• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) AGUNG WIJAYA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) AGUNG WIJAYA NIM"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

YANG TIDAK MASUK KERJA DAN MENAATI KETENTUAN JAM KERJA MELALUI BADAN KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA KOTA PALEMBANG

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.)

AGUNG WIJAYA NIM. 02012681721028

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

(2)

i

PENERAPAN HUKUMAN DISIPLIN BAGI APARATUR SIPIL NEGARA YANG TIDAK MASUK KERJA DAN MENAATI KETENTUAN JAM KERJA

MELALUI BADAN KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KOTA PALEMBANG

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.)

AGUNG WIJAYA NIM. 02012681721028

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO :

“Hidup Akan Terasa Indah Bila Hidup Ini Rukun Dan Damai Sesama Manusia.

(Agung Wijaya)

TESIS INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK :

Kedua orang tuaku tercinta | Keluarga besarku tersayang | Kedua Dosen Pembimbing yang kubanggakan | Sahabat-sahabatku | Almamater yang

(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur, tak hentinya peneliti panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan karunia yang senantiasa dilimpahkan kepada peneliti khususnya dalam menyelesaikan penelitian tesis ini. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menjadi bagian terpenting bagi proses pembelajaran peneliti dalam menempuh pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, mereka diantaranya :

1. Prof. Dr. Ir. Anis Saggaf M.SCE., selaku Rektor Universitas Sriwijaya; 2. Dr. Febrian, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sriwijaya;

3. Dr. Firman Muntaqo, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;

4. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;

5. Prof. Dr. H. Abdullah Gofar, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;

6. Dr. Mada Apriandi Zuhir, S.H., MCL., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;

7. Dr. Iza Rumesten RS., S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Tesis 1 (satu) yang selalu memberikan motivasi dan arahan kepada peneliti, serta masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini;

8. Dr. Zen Zanibar MZ., S.H., M.H., selaku Pembimbing Tesis 2 (dua) yang dengan tekunnya memberi arahan dan mengkoreksi tesis yang telah diajukan; 9. Para Dosen (Tenaga Pengajar) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu- persatu. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama peneliti menempuh pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;

(7)

vi

10. Para Staff Tata Usaha dan Staff Bagian Perpustakaan, dan lainnya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu. Terima kasih banyak atas bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama ini;

Terima kasih tak terhingga pula kepada :

1. Ibuku tercinta, Suharti Eftidiana, yang telah megajarkan arti dari ketekunan menuntut ilmu, Ayahku tercinta, alm. Aswari, yang telah mengajarkan semangat belajar tanpa henti. Saudara-saudaraku, Andy Frima, Fomi Duta Oktarian, dan Rizki Putri Kartini, terimakasih atas dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan;

2. Para sahabat-sahabatku, teman seperjuangan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, terimakasih atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan. Semoga kita selalu berada dalam lindungan dan limpahan kasih sayang-Nya.

Palembang, 2019 Peneliti,

Agung Wijaya NIM. 02012681721028

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, karunia, dan perlindungan-Nya yang telah diberikan kepada peneliti untuk menyelesaikan penelitin tesis ini. Tesis berjudul “Penerapan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Tidak Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang”, diteliti dengan tujuan untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan pengetahuan kepada para pembaca terkait dengan isu hukum yang dibahas.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian tesis ini, baik dalam pemaparan materi, substansi, maupun tata cara penelitiannya, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak amatlah peneliti harapkan demi perbaikan kedepannya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Palembang, 2019 Peneliti,

Agung Wijaya NIM. 02012681721028

(9)

viii

ABSTRAK

Penelitian mengenai penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Palembang dilatar belakangi bahwa di lingkungan Pemerintah kota Palembang periode tahun 2015, tahun 2016, dan tahun 2017, didapati jenis pelanggaran disiplin ASN tertinggi adalah tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Permasalahan penelitian adalah bagaimana penerapan serta kendala-kendala dalam hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui BKPSDM Kota Palembang. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, dengan jenis dan sumber bahan penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif, dengan teknik penarikan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian ini adalah, penerapan hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui BKPSDM Kota Palembang telah optimal menurunkan tingkat pelanggaran disiplin, dan dilaksanakan melalui peraturan-peraturan pelaksana PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, yaitu Surat Edaran Walikota Palembang No. 800/071/BKPSDM.V/2018 tentang Pembinaan Disiplin ASN, Keputusan Walikota Palembang No. 005/KPTS/BKPSDM-V/2018 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Pelanggaran Disiplin ASN, dan Keputusan Walikota Palembang No. 006/KPTS/BKPSDM-V/2018 tentang Pembentukan Dewan Pertimbangan Pelaksanaan Penjatuhan Hukuman Disiplin ASN. Kendala pemberian hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui BKPSDM Kota Palembang yaitu : dari faktor penegak hukum/aparatur, yaitu Pejabat Tim Pemeriksa dan Tim Pertimbangan tidak di tempat karena pejabat yang ditunjuk memiliki kesibukan dan aktifitas tupoksi tugas dan tanggung jawab jabatan pokoknya masing-masing. Dari faktor budaya kesadaran hukum yaitu : kurangnya tanggung jawab atasan langsung; dan SKPD langsung melimpahkan kasus dugaan pelanggaran disiplin ke BKPSDM.

