• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis terhadap Tanggungjawab Direksi sebagai Wakil dari Perusahaan dalam Melakukan Suatu Perbuatan Hukum (Studi di PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis terhadap Tanggungjawab Direksi sebagai Wakil dari Perusahaan dalam Melakukan Suatu Perbuatan Hukum (Studi di PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta) Chapter III V"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

DIREKSI SEBAGAI ORGAN DARI SUATU PERUSAHAAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum mengenai Direksi

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Peseroan

Terbatas, menyatakan bahwa Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan

bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan

Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,

baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Dari pengertian tersebut, pada prinsipnya terdapat 2 (dua) wewenang

utama Direksi, yaitu mengurus dan mewakili Perseroan Terbatas. Kewenangan

Direksi tersebut diberikan dan dibatasi oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas

serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait maksud dan tujuan

Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas. Pelaksanaan

kewajiban Direksi sebagai Perseroan secara rutin dilengkapi dengan kewenangan

yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hal ini pokoknya

sejalan dengan pandangan bahwa Direksi membutuhkan kewenangannya agar

dapat memenuhi kewajiban-kewajiban dan melaksanakan fungsi-fungsinya.43

43

Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Bandung, PT. Citra ditya Bakti, 2002, hlm. 17

Pengaturan mengenai Direksi diatur dalam BAB VII dari Pasal 92 sampai

dengan Pasal 107 UUPT 2007. Direksi merupakan badan pengurus Perseroan

yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan

(2)

Dalam Hukum Perseroan Terbatas terdapat beberapa doktrin-doktrin

modern mengenai Direksi, antara lain:44 1. Doktrin Piercing The Corporate Veil

Di dalam hukum Perseroan Tebatas, berlaku suatu konsep di mana para

pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang di

buat atas nama Perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian

Perseroan melebihi nilai saham yang dimilikinya. Tanggungjawab terbatas

tersebut juga berlaku kepada organ Perseroan lainnya, yakni pada anggota

Direksi maupun Komisaris Perseroan.

Namun konsep tersebut tidak tanpa kecuali, karena dalam keadaan tertentu

tidak tertutup kemungkinan dihapusnya tanggungjawab terbatas pada

ketiga organ Perseroan tersebut. Dalam hal seperti itu, pengadilan akan

mengesampingkan status badan hukum dari suatu Perseroan Tebatas dan

membebankan tanggungjawab kepada organ Perseroan Tebatas dengan

mengabaikan prinsip tanggungjawab terbatas yang biasanya melekat

kepadanya. Kekebalan yang biasanya dimiliki oleh Pemegang Saham,

Direksi, dan Komisaris, yaitu tanggungjawab terbatas, dibuka dan

diterobos menjadi tanggungjawab tidak terbatas hingga kekayaan pribadi

mereka dalam hal terjadi pelanggaran, penyimpangan atau kesalahan

dalam melakukan pengurusan Perseroan atau dengan kata lain dapat

dikatakan bahwasannya dapat dimungkinkan untuk mengkoyak/

menyingkap tirai/ kerudung tabir Perseroan Tebatas (to pierce the

corporate veil)

44

(3)

Di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

prinsip piercing the corporate veil tersebut maktub dalam Pasal 3 ayat (2)

dan Pasal 97 ayat (3).

2. Doktrin Ultravires

Ultravires adalah pelampauan kewenangan suatu Perseroan Terbatas

terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketentuan

anggaran dasar Perusahaan maupun Rapat Umum Pemegang Saham (baik

secara langsung maupun tidak langsung). Terminologi ultravires dipakai

khususnya pada tindakan Perseroan (dalam hal ini Direksi maupun

Komisaris) yang melebihi kekuasaannya sebagaimana diberikan anggaran

dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan Perseroan

tersebut.

Doktrin ultravires mengajarkan bahwa Perseroan tidak dapat melakukan

kegiatan di luar dari kekuasaan Perseroan, yang dalam hal ini diatur dalam

anggaran dasarnya. Penekanan ultravires tersebut diterapkan pada

transaksi-transaksi yang dilakukan oleh Perseroan, yang bilamana

senyata-nyatanya melanggar doktrin tersebut maka transaksi yang sedemikian rupa

tersebut akan batal demi hukum dan bagi Direksi yang bersangkutan akan

dipertanggungjawabkan secara pribadi.

Pihak ketiga yang berhubungan usaha dengan Perseroan tersebut tetap sah

dan dilindungi tanpa memerhatikan ultravires. Misalnya, dalam anggaran

dasar disebutkan bahwa dalam melakukan perjanjian kerja sama tertentu

dengan pihak lain harus mendapat izin tertulis dari RUPS. Dalam

(4)

tanpa memperoleh izin dari RUPS, maka perjanjian kerja sama dengan

pihak lain tersebut tetap sah, tetapi secara intern, Direksi berarti telah

melanggar doktrin ultravires.45 3. Doktrin Fiduciary Duty

Prinsip fiduciary duty berlaku bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya

baik dalam menjalakan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai

representasi dari Perseroan. Fiduciary duty oleh Black’s Law Dictionary

diartikan sebagai “a duty to act with the highest degree of honesty and

loyalty toward another person and in the best interests of the other person

(such as duty that one partner owes to another)”. Atau dengan kata lain

fiduciary duty adalah suatu bentuk kepercayaan yang diberikan dari

Perusahaan kepada Direksi dalam menjalankan tugasnya.

B. Persyaratan Menjadi Direksi dalam Perusahaan

Sebelum mengetahui apa saja persyaratan untuk menjadi Direksi dalam

suatu Perusahaan, terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaimana ketentuan

mengenai jumlah Direksi dalam suatu Perusahaan. Jumlah anggota Direksi

tergantng pada kegiatan usaha dalam PT tersebut, yaitu:

1. Perseroan yang bersifat umum, boleh hanya 1 (satu) orang Direksi

sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (3) yang menyebutkan bahwa

“Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih”

2. Untuk Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu, minimal 2 (dua)

orang anggota Direksi. Hal ini diatur dalam Pasal 92 ayat (4) yang

45

(5)

menyebutkan bahwa “Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan

menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang

menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan

terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi”.

Secara umum syarat untuk menjadi anggota Direksi suatu Perseroan

Terbatas sangatlah sederhana yaitu orang perseorangan yang cakap melakukan

perbuatan hukum. Kalimat orang perseorangan sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas tersebut jelas menunjukkan manusia (Natural Person) dan melarang

anggota Direksi dijabat oleh suatu badan usaha (Corporate Directors) seperti

yang diakui di beberapa negara lain termasuk Hong Kong.46

Kemudian siapa yang dapat dikatakan cakap dalam melakukan perbuatan

hukum. Literatur hukum menyatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia itu

handelings bekwaam (cakap untuk berbuat hukum), namun pada praktiknya tidak

selalu demikian, karena ada juga mereka yang tidak cakap untuk berbuat hukum

dikarenakan:47

1. Kenyataannya (feitelijke handelingsonbekwaam), seperti orang gila serta

orang mabuk

2. Yuridisnya (juridictie handelingsonbekwaam), yaitu oleh undang-undang

dinyatakan tidak mampu untuk melakukan perbuatan hukum tertentu

seperti anak di bawah umur.

46

Benny S. Tabalujan dan Valerie Du Toit-Low, Singapore Bussines Law, Business Law Asia, Singapura, 2003, hlm. 267.

