• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI

PADA TATA UDARA SENTRAL

M. Nuriyadi

Staf Pengajar Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung, Jl.Trs. Gegerkalong Hilir, Ciwaruga-Bandung

Email : Nuriyadi@gmail.com

ABSTRACT

The work of refrigeration system incentral air conditioning should be set to the cooling load to obtain the peak performance of the system with efficient energy consumption. One factor that affect to the the cooling load is the conditioned air flow rate suppliedin the system.The experiment is conducted by varying air flow rate (with 4 variations which is 1,152; 1,184; 1,216 and 1,280 m3/s respectively), to aim

the optimum performance of the refrigeration system in the air conditioning system (central AHU) to consumption efficient levelof power.

The results is that the refrigeration system performance is not much influenced by variations ofair flow rate,where the highest coefficient of performance (COP) of the refrigeration system (5.69) was obtained by air flow rate (debit) of 1,184 m3/s, about 4% of the COP on the largest debit. The highest compression

ratio (3.5) was obtained at lowest air flow rate (1.152 m3/s), and the lowest average of power

consumption is obtained at the lowest air flow rate 1.152 m3/s, 9% lower than power consumption at

thegreatest air flow.While the performance of the HVAC system is affected by variations in air flow rate, where is the greatest cooling capacity (62.364 kW) and the highest EER (3.99) was obtained at the highest flow rate of 1.280 m3/s.

Keywords: air flow rate, performance, central air conditioning.

PENDAHULUAN

Sistem tata udara sentral atau biasa disebut Air

Handling Unit (AHU)adalah peralatan pengolah udara

yang di dalamnya terdapat kipas dan peralatan untuk

sirkulasi, penyaringan, pendinginan, pemanasan,

dehumidifikasi, humidifikasi, dan pencampuran udara. Peralatan ini merupakan salah satu yang paling banyak mengkonsumsi energi (listrik) yaitu sekitar 50% [1].

Sistem AHU ada yang menggunakan koil air dingin sebagai pendingin, namun banyak juga yang menggunakan evaporator sistem refrigerasi jenis ekspansi langsung.

Sistem ekspansi langsung merupakan salah satu sistem pengkondisi yang banyak digunakan terutama dalam bentuk unitary seperti window unit, split unit dan mobil. Disamping itu sistem ini juga digunakan pada sistem tata udara sentral. Komponen utama sistem ini terdiri dari evaporator, kompresor, kondensor dan katup ekspansi.

Penelitian yang dilakukan Senoadi (2015) menyimpulkan semakin besar laju aliran aliran air fan

coil unit (FCU) pada sistem water chiller maka semakin

besar kemampuan koil menyerap panas[2]. Penelitian tersebut belum mengkaji kapasitas pendinginan koil dari sisi udara yang melaluinya. Hal yang sama juga dilakukan Rasta (2007) yang menyimpulkan jika laju aliran volume air pendingin semakin besar maka nilai NTU (Number of Transfer Unit) juga mengalami peningkatan[3].Pada penelitian ini akan dikaji mengenai

penyerapan panas pada sistem refrigerasi

danpelepasan kalor dari sisi udara.

Koil pendingin yang terpasang pada unit pengolah udara merupakan penukar kalor yang akan digunakan untuk mendinginkan udara yang akan di suplaikan ke ruangan. Pada koil pendingin terjadi pertukaran kalor antara udara dan refrigeran. Kalor yang dilepaskan akan diserap oleh refrigeran sehingga udara yang melewati koil pendingin akan turun temperaturnya. Menurut Pita (2002) By pass factor dan Prestasi koil pendingin tergantung pada: (1) Jumlah kalor sensibel dan kolor laten ruangan, (2) Kondisi udara masuk dan keluar koil, (3)

Konstruksi koil, (4) Kecepatan fluida koil

(refrigeran atau air) dan (5) Debit udara[4]. Daur kompresi uap dapat dilihat pada gambar 1: • 1 – 2 merupakan proses kompresi, dari uap jenuh menuju ke tekanan kondensasi

• 2 – 3 merupakan proses pelepasan kalor pada tekanan konstan, menyebabkan penurunan panas lanjut (desuperheating) dan pengembunan refrigeran • 3 – 4 merupakan proses ekspansi unreversibel pada entalpi konstan, dari fase cair jenuh menuju tekanan evaporasi.

