan Penampil ... L1
Lampiran II. Rangkaian ADC dan Penampil ... L2
Lampiran III. Pembanding dan Driver Pemanas ... L3
Lampiran IV. Rangkaian Keseluruhan ... L4
1.1
Judul
Pengendali Tekanan Uap pada Sistem Pemanas Air Berbasis Rangkaian
Digital.
1.2
Latar Belakang
Uap (vapor) yaitu gas yang timbul akibat perubahan fase cair menjadi
uap (gas) dengan cara pendidihan (boiling). Dalam industri, uap digunakan dalam
bermacam-macam proses yang memerlukan panas. Uap dihasilkan oleh ketel uap
atau boiler, yang kemudian akan disalurkan ke setiap terminal yang
membutuhkan panas. Pada dunia industri proses penggunaan uap sebagai
penghantar panas misalnya pada bidang farmasi, pembangkit tenaga listrik,
perhotelan dan lain-lain.
Proses pendidihan air dengan boiler akan menyebabkan suhu dan
tekanan di dalam boiler akan meningkat. Tekanan tersebut harus terus dijaga agar
tidak melebihi dari kemampuan boiler itu sendiri karena bila tekanannya berlebih
maka boiler dapat meledak, dan juga karena kebutuhan dari suatu proses
pendidihan. Proses pendidihan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga
bila menggunakan pengendali otomatis akan mempermudah proses pendidihan.
Pengendali otomatis digunakan untuk mematikan atau mengatur sistem pemanas
bila telah mencapai tekanan yang diinginkan.
Ada banyak cara pengendali otomatis, mulai dari pemakaian pengendali
analog sampai pengendali digital yang dihubungkan dengan sistem kontrol untuk
men-set atau mendapatkan hasil tertentu sesuai keinginan. Guna mendapatkan
pengukuran dan pengendalian tekanan yang presisi, peralatan yang digunakan
harus baik dan efisien. Peralatan tersebut merupakan gabungan sistem pengukur
tekanan, penampil dan pengendali. Pengendali digital memiliki beberapa
kelebihan dibanding pengendali analog, antara lain :
1. Peralatan digital memberikan ketelitian hasil yang tinggi.
2. Kemudahan pembacaan pada penampil sehingga memudahkan pembacaan
dan set pengendalian yang diinginkan.
1.3
Perumusan Masalah
Dari Latar Belakang di atas, timbul permasalahan “Bagaimanakah cara
mengendalikan tekanan uap menggunakan rangkaian digital?”
1.4
Batasan Masalah
Dalam Tugas Akhir dengan judul Pengendali Tekanan Uap pada Sistem
Pemanas Air Berbasis Rangkaian Digital dibatasi pada masalah-masalah sebagai
berikut:
b. Pengendali dirancang berdasarkan sensor yang digunakan yakni Pressure
Transmitter bertipe 8320 dari Burkert, dengan rentang tekanan 0 sampai
dengan 10 bar.
c. Tekanan yang terukur 0 – 1,5 bar.
d. Aktuator menggunakan kompor listrik 600 Watt.
e. Pengendali on-off dengan rangkaian digital.
f. Tampilan pada set point dan output.
g. Kompor atau pemanas akan dimatikan secara manual bila ketinggian air di
dalam tangki kurang dari batas minimal, yaitu 1/2 dari ketinggian tangki.
1.5
Tujuan Penelitian
Pembuatan Tugas Akhir ini adalah untuk membuat perangkat elektronik
pengendali dengan menggunakan rangkaian digital sebagai piranti pengendali
yang dapat digunakan untuk mengatur batasan tekanan uap pada suatu sistem
pemanas air seperti yang diinginkan.
1.6
Manfaat Penelitian
Dapat memanfaatkan dan menerapkan pengendali dengan rangkaian
digital pada pengendali tekanan uap, yang digunakan untuk mengendalikan
tekanan uap pada sistem pemanas air. Pengendali rangkaian digital pada kendali
tekanan uap ini juga dapat digunakan untuk meniadakan pekerjaan-pekerjaan
rutin yang dilakukan manusia, atau meniadakan kendali manual yang dilakukan
1.7
Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan laporan tugas
akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mencari referensi yang dibutuhkan untuk mendukung proses perancangan dan
pembuatan alat.
2. Membuat plant. Membuat perencanaan miniatur dari alat yang akan dibuat
yaitu ketel uap atau biasa disebut boiler, yang kemudian dibuat secara nyata.
3. Setelah plant selesai dibuat, pengambilan data dilakukan agar mengetahui
karakteristik dari sensor tekanan, kemampuan boiler dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tekanan maksimum.
4. Dengan adanya data dari plant yang sudah diperoleh, selanjutnya melakukan
penulisan proposal.
5. Perancangan kontrol pengendali dapat dilakukan karena plant sudah selesai
dan penulis sudah mengetahui karakteristik dari sensor tekanan, kemampuan
boiler, dan data-data lain yang diperlukan.
6. Implementasi kontrol pengendali dapat dilakukan dengan adanya rancangan
pengendali yang tepat dan akurat.
7. Pengujian alat. Dilakukan pengujian secara menyeluruh antara pengendali dan
plant, apakah sudah sesuai dengan rancangan atau belum. Selain itu kita juga
mengambil data dari pengendali dan plant yang telah dibuat.
8. Penulisan laporan dilakukan untuk koreksi apakah alat sudah sesuai dengan
itu juga untuk mencocokkan data antara teori dan data yang diperoleh dari
pengujian.
1.8 Sistematika Penulisan
Sistem pembahasan tidak jauh berbeda dengan metodologi yang
digunakan dan penulis membagi pembahasan menurut metodologinya seperti
berikut :
BAB I. Pendahuluan
Pada bab ini berisikan mengenai penjelasan latar belakang masalah,
maksud dan tujuan, batasan masalah, yang menjelaska tentang rancangan sistem
yang akan dibuat, serta menjelaskan sistematika pembahasan.
BAB II. Dasar Teori
Pada bab ini berisi tentang teori dan pemilihan komponen yang nantinya
digunakan dalam implementasi alat yang akan dikerjakan.
BAB III. Rancangan Penelitian
Pada bab ini berisikan mengenai bagaimana memperoleh nilai–nilai
komponen yang akan digunakan dan pertimbangan dari pemilihan komponen
tersebut.
BAB IV. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Berisi mengenai bagaimana hasil dari kerja alat yang dibuat dan
BAB V. Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil perancangan dan
2.1
Sistem Kontrol Otomatis
Sistem kontrol otomatis (close loop) dirancang untuk mengurangi peran
manusia dalam suatu proses, dengan demikian dapat diperoleh hasil yang lebih
akurat dibandingkan dengan sistem kontrol manual. Dalam sistem kontrol,
peralatan atau mesin-mesin yang digunakan secara bersama-sama untuk
melakukan suatu operasi disebut sebagai plant. Dengan kata lain plant juga dapat
disebut sebagai obyek yang akan dikendalikan dalam suatu sistem kontrol [1].
Sering kali dalam sistem kontrol muncul suatu sinyal yang dapat
mempengaruhi nilai keluaran sistem sehingga nilai keluaran tersebut tidak sesuai
dengan yang dikehendaki, sinyal tersebut disebut sebagai gangguan atau
disturbances. Apabila gangguan tersebut muncul dari dalam sistem disebut
sebagai gangguan internal, sedangkan apabila muncul dari luar sistem disebut
sebagai gangguan eksternal. Sistem kontrol dibagi menjadi dua jenis,yakni:
1. Sistem kontrol lup tertutup atau closed loop control system, sistem ini dapat
dikatakan sebagai sistem kontrol yang berumpan balik karena sistem kontrol
ini sinyal keluarannya dihubungkan dengan pengendali sehingga sinyal
keluaran tersebut dapat mempengaruhi proses pengontrolan.
