• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Penjaminan Buy Back Guarantie Oleh Developer Terhadap Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus Di Bank Bukopin Cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Penjaminan Buy Back Guarantie Oleh Developer Terhadap Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus Di Bank Bukopin Cabang Medan)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. PengertianBuy Back Guarantie

Buy Back Guarantie berasal dari bahasa Inggris atau lebih dikenal dengan namaBuy back Guaranteeyang terdiri dari 2 (dua) suku kata yang jika digabungkan, secara harafiah berarti jaminan membeli kembali. Menurut Webster Dictionary buy backmemiliki 3 (tiga) pengertian sebagai berikut :33

“An agreement to buy something in return, as by a supplier to buy its customer’s product;

A sale whereby something sold is repurchased from the buyer by the seller or original owner;

Finance the buying by a corporation of its own stock in the open market ini order to reduce the number of outstanding shares.”

MenurutBlack’s Law Dictionary guarantieberarti:34

“The assurance that a contract or legal act will be duly carried out; Guaranty;

Something given or existing as security, such as to fulfill a future engagement or a condition subsequent;

One to whom a guaranty is made.”

Pengertian buy back yang kedua dari Webster Dictionary lebih mendekati dengan konsepbuy backdalam tesis ini. Sedangkanguarantiedapat berarti penjamin

33

Victoria Neufeldt dan David B. Guralnik, Ed.,Webster’s New World College Dictionary (Revised and Update),Cet.3, (USA: Mac.Millan, 1995), hal.191 dan hal.598.

34Bryan A. Gardner, Editor in Chief, Black’s Law Dictionary, Cet.7, (USA: West Group,

(2)

atau jaminan. Dalam transaksi perdagangan umum di masyarakat buy back guarantie untuk mengkondisikan adanya jaminan dari penjual untuk membeli kembali barang yang telah dibeli pembeli atau konsumen apabila terjadi kondisi-kondisi tertentu. B. Latar BelakangBuy Back Guarantie

Munculnya perjanjianbuy back guarantieini di dalam praktik hukum jaminan merupakan konsekuensi dari sifat terbukanya hukum perikatan pada Buku III BW yang di dalam Pasal 1338 ayat (1) BW dianut prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract), yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap orang atau badan hukum untuk membuat dan menentukan sendiri kontraknya, sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku.35

Sistem terbuka yang dimiliki Hukum Perjanjian telah memberikan kebebasan sedemikian rupa sehingga setiap orang berhak dan bebas untuk membuat atau mengadakan perjanjian yang segala sesuatunya sesuai dengan kehendak para pihak yang membuat. Untuk itu terbuka kebebasan yang seluas-luasnya (beginsel der contractsvrijheid) untuk mengatur dan menentukan isi suatu perjanjian, asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Bahkan dimungkinkan untuk mengatur sesuatu hal dengan cara yang berbeda atau menyimpang dari

(3)

ketentuan yang telah diatur yang terdapat di dalam pasal-pasal hukum perjanjian (KUHPerdata).36

Prinsip kebebasan berkontrak ini kemudian mendasari lembaga perbankan dalam menerapkan prinsipprudential banking(prinsip kehati-hatian) pada pengikatan kredit dan jaminan, sehingga perbankan memerlukan suatu alternatif lembaga penjaminan yang dianggap lebih cepat dan efisien untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau macet dalam hal terjadi wanprestasi, selain dari penggunaan pranata-pranata hukum jaminan yang telah ada dan bersifat eksekutorial.37

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam pelaksanaan praktek perkreditan jaminan ini dirasa kurang memuaskan kreditor, kurang menimbulkan rasa aman dan terjamin bagi pelunasan kredit yang diberikan. Karena itulah secara kebiasaan muncul suatu bentuk lembaga penjaminan buy back guarantie.

Dalam kedudukannya sebagai alternatif lembaga penjaminan dari berbagai bentuk penjaminan yang ada dan dikenal di dalam sistem hukum jaminan seperti hak tanggungan, fidusia, hipotek dan penanggungan, maka buy back guarantie

36G. Rai Widjaya,Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2003), hal.33. 37Ariadin Nadjamuddin, “Aspek Hukum Akta Buy Back Guarantee dan Implikasinya Bagi

(4)

seharusnya pula dapat memberi kontribusi sesuai maksud diadakannya pranata hukum penjaminan tersebut, yaitu sebagai instrumen hukum yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak dalam hal terjadi wanprestasi.38

Perjanjian penjaminan dengan buy back guarantie ini pada awalnya banyak digunakan dalam pembelian unit kendaraan bermotor (mobil). Jaminan ini biasanya diberikan oleh pihak dealer (selaku penjual) kepada user (selaku pembeli) dengan maksud untuk meningkatkan omset penjualan, sekaligus sebagai jaminan kualitas produk yang akan dibeli konsumen. Bentuk jaminan ini kemudian berkembang pada sektor property yang banyak digunakan pada pembelian unit rumah dan unit tanah dan bangunan rumah yang pembangunannya dibiayai oleh bank dengan fasilitas pinjaman/kredit konstruksi. Cara pembayaran atas pembelian unit tersebut dengan menggunakan fasilitas pinjaman/kredit dari lembaga perbankan, baik dalam bentuk fasilitas kredit pemilikan mobil (KPM), kredit pemilikan apartemen (KPA), maupun kredit pemilikan rumah (KPR).39

Dalam konteks tersebut, developer, konsumen/user dan bank telah terjadi hubungan hukum satu sama lain yang harus tunduk pada ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1457-1518 KUHPerdata dan beberapa ketentuan hukum penjaminan, baik yang diatur di dalam KUHPerdata maupun yang tersebar di berbagai ketentuan perundang-undangan hukum jaminan. Hubungan hukum tersebut

(5)

harus dilaksanakan secara jujur dan adil serta memperhatikan keseimbangan hak dan kewajiban para pihak.

