• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) Oleh: JA FAR NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) Oleh: JA FAR NIM:"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN AYAH SEBAGAI WALI NIKAH BAGI ANAK YANG DIABAIKANNYA DALAM KHI DAN KITAB-KITAB FIQIH MU’TABAR

(Perspektif Teori Maslahah Muhammad Sa’îd Ramadân Al Bûtî Serta Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.)

Oleh:

JA’FAR NIM: 21170435000013

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 2021 M/1442 H

(2)

ii

(Perspektif Teori Maslahah Muhammad Sa’îd Ramadân Al Bûtî Serta Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.)

Oleh:

JA’FAR

NIM: 21170435000013

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abdul Rahman Dahlan, M.A. Dr. Mesraini, S.H., M.Ag.

NIP: 195811101988031001 NIP: 197602132003122001

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 2021 M/1442 H

(3)

iii

PENGESAHAN HASIL UJIAN TESIS

Tesis yang berjudul KEDUDUKAN AYAH SEBAGAI WALI NIKAH BAGI ANAK YANG DIABAIKANNYA DALAM KHI DAN KITAB-KITAB FIQIH MU’TABAR (Perspektif Teori Maslahah Muhammad Sa’îd Ramadân Al Bûtî Serta Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum), oleh Ja’far, NIM 21170435000013, telah diajukan pada Ujian Terbuka Tesis Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Senin 28 Juni 2021. Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan pada Ujian Terbuka Tesis Magister.

Jakarta, 28 Juni 2021 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A.

NIP: 197608072003122001 Tim Penguji:

No Nama Tanda Tangan Tanggal

1 Dr. H. Nahrowi, S.H., M.H.

(Ketua Prodi)

2 Dr. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag.

(Sekretaris Prodi) 3 Dr. Asmawi, M.Ag

(Penguji I)

4 Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag.

(Penguji II)

5 Dr. Abdul Rahman Dahlan, M.A.

(Pembimbing I)

6 Dr. Hj. Mesraini, S.H., M.Ag.

(Pembimbing II)

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Nama : Ja’far

NIM : 21170435000013

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Agustus 1992

Program Studi : Magister Hukum Keluarga

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan:

1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata dua di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta: 22 Maret 2021 M 09 Sya’ban 1442 H

Ja’far

NIM: 21170435000013

(5)

v

ABSTRAK

Ja’far, NIM. 21170435000013, KEDUDUKAN AYAH SEBAGAI WALI NIKAH BAGI ANAK YANG DIABAIKANNYA DALAM KHI DAN KITAB-KITAB FIQIH MU’TABAR (Perspektif Teori Maslahah Muhammad Sa’îd Ramadân Al Bûtî Serta Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum). Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021 M/1442 H.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan tentang;

Bagaimana perpindahan hak perwalian menurut KHI dan kitab-kitab rujukannya?

Bagaimana hak ayah yang telah abai atas tanggung jawabnya sebagai wali nikah?

Bagaimana haknya sebagai wali nikah ditinjau dari teori keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum? Bagaimana haknya sebagai wali nikah dikaji dari perspektif maslahah Sa’îd Ramadân Al-Butî? Hal ini penting dikaji untuk memperjelas hak perwalian ayah yang sudah mengabaikan kewajibannya agar tidak terjadi polemik bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus serupa.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif yuridis dan konseptual. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library reseach). Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Adapun sumber data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kitab- kitab rujukan KHI dan buku Dawâbit al-maslahah fi al-syarî’ah al-Islâmiyah karya Sa’îd Ramadân Al-Butî, sedangkan data-data pendukung berupa kitab-kitab fikih, usûl fiqh, kaidah fiqhiyyah, artikel, jurnal dan buku-buku yangberhubungan dengan pembahasan ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Perpindahan wali nikah, menurut KHI dan kitab-kitab rujukannya, hanya terjadi jika ada faktor yang menyebabkan hal tersebut, seperti wali yang tidak memenuhi kriteria, wali tidak dapat hadir, dan lain sebagainya. Kemudian hasil dari analisis kitab-kitab rujukan KHI, Teori maslahah Muhammad Sa’id Ramadan Al Buti, serta teori keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum menunjukkan bahwa Ayah yang mengabaikan anaknya sejak kecil, telah hilang hak perwaliannya, dan hak perwaliannya berpindah kepada wali yang berada di urutan setelahnya.

Kata Kunci: Wali Nikah, Maslahah, Kitab Rujukan KHI, keadilan, kemanfaatan Dosen Pembimbing: Dr. Abdul Rahman Dahlan, M.A.

Dr. Mesraini, S.H., M.Ag.

Daftar Pustaka: 1962 s.d 2017

(6)

vi

صّخللما

بلاطلا ةدايق مقر ،رفعج 21170435000013

بتك دنع اهلمـهأ تيلا تنبلل جاوزلا ليوك بلأا ،

في ةيعجرلما

ايسينودنأ في ةيملاسلإا نوناقلا ةعوممج بلا ناضمر ديعس دممح ةحلصم ةيرظن(

و ةعفنلماو لدعلا ةيرظن كلذكو يط

)نيوناقلا ينقيلاو .

ةيموكحـلا ةيملاسلإا الله ةياده فيرش ةعماج ،نوناقلاو ةعيرشلا ةيلك ،ةيصخشلا لاوحلأا مسق

،تاركاج 2021 /م 1442 ه

هذه نم ضرغلا ةيملاسلإا نوناقلا ةعوممج دنع جاوزلا ةيلاو قح لقن متي فيك : لوح ةلئسأ ىلع ةباجلإا وه ةساردلا

يه ام ؟ هتنب جاوز في ليولاك متهايلوئسم نع اولتخ نيذلا ءبالآا قوقح يه ام ؟ ةيعجرلما اهبتك و ايسينودنأ في يلاو ةعفنلماو لدعلا ةيرظن ثيح نم جاوزلا ىلع ءايلوأك مهقوقح

؟ نيوناقلا ينق

جاوزلا ىلع ليوك هقوقح سردت فيك

بلا ناضمر ديعس ةحلصلما رظن ةهجو نم و

؟يط

ةبتكمـلا ثبح وه ثحبلا اذه عون و .نيوناق و يميهافم يرايعم جنه وه ةساردلا هذه في مدختسلما جهنلا

( library reseach فصولا ليلحتلا ةقيرط مادختسبا للتح اهعجم تم تيلا تناايبلا . )

ةيسيئرلا تناايبلا رداصم امأ .ي

باتك و ايسينودنأ في ةيملاسلإا نوناقلا ةعوملمج ةيعجرلما بتك يه ةساردلا هذه في ةمدختسلما

في ةحلصلما طباوض"

"ةيملاسلإا ةعيرشلا

بتكو هلوصأو هقفلا بتك نمف ةمعادلا رداصلما امأ .يطوبلا ناضمر ديعس دممح خيشلا هفلأ يذلا

و ةيهقفلا دعاوق .ةساردلا هذبه ةقلعتلما بتكلاو تلاالمجاو تلااقلما

؛ةيلاتلا روملأا في ةلصاح اهيلإ تصلخ تيلا ةساردلا جئاتن بسبح جاوزلا ءايلوأ لقن نأ

في ةيملاسلإا نوناقلا ةعوممج

ةيعجرلما اهبتك و ايسينودنأ ،

ةطورشلما يرياعملل ليولا ءافيتسا مدع لثم ، هببست لماوع دوجو ةلاح في لاإ ثديح لا

عجارلما بتك ليلتح جئاتن رهظت ثم .كلذ يرغ و ليولا روضح مدعو ايسينودنأ في ةيملاسلإا نوناقلا ةعوممج

ةيرظنو ،

وناقلا ينقيلاو عفنلاو لدعلا ةيرظن كلذكو ، يطوبلا ناضمر ديعس دممح ةحلصم ذنم هدلو لهمأ يذلا بلأا نأ ، ني

