• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBAT BAHAN ALAM INDONESIA ampuh aman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "OBAT BAHAN ALAM INDONESIA ampuh aman"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

OBAT BAHAN ALAM INDONESIA

BESERTA KEAMANANNYA

Oleh: Oktafian VF Kawulusan (Apoteker)

Bahan Alam Sumber Kekayaan Indonesia

Sumber daya alam Indonesia yang melimpah perlu digali, dikembangkan, dilestarikan secara berkelanjutan, serta dimanfaatkan demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Sumber daya alam Indonesia yang berlimpah ini merupakan sumber bahan alam yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, misalnya bidang farmasi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat dan kosmetik.

Bahan alam adalah bahan yang berasal dari organisme, baik yang masih dalam keadaan hidup maupun yang sudah tidak hidup lagi, yang dalam keadaan dipelihara (budidaya) atau yang dibiarkan tanpa pemeliharaan secara khusus (hidup/tumbuh liar). Atau dengan perkataan lain, bahan alam adalah tumbuhan dan hewan yang masih hidup atau yang sudah tidak hidup, juga berbagai macam mineral dan bahan tambang yang merupakan fosil organik dan anorganik.

Bahan alam merupakan sumber bahan kimia yang berasal dari produk metabolisme dan disebut metabolit, yang terdiri atas senyawa kimia dan dari semua golongan senyawa kimia. Metabolit atau hasil/produk metabolisme terdiri dari metabolit primer maupun metabolit sekunder. Karena berasal dari produk/hasil metabolisme, maka semua bahan alam memiliki aktivitas fisiologi selama masih berada di dalam organisme hidup, bahkan setelah tidak lagi berada di dalamnya.

Berdasarkan lingkungan hidupnya, bahan alam terdapat di daratan maupun di lautan. Dan karena memiliki perbedaan yang mendasar, maka perlu dibedakan antara bahan alam daratan dan bahan alam lautan.

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di dalam berbagai bahan alam, berkembang juga system klasifikasi senyawa yang digunakan untuk membahasnya, yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan struktur kimia; 2. Klasifikasi berdasarkan aktivitas fisiologi; 3. Klasifikasi berdasarkan taksonomi; 4. Klasifikasi berdasarkan biogenesis.

Bahan alam merupakan bahan kajian yang sangat rumit dan memerlukan pengkajian komprehensif yang bersifat antardisiplin dari:

1. Bidang biologi (anatomi, morfologi, fisiologi, dan budidaya);

2. Bidang farmasi (farmakognosi, fitokimia, farmakologi, toksikologi, kimia farmasi dan formulasi);

3. Bidang kimia (organic, analisis kimia, sintesis).

(2)

Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia

Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia disebut juga Obat Asli Indonesia. Menurut Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan & Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia. Artinya diproduksi di Indonesia adalah bahwa bahan bakunya di ambil dari tumbuhan berkhasiat obat yang ada di Indonesia & diolah (langsung) di Indonesia, sehingga dapat digunakan dalam usaha pengobatan baik bersifat tradisional maupun modern oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Kemajuan IPTEK yang pesat telah mendorong perkembangan Obat Bahan Alam (OBA), meliputi:

1. peningkatan mutu, 2. keamanan,

3. penemuan indikasi baru & 4. formulasi.

Oleh karena itu, masyarakat perlu mengenal bentuk perkembangan Obat Bahan Alam (OBA).

Menurut Hargono (1986) dalam Donatus & Nurlaila (1986), dalam perkembangannya, Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia atau Obat Asli Indonesia, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Kelompok Obat Tradisional atau Jamu.

Kelompok obat tradisional atau jamu adalah obat dari bahan alam yang khasiatnya masih sepenuhnya didasarkan kepada pengalaman dan bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang umumnya belum memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.

2. Kelompok Fitoterapi.

Kelompok fitoterapi adalah obat bahan alam, terutama dari bahan nabati, yang khasiatnya sudah jelas melalui suatu uji kemanfaatan & bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sedian galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan & kegunaannya. Kelompok fitoterapi terdiri atas 2 jenis, yaitu:

a. Obat Herbal Terstandar b. Fitofarmaka

Sedangkan,menurut Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan & Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia dibagi berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan & tingkat pembuktian khasiat, yaitu:

1. Obat Tradisional atau Jamu 2. Obat Herbal Terstandar 3. Fitofarmaka

(3)

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan Republik Indonesia telah mengembangkan kerangka tahap pengujian Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia (Uji Kemanfaatan), yang meliputi:

1. Tahap pemilihan.

2. Tahap uji penyaringan biologik (efek farmakologi & toksisitas akut). 3. Tahap penelitian farmakodinamik.

4. Tahap uji toksisitas lanjut (uji toksisitas sub-akut, kronik & berbagai uji toksisitas khusus).

5. Tahap pengembangan sediaan & standarisasi. 6. Tahap pengujian klinik pada manusia.

Jika Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia yang beredar di pasaran telah mengalami berbagai tahap Uji Kemanfaatan tersebut, tentunya persyaratan keamanan, kemanjuran & akseptabilitasnya ketika dipergunakan oleh penderita akan terjamin & dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.

