• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERILAKU ETIS TEKANAN KETAATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PERILAKU ETIS TEKANAN KETAATAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

PENGARUH PERILAKU ETIS, TEKANAN KETAATAN DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PENGAMBILAN

KEPUTUSAN ETIS AUDITOR

(STUDI EMPIRIS PADA AUDITOR BPKP NAD)

Nadirsyah

Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

Rizkqi Malahayati

Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

ABSRACT

This research has a goal to analize an influence between ethical behavior, obedience pressure and auditor’s experience toward auditor’s ethical decision making in BPKP NAD. This is a census research which has population all auditors who work in BPKP NAD amount 85 auditors. Data and information which needed in this research is primary data that obtained through questionaire for all auditor and analysed with multiple linier regression model.

This research result shows that ethical behavior has an influence toward auditor’s ethical decision making. Obedience pressure has an influence toward auditor’s ethical decision making. Auditor’s experience has an influence toward auditor’s ethical decision making. Simultaneously, ethical behavior, obedience pressure and auditor’s experience have an influence toward auditor’s ethical decision making.

Key Word: Auditor’s Ethical Decision Making, Ethical Behavior, Obedience Pressure and Auditor’s Experience.

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor terhadap pengambilan keputusan etis pada auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nangroe Aceh Darussalam. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode sensus dengan mengambil seluruh populasi yaitu sebanyak 85 auditor yang bekerja di BPKP. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan model regresi liner berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor baik secara parsial maupun secara bersama-sama pada auditor BPKP Nangroe Aceh Darussalam.

(2)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Peran auditor pemerintah kini semakin penting, terutama dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan kegiatan operasional negara dan daerah. Kepala negara, menteri dan kepala daerah sangat memerlukan jasa auditor untuk meyakini bahwa urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh institusi yang dibawahinya telah bekerja sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (STAN, 2007:3). Para auditor tersebut harus mampu memberikan laporan hasil audit mereka yang terbaik, dalam hal ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh pengguna atas laporan tersebut.

Auditor haruslah orang yang qualified untuk memahami standar yang berlaku dan cukup kompeten untuk memahami jenis dan kekeliruan dari bukti yang dikumpulkan agar dapat diambil suatu kesimpulan yang memadai setelah bukti itu diuji. Seorang auditor juga harus berpengetahuan cukup agar dapat memahami kriteria-kriteria yang digunakan dan cukup mampu atau kompeten untuk mengetahui dengan pasti jenis dan jumlah fakta yang dibutuhkan, agar pada akhir pemeriksaan dia dapat menarik kesimpulan yang tepat.

Pada tahun 2008 terjadi suatu kasus yang menimpa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP dianggap tidak memberikan opini yang tepat (adanya beda persepsi antara BPKP dan Kejaksaan). Dimana di pihak Kejaksaan, BPKP dikatakan telah membuat keputusan yang salah.

Kasus ini berawal dari pengadaan obat-obatan oleh Dinas Kesehatan. Seharusnya dana yang ada dibagikan kepada puskesmas-puskesmas tetapi Kepala Dinas tidak langsung membagikannya melainkan membeli terlebih dahulu obat-obatan tersebut baru kemudian membagikannya. Ketika BPKP mengauditnya, tidak ditemukan hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi negara dari kegiatan pengadaan obat-obatan tersebut. Sedangkan pihak Kejaksaan menganggap BPKP telah salah dalam mengambil keputusan pemeriksaan yang mengakibatkan kerugian bagi negara (BPKP, 2009).

Pengambilan keputusan etis auditor dapat didefinisikan sebagai suatu keputusan yang diambil oleh auditor, baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas (Jones, 1991). Pengambilan keputusan etis bagi auditor diperlukan dalam rangka meraih kepercayaan masyarakat terhadap kualitas bidang jabatan tersebut tanpa melihat kepada individu pelaksananya. Seorang auditor dalam membuat keputusan etis pasti menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan atas nilai-nilai etika yang dipahaminya dan membuat suatu keputusan yang adil dan tindakan yang diambil itu dapat mencerminkan kebenaran atau keadaan yang sebenarnya. Pengambilan keputusan pemeriksaan hasil audit mengharuskan auditor memberikan keyakinan yang memadai. Oleh karena itu, auditor mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pendapat dalam suatu pengambilan keputusan.

(3)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

tekanan ketaatan dan pengalaman auditor. Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma– norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan (Griffin dan Ebert, 1998 dalam Zulfahmi, 2005). Agoes (1996:173) mengungkapkan bahwa setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan, akuntan harus dapat mempertahankan etika profesinya karena pelanggaran etika profesi akan berdampak pada kualitas audit. Hasil atau kualitas audit yang diberikan oleh akuntan terhadap pemeriksaan laporan keuangan klien sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat di mana kualitas audit tersebut ditentukan oleh beberapa hal seperti profesionalisme, kompetensi, independensi, pengalaman dan lain-lain.

