• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ajaran komunisme dan Islam dalam perspektif H. M. Misbach (1876-1926).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ajaran komunisme dan Islam dalam perspektif H. M. Misbach (1876-1926)."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

AJARAN KOMUNISME DAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF

H. M. MISBACH (1876-1926)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh

Tri Ahmad Faridh NIM. F020915183

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Dalam tulisan-tulisannya, H. M. Misbach (1876-1926) sering menyebutkan keselarasan antara Komunisme dan Islam. Ia menyatakan bahwa kawan yang Komunis namun menyerang Islam, maka ia bukan Komunis sejati. Sebaliknya, kawan yang Islam namun tidak menyetujui Komunisme, maka ia bukan Muslim sejati. Kini pemikiran H. M. Misbach diangkat kembali oleh kelompok-kelompok kiri, baik komunisme radikal, reformis kiri, dan teologi pembebasan lainnya untuk melegitimasi pergerakan mereka. Oleh karenanya, penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana sebenarnya keselarasan ajaran Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach. Dalam penelitian ini akan diuraikan bagaimana ia memahami Komunisme dan Islam, kemudian dianalisis persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya berdasarkan perspektif H. M. Misbach. Dengan demikian akan diketahui sejauhmana keselarasan kedua ajaran tersebut. Penelitian ini adalah penelitian library research, berbentuk studi tokoh. Adapaun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis. Penelitian ini merekonstruksi tulisan-tulisan H. M. Misbach yang tertulis dalam surat kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak, dan merekonstruksi sepak terjangnya yang tercatat dalam tulisan-tulisan sekunder lainnya, yang berkaitan dengan ekspresi pemahamannya terhadap Islam dan Komunisme. Penelitian ini menunjukkan bahwa H. M. Misbach adalah tokoh yang kuat memegang nilai-nilai Islam, namun terbuka terhadap ilmu-ilmu lain yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan keislaman. Pertemuannya dengan Komunisme telah membuka sebab-sebab keterpurukan umat, dan memperjuangkan secara radikal dan non-kooperatif terhadap penjajahan kapitalisme. Namun nampak H. M. Misbach kurang memahami bagaimana utuhnya Komunisme itu. Jika ditelaah kesamaan antara Komunisme dan Islam dalam pandangan H. M. Misbach, maka kesamaannya hanyalah pada kritik terhadap kapitalisme, namun pada pandangan filsafat materialisme-dialektika-historis, cita-cita ekonomi-politik, dan revolusi kelasnya, nampaknya kedunya mengalami perbedaan-perbedaan.

(7)

ABSTRACT

In his writings, H. M. Misbach (1876-1926) often mentioned the harmony between Communism and Islam. He claimed that a comrade was Communist but attacked Islam, so he was not a true Communist. On the contrary, a friend of Islam who does not approve of Communism, then he is not a true Muslim. Now the thought of H. M. Misbach is reappointed by leftist groups, both radical communism, leftist reformists, and other liberation theologies to legitimize their movement. Therefore, this study raises the question of how exactly the harmony of the teachings of Communism and Islam according to H. M. Misbach. In this study will be described how he understood Communism and Islam, then analyzed the similarities and differences based on the perspective of H. M. Misbach. Thus will be known how far the harmony of these two teachings. This research is library research, in the form of character study. Adapaun approach used is a historical approach. This research reconstructs the writings of H. M. Misbach written in the newspapers of Medan Moeslimin and Islam Move, and reconstructs the recorded footage recorded in other secondary writings relating to the expression of his understanding of Islam and Communism. This study shows that H. M. Misbach is a strong figure holding Islamic values, but open to other sciences that can be used to achieve Islamic goals. His encounter with Communism has opened up the causes of the misery of the umma, and radically and non-cooperatively fighting against the colonialism of capitalism. However, it appears that H. M. Misbach does not understand how intact communism is. If we examine the similarities between Communism and Islam in the view of H. M. Misbach, the similarity is only to criticism of capitalism, but to the philosophical view of dialectic-historical materialism, its political-economic ideals and revolutions, it appears that both of them have differences.

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 11

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Kegunaan Penelitian ... 13

F. Kerangka Teoretik ... 14

G. Penelitian Terdahulu ... 16

H. Metode Penelitian ... 17

I. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II DASAR-DASAR AJARAN IDEOLOGI KOMUNISME ... 29

A. Pengertian Ideologi ... 29

(9)

1. Filsafat Materialisme-Dialektika-Historis ... 34

2. Pandangan Ekonomi-Politik Komunisme ... 42

3. Revolusi Kelas Kaum Proletar ... 47

BAB III KOMUNISME DAN ISLAM DALAM PANDANGAN H. M. MISBACH ... 49

A. Komunisme dalam Pandangan H. M. Misbach ... 49

B. Islam dalam Pandangan H. M. Misbach ... 59

BAB IV JALAN BERFIKIR H. M. MISBACH DALAM MENERIMA KOMUNISME ... 72

BAB V PERBANDINGAN KOMUNISME DAN ISLAM DALAM PANDANGAN H. M. MISBACH... 103

A. Analisis terhadap Pernyataan H. M. Misbach tentang Relevansi Komunisme dan Islam ... 103

B. Analisis Perbandingan Ajaran Komunisme dan Islam dalam Perspektif H. M. Misbach ... 115

BAB VI PENUTUP ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 129

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam dan Komunisme sejatinya merupakan dua ideologi yang berbeda, bahkan pada tataran landasan filosofisnya memiliki perbedaan yang bertolak belakang. Tjokroaminoto menyebutkan bahwa dalam Islam mendasarkan pada pandangan bahwa segala sesuatu asalnya dari Allah, oleh Allah dan kembali kepada Allah (Uit

God, door God en tot God ilin alle dingen). Sebaliknya Komunisme memiliki dasar

filosofis yang disebut Historis materialisme yang mengajarkan bahwa segala sesuatu dari benda, oleh benda dan kembali kepada benda (Uit de stof, door de stof, tot de stof

ziin alle dingen). Oleh karenanya Tjokroaminoto memperingatkan agar tidak tersesat

dengan paham Wenschappelilik Socialisme (Komunisme) tersebut yang menjauhkan dari keimanan kepada Allah tersebut.1 Begitu pula umat Islam hingga hari ini pun mayoritas akan menganggap Komunisme akan berseberangan dengan ajaran Islam.

Namun dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia paham dan gerakan Komunisme terlihat dapat diterima oleh sebagian umat Islam. Bahkan mereka menyatakan tidak ada pertentangan antara Islam dengan Komunisme. Komunisme dianggap relevan dengan ajaran Islam. Bonnie Triyana, sejarawan dan pendiri majalah Historia menyebutkan bahwa pada awal-awal tahun pergerakan nasional, di

1

(12)

2

daerah Banten dan Silungkang Sumatera Barat, dua daerah yang mayoritas penduduknya muslim fanatik, bisa sekaligus menerima kehadiran Partai Komunis Indonesia (PKI). Komunisme diterima kalangan ulama di Banten. Terlebih Sarekat Islam (SI) Banten dipimpin oleh tokoh moderat, Hasan Djajadiningrat. Tokoh SI yang memainkan peran penting dalam perkembangan Komunisme di Banten adalah Kyai Haji Achmad Chatib, menantu kyai terkemuka Haji Asnawi Caringin. Tokoh penting lain adalah Ahmad Basaif yang keturunan Arab dan pandai bahasa Arab serta dipandang khusyuk dalam beribadah. Dia bersama Puradisastra dan Tubagus Alipan, menjadi pionir gerakan yang mengkombinasikan Islam dan Komunisme di Banten. Banyak tokoh-tokoh ulama bersama jawara memainkan peranan penting dalam pemberontakan PKI pada 1926 di Banten. Pemberontakan serupa terjadi di Silungkang pada awal 1927, juga digerakkan oleh guru agama dan saudagar.2 Dari fakta tersebut, bahwa di daerah Banten dan Silungkang-Sumatera Barat, dua daerah yang mayoritas penduduknya muslim fanatik, bisa sekaligus menerima kehadiran Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini menandakan Islam dan Komunisme pernah satu jalan.

Lebih lanjut Nor Hiqmah, penulis buku H. M. Misbach: Kisah Haji Merah, menyebutkan bahwa Islam dan Komunisme pernah bersatu baik dalam kekuatan politik dan Ideologis dalam melawan kapitalisme Belanda saat menjajah Indonesia. Bahkan Nor Hiqmah menyebutkan bahwa Islam dan Komunisme telah diupayakan

2

(13)

3

persatuannya secara teoritis oleh “Pendekar Islam” dari Solo, H. M. Misbach

(1876-1926), yang kemudian dianggap oleh Nor Hiqmah sebagai perumus pertama persatuan agama dan Komunisme yang kemudian melahirkan teologi pembebasan, jauh sebelum umat Katolik Amerika Latin merumuskan teologi pembebasan di kemudian hari.3

H. M. Misbach memang selama ini dikenal sebagai tokoh yang tidak anti terhadap Komunisme. Walau pada tahun-tahun sebelum 1923 ia adalah anggota dan mubaligh kritis yang mewakili organisasi Sarekat Islam (SI) di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto, namun sejak tahun 1923 H. M. Misbach telah berubah aktif sebagai propagandis SI Merah yang cenderung mempropagandakan keselarasan Islam dan Komunisme. Bahkan pada kongres PKI/SI Merah di Bandung dan Sukabumi pada awal Maret 1923, Datoek Toemenggoeng Landjoemin, pemimpin Komunis Sumatra Barat, melaporkan pidato H. M. Misbach dalam kongres tersebut sebagai berikut:

Di tengah tepuk tangan keras yang bergema itu Haji Mohammad Misbach menaiki podium.

