• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Teori Yang Relevan

1. Teori Motivasi

Teori yang mendasari untuk meningkatkan kepatuhanwajib pajak dalam penelitian ini adalah teori motivasi. Victor H. Vroom dalam sudrajat (2008:9), mengemukakan “Teori Harapan” dimanamotivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan adanya harapan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, maka yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya itu.

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewatpengamatan dan pengalaman langsung (Robbins, 2003:16).Menurut Robbins (2003), proses dalam pembelajaran sosial meliputi :

1. proses perhatian (attentional) 2. proses penahanan (retention)

(2)

3. proses reproduksi motorik

4. proses penguatan (reinforcement)

Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Sedangkan proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif supaya berperilaku sesuai dengan model.

Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya.

B. Teori Perpajakan

1. Pengertian Pajak

Berbagai pengertian dan defenisi pajak telah di kemukakan secara berbeda-beda oleh para ahli dalam bidang perpajakan, namun pada dasarnya pengertian dan defenisi tersebut memiliki inti yang sama. Menurut Soeparman Soemahamidjaja adalah sebagai berikut:

(3)

pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. (Waluyo, 2011: 2).

Menurut Priantara (2009:5) pajak diartikan sebagai iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada negara. Atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada si pembayar pajak. Dengan kata lain pajak merupakan iuran yang dibayarkan ke Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari defenisi-defenisi tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, sebagai berikut :

a. Pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan peraturan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya balas jasa secara individu atau perorangan oleh pemerintah.

c. Pajak diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah, sehingga tujuan yang utama dari pemungutan pajak adalah sebagai sumber keuangan Negara.

d. Pajak dipungut disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

(4)

2. Fungsi pajak

Thomas (2013:5) mengatakan bahwa :

“Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.”

Pada umumnya dikenal dua macam fungsi pajak yaitu : a. Fungsi Budgetair (Pendanaan)

Fungsi budgetair disebut juga fungsi utama pajak, atau fungsi fiscal yaitu pajak dipergunakan untuk memasukan dana ke kas Negara secara optimal berdasarkan undang-undangan perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang mempunyai historis pertama kali timbul. Fungsi yang letaknya disektor public dan pajak merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.

(5)

b. Fungsi Reguler (mengatur)

Fungsi reguler disebut fungsi tambahan yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar di bidang keuangan. Disebut sebagai fungsi tambahan karena hanya sebagai fungsi pelengkap dari fungsi utama pajak sebagai sumber pemasukan dan penerimaan dana bagi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tertentu maka pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan untuk mecapai tujuan tersebut. Meskipun bukan menjadi fungsi utama, fungsi regulair pada ekonomi makro merupakan hal penting sebagai instrument kebijakan fiscal dari pemerintah yang menjadi mitra kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Sentral ( Bank Indonesia).

3. Sistem Pemungutan Pajak

Di Indonesia terdapat 3 jenis sistem yang berlaku dalam pemungutan pajak. Ketiga sistem pajak tersebut diberlakukan sesuai dengan pasal yang dikenakan. Suandi (2008:130) menyebutkan ketiga sistem tersebut yaitu:

a. Official asessment system

Official asessment system merupakan suatu system dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oelah wajib pajak dihitung dan ditetapkan atau aparat pajak. Maka dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif sedangkan fiskus bersifat aktif. Dengan demikian, jika dihubungan

(6)

dengan ajaran timbulnya hutang pajak, maka official asessment system sesuai dengan timbulnya hutang pajak menurut ajaran formal, artinya hutang pajak timbul apabila sudah ada ketetapan pajak dari fiskus.

Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutantg ada pada fiskus

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. selft asessment system

self asessment system adalah suatu sistem pmungutan pajak dimana wajib pajak haruas menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Untuk menyukseskan self asessment system ini, dibutuhkan beberapa syarat yang dibutuhkan dari wajib pajak, antara lain kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, kemauan membayar pajak dari wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak.

c. withholding asessment system

suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ke tiga. Pihak ketiga yang di maksud antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah.

(7)

Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak yang ketiga, pihak yang selain fiskus dan wajib pajak.

