• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Siswi tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Siswi tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 1 Kabanjahe Tahun 2015"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyuluhan 2.2.1. Pengertian

Menurut Arif (2009) dalam Nugraheny (2010), penyuluhan

merupakan transfer teknologi dan proses edukasi, yang

merupakan akronim dari fungsi-fungsi penyuluhan, meliputi:

diseminasi, inovasi, fasilitasi, supervisi, pemantauan, evaluasi,

dan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dalam perjalanannya

kegiatan penyuluhan diartikan dengan berbagai pemahaman,

seperti proses penyebarluasan informasi, penerangan/pemberian

penjelasan, perubahan perilaku, belajar, perubahan sosial,

rekayasa sosial (social engineering), pemasaran sosial (social

marketing), pemberdayaan masyarakat (community

empowerment), penguatan kapasitas (capacity strengthening), dan komunikasi pembangunan.

2.1.2. Tujuan

Tujuan promosi kesehatan bukan hanya mengkaitkan diri

pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik kesehatan saja,

tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik

maupun nonfisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan

kesehatan. Pencapaian target penyuluhan dibagi menjadi tujuan

jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Tujuan

jangka pendek yaitu tercapainya perubahan pengetahuan, tujuan

jangka menengah yaitu peningkatan pengertian, sikap, dan

keterampilan yang akan mengubah perilaku kearah perilaku sehat,

dan tujuan jangka panjang yaitu agar dapat menjalankan perilaku

(2)

2.1.3. Tahapan Kegiatan Penyuluhan

Menurut Ali (2010), mengemukakan tahapan dalam

penyuluhan antara lain:

1. Tahap sensitisasi

2. Tahap publisitas

3. Tahap edukasi

4. Tahap motivasi

2.1.4. Metode

Menurut Notoatmojo (2010), metode yang dapat

dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah:

1. Metode individual (perorangan) : bimbingan dan interview (wawancara)

2. Metode kelompok

a. Kelompok besar : ceramah dan seminar

b. Kelompok kecil : diskusi kelompok, curah pendapat (brain strorming), bola salju (snow balling), kelompok-kelompok kecil (buzz group), role play (memainkan peran), dan permainan simulasi (simulation game)

c. Metode massa : ceramah umum (public speaking), pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik,

baik TV maupun radio, simulasi, dialog antara pasien

dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang

masalah kesehatan, tulisan-tulisan di majalah atau koran,

baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab atau

konsultasi tentang kesehatan dan penyakit, dan bill board.

2.1.5. Media

Menurut Notoatmodjo (2007), secara garis besar ada tiga

(3)

menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu terjadinya

proses pendidikan.

b. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasi indera pendengar pada proses

penyampaian bahan pendidikan/pengajaran.

c. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi dan video cassette. Alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA).

2.2. Pengetahuan 2.2.1. Definisi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan

(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran

manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya (Mubarak,

Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan seseorang terhadap

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara

garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek

(4)

harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami

objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis

dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan

kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku

di masyarakat.

2.2.3. Cara-Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), dari berbagai macam cara yang

telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

(5)

(trial and error), secara kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, cara akal sehat (common sense), kebenaran melalui wahyu, kebenaran secara intuitif, melalui jalan pikiran, induksi, dan deduksi

b. Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

saat ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut

metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi

penelitian (research methodology) (Notoadmojo, 2010).

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi (2007),

faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah sebagai

berikut:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat

dipungkiri bahwah semakin tinggi pendidikan seseorang,

semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada

akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan pertambahan umur seseorang akan memahami

perubahan fisik dan psikologi (mental). Pada aspek psikologis

atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba suatu hal,

(6)

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar sangat berpengaruh dalam

pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

g. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu infomasi dapat

mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

2.2.5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden (Mubarak, Chayatin, Rozikin,

& Supradi, 2007).

2.3. Anatomi dan Histologi Serviks

Serviks uteri atau biasa disebut serviks terdapat di setengah hingga

sepertiga bawah uterus, berbentuk silindris, dan menghubungkan uterus

dengan vagina melalui kanal endoservikal. Serviks uteri terdiri dari portio vaginalis, yaitu bagian yang menonjol kearah vagina dan bagian supravaginal. Panjang serviks uteri kira-kira 2,5-3 cm dan memiliki

diameter 2-2,5 cm (Snell, 2006).

