• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS DATA. meliputi, 1) pemanfaatan aspek bunyi (purwakanthi), 2) pilihan kata dan aspek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ANALISIS DATA. meliputi, 1) pemanfaatan aspek bunyi (purwakanthi), 2) pilihan kata dan aspek"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II ANALISIS DATA

Tahap terpenting dalam sebuah penelitian ialah analisis data. Analisis data dalam bab ini menguraikan style yang terdapat dalam lirik lagu berbahasa Jawa karya Nur Bayan. Data yang dianalisis berupa hasil transkrip 15 lagu yang dapat dilihat pada halaman lampiran beserta terjemahannnya. Analisis dalam bab ini meliputi, 1) pemanfaatan aspek bunyi (purwakanthi), 2) pilihan kata dan aspek penanda morfologis, 3) gaya bahasa, dan 4) pencitraan yang terdapat dalam lirik lagu karya Nur Bayan.

1. Pemanfaatan Aspek Bunyi (Purwakanthi)

Bunyi merupakan komponen terpenting dalam sebuah lirik lagu. Bunyi-bunyi tersebut tidak hanya menciptakan makna secara semantis namun juga membentuk suatu keestetisan. Munculnya bunyi dalam teks LLBJKNB sangat variatif, baik itu berupa vokal maupun konsonan. Bentuk perulangan bunyi atau persamaan bunyi dalam bahasa Jawa disebut dengan purwakanthi. Dalam bahasa Jawa purwakanthi terbagi menjadi tiga yaitu: 1) Purwakanthi guru swara (asonansi); 2) Purwakanthi guru sastra (aliterasi); dan 3) Purwakanthi lumaksita atau disebut juga dengan purwakanthi basa. Masing-masing jenis purwakanthi di atas memiliki karakteristik berbeda. Untuk lebih detailnya akan diuraikan berdasarkan kategorial dan penerapannya pada LLBJKNB berikut.

a. Purwakanthi Guru Swara (Asonansi)

Asonansi atau dalam bahasa Jawa disebut dengan purwakanthi guru swara merupakan perulangan atau persamaan bunyi vokal pada deretan kata secara

(2)

beruntun yang mampu memperindah karya sastra. Asonansi bertitik berat pada satuan lingual fonologis yaitu fonem vokal, dimana bunyi vokal terbagi menjadi lima yaitu bunyi /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/. Vokal dalam bahasa Jawa terdiri dari: /a/ miring, /a/ jêjêg, /i/ jêjêg, /i/ miring, /u/ jêjêg, /u/ miring, /e/ jêjêg, /è/, /ê/, /o/ jêjêg, dan /o/ miring. Purwakanthi guru swara sangat penting dalam pembentukan bunyi kerena membangun struktur pelafalan. Pembahasan asonansi dalam penelitian ini, dapat dilihat melalui analisis berikut. Untuk memperjelas pembahasan, tiap-tiap bunyi vokal terkait pada kutipan syair lagu akan dipertebal penulisannya.

a) Asonansi vokal /a/ miring

Perulangan atau persamaan bunyi vokal [a] dalam teks LLBJKNB dapat dilihat dari beberapa data berikut.

(34) Abot rasane atiku (PIL/I/2) ‘Terasa berat di hatiku’

Data (34), asonansi vokal /a/ miring terbuka diulang sebanyak tiga kali pada suku kata pertama dari kata abot ‘berat’, rasane ’terasa’, dan atiku ‘di hatiku’. Perulangan ini berfungsi menambah keindahan bunyi saat dilafalkan. (35) Tobat.... tobat... (TO/I/2) ‘Tobat… tobat…’

Dudu soto babat(TO/I/2) ‘Bukan soto babat’

Data (35), menunjukkan adanya perulangan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /t/ di suku kata terakhir sebanyak tiga kali yang ditunjukkan oleh kata tobat ‘tobat’ yang diulang dua kali di baris pertama dan kata babat ‘babat’di baris kedua. Perulangan vokal /a/ pada data berfungsi memberikan kemerduan bunyi.

(3)

(36) Sênadyan aku amung bojo simpênan (BS/IV/4) Sêjatine aku trêsna têmênan(BS/IV/5)

‘Meskipun saya hanya istri simpanan’ ‘Sebenarnya saya benar-benar cinta’

Kutipan syair di atas merupakan asonansi vokal [a] dengan perulangan vokal /a/ tertutup konsonan /n/ sebanyak tiga kali di suku kata terakhir yang ditunjukkan oleh kata sênadyan ‘meskipun’, simpênan ‘simpanan’, dan têmênan ‘benar-benar’. Bunyi vokal /a/ miring pada data (36), berfungsi memberikan kesan suara yang runtut sehingga dapat memperindah syair.