C. Self Assessment System

1. Pengertian Self Assessment System

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan:

Self assessment system pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.”

Supramono dan Theresia (2010:4) menyebutkan :

“ Saat ini, sebagian besar pemungutan pajak di Indonesia menggunakan self assessment system, yaitu suatu sistem pemungutan yang Wajib Pajaknya boleh menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetor. Dalam sistem ini, Wajib Pajak bersifat aktif, sedangkan fiskus (pemerintah) hanya mengawasi. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahuikapan mulainya suatu kewajiban pajak dan kapan berakhirnya kewajiban yang menyertainya.”

Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempuyai kejujuran yang tinggi,

(8)

serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh Karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaa untuk :

a. Menghitung sendiri pajak yang terutang b. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang c. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang d. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang e. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

2. Kewajiban dan hak Wajib Pajak dalam Self Assesment System

Dalam undang-undang No.28 Tahun 2007, Wajib pajak dalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

Kewajiban Wajib Pajak

a. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subejektif dan objektif.

b. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

(9)

Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak.

c. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka arab,satuan mata uang rupiah,serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keungan.

e. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

f. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

g. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha tau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

(10)

h. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

i. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan atau.

j. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

Hak Wajib Pajak

a. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat Pemberitahuan Masa.

b. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.

c. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2( dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

d. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak yang belum melakukan tindakan pemeriksaan.

e. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. f. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :

(11)

1). Surat Ketetapan Kurang Bayar

2). Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan 3). Surat Ketetapan Pajak Nihil.

4). Surat ketetapan pajak lebih bayar.

5). Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

g. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

h. Mengajukan seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

D. Sanksi Perpajakan

Sanksi adalah pagar pembatas yang nyata bagi pelaksanaan suatu peraturan yang bermaterikan hak dan kewajiban. Sanksi merupakan wujud dari pelanggaran atas hak suatu pihak atau tidak dipenuhinya kewajiban yang telah ditentukan (Herry, 2010:68)

1. Pengertian Sanksi Perpajakan

Menurut Tjahjono (2005: 464), sanksi pajak adalah suatu tindakan yang diberikan kepada wajib pajak ataupun pejabat yang berhubungan dengan pajak yang melakukan pelanggaran baik secara sengaja maupun karena alpa. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi. Dengan kata lain, sanksi

(12)

perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam Undang-undang Perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Pengenaan sanksi perpajakan pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.

2. Jenis-jenis Sanksi Perpajakan a. Sanksi administrasi berupa denda

Sanksi ini diberikan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT. Adapun besaran denda, sebagai berikut :

1) Rp 500.000( Lima Ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN, 2) Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Lainnya, 3) Rp 1.000.000 ( satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh wajib

pajak badan,

4) Rp 100.000 ( seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahuanan PPh wajib pajak orang pribadi.

(13)

b. Sanksi administrasi berupa kenaikan

Sanksi ini dapat dikenakan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP-KB) apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

Jumlah pajak yang dibayar adalah jumlah pajak yang tercantum dalam SKP-KB ditambah dengan sanksi kenaikan sebesar :

1) 50 % (lima puluh persen) dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.

2) 100% (seratus persen) dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.

3) 100% (seratus persen) dari pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak atas barang mewah yang tidak atau kurang dibayar

c. Sanksi pidana berupa kurungan

Pasal 38 UU KUP menyebutkan bahwa,” Setiap orang yang karena kealpaannya (a) tidak memenuhi kewajiban penyampaian SPT atau (b) menyampaikan SPT namun isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagimana dimaksud dalam pasal 13 A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2(dua) kali

(14)

jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3(tiga) bulan atau paling lamma 1(satu) tahun. d. Sanksi pidana berupa penjara

Pasal 39 ayat 1 hurf c dan d UU KUP menyebutkan bahwa, “ setiap orang yang dengan sengaja(1) tidak menyampaikan surat pemberitahuan, (2) menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana dengan pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6( enam) tahun dan denda paling sedikit 2(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4( empat ) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

E. Kualitas Pelayanan Fiskus

Kualitas (mutu) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Pengertian kualitas dapat diartikan, kinerja untuk standar yang di harapkan oleh pelanggan. Titik temu kebutuhan pelanggan juga di artikan sebagai kualitas yang pertama dan setiap waktu. Menyediakan pelanggan dengan jasa secara konsisten adalah pelayanan yang berkualitas. Arti kualitas tidak hanya memuaskan pelanggan, tetapi menyenangkan

(15)

pelanggan, memberikan inovasi kepada pelanggan, dan membuat pelanggan menjadi kreatif (B.Boediono 2003).