Pembicara itu mulai memperkenalkan dirinya: Saya bukan Haji, tapi (sekadar) Mohammad Misbach. Seorang Jawa, yang telah memenuhi kewajibannya sebagai muslim dengan melakukan perjalanan suci ke Mekah dan Medinah. Dengan mendasarkan pada Quran. pembicara itu berpendapat bahwa ada beberapa hal yang bersesuaian antara ajaran Quran dan Komunisme. Misalnya. Quran menetapkan bahwa merupakan kewajiban setiap muslim untuk mengakui hak asasi manusia. dan pokok ini juga ada dalam prinsip-prinsip program Komunis.

Selanjutnya, adalah perintah Tuhan bahwa (kita) harus berjuang melawan penindasan dan penghisapan. lni juga salah satu sasaran Komunisme. Sehingga

3

(14)

4

benar jika dikatakan bahwa ia yang tidak dapat menerima prinsip-prinsip Komunisme itu bukan muslim sejati.4

Dari laporan tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada penolakan pada diri H. M. Misbach terhadap Komunisme, bahkan H. M. Misbach menujukkan keselarasan antara Islam dengan Komunisme.

Selain itu H. M. Misbach juga menunjukkan keselarasan ajaran Komunisme dan agama Islam itu pada tulisan lain. Pada surat kabar Medan Moeslimin di tahun 1925 ia menulis sebagai sebagai berikut:

… Kawan kita yang mengakui dirinya sebagai seorang Komunis, akan tetapi masih suka mengeluarkan pikiran yang bermaksud akan melenyapkan agama Islam, itulah saya berani mengatakan bahwa mereka bukanya Komunis yang sejati, atau mereka belum mengerti duduknya Komunis; pun sebaliknya, orang yang suka dirinya Islam tetapi tidak setuju adanya Komunisme, saya berani mengatakan bahwa ia bukan Islam yang sejati, atau belum mengerti betul-betul

tentang duduknya agama Islam…5

Kutipan tulisan tersebut merupakan kutipan yang paling sering diajukan untuk menunjukkan bahwa dalam pandangan H. M. Misbach, Komunisme dan Islam memang bisa bersatu dan tidak ada pertentangan.

Bahkan selanjutnya Komunisme tidak hanya menunjukkan keselarasan dengan Islam, namun bagi H. M. Misbach ajaran Komunisme yang menunjukkan dirinya untuk mendapatkan pencerahan dan menemukan Islam yang sejati. Hal tersebut dapat

4

Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Terj. Hilmar Farid (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, I997), 361.

5 H. M. Misbah, “Islamisme dan Kommunisme”,

(15)

5

diketahui dari tulisannya pada surat kabar Medan Moeslimin No.10 tahun 1926 sebagai berikut:

Hai saudara-saudara ketahuilah! Saya seorang yang mengaku setia pada Igama dan juga masuk dalam lapang pergerakan Komunist, dan saya mengaku bahwa tambah terbukanya pikiran saya di lapang kebenaran atas perintah Igama Islam itu, tidak lain ialah dari sesudah saya mempelajari ilmu Komunisme...

Sesudah saya mendapat pengetahuan yang demikian itu, dalam hati saya selalu berpikir-pikir tentang berhubungannya dengan fatsal Igama, sebab saya ada rasa bahwa ilmu Komunist suatu pendapat yang baru, saya ada pikir, hingga rasa dalam hati berani menentukan, bahwa perintah dalam agama mesti menerangkan juga sebagaimana aturan-aturan Komunisme.

Hingga kita senantiasa memahami artikel-artikel dari perintah Tuhan yang telah tertulis dalam buku al-Quran, dapatlah kita beberapa ayat yang terhadap kepada ilmu Komunis, hal yang demikian ini hingga lantas bisa menambahi penerangan dalam hati saya.

Dari dalamnya rasa hari saya lantaran tertarik penerangan tersebut, hingga sampai menjatuhkan airmata kita, keluarnya airmata kita lantas bisa menambah ketakutan kita kepada tuhan, yang lantas bisa mengganti fikiran baru dari fikiran yang telah kita jalankan selama-lamanya, tentang perbuatan kita yang sama terhanggap berdasar Igama yang telah lalu, jauh sekali dari pada petunjuk Igama yang hak (sejati).6

Demikianlah sekilas ulasan mengenai pandangan H. M. Misbach yang mengarahkan pemahaman kita bahwa H. M. Misbach benar-benar berkeyakinan bahwa Komunisme itu sejalan tidak ada pertentangannya dengan Islam sepenuhnya.

Namun demikian apakah penyatuan kedua ideologi itu benar-benar telah bersatu tanpa pertentangan secara teoris sama sekali antar keduanya? Inilah yang menarik untuk selanjutnya dikaji. Jika H. M. Misbach dipandang telah mempersatukan

6 H. M. Misbah, “Nasehat dari ketua kita H.M.

(16)

6

ideologi Komunisme dengan Islam secara teoritis, maka patut pula dikaji apakah benar-benar prinsip-prinsip ideologi Komunisme tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam? Apakah tidak ada prinsip-prinsip ajaran Komunisme yang diabaikan oleh H. M. Misbach agar Komunisme bisa dianggap sesuai dengan ajaran Islam? Sehingga dari penelusuran tersebut akan dapat diketahui sejauh mana relevansi atau kesesuaian ajaran ideologi Komunisme dengan Islam dalam pandangan H. M. Misbach.

Pada sisi lain, adalah Takashi Shiraishi, peneliti dari Jepang, yang mengemukakan bahwa sebenarnya H. M. Misbach tidak pernah bermaksud menggabungkan secara teoritis idelogi Komunisme dengan Islam. H. M. Misbach hanya menggunakan “ilmu Komunisme” untuk menegakkan ajaran Islam yang ia

perjuangkan. Takashi Shiraishi menyebutkan sebagai berikut:

Cap Komunis Islam ini tidak salah jika mengingat ia adalah tokoh pergerakan terkemuka dengan tujuan "memajukan Islam" yang bergabung dengan PKI. Akan tetapi, cap semacam ini salah kaprah karena Misbach tidak pernah berbicara tentang Komunisme Islam yang seakan-akan Islam banyak macamnya, seperti Komunis Islam, kapital isme Islam, dan imperialisme Islam. la tetap seorang muslim yang perhatian terbesarnya adalah membuktikan ke-Islaman sejati pada dirinya sendiri dan sesama muslim Hindia, dengan kata dan perbuatan.7

...

Idenya tentang Islamisme dan Komunisme tidak dapat diklasifikasikan ke kategori apa pun. Tetapi, jika kita ikuti kata dan perbuatannya yang dipakainya untuk menerangi dunia lingkungan hidupnya, ia bukanlah sosok yang membingungkan lagi. la adalah muslim putihan Jawa yang mencoba

7

(17)

7

membuktikan kemurnian lslamnya dengan berjuang melawan semua fitnah sebagaimana diungkapkan kepadanya oleh toean Karl Marx.8

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada persatuan secara penuh antara ideologi Komunisme dengan Islam secara teoritis sebagaimana yang disampaikan Nor Hiqmah. Keduanya tidak saling lebur, hanya saja terdapat beberapa pandangan dalam Komunisme yang dapat digunakan dalam perjuangan penegakan Islam dalam pandangan H. M. Misbach. Namun disayangkan, Takashi Shiraishi tidak menjelaskan secara rinci berdasarkan kajian ideologi, apa saja pandangan ideologi Komunisme yang tidak diperhitungkan oleh H. M. Misbach, atau bahkan apa saja pandangan yang berbeda antara ideologi Komunisme dengan Islam dalam pandangan H. M. Misbach.

Lebih lanjut Takashi Shiraishi menyebutkan bahwa H. M. Misbach bukan bagian dari gerakan Islam versi Tjokroaminoto dan Muhammadiyah pada saat itu, dan bukan pula bagian dari Komunisme. Takashi Shiraishi kemudian menyebutkan indikasi-indikasi bahwa H. M. Misbach memang tidak seKomunis sebagaimana Darsono dan Semaoen, bahkan H. M. Misbach terlihat lebih independen. Takashi Shiraishi menyebutkan indikasi itu antara lain: penolakan H. M. Misbach terhadap keengganan penggunaan asas Islam dalam tubuh Partai Komunisme Indonesia; terganggunya rencana revolusi yang sebagaimana dipahami Darsono oleh gerakan Sabilillahisme H. M. Misbach; dan ketidakmampuan PKI dalam mengontrol keindependenan PKI

8

(18)

8

afdeling Surakarta yang dipimpin H.M. Misbach.9 Ini menunjukkan bukti adanya

perbedaan antara Komunisme dalam pandangan H. M. Misbach dengan Komunisme itu sendiri sebagaimana yang dipahami Darsono dan Semaoen. Namun demikian Takashi Shiraishi tidak menguraikan lebih lanjut apa-apa yang disepakati, apa-apa yang ditolak, dan apa-apa yang diabaikan dari Komunisme oleh H. M. Misbach dalam suatu kajian ideologi tersendiri.

