• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKENARIO 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKENARIO 1"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 SKENARIO 1

KELAINAN KONGINETAL SKELETAL DAN MALOKLUSI KELAINAN KONGINETAL SKELETAL DAN MALOKLUSI

 Diajukan Untuk

 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Memenuhi Salah Satu Tugas Blok Satu Tugas Blok Dentomaksilofasial Dentomaksilofasial II II 

Disusun Oleh : Disusun Oleh : Kelompok Tutorial VI Kelompok Tutorial VI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER  UNIVERSITAS JEMBER 

2009 2009

(2)
(3)

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 

Ketua

Ketua : : DDiiaan n RReettnno o UUttaarrii ((008811661100110011005577)) Scriber Papan

Scriber Papan : A: Annggggiitta Pa Prraawwiittaassaarrii ((008811661100110011003333)) Scriber Meja

Scriber Meja : : WWuullaan n PPrraattiiwwii ((008811661100110011007700)) A

Annggggoottaa :: 1

1.. IIddwwaan Tn Tuunnggggaal Sl Suuggiiaarrttoo ((008811661100110011000066)) 2

2.. HHaaffiidda a MMaarriiyyaattiinn ((008811661100110011001144)) 3

3.. SSaattrriiaanna a MMuussttiikka a WW.. ((008811661100110011002233)) 4

4.. AAiissyyaah h DDeewwi i FFaauuzziiaa ((008811661100110011003311)) 5

5.. MMeerriizzzza a HHiiddaayyaattii ((008811661100110011003333)) 6

6.. AAddiib b AAmmaarr ((008811661100110011004499)) 7

7.. PPaauulliinna Sa Saammuueelllliiaa ((008811661100110011007788)) 8

8.. AArry y KKuurrnniiaawwaann ((008811661100110011110000)) 9

9.. AAyyuunng g WWaannddiirra a MMaacchhssaa ((008811661100110011110099)) 1

100. Y. Yeenni i SSuuggiiaarrttoo ((008811661100110011111100)) 1

(4)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1 1..11 LLaattaar Br Beellaakkaanngg

Kelainan kongenital merupakan kelainan bawaan pada struktur, fungsi, Kelainan kongenital merupakan kelainan bawaan pada struktur, fungsi, metab

metabolismolisme e tubuh yang tubuh yang ditemditemukaan pada ukaan pada bayi yang bayi yang dilahdilahirkanirkan. . SebagiSebagianan  besar kasus

 besar kasus kelaikelainan nan bawaan belum bawaan belum diketdiketahui ahui penyepenyebabnyababnya. . Namun diantaraNamun diantara  beberapa kasus yang terjadi ada yang disebabkan oleh faktor genetik, faktor   beberapa kasus yang terjadi ada yang disebabkan oleh faktor genetik, faktor 

lingk

lingkungan atau ungan atau kombikombinasi antara faktor nasi antara faktor genetigenetik k dan dan faktofaktor r lingkulingkungan. Adangan. Ada  berbagai macam kelainan kongenital yang terjadi saat tahap embriogenesis.  berbagai macam kelainan kongenital yang terjadi saat tahap embriogenesis.

Salah satu kelainan kongenital yaitu kelainan kongenital skeletal. Salah satu kelainan kongenital yaitu kelainan kongenital skeletal.

Kelai

Kelainan nan kongenikongenital tal juga ada juga ada bermabermacam-maccam-macam, am, diantdiantaranyaranya a celahcelah  bibi

 bibir r (bibi(bibir r sumbisumbing) dan ng) dan celah palatumcelah palatum. . Celah bibir dan Celah bibir dan celah palatum yangcelah palatum yang merupakan kelainan kongenital ini sering kali menyebabkan penurunan fungsi merupakan kelainan kongenital ini sering kali menyebabkan penurunan fungsi  bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali juga terjadi  bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali juga terjadi   pen

  peningingkatkatan an preprevalvalensensi i ganggangguan guan yanyang g berberhubuhubungan ngan dendengan gan malmalforformasmasii kongenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi kongenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi  pendengaran.

 pendengaran.