• 4 – 1 merupakan proses penyerapan kalor pada tekanan konstan yang menyebabkan terjadinya penguapan menuju uap jenuh.

(2)

Gambar1.Siklus sistem refrigerasi

Dari diagram tersebut dapat dicari kinerja mesin refrigerasi, yang meliputi efek refrigerasi, kerja kompresor spesifik, dan koefisien kinerja (coefficient of

performance, COP) [5]. Efek refrigerasi, atau efek

pendinginan didefinisikan sebagai selisih entalpi refrigeran keluaran dan masukan evaporator:

4

1

h

h

q

e

(1)

Kerja kompresor spesifik, wk, didefinisikan sebagai

selisih entalpi refrigeran keluaran dan masukan kompresor:

1

2

h

h

w

k

(2)

Sementara itu, pembuangan panas oleh kondenser, dapat dihitung dengan

2

3

h

h

q

c

(3)

Dari besaran pertama dan kedua dapat dihitung koefisien kinerja (coefficient of performance, COP) sistem refrigerasi, yang merupakan perbandingan antara efek refrigerasi dengan kerja kompresor

1 2 4 1

h

h

h

h

COP

(4)

Kapasitas pendinginan evaporator dapat dicari dari hasilkali antara selisih entalpi keluaran dan masukan evaporator dengan laju aliran massa refrigeran, atau

)

(

h

1

h

4

m

Q

e

(5)

dimana

m

adalah laju aliran massa refrigeran. Dengan

cara yang sama, kapasitas kompresor dapat dihitung dari hasilkali selisih entalpi keluaran dan masukan kompresor dengan laju aliran massa refrigeran, atau

)

(

h

2

h

1

m

W

k

(6)

Kemampuan koil pendingin untuk menyerap panas yang terdapat pada udara dapat diketahui dengan

hubungan berikut 2,6:

𝑄𝑐𝑜𝑖𝑙= 𝑚̇𝑥 (ℎ𝐸𝐴− ℎ𝐿𝐴) (7)

Dimana 𝑚̇ = laju aliran massa udara, kg/s

ℎ𝐸𝐴 = rasio kelembaban udara masuk koil, kJ/kg

ℎ𝐿𝐴 = rasio kelembaban udara keluar koil, kJ/kg

Gambar 2. Proses pendinginan udara pada diagram psikrometrik

Udara yang melewati koil pendingin akan mengalami proses pendinginan dan pengembunan. Laju pengembunan yang terjadi dapat dicari

menggunakan persamaan berikut 1:

𝑤̇ = 𝑚̇𝑥 (𝜔𝐸𝐴− 𝜔𝐿𝐴) (8)

𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑚̇ = laju aliran massa udara, kg/s

𝜔𝐸𝐴 = rasio kelembaban udara masuk koil, g/kg

𝜔𝐿𝐴 = rasio kelembaban udara keluar koil g/kg

Proporsi udara yang tidak melewati koil

pendingin dapat diperoleh dengan6:

𝐵𝐹 = (𝑡𝐿𝐴−𝑡𝐴𝐷𝑃)

(𝑡𝐸𝐴−𝑡𝐴𝐷𝑃) (9)

Dimana 𝑡𝐸𝐴 = temperatur udara masuk koil, °C

𝑡𝐿𝐴 = temperatur udara keluar koil, °C

𝑡𝐴𝐷𝑃 = temperatur koil, °C

Tujuan Penulisan ini adalah untuk mendapatkan prestasi optimal Air System refrigusi central AHU untuk efisiensi daya konsumsi

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan pada sistem refrigerasi tata udara sentral jenis ekspansi langsung (DX Sistem)

2. Parameter yang divariasikan adalah laju aliran udara dengan mengatur bukaan saluran udara

(damper).

3. Pengambilan data dilakukan dengan mengukur tekanan isap dan buang kompresor, temperatur isap dan buang kompresor, temperatur sisi cair

refrigeran dan temperatur keluaran koil

evaporator, serta dengan mengukur arus dan tegangan yang mensupali daya motor kompresor. 4. Selanjutnya dilkaukan evaluasi dan analisis kinerja dari sistem refrigerasi dan tata udara pada AC sentral

Pengambilan data dilakukan selama kurang lebih 90 menit, dari sejak sistem belum dijalankan sampai dengan pengambilan data terakhir. Pada saat awal pengoperasian sistem refrigerasi, maka variasi debit

yang digunakan adalah debit maksimal (1,280 m3/s).