2. Sistem kontrol lup terbuka atau open loop control system merupakan suatu
sistem kontrol yang sinyal keluarannya tidak mempengaruhi proses
pengontrolan.
2.2
Sensor Tekanan Uap Air
Sensor yang digunakan yaitu Pressure Transmitter dengan tipe 8320 dari
Burkert, sensor tersebut khusus digunakan pada tekanan uap air. Rentang tekanan
yang dapat dicapai adalah 0 sampai dengan 10 bar. Keluaran yang dihasilkan dari
sensor berupa arus sebesar 4 mA sampai dengan 20 mA. Sensor dapat bekerja
pada suhu -400C sampai dengan +1000C. Akurasi dari sensor <1%, semakin tinggi
akurasinya maka pembacaannya semakin bagus. Dari karakteristik di atas dapat
diperoleh persamaan sebagai berikut:
tekanan keluaran m
Δ Δ
= (2.1)
Keterangan :
m = kenaikan keluaran tiap bar
=
Δkeluaran selisih keluaran sensor
=
Δtekanan selisih tekanan sensor
Gambar 2.1 di bawah adalah bentuk fisik dari Pressure Transmitter.
Sensor memiliki beban (RA) maksimum sebesar :
] [ 02 . 0
]) [ 10 ] [ ( ] [
A V V
U Ohm
R B
A
−
= (2.2)
dengan UB adalah tegangan catuan (keterangan-keterangan di atas dapat dilihat
pada lampiran).
B
2.3
Ketel Uap (
Boiler
)
Boiler atau ketel uap adalah alat pembangkit uap yang terdiri atas dua
bagian utama yaitu furnance atau tungku pembakaran yang berfungsi untuk
menyediakan panas melalui proses pembakaran, dan tabung air (boiler) sebagai
alat di mana panas mengubah air menjadi uap. Uap atau cairan panas ini nantinya
akan disirkulasikan keluar dari boiler untuk digunakan dalam bermacam macam
proses yang memerlukan panas [2]. Contoh bentuk fisik ketel uap (boiler) seperti
pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Contoh bentuk fisik ketel uap (boiler)
Bagian-bagian dari ketel uap (boiler) adalah:
1. Pipa atau lubang yang digunakan untuk memasukkan air.
2. Pipa atau lubang yang digunakan untuk mengeluarkan air.
3. Kran Safety Valve, yang digunakan sebagai pengaman saat boiler sedang
dengan pelan-pelan agar tekanan berkurang sedikit demi sedikit. Safety valve
menggunakan kran yang tahan terhadap panas.
4. Rongga yang ada di tengah-tengah boiler. Dibuatnya rongga ini bertujuan
untuk mempercepat pemanasan pada boiler, apabila jumlah rongga semakin
banyak maka pemanasan akan semakin cepat.
5. Indikator ketinggian air. Indikator ini wajib ada pada setiap boiler karena
banyaknya air di dalam boiler dapat dilihat, sehingga tekanan yang berlebihan
karena kekurangan air dapat dihindari.
Pengisian air ke dalam boiler sebaiknya ¾ dari tinggi boiler. Hal ini dilakukan
agar dapat menghindari kelebihan tekanan dan kehabisan air dalam waktu singkat.
2.4
Set Point
Set point adalah alat yang digunakan untuk memberikan masukan data.
Set point yang digunakan adalah saklar. Saklar yang digunakan adalah saklar
tougle. Saklar tougle adalah saklar yang awalnya off, jika dinyalakan akan
on.Gambar rangkaian dasar saklar dapat dilihat pada Gambar 2.3.
SW1
1
2
OUT
R
5V
Pada rangkaian dasar saklar diberi hambatan yang berfungsi untuk membatasi
arus yang lewat, dengan persamaan di bawah :
R V
I = (2.3)
2.5
Optoisolator
Keluarga MOC30XX dari non-zero crossing triac drivers terdiri dari
sebuah LED inframerah Aluminium Gallium Asenida, digabungkan pada chip
detector Silikon. Dua chip ini dirakit pada enam paket pin DIP, menyediakan 7.5
kVAC(peak) penyekat antara LED dan detector keluaran. Chip detector keluaran ini
dirancang memicu triac guna mengendalikan beban pada tegangan 115 Volt dan
220 Volt [3]. Chip detector adalah sebuah alat yang berfungsi sama dengan
sebuah triac kecil, sinyal yang dihasilkan digunakan untuk memicu triac yang
besar. MOC30XX memiliki kemampuan untuk mengontrol triac daya besar
dengan meminimumkan komponen tambahan. Macam-macam MOC30XX dapat
dilihat pada tabel 2.1. Pembedanya adalah berdasarkan blocking tegangan (VDM)
dan arus pemicu (IFT).
LED AlGaAs memiliki nominal 1.3 V forward drop 10mA dan tegangan
balik maksimal 3 V. Sedangkan arus maksimal yang dapat dilewatkan adalah 60
mA. Detector memiliki tegangan blocking minimum sebesar 250 V saat mati.
Pada saat hidup, detector akan melewatkan 100 mA pada arah yang berlawanan
dengan drop tegangan kurang dari 3 V. Saat dipicu pada kondisi on, detector akan
selalu on sampai drop arus di bawah arus holding (umumnya 100 µA) setelah itu
tegangan forward blocking, dengan lereng tegangan melewati detetor melebihi
nilai dv/dt, atau dengan foton dari LED. LED dijamin dapat memicu detector
menjadi on saat arus yang melewati LED sama, atau lebih dari IFT(MAX). Bentuk
MOC3021 dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4.Skema dari MOC30XX
Tabel 2.1 Macam-macam MOC30XX
2.6
Triac
Triac tersusun dari lima buah lapis semikonduktor yang banyak
digunakan pada pensaklaran elektronik. Triac biasa juga disebut thyristor bi
directional. Triac merupakan dua buah SCR yang dihubungkan secara paralel
Berbeda dengan SCR yang hanya melewatkan tegangan dengan polaritas
positif saja, tetapi triac dapat dipicu dengan tegangan polaritas positif dan negatif,
serta dapat dihidupkan dengan menggunakan tegangan bolak-balik pada gate.
Triac banyak digunakan pada rangkaian pengendali dan pensaklaran. Simbol triac
seperti pada gambar 2.5.
Triac hanya akan aktif ketika polaritas pada anoda lebih positif
dibandingkan katodanya dan gate-nya diberi polaritas positif, begitu juga
sebaliknya. Setelah terkonduksi, sebuah triac akan tetap bekerja selama arus yang
mengalir pada triac (IT) lebih besar dari arus penahan (IH) walaupun arus gate
dihilangkan. Satu-satunya cara untuk membuka (meng-off-kan) TRIAC adalah
dengan mengurangi arus IT di bawah arus IH [4].
Gambar 2.6.Kurva Karakteristik Triac
Karakteristik dari triac dapat dilihat pada gambar 2.6. Jika tegangan
yang dipasangkan pada gerbang nol, triac mencegah aliran arus dalam kedua arah
dan pada kondisi ini triac berada dalam keadaan blocking. Triac dapat dihidupkan
baik oleh sinyal gerbang positif maupun negatif. Jika terminal T2 adalah positif
terhadap T1 triac dipicu menjadi menghantarkan oleh suatu pulsa positif yang
dipasang pada gerbang. Jika T2 negatif terhadap T1, maka triac akan dapat
dihidupkan dengan memberikan suatu pulsa negatif yang dipasang pada gerbang.
2.7
ADC (
Analog to Digital Converter
)
Pengubah sinyal analog ke sistem digital disebut pengkode atau encoder.