Bagian-bagian serviks yaitu: endoserviks, ektoserviks, os eksternal,

forniks, dan os internal. Di bagian tengah portio vaginalis ini terdapat ostium uteri eksternum yang berbentuk bundar pada wanita yang belum

pernah melahirkan dan berbentuk bulan sabit bagi wanita yang pernah

melahirkan (Rasjidi, 2008).

(7)

Gambar 2.1. Bagian-bagian serviks

Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control, WHO. 2014.

Gambar 2.2. Anatomi serviks normal

Dikutip dari Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jakarta, EGC. 2006.

Pada serviks terdapat zona transformasi (transformation zone), yaitu area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel

serviks. Terdapat dua ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen

kardinal dan uterosakral. Serviks memiliki system limfatik melalui rute

(8)

Struktur histologi serviks terdiri dari:

- Endoserviks : epitel selapis silindris penghasil mukus.

- Serabut otot polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat.

- Ektoserviks : bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan

memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi

oleh epitel skuamos nonkeratin.

Batas epitel skuamos ektoserviks dan epitel silindris endoserviks

disebut sambungan skumokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ) yang juga disebut zona transformasi. Zona transformasi area tempat

bertumbuhnya kembali epitrl skuamos atau tempat antara letak taut saat

lahir dan dewasa muda (Junquiera, 2007).

Gambar 2.3. Dua tipe epitel pelapis serviks dan SCJ

(9)

Gambar 2.4. Zona transformasi pada berbagai kelompok umur Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control, WHO. 2014.

Menurut WHO (2014), zona transformasi pada berbagai kelompok umur

adalah sebagai berikut.

a. Lahir sampai usia pubertas

Sejak lahir, sudah terdapat sambungan skuamokolumnar pada

perempuan dan ditemukan di dekat portio vaginalis. b. Menarke sampai usia reproduksi awal

Pada saat pubertas, ketika ovarium mulai menyekresikan

esterogen, ukuran serviks membesar, sel kolumnar dari endoserviks dan

sambungan skuamokolumnar menjadi terlihat di serviks bagian luar.

c. Wanita usia 30-an

Di bawah pengaruh estrogen, terjadi proses pendewasaan normal,

disebut sebagai metaplasia skuamosa. Kedua sambungan

skuamokolumnar (baru dan lama) terlihat.

d. Wanita mendekati menopause

Pada wanita yang mendekati usia menopause, pengaruh esterogen

berkurang. Serviks mengecil, epitel kolumnar dan daerah transformasi

(10)

e. Wanita setelah menopause

Tanpa stimulasi estrogen, sambungan skuamokolumnar yang lama

masih terlihat pada pemeriksaan spekulum, tetapi sambungan

skuamokolumnar yang baru dan epitel metaplastik dari daerah

transformasi kembali pada kanalisendoservikalis.

2.4. Kanker Serviks 2.4.1. Definisi

Kanker serviks adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

pertumbuhan baru jaringan serviks dan penyebaran jaringan secara

abnormal (metastasis) serta merusak struktur di dekatnya. Sel-sel

abnormal pada kanker ini dapat menginvasi atau mengalami

metastasis ke bagian tubuh lain (Rosenthal, 2003).

Kanker serviks terjadi ketika sel-sel pada serviks berubah dan

tumbuh tidak terkendali. Sel-sel ini bisa berubah dari normal menjadi

prakanker dan kemudian menjadi kanker (DHCS, 2013).

2.4.2. Insidensi & Prevalensi

Kanker serviks merupakan kanker terbanyak keempat yang

menyerang pada wanita, dan urutan ketujuh terbanyak dari seluruh

jenis kanker, dengan estimasi 528.000 kasus baru pada tahun 2012.

Sekitar 85% kasus kanker serviks terjadi di negara berkembang.

