• Tidak ada hasil yang ditemukan

MU PEND AN AGAM PENDIDIK AN ILMU NATA DHA ARTA AR PRIBA MARIA TA N BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MU PEND AN AGAM PENDIDIK AN ILMU NATA DHA ARTA AR PRIBA MARIA TA N BARAT"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iv     

Para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atas perhatian, kepercayaan dan doa serta cintanya kepada penulis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(5)

v   

“Komunikasikanlah apa yang diperbuat, dan perbuatlah apa yang telah dikomunikasikan”.

(Petuah Orang tua)  

(6)
(7)
(8)

viii   

PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS BRUDER-BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) PROPINSI KALIMANTAN BARAT ”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis akan adanya permasalahan dalam komunitas para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) propinsi Kalimantan Barat, di mana semangat kebersamaan dan persaudaraan dalam dialog dan komunikasi tatap muka antar pribadi mulai luntur. Hal ini disebabkan oleh lajunya perkembangan alat komunikasi dan informasi seperti Handphone (HP), internet, e-mail, dsb yang tidak mengenal batas. Lunturnya semangat berkomunikasi tatap muka secara pribadi, otomatis menyulitkan setiap anggota untuk memperoleh makna yang terkandung di dalamnya. Kehadiran Allah yang nyata dalam setiap pribadi, tidak lagi menjadi daya atau Roh yang menghidupkan setiap orang. Padahal, dengan komunikasi tatap muka antar pribadi setiap orang dapat mengungkapkan, perasaan, pikiran, perasaan, bahkan dirinya dengan bebas, merasa aman untuk saling meneguhkan tanpa prasangka-prasangka yang buruk.

Menanggapi permasalahan tersebut, penulis melihat pentingnya memahami dan memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi. Oleh sebab itu penulis mengadakan penelitian di beberapa komunitas bruder Maria Tak Bernoda (MTB) propinsi Kalimantan Barat. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) menciptakan, memahami dan memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas mereka dalam kegiatan sehari-hari. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan komunikasi tatap muka antar pribadi baru pada fungsi komunikasi tatap muka antar pribadi seperti saling mendengarkan, menyapa, saling menguatkan dan lain sebagainya, sedangkan makna komunikasi antar pribadi seharusnya sampai pada refleksi bahwa Tuhan hadir, menyapa dan meneguhkan setiap orang lewat kebersamaan dalam hidup berkomunitas. Refleksi ini akan memampukan setiap orang untuk saling memberi dan menerima setiap kekurangan dan kelebihan sesama sebagai kekayaan yang dari Tuhan datangnya.

Untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini, penulis mengusulkan program katekese model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai usaha untuk meningkatkan cara memahami dan memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas bagi par bruder MTB. Dengan program yang ditawarkan ini, diharapkan para bruder MTB semakin memahami arti dan memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi dalam kehidupan mereka sehari-hari.

(9)

ix   

FACE-TO-FACE COMMUNICATION IN COMMUNITY LIFE OF MARIA TAK BERNODA (MTB) FRIARS IN WEST KALIMANTAN PROVINCE”. The background of this thesis was the writer’s concern on the issue in the friars’ community of Maria Tak Bernoda (MTB) in West Kalimantan Province. The spirit of togetherness and brotherhood in the interpersonal face-to-face dialog and communication started to fade. This was caused by the rapid development of the communication and information device such as hand phone (HP), internet, e-mail, etc. which were unlimited. The fading spirit in the personally face-to-face communication made automatically each member difficult to achieve the meaning inside. The true presence of God in every individual did not become power or Spirit enlightening every person. Whereas with interpersonal face-to-face communication everyone could express feeling, thought and even him self freely, feeling safe to strengthen each other without negative prejudices.

Perceiving the issue, the writer saw the importance of understanding and interpreting interpersonal face-to-face communication. Thus, the writer held research in some friar communities of Maria Tak Bernoda (MTB) in West Kalimantan province. This research aimed to know how far the friars of Maria Tak Bernoda (MTB) create, understand and interpret interpersonal face-to-face communication in their community’s daily life. The result of the research showed that the interpretation of interpersonal face-to-face communication was just on the functions of interpersonal face-to-face communication such as listening each other, greeting, strengthen each other and so on. Meanwhile, the meaning of interpersonal communication should reach on the reflection that God presented, greeted and strengthened everyone through togetherness in community life. This reflection would enable everyone to take and give each other’s good and flaw as abundances from God.

Following up the result of this research, the writer proposes the Shared

Christian Praxis (SCP)-modeled catechism program as an attempt to increase the

(10)

x   

memberkati usaha-usaha penulis, sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik adanya. Meski dalam proses penulis banyak mengalami kesulitan, tantangan dan hambatan, namun semua itu penulis lalui dengan sikap sabar dan pantang menyerah. Skripsi ini berjudul “MAKNA KOMUNIKASI TATAP MUKA ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS BRUDER-BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) PROPINSI KALIMANTAN BARAT”. Penulis mencoba mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan makna komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas, mengingat perkembangan alat-alat komunikasi dan media informasi dapat berdampak pada lunturnya semangat berkomunikasi dengan bertatap muka antar pribadi-pribadi yang berujung pada lemahnya semangat kebersamaan dan persaudaraan dalam hidup berkomunitas. Harapan penulis, semoga para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) khususnya yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Barat dapat menciptakan komunitas yang solid, menyenangkan dan memberi rasa aman kepada semua anggota, sehingga komunitas merupakan tempat tumbuhnya semangat untuk saling menghargai satu sama lain dengan kekurangan dan kelebihannya.

(11)

xi    limpah terima kasih kepada:

1. Drs. Suhardiyanto, SJ., selaku kaprodi yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Dr. C. Putranto, SJ., selaku dosen pembimbing utama dalam skripsi ini, yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis dari awal penyusunan sampai pertangungjawaban skripsi ini

3. Bp. P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M.Si., selaku dosen penguji kedua dan sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak membimbing penulis selama studi sampai pada pertanggungjawaban skripsi ini.

4. Bp. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji ketiga yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing penulis selama penelitian, pembahasan sampai pada pertanggungjawaban skripsi ini.

5. Keluarga besar IPPAK Sanata Dharma yang telah membekali penulis dengan berbagai fasilitas pendukung demi memperlancar studi penulis.

(12)
(13)

xiii   

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

(14)

xiv   

A. Makna ... 11

B. Komunikasi ... 13

1. Pengertian Komunikasi Secara Umum ... 13

2. Pengertian Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi ... 15

a. Tempat dan waktu ... 16

b. Partisipatif ... 16

c. Bahasa tubuh ... 16

d. Menerima orang lain... 17

e. Jujur terhadap sendiri sendiri ... 17

f. Mendengarkan dengan aktif ... 18

3. Kekuatan dan Kelemahan Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi ... 19

a. Kekuatan Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi ... 19

b. Kelamahan Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi ... 19

4. Manfaat dan Kerugian Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi ... 20

a. Manfaat komunikasi tatap muka antar pribadi ... 20

b. Kerugian komunikasi tatap muka antar pribadi ... 21

(15)

xv   

D. Makna Komunikasi Dari Segi Kultural ... 26

E. Makna Komunikasi Dari Segi Psikologis ... 29

F. Makna Komunikasi Dari Segi Sosiologis ... 31

G. Komunitas Religius Menurut Dokumen Konsili Vatikan II ... 33

H. Komunitas Religius Menurut Konstitusi/Anggaran Dasar bruder Maria Tak Bernoda (MTB) ... 36

1. Sejarah singkat berdirinya kongregasi bruder MTB ... 36

2. Tujuan berdirinya kongregasi bruder MTB ... 38

3. Komunitas Religius Menurut Konstitusi bruder MTB ... 39

I. Pentingnya komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup Berkomunitas ... 41

J. Kerangka Pikir ... 43

K. Fokus Penelitian ... 43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN, PEMBAHASAN, LAPORAN HASIL PENELITIAN,REFLEKSI ... 45

A. Metodologi Penelitian ... 45

1. Pendekatan Penelitian ... 45

2. Waktu dan tempat penelitian ... 46

(16)

xvi   

B. Definisi Konseptual, Operasional dan Pertanyaan Wawancara ... 49

1. Definisi Konseptual ... 49

2. Definisi Operasional ... 49

3. Kisi-Kisi………. ... 49

4. Pertanyaan-Pertanyaan Untuk Wawancara... 54

C. Laporan Hasil Penelitian ... 55

1. Temuan Hasil Wawancara ... 55

2. Pembahasan Hasil Wawancara ... 70

D. Keterbatasan Penelitian ... 83

E. Refleksi Kateketis ... 84

BAB IV. SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYA MEMAKNAI KOMUNKASI TATAP MUKA ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS BRUDER-BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) PROPINSI KALIMANTAN BARAT ... 91