Pengelompokan dan Deskripsi Obat Bahan Alam Indonesia 1. Obat Tradisional (Jamu)

a. Jamu harus memenuhi kriteria:

1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2) Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris. 3) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

b. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional & tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum & medium.

c. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata: “Secara tradisional digunakan untuk ... “, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.

d. Kelompok jamu untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo & tulisan “JAMU”. Tulisan “JAMU”, harus jelas & mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontrans dengan tulisan “JAMU”.

e. Logo kelompok jamu berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur.

f. Logo tersebut harus dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

g. Produk obat bahan alam kelompok jamu yang telah memperoleh izin edar sebelum keputusan ini ditetapkan, masih diperbolehkan menggunakan penandaan dengan logo yang lama.

2. Obat Herbal Terstandar

a. Obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria:

1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2) Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra-klinik.

3) Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

(4)

b. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian, yaitu tingkat pembuktian umum & medium.

c. Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo & tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

d. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas & mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”. e. Logo kelompok obat herbal terstandar berupa “JARI-JARI DAUN 3

PASANG TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur.

f. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

3. Fitofarmaka

a. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:

1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2) Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.

3) Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

4) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

b. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium & tinggi.

c. Kelompok fitofarmaka harus mencantumkan logo & tulisan “FITOFARMAKA”.

d. Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas & mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.

e. Logo kelompok fitofarmaka berupa “JARI-JARI DAUN YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG TERLETAK DALAM LINGKARAN” dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur.

f. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

Keamanan Obat Bahan Alam

(5)

Penggunaan obat bahan alam yang berasal dari tumbuhan telah digunakan dalam bidang kesehatan sejak lama. Tumbuhan berkhasiat obat yang ternyata dapat menolong menghilangkan rasa sakit & penyakit ini, diistilahkan sebagai tumbuhan obat, mulanya sebagai tumbuhan liar, kemudian dibudidayakan manusia sebagai tanaman dan disebut tanaman obat. Definisi umum tanaman obat yang bisa diterima hampir semua pihak adalah tanaman yang berkhasiat obat dan digunakan sebagai obat. Pengertian ‘berkhasiat obat’ bisa berarti mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau tanpa zat aktif tertentu tetapi mengandung efek resultan/sinergis dari berbagai zat yang berfungsi mengobati. Sehingga tidak harus zat-zat aktif tertentu yang mengobati tetapi bisa efek dari gabungan zat-zat (bukan zat aktif) itulah yang mengobati. Sedangkan pengertian ‘digunakan sebagai obat’ meliputi semua cara penggunaan yang berdampak fisiko-kimia seperti diminum, ditempel, untuk cuci, untuk mandi dan dihirup (aromaterapi atau sebagai bantal). Sehingga penggunaan ini dapat memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam menerima senyawa kimia atau rangsangan.

Penggunaan bahan alam seperti tumbuhan juga sangat luas, beberapa tumbuhan bahkan digunakan sebagai bumbu masak. Namun, harus diingat bahwa kemungkinan ketidakamanan mungkin saja terjadi pada obat bahan alam. Sumber ketidakamanan tersebut dapat berasal dari dalam bahan baku obat bahan tersebut. Juga bisa berasal dari luar, misalnya karena pengaruh lingkungan, logam berat, bahan kimia yang digunakan secara sengaja ataupun tidak sengaja dapat menjadi penyebab ketidakamanan. Cemaran biologi seperti bakteri, jamur akan menjadi faktor ketidakamanan. Penggunaan alat dan bahan yang tidak higienis dan ditambah sanitasi yang buruk, ikut menyumbang masuknya kontaminan yang tidak diinginkan.

Hal lain yang menjadi sumber ketidakamanan obat bahan alam dan saat ini yang juga menjadi perhatian peneliti dan praktisi obat bahan alam adalah interaksi obat bahan alam dengan obat modern (kimia sintetis), obat bahan alam dengan obat bahan alam lainnya, serta obat bahan alam dengan makanan atau minuman. Data interaksi antara obat bahan alam dengan obat modern (kimia sintetis) sangat terbatas. Seperti pada interaksi obat modern dengan obat modern, interaksi obat bahan alam juga digolongkan pada interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik obat bahan alam mempengaruhi absorpsi, metabolisme atau ekskresi obat. Sedangkan interaksi farmakodinamik terjadi pada obat yang bekerja mirip atau sama dengan obat bahan alam.