Mengkaji tentang apa-apa yang disepakati, apa-apa yang ditolak, dan apa-apa yang diabaikan dari Komunisme oleh H. M. Misbach dalam usahanya mencari kecocokan Komunisme dengan Islam memiliki nilai penting tersendiri. Ada beberapa alasan mengapa pembacaan relevansi ajaran Ideologi Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach menjadi penting. Pertama, selama ini justru yang dikaji dari pendangan H. M. Misbach adalah persamaan-persamaan atau titik temu antara Komunisme dan Islam, sedangkan apa yang berbeda dan apa yang tidak dikontraskan oleh H. M. Misbach dari ajaran ideologi Komunisme terhadap Islam, tidak dikaji. Padahal menemukan apa yang berbeda, dan apa yang tidak diperhitungkan dari ajaran Komunisme dalam kesesuaiannya dengan ajaran Islam, itu akan memberikan pemahaman apakah benar-benar Komunisme itu benar-benar bersesuaian secara utuh dengan ajaran Islam menurut H. M. Misbach. Pada peneliti H. M. Misbach sebelumnya, baik Nor Hiqmah maupun Takashi Shiraishi, tidak memberikan pembahasan yang memadai tentang hal-hal tersebut.

9

(19)

9

Kedua, yang menyebabkan penting mengkaji relevansi ajaran ideologi Komunisme dengan Islam dalam pandangan H. M. Misbach adalah diperkenalkannya kembali pemikiran H. M. Misbach pada masa saat ini. Ada upaya memberikan penekanan bahwa dalam pandangan H. M. Misbach tentang kesesuaian antara Islam dan ajaran Karl Marx yang merupakan pendiri Komunisme. Pada satu sisi ini merupakan memang usaha propaganda Komunsime yang baru di masa sekarang ini. Ambil saja tulisan dari laman milik kelompok Komunisme di Indonesia, Militan

Indonesia,10yang berjudul Misbach Si Haji Merah. Dalam artikel tersebut dituliskan

bahwa Haji Misbach yakin bahwa kapitalisme juga telah merusak agama, dan harus dilawan dengan Marxisme. Haji Misbach digambarkan sebagai seorang muslim yang taat namun ia juga seorang Komunis.11 Menurut peneliti, artikel tersebut memiliki arti usaha propaganda kelompok Komunis terhadap kaum beragama agar tidak anti terhadap Komunisme, sebagaimana yang dilegitimasikan lewat sikap H. M. Misbach. Bahkan lebih lanjut artikel tersebut merupakan upaya mengajak orang-orang beragama untuk bersama-sama bergabung dalam agenda perjuangan Komunisme.

Pada sisi lain, usaha memperkenalkan kembali gagasan keselarasan Komunisme dan Islam dalam pandangan H. M. Misbach, juga dilakukan dalam rangka

10

Militan Indonesia adalah laman yang terkait dengan gerakan dari jaringan Internastional Marxist Tendency (IMT) yang memiliki tujuan menyemai pimikiran-pemikiran Komunisme di seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Ted Sprague dan kawan-kawan lainnya yang merupakan kontributor-kontributor penting dalam Militan Indonesia tersebut telah berusaha mengumpulkan referensi-referensi Marxisme yang kemudian diunggah pada laman https://www.marxists.org/indonesia/index.htm. Dari laman tersebut kita akan dapat mengunduh berbagai karya tulis tokoh-tokoh Marxisme dunia, termasuk tokoh-tokoh Marxisme Indonesia.

11 Pandu Jakasurya, “Misbach si Haji Merah”, dalam

(20)

10

memperkenalkan dan mempropagandakan agenda gerakan-gerakan kiri lainnya di Indonesia, entah yang disebut kaum reformis12, maupun yang disebut gerakan teologi pembebasan.13 Usaha-usaha tersebut sepertinya juga semakin memperkeruh pemahaman tentang bagaimana seharusnya memposisikan keselarasan Komunisme dengan Islam dalam pandangan H. M. Misbach.

Dari hal-hal di ataslah, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana sebenarnya keselarasan ajaran ideologi Komunisme dengan ajaran Islam dalam pandangan H. M. Misbach. Diharapkan dengan penelitian ini akan didapatkan pemahaman yang tepat mengenai pandangan H. M. Misbach tentang Komunisme dan Islam, sehingga tidak muncul legitimasi-legitimasi yang tidak tepat dengan menggunakan pandangan H. M. Misbach tentang Komunisme dan Islam.

12

Kelompok IMT menyebut kelompoknya sebagai Marxisme atau Sosialisme sejati yang menginginkan revolusi yang sesungguhnya dan mengkritik sistem demokrasi yang sekarang dijalankan, sedang kelompok lain seperti Partai Rakyat Demokratik, walau sama-sama memperjuangkan Sosialisme, namun karena turut berpartisipasi dalam sistem demokrasi saat ini, maka kemudian kelompok itu disebut oleh IMT sebagai kelompok reformis. Kelompok reformis ini dipandang hanya mengupayakan reformasi, dan menunda revolusi yang sesungguhnya. Kelompok reformis ini juga memiliki media on-line yang juga mengangkat tema keselarasan Komunisme dan Islam, seperti pada artikel berjudul Haji Merah dan Islam Komunis dalam laman Berdikari Online. Lihat http://www.berdikarionline.com/haji-merah-dan-islam-Komunis/

13

(21)

11

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas akan dapat ditemukan beberapa rumusan masalah yang dapat diangkat. Beberapa rumusan masalah itu antara lain:

1. Bagaimana ajaran Komunisme dan Islam yang dipahami oleh H. M. Misbach?

2. Bagaimana jalan berfikir H. M. Misbach dalam menerima Komunisme? 3. Apa persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara ajaran

Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach?

4. Bagaimana kritik terhadap pemikiran H. M. Misbach yang menganggap Komunisme dan Islam bersesuaian?

5. Bagaimana kritik terhadap kelompok-kelompok yang memanfaatkan pandangan H. M. Misbach mengenai Komunisme dan Islam untuk mempengaruhi orang-orang beragama agar menerima dan mendukung gerakannya?

(22)

12

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah yang disampaikan di atas, maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana keselarasan ajaran Komunisme dan Islam dalam perspektif H. M. Misbach (1876-1926)? Untuk menjawab hal tersebut akan diuraikan secara lebih rinci dalam sub-sub rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ajaran Komunisme dan Islam yang dipahami oleh H. M. Misbach?

2. Bagaimana jalan berfikir H. M. Misbach dalam menerima Komunisme? 3. Apa persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara ajaran

Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan utamanya untuk mengetahui sejauh mana relevansi ajaran ideologi Komunisme dan Islam dalam perspektif H. M. Misbach. Tujuan tersebut akan dapat terjawab jika telah:

1. mengetahui pemahaman ajaran Komunisme dan Islam yang dipahami oleh H. M. Misbach,

2. mengetahui jalan berfikir H. M. Misbach dalam menerima Komunisme? 3. mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara ajaran

(23)

13

E. Kegunaan Penelitian

Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian mengenai relevansi ajaran Komunisme dan Islam dalam perspektif H. M. Misbach. Berikut penjelasannya 1. Secara teoritis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk melengkapi kajian-kajian mengenai H. M. Misbach. Jika Takashi Shiraishi dalam bukunya Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa

1912-1926 banyak mengulas sepak terjang perjuangan H. M. Misbach pada

awal masa pergerakan nasional Indonesia lewat tinjauan sejarah, dan Nor Hiqmah banyak mengulas H. M. Misbach mengenai persamaan-persamaan Komunisme dan Islam, maka penelitian ini akan melengkapi kajian mengenai pandangan H. M. Misbach dengan tidak hanya mengkaji aspek-aspek yang sama antara Komunisme dengan Islam saja, tetapi juga mengkaji aspek-aspek dari ajaran Komunisme yang dipandang berbeda dengan Islam menurut H. M. Misbach, beserta aspek-aspek lain dari Komunisme yang tidak dikontraskan oleh H. M. Misbach dengan ajaran Islam.

(24)

14

memanfaatkan pernyataan keselarasan Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach. Penelitian ini akan menjadi bahan kritik terhadap kelompok-kelompok yang melakukan justifikasi secara keliru dengan memanfaatkan pandangan H. M. Misbach tersebut.