Kepercayaan pemerintah dan masyarakat terhadap dunia usaha atas jasa yang diberikan para pelaksana bisnis, khususnya auditor menuntut adanya pemahaman atas etika profesi yang bersangkutan. Maka penting sekali adanya kepercayaan masyarakat terhadap auditor (Nuryatno dan Dewi, 2001). Perlu dikemukakan bahwa kepercayaan kepada auditor bertumpu pada cara kerja auditor dan tidak hanya pada keahliannya saja tetapi juga didasarkan atas pemahaman etika yang dimilikinya. Globalisasi yang membawa liberalisasi di segala bidang, termasuk liberalisasi ekonomi hendaknya semakin memacu kalangan bisnis dan pemerintah untuk responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Pada

era global ini etika bisnis muncul sebagai faktor yang menarik untuk diperhatikan, untuk itu diperlukan upaya penegakan etika oleh banyak kalangan bisnis dan pemerintah.

Terjadinya kasus kegagalan audit seringkali menimbulkan skeptisisme masyarakat mengenai ketidakmampuan profesi akuntansi dalam menjaga independensinya. Sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor dalam berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal menjalankan perannya sebagai auditor independen. Auditor dipandang justru bertindak melayani atau bersikap advokasi bagi kepentingan klien (Schuetze, 1994 dalam Koroy, 2007). Dengan kata lain keputusan auditor dapat dipengaruhi oleh tekanan ketaatan. Tekanan ketaatan merupakan tekanan yang diterima oleh auditor dalam menghadapi atasan dan klien untuk melakukan tindakan menyimpang dari standar etika (Jamilah et al., 2007). Dalam kasus di Indonesia, kegagalan audit ini sering dihubungkan sebagai salah satu penyebab krisis ekonomi yang dimulai di tahun 1997 (ADB, 2003 dalam Koroy, 2007).

(4)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

sehingga pengalaman dalam melakukan audit dimasukkan sebagai persyaratan dalam memperoleh izin akuntan publik (SK Menkeu No. 43/KMK/017/1997). Dengan demikian auditor yang berpengalaman dan profesional dianggap sebagai auditor handal. Menurut Libby dan Frederick (1990), akuntan pemeriksa yang berpengalaman memperlihatkan pengetahuan yang lengkap mengenai pengambilan keputusan pemeriksaan dalam laporan keuangan dan menghasilkan jumlah yang lebih banyak mengenai hipotesa penjelasan yang diteliti.

Pengambilan keputusan oleh auditor dalam memberikan penilaian terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah keuangan, terkait erat dengan pemahaman auditor tentang nilai-nilai etika. Secara teoritis, baik buruknya pemahaman auditor tentang nilai-nilai etika berhubungan dengan keputusan etis yang diambil oleh auditor. Seperti ditemukan oleh Nuryatno dan Dewi (2001) dalam penelitiannya yang membuktikan bahwa auditor pada umumnya kurang memahami nilai-nilai etika yang menjadi pedoman bagi para auditor dalam melaksanakan pemeriksaan pada laporan keuangan dan mempunyai korelasi antara pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan auditor. Penelitian lainnya yang mengangkat masalah pengambilan keputusan auditor juga dilakukan oleh Rahayu dan Faisal (2005), Rusniar (2006), Faisal (2007), dan Safrida (2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Faisal menyatakan bahwa auditor yang berada dalam obediance pressure (tekanan ketaatan) akan menyetujui saldo yang lebih tinggi

dibandingkan dengan auditor yang berada dalam confirmity pressure (tekanan kesesuaian). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rusniar menyatakan bahwa tingkat profesionalisme auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Faisal membuktikan bahwa obediance dan confirmity pressure secara signifikan meningkatkan persetujuan auditor atas saldo rekening yang salah saji secara material. Penelitian yang dilakukan oleh Safrida menyatakan bahwa nilai-nilai etika memiliki hubungan positif dan signifikan dengan keputusan auditor.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah perilaku etis berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD; (2) Apakah tekanan ketaatan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD; (3) Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD; (4) Apakah perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor berpengaruh secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD.

1.3 Tujuan Penelitian

(5)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

pengaruh tekanan ketaatan terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD; (3) Untuk mengetahui pengaruh pengalaman auditor terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD; (4) Untuk mengetahui pengaruh perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD.

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Pengambilan keputusan etis menurut Jones (1991) merupakan suatu keputusan yang diambil oleh auditor, baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas. Jadi, pengambilan keputusan etis merupakan suatu proses pengidentifikasian dan pemilihan berbagai solusi di antara satu atau beberapa alternatif dengan tujuan mencapai sebuah hasil akhir yang diinginkan dan sesuai dengan etika serta asas perilaku yang disepakati secara umum.

Setiap organisasi memiliki kode etik atau peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam membuat keputusan yang layak dipertanggungjawabkan sebagai keputusan etis. Pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi (Nuryatno dan Dewi, 2001). Dari definisi ini jelas terlihat bahwa sebelum keputusan itu ditetapkan diperlukan pertimbangan yang menyeluruh tentang kemungkinan

konsekuensi yang timbul sebab mungkin saja keputusan yang diambil hanya memuaskan satu kelompok saja atau sebagian orang saja. Tetapi jika kita memperhatikan konsekuensi dari suatu keputusan, hampir dapat dikatakan bahwa tidak akan ada satupun keputusan yang akan dapat menyenangkan setiap orang.