Kata Kunci : Aparatur Sipil Negara (ASN), Hukuman Disiplin, Tidak Masuk Kerja dan Tidak Menaati Ketentuan Jam Kerja

(10)

ix

ABSTRACT

Research on the implementation of discipline penalty for State Civil Apparatus (ASN) who is not attending work and obeying the provisions of working hours through the Human Resources Development and Human Resources Agency (BKPSDM) of Palembang is based on the background at Palembang City’s Government ini 2015, 2016 and 2017, finding some of violation of the highest ASN discipline who is not attending work and obeying the provisions of working hours. The research problem is how to apply and the constraints in discipline penalty for ASN that not attending work and obeying the provisions of working hours through the BKPSDM of Palembang City. This type of research is empirical legal research, with the type and source of research material obtained from primary data and secondary data through literature and field studies. The data analyzed by qualitatively, with deductive deduction techniques. The result of this study is that the application of disciplinary penalty for ASN that not attending work and obeying the provisions of working hours through BKPSDM in Palembang City has reduced the level of disciplinary violations, and implemented through implementing regulations of PP No. 53 of 2010 concerning Civil Servants Discipline, is circular letter of Palembang Mayor No. 800/071/BKPSDM.V/2018 concerning Development of ASN Discipline, Decree of Mayor of Palembang No. 005/KPTS/BKPSDM-V/2018 concerning the Establishment of the ASN Discipline Examination Team, and Palembang Mayor Decree No. 006/KPTS/BKPSDM-V/2018 concerning the Establishment of the Implementation Advisory Board for the Imposing of the ASN Discipline Penalty. Obstacles to discipline penalty for ASN that not attending work and obeying the provisions of working hours through the BKPSDM of Palembang City, is from law enforcement/apparatus factor, the offiicial of Examining Team and the Consideration Team are not in place because the appointed officials have busy and authorized tasks and responsibilities of their respective principal positions. From cultural factor to legal awareness, is lack of direct supervisor responsibility; and SKPD directly delegates cases of alleged discipline violations to BKPSDM.

Keywords : State Civil Apparatus (ASN), Discipline Penalty, Not Attending Work and Not Obeying the Provisions of Working Hours

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... viii DAFTAR ISI ... x BAB I PENDAHULUAN ...1 A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah. ...8 C. Tujuan Penelitian ...8 D. Manfaat Penelitian. ...9 E. Kerangka Teori. ... 10 F. Definisi Konseptual. ... 20 G. Metode Penelitian. ... 23 1. Jenis Penelitian. ... 23 2. Pendekatan Penelitian. ... 23

3. Jenis dan Sumber Bahan Penelitian. ... 25

4. Teknik Pengumpulan Bahan Penelitian. ... 26

5. Teknik Bahan Penelitian. ... 29

6. Teknik Pengolahan Bahan Penelitian. ... 30

7. Teknik Penarikan Kesimpulan. ... 30

. BAB II TINJAUAN TEORITIK TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DAN HUKUMAN DISIPLIN APARATUR SIPIL NEGARA ... 32

A. Aparatur Sipil Negara ... 32

1. Pengertian Aparatur Sipil Negara... 32

2. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 32

3. Jenis Pegawai Aparatur Sipil Negara ... 35

4. Asas, Prinsip, Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara ... 36

5. Kedudukan, Hak dan Kewajiban Aparatur Sipil Negara ... 39

6. Fungsi, Tugas, dan Peran Aparatur Sipil Negara ... 43

7. Jabatan Aparatur Sipil Negara ... 45

B. Hukuman Displin Aparatur Sipil Negara ... 48

1. Disiplin Kerja ... 48

a. Pengertian Disiplin Kerja... 48

b. Fungsi Disiplin Kerja ... 51

c. Ciri Ciri Disiplin Kerja ... 52

(12)

xi

3. Hukuman Terhadap Pelanggaran Disiplin Kerja Aparatur Sipil

Negara ... 55

BAB III PENERAPAN HUKUMAN DISIPLIN BAGI APARATUR SIPIL NEGARA YANG TIDAK MASUK KERJA DAN MENAATI KETENTUAN JAM KERJA MELALUI BADAN KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KOTA PALEMBANG ... 62

A. Penerapan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Tidak Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ... 62

1. Pengaturan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ... 62

2. Pengaturan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Tidak Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ... 75

3. Pelaksanaan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Tidak Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ... 79

B. Kendala-Kendala Penerapan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Tidak Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ... 96

1. Faktor Hukum. ... 97

2. Faktor Penegak Hukum/Aparatur. ... 98

3. Faktor Sarana ... 99

4. Faktor Masyarakat. ... 100

5. Faktor Budaya ... 100

a. Kurangnya Tanggung Jawab Atasan Langsung ... 101

b. SKPD Langsung Melimpahkan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Ke BKPSDM ... 103 BAB IV PENUTUP ... 105 A. Kesimpulan. ... 105 B. Saran. ... 106 DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka mencapai tujuan nasional, diperlukan Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disingkat ASN) sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara, dan pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.1

Pengertian dari Aparatur Sipil Negara sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu :

1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk membina ASN yang demikian itu, diperlukan adanya peraturan disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan, dan sanksi apabila

1 Miftah Thoha, 2005, Managemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia, Jakarta : Prenada Media Group, hlm. 43.

