• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Kondisi Penerimaan Pemerintah Daerah

Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999, penerimaan

pemerintah daerah terdiri atas: (1) pendapatan asli daerah, (2) dana perimbangan,

(3) pinjaman daerah, dan (4) lain-lain penerimaan yang sah. Komponen terpenting

dari penerimaan daerah berasal dari pendapatan asli daerah dan dana

perimbangan. Pendapatan asli daerah menggambarkan kemampuan daerah untuk

memperoleh pendapatan sendiri, sedangkan dana perimbangan merupakan dana

transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah guna menambah

kemampuan daerah untuk membiayai pengeluarannya.

Tabel 9. Perkembangan Kontribusi Komponen Pembentuk Penerimaan Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005

Komponen Dana Perimbangan

PAD Dana Perimbangan

Tahun Penerimaan (Juta Rp) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) 1995 268 799.28 10 764.61 4.00 241 159.74 89.72 1996 264 542.38 11 817.98 4.47 240 950.67 91.08 1997 256 649.64 11 614.14 4.53 231 680.75 90.27 1998 252 302.76 7 433.98 2.95 238 977.77 94.72 1999 272 895.43 8 308.50 3.04 251 842.35 92.29 2000 272 037.55 17 125.91 6.30 245 685.22 90.31

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 641 877.01 72 436.99 11.29 543 753.68 84.71 2002 640 040.22 42 998.81 6.72 528 762.32 82.61 2003 920 104.06 41 997.92 4.56 749 164.32 81.42 2004 967 845.80 42 470.59 4.39 770 669.84 79.63 2005 1 018 351.12 50 838.69 4.99 823 251.04 80.84 Rata-rata 5.20 87.06

Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun)

Tabel 9 dan Tabel 10 menjelaskan bahwa pendapatan asli daerah masih

(2)

sebelum maupun sesudah desentralisasi fiskal yaitu sebesar 5.20 persen/tahun.

Rendahnya kontribusi pendapatan asli daerah mengindikasikan rendahnya

kemampuan daerah untuk memperoleh pendapatan sendiri. Kontribusi terbesar

pendapatan asli daerah terhadap penerimaan daerah terjadi pada awal

desentralisasi fiskal yaitu tahun 2001 sebesar 11.29 persen. Kontribusi tahun

berikutnya mengalami penurunan. Penurunan tersebut lebih dikarenakan

menurunnya sumber-sumber penerimaan pendapatan asli daerah terutama yang

berasal dari retribusi dan pendapatan asli daerah lainnya.

Tabel 10. Perkembangan Pertumbuhan Komponen Pembentuk Penerimaan Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005

Komponen Dana Perimbangan

PAD Dana Perimbangan

Tahun Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) 1995 10 764.61 241 159.74 1996 11 817.98 9.79 240 950.67 -0.09 1997 11 614.14 -1.72 231 680.75 -3.85 1998 7 433.98 -35.99 238 977.77 3.15 1999 8 308.50 11.76 251 842.35 5.38 2000 17 125.91 106.13 245 685.22 -2.44

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 72 436.99 322.97 543 753.68 121.32 2002 42 998.81 -40.64 528 762.32 -2.76 2003 41 997.92 -2.33 749 164.32 41.68 2004 42 470.59 1.13 770 669.84 2.87 2005 50 838.69 19.70 823 251.04 6.82 Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun)

Berdasarkan pertumbuhannya, pendapatan asli daerah meningkat sangat

tinggi yaitu sebesar 322.97 persen pada awal desentralisasi fiskal. Pada tahun

2002 dan 2003 pertumbuhan pendapatan asli daerah mengalami penurunan yaitu

masing-masing sebesar 40.64 persen dan 2.33 persen, tetapi dengan nominal yang

(3)

berikutnya, yaitu tahun 2004 dan 2005 pertumbuhan pendapatan asli daerah mulai

mengalami peningkatan kembali masing-masing sebesar 1.13 persen dan 19.70

persen. Peningkatan pendapatan asli daerah tahun 2004 dan 2005 tersebut akibat

membaiknya penerimaan pajak daerah dan retribusi.

Komponen penerimaan lain yang akan dibahas adalah dana perimbangan.