(37) Kirim-kiriman salam (GA/I/4) Njur têrus gol-sènggolan(GA/I/5)

Pênasaranpengin ngajak kêtêmuan (GA/I/6) ‘Saling mengirim salam’

‘Kemudian saling menyenggol’ ‘Penasaran ingin mengajak bertemu’

Data (37), terdapat asonansi vokal /a/ tertutup dengan konsonan /n/ sebanyak empat kali pada suku kata terakhir (ultima) dari kata ulang kirim-kiriman ‘saling mengirim’, kata ulang gol-sènggolan ‘saling menyenggol’, kata pênasaran ‘penasaran’, dan kêtêmuan ‘bertemu’. Asonansi vokal /a/ miring pada kutipan data (37), berfungsi memberikan kepaduan bunyi pada lirik lagu.

(38) Awune mubal lahar panas dha sumêbar (PM/I/3) Nganti omah-omah ajur mumur padha bubrah(PM/I/4) ‘Abunya keluar membuat lahar panas menyebar’

‘Hingga rumah-rumah hancur lebur menjadi rusak’

Berdasarkan kutipan di atas, didapati asonansi vokal /a/ miring sebanyak lima kali dengan adanya variasi. Variasi pada baris pertama yaitu adanya vokal /a/ tertutup konsonan /r/ di suku kata terakhir dari kata lahar ‘lahar’ dan sumêbar ‘menyebar’. Kemudian pada baris kedua, vokal /a/ tertutup konsonan /h/ pada suku kata terakhir dari kata ulang omah-omah ‘rumah-rumah’ dan kata bubrah

(4)

‘rusak’. Keberadaan variasi tersebut menimbulkan keselarasan bunyi, dimana dalam satu baris terdapat pola yang sama. Asonansi yang ditunjukkan oleh data di atas selain membentuk pola juga berfungsi memperindah tuturan lirik lagu.

Data lain yang mendukung adanya perulangan bunyi vokal [a] pada LLBJKNB dapat dilihat pada analisis berikut.

(39) Nanging awakku wis ngrumangsani marang kahanan (BS/II/1) Lakon trêsna iki kasunyatan (BS/II/2)

Aku sadhar yèn amung bojo simpênan (BS/II/3) Wis nasibe mbên dina ra kêtunggonan (BS/II/4) ‘Tetapi saya sudah menyadari keadaan’

‘Cerita cinta ini benar-benar nyata’ ‘Saya sadar jika hanya istri simpanan’ ‘Sudah nasibnya setiap hari tidak ditemani’

Data (39) menampilkan asonansi vokal /a/ miring tertutup konsonan /n/ pada suku kata terakhir tiap baris dalam satu bait lagu yang sama, ditunjukkan oleh kata kahanan ‘keadaan’, kasunyatan ‘benar-benar nyata’, simpênan ‘simpanan’, dan kêtunggonan ‘ditemani’. Asonansi vokal /a/diulang sebanyak empat kali pada data. Fungsi dari perulangan vokal /a/ pada data tersebut menambah keselarasan bunyi.

(40) Nyawang sliramu sêsandhingan (MMLT/I/2)

Mêlêngkung janur, kuning neng gawangan (MMLT/I/3) Trênyuh atiku kèlingan (MMLT/I/4)

‘Melihat dirimu bersanding’

‘Melengkung janur kuning di gawang pintu’ ‘Terharu hatiku ketika teringat’

Data (40), terdapat vokal /a/ miring tertutup konsonan /n/ yang muncul sebanyak tiga kali pada suku kata terakhir (ultima) tiap akhir baris dalam satu bait yang ditunjukkan oleh kata sêsandhingan ‘bersanding’, gawangan ‘gawang (pintu)’, dan kèlingan ‘teringat’. Adapun fungsi dari perulangan vokal [a] dalam bait data (40) yaitu memberikan efek keharmonisan pada syair.

(5)

(41) Akèh sing padha gêlempangan (O/V/2) Uga akèh sing kêlèsètan (O/V/3) Ditumpake ambulan (O/V/4) ‘Banyak yang tergeletak (di tanah)’ ‘Juga banyak yang terkapar’

‘Dinaikkan ambulan’

Data (41), kutipan lirik di atas menunjukkan adanya perulangan bunyi vokal [a] tertutup konsonan [n] sebanyak tiga kali di suku kata terakhir (ultima) pada akhir baris dalam satu judul lagu. perulangan tersebut ditunjukkan oleh kata gêlempangan ‘tergeletak (di tanah), kêlèsètan ‘terkapar’, dan ambulan ‘ambulan’. Asonansi /an/ pada data (41) membentuk pola yang sama di akhir baris dalam satu bait dengan fungsi menambah kemerduan bunyi.

