• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III WALI NIKAH DALAM KHI DAN KITAB-KITAB MU’TABAR

B. Kompilasi Hukum Islam

Kesatuan dan kepastian hukum sudah sejak lama menjadi kebutuhan yang mendasar bagi Peradilan Agama dalam catatan sejarah Departemen Agama.

Diterbitkannya Surat Edaran Kepala Biro Peradilan Agama Nomor B/1/735 pada tanggal 18 Februari 1958 yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 yang mengatur agar dibentuknya Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah di luar pulau Jawa dan Madura adalah langkah menuju pemenuhan kebutuhan tersebut. Surat edaran tersebut juga menginstruksikan para hakim peradilan Agama untuk berpedoman pada 13 (tiga belas) kitab fiqih untuk memutus suatu perkara.40

Dalam catatan sejarah tersebut, Kompilasi Hukum Islam diposisikan sebagai perubahan kepada kesatuan hukum dalam bentuk yang lebih konkret dari hukum-hukum Islam yang menjadi ranah dari Peradilan Agama. Intruksi untuk melaksanakan apa yang terkandung dalam Kompilasi Hukum Islam termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.

Pada prosesnya, langkah penyusunan Kompilasi Hukum Islam sebenarnya bermula sejak diterbitkannya Surat Edaran Kepala Biro Peradilan Agama Nomor B/1/735 pada tanggal 18 Februari 1958 yang menginstruksikan para hakim Peradilan Agama atau Mahkamah Syari’ah untuk berpanduan kepada tiga belas kitab fiqih sebagai rujukan untuk menentukan suatu hukum. adapun tiga belas kitab tersbut adalah sebagai berikut:41

a. Hâsyiah Al Bâjûri;

39 Muhammad al-Zuhaili, al-Mu’tamad fi…., Juz IV, hlm 25.

40 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo, Ed.

Pertama, 1992, hlm. 10.

41 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 22.

73

b. Fath al-Mu’în dengan Hâsyiah-nya;

c. Syarqâwi alâ al-Tahrir;

d. Hâsyiatân Qolyûbi wa ‘Umairah;

e. Fath al-Wahhâb;

f. Tuhfat al-Muhtâj;

g. Targhîb al-Musytâq;

h. Qawânîn al-Syarî’ah Li al-SayyidUsman Ibn Yahya;

i. Qawanin al-Syariah Li al-Sayyid Sadaqah Dahlan;

j. Syamsuri fî al-farâidh;

k. Bughyat al-Mustarsyidîn;

l. Al fiqh alâ Madzâhib al-Arba’ah;

m. Mughni al-Muhtâj;

Langkah penyeragaman kitab pedoman ini merupakan langkah besar menuju kesatuan hukum yang diharapkan, meski pada praktiknya masih tidak memadai dan belum sesuai harapan, sehingga sering kali diterbitkan surat edaran maupun instruksi untuk menyeragamkan penyeselaian perkara demi perkara.42

Menurut Bustanul Arifin, dijadikannya kitab-kitab fiqih sebagai dasar atau pedoman untuk menentukan keputusan di Peradilan Agama justru membuka peluang terjadinya pembangkangan atau setidaknya protes dari pihak yang dirugikan dalam perkara atas penggunaan kitab yang merugikan pihaknya, kemudian membawa kitab atau pendapat yang memberikan solusi dan jalan keluar yang berbeda. Bahkan dikatakan, 13 kitab tersebut sudah tidak banyak dijadikan rujukan, dan banyak para hakim yang berselisih karena pemilihan kitab rujukan tersebut. 43

Selain itu masih banyak lagi permasalahan yang lahir dari penunjukan kitab-kitab fiqih sebagai rujukan untuk memutuskan suatu perkara di Peradilan Agama.

Situasi Hukum Islam seperti inilah yang mendorong Mahkamah Agung untuk

42 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 21.

43 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 22.

terus berusaha menyusun dan menetapkan suatu pedoman hukum yang baku yang bersumber dari kitab-kitab fiqih rujukan tersebut, yang kemudian disebut Kompilasi Hukum Islam.44

Pada Tahun 1985, tepatnya bulan maret, Presiden Soeharto menerbitkan SKB (Surat Keputusan Bersama) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama untuk pembentukan proyek Kompilasi Hukum Islam. SKB tersebut sekaligus menunjuk Prof. H. Bustanul Arifin, SH. Sebagai Pimpinan umum proyek tersebut dan dibantu oleh dua wakil Pimpinan yaitu; HR. Djoko Sougianto, SH. dan H. Zaini Dahlan, MA.45

Dalam lampiran SKB tersebut, dijelaskan bahwa tugas pokok proyek tersebut adalah untuk menyusun pembaruan Hukum Islam melalui jalur yurisprudensi dengan jalan Kompilasi Hukum. Misinya adalah meneliti kitab-kitab yang digunakan sebagai landasan para hakim dalam mengambil keputusan agar menjadi relevan dengan masyarakat Indonesia untuk menjadi Hukum Nasional.46

Salah satu langkah untuk merealisasikan tugas pokok tersbut ialah melalui pengumpulan data dengan meneliti kitab-kitab fiqih, melakukan wawancara dengan para ulama, studi perbandingan hukum dengan negara lain, dan lain sebagainya. Maka dari itu, Tim Pelaksana bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data dalam proyek ini mengumpulkan kitab-kitab kuning dari para Imâm Madzhab yang mempunyai otoritas di kalangan masyarakat Indonesia, kemudian menyusun kaidah-kaidah hukum dari Imâm-imâm madzhab tersebut dan disesuaikan dalam bidang-bidang hukum menurut ilmu hukum umum.47

Kitab-kitab Fiqih yang diteliti dan dikaji sebagai sumber Kompilasi Hukum Islam berjumlah 38 kitab fiqih yang penelitiannya dipercayakan kepada 7 IAIN yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama beserta kitab yang dikaji, yaitu;

a. IAIN Arraniri Banda Aceh;

44 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 22.