Dalam melaksanakan auditnya, auditor tidak boleh menganggap manajemen adalah orang yang tidak jujur namun juga tidak boleh beranggapan bahwa manajemen adalah orang yang tidak diragukan kejujurannya. Auditor sebaiknya menyadari bahwa kondisi yang diamati dan bukti yang diperoleh selama melakukan audit, termasuk informasi yang diperoleh dari audit periode sebelumnya, perlu diawasi secara objektif guna menentukan apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material. Tujuan pemeriksaan umum terhadap laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat/opini mengenai kewajaran dalam penyajian posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan-perubahan dalam posisi keuangan yang selaras dengan prinsip-prinsip akuntansi yang secara umum diterima.

(6)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Jones (1991) ada tiga definisi dalam memahami model-model dalam pembuatan keputusan-keputusan etis ,yaitu:

a) Isu Moral (Moral Issue)

Isu moral itu timbul pada saat ada tindakan seseorang yang mungkin dapat merugikan atau menguntungkan orang lain atau dengan kata lain suatu tindakan atau keputusan pasti memiliki konsekuensi-konsekuensi terhadap orang lain dan pasti melibatkan suatu pilihan atau kemauan dari si pembuat keputusan.

b) Agen Moral (Moral Agent)

Agen moral adalah orang yang membuat keputusan moral walaupun mungkin orang tersebut tidak mengenali isu moral tersebut. Pengertian agen moral ini sangat penting karena elemen pokok dari pengambilan keputusan moral terlibat di sini yaitu mengenai isu moral yang ada.

c) Keputusan Etis (Ethical Decision) Keputusan etis sebagai keputusan yang baik secara legal maupun moral diterima dalam masyarakat luas. Sebaliknya keputusan yang tidak etis (unethical decision) adalah keputusan yang baik secara legal maupun moral tidak diterima oleh masyarakat luas.

2.2 Perilaku Etis

Menurut Griffin dan Ebert (1998) dalam Zulfahmi (2005), perilaku etis didefinisikan sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau

manifestasi seseorang dalam penerapan norma-norma sosial yang ada di tengah kehidupannya. Perilaku etis dan independensi merupakan hal yang vital dari seorang auditor dalam fungsi audit. Etika mengarah pada suatu sistem atau kode perilaku yang didasarkan pada kewajiban-kewajiban moral, di mana kewajiban tersebut mengindikasikan bagaimana seharusnya kita berperilaku (Messier dan Prawitt, 2001:47).

Boynton et al. (2002:98) mengungkapkan bahwa etika profesional (professional ethics) harus lebih dari sekedar prinsip-prinsip moral. Etika ini memiliki standar-standar perilaku bagi seorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik. Sedangkan kode etik profesional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan. Menurut Dougall dalam Zulfahmi (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi:

1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu.

2. Faktor situasional, yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia sehingga dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan karakteristik kelompok atau organisasi di mana ia ikut di dalamnya.

3. Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang.

(7)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

For The Advancement of Ethics (Arens & Loebbecke, 2003:72), yaitu: kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian kepada orang lain, menghargai orang lain,

menjadi warga yang

bertanggungjawab, mencapai yang terbaik, ketanggunggugatan.

Agar kode etik perilaku tersebut dilaksanakan oleh para auditor dalam rangka mengemban tugas dan untuk menciptakan aparat yang bersih dan berwibawa (Good Governance) maka perlu diupayakan: a) Pemantauan pelaksanaan kode etik

oleh masing-masing atasan dari auditor secara berjenjang dan hasil pemantauan dituangkan dalam evaluasi kinerja auditor.

b) Mengenakan sanksi terhadap pelanggaran kode etik sesuai dengan PP 30/1980 atau peraturan perundangan yang berlaku oleh pejabat yang berwenang.

c) Dilakukan kontrol

sosial/pemantauan oleh masyarakat/LSM

Menurut Mulyadi (2002:50), dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi, terlepas dari anggota profesi yang menyerahkan jasa tersebut. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat

diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Bagi jabatan akuntan publik, diperlukan suatu keyakinan dari klien/nasabah dan berbagai pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan terhadap kualitas pelayanan audit dan jasa lainnya.

Menurut Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Zulfahmi (2005) terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan. Faktor-faktor tersebut antara lain: Faktor-faktor religiusitas, faktor hukum, faktor emotional quotient (eq), faktor pendidikan, faktor organisasional.

2.3Ketaatan Tekanan (Obedience Pressure )

(8)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

dikatakan bahwa bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku autonomis menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dilema etis dalam setting auditing, misalnya, dapat terjadi ketika auditor dan klien tidak sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Karena secara umum dianggap bahwa auditor termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik. Memenuhi tuntutan klien, berarti melanggar standar. Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bisa menghasilkan sangsi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Karena pertimbangan professional berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu, kesadaran moral memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan akhir. Trevino (1986) menyatakan bahwa tahapan pengembangan kesadaran moral individual menentukan bagaimana seorang individu berpikir tentang dilema etis, proses memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. Namun kesadaran atas benar dan salah saja tidak cukup memprediksi perilaku

pengambilan keputusan etis. Diperlukan variabel situasional dan individual lain yang dapat berinteraksi dengan komponen kognitif (kesadaran moral) untuk menentukan bagaimana individu akan berperilaku dalam merespon dilema etis (Tsui dan Gul, 1996).