Negara-negara yang memiliki risiko tinggi kanker serviks dengan

estimasi ASR lebih dari 30 per 100.000 wanita, yaitu Afrika Timur

(42,7), Melanesia (33,3), Afrika Selatan (31,5), dan Afrika Tengah

(30,6). Sedangakan negara-negara dengan risiko paling rendah

adalah Australia/New Zealand (5,5) dan Asia Barat (4,4) (IARC,

(11)

prevalensi kanker serviks menurut provinsi di Indonesia:

Tabel 2.1. Prevalensi dan estimasi jumlah penyakit kanker serviks pada perempuan (‰) menurut provinsi tahun 2013

(12)

Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker serviks pada tahun 2013 adalah 0,8‰. Provinsi Kepulauan Riau, Maluku Utara, dan D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi, yaitu sebesar 1,5‰. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur. (Riskesdas,

2013).

2.4.3. Etiologi

Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi

Human Papilloma Virus (HPV). HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56, dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi prakanker

(Ioffee, 2005).

HPV adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada

permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi HPV sering terdapat pada

wanita yang aktif secara seksual (Rasjidi, 2008).

Menurut Bustan (2007), dari berbagai penelitian disimpulkan

bahwa terdapat 3 golongan HPV yang berhubungan dengan kanker

serviks, yaitu:

1. HPV risiko rendah: HPV 6 dan 11.

2. HPV risiko sedang: HPV 33, 35, 39, 40, 43, 45, 51, 56, dan 58.

3. HPV risiko tinggi: HPV 16, 18, dan 31.

Lebih dari 90% kanker serviks adalah jenis skuamosa yang

mengandung DNA Human Papilloma Virus dan 50% kanker serviks berhubungan dengan Human Papilloma Virus tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual (Rasjidi & Sulistiyanto,

(13)

1. Perilaku seksual

Dari studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa

berhubungan kuat dengan perilaku seksual, seperti berganti-ganti

mitra seks dan usia saat melakukan hubungan seks yang pertama.

Risiko meningkat lebih dari sepuluh kali bila mitra seks enam

atau lebih, atau bila hubungan seks pertama di bawah umur 15

tahun. Risiko akan meningkat apabila berhubungan dengan pria

berisiko tinggi yang mengidap kondiloma akuminatum. Pria berisiko tinggi adalah pria yang melakukan hubungan seks

dengan banyak mitra seks (Rasjidi, 2007). Menurut penelitian

Yuniar, Saryono, & Rohani (2009), apabila usia pertama kali

berhubungan seksual <20 dan >35 tahun, maka dapat

menyebabkan kanker serviks sebesar 14,3 kali.

2. Merokok

Dari penelitian epidemiologi, ada dugaan bahwa rokok

adalah faktor risiko untuk terjadinya kanker serviks. Hal ini

terlihat dari adanya nikotin dalam cairan serviks penderita kanker

serviks yang perokok. Nikotin yang sampai di serviks

memudahkan virus masuk ke daerah serviks (Diananda, 2009).

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang

dihasap sebagai rokok maupun yang dikunyah. Asap rokok

menghasilkan polycyclic aromatic heterocyclic amine yang sangat karsinogen, sedangkan bila dikunyah menghasilkan

nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi

kokarsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2007). Menurut penelitian

Dewi, Sawitri, & Adiputra (2012), paparan asap rokok

meningkatkan risiko terjadinya lesi prakanker serviks sebesar 4

(14)

3. Riwayat ginekologis

Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks, hamil di usia muda dan

jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat

dapat meningkatkan risiko (Rasjidi, 2008). Menurut penelitian

Lasut, Rarung, & Suparman (2013), berdasarkan jumlah paritas,

ibu dengan jumlah anak dua yang terbanyak menderita kanker

serviks (80%). Hal ini menyatakan bahwa makin tinggi paritas

maka insidensi kanker serviks makin tinggi.

4. Kontrasepsi oral

Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah

menunjukkan hubungan dengan kontrasepsi oral (Rasjidi, 2008).

Menurut penelitian Dewi, Rejeki & Istiana (2014), menunjukkan

bahwa ada hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi oral < 3

tahun dan mengalami kejadian prakanker serviks.

5. Perubahan sistem imun

Perubahan sistem imun dihubungkan dengan

meningkatnya risiko terjadinya karsinoma serviks invasif. Hal ini

dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks prainvasif dan invasif (Rasjidi, 2007).