Menurut A.parasuraman, Valarie A.Zeithaml, dan Leonard L.Berry, kualitas produk (produk quality) didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Isu utama dalam menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang digunakan konsumen untuk evaluasinya. Dimensi yang menjadi ukuran guna menilai kualitas pelayanan meliputi dimensi-dimensi tangible, reability, responsiveness, assurance, dan empathy.

Berdasarkan hal tersebut di atas tampak bahwa pelanggan dalam mempersepsikan mutu pelayanan perusahaan tergantung pada bagaimana harapan pelanggan terhadap pelayanan dibandingkan dengan pelayanan yang di terima. Untuk memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggan ada suatu pendekatan atau model yang disebut Conseptual Model of Quality yang dikembangkan oleh A. Parasuraman. Berry dan Zeithaml. Dalam model ini didefinisikan ada lima gap atau kesenjangan yang membuat perusahaan tidak mampu memberikan pelayanan yang bermutu kepada pelanggannya. Adapun kesenjangan tersebut meliputi :

1. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen perusahaan tentang apa yang menjadi harapan pelanggan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen perusahaan atas harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa.

(16)

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan pemberian layanan kepada pelanggan (pemenuhan terhadap standar mutu layanan yang telah diterapkan).

4. Kesenjangan antara pemberian layanan kepada pelanggan dan komunikasi eksternal (pemenuhan janji yang telah dikomunikasikan melalui berbagai bentuk promosi).

5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. F. Kepatuhan wajib pajak

1. Pengertian Kepatuhan Pajak

Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip oleh Gunadi (2009:5) menyatakan bahwa :

“Kepatuhan pajak (tax compliance) berarti bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigasi) peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.”

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut.

Menurut Safri Nurmantu (2003:86), terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan material dan kepatuhan formal. Kepatuhan material adalah

(17)

suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif /hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kewajiban perpajakan formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2.Pengertian Kepatuhan Material

Berikut ini merupakan definisi mengenai kepatuhan material menurut beberapa sumber, yaitu :

a. Safri Nurmantu dalam buku Siti Kurnia Rahayu (2010:138), mendefinisikan bahwa :

“Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal”.

b. Widi Widodo menyatakan bahwa :

“Kepatuhan material dapat diidentifikasi dari :

1) Kesesuaian jumlah Kewajiban pajak yang harus dibayar dengan perhitungan sebenarnya.

(18)

3) Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak” (2010:70)

Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu menyatakan bahwa : “Kepatuhan material wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”

3. Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau

(19)

pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;

b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan

d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Kepatuhan Wajib Pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepatuhan Wajib Pajak Orang atau Badan dalam membayar Pajak Penghasilan dan melaporkan SPT Masa sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa :

“Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi

(20)

masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.”

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 disebutkan bahwa penyampaian SPT Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

G. Peneliti Sebelumnya Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya TAHUN NAMA PENELITI JUDUL KESIMPULAN PENELITIAN 2011 Nurul Oktaviani Pengaruh Sanksi Administrasi

Pajak Penghasilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada PT Macrosentra

Sanksi administrasi pajak penghasilan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di PT. Macrosentra niagaboga. 2012 Abdul Azis dan

Junaidi

Analisa Tekanan Sosial, Persepsi sanksi dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepauhan Wajib Pajak Badan

Hasil menunjukan bahwa secara parsial dan simultan dari tekanan sosial, persepsi sanksi, dan pemahaman berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

(21)

2012 Putri

Purnamasari

Pengaruh penerapan Self Asessment system terhadap tingkat kepatuhan dan realisasi Penerimaan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (kpp pratama Tangerang Timur)

Bahawa ada pengaruh secara signifikan antara variabel bebas yaitu SPT Orang Pribadi Diterima, WP Orang Pribadi Terdaftar terhadap realisasi pada KPP Pratama Tangerang Timur.