2.4 Pengalaman Auditor

Masalah penting faktor pengalaman akuntan tentang audit berkaitan dengan tingkat ketelitian akuntan, bahwa peningkatan pengalaman menghasilkan struktur daya penggolongan yang lebih teliti dan lebih rumit, dan pengalaman memiliki dampak positif terhadap ketelitian. Widagdo (2002) dalam Mariana (2009) menyatakan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki keuanggulan dalam hal mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab kesalahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih pula. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan hasil yang lebih dari pada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam tugasnya.

(9)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

akal tentang pengambilan keputusan pemeriksaan pada pos-pos keuangan lebih sedikit dan mampu menggolongkan pengambilan keputusan pemeriksaan berdasarkan tujuan audit dan struktur sistem akuntansi yang melandasinya.

Menurut Tubbs (1992), secara rinci menyebutkan bahwa yang dikatakan auditor yang berpengalaman adalah:

a. Auditor pemeriksa menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan. b. Auditor pemeriksa memiliki salah

pengertian yang lebih sedikit tentang pengambilan keputusan pemeriksaan.

c. Auditor pemeriksa menjadi sadar mengenai pengambilan keputusan pemeriksaan yang lebih tidak lazim.

d. Hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kekeliruan seperti departemen tempat terjadi kekeliruan dan pelanggaran dan tujuan pengendalian menjadi relatif lebih menonjol.

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa auditor pemeriksa yang berpengalaman menyimpan lebih banyak memori mengenai kesalahan sehingga memori auditor memainkan peran penting pada kualitas pertimbangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman audit akan meningkatkan kepekaan seorang auditor pemeriksa pada detail-detail kesalahan yang terjadi.

2.5Hubungan Perilaku Etis terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Akuntan sering berhadapan dengan keputusan yang hasilnya tidak cukup oleh kode etik maupun oleh standar akuntansi berterima umum.

Pertimbangan utama dalam keputusan adalah etika, walaupun seringkali melibatkan berbagai macam konflik kepentingan. Etika menggambarkan prinsip moral atau peraturan perilaku atau kelompok individu yang mereka akui. Etika berlaku ketika seseorang harus mengambil keputusan dari beberapa alternatif menyangkut prinsip moral. Perilaku etis ditentukan oleh masing-masing individu. Setiap orang menggunakan alasan moral untuk memutuskan apakah sesuatu etis atau tidak. Etika adalah kode perilaku moral yang mewajibkan kita untuk tidak hanya mempertimbangkan diri sendiri tetapi juga orang lain.

Penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nuryatno dan Dewi (2001) menyatakan bahwa nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai kewajiban, nilai moralitas, nilai mematuhi janji dan nilai integritas mempunyai korelasi yang positif dengan pengambilan keputusan. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safrida (2008) yang menyatakan pemahaman nilai kewajaran, nilai keadilan dan nilai moral memiliki hubungan positif dan signifikan dengan keputusan auditor.

(10)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

(Dellaportas, 2005:29). Teori etik normatif menyediakan suatu prinsip bagaimana seharusnya kita berkelakuan sesuai dengan norma sosial dan kebiasaan. Mengerti akan prinsip perilaku yang baik merupakan suatu hal yang penting bila mana kita membuat keputusan etis dan berkelakuan dengan tepat.

2.6Hubungan Tekanan Ketaatan terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Tekanan ketaatan merupakan salah satu tipe dari tekanan sosial, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh auditor. Tekanan ketaatan muncul dari perintah yang dibuat oleh individu yang berada pada posisi otoritas. Bawahan yang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang yang berperilaku autonomis menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Auditor secara umum dianggap termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik. Memenuhi tuntutan klien berarti melanggar standar. Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bisa

mendapatkan sanksi oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Karena pertimbangan profesional berdasarkan pada nilai dan keyakinan individu, kesadaran moral memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan akhir.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bukti bahwa auditor yang mendapatkan perintah tidak tepat baik itu dari atasan maupun dari klien cenderung akan berperilaku menyimpang dari standar profesional (Hartanto, 1999 dalam Taftazani, 2008). Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Faisal (2005) yang menyatakan bahwa auditor yang berada dalam obediance pressure akan menyetujui saldo yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang berada dalam confirmity pressure. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh DeZoort dan Lord (1994) mengindikasikan bahwa auditor rentan akan obediance pressure.

Auditor yang menerima

intruksi/perintah yang tidak tepat dari atasan atau teman sekerja secara signifikan lebih mungkin untuk melanggar norma atau standar dibandingkan auditor yang tidak berada di bawah tekanan.

2.7Hubungan Pengalaman Auditor terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor

(11)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Perilaku Etis (X1)

Tekanan Ketaatan (X2)

Pengalaman Auditor (X3)

Pengambilan Keputusan Etis Auditor (Y) dalam bidang auditing dan akuntansi,

pengalaman kerja yang cukup dalam bidang pekerjaan yang akan ditekuninya dan selalu mengikuti pendidikan-pendidikan lanjutan.