6. Etnis dan faktor sosial

Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki

faktor risiko lima kali lebih besar daripada faktor risiko pada

wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin

dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem

pelayanan kesehatan (Rasjidi, 2008).

7. Pekerjaan

Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu

pekerjaan seperti debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin

(15)

Pada stadium awal, kanker serviks ini cenderung tidak terdeteksi.

Menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious Disease, hampir setengah wanita yang terinfeksi HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas (Diananda, 2009). Tanda-tanda dini kanker

serviks yang tidak spesifik seperti sekret vagina yang agak

berlebihan dan kadang-kadang disertai dengan bercak perdarahan.

Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam

(pascasenggama dan di luar haid) dan keputihan (Kampono, 2011).

Pada penyakit lanjut, keluhan berupa keluar cairan pervaginam

yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul,

sering berkemih, dan buang air kecil atau buang air besar yang sakit.

Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang, edema kaki

unilateral, dan obstruksi ureter (Kampono, 2011). Penurunan berat

badan yang drastis akibat kekurangan nutrisi, edema kaki, timbul

iritasi kandung kemih, terbentuknya fistel vesikovaginal atau

rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh

merupakan gejala klinis pada stadium lanjut (Diananda, 2009).

2.4.6. Deteksi Kanker Serviks

Deteksi dengan penyaringan (screening) dapat dilakukan dengan pemeriksaan Pap smear dan kolposkopi. Kolposkopi jarang dilakukan, memerlukan biaya yang lebih mahal, kurang praktis, dan

memerlukan biopsi. Bentuk pemeriksaan yang paling utama dan

dianjurkan untuk deteksi dini kanker serviks adalah pemeriksaan

Papaniculou smear (Pap smear) (Bustan, 2007).

Pap smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks

atau porsio. Indikasinya adalah sebagai skrining pada wanita yang

(16)

serviks, pemantauan setelah tindakan pembedahan, radioterapi, atau

kemoterapi kanker serviks (Rasjidi, 2008).

Setiap wanita yang telah berusia 18 tahun dan telah aktif

berhubungan seksual, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

Pap-smear sebaiknya setiap tahun walaupun tidak ada gejala kanker.

Pemeriksaan dilakukan lebih dari setahun jika sudah mencapai umur

65 tahun atau tiga pemeriksaan berturut-turut sebelumnya

menunjukkan hasil normal (Bustan, 2007).

Telah mulai diperkenankan cara baru deteksi dini dengan cara

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). IVA adalah tes visual dengan

menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan

iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi

setelah dilakukan olesan (Rasjidi, 2008). Cara ini dianggap lebih

mudah, murah, dengan harapan dapat menjangkau seluruh

masyarakat (Bustan, 2007).

Selain itu juga terdapat metode Thin prep yang lebih akurat dibanding Pap Smear. Jika Pap Smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya

akan jauh lebih akurat dan tepat (Rasjidi, 2008).

2.4.7. Klasifikasi dan Stadium A. Klasifikasi Histopatologi

Secara histopatologi kanker serviks terdiri atas berbagai

jenis. Dua bentuk yang sering dijumpai adalah karsinoma sel

skuamos dan adenokarsinoma. Karsinoma sel skuamos

merupakan tipe keganasan yang paling sering di serviks

(17)

Gx – Derajat tidak dapat dinilai G1 – Well differentiated

G2 – Moderately differentiated G3 –Poorly or undifferentiated

Tabel. 2.2. Serviks prakanker, terminologi untuk pelaporan sitologi dan histologi

Klasifikasi Sitologi

(digunakan untuk skrining)

Klasifikasi Histologi

(digunakan untuk diagnosis)

Pap Sistem

Bethesda

CIN Klasifikasi

deskriptif WHO

Kelas I Normal Normal Normal

Kelas II ASC-US

ASC-H

Atypia Atipia

Kelas III LSIL CIN 1 termasuk

flat condyloma

Koilositosis

Kelas III HSIL CIN 2 Displasia

Moderat

Kelas III HSIL CIN 3 Displasia Ganas

Kelas IV HSIL CIN 3 Karsinoma

Insitu

Kelas V Karsinoma

Invasif

Karsinoma

Invasif

Karsinoma

Invasif

Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control. WHO. 2014.