A. Pokok-pokok Katekese ... 92

1. Pengertian Katekese ... 92

2. Tujuan Katekese ... 93

3. Isi Pokok Katekese ... 95

(17)

xvii   

3. Katekese Model Biblis ... 101

4. Katekese Model Campuran ... 103

D. Upaya Katekese Dalam Memaknai Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi ... 105

1. Peranan Katekese dalam meningkatkan komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas ... 105

2. Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai alternatif pembinaan iman dalam memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi ... 107

E. Program Pembinaan Dalam Katekese ... 112

1. Pengertian Program Pembinaan ... 112

2. Latar Belakang Penyusunan Program ... 113

3. Tujuan Program ... 114

4. Usulan Program Katekese... 115

5. Penjabaran Program Katekese ... 116

6. Program Katekese ... 117

6. Contoh Persiapan Katekese ... 119

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

(18)

xviii   

(19)

xix   

Seluruh singkatan dari Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

B. Singkatan dokumen Gereja

CT : Catechesi Trandendae. Anjuran Aspostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada Para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

EN : Evangeli Nuntiandi. Imbauan Apostolik dari Bapa Suci PAULUS VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam jaman Modern, 8 Desember 1975. VC : Vita Consecrata. Anjuran Apostolik Tentang Hidup Bakti Bagi Para

Religius 1996 C. Singkatan lain

AD : Anggaran Dasar Art : Artikel

Br. : Bruder

FB : Facebook

HP : Handphone

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

(20)

xx   

MTB : Maria Tak Bernoda (Ordo ke III St. Fransiskus Assisi)

PKKI : Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan Se-Indonesia

PIKO : Pimpinan Komunitas

Propinsial : Pimpinan propinsi

SMS : Short Message Service

SCP : Shared Christian Praxis.

Statuta : Penjabaran dari Konstitusi dan anggaran dasar (Bruder MTB).

(21)

   

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah merambah ke seluruh aspek hidup manusia tanpa mengenal usia, golongan maupun perbedaan status lainnya. Perkembangan yang seakan-akan tidak terbendungkan ini menimbulkan pertanyaan besar bagi kita, bagaimana kita menggunakanya. Harus diakui perkembangan ini di satu pihak membantu dan mempermudah kita dalam banyak hal, dengan menyediakan segala kemungkinan yang cepat, tepat dan akurat. Namun di lain pihak jika tidak digunakan dengan baik akan berdampak sebaliknya. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya alat-alat komunikasi seperti Handphon (HP), Facebook (Fb) misalnya, orang dapat berkomunikasi kapan dan dengan siapa saja. Dunia yang luas terasa sempit karena orang dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Sebaliknya ruangan yang sempit dapat terasa luas karena orang tidak lagi berkomunikasi dengan bertatap muka, melainkan menggunakan alat yang canggih tersebut. Kebiasaan ini akan mengabaikan semangat kebersamaan di mana seharusnya ada keakraban karena seseorang dapat berhadapan muka untuk saling tukar pengalaman dan saling memperhatikan secara langsung.

Di tengah perkembangan yang menawarkan keuntungan dan kerugian tersebut, komunikasi tetap merupakan kebutuhan manusia untuk saling mengadakan kontak atau pembicaraan dalam hidup bersama di mana sebagai

(22)

   

pribadi mau menyatakan miliknya, pengalamannya, termasuk dirinya kepada pribadi lain. (Tondowijojo, 1993:1) mengatakan: “Komunikasi dipandang sebagai komponen fundamental dan vital bagi manusia sebab perkembangan kapasitas manusia dalam berpartisipasi pada maksud, keinginan, perasaan, pengetahuan, pengalamannya dengan orang lain sudah membentuk komunikasi”. Komunikasi tatap muka antar pribadi sering kali sulit dilakukan. Kesulitan ini disebabkan oleh perbedaan karakter setiap pribadi, sulit menentukan waktu dan tempat untuk bertemu dan rendahnya kemauan setiap pribadi untuk berkumpul bersama, minimnya pengetahuan tentang makna komunikasi serta memandang rendah pentingnya komunikasi tatap muka antar pribadi termasuk dalam hidup berkomunitas.

Hidup dalam komunitas sebagai seorang religius yang diikat dengan mengikrarkan kaul-kaul publik, sering kali disamakan dengan hidup seperti di komunitas-komunitas-organisasi lainnya, kos-kosan atau di asrama. Tujuan awal hidup berkomunitas sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para rasul telah menjadi keprihatinan banyak orang karena kekhasan hidup religius ini telah sarat dengan kepentingan dan hasrat cinta diri yang tak terkendalikan.

(23)

   

dunia masa kini. Maka para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan komunikasi tatap muka sebagai sarana meningkatkan semangat hidup berkomunitas dimanapun mereka berada.

Setiap orang yang berkehendak mewujudkan persaudaraan secara sungguh-sungguh, menjadikan komunitas sebagai tempat yang aman, nyaman dan tenteram bagi siapa saja yang hidup di dalamnya, maka komunikasi tatap muka antar pribadi menjadi kunci yang mau tidak mau harus menjadi pokok agar dapat saling mengerti dan memahami apa yang menjadi tujuan dan cita-cita bersama. (Darminta, 1982:7) mengatakan “hidup bersama merupakan hidup dalam persekutuan di mana orang sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar dari semua ini adalah cinta, sebab manusia dipanggil untuk hidup mencinta”. Dari pernyataan ini komunikasi menjadi keharusan bagi siapa saja karena tanpa komunikasi, kesepakatan mustahil dapat tercapai dengan baik.

(24)

   

setiap pribadi di samping kita menghargai segala keunikan setiap anggota komunitas.

Dalam usaha meningkatkan semangat hidup berkomunitas, tidak terlepas dari komunikasi tatap muka antar pribadi dari setiap anggota komunitas. Setiap orang menghendaki dan berusaha agar pikiran, perasaan, kebutuhan, maksud dan tujuannya dimengerti dan dipahami oleh orang lain, dengan demikian orang lain hanya dapat memahami, mengerti kebutuhan sesama jika ada komunikasi. Supaya kebutuhan itu dipahami dengan jelas, maka komunikasi tatap muka antar pribadi menjadi pilihan utama untuk menghindari kesalahpahaman karena perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap orang. Dengan demikian komunikasi tatap muka antar pribadi membangkitkan agar semangat hidup bersama semakin terwujud dalam persaudaraan sehari-hari. Philip dan Hunsaker (1992:5) mengatakan:

“dalam pergaulan kita dengan orang lain, tidak jarang kita mengalami ketidakberesan dalam komunikasi, entah kita disalah mengerti oleh orang lain atau kita salah tangkap maksud mereka. Tidak jarang pula kata-kata atau kalimat kita disalah tafsirkan atau kurang dipahami oleh orang yang kita ajak bicara atau sebaliknya kita salah tafsir atau tidak menangkap ucapan mereka secara penuh, entah karena isi atau cara mereka mengatakannya”.

(25)

   

berperan dalam meningkatkan semangat hidup berkomunitas. Komunikasi tatap muka antar pribadi tidak sekedar memberi perhatian pada lawan bicara, tetapi secara tidak langsung menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai satu kesepakatan atau untuk meneruskan informasi kepada yang lain dengan tepat, cepat dan akurat. Komunikasi ini hendaknya keluar dari kesadaran setiap pribadi bukan karena keterpaksaan atau keharusan dari pihak lain. Kedua unsur inilah yang menjadi titik terang dari penulisan skripsi ini.

Dengan komunikasi tatap muka seseorang dapat meminimalisir sifat individualisme yang selama ini tumbuh dan berkembang dalam dirinya dan dapat menumbuhkan kepekaan untuk mendengarkan, membaca kebutuhan orang lain, serta semakin meneguhkan satu dengan yang lain dalam visi dan misi yang sama.

Komunikasi yang baik, apabila pesan yang disampaikan oleh pembicara dapat ditangkap dengan jelas oleh lawan bicara sehingga tujuan komunikasi itu tercapai. Oleh sebab itu, setiap bruder berusaha menumbuhkan semangat berkomunikasi tatap muka antar pribadi agar setiap pribadi dengan kekurangan dan kelebihannya dapat saling meneguhkan, seperti yang ditekankan dalam statuta kongregasi bruder Maria Tak Bernoda (MTB) (Statuta, 2003: art. 30) :

(26)

   

menjauhkan kritikan atau sindiran, ketidak-pedulian, sikap menyendiri, menutup diri yang melemahkan semangat persaudaraan kita”.

Semangat hidup berkomunitas yang dijiwai oleh saling mendengarkan, mengampuni, meneguhkan dan tempat untuk meminta pertolongan adalah perwujudan dari kasih Allah yang hadir ditegah mereka.