Masalah penting faktor pengalaman akuntan tentang audit berkaitan dengan tingkat ketelitian akuntan, bahwa peningkatan pengalaman menghasilkan struktur daya penggolongan yang lebih teliti dan lebih rumit, dan pengalaman memiliki dampak positif terhadap ketelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih pula. Koledner dalam Taftazani (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan. Widagdo (2002) dalam Mariana (2009) menyatakan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab kesalahan. Pengalaman akan menghasilkan pengetahuan dan pengetahuan tersebut tersimpan di memori auditor, sehingga memori auditor memainkan peran penting pada kualitas pertimbangan. Sedangkan Libby dan Frederick (1990) berpendapat bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman memperlihatkan pengetahuan yang lengkap mengenai pengambilan keputusan pemeriksaan dalam laporan keuangan dan menghasilkan jumlah yang lebih banyak mengenai hipotesa penjelasan yang diteliti.

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka dapat digambarkan model paradigma penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Bagan Rerangka Pemikiran Penelitian

2.8 Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1 : Perilaku etis berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD.

H2 : Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD.

H3 : Pengalaman auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD.

H4 : Perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor berpengaruh secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD.

3. METODE PENELITIAN 3.1 Populasi Penelitian

(12)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian lapangan (field research). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan cara menyampaikan langsung kepada responden, yaitu auditor yang bekerja pada BPKP NAD. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya dan telah dimodifikasi serta disesuaikan dengan kondisi subjek penelitian. Kuesioner tersebut berisikan pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor serta pengambilan keputusan etis auditor.

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan satu variablel dependen yaitu Pengambilan Keputusan Etis Auditor (Y) dan tiga variabel independen yaitu Perilaku Etis (X1), Tekanan Ketaatan (X2) dan Pengalaman Auditor (X3). Berikut ini penjelasan definisi operasional masing-masing variabel.

1. Pengambilan Keputusan Etis (Y) merupakan suatu keputusan yang diambil oleh auditor, baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas. Indikator yang digunakan adalah tanggapan atas tindakan dan setuju atau tidak terhadap adanya masalah etika. Variabel ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Budi et al. (2005). Pengambilan keputusan diukur dengan Skala Likert lima point yaitu: (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3)

Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.

2. Perilaku Etis (X1) adalah

perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Variabel ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Sari (2005). Indikator yang digunakan adalah penilaian terhadap perilaku profesional. Perilaku etis diukur dengan Skala Likert lima point yaitu: (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju. 3. Tekanan Ketaatan (X2) adalah

tekanan yang diterima oleh auditor dalam menghadapi atasan dan klien untuk melakukan tindakan menyimpang dari standar etika. Variabel ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Jamilah et al. (2007). Indikator yang digunakan adalah etika profesi dan standar pemeriksaan. Tekanan ketaatan diukur dengan Skala Likert lima point yaitu: (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju.

4. Pengalaman Auditor (X3)

(13)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

auditor. Pengalaman audit diukur dengan Skala Likert lima point yaitu: (1) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (3) Netral, (4) Setuju, dan (5) Sangat Setuju. 3.4 Metode Analisis Data

Untuk memastikan apakah ada pengaruh perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda yang diolah dengan program SPSS (Statistical Package For Social Science). Spesifikasi persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Υ = α + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + ε

Dimana:

Υ = Pengambilan Keputusan Etis Auditor

α = Konstanta

β 1... β 3 = Koefisien Arah Regresi X1 = Perilaku Etis

X2 = Tekanan Ketaatan X3 = Pengalaman Auditor

ε = Error Term

Untuk menguji pengaruh variabel independen (perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor) terhadap variabel dependen (pengambilan keputusan etis auditor) dilakukan dengan dua cara yaitu uji secara parsial dan uji secara simultan (bersama-sama). Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis secara parsial adalah jika βi (i = 1,2,3) = 0 maka H0 diterima dan jika βi (i = 1,2,3) ≠ 0 maka H0 ditolak

Sedangkan kriteria pengujian hipotesis secara simultan atau bersama-sama yaitu jika βi (i = 1,2,3) = 0 maka H0 diterima. Artinya variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen. Atau sebalikinya jika paling sedikit ada satu βi (i = 1,2,3) ≠ 0 maka H0 ditolak. Artinya variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Seperti yang telah dijelaskan pada perumusan masalah dan hipotesis, maka penelitian ini menganalisis pengaruh perilaku etis (X1), tekanan ketaatan (X2), dan pengalaman auditor (X3) terhadap pengambilan keputusan etis auditor (Y). Hasil ouput SPSS dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.1 Coefficientsa

a. Dependent Variable: Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Dari hasil output SPSS (coefficients), dapat diperoleh persamaan regresi berganda (multiple regression) sebagai berikut:

Y = 8.898 + 0.167 X1 + 0.287 X2 + 0.853 X3+ ε

Dari persamaan regresi dapat diketahui hasil penelitian dari masing-masing koefisien yaitu untuk konstanta (a = 8.898). Artinya jika faktor-faktor

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std.

Error Beta

1 (Constant) 8.898 5.912 1.505 .136

X1 .167 .280 .067 .596 .553

X2 .287 .117 .275 2.443 .017

(14)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

perilaku etis(X1), tekanan ketaatan (X2), pengalaman auditor (X3) dianggap konstan, maka besarnya pengambilan keputusan etis auditor pada BPKP NAD adalah sebesar 8.898 pada satuan Skala Likert.