Perjanjian buy back guarantie pada awalnya sama sekali tidak dikenal di dalam praktek hukum jaminan pada lembaga perbankan, baik untuk jaminan benda bergerak maupun jaminan benda tidak bergerak, baik sebelum maupun pasca berlakunya Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, oleh karena ketentuan-ketentuaan normatif hukum jaminan yang diatur di dalam KUHPerdata dan kedua undang-undang di atas dianggap telah merepresentasikan kepentingan kreditor atas pengikatan kedua bentuk jaminan kredit tersebut.40Demikian pula untuk jaminan perorangan telah banyak digunakan lembaga jaminan penanggungan (borgtocht), baik dalam bentuk personal guarantie (jaminan perorangan) maupun corporate guarantie (jaminan badan hukum) sebagaimana diatur dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata.

Kemudian dalam perkembangan praktek hukum penjaminan khususnya di lembaga perbankan, yang meskipun telah dilakukan pengikatan jaminan secara sempurna oleh Notaris dan atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai peraturan perundang-undangan yang terkait hukum jaminan dengan muatan eksekutorial, namun lembaga perbankan masih menghendaki adanya alternatif

(6)

lembaga penjaminan yang dianggap lebih efektif dan efisien meskipun tidak memiliki kekuatan eksekutorial dalam hal terjadi wanprestasi.

Hal tersebut kemudian melatarbelakangi lembaga perbankan untuk meminta alternatif penjaminan kepada pihak ketiga sebagai penjamin atau penanggung, jika dikemudian hari debitor wanprestasi untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan perjanjian kredit, maka penjamin berdasarkan perjanjian buy back guarantie yang harus melaksanakan kewajiban tersebut untuk membeli kembali objek jaminan debitor, baik berupa jaminan benda bergerak maupun jaminan benda tidak bergerak.

Peran penjamin dalam perjanjian buy back guarantie pada konteks ini bukan sebagai penanggung utang debitor sebagaimana dikenal di dalam borgtocht, tetapi bertindak sebagai penanggung untuk membeli kembali objek jaminan dari kreditor atas barang/benda yang pernah dijual kepada debitor yang pembayarannya melalui fasilitas kredit/pinjaman dari kreditor.

(7)

tanggungan. Olehnya itu, diperlukan suatu bentuk ikatan antara bank dengan developer berupa buy back guarantie, sebagai upaya untuk melindungi kepentingan kreditor/ Bank.41

Meskipun tidak ada ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengaturnya dibandingkan dengan bentuk perjanjian penjaminan yang telah ada dan lazim dikenal dalam sistem hukum jaminan, namun buy back guarantie telah berkembang dan menjadi salah satu syarat dilakukannya pencairan kredit, utamanya fasilitas KPR.

Menurut Legal Bank Bukopin cabang Medan, bahwa tanpa adanya buy back guarantie darideveloperselaku penjamin, bank tidak akan mencairkan fasilitas KPR debitor ke rekening developer, oleh karena hal tersebut mutlak harus dipenuhi dan menjadi syarat dalam memo persetujuan kredit dari tim komite kredit. Pencairan KPR tanpa adanya penjaminanbuy back guarantie merupakan salah satu pelanggaran dari prosedur standar pengikatan jaminan perbankan pada Bank Bukopin cabang Medan.42 Ketentuan di atas tentu saja tidak dapat diterapkan di dalam lembagabuy back guarantie meskipun penjamin telah melaksanakan kewajiban berdasarkan akta buy back guarantie. Hal ini disebabkan karena objek penjaminan di dalam buy back guarantie berbeda dengan objek penjaminan pada perjanjian borgtocht. Pada buy back guarantieobjek penjaminan adalah barang/benda jaminan debitor, bukan utang

41

Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014

42Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(8)

debitor, sedangkan pada borgtocht objeknya adalah utang debitor yang dijamin pelunasannya oleh penanggung.

Demikian pula di dalam Pasal 1840 KUHPerdata diatur bahwa penanggung yang telah membayar lunas utangnya, demi hukum menggantikan kreditor dengan segala haknya terhadap debitor semula. Sehingga, meskipun penjamin telah melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan buy back guarantie namun tidak serta merta mengakibatkan atau memberikan hak kepada penjamin untuk menggantikan posisi kreditor utama. Hal ini sering dikenal dengan subrogasi sebagaimana diatur di dalam Pasal 1400 KUHPerdata.