.هيلي يذلا هيلو لىإ ةيلاولا قح لقتناو ، ةيلاولا في هقح دقف ، هرغص

،ةحلصلما ،حاكنلا ليو : ةيحاتفلما ةملكلا KHI

،ةعفنلما ةيرظن ،لدعلا ةيرظن ،

نييارسيم ةروتكدلا ، نلاحد نحمرلا دبع روتكدلا ذاتسلأا :فرشلما :عجرم 1962 تىح 2017

(7)

vii ABSTRACT

Ja’far, NIM. 21170435000013, THE POSITION OF A FATHER AS A MARRIED GUARDIAN FOR CHILDREN WHICH IS IGNORED IN KHI AND IMPORTANT BOOKS OF FIQIH (Maslahah Muhammad Sa'îd Ramadân Al Bûtî Theory and Theory of Justice, Benefit and Legal Certainty). Islamic Family Law Department, Faculty of Sharia and Law, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021M/1442H

The aim of this study is to answer the question about the position of a father as a guardian of marriage who neglects his daughter according to books of referred by the Compilation of Islamic Law and the perspective of the maslahah Muhammad Sa'îd Ramadân Al-Bûtî theory as well as in terms of the three legal theories, they are legal certainty, justice, and utility

The approach applied in this study is conceptual and juridical normative approach. This study is a library research and the research method used is descriptive analysis method. The data sources used in this study consisted of primary data sources and secondary data resources. Primary data sources obtained from the Compilation of Islamic Law reference books and maslahah Sa’îd Ramadân Al Butî Perspective theory, while the secondary data sources obtained from the books of fiqh, usûl al-fiqh, fiqhiyyah principles, article, journal, and books related to this study.

The results showed that: The transfer of marriage guardians, according to KHI and its reference books, only occurs if there are factors that cause it, such as a guardian who does not meet the criteria, the guardian cannot attend, and so on. Then the results of the analysis of the KHI reference books, the theory of maslahah Muhammad Sa'id Ramadan Al Buti, as well as the theory of justice, benefit, and legal certainty show that the father who neglected his child since he was a child, lost his guardianship right, and the right of guardianship was transferred to a guardian who comes next.

Keyword: Marriage Guardian, Maslahah, KHI reference books, Justice, Utility Academic Adviser: Dr. Abdul Rahman Dahlan, M.A.

Dr. Mesraini, S.H., M.Ag.

References: 1962 s.d 2017

(8)

viii

مـــــيحرلا نحمرلا الله مـــــــــــــسـب

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam tetap selalu tercurahkan kepada junjungan umat Islam Baginda Nabi Muhammad Saw. suri tauladan dan inspirator dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Tesis yang berjudul “KEDUDUKAN AYAH SEBAGAI WALI NIKAH BAGI ANAK YANG DIABAIKANNYA DALAM KHI DAN KITAB- KITAB FIQIH MU’TABAR (Perspektif Teori Maslahah Muhammad Sa’îd Ramadân Al Bûtî Serta Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum)” penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Prodi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin mempersembahkan tesis ini teruntuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Muttaqin Syafi dan Ibunda Catur Yusro Sari, juga ibunda mertua Hj. Herawati semoga Allah Swt. Selalu memberikan panjang umur sehat wal afiat kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta guru-guru penulis. Begitu juga dengan saudara- saudara penulis yang selalu memberikan support dan semangat kepada penulis agar tak mudah menyerah untuk menyelesaikan tesis ini.

Segala karya tulis yang daʻîf tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, begitu juga pada penulisan tesis ini, yang kelak ditemukan oleh peneliti- peneliti selanjutnya. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini. Untuk itu penulis sangat menerima kritikan dan saran yang membangun sehingga dapat memperbaiki kesalahan- kesalahan yang terdapat dalam penulisan tesis ini.

(9)

ix

Penulis menyadari bahwa suksesnya penulisan tesis ini tidaklah begitu saja dapat diselesaikan dengan mudah dan bukan semata-mata atas usaha penulis pribadi, namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mempersembahkan ucapan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Nahrowi, S.H., M.H. dan Dr. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag., Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, Dr. Abdul Rahman Dahlan, M.A., dan Dr.

Mesraini, S.H., M.Ag. Dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunujuk kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Dr. Asmawi , M.Ag dan Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. Dosen penguji yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya untuk menguji dan mengarahkan tesis ini.

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar di lingkungan Program Studi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak pembelajaran serta motivasi dalam menuntut ilmu di kampus ini.

7. Jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pengadaan referensi sebagai bahan rujukan tesis.

8. Istri tercinta Rahmah Nur Sabrina, S.Pd. dan buah hatiku yang masih di dalam kandungan; “Dari kalian kekuatan ini selalu bangkit, dari kalian sayang dan cinta

(10)

x

ini selalu hadir, kalian adalah alasan bagiku untuk selalu kuat menempuh dan mengarungi badai kehidupan yang datang menghampiri kita.”

9. Rekan-rekan seperjuangan Magister Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak berbagi ilmu pengetahuan, pengalaman dan informasi seputar pendidikan.

10. Sahabat-sahabat dunia akhirat baik yang berdomisili di STAI Imam Syafi’i Cianjur (Machrus Ali Syifa’, S.H.I, M.H., Zaki Saiful Alam, S.H.I, M.H. dkk.) maupun yang berdomisili di kontrakan Ciputat (Ahmad Syauqi Rahman, S.H.

dkk.) yang selalu mensupport penulis lewat ketulusan doa-doanya dan penyediaan tempat tinggal untuk penulis dalam mengerjakan tesis.

11. Rekan-rekan seperjuangan di SMP Islam Al Ikhlas Jakarta, terutama “kaum rebahan” yang selalu mensuport dan menghibur penulis di sela-sela sibuknya jadwal mengajar dan kegiatan di sekolah.

Jakarta: 22 Maret 2021 M 09 Sya’ban 1442 H

Penulis

(11)

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI1

A. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب B Be

ت T Te

ث Ts te dan es

ج J Je

ح H ha dengan garis bawah

خ Kh ka dan ha

د D Da

ذ Dz de dan zet

ر R Er

ز Z Zet

س S Es

1 Pedoman ini disesuaikan dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017, h. 31-36.

(12)

xii

ش Sy es dan ye

ص S es dengan garis bawah

ض D de dengan garis bawah

ط T te dengan garis bawah

ظ Z zet dengan garis bawah

ع ʻ koma terbalik di atas, hadap kanan

غ Gh ge dan ha

ف F Ef

ق Q Ki

ك K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

و W We

ه H Ha

ء ʼ Apostrop

(13)

xiii

ي Y Ye

ة H Ha

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

__ َ A fatẖah

__ َ I kasrah

__ َ U ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ْ يَـ Ai a dan i

ْ وَـ Au a dan u

Contoh:

ْ َبَتَك = kataba ْ َف ِرُع = ‘urifa َْف يَك= kaifa َْل وَح= ẖaula C. Maddah (Vokal Panjang)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf adalah sebagai berikut:

(14)

xiv

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَـ Â a dengan topi di atas

ْ يِـ ȋ i dengan topi di atas

ْ وُـ Ȗ u dengan topi di atas

Contoh:

َْناَك = kâna َْل يِق = qîla ْاَعَد= daʻâ ُْل وُقَي= yaqûlu D. Ta’ Marbûţah

1. Ta’ Marbûtah hidup transliterasinya adalah /t/.

2. Ta’ Marbûtah mati transliterasinya adalah /h/.

3. Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Ta’ Marbûtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka Ta’ Marbûtah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:

تاناويحلاْةقيدح= ẖadîqat al-ẖayawânât atau ẖadîqatul ẖayawânât

ْةيئادتبلااْةسردملا= al-madrasat al-ibtidâʼiyyah atau al-madrasatul ibtidâʼiyyah .ةزمح~ = hamzah

E. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/Tasydîd ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah (digandakan).

