• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Zat Penstabil dan Konsentrasi Kuning Telur Terhadap Mutu Reduced Fat Mayonnaise

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Zat Penstabil dan Konsentrasi Kuning Telur Terhadap Mutu Reduced Fat Mayonnaise"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Mayonnaise

Mayonnaise adalah emulsi semi solid yang diperoleh dari campuran minyak nabati, kuning telur, asam (cuka dan sari jeruk), bumbu-bumbu (garam,

mustard, dan paprika), asam sitrat atau asam malat yang fungsinya untuk mempertahankan aroma dan warna (Chukwu dan Sadiq, 2008). Mayonnaise

memiliki pH 3-4 dimana protein kuning telur yaitu lipoprotein bertindak sebagai

emulsifier (Gaonkar, dkk., 2010). Kuning telur selain berperan sebagai pengemulsi juga berfungsi untuk memberikan warna pada mayonnaise.

Mayonnaise tradisional yang terdiri dari campuran telur, cuka, dan

mustard umumnya mengandung minyak sebesar 70-80 %, sehingga disebut emulsi minyak dalam air. Emulsi mayonnaise terbentuk dari pencampuran telur, cuka, dan mustard dan kemudiam secara perlahan dicampur dengan minyak (El-Bostany, dkk., 2011).

(2)

dalam minyak dimana minyak menjadi fase pendispersi dan air sebagai fase terdispersi.

Pada pembentukan suatu sistem emulsi, cairean fase internal harus terdispersi dengan sempurna dalam fase pendispersi, sehingga dibutuhkan suatu energi untuk memperkecil partikel-partikel fase terdispersi dan memisahkan antara satu dengan yang lainnya dalam sistem emulsi. Energi tersebut diperoleh dari alat pengadukan mekanis seperti mixer, dan energi ini dinamakan emulsator. Besarnya energi yang diperlukan tergantung dari tegangan permukaan antara kedua cairan tersebut. Semakin tinggi tegangan permukaan, maka semakin sulit terbentuknya suatu emulsi sehingga dibutuhkan energi yang besar dan begitu pula sebaliknya (Paul dan Palmer, 1972).

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan dua hal untuk membentuk emulsi yang stabil, yaitu penggunaan alat mekanis untuk mendispersikan sistem dan penggunaan bahan pengemulsi atau penstabil untuk mempertahankan sistem tetap terdispersi (Bergenstahl dan Claesson, 1990). Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muchtadi, 1990).

(3)

proporsi air dan protein. Jika jumlah air terlalu tinggi, sedangkan protein dalam jumlah terbatas, akan menyebabkan air cepat memisah karena protein yang ada tidak mampu mengikat semua air dalam sistem sehingga dihasilkan kestabilan emulsi yang rendah (Mutiah, 2002).

Prinsip dari pembuatan mayonnaise adalah mencampurkan minyak nabati dengan cuka, gula, garam, lada, mustard, dan kuning telur sebagai pengemulsi yang akan membentuk sistem emulsi. Bahan pengemulsi sangat diperlukan untuk mempertahankan stabilitas sistem emulsi setelah pencampuran, sehingga antara minyak nabati dan bahan yang lain tidak terpisah. Pengemulsi yang tidak baik dan tidak seimbang dapat menyebabkan emulsi yang diperoleh menjadi tidak stabil (Jaya, dkk., 2013). Ketidakstabilan emulsi dapat diaktifkan oleh beberapa mekanisme seperti terpisahnya emulsi dan koagulasi. Untuk mempertahankan emulsi dan mencegah perubahan fisika kimia yang tidak diinginkan dapat ditambahkan penstabil dalam emulsi (Winarno, 2008).

Mayonnaise dengan kadar lemak lebih dari 90 % mempunyai konsistensi yang kaku dan minyaknya mudah terpisah. Karakteristik dari minyak yang digunakan sangat berperan terhadap kestabilan emulsi pada penyimpanan dingin. Apabila konsistensi minyak bertambah, mayonnaise dapat pecah dan dapat dibentuk kembali dengan penambahan kuning telur, air, dan cuka. Hampir semua jenis minyak nabati dapat digunakan dalam pembuatan mayonnaise, salah satunya adalah minyak sawit (Mutiah, 2002).