Perjanjianbuy back guarantietidak terbentuk dalam satu perjanjian tersendiri, tetapi hanya merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari suatu perjanjian kredit. Buy back guarantie terdapat dalam suatu Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara bank dengan developer. Di dalam PKS diatur bahwa buy back guarantie merupakan kesanggupan developer selaku penjamin untuk membeli kembali tanah/bangunan rumah yang telah dijual kepada debitor yang dituangkan dalam akta Notaris, yaitu penjaminanbuy back guarantie.43

Dari uraian tersebut di atas, perjanjian buy back guarantie pada awalnya merupakan kehendak dari penjual yang memberikan jaminan kepada pembeli jika di kemudian hari terjadi kerugian atau risiko terhadap barang yang dibeli, maka penjual akan membeli kembali barang/benda tersebut. Namun saat ini dalam

(9)

perkembangannya tidak lagi demikian, justru kreditor lah yang meminta dan menghendaki adanya perjanjian buy back guarantie. Hal ini didorong oleh prinsip prudential banking yang selama ini diterapkan oleh perbankan untuk mengefisiensikan upaya lelang yang selama ini digunakan lembaga perbankan untuk melakukan penyelesaian kredit bermasalah atau macet bila debitor wanprestasi.44

Suatu perjanjian dibuat oleh para pihak untuk suatu maksud dan tujuan tertentu, demikian pula buy back guarantie. Pemberian buy back guarantie oleh developer kepada bank didasari oleh adanya penyaluran kredit KPR kepada konsumen yang dananya diterima langsung oleh developer sebagai pelunasan unit rumah, sementara pada pihak bank belum dapat mengikat jaminan Hak Tanggungan atas unit rumah yang dibiayainya. Oleh karena itu, menunggu hingga selesainya sertipikat atas unit rumah selesai dan dilakukannya akta jual beli, maka bank memerlukanbuy back guarantie darideveloper.45Di pihakdeveloper, selaku pemilik proyek pembangunan perumahan untuk lebih mencapai sasaran penjualan unit-unit rumah tersebut kepada para konsumen, developer menjalin kerja sama dengan bank dalam penyelenggaraan fasilitas KPR.

Bank memberikan fasilitas KPR kepada konsumen perumahan sepanjang menurut pertimbangan bank, konsumen tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan

44

Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014

45Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(10)

oleh bank. Beberapa alasan/pertimbangan bank meminta developer untuk memberikanbuy back guarantieadalah:46

1. Pembelian unit properti (rumah) oleh konsumen dari developertidak atau belum dibayar lunas seluruhnya, sehingga sebagian (besar) harganya akan dilunasi dari hasil pencairan dana KPR; dan

2. Sertipikat atas unit properti tidak atau belum ada dan/atau bangunannya belum selesai; dan/atau

3. Hubungan hukum antaradeveloperdan konsumen masih berupa pengikatan jual beli (Perjanjian Pengikatan Jual Beli/PPJB) dan belum bisa dibuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT yang berwenang.

Selanjutnya pertimbangan hukum yang menjadi dasar darideveloperbersedia memberikanbuy back guarantieterhadap suatu KPR adalah:47

1. Sebagian (besar) pembayaran harga pembelian unit properti (rumah) oleh konsumen akan dilunasi dari hasil pencairan dana KPR dari bank; dan

2. Satu dan lain karena alasan di atas dan pengikatan jual beli antara developer dan konsumen (pembeli) masih merupakan PPJB, maka:

a. Hak atas tanah secara hukum belum beralih dari developer kepada konsumen;

46

Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, tanggal 10 Januari 2014

47Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(11)

b. PPJB sewaktu-waktu dapat dibatalkan oleh developer, apabila konsumen lalai/wanprestasi/cidera janji berdasarkan ketentuan dalam PPJB; dan

c. Apabila bank mengklaim penjaminan (buy back guarantie) kepada developer yang mengakibatkan developer harus membayar seluruh utang konsumen (baik utang pokok, bunga, dan lain-lain) kepada bank, maka kedudukan developer masih “sangat kuat” dan mudah “menghadapi” konsumen, antara lain karena developer berhak sewaktu-waktu membatalkan PPJB sehubungan adanya klaim tersebut dan melaksanakan tindakan-tindakan hukum selanjutnya.

Dengan penggunaan buy back guarantie, lembaga perbankan dituntut untuk melakukan penyelesaian yang lebih cepat dan efisien, sehingga lembaga penjaminan yang telah ada dan bersifat eksekutorial seperti lelang hak tanggungan lebih dihindari oleh lembaga perbankan. Hal ini juga untuk menjaga performance dan nama baik debitor agar tidak masuk dalam daftar hitam (black list) Bank Indonesia. Sehingga saat ini hampir seluruh KPR yang diberikan perbankan harus di back updenganbuy back guarantie,48 meskipun masih terjadi persepsi dan interpretasi yang berbeda-beda, baik Notaris maupun lembaga perbankan terhadap lembagabuy back guarantie. Perbedaan pandangan tersebut terjadi oleh karena buy back guarantie belum diatur secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan, tetapi muncul

(12)

berdasarkan perjanjian (kesepakatan para pihak).49 Hal ini merupakan konsekuensi dari sifat terbukanya hukum perikatan sebagaimana kehendak dari prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang diatur di dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