Dengan memperhatikan antara yang ideal menurut statuta kongregasi dan kenyataan yang terjadi dalam hidup sehari-hari, maka penulis mengulas komunikasi tatap muka antar pribadi ini sebagai sumbangan penulis kepada kongregasi sekaligus menjadi bahan koreksi dalam hidup berkomunitas. Harapan penulis semoga semua ini dapat mempersatukan semua bruder dalam satu komunitas yang solid sehingga dapat mewartakan kasih Allah di tengah umat dimanapun mereka berada.

Komunikasi tatap muka antar pribadi ini akan disosialisasikan dalam bentuk pendalaman iman dengan model Shared Christian Praxis (SCP). Katekese model Shared Christian Praxis (SCP) ini penulis angkat mengingat model ini mampu memotivasi anggotanya untuk saling berkomunikasi. Dengan demikian dalam katekese ini secara tidak langsung komunikasi antar pribadi sudah berlangsung.

B. Rumusan Permasalahan

(27)

   

2. Apa yang menjadi tantangan dan hambatan para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) dalam melaksanakan komunikasi tatap muka dalam komunitas?

3. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh Bruder untuk meningkatkan komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas?

C. Tujuan Penulisan

1. Membantu para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) menyadari arti penting dan makna komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas. 2. Membantu para Bruder MTB mengatasi kesulitan dan tantangan dalam hal

berkomunikasi.

3. Memberi sumbangan dan permenungan bagi para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) tentang pentingnya makna komunikasi tatap muka dalam hidup berkomunitas

D. Manfaat Penulisan

1. Memberi sumbangan bagi para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) agar mampu menemukan makna komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas

2. Agar para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) mampu berkomunikasi tatap muka dengan baik dalam hidup berkomunitas sehingga komunitas menjadi tempat yang nyaman, menyenangkan membahagiakan dan tempat untuk meneguhkan panggilan sesama anggota.

(28)

   

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatatif. Pendekatan ini merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam melalui wawancara untuk memperoleh data.

Sedangkan penulisan menggunakan metode deskriptif-kualitatif untuk menggambarkan secara faktual keadaan yang terjadi khususnya komunikasi tatap muka antar pribadi dalam komunitas kongregasi bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, penulis mewawancarai para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) khususnya mereka yang berdomisili di Kalimantan Barat.

Mengingat penulis selama studi di Prodi IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, maka penulis mencoba mencari bentuk katekese yang dapat membantu meningkatkan kesadaran para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) akan arti penting dan makna komunikasi tatap muka antar pribadi, sehingga semangat hidup berkomunitas semakin lebih baik.

F. Sistematika Penulisan

(29)

   

Bab I: PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini penulis akan memaparkan sedikitnya lima bagian pokok: pertama pengertian Makna, kedua pengertian komunikasi secara umum dan secara khusus yaitu komunikasi tatap muka antar pribadi, dan hal–hal yang perlu diperhatikan seperti tempat dan waktu, partisifatif, bahasa tubuh, menerima orang lain, jujur terhadap diri sendiri dan mendengarkan dengan aktif. Kekuatan dan kelemahan komunikasi tatap muka antar pribadi. Manfaat dan kerugian komunikasi tatap muka antar pribadi. Faktor yang mempengaruhi komunikasi tatap muka antar pribadi meliputi gambaran diri dalam hubungan dengan orang lain, nada suara yang disertai dengan gerak-gerik dan faktor lingkungan. Ketiga, komunitas Religius menurut Dokumen Konsili Vatikan II Keempat Komunitas Religius menurut Konstitusi dan Anggaran dasar Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) yang meliputi: sejarah singkat berdirinya tarekat Bruder, tujuan berdirinya kongregasi Bruder MTB dan komunitas religius menurut konstitusi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Dan kelima Pentingya komunikasi tatap muka dalam hidup Berkomunitas.

(30)

   

operasional, kisi-kisi dan pertanyaan untuk wawancara dari Judul skripsi Makna Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi Dalam Hidup Berkomunitas. Ketiga adalah laporan hasil penelitian yang meliputi: temuan dari hasil wawancara, pembahasan hasil wawancara, keempat keterbatasan penelitian, Kelima adalah refleksi kateketis dari hasil penelitian.

BAB IV: Berbicara tentang sumbangan katekese dalam upaya meningkatkan komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas Bruder Maria Tak Bernoda (MTB), propinsi Kalimantan Barat meliputi: lima bagian. Pertama pokok-pokok katekese, terdiri dari pengertian katekese, tujuan katekese, isi pokok katekese. Kedua katekese umat. Ketiga model-model katekese terdiri dari: Katekese model Shared Christian Praxis (SCP), katekese model pengalaman hidup, katekese model biblis dan katekese model campuran pengalaman hidup dan biblis. Keempat upaya katekese dalam memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas yang terdiri dari peranan katekese dalam meningkatkan komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas, kastekese Model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai alternatif pembinaan iman dalam memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi.

Kelima program pembinaan dalam katekese, yang terdiri dari: pengertian program

pembinaan, latar belakang penyusunan program, tujuan program, usulan program, penjabaran program dan contoh persiapan katekese.

(31)

BAB II

MAKNA KOMUNIKASI TATAP MUKA ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS

Pada bab ini penulis akan memaparkan sedikitnya empat bagian pokok:

pertama pengertian Makna, kedua pengertian komunikasi secara umum dan

secara khusus yaitu komunikasi tatap muka antar pribadi, dan hal–hal yang perlu diperhatikan seperti tempat dan waktu, partisipatif, bahasa tubuh, menerima orang lain, jujur terhadap diri sendiri dan mendengarkan dengan aktif. Kekuatan dan kelemahan komunikasi tatap muka antar pribadi serta manfaat dan kerugian komunikasi tatap muka antar pribadi. Faktor yang mempengaruhi komunikasi tatap muka antar pribadi meliputi gambaran diri dalam hubungan dengan orang lain, nada suara yang disertai dengan gerak-gerik dan faktor lingkungan. ketiga, komunitas Religius Menurut Konsili Vatikan II. Keempat Komunitas Religius menurut Konstitusi dan Anggaran dasar Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) yang meliputi: latar belakang berdirinya tarekat Bruder MTB, tujuan berdirinya tarekat dan komunitas menurut konstitusi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

A. Makna.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) makna adalah hasil pengolahan kata yang bertautan dengan perasaan.

Dalam pengertian lain, makna adalah usaha memberi arti pada suatu pengalaman sehingga mendapat pengertian baru atau nilai baru dari suatu pengalaman.

(32)

Dengan demikian, makna adalah nilai sebuah pengalaman yang telah diolah dan direfleksikan sehingga memberi pengertian baru secara positif dalam hidup setiap orang.

Berbicara makna, artinya berbicara dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan judul yang penulis garap tentang makna komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas. Oleh sebab itu penulis membatasi makna komunikasi ini dipandang dari sudut pandang religius. Makna komunikasi tatap muka antar pribadi ini dilihat dari aspek pemahaman, dialog dalam bentuk bimbingan dengan pimpinan komunitas atau propinsial, melalui kegiatan bersama dalam komunitas seperti rekreasi bersama maupun dalam percakapan/obrolan yang menyegarkan. Kehadiran Allah ditemukan dalam maupun lewat diri sesama, melalui kegiatan maupun percakapan bersama. Menerima keunikan setiap pribadi dengan kekurangan dan kelebihannya adalah ungkapan mensyukuri pemberian Allah. Demikian juga dengan mentaati keputusan-keputusan pemimpin merupakan ketaatan kepada Allah.

(33)

B. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi Secara Umum.

Komunikasi berasal dari bahasa latin, yakni “Communicare”, yang berarti “membagi sesuatu dengan seseorang, memberikan sebagian kepada seseorang, tukar-menukar, membicarakan sesuatu dengan seseorang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman” (Harjana, 2003:10). Komunikasi dimulai dengan adanya sebuah gagasan dari seorang yang dikirim kepada orang lain melalui media tertentu.

Menurut Gilarso (1996:44), komunikasi adalah “Suatu proses timbal balik antara dua orang atau lebih, dimana yang seorang memberi informasi dan yang lain terbuka untuk menerima informasi”. Tampak di sini ada suatu syarat yang harus ada dalam sebuah komunikasi, yaitu ada yang berbicara untuk menyampaikan berita, sedangkan yang lain siap mendengarkan dan memberi tanggapan sehingga keduanya saling memerima dan mengerti.