B. Stadium

(18)

Tabel. 2.3. Stadium kanker serviks berdasarkan klasifikasi TNM dan

Tumor primer tidak bisa digambarkan Tidak ada bukti adanya tumor primer Carsinoma in situ (preinvasive carcinoma)

Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri

Karsinoma mikroinvasif

Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 3 mm dan perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm

Kedalaman invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih dari 5 mm dan perluasan horizontal 7 mm atau kurang

Secara klinis sudah diduga adanya tumor mikroskopik lebih dari IA2 atau T1a2

Secara klinis lesi berukuran 4 cm atau kurang pada dimensi terbesar

Secara klinis lesi berukuran lebih dari 4 cm pada dimensi terbesar

Tumor menyebar ke luar dari serviks, tetapi tidak sampai dinding panggul atau sepertiga bawah vagina Tanpa invasi parametrium

Dengan invasi parametrium

Tumor menyebar ke dinding panggul dan/atau sepertiga bawah vagina yang menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal

Tumor menyebar sepertiga bawah vagina, tetapi tidak sampai ke dinding panggul

Tumor menyebar ke dinding panggul menyebabkan penurunan fungsi ginjal

Tumor menginvasi mukosa buli-buli atau rectum dan ke luar panggul

Sumber : FIGO Committee on Gynecologic Oncology. 2006. Staging Classifications and Clinical Practice Guidelines for Gynaecological Cancers.

Diagnosis pasti kanker serviks ditegakkan dengan

pemeriksaan diagnostik dan histopatologi. Penentuan stadium

menggunakan stadium klinis yang ditetapkan oleh FIGO (Rasjidi,

(19)

Menurut Rasjidi (2007), prosedur penentuan diagnosis kanker

serviks antara lain:

1. Anamnesa, untuk mencari faktor predisposisi dan keluhan

penderita. Keputihan dan perdarahan abnormal pervaginam

merupakan keluhan utama pasien yang dicurigai menderita

kanker serviks invasif.

2. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan ginekologis dan

pemeriksaan kelenjar inguinal.

3. Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, BNO-IVP,

sistoskopi, rektoskopi, CT-scan optional, MRI, serta bone survey, terutama jika menentukan jauhnya metastasis.

4. Biopsi serviks untuk menentukan jenis histopatologi.

5. Untuk deteksi kanker serviks stadium dini dapat dilakukan

beberapa cara mulai dari uji Pap konvensional, IVA, papnet, thin prep, servikografi, uji HPV, dan kolposkopi.

2.4.9. Penatalaksanaan

Menurut Rasjidi (2007), penatalaksanaan yang dapat dilakukan

pada kanker serviks adalah sebagai berikut:

Tabel. 2.4. Penatalaksanaan kanker serviks

Stadium Modalitas Terapi

Level of Evidence/ Rekomendasi IA1

Bila fertilitas masih dibutuhkan

Histerektomi (total atau vaginal) Konisasi

III/B III/B

IA2

LVSI negatif

Bila fertilitas masih dibutuhkan

Histerektomi radikal termodifikasi (tipe II) + diseksi KGB

Histerektomi ekstra facial + diseksi KGB pelvis

1. Konisasi + ekstra

peritoneal/diseksi KGB pelvis per laparoskopi

IIB/B

IV/C

(20)

2. Trakelektomi + ekstra

Histerektomi vaginal radikal + diseksi KGB per laparoskopi

Adjuvan pascabedah

Adjuvan whole pelvic irradationi

IB/A

 Primer histerektomi radikal

 Neoadjuvan kemoterapi diikuti radikal histerektomi dan diseksi KGB pelvis

 Primer histerektomi + adjuvant radiasi

IVA Tidak metastase ke dinding pelvis, terutama jika terdapat fistula vesikovaginal

(21)

Pencegahan kanker serviks terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

pencegahan primer, sekunder dan tersier (Sukardja, 2000).