(42) Mlakune sempoyongan (TO/IV/1) Ora ngerti yèn juglangan (TO/IV/2) Tiba mak blêêêkk.... (TO/IV/3) Dadi gotong-gotongan(TO/IV/4) ‘Jalannya sempoyongan’

‘Tidak tahu jika ada kubangan’ ‘Jatuh mak blêêêkk....’

‘Jadi gotong-gotongan’

Data (42), menunjukkan variasi pengulangan vokal /a/ tertutup konsonan /n/ sebanyak tiga kali di suku kata terakhir pada akhir baris yang ditunjukkan oleh kata sempoyongan ‘sempoyongan’, juglangan’kubangan’, dan kata ulang gotong-gotongan ‘gotong-gotongan’. Adanya perulangan /an/ pada data selain membentuk pola di akhir baris dalam satu bait, juga menimbulkan kesan merdu pada bait tersebut.

b) Asonansi vokal /a/ jêjêg

(43) Ra nyana ra ngira yèn prahara bakal teka (PM/I/1)

(6)

Data (43), terdapat perulangan bunyi vokal [ɔ] terbuka sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata nyana ‘menyangka’, ngira ’mengira’, prahara ‘bencana’ dan teka ‘datang’ dalam satu baris. Keberadaan asoansi /a/ jêjêg pada data berfungsi menyelaraskan pelafalan dalam satu baris.

(44) Aku amung bisa ngrasa nêlangsa (MMLT/I/1) ‘Saya hanya bisa merasa sedih’

Data di atas merupakan asonansi dalam satu baris yakni dengan ditemukannya perulangan vokal /a/ jêjêg terbuka yang didahului oleh konsonan /s/ sebanyak tiga kali pada suku kata terakhir dari kata bisa ‘bisa’, ngrasa ‘merasa’, dan nêlangsa ‘sedih’. Meskipun perulangan /a/ jêjêg pada data (44) tidak menyeluruh dalam kalimat, akan tetapi menimbulkan kesan merdu karena membentuk pola yang beruntun setelah kata kedua dari depan.

(45) Tak coba tak apura (CA1/VI/1) ‘Saya coba untuk memaafkan’ Sênajan ati isih gêla (CA1/VI/2) ‘Meskipun hati masih kecewa’ Data (45) menjelaskan adanya perulangan vokal [ɔ] sebanyak tiga kali pada suku kata terakhir dari kata coba ‘coba’, apura ‘memaafkan’, dan gêla ‘kecewa’. Perulangan vokal [ɔ] pada data berfungsi mengharmoniskan bunyi syair lagu.

(46) Aku lunga nang manca (SLNJ/III/1) ‘Saya pergi ke luar negeri’ Golèk makarya (SLNJL/III/2) ‘Mencari pekerjaan’

Kutipan syair di atas menampilkan asonansi vokal /a/ jêjêg sebanyak tiga kali di suku kata terakhir dari kata lunga ‘pergi’, manca ‘luar negeri’, dan makarya ‘pekerjaan’. Perulangan vokal /a/ jêjêg pada data (46), menonjolkan keteraturan bunyi pada lirik lagu.

(47) Sumêdhot rasa nèng dhadha (BS/III/4) Kandhamu yèn wêngi iki ora têka (BS/III/5)

(7)

‘Mendadak terasa sakit di dada’ ‘Katamu jika malam ini tidak datang’

Data (47) menampilkan asonansi bunyi vokal [ɔ] terbuka di suku kata terakhir sebanyak tiga kali yang ditunjukkan oleh kata rasa ‘terasa’, dhadha ‘dada’, dan têka ‘datang’. Fungsi dari perulangan /a/ jêjêg pada data (47), menimbulkan kepaduan bunyi di suku kata terakhir data tersebut.

(48) Kaya-kaya ora ikhlas nggonku lunga (PIL/I/3)

Ninggalake kutha sing wis rong taun tak saba (PIL/I/4) ‘Seperti saya tidak ikhlas untuk pergi’

‘Meninggalkan kota yang sudah dua tahun saya singgahi’

Data (48), terdapat asonansi /a/ jêjêg sebanyak lima kali pada suku kata terakhir dari kata kata ulang kaya-kaya ‘seperti’, kata lunga ‘pergi’, kutha ‘kota’, dan saba ‘singgahi’. Adanya perulangan bunyi vokal [ɔ] pada data menimbulkan kemerduan bunyi dalam kutipan syair.