3. Manfaat praktis lainnya adalah dengan penelitian ini akan memberikan kejernihan dalam memandang pikiran H. M. Misbach yang terlihat menyatukan ideologi Komunisme dengan Islam. Dengan kejernihan mendudukkan pernyataan-pernyataan H. M. Misbach mengenai keselarasan Komunisme dengan Islam, ini akan menghindarkan masyarakat dari kebingungan saat kelompok-kelompok kiri mencoba membangkitkan kembali wacana pemikiran H. M. Misbach tentang Marxisme-Komunisme pada masa kekinian. Dengan demikian tidak akan mudah terjerumus pada pemikiran-pemikiran yang mencoba memadukan ide-ide Komunisme dengan Islam secara tidak proporsional.

F. Kerangka Teoretik

(25)

15

materialisme historis; Kedua, ekonomi politik, yang terdiri dari kritik kapitalisme, dan ekonomi sosialisme serta Komunisme; Ketiga, sosialisme ilmiah yang berisi strategi dan taktik perjuangan revolusi kaum proletar.14

Seiring dengan kajian dasar-dasar ajaran Komunisme tersebut maka selanjutnya kajian terhadap pemikiran H. M. Misbach dapat dilakukan pendalaman terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. pandangan keislaman H. M. Misbach terhadap filsafat materialisme-dialektika-historis Komunisme. Termasuk dalam bagian ini bagaimana pandangan keislaman H. M. Misbach terhadap pandangan Komunisme terhadap agama.

2. pandangan keislaman H. M. Misbach terhadap ekonomi-politik Komunisme. Termasuk dalam bagian ini adalah bagaimana pandangan keislaman H. M. Misbach terhadap pandangan kritis Komunisme terhadap Kapitalisme, dan terhadap cita-cita ekonomi-politik Komunisme.

3. pandangan keislaman H. M. Misbach terhadap revolusi kelas kaum proletar dalam Komunisme.

Adapun untuk memahami jalan berfikir H. M. Misbach dalam menerima Komunisme, dapat dilakukan kajian sejarah pemikiran H. M. Misbach, dan kemudian dapat ditinjau dengan teori interaksionisme simbolik. Dengan teori ini, maka sejarah hidup H. M. Misbach akan diulas dengan menunjukkan interaksi antara nilai-nilai

14

(26)

16

keislaman H. M. Misbach dengan pemahaman-pemahamannya terhadap Komunisme dalam situasi sosial-politik pada saat itu.

G. Penelitian Terdahulu

Ada dua rujukan penelitian yang cukup luas untuk mengenal Misbach, yakni karya Takashi Shiraishi berjudul Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa

1912-1926 yang diterbitkan pada tahun 1997, dan karya Nor Hiqmah berjudul H.M.

Misbach: Sosok dan Kontroversi Pemikirannya diterbitkan pada tahun 2000.15

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian Nor Hiqmah tersebut justru banyak mengkaji adalah persamaan-persamaan atau titik temu antara Komunisme dan Islam dari pandangan H. M. Misbach, sedangkan apa yang berbeda dan apa yang tidak dikontraskan oleh H. M. Misbach dari ajaran ideologi Komunisme terhadap Islam, tidak dikaji.

Nor Hiqmah kurang memberikan perhatian terhadap apa-apa yang menjadi kontradiksi dan tidak dikontraskan oleh H. M. Misbach antara Komunisme itu sendiri dengan Islam yang dipahami H. M. Misbach. Peneliti terdahulu ini seakan tidak melihat hal ini, sehingga seakan Komunisme telah bersesuaian secara utuh dengan Islam jika dilihat dari pemahaman H. M. Misbach. Sebagaimana Nor Hiqmah yang menyatakan bahwa H. M. Misbach telah menyatukan kedua ideologi tersebut. Maka dalam penelitian inilah apa-apa yang bertentangan, dan apa-apa yang belum dikontraskan H. M. Misbach dari ajaran Komunisme terhadap Islam akan dikaji.

15

(27)

17

Adalah Takashi Shiraishi yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa sejatinya H. M. Misbach tetap merupakan Muslim Putihan Jawa yang secara kebetulan menemukan ajaran Komunisme sebagai inspirasi dalam mengaktualisasikan paham keislamannya. Dengan demikian Takashi Shiraishi sebenarnya tidak menyetujui bahwa H. M. Misbach telah menyatukan kedua Ideologi tersebut, H. M. Misbach hanya meminjam saja analisa-analisa Komunisme terhadap permasalahan sosial yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya, untuk selanjutnya diarahkan pada tegaknya nilai-nilai Islam itu sendiri. Namun sayangnya dalam tulisan Takashi Shiraishi tidak ditemukan bagaimana titik perbedaan, dan titik yang tidak dilihat oleh H. M. Misbach dari Komunisme dalam upaya mencari kesesuaiannya dengan ajaran Islam secara utuh. Maka sekali lagi, dalam penelitian inilah hal-hal tersebut berusaha untuk diangkat sebagai hal yang utama.

H. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

(28)

18

tersebut.16 Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif sebab membutuhkan suatu pemahaman yang detail dan lengkap tentang pandangan H. M. Misbach tentang relevansi ajaran Komunisme dan Islam.

Penelitian ini juga bersifat penelitian kepustakaan (library research), sebab peneliti berhadapan langsung dengan teks (naskah), bukan dengan data-data yang dihasilkan dari penelitian langsung di lapangan seperti melalui pengamatan (observasi kejadian benda atau orang yang diteliti), atau wawancara dengan narasumber.17 Peneliti menggunakan penelitian yang bersifat kepustakaan ini sebab peneliti akan membahas tokoh yang ada di masa lampau, sehingga observasi atau wawancara tidak mungkin dilaksanakan. Penulis akan berinteraksi dengan dokumen-dokumen yang menggambarkan sang tokoh, terutama pemikiran tokoh mengenai ajaran Komunisme dan Islam.

Adapun bentuk model penelitiannya adalah studi tokoh. Dalam buku Studi

Tokoh, metode penelitian mengenai tokoh menyebutkan bahwa tujuan dari studi

tokoh ini adalah memperoleh gambaran tentang persepsi, motivasi, aspirasi, dan ambisi sang tokoh tentang bidang yang digeluti. Selain itu juga studi ini bertujuan memperoleh gambaran teknik dan strategi yang digunakannya dalam melaksankan tugas di bidang yang digeluti. Selain itu juga bertujuan memperoleh gambaran tentang bentuk-bentuk keberhasilan sang tokoh terkait bidang yang digeluti, dan yang

16

John W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014), 63-64.

17

(29)

19

terakhir dapat mengambil hikmah dari keberhasilan tokoh.18 Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti pandangan seorang tokoh Islam Indonesia, H. M. Misbach tentang relevansi ajaran Komunisme dan Islam.

Selain itu, penelitian ini termasuk pula dalam studi komparasi atau studi perbandingan. Dalam studi komparasi akan kaji keserupaan-keserupaan dan perbedaan-perbedaan yang dimainkan oleh fenomena, sekaligus memunculkan dan mengklasifikasikannya. Studi komparasi akan memberikan wawasan yang lebih dalam, dan lebih tepat tentang realitas yang dikaji tersebut daripada pemaparan atas masing-masing data secara terpisah, karena sebagai kelompok data ini saling menerangkan satu sama lain.19 Jika dalam ilmu perbandingan agama, Ali Mukti menyampaikan bahwa perbandingan agama akan mengkaji asal-usul, ciri-ciri, dan strukstur asasi agama-agama untuk maksud menentukan persamaan-persamaan perbedaan-perbedaan serta hubungan antara agama satu dengan selainnya,20 maka dalam penelitian ini akan dikaji persamaan-persamaan, dan perbedaan-perbedaan antara ideologi Komunisme dengan agama Islam dalam pandangan H. M. Misbach

2. Pendekatan penelitian

Adapun pendekatan penelitian keselarasan ajaran Komunisme dan Islam menurut pandangan H. M. Misbach ini adalah pendekatan sejarah atau historis. Berdasarkan pendapat M. Yatimin Abdullah, pendekatan historis atau sejarah dalam

18

Arief Furchan, dan Agus Maimun, Studi Tokoh: metode penelitian mengenai tokoh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 9.

19

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Terj. Sudiarja, et al. (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39-40.

20

(30)

20

pengkajian Islam bertujuan untuk merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.21 Dengan demikian dalam memperoleh kesimpulan bagaimana keselarasan ajaran Komunisme dan Islam dalam pandangan H. M. Misbach, akan dikumpulkan berbagai macam bukti-bukti baik berupa tulisan-tulisan karya H. M. Misbach, ungkapan-ungkapan yang pernah dilontarkan H. M. Misbach, maupun sepak terjang H. M. Misbach yang merupakan pengejawentahan keyakinan-keyakinan dalam dirinya.

Dalam pendekatan historis memang aspek historis bisa ditempatkan pada dua posisi, yakni sebagai objek kajian, atau sebagai alat bantu untuk mengkaji, dalam arti aspek sejarah itu adalah bagian dari metode penelitian. Dudung Abdurrahman menuliskan bahwa pendekatan historis tidak hanya untuk mengungkap pertumbuhan, perkembangan, dan kronologis peristiwa masa lalu, namun juga untuk mengenal gejala-gejala structural, faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual serta unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji.22 Dalam penelitian ini, aspek historis ditempatkan sebagai alat bantu untuk mengkaji, yakni mengkaji keselarasan ajaran Komunisme dan Islam menurut pandangan H. M. Misbach.