(34)

Komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang untuk membangun relasi dengan sesamanya. Melalui komunikasi seseorang dapat menyatakan atau mengungkapkan emosi, milik, kebutuhan termasuk dirinya sendiri kepada orang lain. Namun pada kenyataannya tidak selamanya pesan, kebutuhan, pengungkapan diri yang dikomunikasikan itu sampai pada pendengar dengan baik dan utuh karena berbagai macam hambatan dan keterbatasan yang ada dalam diri setiap orang. Persoalan ini juga terjadi dalam komunitas bruder Maria Tak Bernoda (MTB), banyak dari mereka belum mampu memaknai berkomunikasi secara baik. Karena komunikasi merupakan interaksi antar pribadi, maka komunikasi perlu digunakan seefektif mungkin dan dimaknai, agar komunikasi yang terjadi antar pribadi dapat membangun hidup berkomunitas oleh para bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

(35)

menerima kekurangan dan kelebihan sehingga setiap orang mendapat kesempatan yang sama untuk maju dan berjuang mencapai cita-cita hidup bersama.

2. Pengertian Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi

Yang dimaksudkan dengan Komunikasi tatap muka antar pribadi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih dalam bentuk dialog maupun melalui kegiatan bersama dengan medium utama adalah kata-kata dan pribadi yang bersangkutan pada tempat dan waktu bersama.

Dedy Mulyana (2005:70) mengemukakan bahwa “ komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal”. Secara verbal artinya dengan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis untuk mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan atau maksud, menyampaikan fakta, data, informasi serta menjelaskannya. Sedangkan non verbal yaitu komunikasi menggunakan bahasa tubuh, gerakan, ekspresi mata. (Dedy Mulyana, 2005:73).

(36)

a. Tempat dan waktu

Komunikasi tatap muka antar pibadi mengandaikan pribadi-pribadi berada pada satu tempat dan waktu yang bersamaan. Hal ini dimaksudkan supaya isi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat ditangkap dengan jelas oleh penerima. Tempat yang dipilih hendaknya mendukung dan waktu disesuaikan dengan situasi agar tujuan pembicaraan atau proses komunikasinya tercapai.

b. Partisipatif.

Perkembangan pribadi seseorang secara penuh justru kalau semakin terlibat dalam interaksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi, seseorang membutuhkan komunikasi yang baik. Komunikasi akan terjalin dengan baik jika seseorang mampu berpartisipatif secara penuh, terlibat langsung dalam pembicaraan dan mampu memberi sumbangan demi perkembangan tersebut. Komunikasi tatap muka mengandaikan seseorang mampu terlibat penuh dalam pengambilan keputusan dengan memberi sumbangan atau masukkan terhadap suatu permasalahan, tetapi juga mampu menerima keputusan orang lain.

c. Bahasa Tubuh.

(37)

bahasa tubuh dipahami sebagai upaya untuk semakin memperjelas isi pesan yang hendak disampaikan oleh pembicara.

Dengan bahasa tubuh seseorang dapat mengungkapkan emosi, keinginan dan sikap yang disadari maupun yang tidak disadari. Bahasa tubuh yang terungkap karena dorongan dari dalam diri manusia lebih dapat dipercaya dari pada sekedar ungkapan verbal, bahkan tidak jarang berlawanan dengan ungkapan verbal yang dinyatakan seseorang. Misalnya orang merasa malu, dapat saja ia mengatakan tidak apa-apa tetapi wajahnya berwarna kemerah-merahan. Ini menandakan bahwa bahasa tubuh (wajah) menunjukkan perasaan yang sebenarnya ia malu.

d. Menerima orang lain

Supratiknya, (1995:89) mengatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk mengkomunikasikan keterkaitan dengan penerimaan orang lain: Pertama mendengarkan dengan penuh pemahaman, menunjukkan bahwa secara tulus kita berusaha memahami tanpa memberi penilaian, tetapi menaruh minat, memperdulikannya dan menerimanya. Kedua: menunjukkan kehangatan dalam hubungan dengan orang lain.

e. Jujur terhadap diri sendiri

(38)

mengatakan bahwa “jujur terhadap diri berarti kita mau mengatakan apa yang sesungguh-sungguhnya ada dalam diri kita. Dengan jujur kita mengakui bahwa yang kita ungkapkan itu milik kita. Tetapi juga dengan jujur kita memutuskan untuk meneruskan atau membuangnya”.

f. Mendengarkan dengan aktif

Mendengarkan dengan aktif artinya penerima berusaha mengerti perasaan pengirim serta arti pesan yang dikirimkannya. “Kemudian pengertiannya dinyatakan dalam kalimat dan dikirimkan kembali kepada pengirim” (Sinurat, 2000:6). Mendengarkan artinya kita berusaha memberi perhatian untuk memahami maksud pengirim berita (Supratiknya) 1985:43 mengatakan bahwa “Mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diungkapkan oleh orang lain serta memahami sudut pandang orang itu ternyata sangat menolong bagi orang itu”.

Dalam berkomunikasi, kemampuan orang mendengarkan dan menanggapi lawan bicara sangat mempengaruhi proses komunikasi tersebut. Dalam berkomunikasi hendaknya kita mendengarkan dengan baik, dipikirkan dan dirasakan dalam hati apa yang dikatakan oleh lawan bicara dengan penuh perhatian agar maksud pembicara dapat ditangkap dan dimengerti dengan baik. Maka Philip dan Anthony (1986:30) mengatakan prinsip dalam mendengarkan sebagai berikut:

(39)

perhatian, menahan diri untuk menjawab sampai mengerti maksudnya, mengulang setiap bentuk penyampaian (maksud) dengan diam-diam, mencari inti sari maksud yang disampaikan, siap sedia untuk memberikan tanggapan”.

3. Kekuatan dan Kelemahan Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi

a. Kekuatan komunikasi tatap muka antar pribadi

1). Pengirim dan penerima pesan berada pada tempat dan waktu yang bersamaan, sehingga pesan dapat ditangkap dengan baik dan jelas.

2). Komunikator mendapat umpan balik secara langsung dari penerima pesan dalam waktu yang bersamaan. (feed Back). (Dedy Mulyana, 2009:73)

3). Jika ada pesan yang belum jelas dapat diperjelaskan langsung atau diulangi dengan cepat.

4). Memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal. (Dedy Mulyana, 2009:73).

5). Memupuk semangat persaudaraan.

b. Kelemahan komunikasi tatap muka antar pribadi

1). Pengirim berita dan penerima harus berada pada satu tempat dan waktu yang bersamaan. Situasi ini dianggap sebagai kelemahan karena orang dapat berkomunikasi dengan cara lain tanpa harus bertatap muka.

(40)

3). Adanya kecenderungan mengobrol di luar agenda yang memakan banyak waktu.

4. Manfaat dan Kerugian Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi a. Manfaat komunikasi tatap muka anter pribadi

Sebuah komunikasi yang baik, teratur dan terkoordinir akan membantu kita memahami dan mengerti apa yang dimaksudkan oleh lawan bicara. Oleh sebab itu agar komunikasi berlangsung lancar, apabila

1). Memungkinkan setiap pribadi untuk berbicara dari hati ke hati, sehingga tidak ada praduga negatif terhadap lawan bicara

2). Menciptakan suasana keakraban dan penuh kehangatan karena saling ber-tatap muka.

3). Memungkinkan terjadinya dialog untuk mencapai tujuan yang bersih.

4). Mengurangi intervensi dari orang ke tiga dalam proses berkomunikasi maupun dalam pengambilan keputusan sebagai hasil akhir dari pembicaraan.

(41)

b. Kerugian komunikasi tatap muka antar pribadi

Dalam komunikasi tatap muka antar pribadi, sering kali muncul kesan yang kurang menyenangkan. Hal ini dianggap sebagai ”kerugian” apabila:

1). Salah satu dari peserta mendominasi pembicaraan, sehingga orang lain tidak diberi kesempatan untuk berbicara atau mengeluarkan pendapat, sharing maupun menanggapinya.

2). Terjadi perang mulut karena perbedaan pendapat, yang berdampak pada menurunnya semangat persaudaraan.

3). Salah satu ada yang bersikap acuh tak acuh terhadap lawan bicara, sehingga ada yang merasa tersakiti.

5. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi.

a. Gambaran diri dalam hubungan dengan orang lain

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, ada sikap-sikap yang tidak kita sadari tetapi mempengaruhi proses komunikasi. Sikap ini biasanya lebih melihat gambaran diri kita yang negatif tetapi juga bisa terlalu berlebihan seperti: merasa lemah, kecil, minder, tak berarti, merasa paling pandai, super, merasa serba tahu. (Lunandi 1987:22).

(42)

Dalam hubungan dengan orang lain, gambaran diri ini tidak terlepas dari konsep diri kita terhadap gambaran diri orang lain. Maka dalam berkomunikasi orang sering menganggap orang lain galak, serba tahu bahkan sebaliknya meremehkan orang lain, menganggap tidak pantas, bodoh, dan sebagainya. Akibat dari gambaran diri yang keliru ini banyak orang menjadi tidak percaya diri, cemas sehingga komunikasi tatap muka antar pribadi menjadi sesuatu yang menakutkan.