Pad

Pada a skeskenarnario io yanyang g berberjudjudul ul “Ke“Kelailainan nan KonKongenigenital tal SkeSkeletletal al dandan Maloklusi” ini dipaparkan mengenai kondisi kelainan bawaan yang berupa Maloklusi” ini dipaparkan mengenai kondisi kelainan bawaan yang berupa celah pada bibir dan palatum yang ditemukan sejak lahir beserta dampak dari celah pada bibir dan palatum yang ditemukan sejak lahir beserta dampak dari adanya kelainan tersebut. Selain itu dari hasil pemeriksaan diketahui adanya adanya kelainan tersebut. Selain itu dari hasil pemeriksaan diketahui adanya mal

malokloklusi usi yanyang g tertermasmasuk uk klaklasifsifikaikasi si AngAngle le klaklas s 2, 2, giggigi i berberdesdesakan akan dandan diastema.

diastema.

Maka dari itu akan dibahas mengenai apa saja yang menjadi etiologi Maka dari itu akan dibahas mengenai apa saja yang menjadi etiologi dan

(5)

menyebabkan celah bibir dan celah palatum. Selain itu, perlu juga diketahui etiologi dan patogenesis maloklusi serta pemeriksaan radiologis dan klasifikasinya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja etiologi kelainan kongenital skeletal (celah bibir dan celah  palatum) dan bagaimana patogenesisnya?

1.2.2 Bagaimana klasifikasi dan pemeriksaan radiologis celah bibir dan celah palatum?

1.2.3 Apa saja etiologi maloklusi dan bagaimana patogenesisnya?

1.2.4 Bagaimana klasifikasi dan pemeriksaan radiologis celah bibir dan celah palatum?

1.3 Tujuan

1.2.1 Mengetahui etiologi kelainan kongenital skeletal (celah bibir dan celah  palatum) dan patogenesisnya.

1.2.2 Mengetahui klasifikasi dan pemeriksaan radiologis celah bibir dan celah palatum.

1.2.3 Mengetahui etiologi maloklusi dan patogenesisnya.

1.2.4 Mengetahui klasifikasi dan pemeriksaan radiologis celah bibir dan celah palatum.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Celah Bibir dan Palatum

a. Etiologi

Penyebab utama kelainan celah bibir dan celah palatum adalah gagal   berfusinya jaringan selama perkembangan janin. Namun penyebab pasti gagal   berfusinya jaringan selama perkembangan janin, sehingga dapat menimbulkan

kelainan celah bibir dan palatum belum dapat diketahui.

Menurut Janti Sudiono, dalam buku “Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial”, mengatakan bahwa penyebab sumbing bibir dan palatum tidak  diketahui pasti. Sebagian besar kasus sumbing bibir dan palatum dapat dijelaskan dengan teori multifaktor. Teori tersebut menyatakan bahwa gen-gen yang beresiko  berinteraksi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan, menyebabkan cacat pada   perkembangan janin. Sumbing bibir dan palatum akibat kegagalan bersatunya  jaringan selama perkembangan(Sudiono:2008,6).

Teori genetik ini juga didukung oleh Bishara dalam buku “Textbook of  Orthodontic”. Ia mengatakan selama perkembangan palatum maupun bibir dapat terjadi kegagalan fusi karena faktor genetik, sehingga menimbulkan celah bibir atau

(7)

celah palatum. Dia juga menambahkan kegagalan fusi tersebut bermacam-macam sehingga hasilnyapun bermacam-macam pula (Bishara:2001,25).

Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa teratogen dapat menimbulkan celah bibir dan celah palatum. Teratogen adalah zat yang dapat meningkatkan resiko kecacatan pada janin. Beberapa teratogen yang dapat menimbulkan celah bibir dan celah palatum adalah aspirin, rokok/merokok (hypoxia), dilatin, 6-Mercaptopurine, dan valium (Proffit:2007,131).

Asam nikotinik dan 3-acetil-pyridine pada rokok memblokade transport elektron dengan berikatan pada NAD+, sedangkan asam boric dan phenytoin melalui

oksidasi arene, memblokade transport elektron dengan berikatan pada NADH dehydrogenase dan carbon monoxida menghambat oksidasi cytocrome dan menurunkan kadar oksigen. Hypoxia juga menurunkan kadar oksigen

Menurut smith dan Johnson, celah bibir terjadi pada 1 : 1000 kelahiran pada orang kulit putih sedangkan pada orang kulit hitam 1 : 788 kelahiran. Di Jerman   bagian selatan dan Denmark terjadi pada 1 : 600-700 kelahiran. Fogh anderson

menemukan bahwa di Denmark terdapat 20% celah bibir dan langit-langit serta 25% hanya celah langit-langit. Selain itu celah wajah lebih banyak pada laki-laki (63%) daipada wanita (37%). Juga dikatakan bahwa terjadinya celah pada wajah sebelah kiri lebih sering daripada celah pada wajah sebelah kanan. Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: 1. Herediter