21

M.Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006), 222.

22

(31)

21

Selanjutnya Khaoiruddun Nasution menyebutkan ada beberapa teori yang dapat digunakan dalam pendekatan sejarah, di antaranya adalah penelitian secara dengan diakronik, dan sinkronik. Diakronik adalah penelusuran sejarah dan perkembangan satu fenomena yang sedang diteliti, sedangkan sinkronik adalah kontekstualisasi atau sosiologis kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang diteliti.23 Pada penelitian ini akan menggunakan pendekatan sejarah secara sinkronik, sebab penelitian ini tidak hendak menitik-beratkan pada gambaran perkembangan suatu peristiwa dalam kehidupan H. M. Misbach, tetapi justru ingin melihat fenomena hubungan antara pemahaman ajaran Komunisme dengan ajaran Islam pada diri H. M. Misbach, melalui perjalanan intelektual dan pergerakan sosial pada saat itu. Adapun langkah-langkah pendekatan historis dalam suatu penelitian terdiri atas heuristik (pengumpulan sumber data sejarah), kritik sumber sejarah, interpretasi fakta sejarah, dan historiografi (penulisan kembali sejarah secara sistematis)

3. Metode penggalian data

Dalam langkah-langkah pendekatan historis, pengumpulan sumber data dan penggaliannya masuk dalam langkah heuristik. Karena penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka penggalian datanya tidak akan menggunakan observasi ataupun wawancara, namun akan menggali data dari dokumen-dokumen yang menggambarkan pandangan H. M. Misbach tentang keselarasan ajaran Komunisme dan Islam. Dokumen yang menjadi sumber utama (primer) untuk penelitian ini adalah karya-karya tulis dari H. M. Misbach yang termuat dalam surat kabar Medan

23

(32)

22

Moeslimin dan Islam Bergerak, antara lain yang akan dirujuk dalam penelitian ini

adalah:

a. Seruan Kita, Medan Moeslimin, 15 Desember 1918

b. Perhimpunan Sidik-Amanah-Tableg-Vatonah di Surakarta Telah Mengaturkan Motie kepada Tuan Besar G.G.H.N. dan Adviseur Inl Zaken atau Pada Volksraad Seperti di Bawah Ini, Islam Bergerak, 10 Mei 1919

c. Raad Ulama, Islam Bergerak, 10 Desember 1919

d. Assalamu’alaikum waruhmatu’Lohi wa-barokatuh, Medan Moeslimin,

No. 7, 1922

e. Perbarisan Islam Bergerak: Pembaca Kita, Islam Bergerak, 10 November 1922

f. Mukmin dan Munafek?, Islam Bergerak,10 Desember 1922

g. Semprong Wasiat Partijdiesipline S.I. Tjokroaminoto Menjadi Racun

Pergerakan Ra’yat Hindia, Medan Moeslimin, No.9, 1923

h. Islam dan Aturannya, Medan Moeslimin, No. 10, 1923

i. Manokwari Bergoncang, Reactie Untuk Communist tentu dan Sudah Biasa, Medan Moeslimin, No. 7, 1925

j. Islamisme dan Kommunisme, Medan Moeslimin, No. 2-6, 1925

(33)

23

Dari sekian banyak karya tulis di atas, karya tulis kunci untuk membuka pandangan H. M. Misbach adalah tulisan-tulisan sekitar tahun 1923 dan tahun-tahun setelahnya. Sebab pada tahun-tahun inilah sepak terjang H. M. Misbach bersama kaum Komunisme mengalami puncak-puncaknya.

Adapun sumber-sumber penunjang lainnya antara lain adalah karya tulis sebelumnya seperti karya Takashi Shiraishi berjudul Zaman Bergerak: Radikalisme

Rakyat di Jawa 1912-1926, dan karya Nor Hiqmah berjudul H.M. Misbach: Sosok

dan Kontroversi Pemikirannya pada terbitan tahun 2000, atau H. M. Misbach: Kisah

Haji Merah pada terbitan tahun 2008, serta ulasan Yus Pramudya Jati, dan

kawan-kawan yang ada pada tulisan Haji Misbach Sang Propagandis: Aksi Propaganda di Surat Kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak (1915-1926).

Untuk penggalian data, dalam penelitian ini butuh menggunakan teknik mempelajari dokumen sebab sumber data penelitian adalah dokumen-dokumen. Lexy J. Moleong menyebutkan untuk memanfaatkan dokumen yang padat isinya biasanya digunakan teknik tertentu, umumnya yang dipakai adalah content analysis atau kajian isi. Teknik ini digunakan untuk mendeskripsikan secara obyektif, sistematis mengenai manifestasi komunikasi.24 Dalam penelitian ini akan dilakukan penentuan kategori dan satuan kajian (unit of analysis) yang kemudian dicari datanya pada sumber data secara bolak-balik.

4. Metode pengujian kredibilitas data

24

(34)

24

Metode pengujian kredibilitas data ini, dapat pula dianggap sebagai langkah kritik sumber data pada pendekatan historis. Untuk menguji kredibilitas data pada penelitian ini akan digunakan metode triangulasi. Metode triangulasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yakni menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.25

Dalam penelitian ini, sumber-sumber tulisan dari H. M. Misbach sendiri akan dapat digunakan untuk melacak dan memastikan bagaimana pemikiran H. M. Misbach terhadap Islam dan Komunisme, sedangkan untuk mengecek ungkapan-ungkapan dan sepak terjang H. M. Misbach yang mencerminkan padangannya Islam dan Komunisme (yang tidak tercantumkan dalam tulisan-tulisannya) akan dapat dilakukan dengan menelaah tulisan-tulisan sekunder dari Takashi Shiraishi, Nor Hiqmah dan Yus Pramudya Jati.

5. Metode analisis data

Analisa data dalam pendekatan sejarah masuk pada langkah interpretasi data sejarah. Basri dalam bukunya, Metodologi Penelitian Sejarah, ada dua jenis interpretasi, yaitu interpretasi monoistik, dan interpretasi pluralistik. Interpretasi monoistik adalah interpretasi terhadap peristiwa besar dalam aspek tertentu, sedangkan interpretasi pluralistik secara lebih luas, yakni mengintegrasikan sejarah dengan lingkup aspek lainnya seperti sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain. Kedua jenis interpretasi itu berdasarkan asumsi bahwa sejarah tidaklah terlepas dalam

25

(35)

25

menunjukan pola-pola peradaban yang bersifat multikompleks.26 Dengan demikian tentang pandangan keselarasan ajaran Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach, dapat diinterpretasikan lewat peristiwa-peristiwa yang menggambarkan topik penelitian, maupun juga dapat menghubungkan fakta-fakta sejarah yang ditemukan dengan keadaan sosial, ekonomi dan politik yang ada.

Dalam studi tokoh, ada 5 jenis analisa data yakni analisa domain, analisa taksonomi, analisa komponensial, analisa tema kultural dan analisa komparasi konstan. Dalam penelitian ini akan menggunakan jenis analisa komponensial, yakni analisis yang dilakukan dengan menggunakan kekontrasan antar unsur dalam domain yang diamati. Dengan mengkontraskan unsur-unsur dalam domain tersebut akan dicari kategori-kategori yang relevan.27 Dalam penelitian ini berarti peneliti akan mengamati kekontrasan dalam pemikiran H. M. Misbach antara pandangannya yang menyepakati ide-ide Komunisme tertentu, dan pandangan-pandangannya yang tidak bersesuaian dengan ide-ide Komunisme lainnya. Hal itu dilakukan dalam rangka mencari ketegori tentang sejauh mana ajaran Komunisme benar-benar relevan dengan ajaran Islam menurut H. M. Misbach.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan penelitian ini didahului dengan Bab Pendahuluan. Bab pendahuluan memberikan gambaran tentang latar belakang mengapa penting meneliti

26

Basri, Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: Restu Agung, 2006), 79.

27

(36)

26

relevansi ajaran ideologi Komunisme dan Islam menurut perspektif H. M. Misbach. Dari latar belakang tersebut kemudian ditarik identifikasi berbagai macam masalah yang memungkinkan muncul. Selanjutnya masalah-masalah tersebut dipilih batasnnya untuk kemudian dirumuskan rumusan masalahnya. Dari rumusan masalah tersebut kemudian disusun tujuan penelitian. Disampaikan pula dalam bab ini tentang manfaat penelitian, kerangka teoretik, penelitian-penelitian terdahulu untuk mengetahui originalitas penelitian yang akan dilakukan, hingga metode penelitian yang diterapkan dalam tesis ini.

Bab selanjutnya adalah bab II yang membahas dasar-dasar ajaran ideologi Komunisme. Dalam bab ini akan dibahas pengertian idelogi sebagai asumsi dasar mengenai apa itu ideologi. Ini perlu disampaikan sebab penelitian ini merupakan kajian ideologi. Kemudian disampaikan gagasan-gagasan yang dimiliki oleh ideologi Komunisme. Gambaran gagasan-gagasan tersebut akan digunakan untuk mencocokkan dengan data yang nanti didapatkan mengenai mana saja gagasan Komunisme yang disepakati oleh H. M. Misbach, dan mana-mana saja yang bertentangan, serta tidak dikontraskan dengan ajaran Islam yang ia pahami.