C. Bentuk PerjanjianBuy Back Guarantie

Apabila dibandingkan dengan perjanjian penjaminan yang telah ada dan dinormatifisasi dalam sistem hukum jaminan, yang lazimnya dituangkan dalam bentuk akta otentik dihadapan Notaris dan atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), seperti Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), akta Fidusia dan akta Hipotek, maka akta-akta jaminan ini mempunyai dasar dan kekuatan hukum eksekutorial yang tegas dan memberikan implikasi hukum bagi lembaga perbankan dalam hal terjadinya wanprestasi, oleh karena dasar perundang-undangannya telah ada dan jelas.50Namun, terhadap buy back guarantie yang lahir karena perjanjian tidak demikian halnya, sehingga itikad baik (good faith) para pihak untuk melaksanakan isi atau klausula akta sangat menentukan maksud diadakannya lembaga penjaminan tersebut sebagai alternatif penjaminan. Keberadaan akta buy back guarantiedalam hal ini semestinya tetap dapat mengakomodasi dan berperan untuk memberikan perlindungan hukum dan preferensi bagi para pihak seperti halnya keberadaan lembaga penjaminan yang telah ada dan dikenal di dalam sistem hukum jaminan.51

Meskipun dalam kedudukannya sebagai alternatif lembaga penjaminan yang memiliki kelebihan dan kelemahan, namun bagi penjamin, akta buy back guarantie

49G. Rai Widjaya, Op.Cit., hal.34. 50

Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, tanggal 06 Desember 2013.

51Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(13)

ini sebenarnya merupakan bentuk tindakan over confidence dan over collateral lembaga perbankan, oleh karena dengan penggunaan akta jaminan membeli kembali ini setelah dilakukan pembebanan hak tanggungan atau pengikatan fidusia terhadap objek/benda jaminan, dapat menimbulkan kekisruhan pelaksanaan dari akta-akta pengikatan jaminan satu sama lain. Padahal, maksud diadakannya akta buy back guarantie adalah sebagai alternatif cara penyelesaian kredit bermasalah atau macet pada saat terjadinya wanprestasi debitor dan penjamin.

Asumsi negatif penjamin atas keberadaan dan penggunaan akta buy back guarantie ini, dapat berakibat pada pelaksanaan kewajiban penjamin di dalam akta dalam hal terjadi wanprestasi, oleh karena penjamin beranggapan bahwa bila terjadi wanprestasi, kreditor cukup melakukan lelang eksekusi barang/benda jaminan debitor. Kondisi ini tentu saja tidak diharapkan oleh para pihak yang terkait atas penggunaan akta buy back guarantie, karena keberadaan akta semestinya dapat memberikan perlindungan, kepastian dan implikasi hukum para pihak khususnya bagi lembaga perbankan terhadap resiko kerugian dalam pemberian fasilitas pinjaman/ kredit. Oleh karena itu penjaminan buy buck guarantie ini biasanya dibuat secara terpisah dari perjanjian kredit kepemilikan rumah, dalam arti dibuat secara intern antara pihak bank dengan pihak developer dalam bentuk perjanjian kerjasama tanpa diketahui oleh pihak Debitor maupun pihak pemberi hak tanggungan.52

52Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(14)

Kecenderungan akta buy back guarantie tidak dapat memberikan implikasi hukum cukup beralasan, oleh karena akta buy back guarantie memang tidak diatur secara tegas baik di dalam buku II KUHPerdata maupun di dalam buku III KUHPerdata, seperti halnya lembaga penjaminan lainnya. Apalagi di dalam KUHPerdata tidak dapat dijumpai sedikitpun adanya ketentuan tentang jaminan (kewajiban) membeli kembali objek jaminan, melainkan hanya dikenal adanya hak untuk membeli kembali (Pasal 1519 KUHPerdata). Ketiadaan pengaturan demikian memberi konsekuensi hukum bahwa penggunaan akta buy back guarantie nantinya hanya sekedar pelengkap dari berbagai macam akta penjaminan yang sudah ada dan memiliki kekuatan eksekutorial (seperti APHT, akta Hipotik dan akta Fidusia), sehingga implikasi hukum terhadap harta benda penjamin dalam hal terjadi wanprestasi dikhawatirkan dapat melemahkan posisi kreditor dalam pelaksanaan perjanjian.

Hal ini sangat berbeda pada lembaga penanggungan (borgtocht), sehingga dalam pelaksanaan akta apakah dimungkinkan untuk menggunakan dan menerapkan ketentuan-ketentuan borghtocht di dalam Buku III KUHPerdata, khususnya Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Atau, jika sebaliknya ketika penjamin telah melaksanakan kewajiban sesuai kehendak dari penjaminan buy back guarantie, apakah ketentuan subrogasi di dalam Pasal 1400-1405 KUHPerdata dapat digunakan oleh penjamin untuk menuntut haknya kepada debitor.

(15)

oleh karena akta ini tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti layaknya APHT dan akta fidusia. Padahal suatu akta otentik/notaril semestinya tidak boleh hanya memiliki ikatan dan kekuatan moral saja, tetapi harus dapat berimplikasi pada pemenuhan hak-hak dan kewajiban yang terkandung di dalam klausula-klausula akta otentik sebagaimana maksud dari Pasal 1868 KUHPerdata, terutama implikasinya terhadap harta kekayaan pemberi jaminan sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 1131 KUHPerdata, dan tidak semata-mata hanya berimplikasi pada tanggung jawab moral belaka.53

Jika ditinjau dari kekuatan hukum pelaksanaan akta, maka akta buy back guarantie seharusnya mempunyai implikasi hukum sebagaimana halnya dengan bentuk akta jaminan lainnya. Implikasi hukum ini akan menjadi persoalan ketika penjamin tidak mau membeli kembali objek jaminan debitor sesuai yang telah disepakati di dalam aktabuy back guarantie.