Untuk menetralisir gambaran diri ini, diperlukan sikap yang bersahabat, pengertian dan saling memperhatikan kekurangan dan kelebihan setiap orang, dengan demikian setiap orang merasa diterima, diperhatikan, dihargai apa yang sedang dibicarakan.

b. Nada suara yang disertai dengan gerak-gerik

Selain gambaran diri yang tidak tepat, suara nada dalam berkomunikasi juga mempengaruhi proses berkomunikasi. Keras-lembutnya nada suara yang dikeluarkan oleh seseorang dalam berkomunikasi ikut menentukan kemampuan orang menangkap atau memahami isi pesan tersebut. Nada suara kerap membawa akibat lebih besar terhadap kata-kata yang diucapkan. Kita dapat menyatakan kekesalan, kekecewaan, rasa tersinggung, ketidaksabaran kita lewat nada suara. Tetapi kita juga dapat menyatakan kesukaan, kecintaan dan kekaguman kita lewat nada suara. Dengan nada suara, kita dapat membangun atau merusakan hubungan kita lewat komunikasi tatap muka.

(43)

sesamanya karena terlambat datang, tidak mungkin dia berkata-kata dengan lembut. Tetapi ia akan mengatakan dengan nada keras ”Cepat!” kami menunggu atau kamu sudah ditunggu.

c. Faktor lingkungan.

Situasi lingkungan di mana kita berada tempat kerja, maupun lingkungan keluarga ikut mempengaruhi komunikasi dengan orang lain. Misalnya Philip dan Anthony (1986:61) mengatakan bahwa ”Orang yang berasal dari keluarga besar dengan banyak saudara-saudari, di mana dia terpaksa bersuara keras dan cepat agar didengarkan, tentu berbeda nada suara dan cara berbicara dengan orang yang berasal dari keluarga kecil, dengan dua atau tiga anak di mana saling pengertian lebih mudah”.

Komunikasi di lingkungan kerja yang cenderung bersifat formal akan berbeda dengan komunikasi di rumah yang identik dengan suasana santai, dan bebas. Dalam berkomunikasi tatap muka dengan orang lain baiklah kita juga memperhatikan lingkungan dan latar belakang budaya setiap orang supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Di sini diperlukan kemahiran dan kepekaan untuk mampu membuat ”discerment” yang tepat sehingga komunikasi tatap muka menjadikan sesuatu yang menyenangkan bagi diri kita dan bagi orang lain.

C. Makna Komunikasi Dari Segi Teologis

(44)

manusia jika Allah tidak mulai mengenalkan diri-Nya. Pengakuan ini hanya mungkin bila Allah pernah menghubungi manusia dan manusia menanggapinya dengan komunikasi. Dengan kata lain Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia baik secara pribadi manpun bersama. Mengenai pewahyuan ini, Konsili Vatikan II mengatakan demikian “Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya. Dengan wahyu itu, Allah yang tidak kelihatan dari kelimpahan kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka, untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyamabut mereka di dalamnya” (DV 2). Dari pernyataan tersebut, Allah mewahyukan diri-Nya secara langsung dengan berkomunikasi melalui karya dan sabdaNya. Wahyu Allah pertama-tama bukan perintah atau pemberitahuan, tetapi relasi untuk membangun persekutuan manusia dengan Allah. Dalam Perjanjian Lama, panggilan dan sapaan Allah kepada manusia disampaikan dengan berbagai cara. Penulis Surat Ibrani mengatakan demikian: “setelah pada zaman dahulu Allah berulangkali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini, Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan anak-Nya” (Ibr 1:1-2).

(45)

33:11). Dengan karya, Allah menyatakan diri-Nya dengan terlibat dalam kehidupan umat manusia, sedangkan dengan perjanjian yang diadakan-Nya Allah meneguhkan karya-Nya. Hal ini nampak dalam diri Yesus yang menyembuhkan orang sakit, Yesus mengatakan: “Percayalah, hai anakKu dosamu telah diampuni” (Mat 9:2). Dalam konteks ini, karya dan sabda adalah dua hal yang dilakukan Yesus untuk berkomunikasi secara langsung dengan manusia.

Komunikasi tatap muka dalam hidup berkomunitas merupakan kelanjutan dalam memelihara dan melestarikan apa yang telah di mulai dalam perjanjian lama ini. Dalam konteks perjanjian lama, Allah berkomunikasi dengan manusia melalui perantara para nabi, maka pada zaman sekarang Allah berbicara dengan manusia melalui sesama dalam komunitas. Hidup berkomunitas menjadi wahana dimana kasih Allah dapat dirasakan dan dibagikan kepada sesama melalui kegiatan-kegiatan atau kebersamaan setiap anggota. Melalui kegiatan dan kebersamaan dalam hidup berkomunitas, masing-masing setiap orang diharapkan mampu menemukan makna terdalam bagi hidupnya, sehingga setiap seorang dapat tumbuh dan berkembang dalam kasih dan kebenaran dalam Tuhan.

(46)

D. Makna Komunikasi Dari Segi Kultural

Seperti yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, bahwa anggota komunitas para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) berasal dari berbagai suku, bahasa dan budaya. Keanekaraman budaya yang terdapat dalam komunitas ini banyak sedikit mempengaruhi cara bergaul, cara hidup dan cara berkomunikasi setiap anggota dalam hidup berkomunitas. Pada umumnya karya-karya para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) ada di wilayah pedalaman propinsi Kalimantan Barat. Oleh sebab itu, kebudayaan lisan dialek atau gaya bahasa dalam berkomunikasi orang dayak Kalimantan Barat sangat mempengaruhi sikap hidup dan cara berkomunikasi bagi para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

Pada umumnya bahasa dan dialek bahasa dalam berkomunikasi orang dayak pun bervariasi dan mempunyai tingkatan bahasa yang berbeda sesuai dengan daerah dan sub suku yang bersangkutan. Sebagai contoh bahasa dan dialek bahasa dayak Kanayatn seperti yang dikutip dari Wikipedia:

“Bahasa dalam cerita/ tradisi lisan menggunakan bahasa Dayak Kanayatn dalam gaya dan bentuk bervariasi sesuai kondisi cerita/tradisi lisan yang bersangkutan. Jadi ada bahasa yang informal/sehari-hari, bahasa formal/tinggi, seperti dalam prosa liris, upacara adat, perdukunan, pantun. Sebagaimana halnya bahasa tradisi atau sastra lisan, bahasa Kanayatn tersebut dituturkan mengikuti pola dan gaya sendiri, seperti pengulangan kata, frase, kalimat yang frekuensinya tinggi, penyebutan istilah yang berhubungan dengan alam, tokoh, dan kehidupan dengan pekerjaan, alam beserta isinya”.  

Diperoleh  dari  "http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Barat"Artikel  dengan  pernyataan disertai rujukan 14 November 2010 

(47)

Oleh sebab itu, gaya bahasa dalam berkomunikasi disetiap komunitas di mana para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) tinggal dan berkarya juga bervariasi. Sebagai contoh; di komunitas Singkawang Kalimantan Barat misalnya lebih kentara dengan gaya bahasa china Singkawang (totok), sedangkan di komunitas Kuala Dua Kembayan yang masuk wilayah kabupaten Sanggau lebih banyak dengan gaya bahasa “Nengeih” (salah satu sub suku dayak). Gaya bahasa dari dalam berkomunikasi dari setiap daerah atau sub suku ini termasuk dalam budaya yang diwarisi turun-temurun dari nenek moyang beribu-ribu abad yang lalu. Kebudayaan setiap daerah yang berbeda itu selalu mengandung nilai positif yang ikut menentukan pandangan hidup serta memberi identitas suatu masyarakat. Andasputra (1996:95) mengatakan:

”Kebudayaan mengandung nilai-nilai positif yang hidup di tengah suatu masyarakat. Nilai-nilai ialah yang ikut menentukan pandangan hidup

(lebensanchauung) dan pandangan tentang dunia (weltanschauung). Oleh

karenanya nilai-nilai kebudayaan tersebut memberikan identitas dan jatidiri bagi pendukungnya baik perorangan maupun masyarakat, dalam eksistensi dan esensinya. Kebudayaan berfungsi pula sebagai kekuatan yang integratif, yaitu menyatukan seluruh pendukung kebudayaan tersebut lewat semangat solidaritas untuk kelangsungan hidup komunitasnya”.

(48)

serentak pada waktu dan gerakan yang sama, karena berkaitan dengan segi-segi kehidupan masyarakat yang tidak mudah diterobosi oleh pengaruh luar”.

Namun pada umumnya dialek atau gaya bahasa dalam berkomunikasi orang dayak Kalimantan Barat bernada keras, lugas, blak-blakkan dan langsung

pada inti persoalan. Kekhasan ini menunjukkan bahwa hidup orang dayak yang

suka transparan dan tahan terhadap kritikan dari manapun. Berbeda dengan gaya bahasa dan kebiasaan orang jawa pada umumnya lebih mengutamakan kesopanan, lebih menghargai perasaan dan hati-hati menjaga agar lawan bicara tidak tersinggung dalam berkomunikasi. Kebiasaan ini bagi orang dayak terlalu berbelit-belit dan menghabiskan waktu.