47

(6)

Biasanya diartikan cukup umur paling tidak telah mencapai umur 21 (dua

puluh satu) Tahun. Tidak ada batasan sampai umur berapa anggota Direksi

Perseroan. Akan tetapi biasanya, paling tua 70 (tujuh puluh) Tahun, dan

pada umumnya di berbagai negara, terdapat pembatasan umur anggota

Direksi bagi Perseroan publik atau Perseroan perdata anak Perseroan

publik, hingga umur 70 (tujuh puluh) Tahun.48

Dalam hukum perdata juga dikenal golongan orang yang juga tidak atau

kurang cakap melakukan perbuatan hukum yaitu mereka yang ditaruh di bawah

pengawasan (curetele) yang harus selalu diwakili oleh orang tuanya, walinya atau

kuratornya. Mereka yang ditaruh di bawah pengawasan (curetele) tersebut adalah

orang yang sudah dewasa namun menderita sakit ingatan dan yang mengobralkan

kekayaannya. Kedudukan seseorang yang ditaruh di bawah curatele adalah sama

seperti seorang yang belum dewasa di mana yang bersangkutan tidak dapat lagi

melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah.49

Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan

yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun

sebelum pengangkatannya pernah:50 1. Dinyatakan pailit;

2. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

3. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan

negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan

48

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 354.

49

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1982, hlm.20, 56, dan 57.

50

(7)

Patokan jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut adalah sejak dikeluarkannya

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.51

Keharusan adanya surat pernyataan calon anggota Direksi tersebut

menjadi landasan bagi tindakan proaktif Perseroan (Direksi), dan bukan pasif

sifatnya, untuk meminta surat pernyataan tersebut sebelum diluluskannya calon

anggota Direksi tersebut menjadi anggota Direksi Perseroan melalui RUPS.

Tindakan proaktif tersebut hanyalah sebatas permintaan diserahkannya surat

pernyataan, dan tidak keluar dari relnya seperti melakukan pemeriksaan

independen pada badan pengadilan (baik pengadilan niaga maupun pengadilan

negeri, termasuk Mahkamah Agung RI) tentang apakah calon anggota Direksi

faktanya benar sesuai dengan isi surat pernyataan yang diserahkan calon anggota

Direksi tersebut kepada Perseroan.

Guna

membuktikan dipenuhinya persyaratan 3B tersebut (bebas pailit, bebas sebagai

penyebab pailit, dan bebas dari status terpidana), maka Pasal 93 ayat (3)

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan calon

anggota Direksi untuk menyerahkan surat pernyataan yang memuat syarat 3B

tersebut dan surat pernyataan ini akan disimpan oleh Perseroan.

52

Setelah syarat-syarat di atas terdapat pula syarat lain untuk menjadi

Direksi, yaitu memenuhi persyaratan lainnya yang ditentukan oleh instansi

tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.53

51

Penjelasan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

52

Cornellius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 30

53

Orinton Purba, Petunjuk Prataktis Bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan Terbatas Agar Terhindar dari Jerat Hukum, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2012, hlm. 67

Dalam

(8)

yang harus dimiliki calon anggota Direksi, akan tetapi masalah klasifikasi

pendidikan ini bagi calon anggota Direksi untuk Perseroan-Perseroan tertentu

sudah ditentukan secara tegas terutama untuk Perseroan-Perseroan publik. Akan

tetapi juga dalam undang-undang tidak melarang secara tegas apabila di dalam

anggaran dasar Perseroan diatur mengenai kualifikasi pendidikan calon anggota

Direksi.54

Selain itu terdapat pula syarat namun syarat ini bukan syarat pokok untuk

menjadi seorang Direksi, yaitu untuk menjadi Direksi PT tidak disyaratkan

nasionalitas dan tempat tinggal. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 93 ayat (1)

yang tidak mengatur syarat nasionalitas maupun tempat tinggal anggota Direksi,

dengan demikian UUPT 2007 tidak melarang orang asing yang bertempat tinggal

di luar negeri di angkat menjadi anggo ta Direksi.55

C. Tugas, Kewenangan, Serta Kewajiban Direksi dalam Perusahaan

Direksi sebagai salah satu dari organ Perseroan Terbatas mempunyai

tugas, kewenangan, serta kewajiban yang tidak dimiliki oleh organ lainnya.

Tugas, kewenangan, serta kewajiban tersebut merupakan bagian dari seorang

Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang telah diatur dalam

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran

dasar masing-masing Perseroan Terbatas. Tugas, kewenangan, serta kewajiban

Direksi tersebut antara lain:

54

Hasim Purba, 2016, Perseroan Terbatas, Bahan Ajar, Medan: S1 Program Hukum.

(9)

1. Tugas Direksi dalam Perusahaan

Untuk mengetahui rincian tugas Direksi harus dilihat dalam anggaran

dasar Perseroan Terbatas dan pada umumnya berkisar pada hal-hal

berikut:56

a. Mengurus segala urusan

b. Menguasai harta kekayaan Perseroan

c. Melakukan perbuatan-perbuatan seperti yang dimaksud dalam Pasal

1796 KUHPerdata, yaitu:

1) Memindahtangankan hipotik pada barang-barang tetap

2) Membebankan hipotik pada barang-barang tetap

3) Melakukan dading57

4) Melakukan perbuatan lain mengenai hak milik

5) Mewakili Perseroan di muka dan di luar pengadilan

d. Dalam berhubungan dengan pihak ketiga, Direksi masing-masing atau

bersama-sama mempunyai hak mewakili Perseroan mengenai hal-hal

dalam bidang usaha yang menjadi tujuan Perseroan. Direksi

bertanggungjawab penuh mengenai pengurusan Perseroan untuk

kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di

dalam maupun di luar pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 97

ayat (1) dan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.

e. Dalam hubungannya dengan harta kekayaan Perseroan, Direksi harus

mengurus dan menguasai dengan baik, menginventarisasi secara teliti

dan cermat. Segala perbuatan hukum mengenai hak dan kewajiban

56

Agus Budiarto, Op.Cit, hlm. 65.

57

(10)

Perseroan wajib dicatat dalam pembukuan sedemikian rupa sesuai

dengan norma-norma pembukuan yang lazim. Tiap-tiap akhir tahun

buku, pada akhir tahun yang bersangkutan, Direksi waib membuat

neraca dan perhitungan laba rugi Perseroan. Bahkan, menurut

ketentuan Pasal 68 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Direksi

Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana

masyarakat, seperti usaha perbankkan, usaha asuransi, dan lain

sebagainya atau Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan utang,

misalnya Perseroan yang menerbitkan obligasi dan Perseroan terbuka

atau Perseroan Terbatas terbuka diwajibkan menyerahkan perhitungan

tahunan Perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa. Jika hal ini

tidak dipenuhi, maka RUPS tidak mensahkan laporan tersebut.

Laporan yang telah diperiksa oleh akuntan publik dan telah disahkan

oleh RUPS tersebut wajib diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar

harian. Direksi bertanggungjawab pada RUPS atas semua perbuatan

hukum yang telah dilakukannya atas nama Perseroan. Pemeriksaan

pertanggungjawaban ini dilakukan oleh RUPS atau oleh Dewan

Komisaris apabila anggaran dasar mengatur demikian.

f. Melaksanakan pendaftaran dan pengumuman. Jika akta pendirian

Perseroan sudah mendapat pengesahan atau persetujuan dari Menteri

Kehakiman, maka pendiri dalam hal ini Direksi pertama dari Perseroan

tersebut diwajibkan mendaftarkan akta pendirian yang sudah mendapat

pengesahan dari Menteri Kehakiman tersebut kepada Kantor

(11)

Tahun 1983 tentang Wajib Daftar Perusahaan serta mengumumkannya

dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Demikian pula

bila terjadi perubahan dalam syarat-syarat pendirian atau perpanjangan

jangka waktu Perseroan, Direksi wajib mendaftarkan dan

mengumumkan persetujuan Menteri Kehakiman tentang hal itu.