D. Kedudukan Dan Peran Buy Back Guarantie Dalam Praktek Kredit Kepemilikan Rumah

Mengingat buy back guarantie adalah perjanjian penjaminan yang lahir dari sistem terbuka hukum perjanjian yang dianut Buku III KUHPerdata, maka tidak ada ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengaturnya, yang artinya kembali kepada para pihak yang terlibat bebas untuk mengatur sesuai dengan kehendak mereka.

53Hasil wawancara dengan Notaris Jensen Ricardo Sitanggang, Notaris PPAT Kota Medan,

(16)

Buy back guarantietidak termasuk dalam salah satu perjanjian bernama yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata). Buy back guarantie lahir karena kebutuhan praktik dan hal tersebut adalah dimungkinkan berdasarkan sistim terbuka yang dianut Buku III KUHPerdata sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Sistem terbuka yang dimiliki Hukum Perjanjian telah memberikan kebebasan sedemikian rupa sehingga setiap orang berhak dan bebas untuk membuat atau mengadakan perjanjian yang segala sesuatunya sesuai dengan kehendak para pihak yang membuat. Untuk itu terbuka kebebasan yang seluas-luasnya (beginsel der contractsvrijheid) untuk mengatur dan menentukan isi suatu perjanjian, asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Bahkan dimungkinkan untuk mengatur sesuatu hal dengan cara yang berbeda atau menyimpang dari ketentuan yang telah diatur yang terdapat di dalam pasal-pasal hukum perjanjian (KUHPerdata).54

Buy back guarantietidak terbentuk dalam satu perjanjian tersendiri.Buy back guarantie timbul dalam rangka kerja sama penyaluran KPR oleh bank kepada konsumen yang membeli unit rumah dari developer. Buy back guarantie terdapat dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR, yang dibuat oleh dan antara developer dan Bank. Unsur utama dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR adalah ketentuan mengenai prosedur pemberian KPR oleh bank kepada

(17)

konsumen dan ketentuan mengenai jaminan (buy back guarantie).55 Kedua unsur tersebut diatur dan disesuaikan dengan kesepakatan antara developer dan bank. Bila dilihat dari aspek namanya, perjanjian tersebut dapat digolongkan dalam perjanjian tidak bernama karena perjanjian tersebut tidak dapat dimasukkan dalam perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata yaitu sebagaimana diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII.56

Jika dilihat dari bentuk dan isinya, akta buy back guarantie ini menyerupai bentuk perjanjian penanggungan (personal guarantie atau coorporate guarantie), yang di dalam Pasal 1820 BW dikenal sebagaiborghtocht,hanya saja subjek hukum daribuy back guarantieberbeda denganborghtocht.Oleh karena di dalamborghtocht yang menjadi penjamin adalah pihak ketiga (personal guarantie dan atau corporate guarantie) yang awalnya tidak mempunyai hubungan hukum dengan debitor, sedangkan pada buy back guarantie yang bertindak sebagai penjamin adalah orang atau badan hukum yang sebelumnya telah mempunyai hubungan hukum dengan debitor. Buy back guarantie ini banyak dijumpai dalam perjanjian kredit konstruksi, kredit pemilikan rumah (KPR), kredit pemilikan apartemen (KPA) dan kredit pemilikan mobil (KPM). Namun, jika ditinjau dari akibat hukum dalam hal terjadi wanprestasi debitor, maka hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian buy back

55

Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Medan, tanggal 06 Desember 2013

56 Ariadin Nadjamuddin, Aspek Hukum Akta Buy Back Guarantee Dan Implikasinya Bagi

(18)

guarantie ini mirip dengan subrogasi yang dikenal di dalam Pasal 1400 BW, oleh karena baik di dalambuy back guarantiemaupun pada subrogasi terjadi penggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga/ penjamin yang membayar kepada kreditor, bedanya adalah, buy back guarantie hanya timbul berdasarkan perjanjian sedangkan pada subrogasi bisa juga timbul karena undang-undang.57

Lazim terjadi di dalam praktik, buy back guarantie ada di dalam Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan KPR (selanjutnya disebut PKS) antara bank dan developer. Di dalam praktiknya pula, telah terjadi pengembangan atas penerapan buy back guarantie yang menurut peneliti adalah kurang tepat. Hal tersebut tercermin dari penerapan buy back guarantie sebagai penanggungan utang dan menggunakan ketentuan-ketentuan penanggungan utang untuk menjabarkan buy back guarantie. Padahal konsepbuy back guarantiebukan penanggungan utang. Namun, hal tersebut sulit dihindari mengingat hubungan hukum yang terjadi antara bank dan debitor adalah utang-piutang atau pinjam-meminjam yang diatur dalam perjanjian kredit dan/atau perjanjian pengakuan hutang. Prestasi yang wajib dipenuhi debitor kepada bank (kreditor) adalah pemenuhan kewajiban pembayaran utang, sehingga demi kepentingan bank, buy back guarantie dijabarkan sebagai jaminan terhadap kewajiban pembayaran utang debitor apabila debitor wanprestasi;

Perjanjian kerja sama tersebut biasanya dibuat dalam bentuk akta notaris, sehingga dengan demikian perjanjian tersebut merupakan akta otentik dan

(19)

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs/ full evident). Pertimbangan hukum yang mendasari pemilihan bentuk formil perjanjian tersebut adalah kewajiban bank untuk menanggung risiko dalam pemberian KPR. Dengan risiko tersebut, bank melindungi kepentingannya dalam perjanjian tersebut dengan membuatnya dalam bentuk notariil sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna terutama mengenai jangka waktu, tanggal pembuatan, isi perjanjian, penandatanganan, tempat pembuatan dan dasar hukumnya.