Contoh:

َْمَّلَع = ‘allama ُْر ِ رَكُي= yukarriru

َْم ِ رُك= kurrima ْ دَملا= al-maddu

(15)

xv F. Kata Sandang

1. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiah ditransliterasi dengan huruf asli atau huruf Lam dan dihubungkan dengan tanda sambung/hubung.Contoh:

ْة َلََّصلا= al-salâtu

2. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

ُْقَلَف لَا= al-falaqu ُْث ِحاَب = al-bâẖitsu ْ لَا G. Penulisan Hamzah

1. Bila hamzah terletak di awal kata maka ia tidak dilambangkan dan ia seperti alif, contoh:

ْ ُت لَكَأ= akaltu َْيِت وُأ = ûtiya ْ

2. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:

َْن وُلُك أَت= taʼkulûna ْ ء يَش= syaiʼun H. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya, contoh:

نآ رُق لَا = Al-Qur’ân ْ يِد وُع سَملا = al-Masʻûdî

(16)

xvi

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi

DAFTAR ISI ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 12

1. Pembatasan Masalah ... 12

2. Perumusan Masalah ... 13

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1. Tujuan Penelitian ... 13

2. Manfaat Penelitian ... 14

E. Review Penelitian Terdahulu ... 15

F. Metode Penelitian ... 19

1. Jenis Penelitian ... 19

2. Pendekatan... 19

3. Sumber Data Penelitian. ... 20

4. Pengumpulan Data. ... 21

5. Metode Analisis Data ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II TEORI MASLAHAH MUHAMMAD SA’ÎD RAMADÂN AL BÛTÎ DAN TEORI KEADILAN, KEMANFAATAN DAN KEPASTIAN HUKUM ... 23

A. Teori Maslahah ... 23

1. Pengertian Maslahah ... 23

2. Sejarah Perkembangan Maslahah... 26

(17)

xvii

3. Dalil Maslahah Sebagai Dasar Hukum ... 31

4. Pembagian Maslahah ... 35

5. Teori Maslahah Sa’îd Ramadân al-Bûtî ... 38

B. Teori Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum ... 46

1. Teori Keadilan ... 47

2. Teori Kemanfaatan Hukum ... 49

3. Teori Kepastian Hukum ... 50

BAB III WALI NIKAH DALAM KHI DAN KITAB-KITAB MU’TABAR RUJUKANNYA ... 52

A. Konsep Wali Nikah ... 52

1. Pengertian wali nikah ... 52

2. Macam-macam Wali Nikah dan Urutannya ... 58

3. Perpindahan Wali Nikah ... 63

B. Kompilasi Hukum Islam ... 72

1. Gambaran Umum KHI ... 72

2. Wali Nikah Dalam KHI ... 76

C. Wali Nikah dalam Kitab Mu’tabar Rujukan KHI ... 78

1. Kitâb Hâsyiah al-Bâjuri ‘alâ Syarhi al-‘Allâmah Ibn Qâsim al- ‘Izzi ‘alâ Matni Abi Syujâ’. ... 78

2. Kitâb al-Majmû’ْSyarhu al-Muhadzab ... 80

3. Kitâb al-fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba’ah ... 84

4. Kitâb Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtasid ... 88

5. Kitâb Tuhfat al-Muhtâj bi Syarh al-Minhâj ... 92

BAB IV ANALISIS TEORI MASLAHAH DAN TEORI KEADILAN, KEMANFAATAN DAN KEPASTIAN HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN AYAH SEBAGAI WALI NIKAH BAGI ANAK YANG DIABAIKANNYA ... 96

A. Analisis Kedudukan Ayah Sebagai Wali Nikah Bagi Anak yang Diabaikannya dalam KHI ... 96

B. Analisis Kedudukan Ayah Sebagai Wali Nikah Bagi Anak yang Diabaikannya dalam Kitab Mu’tabar Rujukan KHI ...100

(18)

xviii

1. Kitâb Hâsyiah al-Bâjuri ‘alâ Syarhi al-‘Allâmah Ibn Qâsim al-

‘Izzi ‘alâ Matni Abi Syujâ’ ...106

2. Kitâb al-Majmû’ْSyarhu al-Muhadzab ...107

3. Kitâb al-fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba’ah ...108

4. Kitâb Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtasid ...109

5. Kitâb Tuhfat al-Muhtâj bi Syarh al-Minhâj ...110

C. Analisis Kedudukan Ayah Sebagai Wali Nikah Bagi Anak yang Diabaikannya Ditinjau dari Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum ...112

1. Teori Keadilan ...112

2. Teori Kemanfaatan ...113

3. Teori Kepastian Hukum ...114

D. Analisis Kedudukan Ayah Sebagai Wali Nikah Bagi Anak yang Diabaikannya dari Konsep Maslahah ...114

BAB V PENUTUP ...124

A. KESIMPULAN ...124

B. SARAN ...125

DAFTAR PUSTAKA ...127

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan atau yang lazim disebut pernikahan adalah sunnatullah yang Allah tetapkan kepada hamba-hambaNya. Dengan sifat manusia yang saling membutuhkan antar sesama dalam kehidupan sehari-hari mereka, manusia pada umumnya juga membutuhkan pendamping hidup untuk saling mengasihi, menyayangi, juga menyalurkan hasrat biologisnya.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quranْْketika menjelaskan tujuan pernikahan untuk para hambaNya dalam QS. al-Rûm : 21:

ْم ك س فْـن أ ْن م ْم ك ل ق ل خ ْن أ ه ت يَآ ْن م و في َّن إ ًة ْحم ر و ًةَّد و م ْم ك نْـي ـب ل ع ج و ا هْـي ل إ او ن كْس ت ل اًجا وْز أ

نو رَّك ف ـت ـي ٍمْو ق ل ٍت يَ لآ ك ل ذ

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Ruum : 21).

Imâm al-Qurtubi mengatakan, dalam ayat tersebut setidaknya ada 3 poin tersirat agar tercipta rumah tangga yang ideal menurut Islam, yaitu sakînah, mawaddah, dan rahmah. Sakînah adalah rasa tuma`nînah yang artinya ketenangan dan ketentraman1, sedangkan mawaddah adalah rasa saling mencintai2. Dari suasana sakînah dan mawaddah inilah nanti muncul rahmah.3 Rahmah adalah kasih sayang antara suami dan istri dimasa tua mereka, tanpa ada embel-embel hawa nafsu,

1 Muhammad bin Abû Bakar al-Râzî, Mukhtâr al-Sihâh, (Beirut: Maktabah Libanon, 1987), hlm. 129.

2 Muhammad bin Abû Bakar al-Râzî, Mukhtâr... hlm. 297.

3 Abû ‘Abdillah al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâmi al-Qur’ân, (Beirut : Dar al-Fikr, tt), Juz 14, hlm. 16-17. Muhammad Jamâluddîn al-Qâsimî, Tafsir al-Qâsimiy, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 13, hlm. 171-172.

(20)

sedangkan mawaddah adalah kasih sayang suami istri ketika umur mereka masih relatif muda.5

Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan di ungkapkan definisi perkawinan menurut negara adalah sebagai berikut:

“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”6

Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal 2 disebutkan bahwa Pernikahan adalah :

“Akad yang sangat kuat atau mitsâqon ghalîzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.”7

Berdasarkan definisi di atas, pernikahan adalah suatu hubungan yang kuat antara seorang pria dan wanita, diawali dengan akad atau perjanjian yang dengan hal tersebut pria dan wanita dihalalkan untuk berhubungan suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang sakînah, mawaddah wa rahmah.

Dalam tinjauan hukum Islam, pernikahan dapat dinyatakan sah apabila telah memenuhi rukun pernikahan. Rukun nikah yang harus ada dalam suatu pernikahan, yaitu : (1) Sîghoh al-Îjâb dan al-Qobûl, dalam îjâb dan qobûl disyaratkan menggunakan redaksi ‘menikahkan’ atau ‘mengawinkan’ dalam bahasa arab maupun bahasa indonesia. (2) Calon mempelai wanita, dalam hal ini calon mempelai wanita harus terbebas dari hal-hal yang menghalanginya dari akad nikah, seperti masih dalam masa ‘iddah, atau masih memiliki suami yang sah, dsb. (3) Dua orang saksi, kriteria saksi yang dimaksud dalam pernikahan adalah laki-laki yang beragama Islam, dewasa, adil, bisa mendengar dan melihat, dan paham dengan bahasa îjâb dan qobûl

5 Muhammad Abd al-Latîf al-Khatîb, ‘Awdah al-Tafâsîr, (Kairo: al-Tob’ah al-Misriyyah, tt) juz I, hlm. 493

6 Lihat UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 Tentang Perkawinan.

7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), Cet Ke-4, hlm. 114.