Uraian tugas tersebut hanya merupakan gambaran umum yang termuat

dalam anggaran dasar Perseroan. Dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam

mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, disamping harus

mengacu kepada tujuan Perseroan, dapat pula ditentukan harus terlebih

dahulu mendapat persetujuan dari Komisaris yang telah diberi mandat oleh

RUPS. Biasanya perbuatan hukum yang harus mendapat persetujuan dari

Komisaris ini ialah perbuatan hukum yang berkaitan dengan penguasaan

terhadap sesuatu benda. Disamping itu, menyelenggarakan dan memimpin

RUPS tahunan dan juga RUPS lainnya merupakan tugas Direksi

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang No. 40

Tahun 2007.58

2. Wewenang Direksi dalam Perusahaan

Selain tugas, Direksi juga mempunyai kewenangan yang tidak dimiliki

oleh organ lainnya, yaitu mewakili Perseroan Terbatas untuk melakukan

pengurusan/ tindakan terhadap pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar

pengadilan.59

58

Ibid, hlm 66.

59

(12)

Wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar

Perseroan, antara lain sebagai berikut:60

a. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih

diperlukan perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk

memohonkan perpanjangan waktu kepada pemerintah, dalam hal ini

Menteri Kehakiman.

b. Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah Direksi memberitahukan

pengeluaran saham-saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka

Direksi dengan persetujuan Komisaris mempunyai wewenang untuk

menjual saham-saham itu kepada siapa saja

c. Direksi bersama-sama dengan Dewan Komisaris berwenang

menandatangani surat-surat saham

d. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai

lagi, maka Direksi berwenang mengeluarkan duplikatnya atas

permintaan yang berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh

Direksi di hadapan yang berkepentingan tersebut

e. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang,

maka dengan bukti yang cukup serta jaminan-jaminan yang dianggap

perlu, Direksi mempunyai wewenang untuk memberikan duplikatnya

f. Direksi mempunyai wewenang untuk menahan

keuntungan-keuntungan atas saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham

tersebut, jika ternyata dalam suatu pemindahan hak, tidak dipenuhi

kewajiban-kewajibannya

60

(13)

g. Direksi atas tanggungjawabnya sendiri diberi kewenangan untuk

mengangkat seorang kuasa atau lebih dengan syarat-syarat dan

kekuasaan yang ditentukan secara tertulis

h. Direksi mempunyai wewenang mewakili Perseroan di muka dan di

luar pengadilan serta berhak melakukan perbuatan pengurusan dan

pemilikan atau penguasaan dengan batasan-batasan tertentu

i. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai RUPS

j. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa

pemegang saham setiap waktu bila dipandang perlu

k. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika

notulen tidak dibuat dengan proses verbal notaris

Dalam hal wewenang Direksi mewakili Perseroan di luar pengadilan,

anggaran dasar sering memberikan pembatasan-pembatasan, antara lain

sebagai berikut:61

a. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Komisaris

apabila ia akan melakukan tindakan-tindakan:

1) Meminjam uang atas nama Perseroan atau meminjamkan uang

kepada pihak lain dalam jumlah tertentu

2) Mengikat Perseroan sebagai penjamin utang

3) Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau

mengalihkan barang-barang tetap milik Perseroan atau

membebani barang-barang milik Perseroan tersebut dengan

utang

61

(14)

4) Menggadaikan barang-barang bergerak milik Perseroan yang

bernilai tinggi

b. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk

mewakili Perseroan harus dilakukan oleh 2 (dua) orang anggota

Direksi atau apabila Direksi itu terdiri hanya seorang Direktur, maka

harus dilakukan bersama-sama dengan Komisaris

c. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui

oleh Dewan Komisaris atau RUPS

d. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu

kepada anggota Direksi lainnya apabila akan melakukan tindakan yang

menurut kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang

penting bagi Perseroan

e. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan Perseroan antara para

anggota Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para anggota

Direksi itu.

Direksi sebagai organ Perseroan berwenang dan bertanggungjawab penuh

atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Ketentuan yang

sama juga diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 yang

mengungkapkan Direksi dalam menjalankan kepengurusan untuk

kepentingan Perseroan. Pengurusan Perseroan yang dimaksud meliputi

tugas atau fungsi melaksanakan kekuaasaan pengalaman dan pemeliharaan

harta kekayaan Perseroan atau dengan kata lain melaksanakan pengelolaan

(15)

tujuan serta kegiatan Perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau

kapasitas yang diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepadanya.

3. Kewajiban Direksi dalam Perusahaan

Mengenai kewajiban Direksi, biasanya telah diatur dalam anggaran dasar

Perseroan, antara lain sebagai berikut:62

a. Menyusun anggaran belanja Perseroan untuk tahun yang akan datang.

Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang akan datang,

anggaran belanja Perseroan sudah harus dibicarakan dan selanjutnya

dimintakan pengesahan pada RUPS.

b. Menyusun laporan berkala tentang pelaksanaan tugas Direksi dalam

hal mengurus dan menguasai Perusahaan atau tentang neraca triwulan

atau tahunan yang disampaikan kepada Dewan Komisaris

c. Membuat neraca dan perhitungan laba rugi. Menurut Pasal 56

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, neraca dan perhitungan laba rugi tersebut

harus dibuat dalam jangka waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku

Perseroan ditutup dan disampaikan kepada RUPS untuk mendapat

pengesahan.

d. Membuat daftar inventarisasi atas semua harta kekayaan Perseroan

serta pelaksanaan pengawasannya

e. Menyelenggarakan RUPS minimal 1 (satu) kali dalam setahun atau

pada saat-saat yang diperlukan dan diadakan paling lambat waktu 6

(enam) bulan setelah tahun buku

62

(16)

f. Memberi keterangan-keterangan yang diperlukan oleh Dewan

Komisaris pada saat pemeriksaan. Dalam praktik sering terjadi, Dewan

Komisaris menggunakan jasa akuntan publik untuk memeriksa

pembukuan dan Direksi wajib memberikan keterangan yang diminta

oleh akuntan publik tersebut.

g. Menyelenggarakan RUPS luar biasa pada setiap waktu yang dipandang

perlu oleh Direksi atas usul atau permintaan 1 (satu) orang pemegang

saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (sepersepuluh)

bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau

suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran

dasar Perseroan yang bersangkutan

h. Mengumumkan secara resmi, baik dalam surat kabar maupun dalam

Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, bilamana Direksi akan

mengeluarkan duplikat-duplikat saham yang hilang

i. Menyediakan buku daftar pemegang saham dan daftar khusus di kantor

Perseroan untuk para pemilik saham. Penyelenggaraan buku daftar

pemegang saham dan daftar khusus ini harus dilaksanakan

sebaik-baiknya. Buku daftar pemegang saham dan daftar khusus ini erat

kaitannya dengan kedudukan hukum pemilik atau pemegang saham.