Gambar 2.7 memperlihatkan diagram blok pengubah analog ke digital yang dapat
Gambar 2.7. Diagram blok pengubah analog ke digital
Dari diagram blok gambar 2.7, masukan berupa sinyal listrik analog yang harus
diubah menjadi keluaran biner dari bit paling rendah (LSB) sampai ke bit yang
paling tinggi (MSB) [5].
2.7.1
ADC Menggunakan IC ADC 0804
Analog to Digital Converter (ADC) adalah sebuah piranti yang
dirancang untuk mengubah sinyal-sinyal analog menjadi sinyal-sinyal digital. IC
ADC 0804 dianggap dapat memenuhi kebutuhan dari rangkaian yang akan dibuat.
IC jenis ini bekerja secara cermat dengan menambahkan sedikit komponen sesuai
dengan spesifikasi yang harus diberikan dan dapat mengkonversikan secara cepat
suatu masukan tegangan. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan
ADC ini adalah tegangan maksimum yang dapat dikonversikan oleh ADC dari
rangkaian pengkondisi sinyal, resolusi, pewaktu eksternal ADC, tipe keluaran,
ketepatan dan waktu konversinya.
Beberapa karakteristik penting ADC :
1. Waktu konversi
2. Resolusi
3. Ketidaklinieran
Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengubah sinyal analog
menjadi sinyal digital yang nilainya proporsional. Jenis ADC yang biasa
digunakan dalam perancangan adalah jenis successive approximation convertion
atau pendekatan bertingkat yang memiliki waktu konversi jauh lebih singkat dan
tidak tergantung pada nilai masukan analognya atau sinyal yang akan diubah.
Dalam Gambar 2.8 memperlihatkan diagram blok ADC tersebut.
Gambar 2.8. diagram blok ADC
Secara singkat prinsip kerja dari konverter A/D adalah semua bit-bit
diset kemudian diuji, dan bilamana perlu sesuai dengan kondisi yang telah
ditentukan. Dengan rangkaian yang paling cepat, konversi akan diselesaikan
sesudah 8 clock, dan keluaran D/A merupakan nilai analog yang ekivalen dengan
nilai register SAR.
Apabila konversi telah dilaksanakan, rangkaian kembali mengirim sinyal
data digital yang ekivalen ke dalam register buffer. Dengan demikian, keluaran
digital akan tetap tersimpan sekalipun akan di mulai siklus konversi yang baru [4].
Sesuai dengan rumusan pada data sheet ADC 0804, frekuensi clock
dengan konfigurasi free-running pada datasheet seperti Gambar 2.9 adalah [6]:
C x R x 1,1
1
=
clock
f (2.3)
Resolusi ADC dinyatakan dengan persamaan 2.4.
255 V -V
Resolusi= ref(+) ref(-) (2.4)
Keterangan :
Resolusi = Ketelitian ADC
Vref(+) = Referensi tegangan atas
Vref(-) = Referensi tegangan bawah
Sesuai dengan penggunaan free-running ADC 0804 dengan
2 reff
V
=2,5 volt,
maka:
mV 19,6 Resolusi
255 0 -5 Resolusi
= =
Perubahan ADC tiap bit dinyatakan dengan persamaan 2.5.
ADC Resolusi
konversi Tegangan
Level= (2.5)
VCC Output 0 ADC0804 6 7 9 11 12 13 14 15 16 17 18 19 4 5 1 2 3 +IN -IN VREF/2 DB7 DB6 DB5 DB4 DB3 DB2 DB1 DB0 CLKR CLKIN INTR CS RD WR 10K Output 2 Output 1 R2 10K Output 3 Keluaran Pengk. Siny al
150pF R1 10K
Gambar 2.9. Konfigurasi free-running ADC 0804
Berikut fungsi masing-masing pin ADC 0804 pada Gambar 2.9
1. Pin 1. Chip Select (CS), sinyal untuk mengaktifkan ADC. Jika pin CS rendah,
maka ADC aktif.
2. Pin 2. Read (RD), merupakan sinyal baca. Jika RD rendah, maka ADC
memulai membaca data analog.
3. Pin 3. Write (WR), merupakan pin mulai konversi. Jika WR rendah, mulai
konversi.
4. Pin 4 (Clk In) dan 19 (Clk R), merupakan pin yang berfungsi sebagai sumber
clock.
5. Pin 5 (INTR), merupakan pin interupsi. Bila INTR bernilai tinggi,
menandakan ADC mulai konversi. Jika nilai rendah berarti selesai konversi.
6. Pin 6 (Vin +), merupakan pin tegangan input analog positif.
8. Pin 8 dan pin 10 (Agnd dan Vgnd), pin ini harus ditanahkan karena Agnd
merupakan acuan bagi decoder pada ADC dan Vgnd sebagai acuan bagi clock
generator.
9. Pin 9 (Vref/2), merupakan pin untuk input tegangan yang menentukan
besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk tiap cacahan.
10.Pin 1-18 (D7-D0), merupakan pin untuk output digital.
11.Pin 20 (VCC), merupakan pin untuk catu tegangan sebesar 5 Volt.
ADC0804 merupakan ADC 8 bit, namun dalam perancangan hanya akan
digunakan 4 bit saja, sedangkan 4 bit yang lain akan diabaikan (don’t care).
2.8
Pembanding
Gerbang XOR dua masukan mempunyai karakteristik bahwa jika kedua
masukan sama, maka keluarannya 0 (logika rendah). Jika masukan berbeda, maka
keluarannya 1 (logika tinggi). Gambar 2.10 adalah simbol logika standar untuk
gerbang XOR dua masukan.
Gambar 2.10. Simbol logika standar gerbang XOR dua masukan
Gerbang XOR merupakan gerbang gabungan antara gerbang NOT,
gerbang AND dan gerbang OR. Gabungan ketiga gerbang tersebut membentuk
Table 2.2 Tabel kebenaran XOR dua masukan
A B Y 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0
Pembanding atau komparator adalah rangkaian yang membandingkan
besaran masukan dengan suatu taraf referensi (dengan masukan lain) dan
menghasilkan suatu perubahan keadaan di keluaran bila salah satu masukan
melampaui yang lain. XOR merupakan pembanding yang paling sederhana.
Pada pembanding yang digunakan untuk membandingkan dua data yang
masing-masing terdiri dari 4 bit, dibutuhkan empat buah gerbang XOR. Untuk
mendapatkan hasil akhir perbandingan, empat buah gerbang XOR dihubungkan
pada sebuah gerbang AND seperti pada gambar 2.11. Bila keluaran dari ke empat
buah gerbang XOR bernilai 1 maka keluaran gerbang AND juga akan tinggi atau
bernilai 1.
Contoh IC yang dapat membandingkan hingga 4 bit adalah IC 74LS85
yang ditunjukkan pada Gambar 2.12. IC 74LS85 memiliki 2 kelompok masukan,
masing-masing kelompok terdiri dari 4 bit masukan. Pembanding yang besarnya 4
bit ini memberikan tiga keputusan (keluaran) yaitu A<B, A>B atau A=B. Dapat
dilihat pada table 2.3.
Tabel 2.3. Tabel kebenaran 74LS85
74LS85
10 12 13 15 9 11 14 1 2 3 4
7 6 5
A0 A1 A2 A3 B0 B1 B2 B3 A<Bi A=Bi A>Bi
A<Bo A=Bo A>Bo
2.9
Pengkode BCD ke Tujuh Segmen
Pengkode merupakan suatu penerjemah kode. Pengkode merupakan
rangkaian logika gabungan dengan beberapa masukan dan keluaran. Kebanyakan
berisi 20 sampai 50 gerbang. Kebanyakan pengkode dipaketkan dalam paket IC
tunggal [7].