(21)

3

(4) Dua orang yang melakukan akad, yaitu Calon mempelai lelaki dan wali dari pihak perempuan atau yang menggantikannya.8

Unsur-unsur di atas merupakan komponen yang harus ada dalam suatu pernikahan, tanpa salah satu dari unsur-unsur tersebut bisa menyebabkan pernikahan tidak sah. Dengan demikian jelaslah bahwa kedudukan seorang wali dalam suatu perkawinan memiliki peranan yang sangat penting, karena wali termasuk dalam unsur yang tidak bisa dipisahkan di dalam suatu pernikahan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), ada lima rukun pernikahan yang harus terpenuhi dalam suatu pernikahan. Yaitu; (1) Calon suami, (2) Calon istri, kriteria yang disebutkan KHI untuk kedua calon yang akan melangsungkan akad adalah calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun, dan calon istri sekurang-kurangnya 16 tahun. (3) Wali nikah, seorang wali nikah harus seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh. (4) Dua orang saksi, saksi dalam akad pernikahan adalah seorang lelaki muslim, adil, akil baligh, tidak terganggu ingatan, tidak tuna rungu atau tuli.dan (5) Ijab dan kabul.

Madzhab Imâm al-Syâfi’î menjadikan wali perempuan sebagai rukun dalam pernikahan, selain adanya 2 calon pengantin, 2 saksi, dan ijab-qobul. Artinya jika wali dari pihak perempuan tidak ada, maka pernikahan dinyatakan tidak sah.

Sebagaimana yang telah diungkapkan Nabi Muhammad SAW;

أ ْن إ ف ٌل ط با ا ه حا ك ن ف ٌل ط با ا ه حا ك ن ف ٌل ط با ا ه حا ك ن ف ا ه ي ل و نْذإ ْير غ ب ْت ح ك ن ٍة أ رْما ا ميُّ أ ا بها ص

ا ه جْر ـف ْن م َّل ح تْسا ا بِ قا دَّصلا ا ه ل ـف

9

Artinya: “Wanita manapun yang menikah tanpa izin dari walinya, maka pernikahannya bâtil (tidak sah), maka pernikahannya bâtil (tidak sah), maka pernikahannya bâtil (tidak sah). Dan bila lelaki itu telah menggaulinya, maka ia berhak mendapat mahar sebagai ganti atas hubungan yang telah dilakukan oleh lelaki itu dengan dirinya. Dan bila para wali berselisih, maka penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.”

8 Imâm al-Nawâwi, Raudah al-Tâlibîn, (Riyadh: Dâr ‘âlam al-kutub, 2003), Juz V, hlm. 382.

9 Abû Abdullâh Muhammad Ibn Abdullâh al-Hâkim, Al-Mustadrak ‘alâ as-Sahîhain, (Beirut:

Dar al-Ma’rifah, 1998), Juz II, hlm. 518.

(22)

Sebagimana mazhab Imâm al-Syâfi’î, al-Mâlikiy dan al-Hanbali sepakat dalammensyaratkan adanya wali dalam keabsahan pernikahan, sedangkan Imâm Abû Hanîfahberpendapat bahwa pensyaratan wali ini adalah untuk saghîrah dan kabîrah majnûnah. Adapun bagi bâlighah Âqilah baik gadis ataupun janda berhak untuk menikahkan diri mereka selama ia dan calon suaminya sepadan / kufu`, karena jika tidak sepadanmaka wali berhak untuk mem-faskh nikahnya.10

Para Ulama fiqih membagi wali nikah menjadi dua, wali nasab dan wali hakim.11 Wali nasab adalah orang-orang yang mempunyai ikatan darah dengan perempuan yang hendak menikah, sedangkan wali hakim adalah waliyyul `amr yang dalam konteks Republik Indonesia adalah Presiden yang kemudian diwakilkan kepada petugas-petugas yang ditunjuk oleh Kementrian Agama, sebagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1.12

Hak perwalian karena satu dan lain hal bisa berpindah kepada wali yang lain, baikdari nasab ‘aqrab ke nasab sederajat atau ab’ad, maupun dari nasab keHakim.

Dalam hal ini mazhab al-Mâliki berpendapat bahwa jika wali dekat tidak ada, maka perwaliannya pindah ke wali jauh (ab’ad), jika tidak ada dari wali nasab, ketika itu baru perwaliannya pindah ke wali hakim;

ف أ ْ ل ي ْن ْن ك و ا ل لي ْن م علا ص ب ب ن ة س ٍب ْو أ لا و ز َّو ٍء ج ه لا ا م كا ب ْم ر ها

13

Artinya: “maka jika (perempuan) tidak memiliki wali dari garis keturunan, maka hakim yang akan menikahkannya dengan permintaannya"

Maksud dari kutipan di atas adalah, jika seorang perempuan yang akan menikah tidak mempunyai wali sama sekali dari ahli waris atau garis nasabnya, maka pada saat itu barulah hakim berhak menikahkannya atau menjadi walinya atas

10 Abd al-Rahmân al-Jazâiri, al-Fiqh ‘Alâ Madzâhib Al-Arba’ah, (Beirut : Dâr al-Fikr, tt), Juz IV,ْhlm. 51.

11 Mustofâ al-Bughâ, al-Fiqh al-Manhaji ‘alâ Madzhab al-Imâm as-Syâfi’i, ( Damaskus : Dâr al-Qolam,ْ1992), Juz IV, hlm. 62.

12 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), Cet Ke-4, hlm. 119.

13 Yûsuf bin ‘Abdullah Abd al-Barr al-Nimr, al-Kâfiy Fî Fiqh Ahl al-Madînah,(Riyadh:

Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah, 1978), Juz II, hlm. 525.

(23)

5

permintaan perempuan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hak perwalian dari wali

`aqrab tidak serta merta pindah ke wali hakim, tapi berpindah ke wali `ab’ad terlebih dahulu.

Sedangkan Imâm al-Syâfi’î berpendapat bahwa hak perwalian dapat pindah ke Hakim;

أ َّن سلا ط ْل ـي ْن نا ح ك م ْر أ لاـ ة و لا َّ لي ل و ا م ْر أ لاـ ة و ا ل لي ي ـ ْم ت ن ع م ْن إ ْن ك ه حا إ ا ذ أ ا ْخ ر ج ولا م لي

ـن ْف س ه ْن م ولا لا ي بـ م ة ْع ي ت ه ص با عل ْض ل

14

Artinya: “Sesungguhnya Hakim bisa menikahkan wanita yang tidak memiliki wali dan wanita yang memiliki wali namun walinya mengeluarkan dirinya sendiri dari kriteria wali nikah dengan maksiatnya, yakni‘adal”

Perbedaan pendapat ini bersumber pada perbedaan mereka atas apakah faktor tidakْْadanya wali tersebut sama dengan kematian yang sebelumnya telah disepakatiْْ

keduanya bahwa jika wali dekat telah meninggal, perwaliannya pindah ke waliْab’ad.