Sebagai akibat hukum juga yang terdapat dalam suatu akta otentik adalah apabila ternyata perjanjian tersebut disangkal, maka yang mempunyai kewajiban untuk membuktikan adalah pihak yang menyangkal. Developer dan bank sepakat untuk melakukan kerja sama dengan syarat dan ketentuan yang disepakati bersama sebagaimana tertuang dalam PKS. Syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh developerkepada tiap-tiap bank tentunya tidak sama begitu pula syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh bank kepada tiap-tiapdeveloper.Sehingga dalam tiap-tiap PKS terdapat perbedaan baik secara materiil maupun redaksional. Pada umumnya terdapat beberapa materi ketentuan yang selalu ada dalam PKS adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas KPR

Pemberian fasilitas KPR menjadi materi utama dalam perjanjian. Ketentuan yang mengatur fasilitas KPR dalam perjanjian kerja sama tersebut dapat bagi menjadi dua bagian, yaitu:

(20)

Pemberian fasilitas KPR merupakan kewenangan bank sebagai lembaga keuangan perbankan. Namun dengan adanya kerja sama ini,developerdiikutsertakan dalam proses pemberian fasilitas KPR tersebut. Prosedur tersebut dalam perjanjian kerja sama ini diatur sebagai berikut:

1) Konsumen dapat mengajukan permohonan fasilitas KPR secara langsung maupun melaluideveloper.

2) Developer turut mendukung permohonan tersebut dengan melampirkan surat-surat yang diperlukan termasuk tetapi tidak terbatas PPJB.

3) Pertimbangan atau keputusan dikabulkan atau tidak permohonan konsumen merupakan keputusan bank sepenuhnya.

b. Ketentuan dalam pemberian fasilitas KPR

Syarat dan ketentuan dalam pemberian fasilitas KPR merupakan kewenangan bank sepenuhnya. Kalaupun ada negosiasi, tentunya akan melibatkan konsumen sebagai debitor penerima fasilitas kredit. Akan tetapi dengan perjanjian kerja sama, syarat dan ketentuan dalam pemberian fasilitas KPR juga merupakan materi yang dinegosiasikan antara bank dan developer. Syarat dan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:58

1) plafon (baki debet) fasilitas KPR;

58Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(21)

2) batas maksimal pemberian fasilitas KPR, misalnya tidak melebihi maksimum 80% (delapan puluh persen) dari harga rumah;

3) jangka waktu pembayaran fasilitas KPR, misalnya maksimum 10 (sepuluh) tahun;

4) penggunaan dana KPR hanya semata-mata untuk membayar harga rumah kepada developer; kewajiban membayar bunga, provisi dan biaya administrasi kepada Bank; pemberian fasilitas KPR akan dijamin dengan Hak Tanggungan atas rumah;

2. Pernyataan Dan Jaminan Developer

Pemberian fasilitas KPR yang diberikan oleh bank pada akhirnya diterima dan dinikmati oleh developer. Barang yang akan dijadikan jaminan atas fasilitas KPR tersebut merupakan rumah yang dalam kenyataan hukum belum beralih kepemilikannya. Dengan pertimbangan tersebut, dalam PKS, developer diminta membuat pernyataan dan jaminan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:59

a. legalitas dan keabsahan tindakandevelopersebagai suatu badan hukum;

Dalam setiap aktivitasnya, developer sebagai suatu badan hukum berbentuk perseroan terbatas terikat dan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perseroan terbatas termasuk tetapi tidak terbatas pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Perseroan Terbatas dan ketentuan yang diatur

59Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(22)

dalam anggaran dasar perseroannya. Sebagai suatu badan hukum, developer direpresentasikan dengan Direksi yang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kerja sama ini, developer tidak melanggar ketentuan perundang undangan dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar perseroan. Hal ini menunjukkan bahwa kausa yang halal dalam perjanjian kerja sama tersebut telah dipenuhi.

b. Tanggung JawabDeveloperSebagai Penjual Rumah;

Dalam proses pemberian fasilitas KPR dibutuhkan peran serta developer. Oleh karenanya dalam perjanjian tersebut developer menyatakan peran sertanya sebagai kewajibandeveloper. Peran sertadevelopertersebut sebagai berikut:60

1) mengusulkan para calon debitor untuk memperoleh fasilitas KPR dari bank; 2) bertindak sebagai penghubung antara bank dan debitor;

3) memberi bantuan kepada bank dalam mengawasi dan memonitor ketaatan dan pelaksanaan Perjanjian kredit antara konsumen dan bank;