Dana perimbangan merupakan komponen utama pembentuk penerimaan daerah,

dengan rata-rata kontribusi 87.06 persen/tahun. Besarnya kontribusi dana

perimbangan ini mengindikasikan masih besarnya ketergantungan daerah terhadap

dana transfer dari pemerintah pusat. Berdasarkan pertumbuhannya, dana

perimbangan mengalami peningkatan yang tinggi pada awal desentralisasi fiskal

yaitu sebesar 121.32 persen. Pada tahun 2002, pertumbuhan dana perimbangan

mengalami penurunan sebesar 2.76 persen. Penurunan pertumbuhan dana

perimbangan tersebut akibat dari berkurangnya penerimaan dari bagi hasil pajak

dan dana alokasi umum, tetapi pada tahun berikutnya, dana perimbangan kembali

mengalami pertumbuhan yang positif.

Komponen pendapatan asli daerah terdiri dari: (1) pajak daerah, (2)

retribusi daerah, (3) laba badan usaha milik daerah (BUMD), dan (4) pendapatan

asli daerah lainnya. Perkembangan pendapatan asli daerah seperti digambarkan

pada Tabel 11 dan Tabel 12 menunjukkan bahwa pada awal desentralisasi fiskal,

hampir semua komponen pembentuk pendapatan asli daerah mengalami

(4)

Tabel 11. Perkembangan Kontribusi Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005

Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pajak Daerah Retribusi Laba BUMD PAD Lain Tahun PAD

(Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%)

1995 10 764.61 2 698.26 25.07 4 003.83 37.19 1 099.47 10.21 2 963.05 27.53 1996 11 817.98 2 976.26 25.18 5 521.91 46.72 1 508.19 12.76 1 811.63 15.33 1997 11 614.14 2 971.40 25.58 5 555.72 47.84 1 272.23 10.95 1 814.80 15.63 1998 7 433.98 2 925.58 39.35 3 044.01 40.95 581.50 7.82 882.89 11.88 1999 8 308.50 2 681.53 32.27 2 790.34 33.58 1 593.63 19.18 1 243.01 14.96 2000 17 125.91 2 788.66 16.28 4 034.75 23.56 682.49 3.99 9 620.01 56.17

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 72 436.99 4 173.08 5.76 24 386.93 33.67 909.80 1.26 42 967.17 59.32 2002 42 998.81 3 995.93 9.29 5 347.61 12.44 1 118.85 2.60 32 536.43 75.67 2003 41 997.92 5 314.25 12.65 11 718.12 27.90 1 268.64 3.02 23 696.91 56.42 2004 42 470.59 7 386.28 17.39 15 310.77 36.05 836.41 1.97 18 937.12 44.59 2005 50 838.69 6 883.19 13.54 15 257.86 30.01 1 402.02 2.76 27 295.62 53.69 Rata-rata 20.22 33.63 6.96 39.20

(5)

Tabel 12. Perkembangan Pertumbuhan Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005

Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pajak Daerah Retribusi Laba BUMD PAD Lain Tahun Nominal (Juta Rp.) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp.) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp.) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp.) Tumbuh (%) 1995 2 698.26 4 003.83 1 099.47 2 963.05 1996 2 976.26 10.30 5 521.91 37.92 1 508.19 37.17 1 811.63 -38.86 1997 2 971.40 -0.16 5 555.72 0.61 1 272.23 -15.65 1 814.80 0.18 1998 2 925.58 -1.54 3 044.01 -45.21 581.50 -54.29 882.89 -51.35 1999 2 681.53 -8.34 2 790.34 -8.33 1 593.63 174.05 1 243.01 40.79 2000 2 788.66 4.00 4 034.75 44.60 682.49 -57.17 9 620.01 673.93

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 4 173.08 49.64 24 386.93 504.42 909.80 33.31 42 967.17 346.64 2002 3 995.93 -4.25 5 347.61 -78.07 1 118.85 22.98 32 536.43 -24.28 2003 5 314.25 32.99 11 718.12 119.13 1 268.64 13.39 23 696.91 -27.17 2004 7 386.28 38.99 15 310.77 30.66 836.41 -34.07 18 937.12 -20.09 2005 6 883.19 -6.81 15 257.86 -0.35 1 402.02 67.62 27 295.62 44.14 Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun)

(6)

Pajak daerah tumbuh sebesar 49.64 persen pada tahun 2001. Pada tahun

berikutnya pertumbuhan pajak daerah mengalami fluktuasi tetapi dengan nominal

yang masih lebih besar dibandingkan sebelum desentralisasi fiskal. Apabila dilihat

dari kontribusinya, pajak daerah mulai mengalami penurunan kontribusi terhadap

pendapatan asli daerah sejak menjelang desentralisasi fiskal, yaitu tahun 2000.