Buku daftar pemegang saham dan daftar khusus ini dapat menjadi

indikator kepemilikan atas saham suatu Perseroan dan ada tidaknya

hubungan afiliasi antara Direksi dan keluarganya dengan Perseroan

yang dikelolanya. Nama-nama yang tercatat dalam buku daftar

(17)

yuridis diakui sebagai pemilik saham. Hal ini bertujuan agar ada

transparansi Perseroan dalam upaya menjamin perlindungan hukum

pihak ketiga.

j. Dalam hal pembubaran Perseroan, Direksi wajib melakukan likuidasi

melalui seorang likuidator dan biasanya di bawah pengawasan Dewan

Komisaris.

D. Ketentuan Mengenai Pengangkatan, Penggantian, dan Pemberhentian Direksi

Seorang Direksi dalam menjalankan tugasnya tentu tidak selalu berjalan

baik, walaupun terkadang seorang Direksi itu dapat melaksanakan tugasnya lebih

baik dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu seorang Direksi dapat diangkat

kembali, diganti, dan diberhentikan dengan orang lain yang memenuhi

persyaratan dan kriteria seorang Direksi sebelum masa jabatannya habis. Dengan

demikian maka di bawah ini akan dijelaskan mengenai bagaimana ketentuan

mengenai pengangkatan, penggantian, serta pemberhentian organ Direksi dari

suatu Perseroan Terbatas.

1. Pengangkatan Direksi

Direksi sebagai organ dari suatu Perseroan Terbatas tentu tidak terjadi

begitu saja, setelah ia memenuhi persyaratan untuk menjadi Direksi dalam

suatu Perseroan Terbatas maka ia juga harus mengikuti rangkaian kegiatan

(18)

anggaran dasar dari Perseroan Terbatas tersebut yang disebut dengan

Pengangkatan Direksi.

Berdasarkan Pasal 94 ayat (2) UUPT 2007 menyebutkan bahwa untuk

pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam

akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b63

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah satu-satunya organ

Perseroan Terbatas yang berwenang mengangkat Direksi dan juga yang

secara eksklusif berhak memberhentikan Direksi. Sebagai pengecualian,

pengangkatan anggota Direksi untuk pertama kali dilakukan oleh pendiri

pada saat pendirian Perseroan Terbatas dengan mencantumkan nama

Direksi di dalam akta pendirian Perseroan Terbatas.

.

Untuk menjadi Direksi dalam Perseroan Terbatas terdapat syarat-syarat

yang harus dipenuhi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 93

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

64

RUPS berwenang mengangkat Direksi dan dalam waktu paling lambat 30

(tiga puluh) hari dari tanggal keputusan RUPS, Direksi wajib

memberitahukan perubahan Direksi kepada Menteri Hukum dan HAM

63

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.

(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan

kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;

b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;

c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

(3) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.

64

(19)

(Menkumham) untuk dicatat dalam daftar Perseroan.65 Dengan demikian sering muncul pertanyaan, kapan perubahan pengurus efektif mulai

berlaku? Untuk pertama kali, jabatan Direksi berlaku sejak tanggal

ditetapkannya status badan hukum Perseroan Terbatas oleh Menkumham

melalui Surat Keputusan Menkumham perihal pengesahan badan hukum

Perseroan Terbatas. Namun, jika Perseroan Terbatas telah memperoleh

status badan hukum, keberlakuan tindakan Direksi dapat ditinjau dari 2

(dua) sisi, yaitu sisi internal (keberlakuan tindakan Direksi untuk ke dalam

Perseroan) dan eksternal (keberlakuan tindakan untuk keluar Perseroan).66

Keputusan RUPS mengenai pengangkatan anggota Direksi juga sekaligus

menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan tersebut. Dalam Hal Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat

kembali. Persyaratan pengangkatan anggota Direksi untuk jangka waktu

tertentu tersebut, dimaksudkan anggota Direksi yang telah berakhir masa

jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan jabatannya semula,

kecuali dengan pengangkatan kembali berdasarkan keputusan RUPS.

Misalnya, untuk jangka waktu 3 (tiga) Tahun atau 5 (lima) Tahun sejak

tanggal pengangkatan, maka sejak berakhirnya jangka waktu tersebut,

mantan anggota Direksi yang bersangkutan tidak berhak lagi bertindak

untuk dan atas nama Perseroan, kecuali setelah diangkat kembali oleh

RUPS.

65

Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

66

(20)

RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan anggota

Direksi tersebut maka mulai berlakunya sejak ditutupnya RUPS.67

Efektif keberlakuan pengangkatan Direksi ini akan menentukan kapan

Direksi tersebut mulai dapat dan berhak menjalankan kewenangannya,

sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan yang bersangkutan.

Waktu efektif ini penting karena jika ada seorang Direksi melakukan

tindakan hukum mewakili Perseroan, sementara pengangkatannya sebagai

Direksi dianggap belum sah, tindakannya tersebut dianggap tidak sah

sebagai tindakan Perseroan. Dengan demikian, jika tindakan hukum

tersebut dijalankan maka Direksi tersebut yang akan bertanggungjawab

secara pribadi atas kerugian yang timbul dari tindakannya.68

2. Penggantian Direksi

Anggaran dasar mengatur mengenai tata cara pengangkatan seorang

anggota Direksi. Setiap Perseroan Terbatas tentu mempunyai anggaran

dasar yang berbeda-beda, oleh karena itu dalam setiap Perseroan Terbatas

tata cara mengenai pengangkatan Direksi sedikit banyaknya memiliki

persamaan dan perbedaan. Namun harus tetap berpedoman pada ketentuan

hukum yang mengatur mengenai Direksi yaitu Undang-Undang No. 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Mengenai ketentuan dan tata cara

pengangkatan anggota Direksi secara lebih rinci diatur dalam anggaran

dasar masing-masing Perseroan Terbatas.

Mengenai penggantian Direksi diatur dalam anggaran dasar setiap

Perseroan Terbatas.

67

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 115

68

(21)

Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan

pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara

pencalonan anggota Direksi. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan,

penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat

mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.

Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan,

penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan,

penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku

sejak ditutupnya RUPS.69 3. Pemberhentian Direksi

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

dikenal 2 (dua) macam pemberhentian anggota Direksi, yaitu

pemberhentian sewaktu-waktu dan pemberhentian sementara.

a. Pemberhentian sewaktu-waktu

Pemberhentian sewaktu-waktu diatur dalam Pasal 105

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Anggota Direksi dapat diberhentikan

sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan

alasannya. Keputusan memberhentikan anggota Direksi tersebut

diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela

diri dalam RUPS. Dalam hal keputusan untuk memberhentikan

anggota Direksi dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 UUPT 2007,

anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang

69

(22)

rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri

sebelum diambil keputusan pemberhentian.

Pemberian kesempatan untuk membela diri di atas tidak diperlukan

dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian

tersebut. Mengenai keberlakuannya, pemberhentian anggota Direksi

berlaku sejak:

1) Ditutupnya RUPS tentang pemberhentian Direksi

2) Tanggal keputusan RUPS tentang pemberhentian Direksi

3) Tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS, atau

4) Tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan

b. Pemberhentian sementara

Pasal 106 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengatur bahwa

anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan

Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Pemberhentian sementara

tersebut diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang

bersangkutan. Anggota Direksi yang diberhentikan sementara tersebut

tidak berwenang melakukan tugas menjalankan Perseroan maupun

mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal

pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS. Dalam RUPS

ini, anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk

membela diri. Selanjutnya RUPS dapat mencabut atau menguatkan

keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang

(23)

30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS tidak diselenggarakan, atau

RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara

tersebut menjadi batal. Bagi Perseroan terbuka penyelenggaraan RUPS

dalam hal ini berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal.