(3)

yang digunakan optimal. Selanjutnya debit udara yang didinginkan secara bertahap dikurangi dengan mengatur bukaan damper saluran udara. Variasi debit udara

selanjutnya adalah 1,216 m3/s, 1,184 m3/s, dan 1,152

m3/s.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis sistem refrigerasi

Profil tekanan isap dan buang kompresor pada sistem refrigerasi yang digunakan oleh sistem tata udara AC sentral ditampilkan pada gambar 3. Gambar tersebut menunjukkan tekanan kerja dari sebelum dioperasikan sampai akhir pengambilan data. Tekanan isap rata-rata pada variasi bukaan saluran udara dengan debit 1,280

m3/s sebesar 5,2 bar, debit 1,216 m3/s sebesar 5,2 bar,

debit 1,184 m3/s sebesar 5,0 bar, dan debit 1,152 m3/s

sebesar 4,8 bar.

Sedangkan rata-rata tekanan buang dari kompresor pada variasi bukaan saluran udara dengan debit 1,280

m3/s sebesar 17,7 bar, debit 1,216 m3/s sebesar 17,5 bar,

debit 1,184 m3/s sebesar 16,8 bar, dan debit 1,152 m3/s

sebesar 16,8 bar.

Gambar 3. Tekanan kerja sistem refrigerasi

Profil temperatur isap dan buang kompresor pada sistem refrigerasi ditampilkan pada gambar 4. Temperatur isap rata-rata pada variasi bukaan saluran

udara dengan debit 1,280 m3/s sebesar 3,2oC, debit

1,216 m3/s sebesar 3,2 oC, debit 1,184 m3/s sebesar

1,7oC, dan debit 1,152 m3/s sebesar 2,1 oC.

Sedangkan rata-rata temperatur keluar dari kompresor pada variasi bukaan saluran udara dengan debit 1,280

m3/s sebesar 83,8oC, debit 1,216 m3/s sebesar 87,7oC,

debit 1,184 m3/s sebesar 84,7oC, dan debit 1,152 m3/s

sebesar 84,9oC.

Gambar 4. Temperatur kerja sistem refrigerasi

Parameter tekanan dan temperatur kerja dari sistem refrigerasi digunakan untuk menentukan kinerja dari sistem refrigerasi pada tata udara sentral. Parameter

tersebut diplot ke dalam diagram tekanan-entalpi (P-h diagram). Gambar 5 menampilkan (P-hasil plot parameter tekanan dan temperatur kerja dari sistem refrigerasi tata udara sentral dengan menggunakan refrigeran R-22.

Gambar 5. Plot parameter pada diagram tekanan-entalpi

Keterangan:

: Siklus refrigerasi dengan debit

udara 1,152 m3/s

: Siklus refrigerasi dengan debit

udara 1,184 m3/s

: Siklus refrigerasi dengan debit

udara 1,216 m3/s

: Siklus refrigerasi dengan debit

udara 1,280 m3/s

Perbandingan tekanan dari sistem refrigerasi sistem tata udara sentral ditampilkan pada gambar 6. Rasio tekanan (kompresi) tertinggi diperoleh pada bukaan

debit udara 1,152 m3/s yaitu sebesar 3,50 dan

terendah (3,36) pada debit udara 1,184 m3/s.

Gambar 6. Rasio tekanan (kompresi) untuk tiap debit udara

Sedangkan perbandingan koefisien kinerja dari sistem refrigerasi (COP) pada tiap bukaan debit udara ditampilkan pada gambar 7. COP tertinggi dari sistem refrigerasi diperoleh pada bukaan debit

udara 1,184 m3/s yaitu sebesar 5,69 dan terendah

(3,48) pada debit udara 1,280 m3/s.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tekanan Isap Tekanan Buang Te ka n an (b ar ) 3,50 3,36 3,37 3,40 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 1,152 1,184 1,216 1,280 R as io T e ka n an (P R ) Debit Udara (m3/s) 5,54 5,69 5,55 5,48 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 6,0 1,152 1,184 1,216 1,280 Co ef ici en t o f P er fo rma nc e (CO P) Debit Udara (m3/s)

(4)

Gambar 7. Perbandingan koefisien kinerja (COP) sistem refrigerasi tiap debit aliran udara

Profil konsumsi daya listrik oleh kompresor selama pengambilan data ditampilkan pada gambar 8.