Dalam usaha menyelaraskan perbedaan bahasa antar anggota dalam setiap komunitas, maka para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu. Pernyataan ini tertuang dalam Statuta kongregasi yang berbunyi: “Agar kesatuan dan kebersamaan kita semakin nyata terwujud, baiklah kita lebih menggunakan Bahasa Indonesia dari pada bahasa daerah yang tidak dipahami saudara lain”. (Statuta Pasal VIII, Artikel 81, butir ke 6). Comans, (1987:160) mengatakan: “apabila suatu bahasa dimengerti dan dipergunakan oleh sejumlah orang dalam suatu wilayah yang luas, maka dipandang dari segi sosial, bahasa itu akan menjalin dan mengembangkan hubungan satu sama lain”.

(49)

ini mau menampilkan kekhasan masing-masing anggota komunitas yang dipersatukan dalam satu visi-misi hidup bersama. Setiap orang dapat dengan bebas memelihara dan menghidupi kebudayaannya sejauh itu mendukung persaudaraan dan tidak bertentangan dengan semangat hidup bersama. Sebab semua itu dipandang sebagai kekayaan yang perlu disyukuri dan diwariskan karena diyakini sebagai anugerah yang dari Tuhan asalnya.

E. Makna Komunikasi Dari Segi Psikologis

Perjuangan bersama orang lain menuju kebaikan dalam hidup berkomunitas sering kali mengalami kegagalan. Dalam usaha menuju kedamaian hidup yang didambakan bersama tidak jarang mengalami jalan buntu yang disebabkan berbagai persoalan. Keadaan ini dapat dipahami karena anggota komunitas berasal dari berbagai suku, bahasa dan budaya yang berbeda satu dengan yang lain.

(50)

mengerti orang lain”. Komunikasi juga merupakan usaha untuk mengekspresikan perasaan dan keyakinan dengan keberanian yang diimbangi dengan pertimbangan akan keyakinan dan keberanian akan perasaan orang lain dalam menyikapi persoalan bersama. (Bdk. Covey, 214).

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, Komunikasi dapat dipahami sebagai undangan yang membebaskan seseorang dari rasa takut, cemas dan memberi harapan bagi mereka yang tertekan akan adanya penyelesaian masalah. Seperti yang disabdakan Yesus “Datanglah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu” (Mat 11:28).

Dalam hidup berkomunitas, komunikasi adalah perjumpaan dua pribadi atau lebih yang saling berbeda kepentingan dan pandangan. Dengan komunikasi kita mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing. Oleh sebab itu, diperlukan sikap saling percaya. (Covey) 1997:217 mengatakan “Tanpa kepercayaan kita tidak mempunyai kredibilitas untuk belajar dan berkomunikasi yang terbuka dan timbal balik serta kreativitas yang riil.

(51)

tersebut menurut Covey, (1997:255): Pertama ethos, aspek ini menyangkut kredibilitas seseorang, kepercayaan yang orang miliki akan integritas dan kecakapan orang lain. Kedua pathos, adalah sisi empatik yang ada dalam diri seseorang tentang persaannya terhadap lawan bicara maupun ketika berbicara. Dalam aspek ini terdapat keselarasan perasaan dan pengalaman diri kita dengan pengalaman dan perasaan orang lain. Dan ketiga logos, logos adalah segi kemampuan berlogika atau bagian penalaran dalam diri seseorang menyangkut kemampuan memahami secara logis isi pembicaraan.

F. Makna Komunikasi Dari Segi Sosiologis

(52)

Hidup berkomunitas merupakan salah satu bentuk interaksi sosial di mana anggotanya memiliki aneka kebutuhan, budaya, karakter dan tentunya harapan yang berbeda. Kebutuhan dan harapan setiap anggota menjadi kekayaan bersama demikian pula dengan ide / gagasan, pendapat dan kemampuan yang ada dalam setiap pribadi. Oleh sebab itu, komunikasi menjadi solusi dalam usaha menyelaraskan keanekaragamaman tersebut, sekaligus sebagai perjumpaan dari setiap perbedaan yang ada.

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan, bahwa hidup berkomunitas merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Keberadaan suatu komunitas dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dan telah dilaksanakannya, antara lain fungsi sosial. Fungsi komunitas dalam hubungan sosial, adalah memelihara dan memantapkan hubungan sosial diantara para anggotanya secara rutin dengan memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang memungkinkan setiap orang berkembang demi kebaikkan bersama. Dengan demikian, komunitas merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya, berbagi informasi dan saling melayani.

(53)

menyelesaikan masalah yang ada dalam hidup berkomunitas tersebut. Dengan komunikasi, sesesorang dapat menyatakan pribadi-pribadi secara otentik. Kehadiran setiap pribadi dengan segala keterbatasan dan kelebihannya merupakan bentuk wujud kehadiran Allah yang nyata dalam komunitas.

Dalam Konstitusi Bruder Maria Tak Bernoda (Konst Pasal IX, Art 233) di katakan bahwa “dalam hubungan-hubungan kita keluar hendaklah kita dekat pada sesama manusia dengan penuh cintah kasih, sederhana tanpa pamrih dan nyata. Kita tidak mau merupakan persekutuan tertutup tetapi kita harus terbuka bagi semua orang: menerima dengan ramah sanak keluarga dan handai taulan, orang-orang yang kebetulan ia jumpai dan rekan sekerja kita”.

Komunikasi tatap muka antar pribadi merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) dalam upaya membangun kontak dengan dunia luar. Para bruder menyadari bahwa masyarakat sekitar adalah bagian dari pergaulan hidup sehari hari. “ Dalam kontak dengan dunia luar, kita diminta tidak melalaikan lingkungan terdekat kita. Masyarakat sekitar rumah menjadi bagian pergaulan hidup keseharian kita. Tanpa harus berbendera kristen kita bersedia bersahabat, berdialog serta menjalin kerjasama kemanusiaan kita tanpa peduli suku, ras, atau agama” (Statuta pasal IX, art 92.)

G. Komunitas Religius Menurut Dokumen Konsili Vatikan II

(54)

dalam komunitas-komunitas religius diharapkan ada persaudaraan sejati yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari menjadi ciri hidup dalam komunitas.

Demikian juga hidup seluruh anggota Gereja lainnya, dipanggil oleh Allah untuk mencapai kesucian hidupnya. Mereka dipanggil bukan karena atau berdasarkan kebaikkan dan perbuatan kita, melainkan karena rencana-Nya yang telah direncana sejak awal mula agar kesucian hidup ini lebih nyata.

Hidup adalah sebuah panggilan menuju kesempurnaan dengan mengikuti jejak dan menyerupai-Nya. Kesempurnaan itu ditempuh dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya dan membaktikan diri dengan segenap jiwa kepada kemuliaan Allah dan sesama. Konstutisi Dogmatis tentang Gereja (Art 40):

”Untuk memperoleh kesempurnaan itu hendaknya kaum beriman mengarahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus, supaya dengan mengikuti jejakNya dan menyerupai CitraNya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian kepada sesama”.

Kesucian hidup harus tampak dalam buah-buah rahmat yang dihasilkan oleh kaum beriman dalam Roh Kudus. Masing-masing anggota dapat mencapai kesempurnaan melalui berbagai bentuk pilihan hidup dan karya. Dalam usaha mencapai kesempurnaan hidup tersebut, Gereja mengenal bentuk-bentuk pilihan hidup Imam, Biarawan-biarawati, maupun hidup berkeluarga.

(55)

”para suami isteri dan orang tua Kristiani wajib, menurut cara hidup mereka, dan cinta yang setia seumur hidup saling mendukung dalam rahmat, dan meresapkan ajaran Kristiani maupun keutamaan-keutamaan injil dihati keturunan, yang penuh kasih mereka terima dari Allah. Sebab dengan demikian mereka memberi teladan cinta kasih yang tak kenal lelah dan penuh kerelaan kepada semua orang, memberi contoh kepada persaudaraan kasih dan menjadi saksi serta pendukung kesuburan Bunda Gereja”.