2012 Airin Mentari Analisis Pengaruh Sistem Self Asessment dan sanksi pajak Terhadap tingkat kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada kantor pelayanan pajak (kpp) Pratama Jakarta pasar minggu

Secara Parsial dan simultan system self asessment dan sanksi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelap[oran pajak.

2012 Tri Kurniatin Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (studi empiris di KPP Jakarta Kebon Jeruk satu).

Hasil menunjukan

pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi pemeriksaan pajak maka semakin tinggi kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

(22)

H.Kerangka Teoritis

1. Pengaruh Self Assesment System terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

untuk mencapai keberhasilan dalam penerapan self assessment system dituntut peran serta aktif dari dua pihak, yaitu Wajib Pajak yang

asessment system, sanksi perpajakan, dan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan

pemahaman self asessment system terhadap kepatuhan wajib pajak, tetapi terdapat pengaruh pada sanksi dan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

2013 Mochammad syaiful anwar

Pengaruh pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan dan pemahaman peraturan pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

(23)

dapat mematuhi semua kewajiban perpajakannya dan aparatur perpajakan yang mampu menjalankan semua fungsi-fungsi yang diberikan kepadanya secara profesional

Pada Self Assesment System, Wajib Pajak berkewajiban menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, walaupun berbeda, kedua sistem penetapan pajak tersebut dalam praktiknya tetap memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah dalam bentuk pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya.

Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Ha1 : Self assessment system berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

2. Pengaruh Sanksi perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Sanksi perpajakan diterapkan sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diamanatkan dalam UU perpajakan. Pengenaan sanksi perpajakan kepada wajib pajak dapat menyebabkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Wajib

(24)

pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berpikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahannya untuk menyelundupkkan pajak (Devano dan Rahayu, 2006:112). Sehingga sanksi pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak Orang Pribadi dalam self Asessment system ini.

Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan Hipotesis sebagai berikut :

Ha2: Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

3. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Pelayanan pada wajib pajak bertujuan untuk menjaga kepuasan wajib pajak yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Kualitas pelayanan adalah perbandingan antara pelayanan konsumen dengan kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen. Para wajib pajak akan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tergantung bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Oleh karena itu, aparat pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan mereka dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

(25)

Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan Hipotesis sebagai berikut:

Ha3: Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

I. Kerangka Konseptual

Self assesment systemt(X1)

Sanksi perpajakan (X2)

Kualitas Pelayanan (X3)

Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, yaitu pemodelan fisik tanah ekspansif yang distabilisasi dengan kolom DSM 15% fly ash dengan variabel bebas jarak

Tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat Desa Minanga untuk mengobati penyakit diabetes melitus adalah daun sambiloto, daun sirih merah, mahkota dewa,

6) Simulasi jelas, menarik, mengena, dan dengan ilustrasi yang tepat. 7) Setting yang cermat, pemilihan materi, istilah, dan demonstrasi operasional yang sesuai. 8)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sikap wanita usia 15-45 tahun di Dusun Krinjing 4 Jatisarono Nanggulan Kulon Progo setelah dilakukan penyuluhan

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel computer experience dan variabel usia dengan variabel

Bumbu siap pakai dapat berbentuk basah/pasta atau kering/bubuk.Bumbu inti atau ada yang menyebutnya bumbu dasar adalah bumbu yang digunakan untuk masakan Indonesia

Untuk menganalisa kondisi internal perusahaan, digunakan analisa Strategi Bisnis yang ada saat ini, dimana untuk hasil analisa ini didapatkan dari dokumen internal

pada huruf-huruf atau kalimah-kalimah yang atau kalimah-kalimah yang tert tertentu .Di entu .Di dalam Rasm Uthmani dalam Rasm Uthmani terdapat banyak  terdapat banyak  kalimah