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan upaya dalam mengurangi

atau menghilangkan kontak individu dengan karsinogen untuk

mencegah terjadinya proses karsinogenesis. Pencegahan primer

kanker serviks dapat dilakukan dengan menghindari berbagai

faktor risiko serta dengan memberikan vaksin pencegah infeksi

dan penyakit terkait HPV. Selain itu juga dapat dilakukan dengan

penggunaan barier seperti kondom, diafragma, dan spermisida

(Sukardja, 2000).

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan

kasus-kasus dini kanker serviks, sehingga kemungkinan penyembuhan

dapat ditingkatkan. Pencegahan sekunder termasuk skrining dan

deteksi dini, seperti Pap Smear, kolposkopi, servikografi, Pap net

(dengan komputerisasi), dan inspeksi visual dengan asam asetat

(IVA) (Sukardja, 2000). Pap Smear merupakan standar emas

program skrining karena pemeriksaan ini mudah dikerjakan,

cepat, dan tidak sakit serta dapat dilakukan setiap saat, kecuali

pada masa haid. Selain itu, Pap Smear juga memiliki sensitivitas

dan spesifitas yang cukup tinggi, sehingga Pap smear mampu

untuk mencegah kejadian kanker serviks hingga mencapai 93 %

(WHO, 2014).

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier kanker serviks bertujuan untuk

mencegah komplikasi klinik dan kematian awal. Pengobatan

karsinoma serviks invasif ditentukan oleh pemeriksaan klinis dan

(22)

radiasi, kemoterapi atau kombinasi metode-metode tersebut

(Price & Wilson, 2005).

Menurut Rasjidi (2008), terdapat beberapa cara pencegahan kanker

serviks, antara lain:

1. Hindari hubungan seksual terlalu dini

Idealnya seks dilakukan setelah wanita memasuki usia

matang. Ukuran kematangan seorang wanita bukan hanya dilihat

dari sudah menstruasi atau belum, tetapi juga bergantung pada

kematangan sel-sel mukosa. Menunda aktivitas seksual sampai

usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan

mengurangi kanker serviks secara signifikan (Rasjidi, 2008).

2. Hindari berganti-ganti pasangan seksual

Faktor risiko lain dari kanker serviks adalah kebiasaan

berganti-ganti pasangan. Kebiasaan tersebut dapat menyebabkan

tertularnya penyakit kelamin, salah satunya adalah penyakit

karena Human Papilloma Virus (HPV). Selain itu juga hindari berhubungan seksual dengan pasangan pria yang memiliki

pasangan seksual yang berganti-ganti sebelumnya (Perunovic,

2006).

3. Penggunaan vaksinasi HPV

Vaksin HPV yang diberikan kepada pasien bisa

mengurangi infeksi Human Papilloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90% (Rasjidi, 2008).

Terdapat dua jenis vaksin HPV, yaitu bivalen dan quadrivalen bersifat melindungi terhadap infeksi yang menetap HPV tipe 16 dan 18, sedangkan yang quadrivalen juga bersifat melindungi terhadap infeksi HPV tipe 6 dan tipe 11 yang

merupakan penyebab dari lesi selaput lendir dan lesi genital

(23)

diberikan vaksin HPV adalah usia antara 9-26 tahun (Rasjidi,

2008).

4. Penggunaan kondom

Penggunaan kondom bisa menurunkan risiko untuk

terjadinya penularan infeksi HPV. Penelitian terbaru

menyebutkan bahwa terjadi penurunan sampai 70% dari infeksi

HPV dengan pemakaian kondom secara benar saar berhubungan

seksual (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

5. Hindari merokok

Wanita sebaiknya tidak merokok karena dapat merangsang

timbulnya sel-sel kanker melalui nikotin yang di kandung dalam

darah perokok. Risiko wanita perokok terkena kanker serviks

adalah 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.

Diperkirakan nikotin memberikan efek toksik pada sel epitel,

sehingga memudahkan masuknya mutagen virus (Diananda,

2009).

6. Pemeriksaan teratur

Wanita dewasa yang melakukan hubungan seks secara

teratur, lakukan tes Pap Smear setiap dua tahun. Ini dilakukan sampai berusia 70 tahun (Diananda, 2009). Sedangkan untuk

wanita yang memulai hubungan seksual saat usia <18 tahun dan

wanita yang mempunyai banyak partner (multiple partner) seharusnya melakukan tes Pap Smear setiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. (Rasjidi, 2008).