(14)

2

kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Berkaitan dengan sistem manajemen kepegawaian nasional, dalam birokrasinya masalah penjatuhan sanksi administrasi adalah terkait pelanggaran disiplin. Hal tersebut bermaksud untuk menjamin ketertiban dan kelancaran dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi ASN, meningkatkan kinerja, perubahan sikap dan perilaku ASN, meningkatkan kedisiplinan ASN serta mempercepat pengambilan keputusan atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh ASN.2

Untuk meningkatkan kedisiplinan ASN, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tujuan di berlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS), antara lain :3

1. Sebagai reformasi birokrasi;

2. Menciptakan ketertiban dan kelancaran pelaksanaan tugas, pokok, dan fungsi ASN;

3. Meningkatkan kinerja dan perubahan sikap, dan perilaku Aparatur Sipil Negara;

4. Mendorong kedisiplinan ASN; dan

5. Mempercepat pengambilan keputusan pelanggaran disiplin oleh ASN. Peraturan disiplin ASN adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban-kewajiban tidak ditaati atau dilanggar oleh ASN.

2 Nainggolan, 1997, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta : Pertja, hlm. 23. 3 Moh. Mahfud, 2011, Hukum Kepegawaian Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm. 121.

(15)

Untuk mendidik dan membina ASN, bagi mereka yang melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan dikenakan sanksi berupa hukuman disiplin, yang mana pula permasalahan birokrasi di Indonesia sering berkenaan dengan sumber daya manusia terkait jumlah dan pertumbuhan ASN meningkat dari tahun ke tahun, rendahnya kualitas dan ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki.4 Tingkat hukuman disiplin sebagaimana ketentuan Pasal 7 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, terdiri dari tingkat hukuman disiplin ringan; tingkat hukuman disiplin sedang; dan tingkat hukuman disiplin berat.

Kewajiban dan larangan PNS diatur dalam ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, sebagaimana masing-masing berbunyi :

Pasal 3 :

“Setiap PNS wajib :

1. mengucapkan sumpah/janji PNS; 2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;

3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;

4. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;

5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

6. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS; 7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,

seseorang, dan/atau golongan;

8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;

9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;

(16)

4

10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;

11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;

14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; 15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;

16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan

17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.”

Pasal 4 :

“Setiap PNS dilarang :

1. menyalahgunakan wewenang;

2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;

3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;

4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barangbarang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;

7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;

8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara :

(17)

b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau

d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; 13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan

cara :

a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; 14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan

Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan

15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara :

a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.” Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. PNS yang melanggar atau tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal

(18)

6

4 di atas dijatuhi hukuman disiplin, sebagaimana ketentuan Pasal 5 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Adanya pelanggaran terhadap kewajiban ASN tentunya dapat terjadi di isntitusi manapun, dalam hal ini termasuk pula terjadi di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Palembang. Berikut data yang diambil terhadap jumlah ASN yang dijatuhi hukuman disiplin di lingkungan Pemerintah Kota Palembang dari Tahun 2015, 2016, dan 2017.

Tabel 1

Rekapitulasi ASN Yang Dijatuhi Hukuman Disiplin

Di Lingkungan Pemerintah Kota Palembang Tahun 2015 s/d Tahun 2017

No. Tahun

Hukuman Sedang

Hukuman

Berat Jumlah

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 2015 3 1 15 4 23 Orang

2 2016 2 - 6 5 13 Orang

3 2017 3 2 6 3 14 Orang

Sumber : Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Palembang, Sub Bidang Disiplin dan Penghargaan, Bidang

Pembinaan, Perizinan, dan Penilaian Kinerja Aparatur

Jenis pelanggaran disiplin ASN di lingkungan Pemerintah Kota Palembang tertinggi atau yang sering terjadi yaitu pelanggaran terhadap kewajiban yaitu tidak masuk kerja dan tida menaati ketentuan jam kerja, sebagaimana berikut adalah data BKPSDM Kota Palembang terhadap jumlah ASN yang dijatuhi hukuman disiplin karena melakukan pelanggaran tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja di lingkungan Pemerintah Kota Palembang dari Tahun 2015, 2016, dan 2017.

(19)

Tabel 2

Rekapitulasi ASN Yang Dijatuhi Hukuman Disiplin

Pelanggaran Tidak Masuk Kerja dan Tidak Menaati Ketentuan Jam Kerja Di Lingkungan Pemerintah Kota Palembang Tahun 2015 s/d Tahun 2017

No. Tahun

Hukuman Sedang

Hukuman

Berat Jumlah

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 2015 1 1 7 3 12 Orang

2 2016 1 - 3 2 6 Orang

3 2017 3 - 2 - 5 Orang

Sumber : Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Palembang, Sub Bidang Disiplin dan Penghargaan, Bidang

Pembinaan, Perizinan, dan Penilaian Kinerja Aparatur

Kedua tabel mengenai jumlah ASN yang dijatuhi hukuman disiplin serta jumlah ASN yang melakukan pelanggaran tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja di lingkungan Pemerintah Kota Palembang tahun 2015, 2016, dan 2017 di atas, didapati bahwa perbuatan tersebut tidak mengimplementasikan tujuan dari ASN sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Perbuatan tersebut merupakan wujud buruknya rmental, wibawa, mutu dan kesadaran akan tanggung jawab ASN dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan.

Berdasarkan uraian di atas, penerapan sanksi disiplin terhadap ASN melalui BKPSDM di Kota Palembang dapat diangkat sebagai objek penelitian sebagai upaya untuk meminimalisir pelanggaran disiplin ASN. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisa dan membahasnya dalam bentuk tesis yang berjudul “Penerapan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil Negara Yang Tidak Masuk Kerja dan Menaati Ketentuan Jam Kerja Melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang”.