Kemudian pada beberapa tahun berikutnya, pajak daerah selalu lebih kecil

daripada sebelum tahun 2000.

Pertumbuhan dan nominal dari laba badan usaha milik daerah mengalami

fluktuasi baik sebelum maupun setelah desentralisasi fiskal. Laba badan usaha

milik daerah memiliki kontribusi paling kecil dalam pembentukan pendapatan asli

daerah, dengan rata-rata kontribusi sebesar 6.96 persen/tahun. Sama halnya

dengan pajak daerah, laba badan usaha milik daerah mulai mengalami penurunan

kontribusi menjelang desentralisasi fiskal dan terus berlanjut hingga beberapa

tahun berikutnya.

Retribusi dan pendapatan asli daerah lainnya merupakan komponen

terakhir dalam pembentukan pendapatan asli daerah. Pada awal desentralisasi

fiskal, retribusi dan pendapatan asli daerah lainnya merupakan komponen

pendapatan asli daerah yang mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu

masing-masing sebesar 504.42 persen dan 346.64 persen. Pada tahun berikutnya,

pertumbuhan kedua komponen pendapatan asli daerah tersebut mengalami

fluktuasi. Khusus untuk pendapatan asli daerah lainnya, walaupun setelah tahun

2001 mengalami penurunan pertumbuhan, tetapi kontribusinya tetap dominan

(7)

Pajak daerah dan retribusi sebelum desentralisasi fiskal, memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan pendapatan asli daerah.

Setelah desentralisasi fiskal, kontribusi kedua sumber pendapatan asli daerah

tersebut mengalami penurunan sehingga kontribusi pembentuk terbesar

pendapatan asli daerah beralih ke pendapatan asli daerah lainnya.

Pajak daerah dan retribusi dirancang pemerintah sebagai tumpuan

pendapatan asli daerah. Walaupun setelah desentralisasi fiskal terjadi peningkatan

terhadap kedua sumber pendapatan asli daerah tersebut, tetapi kontribusinya

cenderung mengalami penurunan. Pemerintah daerah tidak dapat memperbesar

kontribusi pajak dan retribusinya dengan cara memungut jenis pajak dan retribusi

baru karena berdampak pada semakin tingginya beban biaya produksi yang harus

ditanggung pengusaha. Menurut simanjuntak (2003), sebagian dari pajak dan

retribusi baru tersebut tidak efisien dan cenderung menimbulkan distorsi bagi

kegiatan ekonomi sehingga mengganggu para pengusaha dan investor dalam

melakukan kegiatan di daerah. Selain itu, instrumen pemungutan pajak dan

retribusi baru menurut Lewis (2003) ternyata tidak terbukti menjadi pemicu dalam

meningkatkan kapasitas fiskal daerah karena kontribusinya yang masih sangat

kecil. Usaha yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan

kontribusi pajak daerah adalah dengan ekstensifikasi dan menertibkan para wajib

pajak agar tidak mangkir dari kewajibannya.

Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999, dana perimbangan

terdiri dari: (1) bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, (2) bea

perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam,

(8)

menunjukkan bahwa kontribusi dana alokasi umum dominan dalam membentuk

penerimaan daerah dengan kontribusi rata-rata sebesar 72.34 persen/tahun.

Setelah desentralisasi fiskal, kontribusi dana alokasi umum terhadap dana

perimbangan mengalami kecenderungan meningkat dengan kontribusi terbesar

terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 80.76 persen. Berdasarkan pertumbuhannya,

dana alokasi umum mengalami peningkatan yang signifikan pada awal

dilaksanakannya desentralisasi fiskal, yaitu sebesar 125.06 persen. Hal ini

disebabkan karena formulasi dana alokasi umum yang baru, dirancang pemerintah

agar dapat mengurangi ketimpangan horizontal dan membiayai kebutuhan fiskal

daerah yang semakin besar.