(4)

tinggi dapat memicu penyakit seperti obesitas, penyakit jantung, kanker hingga tekanan darah tinggi. Namun sekarang terdapat alternatif dengan menggunakan bahan pengganti peranan lemak dengan jumlah tertentu untuk mengurangi kadar lemak dan menghasilkan mayonnaise dengan tekstur yang mendekati tekstur

mayonnaise tradisional. Beberapa pengganti lemak yang banyak digunakan di antaranya pati termodifikasi, inulin, pektin, xanthan gum, gum arab, dan karagenan dapat menstabilkan emulsi dan meningkatkan viskositas mayonnaise

(Liu, dkk., 2007). Dudina, dkk (1992) menyatakan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada mayonnaise rendah kalori adalah berkisar 30-40%.

Berikut ini syarat mutu mayonnaise berdasarkan SNI 01-4473-1998 yang menjadi standar mutu mayonnaise di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Syarat mutu mayonnaise (SNI 01-4473-1998)

No Jenis uji Satuan Persyaratan

8 Cemaran logam Sesuai SNI 01-4473-1998

(5)

Minyak Sawit

Minyak nabati merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam pembuatan salad dressing. Ada dua fungsi utama minyak, yaitu sebagai peningkat mutu sensori terutama aroma dan mouthfeel, dan sebagai sumber lemak yang berkontribusi terhadap energi (Foodreview, 2008a). Untuk memperoleh emulsi yang konsisten, minyak sebagai fase pendispersi sebaiknya maksimum 74 %, karena jika lebih akan menyebabkan konsistensi minyak terpisah (Depree dan Savage, 2001).

Minyak sawit selain diolah menjadi minyak goreng, dapat juga diolah menjadi margarin, mentega, shortening, dan sebagai bahan untuk membuat kue. Penggunaannya dalam industri pangan didorong oleh biaya produksinya yang rendah dan kestabilan oksidatifnya ketika digunakan untuk menggoreng. Minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng lain, yaitu mengandung tokoferol sebagai sumber vitamin E (Fauzi, dkk., 2008).

Minyak goreng mengandung asam lemak linoleat dan asam lemak linolenat yang rendah sehingga minyak ini memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng menggunakan minyak sawit tidak mudah teroksidasi (Fauzi, dkk., 2008).

(6)

kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh (Cottrell, 1991). Adapun komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit Jenis asam lemak Total (%)

Lemak dengan kandungan asam lemak jenuh lebih sulit membentuk emulsi daripada lemak yang mengandung asam lemak dengan satu atau dua ikatan rangkap dengan jumlah atom karbon yang sama. Lemak dengan rantai asam lemak jenuh yang lebih pendek akan lebih mudah membentuk emulsi daripada lemak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Widhiastuti, 2011). Menurut Almatsier (2001), asam lemak tidak jenuh mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, bersifat cair pada suhu kamar bahkan pada suhu dingin karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh, sehingga minyak yang tinggi asam lemak tidak jenuh sering digunakan dalam pengolahan mayonnaise.

(7)

Minyak sebagai fase terdispersi bersifat non polar, sedangkan air sebagai fase pendispersi bersifat polar. Penggunaan pengemulsi berperan untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga menurunkan energi bebas yang diperlukan untuk pembentukan emulsi. Semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi, maka emulsi akan semakin stabil. Tegangan permukaan menurun karena terjadi adsorpsi oleh pengemulsi pada permukaan cairan yang bersifat polar berada di air dan bagian non polar yaitu lipofilik pada minyak sehingga minyak terdispersi dalam air (Suseno dan Husodo, 2000).

Penelitian mengenai penggunaan jenis minyak nabati terhadap kualitas dan umur simpan mayonnaise rendah lemak oleh Palma, dkk (2004) menyatakan bahwa, mayonnaise berbahan dasar minyak sawit sebesar 30% menunjukkan nilai organoleptik warna, tekstur, dan aroma tertinggi dibandingkan mayonnaise

berbahan dasar minyak kedelai, minyak zaitun, dan minyak mustard. Selain itu, dari segi analisis proksimat, mayonnaise berbahan dasar minyak sawit dengan penambahan carboxymethyl cellulose sebesar 1,5% masih tergolong ke dalam

mayonnaise rendah lemak dengan kandungan lemaknya sebesar 33,40%. Berdasarkan hasil peneltian tersebut, minyak sawit dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan mayonnaise mengingat harganya yang relatif murah dibandingkan jenis minyak yang lain.

Bahan-bahan yang Ditambahkan Kuning Telur

(8)

puding, mencegah kristalisasi dalam pembuatan permen ataupun dalam pengembangan roti, sedangkan kuning telur dapat digunakan sebagai pengemulsi yang kuat pada pembuatan mayonnaise (Jaya, dkk., 2013).