(20)

8

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Bagaimana penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ? 2. Apakah kendala-kendala penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil

Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang.

2. Untuk menganalisis dan menjelaskan kendala-kendala penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, bermanfaat untuk :

a. Menambah pengetahuan ilmu hukum peneliti terutama yang mengkaji mengenai penerapan hukuman disiplin bagi ASN pada umumnya. b. Memperkaya khasanah penelitian hukum di Universitas Sriwijaya

Palembang.

c. Menjadi sumber pengetahuan bagi para peneliti selanjutnya yang akan membahas materi kajian yang sama.

2. Secara praktis, bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, yaitu :

a. Bagi pemerintah, agar temuan-temuan dalam penelitian ini bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan revisi, menambah, atau memperkuat implementasi peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang sudah ada terkait penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.

b. Bagi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia pada umumnya, sebagai pedoman dalam mengevaluasi kendala-kendala serta menentukan kebijakan yang bersifat solusi dalam penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.

(22)

10

c. Bagi masyarakat, sebagai pedoman dalam rangka ikut berperan serta dalam mengawasi ASN yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi negara pada umumnya.

E. Kerangka Teori

Teori-teori yang menunjang pembahasan dalam penelitian tesis ini, yaitu : 1. Teori Kepastian Hukum

Menurut Kelsen, sebagaimana dikutip oleh Peter mahmud Marzuki, merumuskan bahwa hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.5

Menurut Gustav Radbruch, sebagaimana dikutip oleh Oeripan Notohamidjojo, merumuskan bahwa hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu asas kepastian hukum (rechtmatigheid), asas keadilan

5 Hans Kelsen, dikutip dalam : Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana, hlm. 158.

(23)

hukum (gerectigheit), dan asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid).6 Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum, sedangkan kaum fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux”, yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan.7

Menurut Utrecht, sebagaimana dikutip oleh R. Soeroso, merumuskan bahwa kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.8

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran yuridis-dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini,

6 Gustav Radbruch, dikutip dalam : Oeripan Notohamidjojo, 2001, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Salatiga : Griya Media, hlm. 33.

7 Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memahami Hukum, Yogyakarta : Laksbang Pressindo, hlm. 59.

8 Utrecht, dikutip dalam : R. Soeroso, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 56.

(24)

12

tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.9

Teori kepastian hukum digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang.

2. Teori Kewenangan

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan, kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah”

(the rule and the ruled).10 Berdasarkan pengertian tersebut, dapat terjadi kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum oleh Henc van Maarseven disebut sebagai “blote match”,11 sedangkan

9 Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta : Toko Gunung Agung, hlm. 82-83.

10 Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, hlm. 35.

11 Suwoto Mulyosudarmo, 1990, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan, Surabaya : Universitas Airlangga, hlm. 30.

(25)

kekuasaan yang berkaitan dengan hukum oleh Max Weber, sebagaimana dikutip oleh A. Gunawan Setiardja, disebut sebagai wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh Negara.12

Teori kewenangan menurut Philipus M. Hadjon, menyatakan bahwa dalam hukum publik, kewenangan atau wewenang berkaitan dengan kekuasaan.13 Menurut Philipus M. Hadjon, sebagaimana dikutip Rusadi Kantaprawira, kekuasaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu : hukum; kewenangan (wewenang); keadilan; kejujuran; kebijakbestarian; dan kebajikan.14 Ateng Syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang.15 Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag)

dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel

(bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat

12 Max Webber, dikutip dalam : A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta : Kanisius, hlm. 52.

13 Philipus M. Hadjon, tanpa tahun, “Tentang Wewenang”, Makalah, Surabaya : Universitas Airlangga, hlm. 1.

14 Philipus M. Hadjon, dikutip dalam : Rusadi Kantaprawira, 1998, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, hlm. 37.

15 Ateng Syafrudin, 2000, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung : Universitas Parahyangan, hlm. 22.

(26)

14

wewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.16

J.G. Brouwer dan Schilder, sebagaimana dikutip oleh Indroharto, berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten. Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya. Pada mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya.17

16 Indroharto, 1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 65.

(27)

F.A.M. Stroink sebagaimana dikutip Abdul Rasyid Thalib, merumuskan bahwa kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Sumber kewenangan ini dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar.18

Teori kewenangan digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang.

3. Teori Penegakan Hukum dalam Administrasi Negara

Penegakan hukum merupakan suatu hubungan timbal balik yang erat kepada masyarakat dengan kegiatan yang dapat berdiri sendiri. Penegakan hukum mempunyai kecenderungan di masyarakat dikarenakan struktur masyarakatnya. Yang dapat menjadi kendala struktur masyarakat, berupa hambatan-hambatan penegakan hukum yang menyebabkan tidak dapat dijalankannya dengan seksama. Baik berupa penyediaan sarana sosial yang memungkinkan penegakan hukum dapat

18 F.A.M. Stroink, dikutip dalam : Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 219.

(28)

16

dijalankan.19 Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa pokok dan arti penegakan hukum yaitu suatu tindakan dengan nilai-nilai pada kaidah-kaidah selaku rangkaian nilai proses terakhir demi mewujudkan, mempertahankan dan menjaga kedamaian pergaulan hidup.20