Patut diakui bahwa wali anak perempuan merupakan hak dari waliْْaqrab yang tidak dapat berpindah kepada wali lain atau kepada Hakimْْ(penguasa), kecuali apabila ada sebab-sebab yang dapat diterima, yaitu:ْْ(1) Apabila ada sangketa antara wali, dan (2) Apabila tidak ada wali. Hal iniْْdibenarkan apabila telah jelas tidak adanya wali atau wali tidak berada padaْْtempat.15

Pernikahan yang dilakukan tanpa wali nasab bagi wanita yang sedang berselisih dengan walinya atau karena alasan tertentu, atau karena walinya tidak dapat hadir sehingga berpindah kepada Wali Hakim, telah banyak terjadi di Kantor Urusan Agama di seluruh Indonesia. Para Ulama berpendapat bahwa wali tidak boleh enggan menikahkan perempuan yang dalamْْperwaliannya, tidak boleh menyakitinya atau melarangnya kawin jika yang akan mengawininnya itu sudah sekufu dan

14 Muhammad bin Idris al-Syâfi’î, Imâm al-Syâfi’î, al-Umm, (Beirut : Dar al-Fikr, tt), JuzْْV, hlm. 154

15 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta :ْْ

Departemen Agama RI, 2001), hlm. 27

(24)

sanggup membayar mas kawin. Dalam hal seperti ini apabila walinya enggan menikahkan, maka si perempuan berhak mengadukan halnya kepada Hakim untuk dinikahkan. Dalam hal semacam ini hak wali yang enggan menikahkan, tidak berpindah kepada wali yang lebih jauh tingkatannya, tetapi langsung berpindah ke tangan Hakim.16

Namun demikian, berkaitan dengan masalah perwalian, ada beberapa keadaan yang masih menjadi pertanyaan bagi sebagian kalangan, salah satunya, ketika wali mujbir, yakni ayah dari gadis yang akan menikah telah memenuhi syarat sebagai wali nikah, namun dia adalah wali yang mengabaikan atau bahkan tidak bertanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik anak perempuannya sejak kecil. Kondisi seperti ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya anak korban perceraian, minimnya pendidikan, atau faktor ekonomi keluarga yang kurang baik sehingga menyebabkan hubungan keluarga tidak harmonis dan berdampak pada hubungan ayah dan putrinya. Ketika anak perempuannya ingin menikah, justru ayah tersebut memberikan syarat untuk dipenuhi agar ia bersedia menikahkan anak perempuannya.

Misalnya, dia akan bersedia menikahkan anaknya jika diberikan sejumlah materi, atau bahkan sang anak yang tidak ingin diwalikan oleh ayahnya karena merasa ayahnya tidak pernah bertanggungjawab atas kehidupannya.

Kompilasi Hukum Islam pasal 23 menyatakan tentang perpindahan hak perwalian dari wali mujbir atau wali nasab kepada wali hakim sebagai berikut;17 1. Wali Hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila walinasab tidak

ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adal atau enggan.

2. Dalam hal wali ‘adal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut.18

16 HSA. al-Hamdani, Risalah Nikah; Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : Pustaka Amani, 2002), hlm. 120.

17 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam …., hlm. 114

(25)

7

Proses perpindahan wali nasab ke wali hakim dalam suatu pernikahan tanpa memenuhi syarat dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari yang bisa mengakibatkan dituntutnya wali hakim dan pernikahan dibatalkan karena adanya gugatan dari pihak yang lebih berhak menjadi wali dalam pernikahan tersebut. Sebab, wali adalah komponen yang harus ada dalam pernikahan. Bila wali nasab tidak ada, maka yangmenggantikan posisinya adalah hakim, dan seorang wali hakim tidak serta merta bisa menjadi wali selama wali nasab yang lebih dekat (aqrab) dan yang jauh (ab’ad) masih ada, sebagaimana ditulis oleh al-Jazairi :

ـتا ف ق شلا ع ي ة فا و ن با لا ل ة و لا ن ف ي ة ع ل أ ى ن ه لا ي ْص ل ح ول ل لي لأا ْب دع أ لا و كا م أ ْن ـي ب ر شا ع ْق د

زلا و م جا ع ج و ولا دو لي لأا ْـق ر ب م لاـ ْس ت م ْك ل ل ر شل طو

19

Artinya : “Madzhab Syâfi’î, Hanafi dan Hanbali sepakat bahwa wali ab'ad (jauh) atau wali hakim tidak bisa melakukan akad nikah selama masih ada wali aqrab yang memenuhi syarat.”

Pada bulan Maret tahun 1985, pada era pemerintahan Presiden Soeharto, diterbitkan SKB (Surat Keputusan Bersama) Ketua Mahkamah Agung dan Mentri Agama untuk membentuk dan menyusun Kompilasi Hukum Islam demi penyeragaman keputusan Pengadilan Agama, juga untuk mendapatkan kesatuan hukum dalam kasus-kasus yang serupa di Pengadilan Agama. Dalam proses penyusunan KHI, tim penyusun menggunakan beberapa metode pengupulan data, yaitu:

1. Jalur wawancara.

2. Jalur yurisprudensi 3. Jalur studi perbandingan.

4. Jalur kajian literasi.20

18 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam …., hlm. 114

19 Abd al-Rahmân al-Jazâiri, al-Fiqh ‘Ala Madzâhib …., hlm. 33.

20 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam …., hlm. 37.

(26)

Pada jalur kajian literasi, dilakukan pengkajian dan penelaahan dengan mengumpulkan kitab-kitab fiqih sebanyak 38 kitab, kemudian diserahkan kepada 7 IAIN yang telah ditunjuk untuk melakukan pengkajian tersebut dan diminta pendapatnya disertai argumentasi dan dalil-dalil hukumnya. Berikut adalah kitab- kitab yang menjadi rujukan penyusunan Kompilasi Hukum Islam;

1) Hâsyiyah Al-Bâjûri 2) Fath al-Mu’în

3) Syarqâwi alâ al-Tahrir 4) Mughni al-Muhtâj 5) Nihâyat al-Muhtâj 6) Al-Syarqâwi 7) ‘Iânat al-Thâlibîn 8) Tuhfat al-Muhtâj 9) Targhîb al-Musytâq 10) Bulghat al-Sâlik 11) Syamsûri fî al-farâidh 12) Al-Mudawwanah 13) Al-Qolyûbi 14) Fath al-Wahhâb.

15) Bidâyat al-Mujtahid 16) Al-Umm

17) Bughyat al-Mustarsyidîn 18) ‘Aqîdah wa al-Syariah 19) Al-Muhallâ

20) Al-Wajîz 21) Fath al-Qadîr

22) Al-fiqh alâ Madzâhib al-Arba’ah 23) Fiqh al-Sunnah

(27)

9

24) Kasyf al-Qinâ

25) Majmû’ah fatâwî ibn al-Taymiah

26) Qawânîn al-Syarî’ah Li al-SayyidUsman Ibn Yahya.

27) Al-Mughnî

28) Al-Hidayah Syarh al-Bidâyah

29) Qawanîn al-Syarî’ah Li al-Sayyid Sadaqah Dahlan, 30) Nawwâb al-Jalîl.

31) Syarh Ibn al-‘Âbidîn.

32) Al-Muwatta’.

33) Hâsyiyah al-Dasûqi 34) Badâi’ al-Sanai’.

35) Tabyînal-Haqâiq.

36) Al-Fatawâ al-Hindiyah, 37) Fath al-Qadîr.

38) Nihâyah al-Muhtâj.21

Selain dari kitab-kitab yang tercantum di atas, tim penyusun Kompilasi Hukum Islam juga mencermati hasil fatwa-fatwa yang berkembang di Indonesia, seperti hasil fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Bahtsul masa’il Nahdhatul

‘Ulama, Majelis Tarjih Muhammadiyah, dan lain sebagainya, agar cakupan dalam penyusunan KHI ini menjadi luas.

Pemilihan kitab-kitab di atas oleh Tim pelaksana proyek KHI menunjukkan bahwa pemerintah –dalam hal ini kementrian agama- menyadari bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menganut Madzhab Syâfi’î, dan mengakui eksistensi Madzhab Syâfi’î dalam masyarakat Indonesia, karena walaupun tidak semua dari kitab-kitab di atas merupakan kitab fiqih Madzhab Syâfi’î, setidaknya mayoritas dari kitab-kitab tersebut merupakan kitab fiqih Madzhab Syâfi’î. Maka dalam rangka penyeragaman dan agar mendapatkan kesatuan hukum dalam kasus-kasus serupa, dengan merujuk

21 Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gema Media, 2001), hlm. 89

(28)

pada kitab-kitab di atas diharapkan penyusunan KHI dapat meminimalisir perbedaan keputusan dalam kasus yang serupa.