(37)

27

Pada bab IV akan disajikan pembahasan mengenai jalan berfikir H. M. Misbcah dalam menerima ajaran Komunisme. Dalam pembahasan inilah akan diulas hubungan interaksi simbolik nilai-nilai keislaman H. M. Misbach dengan ajaran Komunisme dalam rangka merespon kondisi sosial-politik saat itu. Dengan demikian, sejarah hidup H. M. Misbach akan direkonstruksi mulai dari tumbuhnya nilai-nilai Islam dalam dirinya, kepeduliannya terhadap perkembangan Islam saat itu, hingga dinamika pergumulan nilai Islam dengan ajaran Komunisme dalam diri H. M. Misbach dalam rangka merespon keadaan sosial-politik saat itu, hingga akhirnya berjuang dengan memadukan ajaran Islam dan Komunsime sampai akhir hayatnya. Jalan berfikir ini penting untuk mengkaji kembali prenyataan-pernyataan relevansi antara Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach.

(38)

28

(39)

29

BAB II

DASAR-DASAR AJARAN IDEOLOGI KOMUNISME

A. Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea dan logos, secara harfiah dapat diartikan sebagai aturan atau hukum tentang ide. Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-1836) dengan maksud bahwa ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang ide-ide. Ideologi bagi Destutt de Tracy adalah ilmu yang netral, yang akan menelaah setiap ide secara obyektif dengan mengesampingkan prasangka-prasangka metafisika dan agama yang sering kali ditetapkan secara doktin yang tidak dapat diganggu gugat kebenarannya. Kajian ide-ide itu meliputi asal-usul ide-ide, mengapa muncul, bagaimana berkembangnya, dan bagaimana strategi penyebarannya.28

Di tangan Karl Marx, ideologi memiliki konotasi negatif. Ideologi dianggap sebagai kesadaran palsu yang diciptakan oleh negara (yang kadang juga didukung para agamawan) yang merupakan alat kelas penguasa untuk mempertegas penindasan terhadap kelas pekerja dan menguntungkan pemilik modal dalam proses produksi.29 Agar tidak termakan oleh ideologi tersebut, maka perlu mengadakan sikap kritis

28

Bagus Takwin, Akar-Akar Ideologi: Pengantar Kajian Konsep Ideologi dari Plato hingga Bourdieu (Yogyakarta: Jalasutra, 2003), 36-37.

29

(40)

30

terhadap ideologi tersebut dan melakukan revolusi yang melibatkan pihak-pihak yang kritis tersebut.

George Lucas (1885-1971), penerus tradisi Marxis berikutnya, menyanggah konotasi negatif terhadap ideologi yang disampaikan Karl Marx. Lucas tidak menyetujui pendefinisian ideologi sebagai kesadaran palsu. Ideologi baginya dapat pula bermakna positif. Ideologi bisa menjadi positif jika isinya mengandung konsep-konsep positif, dan mampu membentuk kesadaran serta pengaruh positif. Kesadaran dari ideologi itu dapat berupa sekumpulan pengetahuan yang dipercaya oleh suatu kelas sosial.30 Ideologi itu menjadi seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap universal, dan menjadi kesadaran kelas dan rujukan bagi tingkah laku manusia di dalamnya. Dengan demikian, bukankah Karl Marx sendiri juga memiliki ideologi?

Hari ini tidak ada negara dan gerakan politik yang tidak memiliki ideologi. Ramlan Surbakti menyatakan bahwa ideologi sekarang dipandang sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama, atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.31 Sedangkan Huszar dan Stevensin dalam Polical Science yang dikutip Sukarna menyebutkan bahwa ideologi adalah suatu rumusan keyakinan

30

Ibid., 70.

31

(41)

31

atau program yang dimiliki oleh suatu negara, suatu bangsa, atau suatu partai/perkumpulan politik yang bermaksud mencapai tujuan politik yang khusus.32

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita simpulan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan, nilai, keyakinan atau aturan yang dianggap sebagai kebenaran universal dalam kesadaran suatu negara atau kelompok sosial politik. Seperangkat gagasan, nilai, keyakinan atau aturan itu juga dipandang sebagai tujuan atau kebaikan bersama yang diharapkan, yang kemudian menjadi rujukan bagi manusia di negara atau kelompok sosial, bahkan gagasan, nilai, keyakinan, atau aturan tersebut lah yang akan mampu membebaskan dari segala penindasan, sehingga perlu untuk diperjuangkan dan disebarluaskan.

B. Ideologi Komunisme

Karl Marx yang merupakan tokoh utama pencetus ideologi Komunisme hidup setalah meletusnya revolusi besar di daratan Eropa, yakni Revolusi Politik Kaum Borjuis di Prancis dan Revolusi Industri di Inggris. Revolusi kaum borjuis mengantar kaum borjuis berkuasa secara politik dan ekonomi. Sedangkan revolusi industri mengantarkan pada perkembangan yang pesat ekonomi industri yang bersifat kapitalis. Kegiatan industri berubah total, tenaga kerja manusia digeser oleh mesin-mesin. Keadaan sosial semakin memburuk, nilai tenaga buruh jatuh. Rakyat kecil dihisap dan ditindas oleh dua pihak, yang di kota mereka ditindas kaum kapitalis,

32

(42)

32

sedang yang di desa ditindas kaum tuan tanah. Penganguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin merajalela.33 Industri-industri besar menelan modal yang besar dan hal ini sama artinya dengan kekuasaan ekonomi di tangan segelintir orang. Karl Marx menunjukkan betapa kaum buruh menjadi semakin miskin.34

Pandangan-pandangan sosialis modern terbentuk antara 1789 (Permulaan Revolusi Perancis) dan 1848 (Revolusi 1848). keadaan buruk kaum buruh industri menjadi katalisator yang mendorong para filosof untuk memperluas tuntutan kesamaan ke bidang ekonomi. Para pemikir sosialis modern memiliki keyakinan dasar bahwa secara prinsipil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja, milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Pemikir sosialisme modern meyakini bahwa masyarakat akan berjalan dengan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan hak milik pribadi.35

Namun pemikir-pemikir sosialisme pendahulu Marx tersebut dipandang utopis mewujudkan cita-cita tersebut. Oleh karena itu sosialisme sebelum Karl Marx ini disebut kaum sosialisme utopis. Pemikiran dan gerakan yang dicetuskan oleh Karl Marx inilah yang kemudian disebut sosialisme ilmiah.36 Kata “sosialisme” sendiri

muncul di Perancis sekitar tahun 1830, begitu juga kata “Komunisme” dipakai untuk

33

Darsono, Karl Marx: Ekonomi Politik dan Aksi-Revolusi (Jakarta: Diadit Media, 2007), 14-15.

34

Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Matrialisme Historis) (Yogyakarta : LkiS, 2000), 24.

35

Magnis Franz-Suseno, Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisiionisme. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 18-19.

36

(43)

33

aliran sosialis yang lebih radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan Komunis itu, bukan dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan kaum terhisap sendiri.37

Marx mengidentifikasikan ada tiga kelas utama dalam masyarakat kapitalis, yaitu buruh upahan, kapitalis, dan pemilik tanah. Kelas tersebut dibedakan berdasarkan pendapatan pokok yakni upah, keuntungan, sewa tanah untuk masing-masinnya.38 Masing-masing ini memiliki kesadaran kelas dan agenda kepentingan sendiri-sendiri. Untuk itu kemudian Marx membangunkan kesadaran kaum buruh untuk melawan kaum borjuis dengan menciptakan dua senjata utama, yakni kritik sosial melalui pemikiran filosofisnya, dan ajakan melakukan tindakan yang disebut revolusi kaum proletar atau perjuangan kaum miskin.39

Sebagaimana yang dikutip oleh Nuswantoro, Franz Magnis-Suseno menyatakan ajaran Komunisme terdiri dari tiga bagian. Pertama, filsafat yang terdiri atas materialisme dialektis, dan materialisme historis. Kedua, ekonomi politik, yang terdiri dari kritik kapitalisme, dan ekonomi sosialisme serta Komunisme. Ketiga, sosialisme ilmiah yang berisi strategi dan taktik perjuangan revolusi kaum proletar.40

37

Ibid.,19-20.

38

James Garvey, Dua Puluh Karya Filsafat Terbesar (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 206.

39

Darsono, Karl Marx, 15.

40

(44)

34

1. Filsafat Materialisme-Dialektika-Historis

Sepanjang sejarah filsafat, ada dua kubu utama, yakni kubu Idealis dan kubu Materialis. Filsuf-filsuf awal Yunani, Plato dan Hegel, adalah kaum Idealis. Mereka melihat dunia sebagai refleksi dari ide, pemikiran, atau jiwa seorang manusia atau seorang makhluk maha kuasa. Bagi kaum Idealis, benda-benda materi datang dari pemikiran. Sebaliknya, kaum Materialis melihat bahwa benda-benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata.