Indonesia adalah negara hukum, maka dalam suatu tindakan yang dilakukan seseorang harus berdasarkan ketentuan hukum karena fungsi hukum itu untuk melindungi kepentingan manusia.21 Maka, dalam melakukan penegakan hukum terdapat 3 (tiga) unsur agar kepentingan manusia dapat dilindungi, yaitu:22

a. Keadilan. Dengan kondisi masyarakat yang berbeda-beda maka hukum bersifat umum untuk mengikat setiap orang dan bersifat sama rata. Dalam penegakan hukum harus menciptakan keadilan kepada para pihak atau masyarakat oleh karena adil menurut masyarakat tertentu belum tentu adil untuk masyarakat lainnya.

b. Kemanfaatan. Dengan ditegakannya atau dilaksanakannya hukum di masyarakat berharap mendapatkan manfaatnya. Manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat berupa rasa aman akan hidupnya, dan jangan sampai masyarakat menjadi resah karena dilaksanakannya penegakan hukum.

c. Kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang dalam keadaan tertentu untuk memperoleh

19 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta : Genta Publishing, hlm. 31.

20 Soejono Soekanto, 2006, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Raja Grasindo Persada, hlm. 5.

21 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty, hlm. 130. 22 Ibid., hlm. 131.

(29)

perlindungan terhadap tindakan yang sewenang-wenang. Dengan adanya kepastian hukum kepada masyarakat bertujuan untuk menciptakan ketertiban di masyarakat.

Berhasil atau tidaknya penegakan hukum berdasarkan teori dari Freidman bergantung pada :23

a. Budaya hukum (legal cultural). Budaya hukum yaitu berupa opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, cara bertindak serta cara berpikir, baik dari masyarakat maupun dari aparat penegak hukum. Untuk berjalannya sistem hukum tidak cukup dengan adanya aparatur dan substansi saja. b. Substansi hukum (legal substance). Substansi hukum yaitu berupa dari

keseluruhan norma hukum, asas hukum dan aturan hukum, yang tertulis maupun tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan.

c. Struktur hukum (legal structure). Struktur hukum yaitu berupa institusi yang terkait dengan penegakan hukum, dan aparat penegak hukumnya. Meliputi pengadilan serta para hakimnya, kantor-kantor Pengacara serta para pengacaranya, Kepolisian serta para Polisinya, dan Kejaksaan serta para Jaksanya.

Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok dan pada penegak hukum (law enforcement) terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang mana

23 Friedman, dikutip dalam Barda Nawawi Arief, 2006, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahata, Semarang : Kencana, hlm. 20.

(30)

18

faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut, antara lain adalah : 24

a. Faktor hukumnya sendiri;

b. Faktor penegak hukum, yakni faktor yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan;

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia, di dalam pergaulan hidup.

Sarana penegakan hukum administrasi negara menurut Nicolai, bahwa pengawasan organ pemerintahan dapat melakukan ketaatan berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis serta pengawasan terhadap keputusan yang melaksanakan kewajiban kepada individu, dan menerapkan kewenangan sanksi pemerintahan. Yang dikemukakan oleh Nicolai, sama dengan yang dikemukakan oleh Ten Berge, bahwa penegakan hukum administrasi negara berupa pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan adalah suatu langkah preventif untuk menerapkan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi adalah suatu langkah represif untuk menerapkan kepatuhan.25

Sebagai bentuk upaya preventif maka dilakukan pengawasan terhadap tindakan pemerintah yang ditujukan agar pemerintah dalam menjalankan

24 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada., hlm. 8

25 Ridwan H.R., 2011, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm.294.

(31)

aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum serta juga untuk mengembalikan dalam situasi sebelum terjadinya pelangaran norma-norma hukum. Sedangkan sebagai bentuk upaya refresif bahwa pengawasan ini di laksanakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat. Dari segi pengawasan hukum serta kebijakan terhadap tindakan pemerintah dalam hukum administrasi negara merupakan langkah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari upaya administratif dan peradilan administrasi.26

Penggunaan sanksi administrasi dalam hukum administrasi negara merupakan penerapan kewenangan pemerintah yang berasal dari aturan hukum administrasi negara tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya, untuk menentukan norma-norma hukum administrasi negara dalam memberikan kewenangan kepada pemerintah, dilakukan pula dengan memberikan kewenangan untuk menegakan norma-norma itu dengan menerapkan sanksi kepada mereka yang melanggar norma-norma hukum administrasi negara tersebut.27

Di bidang urusan pemerintahan telah diatur peraturan-peraturan tersendiri dengan keragaman dan ruang lingkup yang luas, dengan jenis dan macam-macam sanksi dalam rangka penegakan peraturan tersebut. Secara umum dalam peraturan perundang-undangan bidang administrasi dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi yaitu :28

a. Pengenaan denda administratif (administratieve boete); b. Paksaan pemerintah (bestuursdwang);

26 Ibid., hlm. 295. 27 Ibid., hlm. 296. 28 Ibid, hlm. 303.

(32)

20

c. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom);

d. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (ijin, subsidi, pembayaran, dan sebagainya).

Akan tetapi macam-macam sanksi di atas tidak selalu dapat dilaksanakan dengan keseluruhan dalam suatu bidang administrasi negara tertentu. Jadi, alasan peneliti menggunakan teori penegakan hukum dalam administrasi negara yang dikemukakan oleh Nicolai dan Ten Berge dikarenakan teori ini cocok dan sesuai untuk menjawab rumusan masalah mengenai kendala-kendala penerapan hukuman disiplin bagi Aparatur Sipil Negara yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang.

F. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan uraian tentang konsep-konsep dalam penelitian, menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala atau fakta yang akan diteliti melainkan anstraksi dari gejala atau fakta tersebut.29 Untuk menghindari kesalahan persepsi, maka perlu diberikan definisi konseptual dalam tesis ini, sebagai berikut :

1. Penerapan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah perbuatan menerapkan.30 Menurut Usman, penerapan (implementasi) adalah bermuara pada aktifitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana

29 Soetandyo Wignjosobroto, 2002, Hukum : Paradigma, Metode, dan Dinamika Masalah-Masalahnya, Jakarta : Huma, hlm. 26.

(33)

dan untuk mencapai tujuan kegiatan.31 Menurut Setiawan (2004) penerapan (implementasi) adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.32

2. Hukuman/sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku menyimpang.33 Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua, yaitu : pertama,

menyadarkan pelaku perilaku meyimpang sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang lagi; kedua, memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku menyimpang, bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman.34

3. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

4. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN, menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina

31 Usman Nurdin, 2002, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm. 4.

32 Guntur Setiawan, 2004, Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 9.

33 Sjachran Basah, 1995, Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Administrasi Negara, Surabaya : Fakultas Hukum Unair, hlm. 23.

(34)

22

kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

5. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS, menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

6. Disiplin Pegawai Negeri Sipil, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

7. Pelanggaran disiplin, menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

8. Hukuman disiplin, menurut ketentuan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS.

(35)

G. Metoda Penelitian

Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metoda penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris ialah suatu metoda penelitian hukum yang berfungsi untuk dapat melihat hukum dalam artian nyata serta meneliti bagaimana bekerjanya hukum di suatu lingkungan masyarakat.35 Istilah lain yang dipakai untuk penelitian ini adalah penelitian indoktriner atau sosiologi hukum dan dapat juga disebut dengan penelitian lapangan, sebab penelitian hukum yang diambil ialah dari fakta-fakta yang ada dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.36

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan hukum yang menjadi fokus penelitian.37 Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh deskripsi analisis peraturan hukum yang mengatur mengenai penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Pendekatan ini membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan

35 Usmawadi, 1992, Materi Pendidikan dan Kemahiran Hukum, Palembang : Laboratorium Hukum Fakultas Hukum UNSRI, hlm. 250.

36 Ibid.

37 Johnny Ibrahim, 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet III, Malang : Bayumedia Publishing, hlm. 302.

(36)

24

kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. 38

b. Pendekatan Sosio-Legal (Socio-Legal Approach)

Pendekatan sosio-legal ini dilakukan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara sistematis, analisis dan konstruktif terhadap bahan penelitian yang telah dikumpulkan dan diolah dengan menggambarkan makna tindakan-tindakan sosial untuk memahami hukum dalam konteks masyarakatnya yaitu suatu pendekatan yang bersifat non-doktrinal.39 Melalui pendekatan ini, obyek hukum akan dimaknai sebagai bagian dari subsistem sosial diantara subsistem-subsistem sosial lainnya. Pemahaman bahwa hukum adalah sebatas seperangkat normal yang terlepas dari kesatuan sosial, hanya akan mengingkari keterkaitan hukum sebagai norma dan basis sosial.40 c. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

38 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, hlm. 93.

39 Adriaan W. Bedner, 2012, Kajian Sosio-Legal (Seri Unsur-Unsur Penyusunan Bangunan Negara Hukum), Jakarta : Universitas Indonesia, hlm. 29.

(37)

tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum41 dalam memecahkan isu terkait penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.

d. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus dalam penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.42 Berkaitan dengan penelitian ini, maka contoh kasus yang akan diteliti adalah kasus-kasus hukuman disiplin bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Palembang tahun 2015, tahun 2016, dan tahun 2017.

3. Jenis dan Sumber Bahan Penelitian

Jenis dan sumber bahan penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya.43 Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan.44 Data Sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier :

41 Ibid., hlm. 95.

42 Johnny Ibrahim, Op. Cit., hlm. 304.

43 P. Joko Subagyo, 2006, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek ̧ Cetakan Kelima, Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 87

(38)

26

a. Bahan-bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat45, yang terdiri dari :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; dan

4) peraturan perundang-undangan operasional lainnya.

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang digunakan untuk memberi penjelasan yang berhubungan dengan bahan primer bentuk karya ilmiah, literatur-literatur tertulis oleh para ahli yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.46

c. Bahan hukum tertier, bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder antara lain kamus, ensiklopedia, dan sebaginya yang berhubungan dengan ini agar diperoleh informasi terbaru, relevan dan mutakhir.47

4. Teknik Pengumpulan Bahan Penelitan

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :

a. Studi kepustakaan, adalah teknik pengumpulan bahan penelitian dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

45 Bambang Sunggono, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm.144.

46 Ibid.

(39)

literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.48 Terhadap data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yang diperoleh melalui studi kepustakaan, kemudian dihimpun, dianalisa, dan dilakukan klasifikasi data dan informasi. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan dari suatu permasalahan penelitian.49

b. Studi lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung tempat yang menjadi objek penelitian.50 Penelitian ke lapangan bertujuan untuk menghasilkan data primer yang berkorelasi dalam rangka mendukung atau melengkapi data utama melalui metoda wawancara pribadi (personal interviewing), yaitu percakapan dua arah atas inisiatif pewawancara untuk memperoleh informasi dari informasi51 dengan teknik wawancara mendalam (in–

depth interview) yang merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.52

48 Moh. Nazir, 2003, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm. 27. 49 Bambang Sunggono, Op. Cit., hlm.112.

50 Moh. Nazir, 2005, Metode Penelitian, Bogor : Ghalia Indonesia, hlm. 34.

51Sugiono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D, Bandung : Alfabeta, hlm. 138.