Seorang Hakim atau Mujtahid, dalam memutuskan suatu perkara atau menentukan suatu hukum, tidak bisa hanya mengacu pada hukum yang sudah baku atau undang-undang yang berlaku.22 Namun dia harus memperhatikan unsur-unsur lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang ahli hukum dan filosof hukum asal Jerman, yaitu Gustav Radbruch, beliau mengatakan bahwa setiap hukum harus mempertimbangkan tiga substansi hukum atau tiga nilai-nilai dasar hukum, yakni keadlian, kemanfaatan dan kepastian hukum.23 Tiga nilai dasar hukum tersebut selayaknya selalu menjadi bahan pertimbangan bagi setiap hakim agar hukum yang dihasilkan dapat melahirkan harmonisasi dalam pelaksanaan hukum.

Selain tiga nilai dasar hukum di atas, Mashlahah juga menjadi pertimbangan penting bagi seorang Hakim dalam memutus suatu perkara, karena hukum yang dihasilkan harus membawa manfaat dan menghindari kemudaratan. Sedangkan manfaat dan mudarat dapat berubah sewaktu-waktu berdasarkan tempat dan waktu manfaat tersebut berlaku. Oleh sebab itu, suatu hukum bisa berubah berdasarkan perubahan maslahah.

Menurut Sa’îd Ramadân al-Bûtî, maslahah sebagaimana diistilahkan para ulama dapat diartikan sebagai manfaat yang dimaksudkan oleh Allah SWT yang maha bijaksana untuk kebutuhan hamba-hambaNya, baik berupa pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan maupun harta mereka sesuai dengan urutan tertentu yang terdapat di dalam kategori pemeliharaan tersebut.24

Teori maslahah menurut Sa’îd Ramadân al-Bûtî merupakan pembaharuan dari teori-teori maslahah sebelumnya. Beliau juga mengkritisi beberapa pendapat Ulama lain seputar maslahah yang menurutnya keluar dari koridor yang semestinya.

22 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2014), hlm. 129.

23 http://www.pojokwacana.com/memahami-teori-tiga-nilai-hukum-gustav-radbruch, diakses pada hari Sabtu, 21 Februari 2021 pukul 11.26 WIB

24 Muhammad Sa’îd Ramadân al-Bûtî, Dawâbith al- maslahah fì syarì’ah al-Islâmiyyah, (Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1990), hlm. 27.

(29)

11

Muẖammad Saʻîd Ramaḏân al-Bûṯî melalui disertasi doktoralnya yang berjudul Ḏawâbiṯ al-Maslaẖah fî al-Syarîʻah al-Islâmiyyah, berupaya membatasi kembali cara penggunaan teori maslaẖah dalam syariat Islam. Banyak orang yang kemudian dianggap memanfaatkan maslaẖah untuk berpaling dari syariat Islam.

Padahal maslaẖah yang menyalahi batasan-batasan tersebut dinilai bukanlah maslaẖah hakiki yang layak dijadikan pertimbangan dalam penetapan suatu hukum.

Dalam pengantar kitabnya, beliau mengatakan, sesungguhnya maslaẖah dalam syariat Islam dari segala sisinya memiliki batas-batas nalar yang jelas dan tidak meninggalkan sedikitpun kesulitan dalam memahaminya. Kemaslahatan dalam Islam tidak memungkinkan terjadi kontradiksi di antara bagian-bagiannya, serta terbangun di atas dasar yang sangat kuat dan terlihat jelas maksud dan sumber asalnya. Dengan demikian, tidak mungkin ada yang bisa mencoba memanipulasi dalam masalah ini.25

Setelah memperhatikan uraian di atas, penulis terdorong untuk mengkaji beberapa kitab di atas dengan menggunakan perspektif keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum serta perspektif maslahah kemudian memecahkan pertanyaan sebagian kalangan tentang ayah yang abai dengan kewajibannya atas anak perempuannya dan tidak bertanggung jawab, dan kedudukannya sebagai wali nikah bagi anak perempuannya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diambil beberapa poin penting yang menjadi identifikasi masalah, yaitu:

1. Kedudukan wali nasab, wali aqrab dan wali ab’ad dalam pernikahan.

2. Pandangan Fiqih Madzhab al-Syâfi’î tentang wali nikah.

3. Pernikahan tanpa wali.

4. Perpindahan hak perwalian.

5. Kedudukan Ayah yang mengabaikan hak asuhnya sebagai wali nikah.

25 Muẖammad Saʻîd Ramaḏân al-Bûṯî, Ḏawâbiṯ al-Maslaẖah….hlm. 76.

(30)

6. Dampak perpindahan hak perwalian yang tidak memenuhi syarat.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak melebar dan tetap mengarah pada tujuan dan maksud dari penelitian ini, maka Pembatasan Masalah menjadi hal yang penting.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis akan membatasi permasalahan dengan memfokuskan kepada pembahasan mengenai ayah yang mengabaikan kewajibannya terhadap anak perempuannya, yang dimaksud ayah yang abai dalam penelitian ini adalah ayah yang tidak memperdulikan anaknya sejak kecil, tidak memberikan nafkah, pendidikan, perhatian dan lain sebagainya. Kedudukan ayah yang abai ini dalam pernikahan akan dianalisis menurut kajian kitab-kitab mu’tabar rujukan KHI, serta menggunakan tinjauan perspektif Maslahah menurut Sa’îd Ramadân al- Bûtî. Selain itu penulis juga menggunakan teori keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum untuk menjadi bahan analisis penulis. Dari 38 kitab-kitab tersebut, penulis akan mengkaji 5 kitab.

a. Hâsyiah al-Bâjûriy ‘alâ syarh ibn al-qâsim ‘alâ matni abi syujâ’ yang dikarang oleh Imâm Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al bâjûrî.

b. Al-Majmû’ْSyarhu al-Muhadzab yang ditulis oleh Imâm Yahya bin Syaroff al-Nawawi

c. Kitab al-fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba’ah yang dutulis oleh Imâm Abdurrahman bin Muhammad ‘Iwad Al Jazâiriy

d. Kitâb Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid yang ditulis oleh al-Imâm Abû al-Walîd Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd al-Hafîd.

e. Tuhfat al-Muhtâj bi Syarh al-Minhâj yang ditulis oleh Abû al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitami.

(31)

13

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan salah satu bagian yang penting dalam suatu penelitian. Setelah mencermati uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dari penelitian ini adalah “Bagaimana kedudukan ayah yang tidak peduli dan cenderung mengabaikan anak perempuannya dalam suatu pernikahan menurut kitab-kitab mu’tabar rujukan KHI, apabila dianalisis dari teori keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, serta dari konsep maslahah Sa’îd Ramadân al-Bûtî?”

Permasalahan pokok di atas dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana perpindahan hak perwalian menurut kitab-kitab mu’tabar rujukan KHI dan menurut KHI?

b. Bagaimana hak ayah untuk menjadi wali nikah, ketika ia mengabaikan tanggung jawabnya kepada anaknya sejak kecil?

c. Bagaimana hak wali nikah bagi ayah yang tidak bertanggung jawab terhadap anaknya ditinjau dari teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum?

d. Bagaimana hak wali nikah bagi ayah yang tidak bertanggung jawab terhadap anaknya dikaji dari perspektif maslahah Sa’îd Ramadân al-Bûtî?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hasil akhir yang diharapkan dari setiap perbuatan, maka tujuan penelitian ini adalah berusaha mempelajari bagaimana kedudukan seorang ayah dalam suatu pernikahan secara umum, kemudian kedudukan ayah yang mengabaikan kewajiban hak asuh anak perempuannya, berdasarkan kitab-kitab

(32)

mu’tabar rujukan KHI dan perspektif maslahah konsep Sa’îd Ramadân al-Bûtî.