Tabel 13. Perkembangan Kontribusi Komponen Dana Perimbangan Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005

Komponen Dana Perimbangan

BHP BHBP DAU Tahun

Dana Perimbangan

(Juta Rp) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%)

1995 241 159.74 73 366.81 30.42 21 042.83 8.73 146 750.10 60.85 1996 240 950.67 70 622.33 29.31 21 883.03 9.08 148 445.31 61.61 1997 231 680.75 68 012.26 29.36 21 381.73 9.23 142 286.76 61.42 1998 238 977.77 53 732.10 22.48 15 588.64 6.52 169 657.04 70.99 1999 251 842.35 43 592.35 17.31 13 835.23 5.49 194 414.76 77.20 2000 245 685.22 37 566.09 15.29 15 902.92 6.47 192 216.21 78.24

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 543 753.68 55 539.13 10.21 12 264.37 2.26 432 605.93 79.56 2002 528 762.32 49 226.03 9.31 43 557.00 8.24 427 034.85 80.76 2003 749 164.32 72 028.70 9.61 34 724.48 4.64 523 099.85 69.82 2004 770 669.84 84 739.16 11.00 29 248.73 3.80 612 583.48 79.49 2005 823 251.04 97 189.58 11.81 21 462.39 2.61 624 358.08 75.84 Rata-rata 17.83 6.10 72.34

Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun)

Komponen bagi hasil selanjutnya adalah bagi hasil pajak. Kontribusi bagi

hasil pajak terhadap pembentukan bagi hasil sebesar rata-rata 17.83 persen/tahun.

(9)

setelah desetralisasi fiskal, bagi hasil pajak cenderung mengalami penurunan

kontribusi setelah desetralisasi fiskal. Walaupun mengalami penurunan kontribusi

tetapi dilihat secara nominal tetap mengalami peningkatan. Berdasarkan

pertumbuhannya, bagi hasil pajak mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada

awal desentralisasi fiskal yaitu sebesar 47.84 persen. Peningkatan pertumbuhan

bagi hasil pajak tersebut dikarenakan setelah desentralisasi fiskal pemerintah

daerah lebih serius dalam menggali sumber-sumber bagi hasil pajak, guna

membiayai semakin besarnya pengeluaran yang harus dibiayai oleh pemerintah

daerah.

Tabel 14. Perkembangan Pertumbuhan Komponen Dana Perimbangan Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005

Komponen Dana Perimbangan

BHP BHBP DAU Tahun Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) 1995 73366.81 21042.83 146750.10 1996 70622.33 -3.74 21883.03 3.99 148445.31 1.16 1997 68012.26 -3.70 21381.73 -2.29 142286.76 -4.15 1998 53732.10 -21.00 15588.64 -27.09 169657.04 19.24 1999 43592.35 -18.87 13835.23 -11.25 194414.76 14.59 2000 37566.09 -13.82 15902.92 14.95 192216.21 -1.13

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 55539.13 47.84 12264.37 -22.88 432605.93 125.06 2002 49226.03 -11.37 43557.00 255.15 427034.85 -1.29 2003 72028.70 46.32 34724.48 -20.28 523099.85 22.50 2004 84739.16 17.65 29248.73 -15.77 612583.48 17.11 2005 97189.58 14.69 21462.39 -26.62 624358.08 1.92 Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun)

Komponen dana perimbangan yang terakhir adalah bagi hasil bukan pajak.

Bagi hasil bukan pajak memberikan kontribusi paling kecil terhadap pembentukan

(10)

kontribusi setelah desentralisasi fiskal. Penurunan kontribusi tersebut dikarenakan

peningkatan bagi hasil bukan pajak tidak mampu mengimbangi peningkatan dana

alokasi umum. Berdasarkan pertumbuhannya, bagi hasil bukan pajak mengalami

penurunan sebesar 22.88 persen setelah desentralisasi fiskal dilaksanakan.

Penurunan tersebut disebabkan Kalimantan Tengah tidak memiliki sumber daya

alam berupa minyak bumi dan gas alam. Tetapi di masa mendatang, sumbangan

bagi hasil bukan pajak diharapkan akan meningkat karena Kalimantan Tengah

memiliki banyak sumber daya alam lainnya seperti emas dan batu bara yang

belum tereksploitasi.

4.2. Kondisi Pengeluaran Pemerintah Daerah

Menilai kondisi pengeluaran daerah dapat dilakukan dengan mengevaluasi

pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan daerah. Berdasarkan Tabel 15

dan Tabel 16 diketahui bahwa alokasi untuk pengeluaran rutin terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata alokasi sebesar 54.41 persen/tahun.