Banyak masyarakat yang menyatakan bahwa penggunaan obat bahan alam tidak menimbulkan efek samping. Pernyataan ini sering digabungkan dengan opini yang mengklaim bahwa obat bahan alam tidak menimbulkan bahaya. Tentu hal ini tidak benar, yang didukung adanya bukti bahwa tidak ada obat yang efektif dan secara langsung bebas dari efek samping. Sesungguhnya, tidak dapat dikatakan bahwa pengobatan dengan obat bahan alam yang tanpa diikuti oleh adanya sesuatu yang berbahaya, umpamanya timbul alergi pada penggunaan obat bahan alam.

(6)

memiliki efek samping yang potensial. Memang bahan alami dikenal memiliki mutual evolusi cukup panjang, proses adaptif metabolisme obat bahan alam telah lama ada dan lebih baik dari pada obat kimia sintetis, terutama dalam metabolisme senyawa asing dalam hati.

Pada tahun 1990, Frohne telah mengelompokkan obat bahan alam (obat herbal) berdasarkan risiko potensial dan efek yang tidak diinginkan, menjadi 4 kelompok seperti berikut:

1. Obat bahan alam yang sangat potensial memiliki efek yang tidak diinginkan yang cukup tinggi. Kebanyakan kelompok ini sekarang digunakan hanya dalam bentuk isolat.

2. Obat bahan alam yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan jika digunakan melebihi dosis yang sudah ditentukan.

3. Obat bahan alam yang belum dibuktikan kebenarannya, tetapi memiliki efek yang tidak diinginkan yang potensial.

4. Obat bahan alam yang berpotensi memiliki efek yang tidak diinginkan yang cukup berbahaya, dan ini tidak dibenarkan keberadaannya sebagai zat tambahan.

Bahkan beberapa ahli telah meneliti tentang efek mutagenesis dan karsinogenesis beberapa obat bahan alam sehingga penggunaannya dibatasi hanya pada penyakit tertentu dengan dosis tertentu.

Yang perlu digarisbawahi adalah obat-obatan kimia sintetis sudah banyak diteliti sehingga dosis tepatnya sudah dapat ditentukan, sedangkan obat bahan alam belum bisa ditentukan dosisnya mengingat penelitian untuk obat bahan alam masih jarang dilakukan. Secara umum obat bahan alam memang lebih kecil efek sampingnya jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia sintetis. Namun demikian, obat bahan alam juga tidak 100% aman bagi kesehatan. Oleh karena itu, penggunaannya harus diatur sesuai batas-batas tertentu agar tetap aman. Sebagaimana obat-obatan kimia sintetis yang memiliki aturan tertentu dalam penggunaannya, obat bahan alam pun demikian.

Agar obat bahan alam aman dikonsumsi hendaknya pengguna obat bahan alam memiliki pengetahuan yang cukup tentang obat bahan alam tersebut. Selanjutnya apabila kita membeli produk obat bahan alam yang telah siap pakai dalam bentuk seduhan, cairan, pil atau kapsul adalah baca baik-baik kandungan yang terdapat di dalamnya. Pastikan obat bahan alam tersebut tidak mengandung bahan berbahaya yang dilarang Kementerian Kesehatan atau BPOM. Bila meragukan bahan yang terkandung di dalamnya sebaiknya tanyakan kepada ahlinya.

(7)

cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat bahan alam yang bereaksi cepat pada tubuh. Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya dari obat bahan alam yang dikonsumsinya, apalagi memperhatikan adanya kontraindikasi penggunaan beberapa bahan kimia bagi penderita penyakit tertentu maupun interaksi bahan obat yang terjadi apabila pengguna obat bahan alam sedang mengonsumsi obat lain, tentunya sangat membahayakan.

Jika pengguna obat bahan alam tidak merasa nyaman setelah kurang lebih delapan jam mengonsumsi obat bahan alam, sebaiknya hentikan penggunaannya terlebih dahulu. Harus dipikirkan apakah ini suatu reaksi ketidakcocokan atau tanda healing crisis. Setiap orang akan bereaksi dengan sangat beragam, tergantung respons tubuh masing-masing. Untuk mengetahui apakah ini agravasi atau ameliorasi sebaiknya dikonsultasikan kepada ahlinya. Bagi pengguna yang menderita penyakit tertentu dan menggunakan obat tertentu, reaksi yang terjadi juga perlu dipikirkan, apakah obat bahan alam akan menambah efek obat kimia sintetis atau menekan kerjanya.

Demi keamanan sang buah hati, jangan memberikan produk obat bahan alam secara bebas kepada anak-anak, terutama yang berumur kurang dari lima tahun tanpa konsultasi terlebih dahulu pada ahlinya. Bagi orang lanjut usia (lansia), perlu diperhatikan takaran atau dosis obat bahan alam yang dikonsumsi, hal ini berkaitan dengan fungsi organ lansia seperti hati dan ginjal yang mungkin telah mengalami penurunan. Bagi yang sedang hamil atau menyusui, penggunaan obat bahan alam harus dilakukan dengan lebih hati-hati karena ada beberapa tanaman yang melewati sawar otak sehingga dapat terkonsumsi oleh janin yang dikandung atau bayi yang disusui.