Koefisien regresi perilaku etis (X1) sebesar 0.167. Artinya setiap ada peningkatan sebesar 1 pada variabel perilaku etis, maka secara relatif akan meningkatkan pengambilan keputusan etis seorang auditor sebesar 16.7%. Dengan demikian semakin baik perilaku seorang auditor maka secara relatif akan meningkatkan pengambilan keputusan etis auditor tersebut.

Koefisien regresi tekanan ketaatan (X2) sebesar 0.287. Artinya setiap ada peningkatan sebesar 1 pada variabel tekanan ketaatan, maka secara relatif akan meningkatkan kecenderungan auditor untuk menyimpang dalam pengambilan keputusan etis, yaitu sebesar 28.7%. Dengan demikian semakin banyak tekanan ketaatan yang diterima oleh seorang auditor maka secara relatif akan meningkatkan penyimpangan dalam pengambilan keputusan etis auditor tersebut.

Koefisien regresi pengalaman auditor (X3) sebesar 0.853. Artinya setiap ada peningkatan sebesar 1 pada variabel pengalaman auditor, maka secara relatif akan meningkatkan pengambilan keputusan etis seorang auditor sebesar 85.3%. Dengan demikian semakin banyak pengalaman yang dimiliki seorang auditor maka secara relatif akan meningkatkan pengambilan keputusan etis auditor tersebut.

Kemudian dari hasil output SPSS juga dapat diketahui keeratan antara variabel independen (perilaku

etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor) dengan variabel dependen (pengambilan keputusan etis auditor), sebagaimana ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Model Summary

a. Predictors: (Constant), pengalaman auditor, perilaku etis, tekanan ketaatan

b. Dependent Variable: pengambilan keputusan etis auditor

Koefisien korelasi (R) sebesar 0.549 menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 54.9%. Artinya pengambilan keputusan etis auditor BPKP NAD erat hubungannya dengan perilaku etis (X1), tekanan ketaatan (X2), pengalaman auditor (X3). Selanjutnya, koefisien determinasi (R2) sebesar 0.302, yang artinya bahwa sebesar 30.2% perubahan-perubahan dalam variabel independen dapat dijelaskan oleh variabel dependen. Hal ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan etis auditor pada BPKP NAD dipengaruhi oleh perilaku etis,tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor sebesar 30.2%, sedangkan sisanya sebesar 69.8% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

4.1 Pengaruh Perilaku Etis terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Hasil pengujian terhadap variabel perilaku etis diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.167. Nilai koefisien sebesar 0.167 menunjukkan bahwa

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

(15)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

koefisien pengaruh perilaku etis terhadap pengambilan keputusan etis auditor tidak sama dengan nol (βX1 ≠ 0). Berdasarkan rumusan hipotesis, syarat untuk menyatakan bahwa perilaku etis (X1) berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor (Y) apabila βX1 ≠ 0. Mengacu pada syarat tersebut hasil penelitian ini menolak H0 (hipotesis nol) atau menerima Ha (hipotesis alternatif). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku etis berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

Perilaku etis merupakan hal yang vital dari seorang auditor dalam fungsi audit. Etika mengarah pada suatu sistem atau kode perilaku yang didasarkan pada kewajiban-kewajiban moral, di mana kewajiban tersebut mengindikasikan bagaimana seharusnya kita berperilaku. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryatno dan Dewi (2001) yang menyatakan bahwa nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai kewajiban, nilai moralitas, nilai mematuhi janji dan nilai integritas mempunyai korelasi yang positif dengan pengambilan keputusan. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safrida (2008) yang menyatakan pemahaman nilai kewajaran, nilai keadilan dan nilai moral memiliki hubungan positif dan signifikan dengan keputusan auditor.

4.2 Pengaruh Tekanan Ketaatan terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai koefisien sebesar 0.287. Nilai koefisien sebesar 0.287 menunjukkan bahwa koefisien pengaruh tekanan

ketaatan terhadap pengambilan keputusan etis auditor tidak sama dengan nol (βX2 ≠ 0). Berdasarkan rumusan hipotesis, syarat untuk menyatakan bahwa tekanan ketaatan (X2) berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor (Y) apabila βX2 ≠ 0. Mengacu pada syarat tersebut hasil penelitian ini menolak H0 (hipotesis nol) atau menerima Ha (hipotesis alternatif). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

Tekanan ketaatan merupakan tekanan yang diterima oleh auditor dalam menghadapi atasan dan klien untuk melakukan tindakan menyimpang dari standar etika. Teori ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikannya. Hasil penelitian ini sejalan dan konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Faisal (2005) yang menyatakan bahwa auditor yang berada dalam obediance pressure akan menyetujui saldo yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang berada dalam confirmity pressure. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh DeZoort dan Lord (1994) mengindikasikan bahwa auditor rentan akan obediance pressure.

Auditor yang menerima

(16)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

mentaati perintah dari atasan untuk tidak berperilaku menyimpang dari standar profesionalnya.

Hal ini berarti semakin tinggi tingkat tekanan ketaatan yang diterima oleh seorang auditor dalam menghadapi atasan ataupun klien, maka semakin cenderung seorang auditor tersebut berperilaku menyimpang dari standar profesionalnya. Namun ketika auditor kurang mendapat tekanan ketaatan dalam menghadapi atasan dan klien, maka cenderung auditor tersebut menaati dan patuh terhadap standar profesinya.