Mengapa Dewan Komisaris diberi wewenang untuk itu yang menurut

Pasal 94 ayat (1) seharusnya dilakukan oleh RUPS, ini dikarenakan

yang dijatuhkan adalah tindakan pemberhentian sementara untuk

kepentingan Perseroan yang tidak dapat ditunggu sampai diadakan

RUPS, sebab untuk mengadakan RUPS diperlukan persiapan waktu

pelaksanaan. Selain itu, Dewan Komisaris tugasnya dalam Perseroan

adalah mengawasi pekerjaan Direksi, sehingga Dewan Komisaris

mengetahui cara kerja semua anggota Direksi.70

1) Tata cara pengunduran diri anggota Direksi

Berhubung tindakan Dewan Komisaris tersebut sifatnya sementara,

maka dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal

pemberhentian sementara, secepatnya harus diselenggarakan RUPS.

Apabila setelah 30 (tiga puluh) hari tidak pernah diselenggarakan

RUPS, maka pemberhentian sementara menjadi batal, sehingga

anggota Direksi yang bersangkutan dapat kembali menjalankan tugas

seperti semula.

Menurut Pasal 107 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Anggaran

dasar Perseroan di dalamnya harus mengatur ketentuan mengenai:

70

(24)

2) Tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong

3) Pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili

Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau

diberhentikan untuk sementara

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan seorang Direksi berhenti

ataupun diberhentikan dari masa tugasnya, yaitu:

1) Anggota Direksi mengundurkan diri dari jabatannya

2) Berakhirnya jangka waktu masa tugas Direksi sebagaimana

yang diatur dalam anggaran dasar atau akta pendirian

3) Karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS

4) Direksi melakukan kesalahan yang merugikan Perseroan.

Misalnya:

a) Melakukan tindakan pengurusan Perseroan untuk tujuan

yang tidak wajar

b) Mengambil atau menggelapkan sebagian keuntungan

Perusahaan untuk kepentingan pribadi

c) Anggota direksi melakukan kesalahan, karena

melanggar kewajiban itikad baik (breach of good faid

duty or fiduciary duty) dengan cara menyalahgunakan

kedudukan (abuse of trust or malfeasance) yang

mendatangkan kerugian pada Perseroan

d) Tidak tekun, tidak cakap serta tidak mampu (not

(25)

pengurusan Perseroan yang mengakibatkan Perseroan

mengalami kerugian

e) Menggunakan uang atau menggelapkan sebagian

keuntungan Perusahaan untuk kepentingan pribadi

f) Melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, sehingga dikategorikan melanggar

(26)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNGJAWAB DIREKSI SEBAGAI WAKIL DARI PERUSAHAAN DALAM MELAKUKAN SUATU

PERBUATAN HUKUM

A. Masalah-masalah Hukum yang dihadapi Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta

PT. Solusi Integrasi Utama berkedudukan dan berkantor di Jakarta Pusat

yang anggaran dasarnya didirikan dengan akta nomor 15, tanggal 17 Juni 1997,

yang dibuat dihadapan Notaris Dr. Roesnastiti Prayitno SH. MA. dan anggaran

dasar tersebut telah disahkan oleh keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia dengan surat keputusan nomor C2-10037.HT.01.01.TH.1997 tertanggal

26 September 1997, dan telah didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Kantor

Pendaftaran Perusahaan Kodya Jakarta Pusat di bawah nomor 1787/BH.09.05/I/98

tanggal 09 Januari 1998, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik

Indonesia tanggal 03 Maret 1998 nomor 18 Tambahan nomor 1366, dengan

komposisi Pemegang Saham sebagai berikut:71

1. Tuan Ignatius Jono Sutanto, sebanyak 45 (empat puluh lima) saham,

dengan nilai nominal sebesar Rp. 22.500.000,-

2. Tuan Johanes Ismail, sebanyak 25 (dua puluh lima) saham, dengan nilai

nominal sebesar Rp. 12.500.000,-

71

(27)

3. Tuan Doktorandus Soekisman, sebanyak 30 (tiga puluh) saham, dengan

nilai nominal Rp. 15.000.000,-

Sehingga semuanya berjumlah 100 (seratus) saham atau sebesar Rp.

50.000.000,-

Pada Tahun 2013 komposisi kepemilikan saham berubah sesuai dengan

akta nomor 29, yang dibuat dihadapan Notaris Dr. Lieke L. Tukgali S.H., M.H.,

M.Kn. di Jakarta, menjadi:72

1. YKPP (Yayasan Kesehatan Pensiunan Pelni), sebanyak 1.800 (seribu

delapan ratus) saham dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp.

900.000.000,-

2. PT. ASPAN (Asuransi Purna Arthanugraha) sebanyak 200 (dua ratus)

saham dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp. 100.000.000,-

Sehingga semuanya berjumlah 2.000 (dua ribu) saham dengan nilai

nominal seluruhnya sebesar Rp. 1.000.000.000,-

PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta bergerak dalam bidang jasa, yang

melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:73

1. Menjalankan usaha dalam bidang perangkat lunak (software), konsultasi,

maupun perangkat keras (hardware dan perangkat penunjangnya)

2. Melaksanakan perawatan aplikasi perangkat lunak, jaringkan komputer

dan sitim komunikasi data

72

Hasil wawancara dengan Ibu Erika sebagai Direksi dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, pada tanggal 16 Maret 2017

73

(28)

3. Memberikan pelatihan teknologi jaringan komputer dan sistem

komunikasi data.

Pada mulanya Perusahaan ini didirikan hanya untuk memenuhi kebutuhan

pengembangan komputerisasi PT. Pelni, tetapi dalam perkembangan usahanya

melebar ke berbagai sektor bisnis lainnya diantaranya manufacturing, jasa

transportasi dan perbankkan. Produk-produk yang ditawarkan oleh PT. Solusi

Integrasi Utama Jakarta adalah sebagai berikut:74

1. Jasa konsultasi pengembangan sistem infomasi manajemen berbasis

komputer

2. Aplikasi sofware tailor made (custom), yaitu aplikasi yang dibuat

sesuai dengan pesananan customer

3. Aplikasi paket ERP (best practice)

4. Jasa perencanaan infrastruktur dan aplikasi jaringan komputer

Dalam menjalankan Perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, ada

kalanya Perusahaan tersebut mengalami masalah baik secara intern maupun dalam

hubungannya dengan Perusahaan yang lain sebagai bentuk kerja sama antar

Perusahaan. Masalah tersebut pada umumnya berbentuk wanprestasi yang

dilakukan oleh Perusahaan. Direksi mewakili Perusahaan yang sedang mengalami

masalah hukum, oleh karenanya seorang Direksi mengalami beberapa masalah

hukum yang biasanya ditemukan dalam setiap Perusahaan. Berikut ini akan

dibahas mengenai apa saja masalah-masalah hukum yang dihadapi oleh Direksi

pada PT. Solusi Integrasi Utama.