4) membantu bank menghadirkan debitor dalam pengikatan kredit dan jaminan; 5) mengurus dan menyelesaikan penerbitan dokumen legalitas tanah;

Developer juga menyatakan bahwa developer adalah pemilik yang sah dan mempunyai hak yang penuh atas unit rumah yang akan dijual kepada konsumen, dan tidak ada pihak lain yang turut memiliki atau mempunyai hak apapun juga terhadap

60Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(23)

unit rumah tersebut ataupun bagian daripadanya belum pernah dijual, dipindahtangankan/dialihkan haknya atau dijaminkan/dipertanggungkan dengan cara bagaimanapun kepada orang/pihak lain (kecuali dapat diroya sebagian/roya parsial berdasarkan surat pelepasan hak dari bank), tidak tersangkut dalam perkara/sengketa dan juga tidak berada dalam suatu sitaan. Pernyataan ini berkaitan dengan ketentuan jual beli sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab V tentang Jual Beli. Dalam hal penandatanganan perjanjian utang piutang dahulu dari penandatanganan akta jual beli rumah dan pada saat penandatanganan tersebut konsumen belum memberikan perjanjian penjaminan dalam bentuk APHT maka:61

1) penandatanganan Akta Jual Beli atas rumah hanya akan dilaksanakan oleh developer dan konsumen bersamaan dengan penandatanganan APHT oleh konsumen dan bank;

2) penandatanganan Akta Jual Beli dan APHT hanya akan ditandatangani di hadapan pejabat berwenang yang sama; dan

3) penandatanganan Akta Jual Beli antara developer dan konsumen tidak akan dilakukan/tidak pernah akan terjadi bilamana pada saat yang bersamaan dengan penandatanganan Akta Jual Beli ternyata debitor tidak mau menandatangani APHT atas rumah yang digunakan untuk menjamin fasilitas KPR;

3. JaminanBuy Back Guarantie

61Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(24)

Ketentuan buy back guarantie merupakan bagian yang penting dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas KPR, yang diatur dalam ketentuanbuy back guarantiediantaranya adalah sebagai berikut:62

a. Jangka Waktu BerlakunyaBuy back Guarantie;

Selama Akta Jual Beli dan APHT atas Rumah belum ditandatangani oleh konsumen,developer dengan ini wajib bertanggung jawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin atas pembayaran seluruh jumlah uang yang terutang oleh debitor kepada bank. Buy back guarantie akan berakhir dengan sendirinya apabila AJB dan APHT ditandatangani oleh konsumen. Buy back guarantie juga akan berakhir bila setelah pemberitahuan tertulis dari developer kepada bank untuk diadakan penanda tanganan AJB, ternyata bank belum siap untuk mengadakan penandatanganan APHT. Dalam praktek kredit kepemilikan rumah di Bank Bukopin Tbk Cabang Medan jangka waktubuy back guarantietersebut berlaku sampai dengan kredit kepemilikan rumah tersebut selesai atau dilunasi debitor.

b. Kewajiban Pembayaran Yang Dijamin

Kewajiban pembayaran konsumen sehubungan dengan KPR yang diterimanya adalah meliputi utang pokok, bunga, provisi, bunga denda dan/atau biaya-biaya lainnya berdasarkan fasilitas KPR yang diterimanya, baik dalam mata uang Rupiah ataupun mata uang lainnya, jumlah-jumlah uang mana besarnya akan ditentukan sendiri oleh bank.

62Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(25)

c. PelaksanaanBuy back Guarantee

Buy back guarantee akan diklaim oleh bank apabila konsumen/debitor telah melalaikan kewajiban kepada BANK untuk membayar angsuran fasilitas KPR sebanyak 3 (tiga) kali angsuran berturut-turut atau apabila fasilitas KPR yang telah diberikan kepada konsumen tidak dijamin dengan rumah karena akibat/alasan yang disebabkan oleh developer menjadi tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Dalam waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak bank memberitahukan secara tertulis kepada developerbahwa telah terjadi salah satu sebab tersebut di atas makadeveloper wajib membayar jumlah uang tersebut kepada bank.63

4. Syarat dan KetentuanBuy Back Guarantie

Buy back guarantiediberikan olehdeveloperkepada bank dengan melepaskan hak-hak utama, hak-hak istimewa serta exceptie-exceptieyang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang penjamin, antara lain:

a. Hak untuk memperjuangkan apa yang wajib dibayar kepada debitur utama, tetapi debitur utama tak diperkenankan memperjumpakan apa yang harus dibayar kreditur kepada penanggung utang (Pasal 1430 KUHPerdata);

b. Hak untuk memberikan jaminan gadai atau hipotik sebagai ganti seorang penanggung (Pasal 1830 KUHPerdata);

c. Hak untuk terlebih dahulu menyita dan menjual barang kepunyaan debitor untuk melunasi hutangnya (Pasal 1831 KUHPerdata);

63Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

(26)

d. Hak untuk mengajukan permohonan di hadapan hakim untuk menyita dan menjual lebih dahulu barang kepunyaan debitor (Pasal 1833 KUHPerdata);

e. Hak untuk menuntut supaya kreditor terlebih dahulu membagi piutangnya, dan mengurangkannya sebatas bagian masing-masing penanggung hutang yang terikat secara sah (Pasal 1837 KUHPerdata);

f. Hak untuk menggunakan segala tangkisan yang dapat dipakai oleh debitur utama dan mengenai utang yang ditanggungnya sendiri (Pasal 1847 KUHPerdata); g. Hak untuk dibebaskan dari kewajibannya bila atas kesalahan kreditor ia tidak

dapat lagi memperoleh hak hipotek dan hak istimewa kreditor itu sebagai penggantinya (Pasal 1848 KUHPerdata);

h. Hak untuk dibebaskan dari tanggungannya, sekalipun barang itu kemudian harus diserahkan oleh kreditur kepada orang lain berdasarkan putusan Hakim untuk kepentingan pembayaran utang tersebu, apabila kreditor secara sukarela menerima suatu barang tak bergerak atau barang lain sebagai pembayaran utang pokok (Pasal 1849 KUHPerdata), dan

i. Hak memaksa debitur untuk membayar utangnya atau membebaskan penanggung dari tanggungannya, dalam hal adanya penundaan pembayaran sederhana yang diizinkan kreditur kepada debitur (Pasal 1850 KUHPerdata).

(27)

hak-haknya untuk disubrogasi dalam kedudukan bank (kreditor) terhadap konsumen (debitor).

Dalam hal konsumen lalai melakukan kewajibannya atau wanprestasi, bank akan meminta pelaksanaan jaminan buy back guarantie kepada developer. Dalam waktu 3 (tiga) hari sejak surat pemberitahuan bank, developer wajib membayar seluruh kewajiban pembayaran konsumen.

Dengan adanya pembayaran kewajiban konsumen/pelaksanaan buy back guarantie, maka bank wajib menyerahkan seluruh dokumen kredit konsumen termasuk tetapi tidak terbatas perjanjian kredit, akta pengakuan utang dan perjanjian jaminan. Bersamaan dengan pembayaran buy back guaranteeoleh developer kepada bank, kedua belah pihak membuat dan menandatangani perjanjian subrogasi.

5. Peranan Buy Back Guarantie Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Buy back guarantiemerupakan suatu penjaminan atas pembelian kembali unit apartemen yang dibeli oleh konsumen, yang di dalam praktek karena adanya hubungan hukum utang-piutang antara bank dan debitor KPR, bentuk pengembangannya dijabarkan sebagai jaminan atas pelunasan KPR yang diberikan oleh bank kepada debitor.

(28)

sebagai pelunasan utang debitor KPR. Sehingga dengan adanya buy back guarantie bank memperoleh kepastian atas pelunasan KPR.64

Buy back guarantie yang diberikan oleh developer kepada bank dalam PKS KPR bertujuan untuk memfasilitasi atau mempermudah konsumen dalam mencari sumber dana guna melunasi harga unit apartemen yang dibelinya.

Fasilitas kredit yang dapat diberikan buy back guarantie oleh developer adalah hanya fasilitas KPR. Dengan demikian lembaga buy back guarantie tidak dapat diberikan atas jenis kredit lain seperti Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi dan lain sebagainya.

Jenis fasilitas KPR yang dapat diberikan buy back guarantie tersebut adalah fasilitas KPR yang pencairan dananya digunakan untuk pelunasan harga pembelian/ pengikatan (KPR murni) bukan KPR/KPR refinancing, KPR pembiayaan pembangunan di atas tanah kavling, KPR renovasi atau KPR penambahan/ pengembangan bangunan atau bentuk lainnya.

Apabila pembayaran atas pembelian unit rumah sudah dilunasi oleh konsumen sendiri, apalagi sertipikat hak atas tanah sudah selesai atau hubungan hukum antara developer dan debitor sudah bisa dilakukan dengan perbuatan hukum jual beli dengan akta jual beli di hadapan PPAT yang berewenang, maka lembagabuy back guarantie sudah tidak diperlukan dan tidak relevan lagi bagi developer maupun pihak bank.

64Hasil wawancara dengan Akbar Yudha Dewanto, Legal Officer PT. Bank Bukopin Tbk

Referensi

Dokumen terkait

Sangat fleksibel dalam pembuatan koding program, karena sudah menggunakan konsep OOP dimana pemrograman dapat dimulai dari objek yang diinginkan tanpa harus

Hasil yang diperoleh dari perhitungan penulis dengan menggunakan bantuan program SPSS penelitian menunjukan persebaran angket serta pengolahan data-data yang

Konsep dasarnya adalah: ketika suatu transaksi memerlukan jaminan kalau record yang diinginkan tidak akan berubah secara mendadak, maka diperlukan kunci untuk

a) Bersihkan bahan dari kotoran yang menempel dan cuci hingga bersih. b) Bahan yang berkulit tidak perlu dikupas, karena kulitnya dapat memberikan tekstur pada garnish. 2) Dosen

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan SpiritualESQ: Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan.. 5 Rukun Islam, Jakarta:

Sasaran dari kegiatan ini adalah tersedianya jasa administrasi keuangan kantor dalam satu tahun (12 bulan).. Alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar

produksi dan produktifitas usaha perikanan tangkap serta kesejahteraan nelayan. Anggaran pada kegiatan ini digunakan untuk.. belanja hibah sarana prasarana penangkapan

Sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program dan kegiatan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2017 yaitu bersumber dari. dana