4.3 Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai koefisien sebesar 0.853. Nilai koefisien sebesar 0.853 menunjukkan bahwa koefisien pengaruh pengalaman auditor terhadap pengambilan keputusan etis auditor tidak sama dengan nol (βX3 ≠ 0). Berdasarkan rumusan hipotesis, syarat untuk menyatakan bahwa pengalaman auditor (X3) berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor (Y) apabila βX3 ≠ 0. Mengacu pada syarat tersebut hasil penelitian ini menolak H0 (hipotesis nol) atau menerima Ha (hipotesis alternatif). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengalaman auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Koledner dalam Taftazani (2008) yang dalam penelitiannya menunjukkan bagaimana pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pengambilan keputusan. Widagdo (2002) dalam

Mariana (2009) menyatakan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan mencari penyebab kesalahan. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Libby dan Frederick (1990) yang mengemukakan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman memperlihatkan pengetahuan yang lengkap mengenai pengambilan keputusan pemeriksaan dalam laporan keuangan dan menghasilkan jumlah yang lebih banyak mengenai hipotesa penjelasan yang diteliti.

Hal ini berarti bahwa bila auditor yang bekerja pada BPKP NAD mempunyai pengalaman yang banyak, maka akan semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan auditnya, yang pada akhirnya dapat membuat suatu keputusan yang relatif lebih baik. Demikian juga sebaliknya, para auditor yang masih sedikit pengalaman auditnya akan merasa kesulitan dalam menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan auditnya. Hal ini dapat dikarenakan masih belum banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya serta belum dapat mengembangkan suatu pemahaman dengan baik.

4.4 Pengaruh Perilaku Etis, Tekanan Ketaatan dan Pengalaman Auditor terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor secara Simultan

(17)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

keputusan etis auditor (Y) dirumuskan sebagai berikut:

H04 : β1 = β2 = β3 = 0; perilaku etis, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor tidak berpengaruh secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

Ha4 : paling sedikit ada satu βi ≠ 0; perilaku etis, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor berpengaruh secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan etis auditor .

Berdasarkan hasil output SPSS, diperoleh bahwa semua koefisien regresi (β) masing-masing variable independen tidak sama dengan nol (β1 = 0.167); β2 = 0.287; dan β3 = 0.853). Ketentuannya yaitu jika paling sedikit ada satu βi (i = 1, 2, 3) ≠ 0, maka perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor berpengaruh secara bersama-sama berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor pada auditor BPKP NAD. Jadi, hasil penelitian ini menolak H0 atau menerima Ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel independen (perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (pengambilan keputusan etis auditor).

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Penelitian empiris ini dilakukan untuk menguji pengaruh perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor terhadap pengambilan keputusan etis pada auditor BPKP NAD. Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Perilaku etis berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

b. Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

c. Pengalaman auditor berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

d. Perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor berpengaruh secara bersama-sama terhadap pengambilan keputusan etis auditor.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan di atas maka dapat disarankan hal-hal berikut ini.

1. Bagi auditor harus dapat mempertimbangkan perilaku etis dan kepatuhan ketaatan terhadap dalam setiap pengambilan keputusan.

(18)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Agoes, Sukrisno (1996) Penegakan Kode Etik Akuntan Indonesia. Makalah Dalam Konvensi Nasional Akuntansi III-KLB IAI. Semarang.

Arens, A.A. dan James K. Loebbecke (2003) Auditing: Suatu Pendekatan Terpadu. Buku Satu. Terjemahan: Amir Abadi Jusuf. Jakarta: Salemba Empat.

, et al (2008) Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach. Pearson International Edition. 12 th.

Boynton, et al. (2002) Modern Auditing. Edisi Ketujuh, Jilid 1. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

BPKP, Pusdiklat. Kode Etik Auditor. Melalui <http://www.pu.go.id> [31 Oktober 2008].

Budi, Sasongko, et al. (2005) Internal Auditor dan Dilema Etika. Melalui <http://www.theakuntan.com> [31 Oktober 2008].

Budianto (2008) Persepsi Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Terhadap Pemahaman Audit Forensik Dalam Pemberantasan Korupsi. Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Chung, J dan G. S. Monroe (2001) A Research Note on The Effects of Gender and Task Complexity on an Audit Judgment. Journal of Behavioral Research in Accounting. Vol. 10.

Dellaportas, et al. (2005) Ethics, Governance and Accountability, a Professional Perspective. Australia: Wiley.

DeZoort, F.T. dan Alan T.L. (1994) An Investigation of Obedience Pressure Effects on Auditors Judgments. Journal of Behavioral Research in Accounting. Vol. 6.

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Gorontalo

(2009). Mengenal Opini Auditor. Melalui

(19)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Faisal (2007) Investigasi Tekanan Pengaruh Sosial Dalam Menjelaskan Hubungan Komitmen dan Moral Reasoning Terhadap Keputusan Auditor. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.

Ford, R.C. dan W.D. Richardson (1994) Ethical Decision Making: A Review of The Empirical Literature (Abstract). Journal of Business Ethics 13. Hal. 205-221.