Adapun tujuan penelitian ini secara berurutan adalah:

a. Untuk memahami perpindahan hak perwalian menurut kitab-kitab mu’tabar rujukan KHI dan menurut KHI.

b. Untuk menguji keberhakan ayah sebagai wali nikah, ketika ia mengabaikan tanggung jawabnya kepada anaknya sejak kecil.

c. Untuk membuktikan dan menjelaskan hak wali nikah bagi ayah yang tidak bertanggung jawab terhadap anaknya ditinjau dari teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum.

d. Untuk membuktikan dan menjelaskan hak wali nikah bagi ayah yang tidak bertanggung jawab terhadap anaknya dikaji dari perspektif maslahah Sa’îd Ramadân al-Bûtì.

2. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini bisa memberikan faidah baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan memperluas khazanah keilmuan khususnya dalam bidang ilmu hukum, tentang masalah perwalian dalam pernikahan, terutama pada permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, juga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia, serta dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk peneliti-peneliti selanjutnya, baik sebagai bahan awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas.

b. Secara Praktis diharapkan menjadi salah satu sumbangan pemikiran bagi praktisi hukum terkait dengan corak pemikiran hukum, sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu refrensi bagi mereka yang hendak melakukan penelitian mengenai putusan putusan yang dikeluarkan oleh mahkamah konstitusi.

(33)

15

E. Review Penelitian Terdahulu

Dalam sebuah penelitian, review penelitian terdahulu menjadi sangat penting, selain menjadi bagian dari amanah ilmiah untuk disampaikan, review penelitian terdahulu juga berguna untuk menemukan titik perbedaan antar dua penelitian maupun titik persamaannya.

Berdasarkan hasil penelusuran, secara umum sudah banyak penelitian yang membahas tentang wali nikah. Namun, penulis belum menemukan suatu penelitian maupun karya ilmiah yang membahas secara spesifik tentang ayah yang mengabaikan kewajiban hak asuhnya dengan kajian kitab-kitab mu’tabar rujukan Kompilasi Hukum Islam dan Perspektif mashlahah. Meski begitu ada beberapa penelitian yang penulis lihat ada keterkaitan dengan tema penelitian di atas.

Jalli Sitakar dalam penelitiannya26 yang membahas tentang perpindahan wali nikah dari wali nasab kepada wali hakim menyimpulkan bahwa hak perwalian bisa saja berpindah kepada wali yang lain baik dari nasab (aqrab) ke nasab (sederajat atau ab’ad), maupun dari nasab ke wali hakim karena alasan tuna wicara, tuna rungu, atau udzur, sebagaimana tercantum dalam pasal 23 KHI. Hal tersebut sudah sejalan dengan kitab-kitab fikih klasik seperti al-Bâjûrî dan Mugnî al- Muhtâj, dan Qalyûbî wa ‘Umairah. Wali hakim hanya dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab dari al-`aqrab atau al-`ab’ad itu tidak ada, tidak mungkin menghadirkannya, tidak diketahui tempat tinggalnya, gaib, atau adlal. Status perpindahan wali ini juga telah ditetapkan di dalam Bahas al-Masail al-Diniyyah al-Waqi’iyyah Muktamar XXX NU di PP. Lirboyo Kediri, pada tanggal 21-27 November 1999. Hasil analisa dari penelitian ini menunjukkan bahwa perpindahan wali nikah dari pihak ayah kepada wali selainnya, wali ab’ad ataupun wali hakim yang terjadi di daerah objek penelitian disebabkan faktor-faktor yang disebutkan di atas, dan tidak ada yang menyalahi aturan tersebut.

26 Jalli Sitakar, “Perpindahan Wali Nasab ke Wali Hakim Menurut Pasal 23 Kompilasi Hukum Islam Ditinjau Dari Fikih (Studi Kasus di Kabupaten Rokan Hulu)”, UIN Sultan Syarif Kasim, 2013.

(34)

Sejalan dengan penelitian di atas, sebuah jurnal yang ditulis oleh Zaiyad Zubaidi27, hasil analisanya menunjukkan bahwa sebab ‘adal wali objek penelitiannya karena kedua orang tua bercerai, dan pihak ayah menolak menikahkan anak sebab rasa benci yang berlebihan, ayah tidak menyetujui pasangan pilihan anak dengan alasan calon laki-laki berasal dari keluarga miskin dan tempat tinggalnya jauh dari rumah calon perempuan. Tentu saja alasan ini bukan suatu alasan yang tepat untuk menolak perwalian, maka setelah menempuh prosedur yang seharusnya dengan mengajukan permohonan kepada KUA, maka ditetapkanlah wali hakim sebagai wali dalam pernikahan tersebut.

Dua penelitian di atas, meskipun membahas tentang berpindahnya hak perwalian dari ayah kepada wali lainnya, akan tetapi tidak membahas tentang kedudukan ayah sebagai wali jika ia mengabaikan anaknya sejak kecil, apakah hak perwaliannya berpindah kepada wali yang lain.

Selanjutnya sebuah penelitian yang ditulis oleh Etty Murtiningdyah28, dalam penelitiannya yang membahas tentang peranan wali nikah dalam suatu perkawinan dan pengaruh biologis adanya wali dalam pernikahan menyimpulkan bahwa menurut Hukum Islam peranan wali dalam pernikahan adalah sangat penting, sebab semua pernikahan yang dilakukan harus dengan izin dan restu wali nikah, terutama wali nasab yaitu ayah, dan dengan adanya wali nikah dalam pernikahan dapat berperan untuk melindungi kaum wanita dari kemungkinan yang dapat merugikan perempuan di dalam berumah tangga. Selain itu, dengan terpenuhinya syarat-syarat dan rukun pernikahan akan memberikan efek dan pengaruh psikologis bagi kelangsungan dan ketentraman rumah tangga kedua mempelai.

27 Zaiyad Zubaidi, “Perpindahan Wali Nasab Kepada Wali Hakim (Analisis Terhadap Sebab- sebab ‘Adal Wali Pada KUA Syiah Kuala Kota Banda Aceh)”, El Usrah: Jurnal Hukum Keluarga, Vol.

1, No. 1, Januari 2018.

28 Etty Murtiningdyah, “Peranan Wali Nikah Dalam Perkawinan dan Pengaruh Psikologis Adanya Wali Nikah Dalam Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam.”, Universitas Diponegoro, 2015.

(35)

17

Bertolak belakang dengan hasil penelitian di atas, penelitian tesis yang dituliskan oleh Alifatus Soliha yang membahas tentang peranan wali dalam pernikahan menurut Al Jassâs dan Al Qurtubi menunjukkan, bahwa menurut Al Jassâs peran wali dalam pernikahan bukanlah suatu kewajiban, yakni seorang perempuan dapat berbuat untuk dirinya sendiri baik yang berhubungan dengan akad nikah, maupun memilih laki-laki yang akan menikahinya tanpa bergantung kepada walinya, dengan syarat laki-laki yang sekufu dengannya. Karena menurut Al Jassâs, perempuan yang sudah dewasa dan sehat akalnya dapat melangsungkan sendiri akad perkawinannya tanpa adanya wali asalkan dengan laki-laki yang sekufu. Sedangkan menurut Al Qurtubi wali dalam pernikahan itu adalah suatu rukun yang harus ada dan tidak sah suatu pernikahan tanpa adanya wali.