Komponen kimia telur terbesar adalah air (72,8-75,6 %), protein (12,8-13,4 %), dan lemak (10,5-11,8 %). Komposisi tersebut menyatakan bahwa telur mempunyai zat gizi yang tinggi (Stadelman dan Cotterill, 1977). Kuning telur berperan dalam membentuk dan menstabilkan emulsi karena adanya lipoprotein. Kuning telur dalam pembuatan mayonnaise akan mempengaruhi ukuran partikel minyak selama pembentukan mayonnaise (Jones, 2007). Adapun komposisi gizi telur ayam (dalam 100 g bahan) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi gizi telur ayam per 100 g bahan

Komposisi gizi Telur ayam

kuning telur putih telur

Kalori (Kal) 361,0 50,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1989).

(9)

Lesitin kuning telur mempunyai gugus polar dan non polar. Gugus polar yang terdapat pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air, sedangkan gugus non polar yang terdapat pada ester asam-asam lemaknya adalah lipofilik yang mempunyai kecendrungan untuk larut dalam lemak atau minyak (Winarno, 2008).

Penelitian Jaya, dkk (2013) menunjukkan bahwa penggunaan kuning telur sebesar 9% dan minyak kedelai 75% menghasilkan mayonnaise dengan mutu yang terbaik dibandingkan penggunaan kuning telur sebesar 6% dan 12 %. Konsentrasi tersebut dipilih sebagai perlakuan terbaik karena mayonnaise yang dihasilkan memiliki nilai organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yang disukai dan dapat diterima oleh panelis. Kuning telur sendiri memiliki fungsi sebagai emulsifier, sehingga menyebabkan emulsi menjadi stabil dan meningkatkan viskositas produk serta dapat memberikan warna pada mayonnaise.

Gum Arab

(10)

Gum arab dapat meningkatkan stabilitas seiring dengan peningkatan viskositas. Gum arab bersifat tahan panas pada proses yang menggunakan panas, namun dengan kontrol panas yang baik untuk mempersingkat waktu pemanasan mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan menurunnya efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Gum arab dapat digunakan untuk memperbaiki viskositas, tekstur, dan bentuk makanan (Tranggono, dkk., 1991).

Gum arab juga dapat mempertahankan aroma dari bahan yang akan dikeringkan karena gum arab dapat melapisi senyawa aroma sehingga terlindungi dari pengaruh oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air dari udara terutama untuk produk yang higroskopis (Gujral dan Brar, 2003). Gum arab mempunyai gugus arabinogalaktan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar, 1995). Adapun struktur kimia gum arab dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia gum arab (Williams dan Phillips, 2004).

Gum arab merupakan polisakarida yang dapat bertindak sebagai stabilizer

(11)

menghalangi agregasi dan penggabungan partikel emulsi (Pomeranz, 1991). Polisakarida gum dalam menghasilkan mayonnaise rendah lemak akan larut dalam air membentuk larutan yang kental, dan dalam kondisi yang tepat akan membentuk gel. Apabila dikombinasikan dengan jenis gum yang lain, akan menunjukkan sifat fungsional yang lebih baik daripada penggunaan hanya dengan satu jenis gum saja (Bortnowska dan Makiewicz, 2006).

Menurut Rowe, dkk (2003), jumlah gum arab yang tepat digunakan dalam pembuatan emulsi adalah sebanyak 10-20%, penggunaan yang melebihi batas tersebut dapat akan menghasilkan sediaan emulsi yang terlau kental sehingga sulit dikocok pada saat penggunaan. Penggunaan konsentrasi bahan penstabil tergantung pada sifat produk akhir yang diinginkan.

Permasalahan yang sering terjadi dari penggunaan gum arab adalah terbentuknya larutan yang kental pada konsentrasi gum di atas 10% meskipun kekentalan maksimum gum arab baru tercapai pada konsentrasi 40-50% dan sering sulit disebarkan secara merata dalam air, sehingga akan membentuk gumpalan dalam air. Terdapat beberapa cara untuk memudahkan penyebaran gum arab dalam air dan menghindari penggumpalan, yaitu dengan menambahkan gum sedikit demi sedikit dan diiringi dengan pengadukan cepat, dan dengan cara gum dicampurkan terlebih dahulu dengan bahan kering sebelum penambahan air (Klose dan Glicksman, 1975).