Gujarati D. dan Sumarno Zain (1978) Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Guy, D. M., et al. (1999) Auditing. Edisi Kelima, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Ikatan Akuntan Indonesia (2001) Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:

Salemba Empat.

Jamilah, S., et al. (2007) Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.

Jogiyanto H. M. (2008) Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Jones, T.M. (1991) Ethical Decision Making by Individual in Organization: An Issue – Contingent Model (Abstract). Academy of Management Review. Vol. 16 No.2.

Koroy, T.R. (2007) Pengaruh preferensi Klien dan Pengalaman Audit terhadap Pertimbangan Auditor. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 10. No. 1: 113-x.

Libby, R dan D. Frederick (1990) Experience and The Ability to Explain Audit Findings (Abstract). Journal of Accounting Research. ISSN: 0021-8456.

Manullang, M. (1986) Pedoman Praktis Pengambilan Keputusan. Yogyakarta: BPFE.

Mariana (2009) Pengaruh Pengalaman Auditor, Tekanan Anggaran Waktu dan Keterlibatan Pimpinan Auditor BPK Terhadap Kualitas Audit Pada Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) di Banda Aceh. Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Messier, Glower dan Prawitt (2001) Auditing and Assurance Services, A Systematic Approach. Mc Graw – Hill International Edition. 4 th.

(20)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Mulyadi (2002) Auditing. Buku 1 Edisi Enam. Jakarta: Salemba Empat.

Nuryatno, Muhd dan Synthia Dewi (2001) Tinjauan Etika Atas Pengambilan Keputusan Auditor Berdasarkan Pendekatan Moral. Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. Vol. 1 No. 3: 27-48.

Rahayu, D. S. dan Faisal (2005) Pengaruh Komitmen Terhadap Respon Auditor Atas Tekanan Sosial: Sebuah Eksperimen. ISSN: 1410 – 2420.

Rahman, Fauzan (2005) Pengaruh Etika dan Keahlian Auditor Terhadap Pelaksanaan Fraud Auditing (Studi Empiris Pada BPKP Prov. NAD). Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK/017 (1997) Jasa Akuntan Publik. Melalui <http://www.google.com> [7 Januari 2009]. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06 (2002) Jasa

Akuntan Publik. Melalui <http://www.google.com/pdf> [7 Januari 2009].

Ricchiute, David N. (2006) Auditing: International Student Edition. Thomson, South-Western. 8 th.

Rusniar (2006) Pengaruh Tingkat Profesionalisme Para Auditor Terhadap Pengambilan Keputusan Pemeriksaan Pada Kantor Perwakilan BPKP. Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Safrida (2008) Analisis Hubungan Antara Pemahaman Nilai – Nilai Etika Dengan Pengambilan Keputusan Auditor Berdasarkan Pendekatan Standar Moral Pada Kantor Akuntan Publik di Banda Aceh. Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Sari, E. R. (2005) Pengaruh Keahlian Auditor Terhadap Pencapaian Tujuan Fraud Audit (Studi Empiris Pada Badan Pengawas Daerah Prov. NAD). Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Sekaran, Uma (2006) Research Methods for Business. Edisi Bahasa Indonesia. Buku 1 dan 2. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (2007) Dasar-dasar Audit Internal Sektor Publik. Tangerang: STAN.

(21)

Wafa, Volume 2 Nomor 2, Desember 2007

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Trevino, L.K. (1986) Ethical Decision Making in Organization: A Person – Situation Interactionist Model (Abstract). Academy of Management Review. Vol. 11 No. 3.

Tsui, J.S.L. dan Gul F.A. (1996) Auditor’s Behavior in an Audit Conflict

Situation (Abstract). Accounting Organizations and Society. Vol. 21 No. 1: 41-51.

Tubbs, Richard M. (1992) The Effect of Experience on The Auditor’s

Organization and Amount of Knowledge (Abstract). The Accounting Review. p: 783:801.

Zubar, Rahmad (2007) Pengaruh Pengalaman Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja Auditor Dengan Profesionalisme Sebagai Variabel Intervening. Skripsi, Universitas Syiah Kuala.

Gambar

Gambar Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor risiko hipertensi adalah konsumsi alkohol, konsumsi garam berlebih, konsumsi lemak, olah

4.1 Grafik Gain Penggunaan Landasan Satuan Bahasa dalam Penafsiran Puisi Kelas

Kebijakan proteksionis Cina dan juga ketegangan karena perbedaan ideologi antara kedua negara tersebut menjadi fakor penting dengan terjadinya [ CITATION Cip17 \l

Berdasarkan paparan data pada BAB IV, dapat diketahui bahwa strategi yang digunakan LAPAS Kelas II B Tulungagung untuk membina narapidana yang berbeda-beda karakteristik

Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/ permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal

Kedua, sudut segitiga bagian kiri mengandung unsur hukum negara (dalam hal ini dalam Perda Bendega di wakili unsur Pemerintah Daerah dan Gubernur sebagai bagian struktur hukum

Berdasarkan hasil regresi yang telah dilakukan, bahwa efektifitas zakat produktif terhadap pengentasan tingkat kemiskinan pada BAZNAS Kabupaten bengkalis

Hasil Penelitian : Hasil analisis menunjukkan bahwa belum semua bidan mendapatkan pelatihan atau sosialisasi pelayanan antenatal, bidan mengetahui tujuan dan