Untuk menyalakan tampilan tujuh segmen, keluaran sistem digital harus
diubah ke dalam isyarat yang sesuai. Masukan dari sistem digital biasanya dalam
bentuk sandi biner (BCD) sehingga harus diubah menjadi isyarat tujuh jalur untuk
menyalakan masing-masing segmen. Perubahan ini dilakukan oleh pengkode
BCD ke tujuh segmen. Jika karakter 1 akan ditampilkan, maka jalur keluaran S1,
S2 akan berlogika 0 untuk menghidupkan LED yang sesuai dengan segmen S1,
S2. Jalur yang lain tetap berlogika1. Tabel 2.4 menunjukkan jalur-jalur yang harus
diaktifkan untuk membentuk karakter yang dimaksud.
Contoh IC pengkode BCD ke tujuh segmen adalah IC 74LS47. IC
tersebut memiliki 4 masukan yang akan mengubah 4 bit masukan tersebut
menjadi 7 buah isyarat tujuh jalur. IC 74LS47 mempunyai keluaran aktif
berlogika 0. Gambar IC 74LS48 ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Tabel 2.4. Jalur segmen yang aktif
Masukan BCD
Q3 Q2 Q1 Q0
Segmen yang
diaktifkan Tampilan
0 0 0 0 S0,S1,S2,S3,S4,S5
0 0 0 1 S1,S2
0 0 1 0 S0,S1,S3,S4,S6
0 0 1 1 S0,S1,S2,S3,S6
0 1 0 0 S1,S2,S5,S6
0 1 0 1 S0,S2,S3,S5,S6
0 1 1 0 S0,S2,S3,S4,S5,S6
0 1 1 1 S0,S1,S2
1 0 0 0 S0,S1,S2,S3,S4,S5,S
6
1 0 0 1 S0,S1,S2,S3,S5,S6
2.10
Tujuh-Segmen
Peralatan keluaran yang sangat umum digunakan untuk menayangkan
bilangan desimal adalah peragaan tujuh-segmen [6]. Pada dasarnya penampil
pemberian tegangan maka suatu tujuh segmen terdiri dari dua macam, yaitu
common anoda dan common katoda. Perbedaan antara keduanya hanya terletak
pada penyambungan antar LED. Pada common anoda, anoda dari ketujuh LED
terhubung menjadi satu (Gambar 2.14a) sedangkan pada common katoda, katoda
dari ketujuh LED yang terhubung menjadi satu (Gambar 2.14b).
a) Common Anoda b) Common Katoda Gambar 2.14. Untai penampil tujuh segmen
Gambar 2.15 Penampil tujuh segmen
Gambar 2.16 Tujuh segmen dalam digital desimal
Kecerahan LED tergantung dari arusnya. Idealnya cara terbaik untuk
mengendalikan kecemerlangan ialah dengan menjalankan LED dengan sumber
setelah sumber arus adalah dengan tegangan catu yang besar dan resistansi seri
yang kecil. Dalam hal ini arus LED diberikan oleh :
s led cc
R V V
I = − (2.7)
Keterangan :
I = arus LED (ampere)
cc
V = tegangan sumber (volt)
led
V = tegangan LED (volt)
Rs = resistansi LED (ohm)
LED R
VCC
s led
I
Gambar 2.17. Rangkaian Led
Makin besar tegangan sumber, makin kecil pengaruh . Dengan kata lain
yang besar menghilangkan pengaruh perubahan pada tegangan LED.
led
V Vcc
2.11 Rangkaian Pembagi tegangan
Rangkaian pembagi tegangan merupakan rangkaian yang terdiri dari
resistor yang dikonfigurasikan seperti pada gambar 2.18. Vout ditentukan dengan
CC 2 1
2
out V
R R
V x
R
+
= (2.8)
VCC
R2
Vout
0
R1
Gambar 2.18. Konfigurasi Pembagi Tegangan
2.12 Sistem Digital
Bentuk dasar blok dari setiap rangkaian digital adalah suatu gerbang
logika. Gerbang logika nantinya akan digunakan untuk operasi bilangan biner.
Gerbang-gerbang logika yang paling lazim digunakan dalam rangkaian digital
adalah gerbang OR, AND, dan NOT.
2.12.1 Gerbang OR
Gerbang OR dikenal sebagai gerbang fungsi penjumlah logika. Simbol
dari gerbang OR seperti pada gambar 2.19 di bawah.
A
B
Y
Gambar 2.19. Gerbang OR
Persamaan matematis untuk keluran gerbang OR adalah:
Y = A + B (2.9)
Cara operasinya yaitu keluaran dari suatu gerbang OR menunjukkan keadaan 1
gerbang OR hanya akan bernilai 0 bila semua masukan bernilai 0 [9]. Dapat
dilihat pada tabel 2.5 di bawah.
Tabel 2.5. Tabel kebenaran gerbang OR
A B Y 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1
2.12.2 Gerbang AND
Gerbang OR dikenal sebagai gerbang fungsi perkalian logika. Simbol
dari gerbang OR seperti pada gambar 2.20 di bawah.
A
B
Y
Gambar 2.20. Gerbang AND
Persamaan matematis untuk keluran gerbang AND adalah:
Y = A . B (2.10)
Cara operasinya yaitu keluaran dari suatu gerbang AND menunjukkan keadaan 1
semua masukannya berada pada keadaan 1. Dengan kata lain keluaran gerbang
AND hanya akan bernilai 0 bila salah satu masukannya atau kedua masukannya
bernilai 0 [9]. Dapat dilihat pada tabel 2.6 di bawah.
Tabel 2.6 Tabel kebenaran gerbang AND
2.12.3 Gerbang NOT
Gerbang NOT dikenal sebagai gerbang fungsi logika kebalikan/ inverse.
Simbol dari gerbang NOT seperti pada gambar 2.21 di bawah.
A
Y
Gambar 2.21. Gerbang NOT (INV)
Persamaan matematis untuk keluran gerbang NOT (INV) adalah:
Y = A . B (2.11)
Gerbang NOT mempunyai satu masukan serta satu keluaran dan melakukan
operasi logika peniadaan (negation), cara kerjanya adalah keluaran dari rangkaian
NOT akan mengambil keadaan 1 jika dan hanya jika masukannya tidak
mengambil keadaan 1. Simbol untuk menunjukkan logika peniadaan adalah suatu
lingkaran kecil yang digambarkan pada titik pertemuan antara garis sinyal dan
simbol logika [9]. Tabel kebenaran gerbang NOT dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Tabel kebenaran gerbang NOT (INV)
A Y 0 1 1 0
2.13 Pengkode
Pengkode merupakan suatu penerjemah kode. Pengkode merupakan
rangkaian logika gabungan dengan beberapa masukan dan keluaran. Kebanyakan
berisi 20 sampai 50 gerbang. Kebanyakan pengkode dipaketkan dalam paket IC
tunggal [7]. Pada sistem ini pengkode menerjemahkan masukan desimal menjadi
prioritas 10-baris ke 4-baris). Salah satu IC pengkode adalah 74LS147. Gambar
yang lebih rinci dari IC 74LS147 dapat dilihat pada gambar 2.22, dan tabel
kebenaran dari IC 74LS147 dapat dilihat pada tabel 2.8.
Gambar 2.22. Diagram kaki IC 74LS147
Tabel 2.8 Tabel kebenaran IC 74LS147
2.14 Respon Transien
Respon transien sistem kontrol sering menunjukkan osilasi teredam
sebelum mencapai keadaan tunak. Dalam menentukan karakteristik tanggapan
system control terhadap masukan tanggan satuan [10], biasanya dicari parameter
berikut :
Waktu tunda adalah waktu yang diperlukan tanggapan mencapai setengah
harga akhir yang pertama kali.