Carboxymethyl Cellulose (CMC)

(12)

yang baik. Fungsi CMC di antaranya yaitu sebagai pengental, stabilitator, pembentuk gel, dan sebagai pengemulsi (Winarno, 2008).

Penambahan bahan pengental ke dalam bahan pangan dapat meningkatkan sifat hidrofilik protein dan sifat lipofilik dari lemak sehingga air yang diserap protein menjadi lebih banyak. Pengikatan air oleh protein menyebabkan tekstur bahan pangan menjadi lebih lembut dan sifat lipofilik dari lemak menyebabkan lemak terdispersi secara merata ke dalam bahan pangan sehingga tekstur menjadi lebih seragam (Winarno, 2008).

Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya berada di luar granula yang bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga larutan menjadi stabil dan terjadi peningkatan viskositas. Hal ini menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi (Fennema, dkk., 1996). Struktur kimia carboxymetyhyl cellulose dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia carboxymethyl cellulose (Stephen, dkk., 2006).

Na-CMC telah digunakan secara luas untuk formulasi farmasi oral dan topikal, terutama karena tingkat viskositas yang dimilikinya. Pada konsentrasi

(13)

yang lebih tinggi, biasanya 3-6% digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel dan pasta (Rowe, dkk., 2003). CMC akan meningkatkan kekentalan sehingga partikel-partikel minyak sulit bergabung dengan yang lainnya. Partikel minyak yang stabil dan sulit bergabung akan mengakibatkan stabilitas emulsi dapat terjaga dengan baik (Kipdiyah, 2010).

Tabel 4. Penggunaan CMC berdasarkan fungsinya

Fungsi Konsentrasi (%)

Penelitian sebelumnya oleh Palma, dkk (2004), menunjukkan penggunaan CMC sebesar 1,5% yang dikombinasikan dengan pati jagung 5% menghasilkan

mayonnaise dengan sifat kimia dan sensoris yang optimal dan disukai oleh panelis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dicoba menggunakan kombinasi CMC dan gum arab dalam pembuatan mayonnaise untuk memberikan konsistensi yang stabil sehingga dihasilkan produk yang optimal.

Daun Pandan

(14)

amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline dan warna hijau pandan karena adanya klorofil (Faras, dkk., 2014).

Daun pandan wangi mengandung beberapa senyawa seperti alkaloid, saponin, flavonoida, tanin, polifenol, dan zat warna yang diduga memiliki kontribusi terhadap aktivitas antibakteri (Arisandi dan Andriani, 2008). Guzman dan Siemonsma (1999) mengemukakan bahwa daun pandan wangi sedikit mengandung minyak atsiri (beberapa ppm), terdiri dari 6-42% hidrokarbon seskuiterpen dan 6% merupakan linalool hanya sebagai monoterpen.

Ekstrak daun pandan di Asia Tenggara digunakan sebagai essence pada industri kue dan secara tradisional digunakan untuk memasak nasi non-aromatik untuk menguatkan aromanya. Daun pandan ini juga digunakan sebagai obat tradisional untuk meredakan sakit gigi, rematik, diuretik, dan menurunkan kadar gula dalam tubuh atau efek hipoglikemik (Tasia dan Widyaningsih, 2014).

Mustard

Mustard adalah salah satu rempah-rempah yang kandungan utamanya protein dan lemak. Penggunaan mustard pada mayonnaise selain untuk memberikan aroma juga untuk memperbaiki stabilitas emulsi produk, pengikat fase air dan minyak, serta memberikan viskositas. Penggunaan mustard dalam pengolahan pangan, khususnya dalam pembuatan saus dan produk daging akan memberikan flavor yang khas dan memperbaiki sifat fisikokimia, serta daya tahan produk (Milani, dkk., 2013).

(15)

Senyawa ini stabil dalam larutan dengan penambahan asam sitrat atau minyak nabati (Depree dan Savage, 2001).

Penelitian mengenai penggunaan pasta mustard dan mustard bubuk oleh Milani, dkk (2013), menyatakan bahwa terjadi peningkatan viskositas mayonnaise

seiring meningkatnya konsentrasi pasta mustard yaitu 1% dan 1,5%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memilih konsentrasi mustard yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% agar tidak menghasilkan aroma mayonnaise

yang terlalu pedas/tajam.

Asam Cuka

Asam cuka adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Asam cuka mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang industri dan pangan. Proses produksi asam cuka dapat dilakukan secara kimiawi dan biologis. Untuk kebutuhan pangan, produksi asam cuka harus dilakukan melalui proses biologis, salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol (Hardoyo, dkk., 2007).