Brophy (1971) beberapa kasus anggota keluarga yang mempunyai kelainan wajah dan palatal yang terdapat pada beberapa generasi. Kelainan ini tidak selalu serupa, tetapi bervariasi antara celah bibir Unilateral dan Bilateral. Pada beberapa contoh, tampaknya mengikuti Hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan. Schroder mengatakan bahwa 75% dari factor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% bersifat dominan. Patten

(8)

mengatakan bahwa pola penurunan herediter adalah sebagai berikut : a) Mutasi gen

• Ditemukan sejumlah sindroma/gejala menurut hukum Mendel secara

otosomal,dominant,resesif dan X-Linked.

• Pada otosomal dominan, orang tua yang mempunyai kelainan ini

menghasilkan anak dengan kelainan yang sama.

• Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa

gen abnormal.

• X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda

kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini

b) Kelainan Kromosom

Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat   penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13(patau), Trisomi 15,

Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21.

2. Faktor lingkungan

1. Faktor usia ibu

• Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula

resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi

• Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak 

(9)

• Jika seorang wanita umur 35tahun maka sel-sel telurnya juga berusia

35 tahun

• Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar 

sesuai dengan bertambahnya usia ibu

3. Obat-obatan

Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi [rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibu profen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit. Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat ini pada  binatang.

4. Nutrisi

Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi.

5. Daya pembentukan embrio menurun

Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak banyak.

(10)

Penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya cleft lips dan cleft palate.

7. Radiasi

Efek teratogenik sinar pengion telah diakui dan diketahui dapat mengakibatkan timbulnya celah bibir dan celah langit-langit. Efek genetic yaitu yang mengenai alat reproduksi yang akibatnya diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila dosis penyinaran tidak menyebabkan kemandulan. Efek genetik tidak mengenal ambang dosis.

8. Stress Emosional

• Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih

• Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian

hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan cleft lips dan cleft palate

9. Trauma

Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu   penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu

kelima.

10. Campuran

a)Radiasi

Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor herediter 

(11)

 b)Faktor usia ibu dan daya pembentukan embrio menurun

Bahwa dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun (factor lingkungan). Bertambah pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kelainan kromosom (faktor herediter).

a. Patogenesis

Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu   pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul

kelainan bawaan (kongenital). Kelainan bawaan adalas suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena mempunyai anak yang “tidak sempurna”.

Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :

a. Teori Fusi

Disebut juga teori klasik. Pada akhir minggu ke-6 dan awal minggu ke-7 masa kehamilan, processus maxillaris berkembang ke arah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaris dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi.

(12)

b.Teori Penyusupan Mesodermal 

Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan  penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyeberangi, celah bibir akan terbentuk.

b. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial 

Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran  brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.

c.Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal 

Patten (1971), pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah   bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua  processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.

Terjadinya celah palatum, yaitu:

Penggabungan ketiga komponen embrionok dari palatum mencakup sinkronisasi yang rumit dari gerak lereng dengan pertumbuhan dan penarikan lidah serta dengan pertumbuhan mandibula dan kepala. Terganngunya salah satu tahap  penting ini adalah baik karna faktor lingkungan, atau genetik, dapat menyebabkan

kegagalan penmggabungan yang mengakibatkan terbentuknya celah palatum.

Terjebaknya sisa atau pearl epitel pada garis penggabungan lereng palatum, terutama raphe garis tengah dari palatum keras, dapat menimbulkan kista sisa palatal medial. Salah satu akibat paling sering dari terjebaknya epitel ini adalah terbentuknya kista epitel atau nodula yang disebut epstein pearl, di sepanjang raphe median  palatum keras dan pada pertemuan palatum keras dan lunak. Kista retensi kelenjar 

(13)

mukosa yang kecil (bohn nodule) juga dapat terbentuk pada permukaan bukal dan lingual ridge alveolar, sedang kista lamina gigi yang terdiri dari sisa epitel lamina  juga dapat terbentuk pada crest ridge alveolar. Semua kista superfisial dari palatum ini pada bayi yang baru lahir biasanya menghilang pada bulan ke tiga postnatal. Kista maksila pada bagian depan garis tengan biasnyan terbentuk pada daerah palatum   primer, bukan berasal dari daerah fisur, tetapi kista duktus nasopalatina yang

umumnta terletak di bagian depan palatum. Kista jarang terlihat pada palatum lunak  karena terjadinya penggabungan mesensimal pada daerah ini walaupun celah submukosa memeang dapat terjadi di sini.