Sedangkan panggilan hidup sebagai biarawan-biarawati merupakan panggilan hidup secara khusus untuk mencapai kesempurnaan hidup bersama Kristus di bawah penguasaan para gembala. Konstutisi Dogmatis tentang Gereja, (1993: Art 41) tersebut mengatakan bahwa

”para rohaniwan dipanggil oleh Tuhan dan dikhususkan bagi-Nya, menyiapkan diri untuk tugas-tugas pelayanan di bawah penguasaan para gembala mereka. Mereka wajib menyesuaikan budi dan hati mereka dengan pilihan seluhur itu, bertekun dalam doa, berkobar cinta kasihnya, mencita-citakan apa saja yang benar, adil dan pantas dipuji, dan menjalankan segalanya demi kemuliaan dan keluhuran Allah

Kesempurnaan hidup ini ditempuh melalui penghayatan hidup persaudaraan dalam komunitas yang menjadi ciri khas hidup para biarawan-biarawati. Komunitas menjadi wadah bagi setiap anggota untuk mengarahkan segenap tenaga yang mereka miliki untuk melaksanakan kehendak Bapa sehingga mampu membaktikan diri kepada Allah dan sesama melalui doa dan karya.

(56)

selalu ada. Namun mereka berusaha menjadikan perbedaan itu sebagai kekayaan yang mau disatukan dalam satu komunitas, saling melengkapi kekurangan dan membagikan kelebihan sehingga perbedaan yang mereka miliki menjadi indah karena semua turut ambil bagian di dalamnya. Tidak ada dari mereka yang menguasai atau mempunyai sesuatu lebih dari yang lain, mereka bersikap lepas bebas kerena semua menjadi milik bersama.

Demikian juga halnya dalam hidup berkomunitas. Di sana-sini terdapat perbedaan, kekurangan maupun ketidakcocokkan dalam maupun antar anggota komunitas yang tidak mudah dipahami. Namun mereka berusaha agar perbedaan itu menjadi kekayaan yang perlu disyukuri dan dipahami dalam kebersamaan dalam usaha menjadi satu sebagai saudara maupun saudari dalam komunitas. Dengan demikian diharapkan komunitas menjadi tempat yang menyenangkan, menenteramkan, membahagiakan dan tempat meneguhkan panggilan dalam upaya mencapai kesucian hidup sebagai seorang religius.

H. Komunitas Religius Menurut Konstitusi/Anggaran Dasar Bruder MTB 1. Sejarah singkat berdirinya kongregasi Bruder MTB

(57)

Mengingat belum ada pengikut secara defenitif, tugas ini dibantu oleh Bruder-bruder CSA sampai tahun 1852. Pada tahun yang sama setelah mendapat tiga orang calon bruder MTB yang pertama, tugas ini menjadi karya Bruder MTB yang pertama. Dua tahun kemudian, yaitu pada tanggal 25 September 1854 ketiga calon tersebut menerima jubah pertobatan dan anggaran dasar St. Fransiskus Asissi oleh Mgr. Van Hooydonk sekaligus menjadi hari kelahiran kongregasi dengan pelindung Maria Tak bernoda Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

Atas permintaan Mgr. Pacificus Bosch, OFM Cap uskup keuskupan Agung Pontianak Kalimantan Barat pada tahun 1920, setahun kemudian tepatnya tanggal 9 Maret 1921, lima Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) tiba di Pontianak Kalimantan Barat. Mereka ditempatkan di kota Singkawang dengan tugas utama sebagai pengajar dan pembina Asrama Putera St. Maria bagi suku Thiong-hoa. Pada bulan Juli 1924, para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) memekarkan karya di kota Pontianak Kalimantan Barat dengan pelayanan yang sama. (Tukan, 2010: 42).

(58)

Perkembangan di Indonesia baru bangkit kembali tahun 1948 di Nyarumkop Kalimantan Barat. Pada tahun 1968 novisiat di Pati Jawa tengah dipindahkan ke Yogyakarta. Perkembangan ini selanjutnya menyebar di beberapa keuskupan di Kalimantan Barat seperti di keuskupan Sanggau, keuskupan Sintang sampai sekarang. (Bdk Tubarman, 1997:6-28).

2. Tujuan berdirinya kongregasi Bruder MTB

Tujuan awal berdirinya kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) adalah untuk menanggapi situasi semasa (situasi setelah perang Belanda melawan Belgia). Tujuan awal ini kemudian dijabarkan dalam visi dan misi tarekat yang tercantum dalam Konstitusi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) (Konst VII art

206-207) sebagai berikut:

Visi: Hidup sebagai hamba Tuhan untuk mewujudkan kemuliaan Allah dalam persaudaraan Injili.

Misi: Dijiwai oleh semangat kesederhanaan dan kepercayaan dalam menanggapi situasi zaman, para Bruder MTB mau menjadi saudara bagi yang lain dengan:

- Membangun persaudaraan sejati menjunjung tinggi martabat manusia - Memberi pelayanan yang memberdayakan mereka yang miskin dan

lemah khususnya lewat pembinaan kaum muda.

(59)

Geraja, bangsa dan negara serta dalam keluarga dan di tengah masyarakat. Dalam upaya memberi pelayanan tersebut tentu membutuhkan komunikasi, khususnya komunikasi tatap muka antar pribadi karena sangat mustahil pelayanan yang sungguh-sungguh memberdayakan tanpa adanya pertemuan tatap muka dengan yang dilayani. Para bruder berusaha menciptakan komunikasi tatap muka yang memungkinkan setiap orang dapat menjadi bagian dalam hidup orang lain.

Harus diakui bahwa komunikasi tatap muka yang selama ini terjadi belum dimaknai sebagai kesempatan untuk meningkatkan semangat hidup berkomunitas, oleh sebab itu komunikasi tatap muka antar pribadi ini perlu disadari sebagai kebutuhan hidup dan dimaknai sebagai kesempatan memberi perhatian, mendengarkan meneguhkan dan sebagai usaha mengingatkan sesama saudara supaya dapat meningkatkan semangat hidup berkomunitas agar pelayanan dalam karya kerasulan maupun karya karitatif lainnya sungguh-sungguh menjadi karya yang memanusiakan orang lain.

3. Komunitas Religius menurut Konstitusi Bruder MTB

(60)

demi kemuliaan Allah dan kita ikut serta membangun kebahagiaan umat manusia”.

Sangat jelas dikatakan bahwa para bruder MTB adalah sekumpulan orang yang terikat pada persekutuan religius di tengah dunia untuk membagun kebahagiaan umat manusia. Dalam upaya membagun kebahagiaan itu, para bruder Maria Tak Bernoda (MTB) tidak dapat bekerja sendiri-sendiri, tetapi hendaknya mereka saling bekerja sama, saling menguatkan. Konstitusi pasal III, art 43 menegaskan bahwa: ”keterikatan kita satu sama lain sebagai saudara akan selalu menguatkan kita untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan dan dalam pergaulan kita di dunia di mana kita hidup bersama dan menunaikan tugas kita. Sebab kita hanya dapat memanusiakan diri dalam kebersamaan dengan orang lain, dan hanya mampu memberi makna kepada hidup kita dengan hidup bersama orang lain”.

(61)

dalam semangat doa dan meditasi. Semangat hidup ini diungkapkan dengan mengikrarkan ketiga kaul yaitu kemiskinan, ketaatan dan kemurnian.

I. Pentingnya Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi Dalam Hidup Berkomunitas.

Komunitas religius bukanlah komunitas orang-orang suci tetapi juga bukan komunitas orang jahat. Komunitas religius adalah komunitas orang-orang yang sedang berziarah menuju kesucian dengan membaktikan diri demi Kerajaan Allah. Oleh sebab itu, hidup berkomunitas juga tidak terlepas dari permasalahan dan tantangan yang selalu datang menghampiri setiap anggota baik secara pribadi maupun bersama. Mengingat kompleksnya permasalahan dan peristiwa yang terjadi dalam hidup berkomunitas, maka komunikasi adalah jalan yang harus ditempuh oleh siapa saja, kapan dan di mana serta dalam peristiwa apa saja untuk dapat menyelesaikannya. Kemampuan mengkomunikasikan segala sesuatu dengan baik kepada orang lain, sangat membantu kita menemukan solusi untuk keluar dari kesulitan dan permasalahan hidup.

(62)

kegiatan bersama seseorang dapat saling memberi dan menerima, memahami dan menghargai keunikan sesama. Komunikasi ini bukan sekedar hadir dan mendengarkan, tetapi komunikasi tatap muka antar pribadi merupakan bentuk kehadiran dua atau beberapa pribadi yang utuh; perasaan, pikiran, emosional dan pengetahuannya untuk saling mendengarkan serta meneguhkan maupun dalam memberi tanggapan sebagai masukan dalam suatu permasalahan.

Komunikasi tatap muka antar pribadi berperan penting membantu kita mengerti maksud dan tujuan dari lawan bicara karena kita dibantu dengan melihat langsung reaksi dari pembicara apakah sekedar keluhan atau sungguh-sungguh suatu keprihatinan yang segara dibantu atau cukup sekedar mendengarkan saja. Hal ini mengurangi tafsiran yang keliru terhadap orang lain sehingga kita dapat dengan jernih mengambil keputusan yang harus diambil.

(63)

tempat yang menyenangkan, membahagiakan dan memberi kenyamanan bagi semua anggota sebagai wujud kehadiran Allah di tengah dunia. 