74

(29)

Masalah-masalah hukum yang sering terjadi dalam usaha perdagangan

jasa berkisar antara masalah hukum pidana dan hukum perdata. Di PT. Solusi

Integrasi Utama Jakarta dalam pergerakan bisnisnya tidak terlepas dari kontrak B

to B (Bussiness to Bussiness). Permasalahan hukum yang sering timbul adalah

sebagai berikut:75

1. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan

Masalah mengenai keterlambatan penyelesaian pekerjaan seperti tersebut

di atas yaitu PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta dalam mengerjakan suatu

kontrak terkadang tidak tepat waktu.

Hal ini dapat menyebabkan Pemberi Kontrak merasa tidak puas sehingga

Penerima Kontrak akan dikenakan denda keterlambatan 1 % (satu persen)

perhari, keterlambatan yang dihitung dari nilai pembayaran pekerjaan

pemeliharaan/ Maintenance perbulannya. Namun dalam kasus seperti ini

biasanya pihak Penerima Kontrak akan melakukan musyawarah dengan

pihak Pemberi Kontrak untuk mendapatkan jalan keluar terbaik.

2. Keterlambatan pembayaran (baik pembayaran uang muka pekerjaan

maupun pembayaran pada terment-terment) yang sudah disepakati dalam

klausul kontrak/SPK (Surat Perjanjian Kerja)

Dalam hal ini Pemberi Kontrak dapat dituntut jika terlambat melakukan

pembayaran pada pihak Penerima Kontrak ketika kontrak telah selesai

dikerjakan oleh pihak Penerima Kontrak tetapi pihak Pemberi Kontrak

belum melakukan pembayaran. Dalam kondisi seperti ini pihak Pemberi

Kontrak harus memberikan alasan yang jelas akan hal tersebut, hal ini bisa

75

(30)

saja terjadi dikarenakan keuangan dari pihak Perusahaan atau usaha dari si

Pemberi Kontrak sedang mengalami defisit. Setelah diketahuinya hal yang

menjadi sebab keterlambatan pembayaran, maka terlebih dahulu langkah

yang diambil yaitu dengan cara musyawarah, jika langkah musyawarah

tidak dapat ditempuh maka langkah terakhir yang dapat diambil yaitu

membawa permasalahan tersebut ke ranah pengadilan, bisa ke pengadilan

arbitrase ataupun ke pengadilan negeri.

Tetapi sejauh ini antara pihak PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta sebagai

pihak Penerima Kontrak dengan pihak Pemberi Kontrak, belum pernah

membawa permasalahan ke ranah pengadilan, karena setiap permasalahan

yang timbul sejauh ini masih bisa diselesaikan secara musyawarah.

B. Sebab-sebab yang Menjadi Penghalang Pertanggungjawaban Direksi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta

Direksi berhak mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan

tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat Perseroan dengan pihak

lain dan pihak lain dengan Perseroan, serta menjalankan segala tindakan, baik

yang mengenai kepengurusan maupun kepemilikan, akan tetapi dengan

pembatasan bahwa untuk:76

1. Meminjam atau meminjamkan uang atas nama Perseroan (tidak

termasuk mengambil uang Perseroan di bank)

Direksi tidak memiliki tanggungjawab terhadap uang yang

dipinjamnya secara pribadi atas PT tersebut, karena persoalan tersebut

76

(31)

hanya menyangkut diri pribadi Direksi dengan orang yang

meminjamkan uang kepadanya, hal ini di luar ruang lingkup perusahan

dan tidak diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PT.

Solusi Integrasi Utama Jakarta.

2. Mendirikan suatu usaha baru atau turut serta pada Perusahaan lain baik

di dalam maupun di luar negeri

Direksi tidak diperbolehkan mendirikan suatu usaha baru atau turut

serta pada Perusahaan lain baik di dalam maupun di luar negeri yang

mengatasnamakan ataupun menggunakan harta kekayaan Perusahaan

dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta tanpa adanya persetujuan dari

RUPS.

Harus dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kedua hal

tersebut sesuai dengan isi akta Notaris Pendirian PT. Solusi Integrasi Utama

Jakarta Tahun 1997.

Direksi bertanggungjawab kepada Pemegang saham, sekali dalam setahun

atau sesuai kebutuhan Pemegang Saham dalam bentuk RUPS (Rapat Umum

Pemegang Saham) melalui Komisaris bentuk pertanggungjawabannya adalah

keberhasilan pencapaian anggaran Perusahaan yang telah disahkan oleh

Pemegang Saham. Pencapaian (realisasi) anggaran tersebut bisa positif (laba) atau

bisa juga negatif (rugi). Pada umumnya RUPS diadakan pada bulan Februari

tahun berjalan.77

77

(32)

Direksi tentu tidak selalu bertanggungjawab terhadap Perusahaan dimana

dia bekerja, karena tidak semua perihal permasalahan hukum dapat dibebankan

kepadanya, ada beberapa hal yang menyebabkan ia tidak perlu bertanggungjawab

atas Perusahaannya. Berikut akan dibahas mengenai sebab-sebab yang menjadi

penghalang bagi Direksi untuk bertanggungjawab pada PT. Solusi Integrasi

Utama Jakarta.

Biasanya yang menjadi penghalang dari pertanggungjawaban Direksi pada

PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta tersebut adalah sebagai berikut:78

1. Keterlambatan pekerjaan audit keuangan oleh auditor pihak ketiga

Setiap Perusahaan wajib membuat suatu laporan keuangan baik ketika

diperlukan maupun sebagai agenda tahunan, hal ini diperlukan karena

dalam suatu Perusahaan itu perincian maupun manajemen

keuangannya harus sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah

rumah tangga juga sebagai bentuk pertanggungjawaban dari

pengelolaan keuangan Perusahaan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Hal tersebut dilakukan oleh tim atau bagian maupun sub tertentu dalam

Perusahaan tersebut maupun diluar dari organ Perusahaan yang

berbentuk lembaga khusus yang menangani akuntabilitas keuangan

Perusahaan yang juga mempunyai wewenang untuk itu.

Organ dalam Perusahaan ataupun lembaga khusus yang mengaudit

keuangan Perusahaan terkadang tidak dapat menyelesaikan

pekerjaannya tepat pada waktunya. Hal tersebut merupakan salah satu

faktor penyebab yang membatasi tanggungjawab Direksi sebagai

78

(33)

pimpinan Perusahaan terhadap masalah audit keuangan oleh pihak

audit maupun dari pihak ketiga.

Dengan terlambatnya auditor mengerjakan audit keuangan maka

Direksi dalam mempertanggungjawabkan pekerjaannya terhadap

RUPS menjadi terhalang, karena hasil audit keuangan tersebut

merupakan bentuk pertanggungjawaban Direksi atas pengelolaan

Perusahaan dan pertanggungjawaban Komisaris atas pengawasan

Perusahaan.

2. Sulitnya Para Pemegang Saham untuk dikumpulkan dalam rapat

sehingga pelaksanaan RUPS sering diundur

Perusahaan tidak hanya terdiri oleh Direksi saja, selain itu masih ada

Dewan Komisaris dan juga para Pemegang Saham, oleh karenanya

untuk dapat diselenggarakan RUPS maka setiap organ dari Perusahaan

tersebut harus dikumpulkan sesuai dengan anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta,

antara lain:

a. RUPS tahunan diselenggarakan tiap tahun, paling lambat 6 (enam)

bulan setelah tahun buku Perseroan ditutup.

b. Apabila Direksi atau Komisaris lalai untuk menyelenggarakan

RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan, maka Pemegang

Saham berhak memanggil sendiri RUPS tahunan atas biaya

Perseroan setelah mendapat izin dari ketua Pengadilan Negeri yang

(34)

c. RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat

Perseroan melakukan kegiatan usaha

d. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat dan juga

dilakukan melalui 2 (dua) surat kabar harian yang harus dikirim

paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal rapat dalam

hal yang mendesak jangka waktu tersebut dapat dipersingkat paling

lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat dengan tidak memperhitungkan

tanggal panggilan dan tanggal rapat

e. Panggilan RUPS harus mencantumkan hari, tanggal, jam, tempat

dan acara rapat, dengan disertai pemberitahuan bahwa bahan yang

akan dibicarakan dalam rapat tersedia di kantor Perseroan mulai

dari hari melakukan pemanggilan sampai dengan tanggal rapat

diadakan.