Penundaan pengangkatan lereng palatal dari vertikal ke horisontal ketika kepala terus berkembang dapat menimbulkan celah yang lebar antar lereng sehingga lereng tidak dapat saling bertemu dan tidak dapat bergabung. Bila lereng ini menjadi horisontal akan terbentuk celah palatum (Geoffrey:1991).

c. Klasifikasi

Klasifikasi Veau untuk sumbing bibir dan palatum digunakan secara luas oleh klinikus untuk menggambarkan variasi sumbing bibir dan palatum. Klasifikasi sumbing bibir terbagi dalam empat kategori utama berdasarkan derajat sumbing, antara lain:

• Kelas I : celah/takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai

 bibir.

• Kelas II : bila celah pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak 

mengenai dasar hidung.

• Kelas III : sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke

(14)

• Kelas IV : setiap sumbing bilateral pada bibir menunjukkan celah tak 

sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna.

Menurut sisitem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam empat tipe klinis, yaitu:

• Kelas I : sumbing yang terbatas pada palatum lunak.

• Kelas II : cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui

foramen insisivum dan terbatas hanya pada palatum sekunder.

• Kelas III : sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak 

komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sumbing tidak komplet meliputi palatum lunak dan   bagian palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum.

Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan prosesus alveolaris unilateral juga termasuk  kelas III.

• Kelas IV : sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras

serta prosesus alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu  bebas dan seringkali bergerak.

Sumbing submukosa tidak termasuk sistem klasifikasi ini, tetapi dapat diidentifikasi secara klinis dengan adanya bifid uvula, celah yang lunak pada bagian  posterior pada palatum keras dan lunak serta adanya daerah cerah pada selaput tipis

translusen yang menutupi daerah yang cacat.

II.2 Maloklusi

(15)

Maloklusi gigi adalah morfologis, tetapi sering kali fisiologis yaitu terjadi   penyimpangan tanda-tanda dentofasial yang dapat diterima manusia. Etiologi

maloklusi dapat berupa faktor genenik, faktor kongenital, post nakal, lokal sistemik, traumatik, intrinsik, ekstrinsik, fungsional atau yang didapat.

• Menurut Graber, menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi

yang meliputi :

- Faktor umum, yaitu faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi, yang meliputi :

1. Herediter

Pada ras yang berbeda memiliki bentuk kepala yang berbeda. Pada individu dengan bentuk muka yang lebar memiliki bantuk lengkung rahang yang lebar pula, demikan juga pada bentuk muka sempit terdapat lengkung rahang yang sempit pula.

2. Kelainan konginetal

Kelainan konginetal sangat berhubungan dengan keturunan. Contoh kelainan kongenital adalah cleft palate dan cleft lip. Pada unilateral cleft, gigi pada daerah atau sisi cleft biasanya terdapat cross bite, gigi rahang atas malposisi, gigi insisiv lateral mungkin missing atau  bentuknya tidak normal.

3. Lingkungan

- Lingkungan prenatal : posisi abnormal pada fetus dapat menyebabkan cacat kranial atau asimetri muka, diet dan metabolisme ibu dapat menyebabkan kelainan pertumbuahan, obat-obatan, trauma, menyebabkan kelainan konginetal dan maloklusi.

- Lingkungan post natal : proses kelahiran dengan forceps, kecelakaan, jatuh yang mengakibatkan faraktur pada kondili dapat

(16)

menyebabkan asimetri muka. Luka bakar juga dapat menyebabkan maloklusi.

4. Penyakit atau gangguan metabolisme

Eksanthematous fevers dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan danm perkembangan gigi yaitu dapat mempengaruhi waktu erupsi, resorbsi dan tanggal prematur.

5. Problema diet

Problem utamanya adalah terjadi gangguan waktu pertumbuhan gigi yaitu akan terjadi tanggal prematur, erupsi gigi permanen yang lam, kesehatan jaringan yang buruk dan pola erupsi yang abnormal yang dapat menimbulkan maloklusi.