(45)

35

Akan tetapi materialisme tanpa dialektika adalah materialisme yang formalis dan kaku. Tanpa dialektika, materialisme tidaklah lengkap untuk bisa menjelaskan dunia. Untuk memudahkan memahami dialektika, ada tiga hukum utama gerak dialektika:

a. Perubahan kuantitas menjadi kualitas b. Kutub berlawanan yang saling merasuki c. Negasi dari negasi

Perubahan ini jika dicontohkan dalam persenyawaan air, H2O. Air adalah sintesa dari dua bagian hidrogen dengan satu bagian oksigen. Penambahan-penambahan kuantitas antara hidrogen dan oksigen tersebut merubah kualitasnya. Hidrogen dan oksigen saling merasuki, hingga akhirnya tercipta sintesa.41

Materialisme historis adalah penerapan materislisme dialektis dalam dunia sosial. Bahwa ternyata masyarakatpun mengalami dialektika. Dialektika itu mengikuti apa yang disebut perkembangan tenaga-tenaga produktif dan hubungan produksinya.42 Masyarakat akan bergerak dari komunal primitif, masyarakat budak, masyarakat feodal, masyarakat kapitalisme, hingga akhirnya masyarakat sosialisme, serta selangkah lagi yang puncak yakni masyarakat komunal modern atau Komunisme.

Karl Marx menganalisa bahwa masyarakat pertama di dunia adalah masyarakat tanpa kelas, bekerja bersama-sama, hasilnya untuk kepentingan seluruh anggotanya.43 Inilah masyarakat komunal primitif yang sistem ekonominya bersifat komunal. Alam,

41

Lyman Tower Sargent, Ideologi Politk Kontemporer, Terj. Sahat Simamora (Jakarta: Bina Aksara, 1986), 124.

42

Suseno, Pemikiran Karl Marx, 153.

43

(46)

36

alat produksi dan dalam proses produksi yang bersifat kerjasama antara anggotanya. Mereka berburu bersama, mengembara bersama, mengatasi bencana bersama-sama, tidak ada kepemilikan individual atas faktor-faktor produksi.

Di dalam Komunisme primitif, karena semua adalah milik bersama, maka juga tidak ada perbedaan kelas antara yang berpunya dan tidak berpunya, terutama dalam hal kepemilikan alat produksi. Tidak ada kelas-kelas, dan oleh karenanya tidak ada penindasan oleh satu kelas terhadap kelas yang lain.

Di dalam Komunisme primitif, tidak ada yang namanya negara. Tidak ada polisi, tentara, hakim, dan alat-alat pemaksa seperti yang saat ini. Walau demikian, mereka hidup demokratis, keputusan diambil di dalam pertemuan umum. Semua adalah pengambil keputusan dan semua adalah pelaksana keputusan.

Ketika masyarakat komunal primitif menetap, bertani dan beternak, maka terjadi keadaan surplus hasil produksi ekonominya, tidak sebagaimana dalam masyarakat nomaden yang berburu yang selalu menghabiskan hasil produksi ekonominya. Dari sanalah muncul sistem ekonomi barter, mereka saling tukar menukar hasil kerja. Terkadang konflik terjadi, maka diangkatlah ketua kelompok yang mengurusi barter dan menjadi hakim atas perselisihan yang ada, hingga hari-harinya ia bekerja demikian.

(47)

37

kepentingannya. Lebih lanjut, maka hubungan produksi kerjasama menjadi goyah, berubah menjadi konflik serang-menyerang, sehingga lahirlah perbudakan.

Karl Marx menyebut kehancuran masyarakat komunal primitif ini digantikan dengan hubungan produksi kerja pemilikan dan penindasan budak.44 Ketua kelompok yang menang menjadi tuan budak, anggota yang lemah menjadi kelas budak, dan anggota kelompok yang kuat menjadi penjaga tuan budak. Budaklah yang kemudian diperas dan ditindas untuk menghasilkan barang dagangan dan uang yang sudah muncul pada fase ini.

Tuan budak yang memaksa budak-budak untuk bekerja itu menyebabkan berontaknya kaum budak. Dari sini lahirlah revolusi kaum budak terhadap tuan budaknya. Budak-budak menjadi merdeka, namun kaum budak tidak dapat mengendalikan jalannya revolusi sehingga kembali para tuan budak menguasai keadaan. Budak-budak sudah merdeka, kini menjadi pekerja-pekerja merdeka di ladang-ladang yang dimiliki tuan budak yang sekarang berstatus tuan tanah (tuan feodal). Inilah yang disebut hubungan produksi feodalisme. Di mana tuan tanah berkuasa atas kekuatan sosial-ekonomi. Dari proses ini, Karl Marx menyebutkan bahwa hubungan produksi feodalisme lahir karena hilangnya hubungan produksi kerja pada masyarakat pemilikan budak.45

Dalam masyarakat feodalisme, kaum buruh tani tetap hidup dalam kendali tuan tanah. Para tuan tanah kemudian juga mengendalikan kekuasaan negara. Mereka

44

Ibid., 100.

45

(48)

38

kemudian menindas kaum buruh tani, dan diikat pada tanah garapannya, sehingga tidak mudah berpindah lahan. Penguasa tertinggi dari tuan tanah ini kemudian juga bertugas mempertahankan kepemilikan tanah kaum-kaum feodal di bawahnya, sekaligus meminta upeti dan pajak kepada kaum buruh tani, serta para borjuis (kaum pedagang, pemilik produksi-produksi rumah, atau kaum perantara yang mulai ada pada masa itu).

Permintaan upeti dan pajak itu kemudian memberatkan bagi kaum-kaum tertindas tersebut. Maka dimotori oleh kaum yang berkompeten pada saat itu, maka terjadilah revolusi yang menghancurkan tatanan ekonomi-politik feodalisme. Dalam hal ini muncul revolusi kaum borjuis, yang kemudian menandai lahirnya masyarakat baru, yakni masyarakat kapitalisme. Karl Marx menyebutkan berubah dan berkembangnya tenaga produktif dalam masyarakat feodalisme, diikuti oleh lahirnya masyarakat baru, di mana uang menjadi alat pertukaran dan menjadi kapital (modal), dan manusia (tenaga kerja, buruh) menjadi barang dagangannya.46

Masyarakat kapitalisme kemudian menindas kaum buruh, menghisap darah manusia, mengejar keuntungan uang, menimbun barang dagangan sebesar-besarnya. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya tentang latar belakang lahirnya sosialisme. Dari situasi inilah maka akan terjadi revolusi kaum buruh (proletar) terhadap kaum borjuis. Mereka inilah yang akan mewujudkan masyarakat yang Marx sebut sebagai masyarakat sosialisme.

46

(49)

39

Masyarakat sosialisme ini hubungan produksinya dan tenaga kerja produktifnya berwatak kolektif, tanpa kontradiksi yang antagonis di dalamnya. Jikapun terdapat kontradiski antara tenaga kerja produktifnya dengan hubungan kerjanya, maka diselesaikan dengan penyesuaian, bukan antagonisme. Negara di masyarakat ini mengelola produksi industri dengan prinsip memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang mandiri, upah berdasarkan kinierja dengan berbasis pada upah minimum.47 Masa ini masih ada kelas-kelas yang tersisa dari borjuis dan feodalisme. Tapi secara pasti masyarakatnya bergerak kepada penghapusan kelas-kelas tersebut, hingga menjadi satu kelas, yang kemudian bergerak menuju masyarakat Komunisme.

Masyarakat Komunisme ini lebih tinggi dari masyarakat sosialisme, kelas-kelas lenyap, perbudakan tidak ada, pembagian pekerjaan adil, produksi melimpah sesuai kebutuhan hidup, tenaga kerja tidak lagi menjadi alat produksi semata, namun tenaga kerja itu akan bekerja sesuai dengan kemampuan tanpa takut tidak terpenuhi kebutuhannya. Tidak akan ada lagi kontradiksi atau konflik, masyarakat akan berjalan tanpa kekuasaan negara dan tanpa pula persenjataan untuk melindungi keamanan.48

Berbicara filsafat materialisme ini, perlulah dibahas tentang pandangan Komunisme terhadap agama. Ada ulasan dari Franz Magnis-Suseno yang menyatakan bahwa materialisme selalu berarti ateisme.49 Hal ini disebabkan bahwa kepercayaan materialisme percaya semula apa yang ada hanyalah materi dan apa saja

47

Ibid., 111.

48

Ibid., 112-113.

49

(50)

40

yang ada berkembang dari materi pula. Tidak ada Tuhan yang memang imateri tersebut, sehingga tertolaklah pandangan adanya Allah serta penciptaan dari-Nya. Dengan demikian otomatis tidak ada dasar bagi adanya agama.