Gambar 8. Profil konsumsi daya kompresor

Sedangkan perbandingan konsumsi daya kompresor untuk tiap debit laju aliran udara ditampilkan pada gambar grafik 9. Konsumsi daya terendah diperoleh

pada debit aliran udara 1,152 m3/s yaitu sebesar 14231

Watt, sedangkan konsumsi daya tertinggi pada bukaan

debit aliran udara 1,280 m3/s yaitu sebesar 15622 Watt.

Ini berarti beban pendinginan udara juga mempengaruhi konsumsi daya kompresor sistem refrigerasi.

Gambar 9. Perbandingan konsumsi daya kompresor tiap debit laju aliran udara

Analisis sistem tata udara

Analisis pada sisi udara dilakukan dengan mem-plot hasil pengukuran ke diagram Psikrometrik udara. Hasil pengeplotan disajikan pada gambar 10.

Gambar 10. Hasil plot parameter udara yang dikondisikan pada diagram Psikrometrik

Kapasitas pendinginan dari koil evaporator disajikan

pada gambar 11. Gambar grafik tersebut

menunjukkan bahwa debit aliran udara sangat mempengaruhi kapasitas pendinginan. Kapasitas pendinginan terbesar 62,364 Watt diperoleh dengan

debit aliran udara 1,280 m3/s. Ini juga berarti bahwa

kapasitas sistem refrigerasi pada sistem tata udara AC sentral yang digunakan masih mampu menangani beban pendingin udara pada debit aliran terbesar.

Gambar 11. Kapasitas pendinginan udara pada tiap debit aliran udara

Dengan membandingkan kapasitas pendinginan yang diperoleh dengan daya yang dikonsumsi, kita dapat memperoleh nilai Rasio Efisiensi Energi

(Energy Eficiency Ratio/EER).Perbandingan EER

untuk tiap variasi debit laju aliran disajikan pada gambar 12. EER tertinggi sebesar 3,99 diperoleh

pada saat debit aliran udara 1,280 m3/s yang berarti

pada debit tertinggi tersebut sistem bekerja paling efektif.

Gambar 12. Energy Eficiency Ratio (EER) pada tiap debit aliran udara

KESIMPULAN

Hasil penelitian tentang pengaruh debit/laju aliran udara terhadap kinerja sistem refrigerasi pada sistem tata udara AC sentral ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Waktu (menit) K o n su ms i D ay a K o mp re so r ( W att ) 13000 13500 14000 14500 15000 15500 16000 1,152 1,184 1,216 1,280 Ko ns ums i D ay a Ko mp re so r ( W att ) Debit Udara (m3/s) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 110 120 120

ENTHALPY - KJ PER KILOGRAM OF DRY AIR

20 30 40 50 60 70 80 90 100 ENTHA LPY - KJ PE R KILOGRAM O F DRY A IR SATUR ATION TEMPE RATURE °C 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 D RY B UL B T E M PER A TUR E °C 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 10% RELATIVE HUMIDITY 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 5 5 10 10 15 15 20 20 25 25 30 WE T BUL B TEMPERA TURE - °C 0,86 0,88 0,90 0,92 0,94 VO LUM E - CUBIC ME TER PE R KG DRY AIR 0,96 0,98 1,00 1,02 1,04 HUM IDI TY RA TIO G RA M S M O IS T URE P E R KIL O G RA M DRY A IR 1i 1o 2i 2o 3i 3o 4i 4o Note 1 R R

ASHRAE PSYCHROMETRIC CHART NO.5 NORMAL TEMPERATURE BAROMETRIC PRESSURE: 92,636 kPa

Copyright 1992

AMERICAN SOCIETY OF HEATING, REFRIGERATING AND AIR-CONDITIONING ENGINEERS, INC.

750 METERS 0 1.0 1.0 -1,5 2,0 4,0 -4,0 -2,0 -1,0 -0,5 -0,2 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 -5,0 -2,0 0,0 1,0 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 10,0 -SENSIBLE HEAT Qs TOTAL HEAT Qt ENTHALPY HUMIDITY RATIO h W 50000 52000 54000 56000 58000 60000 62000 64000 1,152 1,184 1,216 1,280 K ap as ita s P e n d in gi n an (W att ) Debit Udara (m3/s) 3,86 3,78 3,79 3,99 3,50 3,60 3,70 3,80 3,90 4,00 1,152 1,184 1,216 1,280 En e rg y Ef ic ie cy R ati o ( EE R ) Debit Udara (m3/s)

(5)

1. Kinerja sistem refrigerasi dari tata udara sentral tidak banyak dipengaruhi oleh laju aliran (debit) udara, hal ini terlihat dari:

- Koefisien kinerja (COP) sistem refrigerasi

tertinggi (5,69) diperoleh pada laju aliran udara

(debit) 1,184 m3/s, hanya sekitar 4% dari COP

pada debit yang terbesar.