6. Kebiasaan buruk (abnormal pressure habits) dan aberasi fungsional

- abnornal sucking

- thumb and finger sucking

- tongue thurst and tongue sucking

- lip and nail bitting

- abnormal swallowing habits

- speech defects

- respiratory abnormalities

- tonsils and adenoids

- bruxism

(17)

Posisi tubuh yang kurang baik dapat menimbukana maloklusi. Posisi dimana kepala menggantung dengan dagu menempel di dada akan menyebabkan mandibula retusi. Kepala diletakkan pada tangan, tidur   pada lengan dan guling dapat menyebabkan maloklusi juga.

8. Trauma dan Kecelakaan

Gigi sulung non vital akibat trauma menyebabkan pola resorbsi abnormal dan dapat mempengaruhi gigi geligi penggantinya. Gigi non vital harus diperiksa secara radiogravi pada interval waktu tertentu untuk mengetahui resorbsi akar dan kemungkinan terjadinya resorbsi apikal.

- Faktor lokal

1. Anomali Jumlah Gigi

a. Kelebihan Jumlah Gigi

Kelebihan Jumlah gigi pada lengkung rahang biasanya dapat menyebabkan suatu kadaan crowded atau berdesakan. Belum dapat dipastikan kapan mulai terjadinya kelebihan jumlah gigi. Beberapa sarjana mengatakan kelebihan jumlah gigi terjadi sejak postnatal atau paling lambat pada saat usia 10 samapai 12 tahun.

 b. Kekurangan jumlah gigi

Kekurangan jumlah gigi atau hippodonsia adalah tidak  tumbuhnya satu atau lebih elemen gigi yang secara normal dijumpai pada gigi geligi akibat agenesis yaitu tidak 

(18)

2. Anomali Ukuran Gigi

a. Makrodonsi

Istilah makrodonsi dapat diartikan gigi yang ukurannya melebihi ukuran normal. Kelainan ini menyebabkan

kekurangan tempet pada lengkung rahang sehingga elemen-elemen pengganti terakhir tidak dapat tumbuh atau tumbuh  pada tempat yang salah.

b. Mikrodonsi

Merupakan kebalikan dari makrodonsi. Gigi-gigi yang

mengalami mikrodonsi adalah gigi-gigi yang ukurannya lebih kecil dari normal.

c. Anomali bentuk gigi

Kelainan ini sangat erat hubungannya dengan kelainan ukuran gigi. Frekuensi paling sering terjadi adalah insisivus sentral rahang atas, insisivus lateral rahang atas, dan premolar k edua rahang bawah biasanya terdapat extra lingual cups.

d. Frenulum labial yang tinggi

Frenulum labial yang tinggi pada rahang atas terkadang dapat menyebabkan malposisi dari gigi, terutama pada kedua gigi insisivus sentral. Frenulum labial pada masa bayi, normalnya mempunyai daerah perlekatan yang rendah di dekat puncak   prosesus alveolaris di atas garis tengah.

(19)

Salah satu fungsi dari gigi sulung adalah menyediakan tempat  bagi gigi permanen penggantinya, dan secara tidak langsung  juga mempertahankan panjang lengkung gigi. Apabila terjadi

loss prematur maka akan terjadi pula perubahan panjang lengkung geligi hal ini disebabkan karena tempat gigi sulung yang tanggal akan ditempatioleh gigi-gigi sebelahnya sehingga apabila benih gigi permanen penggantinya akan erupsi akan kekurangan tempat sehingga gigi geligi menjadi salng tumpang tindih.

f. Letak Salah Benih

Pada umumnya letak salah benih menyebabkan erupsi gigi yang bersangkutan tidak pada lengkung yang benar. Secara klinis letak salah benih biasanya ditandai dengan adanay rotasi atau versi, dimana rotasi merupakan perputaran sumbu gigi  pada arah vertical sedangkan versi merupakan perputaran

sumbu gigi dalam arah horizontal.

g. Persistensi

Persistensi dapat didefinisikan sebagai gigi sulung yang tidak  tanggal dimana gigi permanen penggantinya sudah mulai erupsi, jadi jelas bahwa kelainan ini hanya terjadi pada gigi sulung saja. Kelainan ini berhubungan erat dengan kelainan letak salah benih dimana gigi permanen pengganti yang mengalami kelainan salah benih tidak akan meresorbsi gigi sulungnya.