45 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 35.

46 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 36.

47 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia....hlm. 38.

75

1) Al Bajuri 2) Fathul Mu’in

3) Syarqawi ala at-Tahrir 4) Mughni al-Muhtaaj 5) Nihayah al-Muhtaj 6) Al-Syarqawi

b. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1) ‘Ianatu at-Thalibin

2) Tuhfah al-Muhtâj 3) Targhib al-Musytaq 4) Bulghah Al-Salik 5) Syamsuri fi al-faraidh 6) Al-Mudawanah

c. IAIN Antasari Banjarmasin;

1) Hâsyiyatân Qolyubi wa ‘Umairah 2) Fathu al-Wahab.

3) Bidayatul mujtahid 4) Al Umm

5) Bughyatu al-Mustarsyidin 6) Aqiedah wa al-Syariah

d. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;

1) Al-Muhalla 2) Al-Wajiz 3) Fathu al-Qadir

4) Al fiqh ala Madzahib al-Arba’ah 5) Fiqh al-Sunnah

e. IAIN Sunan Ampel Surabaya;

1) Kasyf al-Qina

2) Majmu’ah fatawi ibn Taymiah

3) Qawanin Al-Syariah Li al-SayyidUsman Ibn Yahya.

4) Al-Mughni (Mugnî al-Muhtâj) 5) Al-Hidayah Syarh Bidayah f. IAIN Alauddin Ujung Pandang;

1) Qawanin al-Syariah Li al-Sayyid Sadaqah Dahlan, 2) Nawwab al-Jalil.

3) Syarh Ibn Abidin.

4) AlMuwattha’.

5) Hasiyah al-Dasuqi g. IAIN Imam Bonjol Padang;

1) Badai’ al-Sanai’.

2) Tabyinal-Haqaiq.

3) Al-Fatawa al-Hindiyah, 4) Fath al-Qadir.

5) Nihayah.48

Kitab-kitab fiqih di atas, dipilih sebagai sumber kajian untuk penyusunan Kompilasi Hukum Islam karena kitab-kitab ini sudah sejak lama menjadi kitab-kitab rujukan dalam permasalahan fiqih terutama dalam madzhab Imâm al-Syâfi’î, selain itu sebagian besar kitab-kitab tersebut sudah tersebar dan banyak dipelajari di Indonesia, terkhusus di pondok-pondok pesantren.

2. Wali Nikah Dalam KHI

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), ketentuan tentang perwalian dalam pernikahan sudah diatur sedemikian rupa pada pasal 19 sampai dengan pasal 23.

Pada pasal-pasal tersebut dijelaskan bahwa dalam hukum perkawinan di

48 Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gema Media, 2001), hlm. 89

77

Indonesia, wali nikah dari pihak mempelai wanita merupakan rukun yang harus ada dalam sebuah pernikahan. Dan yang bisa bertindak sebagai wali nikah adalah seorang lelaki yang memenuhi syarat wali dalam Islam, yaitu beragama Islam, sudah dewasa (baligh) dan berakal sehat.49

Dalam KHI, wali nikah terbagi menjadi wali nasab dan wali hakim. Wali nasab terbagi lagi menjadi empat kelompok sesuai dengan urutan kedudukannya.

Pertama, kelompok dari ayah dan yang mempunyai garis keturunan lurus ke atas, yakni ayah, kakek dari pihak ayah, dan seterusnya. Kedua, kelompok saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki dari ayah dan para keturunan laki-laki dari mereka. Ketiga, kelompok saudara dari paman, yakni saudara kandung laki-laki ayah (paman kandung), saudara se-ayah dan keturunan laki-laki-laki-laki dari mereka.

Keempat, kelompok saudara kandung kakek dan saudara se-ayah kakek dan keturunan laki-laki dari mereka.50

Urutan di atas menujukkan prioritas kedudukan mereka dalam perwalian, jika ada pihak dari kelompok satu, maka kelompok yang lain tidak berhak menjadi wali, begitu seterusnya. Kemudian apabila dalam satu kelompok terdapat beberapa orang yang mempunyai hak yang sama, maka yang paling berhak menjadi wali adalah yang mempunyai kekerabatan yang paling dekat dengan calon dari perempuan.51

Apabila dalam satu kelompok ada yang memiliki derajat yang sama dalam kekerabatannya, maka yang paling berhak adalah saudara kandung daripada saudara se-ayah. apabila dalam satu kelompok sama-sama kandung, maka yang paling berhak adalah yang lebih tua dan memenuhi syarat menjadi wali.52

Jika ditemukan wali nikah yang paling berhak sesuai urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali, maka hak perwalian secara otomatis bergeser kepada wali nikah yang lain sesuai dengan urutan derajat berikutnya. Wali hakim

49 Lihat pasal 19 dan 20 Kompilasi Hukum Islam.

50 Lihat pasal 21 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam.

51 Lihat pasal 21 ayat 2 dan 3 Kompilasi Hukum Islam.

52 Lihat pasal 21 ayat 4 Kompilasi Hukum Islam.

baru dapat bertindak sebagai wali nikah, apabila wali nasab tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau tidak mungkin dihadirkan ketika pernikahan. Dalam hal wali adal, wali hakim bisa bertindak sebagai wali setelah adanya putusan dari pengadilan Agama tentang wali tersebut.53