- Rasio kompresi tertinggi (3,5) diperoleh pada

laju aliran (debit) udara terendah 1,152 m3/s

- Sedang konsumsi daya kompresor terendah

diperoleh pada laju aliran udara (debit)

terendah 1,152 m3/s, sekitar 9% dari konsumsi

daya pada debit udara yang terbesar.

2. Kinerja sistem tata udara lebih mendapat pengaruh dari variasi laju aliran udara (debit) dibanding kinerja sistem refrigerasi, ini ditunjukkan oleh:

- Kapasitas pendinginan terbesar (62,364 kW)

diperoleh pada laju aliran (debit) udara yang

tertinggi 1,280 m3/s

- EER yang tertinggi (3,99) juga diperoleh pada

laju aliran (debit) udara yang tertinggi 1,280

m3/s

SARAN

Untuk mendapatkan korelasi yang lebih jelas dari pengaruh laju aliran udara (debit) terhadap sistem refrigerasi dari tata udara AC sentral, penelitian ini perlu dilanjutkan dengan variasi debit yang lebih banyak lagi sehingga diperoleh kinerja dari sistem refrigerasi maupun sistem tata udara yang optimum

DAFTAR PUSTAKA

[1]Pérez-Lombard L, Ortiz J, Pout C. A “Review on

Buildings Energy Consumption Information. Energy and Buildings” 2008;40(3):394-398.

[2]Senoadi, A.C. Arya, Zainulsjah, Erens, 2015, “Pengaruh Debit Aliran Air terhadap Proses Pendinginan pada Mini Chiller”, Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV, Banjarmasin

[3]Rasta, I Made, 2007, “Pengaruh Laju aliran Volume Chilled Water terhadap NTU pada FCU Sistem AC Jenis Watter Chiller”. Jurnal Teknik Mesin Vol. 9 No 2, Universitas Kristen Petra [4] Pita. Edward G, 2002, Air ContioningPrinciples

and systems, An Energy Approach, Prentice

Hall, Ohio

[5]ASHRAE HANDBOOK, 2009, Fundamental , Atlanta

[6] HAINES, 2004, HVAC Sistems Design

Handbook

.

McGraw-Hill, Amerika

[7] Wang,. Shan.K, 2001, Handbook of Air

Conditioning dan Refrigeration, McGraw-Hill,

Gambar

Gambar 2. Proses pendinginan udara pada diagram  psikrometrik
Gambar 5. Plot parameter pada diagram tekanan-entalpi  Keterangan:
Gambar 10. Hasil plot parameter udara yang dikondisikan  pada diagram Psikrometrik

Referensi

Dokumen terkait

Bu komutlarla veritabanına kayıt eklemek, komutlarla veritabanına kayıt eklemek, veritabanından kayıt silmek, var olan veritabanından kayıt silmek, var olan kayıtlar

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perubahan konsntrasi uranium dan PV A pada proses gelasi internal berpengaruh terhadap densitas, luas muka spesifik, volume total

Objektif yang ingin dicapai di dalam kajian kualiti air ini ialah: (1) mengkaji sistem saliran ke Tasik Kejuruteraan, kampus UKM Bangi; (2) menentukan kualiti

Batasan yang terdapat dalam implementasi perangkat lunak aplikasi Augmented Reality Book pengenalan tata letak bangunan Pura Pulaki dan Pura Melanting yaitu

Maka dapat dikemukakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan dalam membuat anggaran biaya operasional perusahaan dapat diukur dengan keberhasilan kegiatan operasional selama

Guna mempercepat peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia khususnya Kabupaten Benggkalis, pemerintah daerah merencanakan segera memulai gerakan wajib belajar 12

Dari masing-masing Rrs(λ) estimasi yaitu Rrs(λ) - 6SV, Rrs(λ) -Flaash, dan Rrs(λ) -L akan dihitung estimasi konsentrasi Chl-a dengan menggunakan algoritma model Chl-a