(20)

Pada pasien fase geligi pergantian dengan indeks karies tinggi dapat dipastikan bahwa nantinya akan terjadi berdesakan bila ia telah memasuki fase geligi tetap.

i. Pekerjaan Tumpatan Yang Kurang Baik 

Umumnya yang sangat berpengaruh adalah tumpatan pada daerah proksimal, apabila terdapat kontak yang berat pada daerah proksimal pada saat gigi beroklusi dengan gigi lawan akan terjadi tekanan yang berlebihan pada daerah oklusal,  beban ini akan disalurkan ke lateral sehingga akan terdapat

tekanan yang berlebihan pula pada gigi sebelah menyebelah dari gigi yang ditumpat. Bila hal ini terjadi akan menyebabkan  perpanjangan lengkung rahang sehingga menyebabkan

diastema.

• MenurutMoyers, maloklusi dapat disebabkan karena faktor-faktor berikut:

@ Herediter :

- sistem neuromuskuler  - tulang

- geligi

- jaringan lunak selain otot dan saraf 

@ Kelainan perkembangan karena sebab yang tidak diketahui a. Trauma :

i. Trauma prenatal dan kelahiran ii. Trauma postnatal

b. Agen phisik  i. prenatal ii. postnatal c. Kebiasaan :

(21)

i. penyakit

ii. kelaianan endokrin iii. penyakit lokal d. Malnutrisi

• MenurutSalzmann, mengatakan bahwa maloklusi dapat disebabkan karena :

1. Faktor prenatal : a. genetik    b. diferensiasi c. kongenital 2. faktor postnatal : d. perkembangan e. fungsional f. lingkungan b) Klasifikasi

• Menurut klasifikasi Angle, maloklusi dibagi menjadi 3 kelas sebagai

 berikut :

1. Maloklusi Angle kelas I

Keadaan dimana lengkubng gigi atas mempunyai hubungan mesiodistal yang normal terhadap lengkung gigi bawah. Tonjolan mesiobukal dari molar pertama tetap atas pada oklusi terletak di lekuk   bukal dari gigi molar pertama tetap bawah.

2. Maloklusi Angle kelas II

Keadaan dimana gigi geligi di lengkung gigi bawah mempunyai hubungan distal terhadap gigi geligi di lengkung gigi atas. Tonjolan mesiobukal dari gigi molar pertama tetap atas pada oklusi terletak 

(22)

dalam ruangan antara tonjolan mesiobukal gigi molar pertama tetap  bawah dan sudut bawah.

3. Maloklusi Angle kelas III

Keadaan dimana gigi geligi di lengkung gigi bawah mempunyai hubungan mesial terhadap gigi geligi di lengkung gigi atas. Tonjolan mesiobukal gigi molar pertama tetap atas pada oklusi terletak dalam ruangan antara sudut distal dari tonjolan distal gigi molar pertama tetap bawah dan sudut mesial dari tonjolan mesial gigi molar kedua tetap bawah.

Oleh Dr. Lischer klasifikasi Dr. Angle diubah sebagai berikut :

1. Kelas I Angle disebut neutroklusi

Lengkungan gigi atas dan bawah mempunyai hubungan mesio-distal yang normal. Dimana mesio-buccal cusp dari M1 atas terletak di buccal groove M1 bawah, dan mesio-palatal cusp dari M1 atas terletak di sentral fossa M1 bawah, disto-buccal cusp dari M1 atas terletak diantara enbrassure M1 bawah dan M2 bawah. Letak C atas interlock antara C bawah dan P1  bawah.

2. Kelas II Angle disebut distoklusi

Gigi-gigi pada rahang bawah letaknya lebih mesial daripada keadaan normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi dan lengkungan gigi dirahang atas. Mesio-buccal cusp M1 atas letaknya lebih ke mesial dati buccal groove M1 bawah.

(23)

Gigi-gigi rahang bawah letaknya lebih mesial daripada normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi rahang atas. Mesio-buccal cusp M1 atas letaknya lebih ke distal daripada di buccal groove M1 bawah.

Oleh Dr. Martin Dewey, maka kelas I maloklusi dari Angle dibagi menjadi atas beberapa tipe yakni:

• Type 1:Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak di labial.

• Type 2: Protrusi atau labioversi dari insisiv atas

• Type 3: Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kearah

lingual terhadap gigi insisiv bawah (cross bite gigi dep an/anterior cross bite).

• Type 4: Cross bite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite).

• Type 5: Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya gigi

depannya.

• Type 6: Spacing, open bite, dll.