7. Hindari mencuci vagina terlalu sering dengan antiseptik

Banyak wanita mencuci vagina dengan antiseptik dengan

alasan kesehatan. Padahal, kebiasaan tersebut dapat

menimbulkan kanker serviks. Mencuci vagina dengan antiseptik

terlalu sering justru dapat menyebabkan iritasi pada serviks.

(24)

terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kanker (Setiati,

2009).

8. Penuhi kebutuhan nutrisi

Selain pola hidup yang terlalu banyak mengkonsumsi

makanan berlemak tinggi, wanita yang kekurangan zat-zat gizi

lain, seperti beta karoten, vitamin C, dan asam folat, dapat

terserang kanker serviks. Oleh karena itu, jika tubuh kekurangan

zat-zat gizi tersebut, maka rangsangan sel-sel mukosa lebih

mudah menimbulkan kanker (Setiati, 2009).

2.4.11.Faktor Prognotik

Menurut Rasjidi (2008), ketahanan hidup penderita pada kanker

serviks stadium awal setelah histerektomi radikal dan

limfadenektomi pelvis bergantung pada beberapa faktor:

1. Status KGB

Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5-year survival rate (5-YSR) antara 85 – 90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB maka 5-YSR antara 20 – 74%, bergantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis.

2. Ukuran tumor

Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka survivalnya 90%

dan bila > 2 cm angka survival-nya menjadi 60%. Bila tumor

primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40%.

3. Invasi ke jaringan parametrium

Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki 5-YSR

69% dibandingkan 95% tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB

yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-42%.

4. Kedalaman invasi

Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun

(25)

Pentingnya pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan terhadap

perilaku dan status kesehatan seseorang dapat digambarkan sebagai berikut

dengan modifikasi konsep H.L Blum dan Lawrence Green (Mubarak,

Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).

Gambar. 2.5. Diagram hubungan status kesehatan, perilaku, dan promosi kesehatan Dikutip dari Notoatmodjo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Keturunan

Status kesehatan

Perilaku

Enabling factors (Ketersediaan

sumber-sumber/fasilitas)

Pemberdayaan

masyarakat

(pemberdayaan sosial)

Promosi kesehatan Pelayanan kesehatan

Predisposing factors (pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi,

nilai, dsb.)

Komunikasi

(penyuluhan)

Reinforcing factors (sikap dan perilaku

petugas, peraturan UU,

dll.) Lingkungan

Gambar

Gambar 2.1. Bagian-bagian serviks Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control, WHO
Gambar 2.3.  Dua tipe epitel pelapis serviks dan SCJ Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control, WHO
Gambar 2.4. Zona transformasi pada berbagai kelompok umur Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control, WHO
Tabel 2.1. Prevalensi dan estimasi jumlah penyakit kanker serviks pada perempuan (‰)  menurut provinsi tahun 2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 1 Kartosuro dengan siswi SMA Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam” dan

audio visual dan leaflet dalam peningkatan pengetahuan tentang kanker serviks,?. didapatkan hasil nilai rerata pengetahuan pre-test pada kelompok audio

Rahmayanti, N., 2012, Perilaku Perawatan Kebersihan Alat Reproduksi dalam Pencegahan Kanker Serviks pada Siswi SMAN 9 Kebon Pala Jakarta Timur, Skripsi , Fakultas

Dengan besarnya angka kejadian kanker serviks yang telah disebutkan di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana profil penderita kanker serviks yang diperoleh dari

Hubungan Pengetahuan dan Persepsi Mengaenai Human Papilloma Virus (HPV) dan Kanker Serviks terhadap Penerimaan Vaksinasi HPV pada Mahasiswi Universitas Gadjah Mada

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh

Aspek yang dinilai paling diketahui dari pengetahuan responden tentang kanker serviks dan pencegahannya adalah tanda dan gejala, sedangkan aspek yang dinilai kurang

Kesimpulannya, hasil penelitian ini didapatkan data bahwa mayoritas remaja puteri memiliki pengetahuan dan sikap yang cukup tentang faktor resiko kanker serviks, demikian