(40)

28

Studi lapangan akan didukung dengan penentuan populasi dan sampel :

1) Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.53 Jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.54 Populasi dalam penelitian ini adalah institusi yang memiliki kewenangan dalam memberikan hukuman disiplin bagi ASN yaitu Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Palembang.

2) Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi, sebagai contoh (master) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu, atau merupakan suatu proses dalam memilih suatu bagian dari suatu populasi yang berguna untuk menentukan bagian-bagian dari obyek yang akan diteliti.55 Untuk itu, untuk memilih sampel yang representatif diperlukan teknik sampling. Dalam penelitian ini, teknik penarikan

53 Ibid., hlm. 139. 54 Ibid.

(41)

sampel yang dipergunakan oleh penulis adalah teknik purposive-non random sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel.Maksud digunakan teknik ini agar diperoleh subyek-subyek yang ditunjuk sesuai dengan tujuan penelitian.56 Oleh karena itu, penelitian ini didukung dengan bahan penelitian lapangan penunjang melalui sampel responden yaitu : 1) Kepala Sub Bidang Penilaian Kinerja Aparatur BKPSDM Kota

Palembang.

2) Kepala Sub Bidang Disiplin dan Penghargaan BKPSDM Kota Palembang.

5. Teknik Analisis Bahan Penelitian

Analisis bahan penelitian dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan cara memaparkan, menguraikan, menjelaskan, bahan penelitian secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, dan tidak tumpang tindih serta efektif sehingga mempermudah pemahaman dan interprestasi bahan penelitian.57 Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis fenomena penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, untuk kemudian disistematisasi (termasuk interpretasi), menganalisa, serta menilai bahan penelitian baik dari segi substansi maupun relevansi substansinya. Hasil penelitian ini bersifat evaluatif analisis yang

56 Ibid., hlm. 145. 57 Ibid., hlm. 127

(42)

30

kemudian dikonstruksikan dalam suatu kesimpulan yang ringkas dan tepat sesuai tujuan dari penelitian ini.

6. Teknik Pengolahan Bahan Penelitian

Setelah semua data dikumpulkan dengan metoda wawancara, maka dilakukan pengolahan data primer dengan cara editing, reconstructing, dan systematizing.

Editing yaitu mengkoreksi apakah data sudah cukup lengkap, cukup benar dan sudah sesuai/relevan dengan masalah. Reconstructing yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan.

Systematizing yaitu menempatkan data dan kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.58

Terhadap data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, kemudian diolah dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi59 terhadap peraturan perundang-undangan yang ada relevansinya dengan penerapan hukuman disiplin khususnya bagi ASN yang tidak masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Setelah memperoleh bahan-bahan hukum tersebut dari studi kepustakaan, maka dilakukan pengolahan bahan-bahan hukum yang dilakukan dengan cara mengadakan sistemisasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut.

7. Teknik Penarikan Kesimpulan

Teknik penarikan kesimpulan dalam tesis ini menggunakan logika berpikir deduktif dan induktif. Berdasarkan dari ilmu hukum sebagai ilmu terapan, prekripsi

58 Bambang Sugono, Op. Cit., hlm. 126. 59 Ibid., hlm.147.

(43)

yang diberikan di dalam penelitian hukum harus memiliki kemungkinan untuk diterapkan. Preskripsi bukan merupakan sesuatu yang telah diterapkan, oleh karena itu hasil dari penelitian hukum walaupun tidak berbentuk teori atau asas hukum baru paling tidak berbentuk argumentasi baru. Berasal dari argumentasi barulah diberikan preskripsi, sehingga preskripsi tersebut memiliki dasar pemikiran yang sesuai dengan ilmu hukum yang dikuasai peneliti.60 Oleh karena itu, setelah penarikan preskripsi, maka berkaitan dengan penelitian ini, digunakanlah teknik analisis bahan penelitian dengan logika deduktif. Philiphus M. Hadjon, menyatakan bahwa metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pegajuan premis major (pernyataan bersifat umum) kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.61

Teknik penarikan kesimpulan menggunakan logika berpikir induktif, yaitu metode/proses penarikan berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus.62 Fakta-fakta perilaku hukum dan aturan-aturan hukum khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan kehutanan di daerah dijabarkan (digeneralisasikan), sehingga dapat ditafsirkan dan disimpulkan dalam aturan-aturan yang bersifat umum.

60 Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 139.

61 Philipus M. Hadjon, dikutip dalam : Ibid., hlm. 147.

(44)

107

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta : Toko Gunung Agung.

Adriaan W. Bedner, 2012, Kajian Sosio-Legal (Seri Unsur-Unsur Penyusunan Bangunan Negara Hukum), Jakarta : Universitas Indonesia.

Alex S. Nitisemito, 2014, Manajemen Personalia, Jakarta : Ghalia Indonesia. A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan

Masyarakat Indonesia, Yogyakarta : Kanisius.

Bambang Sunggono, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Barda Nawawi Arief, 2006, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahata, Semarang : Kencana.

Burhanudin A Tayibnapis, 1996, Administrasi Kepegawaian : SuatuTinjauan Analitik, Jakarta : Pradnya Paramitha.

Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memahami Hukum, Yogyakarta : Laksbang Pressindo.

Hadiperwono, 1992, Tata Personalia, Bandung : Djambatan.

Hasibuan Malayu. 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara.

Indroharto, 1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Bandung : Citra Aditya Bakti.

I.G. Wursanto, 1999, Managemen Kepegawaian, Yogyakarta : Kanisisus.

Johnny Ibrahim, 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet III, Malang : Bayumedia Publishing.

Leo Agustino, 2006, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung : CV. Alfabeta.

(45)

Miftah Thoha, 2005, Managemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia, Jakarta : Prenada Media Group.

Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Moh. Mahfud, 2011, Hukum Kepegawaian Indonesia, Yogyakarta : Liberty. Moh. Nazir, 2005, Metode Penelitian, Bogor : Ghalia Indonesia.

Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta : Bina Aksara.

Nainggolan, 1997, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta : Pertja

Oeripan Notohamidjojo, 2001, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Salatiga : Griya Media.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana. _______, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Philipus M. Hadjon, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta

: Gadjah Mada University Press.

Pridjodarminto, 1993, Disiplin Kiat Menuju Sukses, Jakarta :. Pradya Paramita. P. Joko Subagyo, 2006, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek ̧ Cetakan

Kelima, Jakarta : Rineka Cipta.

Ridwan H.R., 2011, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada. R. Soeroso, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika.

Sastra Djatmika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di indonesia, Jakarta : Djambatan.

Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta : Genta Publishing.

Siagian, 2008, Sumber Daya Manusia, Bandung : Bumi Aksara.

Soerjono Soekanto, 2006, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Raja Grasindo Persada.

Soetandyo Wignjosobroto, 2002, Hukum : Paradigma, Metode, dan Dinamika Masalah-Masalahnya, Jakarta : Huma.

(46)

109

Sondang P. Siagian, 1996, Filsafat Administrasi, Jakarta : Gunung Agung. Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty.

Sugiono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D, Bandung : Alfabeta.

Suwoto Mulyosudarmo, 1990, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan, Surabaya : Universitas Airlangga.

Syamsuddin Haris, 2008, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi, dan Akuntabulitas Pemerintahan Daerah, Jakarta : LIPI Press Wirjo Surachmad, 1993, Wawasan Kerja Aparatur Negara, Jakarta : Pustaka Jaya. W.J.S. Poerwadarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :

Djambatan.

B. Jurnal

Ateng Syafrudin, 2000, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung : Universitas Parahyangan.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan

dan Susunan Perangkat Daerah Kota Palembang.

Surat Edaran Walikota Palembang Nomor 800/071/BKPSDM.V/2018 tentang Pembinaan Disiplin Aparatur Sipil Negara.

(47)

Keputusan Walikota Palembang Nomor 006/KPTS/BKPSDM-V/2018 tentang Pembentukan Dewan Pertimbangan Pelaksanaan Penjatuhan Hukuman Disiplin Aparatur Sipil Negara.

Keputusan Walikota Palembang Nomor 005/KPTS/BKPSDM-V/2018 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Pelanggaran Disiplin Aparatur Sipil Negara.

D. Internet dan Sumber Lainnya

Anonim, tanpa tahun, “Badan ”, dikutip pada laman website : https:// www. palembang.go.id/ new/beranda/badan, diakses pada tanggal 2 Mei 2019. Anonim, tanpa tahun, “Tugas dan Fungsi BKPSDM Kota Palembang, dikutip pada

laman website : https://bkpsdm.palembang.go.id/, diakses pada tanggal 2 Mei 2019.

Anonim, tanpa tahun, “Visi dan Misi BKPSDM Kota Palembang, dikutip pada laman website : https://bkpsdm.palembang.go.id/, diakses pada tanggal 2 Mei 2019.

Philipus M. Hadjon, tanpa tahun, “Tentang Wewenang”, Makalah, Surabaya : Universitas Airlangga.

Rusadi Kantaprawira, 1998, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif karena akan menelaah kaedah-kaedah hukum atau asas-asas hukum yang berkaitan dengan syarat umur untuk

a. Negara telah memberikan hak hukum masyarakat yang kurang mampu dalam mendapatkan keadilan hukum.. Negara telah memberikan ruang bagi masyarakat kurang mampu untuk

PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN BUKU SUPLEMEN ELEKTRONIK SISWA BERBASIS POTENSI LOKAL PERKEBUNAN KOPI SIMALUNGUN DALAM UPAYA MENINGKATKAN LITERASI SAINS KONTEKS LINGKUNGAN DAN

10 Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Sinar Bakti, 1998), h.. penghormatan terhadap hak-hak warganya serta tidak melakukan

Namun demikian, berkaitan dengan masalah perwalian, ada beberapa keadaan yang masih menjadi pertanyaan bagi sebagian kalangan, salah satunya, ketika wali mujbir, yakni

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model CD- CCPS dalam perkuliahan Pendalaman IPA pada mahasiswa calon guru SD dapat lebih meningkatkan level pemahaman konsep

Tesis ini memuat pokok-pokok bahasan yang meliputi bagaimana peran notaris dalam perubahan anggaran dasar yayasan, tanggung jawab hukum notaris terhadap akta yang

Metode Analisis Data Karena penelitian ini difokuskan pada Al-Qur‟an sebagai objek utama penelitian ini, maka metode analisis data yang utama adalah pendekatan ilmu tafsir, dengan