Kelas IImaloklusi (Angle) dapat dibagi atas:

a. Divisi I: Bilateral distal ---- insisiv atas protrusi

Subdivisi: Unilateral distal (hanya mengenakan 1 sisi saja)

 b. Divisi II: Bilateral distal ---- insisiv atas retrusi/steep bite

Subdivisi: Unilateral distal

Ada gejala-gejala dariKelas II Divisi I

1. Gigi insisiv atasnya protrusi.

(24)

3. Perkembangan dari mandibula yang kurang.

4. Deep overbite/overjet.

5. Tekanan dari otot-otot yang abnormal.

6. Bibir atas pendek dan naik ke atas.

7. Sering bernafas melalui mulut.

8. Pertumbuhan ke jurusan transversal kurang.

9. Mentolabial sulkus dalam.

10. Mencacat muka.

11. Bone stabilitynya baik.

Ada gejala-gejala dariKelas II Divisi II

1. Lengkung gigi bawah adalah dalam relasi distal seperti pada Divisi I.

2. Lengkung gigi atas adalah tidak begitu sempit.

3. Berjejal-jejal, dari gigi insisiv atas dan iklinasinya lebih ke lingual ---- step  bite.

4. Setengah dari bagian mesial gigi incisive lateral, menutupi setengah bagian distal dari incisive sentral.

5. Deep over bite.

6. Perkembangan dari mandibula hampir normal.

7. Tidak ada kebiasaan bernafas melalui mulut.

(25)

9. Bone stability tidak baik.

10. Tidak begitu mencacat muka.

11. Pertumbuhan ke arah vertical kurang.

Kelas III Angle (mesioklusi), dapat berupa: bilateral atau unilateral ----subdivisi. Kelas III maloklusi dapat pula dibagi beberapa tipe yakni:

 Type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge.

 Type 2 : incisive atas menumpang pada incisive bawah seperti hubungan yang normal dan incisive bawah agak berjejal-jejal.

 Type 3 :insisive atasnya adalah linguoversi ---- cross bite dan hal ini merupakan progeny.

Klasifikasi Insisiv

yaitu klasifikasi maloklusi yang hanya melibatkan gigi-gigi anterior. Klasifikasi ini hanya melihat relasi antara insisiv atas dan bawah. Penamaan dalam klasifikasi ini sama dengan klasifikasi Angle, yaitu kelas I, II, dan III. Tetapi klasifikasi ini lain dengan klasifikasi Angle sendiri sebab tidak melihat gigi-gigi posterior dan klasifikasi ini lebih bersifat praktis terutama berguna untuk perawatan penderita klinik .

• Kelas I

Hubungan atas dan bawah normal, insisiv bawah beroklusi pada sepertiga tengah dari permukaan palatinal insisiv atas.

• Kelas II

(26)

1. Divisi 1

Insisiv bawah beroklusi pada daerah palatum dekat servikal insisiv atas, inklinasi insisiv atas condong ke labial.

2. Divisi 2

Oklusi insisiv bawah pada servikal insisiv atas, inklinasi insisiv atas condong ke palatinal.

• Kelas III

Insisiv atas lebih ke palatinal dari insisiv bawah.

II.3 Radiografi (Oral Cleft dan Maloklusi)

a. Gambaran cleft lip ( celah bibir): mudah diketahui dengan diagnosa klinis jadi tidak perlu dilakukan foto radiologis.

  b. Gambaran cleft palate: pada radiogram terlihat radiolusent atau hitam homogen, jelas terpisah / memisahkan tulang palatum yang terkena.

c. Menurut Chase (1945), cleft palatum sangat sering bersamaan dengan cleft

lip (bilateral cleft). Bagian anterior ada perpanjangan radiolusent dengan sisi corticated yang jelas. Pada tomografi ada pemisahan pada continuitas atau antar tulang. Radiografinya menggunakan teknik radiografi proyeksi occlusal,   pemandangan periapikal untuk anterior dan tomografi dengan kepala pada  posisi posteroanterior.

d. Untuk radiografi maloklusi tidak dilakukan, hanya dilakukan tanda klinisnya. Radiografi digunakan pada masa gigi pergantian untuk melihat kondisi benih gigi.