J. Kerangka Berpikir

X : Makna Komunikasi Tatap Muka Antar Pribadi Y : Hidup Berkomunitas

Komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas para bruder Maria Tak Bernoda (MTB), masih terbatas pada fungsi komunikasi. Makna komunikasi tatap muka antar pribadi seharusnya sampai pada penemuan bahwa Allah hadir lewat sesama yang berbicara dengan saya. Oleh karena itu, hendaklah setiap orang perlu menyadari dan memahami bahwa makna komunikasi tatap muka antar pribadi mengantar setiap orang untuk sampai pada refleksi bahwa Allah hadir dan berkarya dalam setiap orang melalui sesama dalam hidup berkomunitas.

K. Fokus Penelitian.

(64)
(65)

Komunikasi tatap muka antar pribadi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih dalam bentuk dialog misalnya dialog dengan pimpinan komunitas, propinsial atau dengan sesama maupun kegiatan bersama misalnya rekreasi bersama, percakapan/obrolan bersama yang menyegarkan dan dengan medium utama adalah kata-kata dan pribadi yang bersangkutan pada tempat dan waktu bersama.

Bab III berisi: pertama metodologi penelitian meliputi pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian, keabsahan data (validitas data, reliabelitas data) dan teknik analisis data. Kedua: komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas. Ketiga definisi konseptual, operasional, kisi-kisi dan pertanyaan untuk wawancara. Ketempat adalah laporan hasil penelitian yang meliputi: temuan dari hasil wawancara, pembahasan hasil wawancara, keterbatasan penelitian. Kelima refleksi kateketis dari hasil penelitian.

A. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk mengetahui pemahaman, makna, tantangan dan hambatan, serta

(66)

 

usaha-usaha yang dilakukan oleh para bruder MTB dalam memaknai komunikasi tatap muka antar pribadi dalam hidup berkomunitas.

2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan pada akhir bulan Mei-Juni 2010 di komunitas Alverna Kotabaru Yogyakarta, komunitas Patimura Pontianak, komunitas Sepakat II Pontianak dan komunitas Selat Panjang Pontianak. Semua komunitas ini adalah wilayah propinsi Kalimantan Barat.

3. Responden Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik

purposive sampling yaitu pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi yang diteliti.

Adapun yang menjadi respon/objek penelitian adalah para yunior bruder Maria Tak Bernoda (MTB) propinsi Kalimantan Barat dari komunitas yang berbeda. Para yunior ini penulis anggap dapat mewakili sekaligus menjadi sumber data karena mereka adalah orang yang polos, terbuka, jujur dan mudah diajak bicara.

4. Teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian

(67)

 

menggambarkan dunia mereka, menjelaskan atau menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya.

Hasil wawancara direkam dengan Tape Recorder sebagai alat bantu pada saat wawancara agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Hasil rekaman kemudian ditulis kembali dalam bentuk print out sebagai dokumen. Pertanyaan dalam wawancara diarahkan pada informasi-informasi tentang makna komunikasi tatap muka antar pribadi yang penulis garap dalam skripsi ini. Adapun kelebihan dari teknik wawancara sebagai berikut:

“sifatnya luwes. “Rapport” atau hubungan baik dengan orang yang diwawancarai dapat memberikan suasana kerja sama, sehingga memungkinkan diperolehnya info yang benar. Pewawancara dapat menguraikan pertanyaan atau menjelaskan maksud pertanyaan itu sekiranya pertanyaan itu kurang jelas bagi subyek” (Arief Furchan, 1982:248).

Dapiyanta, (2008: 25). Menyatakan “Wawancara sebagai alat pengumpulan data mempunyai kelebihan, antara lain: bebas dikenakan pada siapapun, dapat merupakan teknik pelengkap atau bersamaan teknik lain, luwes, hal-hal yang kurang jelas dapat diperjelas, bahasa yang digunakan dapat disesuaikan dengan responden”.

(68)

 

5. Keabsahan Data

Keabsahan data diusahakan dengan validitas (cross chek), atau obyektivitas yaitu mengusahakan agar data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Sedangkan reliabilitas data dilakukan dengan menggunakan remember chek untuk memberikan laporan tertulis mengenai wawancara yang telah penulis lakukan. Member chek ini bertujuan supaya informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan.

6. Teknik Analisis Data

(69)

 

B. Definisi Konseptual, Operasional dan Pertayaan Wawancara

MAKNA KOMINIKASI TATAP MUKA ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS

1. Definisi Konseptual : Komunikasi adalah proses/kegiatan pengoperan atau penyampaian informasi yang mengandung arti dari satu pihak ke pihak lain melalui medium dalam usaha mendapatkan pengertian.

2. Definisi Operasional : Komunikasi tatap muka antar pribadi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih dalam bentuk dialog maupun kegiatan bersama dengan medium utama adalah kata-kata dan pribadi yang bersangkutan pada tempat dan waktu bersama.

3. Kisi-kisi

No. Dimensi Indikator No.

Butir

1. Pemahaman komunikasi tatap muka antar pribadi.

Peserta dapat menjelaskan komunikasi ini melalui:

a. Dialog yaitu percakapan atau tukar menukar pengalaman, informasi, antara dua orang atau lebih untuk mencapai satu pengertian atau kesepahaman dialog dalam bentuk:

(70)

 

komunitas maupun orang lain yang dianggap cakap. Bimbingan terjadi dua arah, artinya yang satu menyampaikan pesan yang lain menanggapi. Setiap orang diberi kesempatan yang sama untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, kebutuhan dan diperlakukan sebagai subjek dalam berdialog, bukan objek; mendapat perlakuan yang sama, saling menanggapi. Dalam bimbingan pribadi seseorang diarahkan, dituntun, diberi pengertian, diteguhkan dan diberimotivasi bukan diadili atau disakiti.

(71)

 

pemberian diri bagi sesama.

-Percakapan/obrolan (dalam suasana santai): seperti rekreasi bersama, MAMIRI (Makanan, Minuman Ringan) bersama. Maka ada suasana keakraban, canda dan tawa, suasana tidak resmi.

2. Memaknai / makna

Dialog: Secara pribadi: Setiap pribadi menemukan Tuhan dalam diri sesama melalui dialog antar pribadi, merasa kehadiran Tuhan dengan komunikasi tatap muka antar pribadi lewat sapaan, peneguhan, merasa dikuatkan, menemukan bahwa taat kepada pemimpin merupakan bentuk ketaatan kepada Allah, keputusan pemimpin adalah suara Allah yang hadir di tengah komunitas.

Secara kelompok: Usaha mempersatukan perbedaan yang dimiliki setiap orang, menghargai dan menerima setiap keunikan pribadi-pribadi menjadi kekayaan bersama, menemukan Tuhan

(72)

 

dalam diri sesama. Pribadi merasa diterima, dihargai, diperlakukan sama dengan yang lain dalam komunitas.

Bimbingan: Sebagai usaha melestarikan dan menghargai keunikkan setiap pemberian Tuhan dalam diri sesama, agar karya Tuhan tetap dirasakan oleh semua orang. Mengarahkan orang lain ke arah kebaikkan, kesempurnaan dan kematangan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kerjasama: Menemukan diri dalam diri sesama dan Tuhan yang hadir dalam diri sesama melalui kegiatan bersama. Kehadiran Allah yang senantiasa menyertai kita. Melihat keagungan, kehebatan, karya-karya dan kasih setia Tuhan, sehingga kita mampu bersyukur kepada-Nya. Dalam kerja, sebagai penyataan diri persekutuan hidup berkomunitas.

Gambar

•gambar  Refleksi

Referensi

Dokumen terkait

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 10 Bandung tahun ajaran 2016/2017, dan sebagai sampel penelitian ini adalah 18 orang kelas X Bahasa 1 sebagai kelas eksperimen

spanduk, dan lain-lain. Dawah bil-hal berupa prilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, ulet, sabar,

• Penyusunan kebijakan/peraturan dibidang impor yang ditujukan untuk pemenuhan bahan baku/penolong dan barang modal bagi industri yang berorientasi ekspor, serta mendukung

Pada akhir zaman yayoi, beberapa gundukan menjadi lebih besar ( antara panjang 40-80 meter ) dan beberapa dari akhir gundukan pada abad kedua diketahui telah berevolusi bentuk

Dengan demikian akta jual beli, terutama dalam jual beli balik nama hak atas tanah dan bangunan merupakan suatu surat tertulis yang harus dibuat

Riset perpustakaan ini dilakukan dengan cara membaca, membahas, meringkas dan membuat kesimpulan dari buku-buku dan jurnal tentang Hotspot dan VPN , serta

Salah satu materi yang menjadi dasar matematika sekolah adalah bilangan, pemahaman yang baik tentang konsep bilangan akan sangat membantu dalam memahami

[r]