2. Waktu Naik ( Rise Time ), tr
Waktu naik adalah waktu yang diperlukan tanggapan untuk naik dari 10%
hingga 90%.
3. Waktu Puncak, tp
Waktu puncak adalah waktu yang diperlukan respon untuk mencapai puncak
lewatan yang pertama kali.
4. Waktu Penetapan ( Settling Time ), ts
Waktu penetapan adalah waktu yang diperlukan kurva tanggapan dan menetap
dalam daerah disekitar harga akhir yang ukurannya ditentukan dengan
persentase mutlak dari harga akhir ( biasanya 98% ).
Gambar 2.23. Kurva respon tanggapan satuan yang menunjukkan td, tp, ts, Mp dan
tr
Spesifikasi di atas ditunjukkan secara grafis pada gambar 2.23. Untuk
Delay Time ( td ) = t50 % - t0 (2.12)
Rise Time ( tr ) = t90 % - t10 % (2.13)
Settling Time ( ts ) = t98 % - t0 (2.14)
Pada suatu sistem kontrol otomatik sering terjadi error, dan yang biasa
terjadi adalah steady-state error. Steady-state error (ess) sendiri adalah perbedaan
antara keluaran sistem (hasil akhir) dan set point saat keadaan sistem stabil atau
tetap. Steady-state error (ess) dapat dilihat pada gambar 2.24 di bawah.
PERANCANGAN
3.1
Sistem Kendali
Dalam perancangan Pengendali Tekanan Uap Pada Sistem Pemanas Air
Berbasis Rangkaian Digital memerlukan komponen-komponen dasar antara lain
rangkaian digital sebagai otak dari sistem kendali, pemanas, dan sensor. Dari
ketiga komponen dasar tersebut maka dapat digambarkan diagram blok dari
sistem kendali ini, seperti yang terlihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram blok pengendali tekanan uap
Gambar 3.2 di bawah adalah gambar tampilan kotak pengendali. Dengan
bagian-bagiannya adalah penampil tujuh segmen untuk set point dan output,
saklar set point, masukan sensor, dan catu daya 12 Volt.
Gambar 3.2. Tampilan kotak pengendali
3.2
Perancangan
Plant
Plant yang dibuat untuk tugas akhir ini adalah miniatur dari ketel uap
atau yang sering disebut dengan boiler. Gambar 3.3 merupakan gambar plant
yang akan digunakan. Pemanas pada plant menggunakan kompor listrik dengan
daya 600W, sehingga dengan adanya pemanas berupa kompor listrik, tekanan
boiler dapat dikontrol melalui pengendali yang akan digunakan untuk mematikan
kompor listrik secara otomatis pada tekanan tertentu. Keterangan dari gambar 3.3
di bawah adalah :
1. Pipa untuk memasukkan air.
2. Pipa untuk mengeluarkan air.
3. Lubang Safety Valve, yang digunakan sebagai pengaman saat boiler sedang
bertekanan. Saat air dikeluarkan pertama-tama safety valve harus dibuka
dengan pelan-pelan agar tekanan berkurang sedikit demi sedikit. Safety valve
4. Rongga di tengah-tengah boiler. Dibuatnya rongga ini bertujuan untuk
mempercepat pemanasan pada boiler, apabila jumlah rongga semakin banyak
maka pemanasan akan semakin cepat.
5. Pipa yang digunakan untuk tempat untuk manometer (indikator tekanan).
Plant menggunakan indikator tekanan dengan skala 0-3 bar.
6. Pipa yang digunakan untuk menempatkan sensor tekanan.
7. Indikator ketinggian air. Indikator ini wajib ada pada setiap boiler, karena
banyaknya sisa air di dalam boiler dapat dilihat. Sehingga kekurangan air
dapat dihindari. Indikator berupa selang transparan yang tahan terhadap
tekanan
8. Pipa Siphon, pipa siphon berisi air yang berfungsi agar suhu pada sensor tidak
terlalu panas, dan mencegah manometer langsung terkena uap air.
Gambar 3.3. Plant
Pengisian air ke dalam boiler sebanyak ¾ dari volume boiler. Hal ini
udara di dalam boiler. Boiler dibatasi hanya akan bekerja pada tekanan 0 sampai
dengan 1,5 bar.
3.3
Sensor
3.3.1 Pengubah Arus ke Tegangan
Sensor tekanan uap yang digunakan dalam sistem kendali ini adalah
Pressure Transmiter tipe 8320. Keluaran dari sensor ini berupa arus dalam skala 4
sampai 20 mA. Apabila menggunakan tegangan catuan atau UB sebesar 12 V,
maka besar beban maksimum dapat diperoleh dengan persamaan (2.1) :
B Ω = = − = Ω 100 ] [ 02 . 0 ] [ 2 ] [ 02 . 0 ]) [ 10 ] [ 12 ( ] [ A V A V V RA
Dengan digunakannya beban sebesar 100 Ω pada keluaran sensor, maka
keluaran dari sensor dapat dilihat perubahannya berupa tegangan. Perbandingan
tekanan dan tegangan keluaran dari sensor dihubungkan dengan RA sebesar 100Ω,
Tabel 3.1 Tabel perbandingan tekanan dan tegangan hasil dari percobaan Tekanan (bar) Tegangan (volt) ∆V (volt) 0 0,404
0,1 0,421 0,017
0,2 0,438 0,017
0,3 0,452 0,014
0,4 0,468 0,016
0,5 0,486 0,018
0,6 0,5 0,014
0,7 0,515 0,015
0,8 0,531 0,016
0,9 0,546 0,015
1 0,563 0,017
1,1 0,578 0,015
1,2 0,594 0,016
1,3 0,61 0,016
1,4 0,625 0,015
1,5 0,641 0,016
3.4
ADC (
Analog to Digital Converter
)
Pada perancangan tugas akhir ini menggunakan ADC0804. ADC
digunakan untuk mengubah masukan analog keluaran dari sensor, menjadi data
digital 4 bit. Bila menggunakan R1 sebesar 10 KΩ dan C1 sebesar 150 pF seperti
yang digunakan dalam data sheet, maka fclock dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.4, maka besarnya :
1 1 C R 1,1 1 × × = clock f
fclock =
pF 150 K 10 1 , 1 1 × Ω ×
Grafik Tegangan terhadap Tekanan 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
0 0.5 1 1.5
Tekanan (Bar) Te ga nga n (V ol t) 2
Gambar 3.4 Grafik Tegangan terhadap Tekanan
Dari tabel 3.1, dapat diperoleh grafik hubungan antara tegangan terhadap tekanan
seperti pada gambar 3.4. Dari gambar grafik di atas dapat diasumsikan bahwa
perubahan sensor linear. Kenaikan keluaran tiap bar dapat diperoleh dengan
persamaan (2.2) :
tekanan keluaran m Δ Δ = Bar Volt m 0 10 4 . 0 2 − − = Bar Volt m=0,16 /
atau
m =0,016 Volt/ 0,1 Bar
Dengan demikian sensor dapat diasumsikan memiliki keluaran yang linear yakni
dengan kenaikan 0,016 Volt setiap 0,1 bar. Dikehendaki bahwa setiap kenaikan
0,1 bar tersebut akan dikonversikan menjadi kenaikan sebesar 1 bit, seperti
Tabel 3.2 Tabel konversi data masukan analog dengan keluaran digital Tekanan (bar) Masukan Analog (volt) Keluaran digital
0 0,404 0000
0,1 0,42 0001
0,2 0,436 0010
0,3 0,452 0011
0,4 0,468 0100
0,5 0,484 0101
0,6 0,5 0110
0,7 0,516 0111
0,8 0,532 1000
0,9 0,548 1001
1 0,564 1010
1,1 0,58 1011
1,2 0,596 1100
1,3 0,612 1101
1,4 0,628 1110
1,5 0,644 1111
ADC 0804 ini menggunakan tegangan catuan sebesar 5 Volt, dan dapat
mengubah tegangan masukan dari 0-5 Volt. Kenaikan/resolusi dari sensor untuk
setiap 0,1 bar adalah sebesar 0,016 Volt seperti terlihat pada tabel 3.2 di atas,
sedangkan kenaikan/resolusi ADC dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan (2.5). 255 ) ( ) ( ResolusiADC − − +
=Vref Vref
Dengan demikian maka sebelum sensor dihubungkan dengan ADC
diperlukan rangkaian pengondisi sinyal dengan persamaan sebagai berikut :
sensor ADC
Resolusi Resolusi ).