Panggilan RUPS tahunan harus mencantumkan bahwa laporan

tahunan telah tersedia di kantor Perseroan

f. Apabila semua Pemegang Saham dengan hak suara yang sah hadir

atau diwakili dalam rapat, maka pemanggilan terlebih dahulu tidak

menjadi syarat dan dalam rapat itu dapat diambil keputusan yang

sah serta mengikat hal yang akan dibicarakan, sedangkan RUPS

dapat diselenggarakan dimanapun juga dalam wilayah Republik

Indonesia.

Direksi untuk mempertangungjawabkan pekerjaannya atas pengelolaan

Perusahaan PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta terhadap para

(35)

Pemegang Saham sulit untuk dikumpulkan dalam rapat sehingga

pelaksanaan RUPS sering diundur.

C. Tanggungjawab Direksi dalam Menyelesaikan Permasalahan Hukum pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online “tanggungjawab

adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh

dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya)”.

Direksi bertanggungjawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk

kepentingan Perseroan dalam mencapai maksud dan tujuannya. Setiap anggota

Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugasnya

dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan.79

Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas

kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan

tugasnya. Namun, anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas

kerugian ini apabila dia dapat membuktikan:80

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya

2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian

untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan

3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian

79

Akta Notaris Pendirian PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta Tahun 1997

80

(36)

4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut

Permasalahan hukum yang terjadi dalam PT. Solusi Integrasi Utama

Jakarta adalah permasalahan hukum dengan pihak ketiga baik yang terkait

langsung dengan pekerjaan maupun yang tidak terkait langsung dengan

pekerjaan.81

1. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan

Permasalahannya terkait langsung dengan pekerjaan biasanya

berhubungan SPK (Surat Perjanjian Kerja) antara PT. Solusi Integrasi Utama

Jakarta dengan Pemberi Kontrak. Permasalahan yang dimaksud sebagaimana yang

telah disebut di atas antara lain:

Dalam hal ini PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta terlambat mengerjakan

kontrak yang telah diberikan oleh suatu Perusahaan. Dan cara yang dapat

ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu dengan cara

musyawarah.

Keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang pada akhirnya berujung

penerapan denda sesuai Pasal yang sudah diatur dalam klausul kontrak/

Surat Perjanjian Kerja (SPK), keterlambatan pembayaran lumrah terjadi

tetapi penyelesaiannya lebih cendrung kepada mufakat.

81

(37)

2. Keterlambatan pembayaran yang sudah disepakati dalam klausul kontrak/

SPK

Dalam hal ini terdapat kontrak yang telah diselesaikan oleh pihak PT.

Solusi Integrasi Utama namun pihak Pemberi Kontrak belum dapat

melakukan pembayaran seperti sebagaimana yang telah disepakati

sebelumnya. Seharusnya pihak Pemberi Kontrak dapat dituntut tetapi

dalam kasus ini pihak Pemberi Kontrak melakukan musyawarah dengan

PT. Solusi integrasi Utama untuk menemukan jalan keluar terbaik.

Sedangkan permasalahan yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan

yaitu seperti masalah perpajakan, tidak jarang sampai ke Pengadilan Pajak.

Biasanya terjadi karena perbedaan persepsi pengenaan pajak Perusahaan oleh

pihak kantor pajak. Direksi biasanya menggunakan jasa konsultan pajak untuk

menghitung ulang sebagai pembanding dari hasil perhitungan pihak kantor

pajak.82

Dalam melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan maksud dan tujuan

yang ditetapkan dalam anggaran dasar, Perseroan dapat melakukan hubungan

hukum dan tindakan hukum dengan pihak lain baik dengan perseorangan maupun

dengan badan hukum lain, yang diwakili oleh Direksi. Dalam hal yang demikian,

apabila Perseroan mengadakan kesepakatan atau perikatan dengan pihak lain,

apabila perikatan dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,

82

(38)

menurut Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian itu mengikat sebagai undang-undang

kepada Perseroan, dan harus dilaksanakan pemenuhannya dengan itikad baik.83 Sejak perjanjian berlaku, pada diri Perseroan telah timbul kewajiban

hukum untuk memenuhi isi perjanjian serta sekaligus pada dirinya melekat

tanggungjawab kontraktrual kepada pihak lain tersebut. Apabila Perseroan cidera

janji atau wanprestasi dikualifikasi melakukan pelanggaran perjanjian/ kontrak

atau dikatakan tidak memenuhi kewajiban, sehingga dapat dituntut memenuhi

perjanjian serta membayar penggantian biaya, ganti kerugian, dan bunga

berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1267 KUHPerdata.84

D. Akibat Hukum Direksi Terhadap Pembatalan Kontrak Sepihak antara PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta dengan Perusahaan Induk

Akibat hukum adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh hukum, terhadap

suatu perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum. Akibat yang dimaksud ialah

akibat yang diatur oleh hukum, sedangkan tindakan yang dilakukan merupakan

tindakan hukum yaitu tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.85

Akibat pembatalan perjanjian diatur dalam Pasal 1451 dan Pasal 1452

KUHPerdata. Akibat hukum pada pembatalan perjanjian adalah pengembalian

pada posisi semula sebagaimana halnya sebelum terjadi perjanjian.86

83

M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 118.

84

Ibid, hlm. 119

Apabila ada

pihak yang dirugikan maka ia berhak untuk menuntut ganti rugi. Sedangkan pihak

85

Pengertian Akibat Hukum, tersedia

April 2017.

86

(39)

lainnya yang terlanjur menerima prestasi dari pihak lain wajib

mengembalikannya.

PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta merupakan Perusahaan yang bergerak

dibidang jasa, di mana Perusahaan ini merupakan anak Perusahaan dari PT.