Pengeluaran rutin sebagian besar dialokasikan untuk membiayai gaji pegawai

daerah, oleh karena itu peningkatan yang signifikan dalam alokasi pengeluaran

rutin tidak dapat dihindari karena setelah desentralisasi fiskal terjadi penyerahan

pembiayaan pegawai dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Berdasarkan

pertumbuhannya, pengeluaran rutin mengalami peningkatan yang cukup

signifikan setelah desentralisasi fiskal yaitu sebesar 113.55 persen.

Komponen pengeluaran daerah berikutnya adalah pengeluaran

pembangunan. Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang ditujukan

untuk membiayai berbagai proyek pemerintah daerah di setiap sektor. Alokasi

(11)

45.60 persen/tahun. Menurunnya alokasi pengeluaran pembangunan dikarenakan

meningkatnya pengeluaran yang dialokasikan untuk pengeluaran rutin. Meskipun

pengeluaran pembangunan mengalami penurunan kontribusi, tetapi

pertumbuhannya mengalami peningkatan. Pada awal desentralisasi fiskal,

pengeluaran pembangunan tumbuh sebesar 113.55 persen. Pertumbuhan yang

positif dalam pengeluaran pembangunan terus berlanjut sampai tahun 2005.

Tabel 15. Perkembangan Alokasi Pengeluaran Rutin dan Pembangunan Kalimantan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tengah Tahun 1995-2005

Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan Tahun

Pengeluaran Total

(Juta Rp.) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) 1995 257033.80 92428.35 35.96 164605.45 64.04 1996 250129.75 96693.10 38.66 153436.65 61.34 1997 240656.41 89958.84 37.38 150697.56 62.62 1998 234539.62 138453.40 59.03 96086.22 40.97 1999 264243.23 159603.20 60.40 104640.04 39.60 2000 247415.98 149107.39 60.27 98308.59 39.73

Setelah Desentralisasi Fiskal

2001 562684.62 352749.45 62.69 209935.17 37.31 2002 562705.81 350436.87 62.28 212268.94 37.72 2003 726887.78 425742.92 58.57 301144.86 41.43 2004 817348.87 500259.72 61.21 317089.15 38.79 2005 896186.33 555941.12 62.03 340568.21 38.00 Rata-rata 54.41 45.60

Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun)

Berdasarkan hasil evaluasi kondisi fiskal pemerintah daerah secara

keseluruhan, diketahui bahwa telah terjadi peningkatan yang besar pada

penerimaan daerah. Peningkatan tersebut terjadi karena desentralisasi fiskal

menyebabkan kontribusi dana perimbangan meningkat, walaupun di sisi lain

terjadi penurunan kontribusi pendapatan asli daerah. Peningkatan penerimaan

Gambar

Tabel 10.  Perkembangan Pertumbuhan  Komponen Pembentuk Penerimaan  Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun  1996, Tahun 1995-2005
Tabel 11.  Perkembangan Kontribusi Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga  Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005
Tabel 12.  Perkembangan Pertumbuhan Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar  Harga Konstan Tahun 1996, Tahun 1995-2005
Tabel  14.  Perkembangan Pertumbuhan Komponen Dana Perimbangan  Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996,  Tahun 1995-2005
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2008, provinsi Papua Barat merupakan daerah yang mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 8,68 persen, sedangkan daerah yang mengalami pertumbuhan negatif pada

Oleh karena itu, penelitian mengenai penentuan umur masak optimal tandan buah kelapa sawit untuk memperoleh benih bervigor tinggi (mutu maksimal) sangat

Proses pengindeksan yang dilakukan dalam pengujian sistem memakan waktu yang relatif lama yaitu 135 menit 32 detik untuk jumlah dokumen sebanyak 40 dengan rata- rata jumlah

Untuk mengatasi permasalahan yang telah disebutkan diatas, penulis mengajukan usulan pemecahan dalam bentuk aplikasi Media pembelajaran pengenalan nama - nama hewan

[r]

Pola asuh ibu berdasarkan asuhan perawatan dasar anak, mayoritas ibu mengasuh anak sendiri, imunisasi dasar pada anak sebelum usia 1 tahun tidak lengkap

JUMLAH KEPALA SEKOLAH DAN GURU MENURUT STATUS KEPEGAWAIAN DAN JABATAN TIAP PROVINSI NUMBER OF HEADMASTERS AND TEACHERS BY PERSONNEL STATUS, RESPONSIBILITY AND PROVINCE TK /

Sedangkan menurut Teguh (2009) menjelaskan bahwa seleksi adalah proses yang terdiri dari beberapa langkah.. yang spesifik dari beberapa kelompok pelamar yang paling