Berikutnya, sebuah penelitian yang ditulis oleh M. Burhanuddin Ubaidillah29 yang membahas tentang konsep wakalah wali nikah dalam perspektif Hadits dan Fiqih Hadits juga sejalan dengan dua penelitian di atas, penelitian ini menyimpulkan bahwa perbedaan pendapat tentang masalah wali nikah dan wakalah wali nikah disebabkan dari pemahaman kata Lâ )لا( dalam hadist ( يلوبْلاإْحاكنْلا )ْْyangْ dimaknai ْْ

berbeda, jumhur ulama memaknai kata tersebut berupa larangan yang konsekuensinya adalah pernikahan yang tidak sah atau tidak dianggap. Sedangkan ulama madzhab Hanafi memaknai kalimat tersebut dengan “tidak sempurna”, maka pernikahan yang tidak dihadiri oleh wali adalah sah namun tidak sempurna. Pada prakteknya, di Indonesia mayoritas wali lebih memercayai orang lain untuk mewakilkan dirinya dalam prosesi akad nikah walaupun tidak ada kendala apapun baik dalam konteks syar’i maupun sosial. Namun menurut penulis, fenomena ini perlu dikaji ulang agar hukum dapat difahami dan dilaksanakan secara proporsional berdasarkan perspektif hadits dan analisis fiqh al-Hadîts. Kemudian, sebuah jurnal

29 M. Burhanuddin Ubaidillah, “Konsep Wakalah Wali Nikah Dalam Perspektif Hadits dan Fiqih al-Hadits”, Buletin Usratuna, 2018.

(36)

yang ditulis oleh Taufika Hidayati30 yang menggambarkan urgensinya peranan wali nikah dalam suatu pernikahan, hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa keberadaan ayah sebagai wali nikah yang sah dapat membatalkan pernikahan yang dilangsungkan oleh wali hakim, karena wali hakim tidak berhak melangsungkan pernikahan jika ayah sebagai wali yang paling berhak dalam pernikahan masih memenuhi syarat sebagai wali nikah.

Tiga penelitian di atas menunjukkan bahwa peranan wali sangatlah penting dalam suatu pernikahan, meskipun ada perbedaan pendapat, akan tetapi pendapat yang membolehkan pernikahan tanpa wali tidak menafikan eksistensi wali dalam pernikahan.

Berikutnya, sebuah jurnal yang ditulis oleh Syaiful Hidayat31 yang membahas tentang hak ijbar wali nikah yang dikaji dengan pendekatan historis Fiqih Syâfi’î.

Pokok penelitian dalam jurnal ini ada dua hal, yaitu konsep ijbar dalam pandangan Imâm al-Syâfi’î dan keadaan sosial perempuan pada saat Imâm al-Syâfi’î hidup.

Dalam kesimpulannya peneliti menyimpulkan bahwa jika kemudian hak ijbar diinginkan semakin kuat, dibutuhkan satu rekayasa dan pengkodisian secara sosial dimana peran dan posisi perempuan hanya dibatasi dengan hal-hal yang berkaitan dengan wilayah domestik. Sebaliknya, jika diinginkan hak ijbar semakin lemah, maka upaya rekayasa sosial yang menempatkan perempuan di wilayah publik niscaya dibutuhkan.

Sekalipun penelitian seputar perwalian dalam pernikahan telah banyak yang mengkaji dan meneliti, kajian pada penelitian penulis ini akan berbeda, karena penulis mengkaji perihal ayah yang mengabaikan kewajibannya dari kajian kitab- kitab mu’tabar rujukan Kompilasi Hukum Islam, Perspektif Teori Keadilan,

30 Taufika Hidayati, “Analisis Yuridis Peranan Wali Nikah Menurut Fiqih Islam Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No.261/KAG/2009)”, Tesis, Universitas Pembinaan Masyarakat, 2013.

31 Syaiful Hidayat, “Hak Ijbar Wali Nikah dalam Kajian Historis Fiqih Syâfi’î”, Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman Tafaqquh, Vol. 3, 1 Juni 2015.

(37)

19

Kemanfaatan dan Kepastian Hukum, dan Perspektif mashlahah konsep Sa’ìd Ramadân al-Bûtî. Sehingga akan diketahui kedudukan wali tersebut dalam suatu pernikahan. Dengan begitu penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah langkah yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain: prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa data-data tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis.32

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis gunakan dalam meneliti adalah kualitatif, karena dalam penelitian ini penulis hendak meneliti dan menyelidiki suatu objek yang tidak dapat dijelaskan atau diukur dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Saryono, penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh social yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif.33

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif yuridis, yaitu penelitian hukum dengan mengkaji perundang-undangan, konsep- konsep hukum, teori-teori hukum serta asas-asas hukum melalui sumber data pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian.

32 Diunduh pada hari Senin, 3 April 2019 dari website : https://www.statistikian.com/2017/02/metode-penelitian-metodologi-penelitian.html,.

33 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung, Pustaka Setia, 2008), hlm. 122.

(38)

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual, untuk memberikan sudut pandang analisa penyelesaian hukum yang merujuk kepada teori, konsep dan dasar-dasar hukum yang melatarbelakangi objek penelitian.34

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu dengan mendefinisikan dan memberikan gambaran atas objek yang diteliti dan kemudian melakukan analisis serta memberikan kesimpulan yang sesuai dengan teori dan ketentuan umum yang berkaitan dengan objek penelitian.35

3. Sumber Data Penelitian.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bahan hukum:

a) Bahan Hukum Primer

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa:

1. Hâsyiah al-Bâjûriy ‘alâ syarh ibn al qâsim ‘alâ matni abi syujâ’.

2. Al-Majmû’ْSyarhu al-Muhadzab.

3. Tuhfah Al Muhtâj bi Syarh al-Minhâj.

4. Kitab al-Fiqh ‘alâ Madzâhib al-Arba’ah.

5. Kitâb Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid.

6. Dawâbith al-Maslahah fì syarî’ah al-Islâmiyyah.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian,36 dan literatur-literatur lain seperti jurnal yang membahas tentang tema penelitian ini.

c) Bahan Hukum Tersier

34 Diunduh pada hari Ahad, 21 Februari 2021 dari website : https://www.saplaw.top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach-dalam-penelitian-hukum.

35 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Jakarta: Alfabeta, 2015), hlm. 29.

36 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 10.

(39)

21

Bahan hukum tersier adalah data yang memberikan informasi tentang data primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain- lain.

4. Pengumpulan Data.

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mengkaji teori-teori, referensi serta literatur ilmiah yang berkaitan dengan hukum, budaya, nilai, dan norma yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan objek penelitian.

5. Metode Analisis Data

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menelusuri seluruh data yang sudah tersedia dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier, kemudian melakukan identifikasi dan analisis mengaju kepada kitab-kitab mu’tabar rujukan Kompilasi Hukum Islam, Teori Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum, dan Teori Mashlahah menurut Sa’ìd Ramadân al-Bûtî, kemudian menguraikan dan menjabarkan hasil analisa secara logis dan sistematis melalui metode deduktif, yaitu dengan menganalisis teori-teori yang bersifat umum yang kemudian diaplikasikan kepada objek penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses penelitian ini, penulis mengurai beberapa hal tentang sistematika sebagai berikut:

Bab kesatu berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review kajian terdahulu, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

Referensi

Dokumen terkait

From the experiment results, we conclude that the deformation measurement of a large-scale solar power plant on reclaimed land by using images acquired by a non- metric digital

Pada umumnya, pertunjukkan atau konser musik yang dipentaskan langsung (seperti yang sering digelar di BU-UKSW) membutuhkan sistem penguat bunyi terpusat dengan pengeras

Diseminasi informasi Umum (Pengenalan) Program TK oleh Duta Transformasi kepada unit masing-masing. CTO

Hingga kini MySQL terus berkembang dengan berbagai penyempurnaan sehingga dirilis MySQL versi 5.0.21 pada bulan Mei 2006, yang semula untuk melakukan administrasi dalam basis

Selanjutnya energi didistribusikan dalam medium oleh elektron sekunder yang bergerak (Podgorsak, 2005, h. 49) Oleh karena itu, distribusi dosis sangat tergantung

(18) Perdagangan bebas ASEAN dalam skema AFTA dengan tiga negara Asia Timur (China, Jepang, dan Korea Selatan) yang disebut dengan AFTA+3 diprakirakan tidak

Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) melalui profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara langsung loan to deposit ratio (LDR)

Perubahan Jadwal Terhadap Paket Pekerjaan tersebut diatas dimulai dari Tahap Upload Dokumen Penawaran sampai Masa Sanggah Hasil Lelang yang dapat dilihat pada sistem