( sensor X
ADC V V
V = −
Keterangan :
VADC = tegangan yang digunakan sebagai masukan analog dari ADC (Volt)
Vsensor = tegangan keluaran dari sensor (Volt)
VX = tegangan referensi, merupakan tegangan keluaran terkecil sensor (Volt)
Resolusi ADC = kenaikan setiap bit, yakni 19,6 mV
Resolusi sensor = kenaikan setiap 0,1 bar, yakni 16 mV
Berdasarkan keterangan tersebut maka persamaan dari rangkaian pengondisi
sinyal dapat diperoleh seperti di bawah ini :
16 19,6 ). 404 , 0 ( − = sensor ADC V V 225 , 1 ). 404 , 0 ( − = sensor ADC V
V (3.1)
Persamaan di atas dapat diterapkan dalam suatu rangkaian yang dapat diperoleh
dengan menghubungkan rangkaian pengurang dan rangkaian penguat.
Dalam rangkaian pengurang, tegangan keluaran sensor akan dikurangi
dengan tegangan 0,404 Volt. Dalam hal ini agar dapat menghasilkan persamaan
tersebut maka resistansi yang digunakan dalam rangkaian pengurang ini memiliki
besar yang sama yakni R3=R4=R5= R6=10 KΩ. Tegangan referensi sebesar 0,404
Volt dapat diperoleh dengan menggunakan rangkaian pembagi tegangan sesuai
dengan persamaan (2.8), dalam hal ini digunakan VCC = 5 Volt dan R2 sebesar 1
CC 2 1 2 X V R R V R + = CC X 2 1 2 V V R R = +R 0808 , 0 5 0,404 1 R 1 1 = = Ω + Ω K K
(R1+1 KΩ). 0,0808 = 1 KΩ
0,0808 R1 = 1 KΩ- 80,8 Ω
= 919,2 Ω
R1 = 919,2 Ω / 0,0808
= 11376,237 Ω
Karena resistor dengan nilai 11376,237 Ω tidak dapat dijumpai di pasaran maka
dalam perancangan ini digunakan resistor variabel (potensiometer).
Sedangkan dalam rangkaian penguat, digunakan rangkaian penguat non
inverting. Penguat ini digunakan karena keluaran dari rangkaian penguat non
inverting mempunyai keluaran nilai positif. Dengan menggunakan rangkaian
penguat non inverting maka penguatan sebesar 1,225 dapat diperoleh dengan
perhitungan sebagai berikut :
I F R R 1+ =
A ; A = penguatan (sebesar 1,225), dipilih RI sebesar 10 KΩ
I F R R 1= − A
RF = (A -1).RI
RF = 2,25 KΩ
Dalam perancangan ini digunakan resistor variabel (potentiometer) untuk
mendapatkan resistansi dengan nilai 2,25 KΩ.
Dengan demikian maka persamaan (3.1) di atas dapat diubah menjadi
rangkaian pengondisi sinyal seperti terlihat pada gambar 3.5. Sedangkan
rangkaian untuk ADC0804 dapat terlihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.5. Rangkaian Pengondisi Sinyal
VCC Output 0 ADC0804 6 7 9 11 12 13 14 15 16 17 18 19 4 5 1 2 3 +IN -IN VREF/2 DB7 DB6 DB5 DB4 DB3 DB2 DB1 DB0 CLKR CLKIN INTR CS RD WR 10K Output 2 Output 1 R2 10K Output 3 Keluaran Pengk. Siny al
150pF R1 10K
3.5
Pengendali (
Controller
)
Pengendali menggunakan pembanding (comparator). Pembanding
(comparator) akan membandingkan data yang masuk dari tombol (set point)
dengan keluaran dari sensor. Pembanding (comparator) yang digunakan dalam
rancangan ini adalah IC 74LS85. IC tersebut merupakan IC pembanding 4 bit.
Cara pemakaian dari IC 74LS85 ini adalah tampak pada Gambar 3.7. Keluaran
dari pembanding yang digunakan adalah pin A>B yaitu kaki 5, yang kemudian
dihubungkan dengan driver pemanas. Driver pemanas akan mengendalikan
pemanas (kompor listrik) untuk memanaskan ketel uap (boiler).
Gambar 3.7. Gambar rancangan pembanding (comparator)
3.6
Driver
Pemanas
Untuk mengatur tekanan pada boiler, pemanas dikendalikan rangkaian
digital melalui triac. Triac ini terhubung langsung dengan pemanas / beban dan
tegangan jala-jala PLN, 220 VAC. Sehingga diperlukan isolator antara rangkaian
digital dengan triac. MOC3021 merupakan optoisolator yang terdiri atas sebuah
LED yang terhubung secara optis dengan triac.
MOC3021 dipilih berdasarkan kemampuan menahan tegangan ketika
LED. Driver ini dapat dioperasikan untuk menahan tegangan sampai 400 VAC
dan memerlukan arus minimum sebesar 15 mA untuk membuatnya ON.
Antarmuka rangkaian digital dengan triac dibentuk oleh komponen
resistor R6, MOC3021, triac, dan pemanas air 600 Watt sebagai beban. Bagian
masukkan dari MOC3021 merupakan LED yang dinyala-padamkan oleh
pengendali dan mengalirkan arus melalui resistor R1, sehingga LED menyala.
Cahaya LED menyebabkan triac di bagian output MOC3021 menjadi on dan
mengalirlah arus gate triac lewat R1, selanjutnya triac akan on dan pemanas
mulai bekerja. Interfacing triac dengan rangkaian pengendali ditunjukkan dalam
gambar 3.8.
U1
MOC3021 1
2
6
4
R6 700
Heater
V1
220 VAC
1
2
LAMP
1 2
Q1 TRIAC R1
270
Gambar 3.8.Interfacing Triac dengan Rangkaian Pengendali
Resistor R6 digunakan sebagai pembatas arus masukan LED. Led ini
memiliki batasan arus masukan antara 15 - 60 mA dan tegangan panjar maju
Menentukan nilai R6:
R6maks =
mA Vfd Vout
10
max−
R6 =
MOC Iforward MOC Vforward Vout _ _ -max
V forward = 1,5 Volt (datasheet MOC)
I forward = 15 mA (datasheet MOC)
R6 =
mA v v 10 5 , 1 5 −
R6 = 350 Ω
Karena nilai resistor maksimal adalah 350 Ω tidak terdapat dipasaran maka dipilih
R6 = 330 Ω, sehingga didapatkan nilai IForward_MOC = 10,6 mA.