Obat bahan alam akan dengan mudah dapat kita temukan di sekitar kita, mulai dari obat bahan alam yang diracik sendiri sampai berbagai jenis obat bahan alam yang diracik dan diproduksi secara modern oleh pabrik besar.

Beberapa tips meramu obat bahan alam agar aman dan ampuh sehingga khasiatnya maksimal, sebagai berikut:

1. Sedapat mungkin gunakan bahan baku seperti tanaman yang ditanam secara organik untuk meminimalkan kontaminasi pestisida, herbisida maupun bahan sintetik lainnya.

2. Cucilah bahan baku obat bahan yang akan diramu dengan air bersih yang mengalir sambil digosok-gosok untuk meminimalkan kontaminasi.

3. Bahan tambahan lain yang digunakan meramu, seperti air juga harus bersih dan menyehatkan.

4. Sedapat mungkin gunakan penakar (misalnya timbangan dan penakar lainnya), jangan hanya menggunakan perkiraan saja.

5. Patuhi aturan pakainya dan jangan menghentikan penggunaan sebelum waktu yang dianjurkan, kecuali ada tanda-tanda ketidakcocokan. Obat bahan alam membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bereaksi dibandingkan dengan obat-obatan kimia sintetis.

(8)

7. Dianjurkan meramu obat bahan alam kembali dalam jumlah kecil agar kesegaran dan khasiatnya lebih terjamin. Setelah obat bahan alam yang diramu habis, barulah meramu kembali untuk dipakai dalam penggunaan selanjutya. Selain lebih manjur, menggunakan ramuan yang selalu baru juga dimaksudkan menghindarkan kita mengonsumsi ramuan obat bahan alam yang sudah kadaluwarsa.

Kemudian, beberapa tips untuk memilih obat bahan alam kemasan atau yang telah diracik dan diproduksi secara modern oleh pabrik, sebagai berikut:

1. Memilih obat bahan alam yang sudah teregistrasi.

2. Membiasakan diri untuk bersikap teliti dan hati-hati dengan mencermati kemasannya dan perhatikan bentuknya.

3. Waspada produsen nakal.

4. Waspada obat bahan alam yang terlalu manjur atau obat bahan alam “dewa” atau “yang katanya bisa menyembuhkan segala macam penyakit”. 5. Waspada efek samping obat bahan alam.

6. Waspada promosi yang tidak wajar. 7. Awas! Wanita hamil.

8. Awas! Penderita penyakit tertentu.

9. Awas! Anak-anak (terutama dibawah 5 tahun). 10. Awas! Lansia.

11. Jangan terlalu sering mengonsumsi obat bahan alam.

12. Jangan sembarangan mencampur obat bahan alam dengan obat kimia sintetis atau obat bahan alam lainnya.

13. Perhatikan reaksi tubuh.

14. Patuhi anjuran memantang makanan tertentu. 15. Jangan langsung meninggalkan obat kimia sintetis. 16. Jangan tinggalkan gaya hidup sehat.

Sumber Pustaka:

Donatus IM., Nurlaila., 1986. Kursus Penyegaran: Obat Tradisional & Fitoterapi Uji Toksikologi. Panitia Lustrum VIII & Reuni Fak. Farmasi UGM. Yogyakarta.

Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 Tentang

Ketentuan Pokok Pengelompokan & Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.

Mun’im A., Hanani E., 2011. Fitoterapi Dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat. Yuliarti N., 2009. Sehat, Cantik, Bugar dengan Herbal dan Obat Tradisional.

Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Winarto, W.P., 2007. Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobatan Herbal, Jilid 1. Jakarta: Karyasari Herba Media.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran.. treffinger memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan

kanalis semisirkularis horizontal (lateral) >< kanalis semisirkularis posterior (inferior)..

Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian.. jika nilai dari Cronbach’s Alphanya > 0,8 maka dapat dinyatakan bahwa soal yang. digunakan untuk penelitian memiliki

Dalam teks tersebut dinyatakan oleh Syeikh Majnun bahwa sebuah kemantapan dalam hati seorang sufi yang ditandai dengan bila disebutkan asma Allah, maka hati itu menjadi

arrival in the merged process comes from the original Poisson process with probability )../().. * An infinite server queue. We consider a queueing system with an

Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa.. Permukaan mukosa yang

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII I PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK. Di

2. Kebutuhan lanjut usia terlantar secara biologis yaitu makanan yang dikonsumsi kurang tercukupi dan tidak bergizi sehingga berpengaruhi terhadap