Kaum Komunis lebih percaya bahwa agama tidak lain hanyalah hasil perkembangan materialisme hubungan sosial. Karl Marx dalam German Ideology menyatakan bahwa Agama adalah produk kerohanian suatu masyarakat, hasil dari gagasan-gagasan, perlambang-perlambang dan alam kesadaran. Semuanya jelas dibentuk oleh produksi material dan berkaitan erat dengan hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat.50

Selanjutnya terlihat bahwa kaum Komunis melihat negatif agama tersebut. Bagi Marx “agama candu rakyat” berfungsi sebagai hiburan dalam situasi buruk, sedang

Lenin “agama candu bagi rakyat” berarti agama menjadi sarana yang sengaja dipakai

kelas-kelas berkuasa untuk menipu kelas-kelas bawah.51 Lebih lanjut Lenin menyatakan bahwa kaum sosialisme modern mengabadikan ilmu pengetahuan demi perjuangan melawan kabut keagamaan dan membebaskan buruh dari keimanan akan alam baka, dengan mempersatukan mereka dalam perjuangan untuk kehidupan lebih baik di dunia.52

Namun dalam politik praktisnya dalam kaum Komunis kemudian mengalami pergeseran sikap. Sebagaimana sikap Lenin dalam tulisannya, Socialism and

Religion, menyatakan bahwa ateisme tidak harus ditekankan dalam kepartaian sebab

50

Michael Lowy, Teologi Pembebasan, Terj. Roem Topatimasang (Yogyakarta: INSIST, 1999), 3.

51

Suseno, Dalam Bayang-Bayang Lenin, 29.

52

(51)

41

persatuan dalam perjuangan revolusioner yang nyata dari kelas tertindas demi menciptakan suatu surga di muka bumi adalah jauh lebih penting ketimbang kesatuan pendapat kaum proletar tentang sorga yang akan datang nanti di akhirat.53

Lebih cantik lagi bagaimana Rosa Luxemburg seorang aties tulen dalam menarik kaum gereja ke pergerakan sosialisme-Komunisme. Rosa tidak menggelar pertempuran filosofis atas nama materialisme, tetapi mencoba menarik kaum gereja kepada sosialisme melalui ajaran azas-azas asli gereja. Dalam Church and Socialism Rosa menyatakan

“jika mereka memang jujur menerapkan dalam kehidupan kemanusiaan apa yang menjadi asas Kristen yang menyatakan “cintailah tetanggamu seperti kau

mencintai dirimu sendiri”, maka tentu mereka akan jujur pula menyambut baik

gerakan kaum sosialis. Jika lembaga kependetaan malah mendukung orang-orang kaya yang menghisap kaum tertindas dan orang-orang miskin maka jelas mereka terang-terangan menentang ajaran Kristen; mereka mengabdi bukan kepada Kristus, tetapi kepada Anak Sapi Emas. Para rasul pertama Kristen adalah kaum Komunis yang bersemangat dan Bapak-Bapak Gereja (seperti Basil yang agung dan John Chrysostom) jelas-jelas mencela ketidakadilan sosial. Sekarang keprihatinan itu diambil alih oleh gerakan kaum sosialis yang membawa injil persaudaraan dan keadilan kepada orang-orang miskin yang menyeru kepada rakyat untuk membangun Kerajaan Kemerdekaan dan ciinta-kasih terhadap sesama.54

(52)

42

2. Pandangan Ekonomi-Politik Komunisme

a. Kritik Kapitalisme

Kritik kapitalisme ini digunakan untuk membuktikan bagaimana cara kerja kapitalisme dalam menindas kaum buruh untuk mendapatkan keuntungan pribadinya, dan selain itu juga memprediksi secara ilmiah bagaimana kapitalisme pasti akan tumbang.

1) Teori nilai lebih

Bagaimana kapitalisme menghisap kaum buruh, maka teori nilai lebih yang akan menjelaskan. Dalam teori nilai komoditi atau nilai pekerjaan disebutkan bahwa nilai barang yang diproduksi setara dengan nilai jumlah pekerjaan yang dimasukkan ke dalam produksinya.55

Jumlah pekerjaan itu tidak lain dihasilkan oleh tenaga kerja, maka tenaga kerja ini pun memiliki nilai tersendiri. Dalam teori nilai kerja disebutkan bahwa nilai tenaga kerja memiliki kesamaan dengan nilai setiap komoditi, yakni diukur dari jumlah pekerjaan yang diperlukan untuk menciptakannya. Sehingga nilai tenaga kerja adalah setara dengan nilai seluruh komoditi yang diperlukan oleh buruh agar ia hidup, agar dapat memulihkan tenaga, memperbarui atau menggantinya ketika ia tidak mampu lagi bekerja. Itu kemudian setara dengan jumlah nilai makan-minum, pakaian,

55

(53)

43

rumah, dan semua kebutuhan si buruh dan keluarganya.56 Buruh akan dibayar secara equivalen jika sesuai dengan apa yang diberikan oleh buruh.

Namun sayangnya kapitalisme memanfaat itu untuk menghasilkan laba, kaum kapitalisme memanfaatkan apa yang disebut nilai lebih. Jadi misal buruh diminta produksi 4 buah produk yang senilai 100.000 pada nilai pekerjaannya dalam 8 jam. Namun nyatanya buruh dalam jam itu buruh telah menciptakan 6 bauh produk, maka tetap buruh digaji setara 4 buah produk tadi. Dari situlah kapitalisme memainkan diferensiasi antara nilai yang diproduksi selama satu hari oleh pekerja dengan biaya pemulihan tenaga kerjanya.57 Inilah logika singkat bagaimana kapitalisme menghisap darah dan keringat kaum proletar.

2) Krisis kapitalisme

Kaum kapitalisme hidup dan berkembang dengan menghisap hasil kerja kaum buruh. Jika kapitalnya besar maka kemampuan hisapnya besar, dan besar pula kekuatan bersaing menghauncurkan lawan, sehingga ia memonopoli kehidupan ekonomi, sosial dan politknya.

Namun apa yang terjadi setelah itu adalah terjadi kehancuran kaum kapitalisme yang lebih kecil, dan bergabung dalam kelas buruh. Buruh semakin banyak, lapangan kerja sempit, makin kecil mereka akan mendapatkan penghasilan. Dengan demikian terjadilah pelemahan daya beli. Akhirnya terjadilah kelebihan produksi kaum

56

Ibid., 193.

57

(54)

44

kapitalis yang selanjutnya disusul dengan krisis ekonomi.58 Kehancuran kapitalisme pun tidak terelakkan.

Karl Marx kemudian melanjutkan bahwa sentralisasi alat-alat produksi dan pensosialan pekerjaan mencapai titik di mana mereka tidak dapat didamaikan lagi dengan selubung kapitalis. Mereka meledak, tibalah saat kehancuran hak milik pribadi. Para perampas akan dirampas.59 Maka dari sinilah masyarakat sosialisme mengambil alih dan terus berkembang menjadi masyarakat komunal modern atau Komunisme.

b. Cita-cita ekonomi-politik

Dialektika historis diramalkan oleh Karl Marx menggambarkan bahwa masyarakat kapitalisme akan mengalami kontradiksi internalnya sehingga memicu terjadinya revolusi sosial menuju masyarakat sosialisme-Komunisme. Jika pada masyarakat fase-fase sebelumnya hingga kapitalsme kontradiksi selalu terjadi sebab hubungan-hubungan produktif yang berpusat untuk kepentingan beberapa orang, maka masyarakat sosialisme-Komunisme akan mengakhiri kontradiksi internal dengan membangun sistem hubungan-hubungan produksi yang baru. Karl Marx menyebutkan hanya kepemilikan alat-alat produksi oleh masyarakat bersamalah yang dapat menciptakan sistem baru dalam hubungan-hubungan produktif berdasarkan

58

Darsono, Karl Marx, 154.

59

Gambar

Tabel V.1. Perbandingan Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach...............121
Tabel V.1. Perbandingan Komunisme dan Islam menurut H. M. Misbach

Referensi

Dokumen terkait

Sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pelatihan keterampilan dasar yaitu Bapemas KB selaku penanggung jawab dan perencana; PLKB selaku koordinator pelaksana

Untuk mewujudkan dua sasaran tersebut, tulisan ini menjadi penting dan strategis untuk mengidentifikasi nilai-nilai agama yang bersifat sosial untuk disosialisasikan

Penelitian ini menghasilkan prototype rancangan sistem informasi penerima bantuan pada Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) Periode II berbasis web di

Ditinjau dari perbaikan sifat fisika dan kimia tanah serta hasil biji kering kedelai, aplikasi formula pembenah tanah alternatif Biochar SP50 Submikron dan

Kanggo nambah item menyang pesen, penet tombol navigasi mudhun, banjur gulung ngiwa utawa nengen, banjur pilih item.. 3 Kanggo pratinjau pesen multimedia sakdurunge dikirim, pilih

Masalah utama yang ada di Desa Peron adalah petani aren dalam pemasaran hasil masih tergantung dengan tengkulak, kurangnya diversifikasi dari aren menjadi produk-produk yang

dan QS dan QS Ar Ra’d Ar Ra’d ayat 28 ayat 28 “(yaitu) orang-orang “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,

Untuk pembagian interval pada hasil jawaban kuesioner yang terdiri dari cara diri memperoleh stimuli, cara pemberian stimuli orang tua, stimuli dalam ekstrakurikuler,