(27)

Lengkung gigi atas seringkali menyempit menyebabkan gigi berjejal dan pada kasus unilateral terdapat pergeseran garis median (median line) ke sisi yang terkena. Pada kasus bilateral, premaksila seringkali malposisi.

a. Overjet 

Gigi-gigi insisivus atas seringkali retroklinasi dengan oklusi lingual. Hubungan ini seringkali memburuk sejalan dengan pertumbuhan.

b. Overbite

Pada anak usia muda overbite kadang-kadang dalam, tetapi akan mengecil dengan bertambahnya pertumbuhan wajah. Pada kasus di mana dengan  pergeseran mandibula ke depan dan gigitan dalam, overbite tentu saja dalam. c. Segmen bukal

Lengkung gigi atas seringkali menyempit menyebabkan gigi berjejal dan tanggalnya molar sulung yang terlalu cepat menyebabkan hilangnya ruang. Impaksi molar pertama permanen atas kadang-kadang merupakan faktor yang   berpengaruh pada tanggalnya molar kedua sulung. Seringkali terdapat

hubungan segmen bukal Klas III. Gigitan terbuka lateral, gigitan terbalik  unilateral dan bilateral juga sering ditemukan. Gigi kaninus permanen atas  pada sisi celah seringkali terletak di palatal dan infraoklusi (Houston, 1983).

(28)

BAB III

KESIMPULAN

 Celah bibir dan celah palatum a. Etiologi

- Herediter  

- Faktor lingkungan - Obat-obatan

- Nutrisi

- Daya pembentukan embrio menurun - Penyakit infeksi - Radiasi - Stress emosional - Trauma - Campuran  b. Patogenesis - Teori fusi

(29)

- Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial - Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal

c. Klasifikasi

Berdasarkan system Veau, baik celah bibir ataupun celah palatum dibagi mennjadi 4 type.

 Maloklusi a. Etiologi

Dibagi menjadi 2 faktor, yaitu:

• Faktor lokal • Faktor umum

 b. Klasifikasi

Dibedakan menurut Angle, Dewey, Simon, Lischer, dan gigi Insisive.  Radiografi oral cleft dan maloklusi

a. Pada celah bibir: mudah diketahui dengan diagnosa klinis jadi tidak perlu dilakukan foto radiologis.

  b. Pada celah palatum: pada radiogram terlihat radiolusent atau hitam homogen, jelas terpisah / memisahkan tulang palatum yang terkena.

c. Pada maloklusi: tidak dilakukan, hanya dilakukan tanda klinisnya. Radiografi digunakan pada masa gigi pergantian untuk melihat kondisi  benih gigi.

 Hubungan antara cleft lips, cleft palatum, dan maloklusi yaitu lengkung gigi atas seringkali menyempit menyebabkan gigi berjejal dan pada kasus unilateral terdapat pergeseran garis median (median line) ke sisi yang terkena. Pada kasus bilateral, premaksila seringkali malposisi.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Bishara, Samir E..2001. Textbook of Orthodontic. Philadelphia: Saunders.

Proffit, William R.,dkk. 2007. Contemporary Orthodontic, 4th. St. Louis: Mosby elsevier.

Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh-Kembang Dentokraniofacial . Jakarta: EGC.

Arumsari, Asri dan Alwin Kasim. 2009. Embriogenesis Celah Bibir dan Langit-langit Akibat Merokok Selama Kehamilan.

(pustaka.unpad.ac.id/.../embriogenesis_ celah _ bibir _dan_langit-langit.pdf)

Referensi

Dokumen terkait

Mencapai pembangunan sosial tersebut maka dibutuhkan penanggulangan terhadap kejahatan tanpa korban yang telah dibahas sebelumnya, dalam konteks tindak pidana

Sebagai kemungkinan lain, atau jika larut dalam air, menyerap dengan memakai bahan kering yang tidak giat dan masukkan ke wadah bahan buangan yang tepat:. Buang melalui kontraktor

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini dilaksanakan adalah untuk mengetahui pengaruh inventory turnover ( ITO ) ,

Kepada seluruh peserta diminta hadir di tempat pelaksanaan Interview Awal dengan jadwal sbb : Hari / Tanggal : Kamis, 31 Agustus 2017. Tempat : Menara Bank BTN, R.Aula Lt.6

Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap

Jabatan ini bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang efektif dan efisien sesuai target yang ditetapkan oleh Supervisor Sales/Kepala Cabang.Uraian tugasnya antara lain

Jika diterima menjadi Nasabah MBK, maka Nasabah harus memberikan fotocopy dokumen tersebut dan Account Officers (AO) membandingkannya dengan dokumen asli; setelah itu AO

Tujuan ditulisnya buku ini untuk: (1) menjelaskan kepada para pembaca tentang pengertian akuntansi, (2) memberikan pemahaman tentang siklus akuntansi dalam kaitannya untuk