Menentukan R1 :
Vin(pk) = 220 X 2
Vin(pk) = 311,12 Volt
R1 =
ax pk Vin Im ) (
R1 =
1 , 0 126 , 311
R1 = 3111,26 Ω
3.7
BCD ke Tujuh Segmen
Untuk mengetahui angka masukan dari set point dan besarnya tekanan
yang telah dicapai digunakan penyandi BCD ke tujuh segmen dan penampil tujuh
segmen. Penampil tujuh segmen digunakan sebanyak dua buah, yaitu penampil set
point dan penampil keluaran sensor. Rangkaian unit penampil tujuh segmen
secara keseluruhan tampak pada Gambar 3.9.
Supaya dapat membuat keluaran suatu pencacah BCD membentuk tujuh
segmen tertentu menyala sesuai dengan angka biner yang diterima, maka
digunakan suatu IC 74LS47. IC 74LS47 hanya menggunakan hambatan 330 Ω,
tiap–tiap LED pada penampil tujuh segmen menggunakan katoda bersama
(Common anode), karena IC 74LS47 mempunyai keluaran yang aktif berlogika 0.
3.8
Rangkaian
Set Point
Set point yang digunakan adalah saklar. Dalam rancangan saklar yang
digunakan sebanyak 4 buah, karena terdapat 4 set point untuk mengatur besarnya
tekanan yang diinginkan. Untuk membatasi arus yang lewat dapat dihitung
menggunakan persamaan (2.3). Besar hambatan yang digunakan :
I = 0.005 A
V = 5 V
Maka :
R V I =
A V R
001 . 0
5
=
R = 1 kΩ
Besarnya tekanan yang digunakan sebagai set point dan keluaran digital dapat
dilihat pada tabel 3.3, sesuai dengan tabel konversi data masukan analog dengan
keluaran digital pada tabel 3.2.
Tabel 3.3 Tabel tekanan dan keluaran digital
Keluaran Digital Set Point
(Bar) D C B A
0.1 0 0 0 1
0.5 1 0 1 0
1 0 1 0 1
1.5 1 1 1 1
Dari tabel 3.3 di atas dapat dibuat rangkaian untuk set point yang terdiri
IC 74LS147 dan gerbang NOT (inverter). IC 74LS147 adalah priority encoders
keluaran yang dihasilkan IC 74LS147 dapat dilihat pada tabel 2.8. Untuk
memperoleh keluaran seperti tabel 3.3, keluaran IC 74LS147 dihubungkan dengan
inverter. Untuk keluaran inverter hanya keluaran CBA yang terhubung dengan
keluaran 74LS147, untuk keluaran D pada inverter terhubung langsung dengan
saklar pada set point. Rancangan rangkaian set point dapat dillihat pada gambar
3.10.
Tabel 3.4 Tabel konversi keluaran IC 74LS147 dengan keluaran inverter
Keluaran Masukan
74LS147 Inverter
1 2 5 7 D C B A D C B A
Tampilan seven segment
0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0.1
1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1.0
1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0.5
1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1.5
R1 1K R4 1K R6 1K 74147 I1N I2N I3N I4N I5N I6N I7N I8N I9N AN BN CN DN SW1 2 1 3 SW2 2 1 3 B R5 1K 5V SW3 1 8 3 5 4 7 C NOT 1 2 A NOT 1 2 D R3 1K NOT 1 2 R2 1K SW4 1 8 3 5 4 7 NOT 1 2
3.9
Rangkaian Penyesuai
Dalam perancangan ini yang dimaksud dengan rangkaian penyesuai
adalah keluaran dari ADC dan keluaran dari rangkaian set point diubah menjadi
bentuk biner lain yang sesuai. Keluaran dari rangkaian penyesuai sebagai
masukan pada pengkode BCD ke tujuh segmen. Dalam perancangan ini
mengubah masukan yang diingikan menjadi bentuk biner yang sesuai seperti
tertera pada tabel 3.5 di bawah.
Tabel 3.5 Tabel kebenaran rangkaian penyesuai
Masukan D C B A
Keluaran (Y1)
D C B A
Keluaran (Y2)
D C B A
Desimal Y2 Y1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 . 0
0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 . 1
0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 . 2
0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 . 3
0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 . 4
0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 . 5
0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 . 6
0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 . 7
1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 . 8
1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 . 9
1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 . 0
1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 . 1
1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 . 2
1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 . 3
1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 . 4
1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 . 5
Pembuatan rangkaian penyesuai disusun dari gerbang-gerbang logika
dasar. Pembentukannya menggunakan peta karnaugh. Peta karnaugh adalah
piranti grafis yang dapat digunakan untuk menyederhanakan persamaan logika
Berdasarkan dari tabel 3.4 dapat dibuat bentuk peta karnaugh, seperti yang
tampak pada Tabel 3.5. Tabel peta karnaugh terdapat 2 macam, tabel peta
karnaugh untuk keluaran Y1 (tabel 3.6a) dan tabel peta karnaugh untuk keluaran
Y2 (tabel 3.6b).
Tabel 3.6 Tabel peta karnaugh a.) Tabel peta karnaugh untuk keluaran Y1
A BA BA BA BA
C
D 0 0 1 1
C
D 0 0 1 1
DC 0 0 1 1
C
D 0 0 1 1
A A=
B BA BA BA BA
C
D 0 1 1 0
C
D 0 0 0 0
DC 1 0 0 1
C
D 0 1 1 0
B DC B D
B= +
C BA BA BA BA
C
D 0 0 0 0
C
D 0 0 0 0
DC 0 1 1 0
C
D 1 1 1 1
CB C D
D BA BA BA BA
C
D 0 0 0 0
C
D 1 0 0 1
DC 0 0 0 0
C
D 0 0 0 0
B C D D=
b.) Tabel peta karnaugh untuk keluaran Y2
A BA BA BA BA
C
D 0 0 0 0
C
D 0 1 1 0
DC 1 1 1 1
C
D 0 0 0 0
DB A=
Untuk keluaran B, C, dan D adalah 0, karena tidak terdapat keluaran-keluaran 1.
Dari peta karnaugh di atas dapat dibuat rancangan ke dalam rangkaian
penyesuai yang menggunakan gerbang AND, OR dan NOT. Rancangan dari
rangkaian penyesuai tampak pada Gambar 3.11. Gambar rangkaian penyesuai
terdapat 2 macam, gambar rangkaian penyesuai untuk keluaran Y1 (Gambar
D B AND2 NOT 1 2 A OR2 NOT 1 2 AND2 AND2 OR2 B AND2 D AND2 C A AND2 AND2 NOT 1 2 C
a.) Gambar rangkaian penyesuai untuk keluaran Y1
AND2 B AND2 NOT 1 2 NOT 1 2 D NOT 1 2 A C AND2 D B C OR2 AND2 A AND2
b.) Gambar rangkaian penyesuai untuk keluaran Y2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan ditunjukkan hasil pengujian Pengendali Tekanan
Uap pada Sistem Pemanas Air Berbasis Rangkaian Digital yang telah dibuat
disertai dengan pembahasannya.
4.1 Hasil Pengujian Sistem
Pengujian dilakukan dengan memilih besar tekanan yang dikehendaki
dengan menghidupkan saklar set point. Sistem akan mati bila telah mencapai set
point yang diinginkan, dalam hal ini pemanas akan mati. Adapun bentuk
perangkat keras tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1.
a) Boks Pengendali b) Boks Pengendali dan Plant Gambar 4.1. Bentuk Perangkat Keras
4.1.1 Pengujian
Set Point
0,1 Bar
Dalam pengambilan data yang pertama dipilih tekanan dengan besar 0,1
bar. Hasil yang diperoleh dari proses pengambilan data dapat dilihat pada tabel
4.1. Berdasarkan tabel 4.1 tersebut dapat diubah dalam bentuk grafik seperti yang
terlihat pada gambar 4.2.