Pelayaran Nasional Indonesia (PT. Pelni). Pembatalan kontrak kerja (SPK) antara

PT. Pelni dengan PT. Solusi Integrasi Utama pernah terjadi pada tahun 2014

yaitu kontrak pembangunan Gedung Data Center senilai 7,2 Miliar dengan tenggat

waktu penyelesaian pekerjaan pembangunan Gedung Data Center selama 180

(seratus delapan puluh) hari kalender atau dapat dikatakan kurang lebih 6 (enam)

bulan terhitung sejak ditandatangani kontrak kerja sama tersebut. Pembatalan

terjadi 5 (lima) bulan setelah SPK ditandatanggani. Pembatalan disampaikan

dengan surat oleh pihak PT. Pelni kepada pihak PT. Solusi Integrasi Utama

Jakarta. Alasan pembatalan adalah karena Direksi baru PT. Pelni mengalihkan

fokus pengembangan PT. Pelni kepada hal lain yang tidak berhubungan dengan

pengembangan Teknologi Informasi.87

Dalam kontrak tersebut terdapat klausul mengenai penyelesaian sengketa

yaitu disebutkan bahwa jika terjadi suatu perselisihan atau perbedaan pendapat

dalam pelaksanaan kontrak ini, maka jalan keluar yang diambil yaitu dengan

menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. Kemudian jika dengan cara

musyawarah untuk mufakat tidak tercapai kesepakatan, maka perselisihan tersebut

diselesaikan melalui pengadilan negeri, dan masing-masing pihak sepakat

menetapkan domisili yang tetap dan tidak berubah pada Panitera Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat. Dalam hal ini PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta

87

(40)

mengadakan pendekatan musyawarah ke Pihak Management PT. Pelni untuk

mencari jalan keluar atas persoalan tersebut. Pendekatan yang dilakukan adalah

dengan musyawarah kekeluargaan, dengan mengagendakan ulang pekerjaan pada

periode berikutnya, atau memberikan pekerjaan bentuk lain.88

Penyelesaian hukum terhadap pembatalan kontrak (SPK) oleh pihak

pemberi kerja (PT. Pelni) terhadap PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta. Tidak

mungkin dibawa ke ranah hukum karena pada hakekatnya PT. Solusi Integrasi

Utama Jakarta itu didirikan untuk melayani kebutuhan Teknologi Informasi PT.

Pelni.89

Akibat hukum terhadap PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta adalah

kerugian immaterial berupa kehilangan kepercayaan dari supplier (pemasok

barang) dan pemasok barang mengajukan tagihan atas barang-barang yang telah

dipesan untuk pembangunan proyek tersebut walaupun barang-barang tersebut

belum disuply ke PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta.90

Jalan keluar yang ditempuh oleh PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta

terhadap supplier adalah dengan pendekatan musyawarah, karena supplier

tersebut merupakan langganan tetap PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, jalan

keluar musyawarah adalah pendekatan terbaik karena kedua Perusahaan akan

88

Hasil wawancara dengan Ibu Erika sebagai Direksi dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, pada tanggal 16 Maret 2017

89

Hasil wawancara dengan Ibu Erika sebagai Direksi dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, pada tanggal 16 Maret 2017

90

(41)

tetap berhubungan untuk proyek-proyek berikutnya. Walaupun sempat menciderai

kepercayaan antar Perusahaan.91

Kemudian ada pula kontrak yang dibuat antara PT. Pelni dengan PT.

Solusi Integrasi Utama Jakarta mengenai pekerjaan pemeliharaan/ Maintenance

infrastruktur teknologi informasi PT. Pelni pada Tahun 2014. Di mana pada

kontrak kali ini terdapat permasalahan seperti kontrak sebelumnya. Namun pada

kontrak ini terdapat suatu cara untuk mengantisipasi perselisihan tersebut dengan

cara para pihak sepakat mengaddendum kontrak yang bersangkutan yaitu

mengadakan perubahan atau penambahan dalam pelaksanaan kontrak yang

bersangkutan. Di mana addendum ini dapat diperpanjang untuk 2 (dua) kali, dan

biasanya sebelum addendum yang telah disepakati berakhir, kontrak yang telah

disepakati dapat dikerjakan hingga selesai.92

91

Hasil wawancara dengan Ibu Erika sebagai Direksi dari PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta, pada tanggal 16 Maret 2017

92

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Masalah-masalah Hukum yang dihadapi Direksi pada PT. Solusi Integrasi

Utama Jakarta, antara lain keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan

keterlambatan pembayaran (baik pembayaran uang muka pekerjaan

maupun pembayaran pada terment-terment) yang sudah disepakati dalam

klausul kontrak/SPK (Surat Perjanjian Kerja).

2. Sebab-sebab yang menjadi penghalang dari pertanggungjawaban Direksi

pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta tersebut adalah keterlambatan

pekerjaan audit keuangan oleh auditor pihak ketiga dan sulitnya para

Pemegang Saham untuk dikumpulkan dalam rapat sehingga pelaksanaan

RUPS sering diundur.

3. Tanggungjawab Direksi dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang

terjadi pada PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta terhadap permasalah

hukum dengan pihak ketiga baik yang terkait langsung dengan pekerjaan

maupun yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan berbeda-beda.

4. Akibat hukum terhadap pembatalan kontrak sepihak yang terjadi antara

PT. Solusi Integrasi Utama Jakarta dengan Perusahaan Induk adalah

kerugian immaterial berupa kehilangan kepercayaan dari supplier

(43)

barang-barang yang telah dipesan untuk pembangunan proyek tersebut walaupun

barang-barang tersebut belum disupply ke PT. Solusi Integrasi Utama

Jakarta.

B. Saran

1. Sebaiknya sebelum terjadi masalah-masalah hukum seperti yang telah

dijelaskan di atas, maka Direksi tersebut sebaiknya sudah mengambil

langkah-langkah prefentif untuk mencegah terjadinya permasalahan

tersebut. Misalnya dengan mengingatkan para pekerjanya bahwa waktu

penyelesaian pekerjaan sudah dekat, ataupun dengan memberitahukan

rekan atau mitra kerja Perusahaan agar dapat melakukan pembayaran

sebelum jatuh tempo.

2. Sebaiknya Direksi mengambil tindakan tegas apabila auditor terlambat

dalam melakukan pekerjaan audit keuangan, tindakan tersebut dapat

berupa surat peringatan. Kemudian Direksi sebaiknya bermusyawarah

pada para Pemegang Saham untuk menetapkan hari pelaksanaan RUPS

sehingga para Pemegang Saham dapat berkumpul agar dapat

melaksanakan RUPS.

3. Direksi sudah seharusnya bertanggungjawab penuh terhadap seluruh

kegiatan maupun perkerjaan yang terkait dengan pengelolaan PT. Solusi

Integrasi Utama dan hubungannya dengan Perusahaan-Perusahaan lain

maupun pihak ketiga, di dalam maupun di luar ruang lingkup pekerjaan

formal seperti di Pengadilan, urusan administrasi Perusahaan, dan lain

(44)

4. Sebaiknya Direksi sebagai organ yang berwenang di dalam Perseroan

dalam melakukan pengelolaan Perusahaan harus bisa bermusyawarah

dengan Perusahaan Induk untuk mencari jalan keluar terbaik sehingga

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh kelompok Maju Pemuda Makmur sudah terlaksana dengan baik dan salah satu diantara pemberdayaan

Berdasarkan uji t pada selang kepercayaan 95% diperoleh pola pertumbuhan Ikan selar kuning adalah allometrik negatif yakni laju pertumbuhan panjang lebih cepat dengan

Untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu, Zadeh mengaitakan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian

Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selajutnya disebut sebagai variabel penelitian (Riduwan, 2002). Untuk mengukur

Tujuan obyektif yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah merancang dan membuat sebuah aplikasi RFID sebagai penunjang sistem keamanan parkir berbasis

Aruhan Proses penaakulan perkara-perkara yang khusus kepada prinsip atau hukum yang umum. Ciri kekutuban Sifat yang mempunyai dua kecenderungan, pandangan atau

Dalam beberapa kasus tertentu, berpindah kerja memang diperlukan oleh perusahaan terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah, namun tingkat berpindah

Perbandingan Teori Rostow dengan Repelita sebagai berikut Penerapan Teori Modernisasi Rostow di Indonesia Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahunan (1969- 1999)”. Kajian