Asam cuka merupakan asam organik yang aman digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Asam cuka merupakan pengawet yang aktif dalam menghambat pertumbuhan kapang dan juga bakteri patogen yang berasosiasi dengan produk pangan seperti produk roti dan pikel (Pundir dan Jain, 2010).

(16)

cuka sebagai pengatur keasaman hingga pH 4,1 atau lebih rendah berfungsi sebagai senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme (Radford dan Board, 1993).

Garam

Garam dalam pengolahan pangan tidak hanya sebagai pemberi rasa asin. Garam dapat mempengaruhi tekstur dan meningkatkan hidrasi protein dan kemampuan protein untuk berikatan dengan komponen lain termasuk lemak (Foodreview, 2008b). Garam menghasilkan efek yang kurang disukai pada konsentrasi yang terlalu tinggi dan dapat menurunkan palatibilitas konsumen (Kramlich, dkk., 1973).

Garam juga mampu menghambat bahkan menghentikan aktivitas mikroorganisme dengan menyerap kandungan air dalam makanan sehingga metabolisme bakteri terganggu akibat kekurangan cairan dan akhirnya mikroorganisme mati (Ayustaningawarno, dkk., 2014). Penggunaan garam terlalu banyak menyebabkan protein kuning telur terakumulasi dalam fase cair pada emulsi daripada membentuk lapisan pada partikel-partikel minyak (Depree dan Savage, 2001).

Gula

(17)

Fungsi gula selain untuk memperbaiki aroma dan rasa, penambahan gula dalam produk pangan sebesar 30% padatan terlarut dapat menurunkan aW dari bahan pangan. Penggunaan gula sebagai pengawet akan menurunkan aw dari bahan pangan sehingga mikroorganisme dapat terhambat pertumbuhannya (Gianti dan Evanuarini, 2011).

Gula selain sebagai pemberi rasa manis, juga memiliki fungsi sebagai pembentuk tekstur, pengawet, dan pembentuk citarasa (Widayanti, dkk., 2013). Dalam pembuatan mayonnaise, gula berfungsi untuk memberi rasa yang khas pada mayonnaise. Gula dan garam akan bercampur dalam campuran mayonnaise

memberikan rasa yang khas pada mayonnaise (Palma, dkk., 2004).

Lada

Merica atau lada (Paperningrum) merupakan salah satu jenis bumbu yang sering ditambahkan dalam pembuatan mayonnaise. Lada memiliki rasa yang pedas serta aroma yang khas sehingga digunakan untuk menguatkan rasa dari produk. Adapun senyawa pembentuk rasa pedas dan aroma pada lada adalah zat piperin, pipeparanin, dan chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).

(18)

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu mayonnaise (SNI 01-4473-1998)
Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit
Tabel 3. Komposisi gizi telur ayam per 100 g bahan
Gambar 1. Struktur kimia gum arab (Williams dan Phillips, 2004).
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan zat penstabil dan konsentrasi yoghurt memberikan pengaruh yang berbeda sangat

Total asam minuman fungsional labu kuning yang dihasilkan berpengaruh sangat nyata dari perlakuan konsentrasi sari buah labu kuning dan konsentrasi gula terhadap mutu

Berdasarkan hasil analisis variansi (lampiran 1) diperoleh petunjuk bahwa interaksi antara lama maserasi dengan perbandingan kuning telur dan berbagai level

Mayonnaise merupakan produk emulsi semi padat minyak dalam air yang sebagian besar formulasinya menggunakan minyak nabati, vinegar, dan kuning telur sebagai emulsifier

Pektin dengan kandungan metoksil tinggi dapat membentuk gel dengan penambahan gula (Prasetyowati, dkk., 2009).Peningkatan nilai kekerasan gel pada penambahan pektin

Pengemulsi yang tidak baik dan tidak dalam imbangan yang tepat dengan minyak nabati menyebabkan emulsi yang diperoleh tidak stabil, oleh karena itu perlu diketahui

Pengemulsi yang tidak baik dan tidak dalam imbangan yang tepat dengan minyak nabati menyebabkan emulsi yang diperoleh tidak stabil, oleh karena itu perlu diketahui

WAHANA INOVASI VOLUME 8 No.1 JAN-JUNI 2019 ISSN : 2089-8592 PENGARUH JUMLAH MENTEGA DAN KUNING TELUR TERHADAP MUTU COOKIES KELADI Susan Novrini, Mahyu Danil Dosen Fakultas Pertanian