Tabel 4.1. Hasil pengambilan data untuk set point 0,1 bar
Tampilan Tegangan (volt)
Waktu
(menit) Manometer
(bar)
Seven Segment
Keluaran Sensor
Masukan ADC
Lampu Indikator
0 0 0.0 0,404 0 hidup
5 0 0.0 0,405 0,002 hidup
10 0 0.0 0,408 0,006 hidup
15 0 0.0 0,412 0,01 hidup
16 0,1 ≅0.1 0,413 0,011 redup
20 0,1 0.1 0,414 0,013 mati
26 0,1 0.1 0,416 0,014 mati
30 0,1 0.1 0,416 0,015 mati
35 0,1 0.1 0,416 0,014 mati
40 0,1 0.1 0,415 0,014 mati
45 0,1 0.1 0,415 0,014 mati
50 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
51 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
55 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
60 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
65 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
70 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
75 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
80 0,1 0.1 0,414 0,013 redup
≅ perubahan seven segment (nyala seven segment tidak mantap)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa pada kondisi
awal tekanan dalam boiler adalah 0 bar. Pada tekanan 0 bar ini tegangan sensor
yang dihasilkan adalah 0,404 Volt, dan tegangan yang masuk ke ADC adalah 0
Volt. Dikarenakan pemanas menyala maka tekanan tersebut akan terus naik
sampai mencapai set point yang diinginkan, yaitu 0,1 bar. Setelah mencapai besar
dan lampu indikator kompor mati atau padam. Pada menit ke 50 lampu indikator
kompor redup, hal tersebut karena sistem yang mati hidup dengan cepat. Sistem
yang mati hidup dengan cepat karena perubahan tegangan masukan pada ADC
yang cepat, atau berubah-ubah diantara batas bawah tegangan dari desimal 1 dan
batas atas desimal 0.
Tekanan pada Seven Segment
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
waktu (menit)
te
k
a
na
n (
ba
r)
Tekanan pada Seven Segment
Gambar 4.2. Grafik hasil pengambilan data untuk set point 0,1 bar, hubungan
antara waktu dan tekanan
Berdasarkan tabel 4.1 di atas seperti yang terlihat pada gambar 4.2,
gambar tersebut adalah bentuk grafik hubungan antara waktu dan tekanan yang
diambil dari tampilan seven segment. Dikarenakan gambar kurva pada gambar 4.2
perubahan tekanan tidak terlihat dengan jelas, maka untuk mencari respon transien
dari sistem, menggunakan waktu dan tegangan keluaran sensor. Perubahan
tegangan sensor dapat merepresentasikan perubahan tekanan.
Berdasarkan data yang diperoleh, pada saat tekanan 0 bar tegangan
keluaran sensor yang terjadi adalah sebesar 0,404 Volt, sedangkan pada saat
Dengan demikian untuk mendapatkan besar tegangan keluaran sensor pada saat
tekanan sebesar 10% dari tekanan set point (0,1 bar) dapat diperoleh dengan
menggunakan perhitungan berikut:
VADC(10%) = (0,414-0,404). 10%+ 0,404
= 0,01. 10% + 0,404
= 0,405 Volt
Berdasarkan tabel 4.1, tegangan keluaran sensor sebesar 0,405 Volt terjadi pada
menit ke-5 (waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tekanan sebesar 10 % dari
tekanan set point).
t(10%) = 5 menit
Tegangan keluaran sensor pada saat tekanan sebesar 90% dari tekanan set point
(0,1 bar) dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan berikut:
VADC(90%) = (0,414-0,404). 90%+ 0,404
= 0,01. 90% + 0,404
= 0,413 Volt
Berdasarkan tabel 4.1, tegangan keluaran sensor sebesar 0,413 Volt
terjadi pada menit ke-16 (waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tekanan
sebesar 90 % dari tekanan set point).
t(90%) = 16 menit
Tegangan keluaran sensor pada saat tekanan yang terjadi sebesar 50% dari
tekanan set point (0,1 bar) dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan
berikut:
= 0,01. 50% + 0,404
= 0,409 Volt
Berdasarkan tabel 4.1, tegangan masukan ADC sebesar 0,409 Volt mendekati data
yang terjadi pada menit ke-11 (waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tekanan
sebesar 50 % dari tekanan set point).
t(50%) = 11 menit
Berdasarkan persamaan 2.13 diperoleh kurva tanggapan sistem untuk tekanan set
point 0,1 bar, terlihat pada gambar 4.3.
rise time (tr) = t(90%) - t(10%)
=16 – 5
= 11 menit
delay time (td) = t(50%)
= 11 menit
maximum overshoot (Mp)= .100%
0,414 0,414) -(0,416
= 0,48 %
peak time (tp) (menit) =
(
)
262 26 35
+ −
= 4,5+26
= 30,5 menit
settling time (ts) = 50 menit
Berdasarkan tabel 3.2 tekanan 0,1 bar memiliki masukan tegangan dari sensor
sensor sebesar 0,414 Volt. Dengan demikian Steady-state error (ess) dari sistem
tersebut dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
% 100 . 42 , 0
414 , 0 42 ,
0 −
=
ss
e
% 43 , 1
=
Gambar 4.3. Respon sistem pada saat tekanan set point 0,1 bar
4.1.2 Pengujian
Set Point
0,5 Bar
Dalam pengambilan data yang kedua dipilih tekanan dengan besar 0,5
bar. Hasil yang diperoleh dari proses pengambilan data dapat dilihat pada tabel
4.2. Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat bahwa pada kondisi awal tekanan
dalam boiler adalah 0 bar. Pada tekanan 0 bar ini tegangan sensor yang dihasilkan
adalah 0,404 Volt, dan tegangan yang masuk ke ADC adalah 0 Volt. Dikarenakan
pemanas menyala maka tekanan tersebut akan terus naik sampai mencapai set
diinginkan, pemanas mati. Dari tabel 4.2 dapat terlihat bahwa mulai menit ke 65
sistem mulai stabil, dan lampu indikator kompor mati atau padam. Pada menit ke
70 lampu indikator kompor redup, hal tersebut karena sistem yang mati hidup
dengan cepat. Sistem yang mati hidup dengan cepat karena perubahan tegangan
masukan pada ADC yang cepat, atau berubah-ubah diantara batas bawah tegangan
dari desimal 5 dan batas atas desimal 4. Berdasarkan tabel 4.2 tersebut dapat
diubah dalam bentuk grafik seperti yang terlihat pada gambar 4.4.
Tabel 4.2. Hasil pengambilan data untuk set point 0,5 bar
Tampilan Tegangan (volt)
Waktu
(menit) Manometer
(bar)
Seven Segment
Keluaran Sensor
Masukan ADC
Lampu Indikator
0 0 0.0 0,404 0 hidup
5 0 0.0 0,405 0,003 hidup
10 0 0.0 0,408 0,007 hidup
15 0,1 ≅0.1 0,412 0,011 hidup
18 0,1 0.1 0,416 0,015 hidup
22 0,1 0.1 0,418 0,019 hidup
25 0,1 0.1 0,422 0,023 hidup
30 0,2 ≅0.2 0,427 0,029 hidup
35 0,2 0.2 0,43 0,033 hidup
40 0,2 0.2 0,437 0,041 hidup
43 0,3 ≅0.3 0,442 0,047 hidup
46 0,3 0.3 0,445 0,051 hidup
50 0,3 0.3 0,451 0,058 hidup
55 0,4 0.4 0,46 0,069 hidup
60 0,4 0.4 0,467 0,078 hidup
64 0,5 ≅0.5 0,474 0,086 redup
65 0,5 0.5 0,475 0,087 mati
70 0,5 0.5 0,475 0,087 redup
72 0,5 0.5 0,474 0,086 redup