(49) Pama sliramu ngêrti (BK/II/1) ‘Seumpama dirimu mengetahui’ Rasa atiku iki (BK/II/2) ‘Rasa hatiku ini’

Kaya ngapa larane (BK/II/3) ‘Seperti apa sakitnya’ Dadi bojo simpênan (BK/II/4) ‘Jadi istri simpanan’

Pada data (49), terdapat asonansi vokal /a/ jêjêg sebanyak delapan kali pada suku kata pertama dan terakhir dari kata pama ‘seumpama’, rasa ‘rasa’,kaya ‘seperti’, dan ngapa ‘apa’. Adapun fungsi dari perulangan asoansi bunyi vokal [ɔ] pada data di atas yaitu menimbulkan harmonisasi pada tuturan.

(50) Bayangna umpama (SS/I/1)

Nèng donya ora ana cahya (SS/I/2) Ndahne ya pêtênge kaya apa (SS/I/3) ‘Bayangkan seumpama’

‘Di dunia tidak ada cahaya’ ‘Betapa petangnya seperti apa’ (51) Bayangna umpama (SS/II/1)

Nang donya ra ana swara (SS/II/2) Ndahne ya sêpine kaya apa (SS/II/3)

(8)

‘Bayangkan seumpama’ ‘Di dunia tidak ada suara’ ‘Betapa sepinya seperti apa’

Data (50) dan (51), menunjukkan pola perulangan bunyi vokal [ɔ] terbuka yang sama, dengan mengulang bunyi /a/ jêjêg terbuka sebanyak delapan kali dalam satu bait yang ditunjukkan oleh suku kata terakhir dari kata bayangna ‘bayangkan’, umpama ‘seumpama’, donya ‘dunia’, ana ‘ada’, cahya ‘cahaya’, ndahne ya ‘betapa’, kaya ‘seperti’, apa ‘apa’, dan swara ‘suara’. Keberadaan asonansi [ɔ] pada kedua data di atas semakin memperindah pelafalan syair lagu. (52) Bayangna umpama (SS/III/1)

Nang donya ora ana dosa (SS/III/2)

Wis pirang menungsa sing bakal tumindak ala (SS/III/3) ‘Bayangkan seumpama’

‘Di dunia tidak ada dosa’

‘Sudah berapa manusia yang akan bertindak buruk’

Data (52), dengan perulangan asonansi /a/ jêjêg sebanyak tujuh kali dalam satu bait berfungsi menambah kemerduan lirik lagu. Asonansi [ɔ] terbuka pada data (52) berdistribusi di suku kata terakhir pada kata bayangna ‘bayangkan’, umpama ‘seumpama’, donya ‘dunia’, ana ‘ada’, dosa ‘dosa’, menungsa ‘manusia’, dan ala ‘apa’.

(53) Padhange lampu kutha sing nyorote mênyang mata (SS/VIII/1) Ndadèkne wêrna-werni, ning rupane ora padha (SS/VIII/2)

Nanging eling dulur-dulur kabèh mau rizki saking sing Kuwasa (SS/VIII/3) ‘Terangnya lampu kota yang sorotnya ke mata’

‘Menjadikan warna-warni, tetapi rupanya tidak sama’

‘Tetapi ingat saudara-saudara semua tadi rizki dari Yang Kuasa’

Asonansi yang ditampilkan oleh data (53), terdapat di suku kata terakhir dari kata kutha ‘kota’, mata ‘mata’, kata ulang wêrna-werni ‘warna-warni’, kata padha ‘sama’, dan Kuwasa ‘Kuasa’ dengan perulangan sebanyak lima kali.

(9)

Fungsi dari perulangan asonansi [ɔ] dalam bait data (53), menambah kepaduan bunyi pada lagu.

(54) Umure donya iki pancèn uwis tuwa (PM/III/1) Akèh malapêtaka kang lagi dicoba (PM/III/2)

Pacobaning urip saking kang Maha Kuwasa (PM/III/3) Ra ana siji mênungsa sing bisa ngramalna (PM/III/4) ‘Umur dunia ini memang sudah tua’

‘Banyak malapetaka yang sedang diujikan’ ‘Ujian hidup dari Yang MahaKuasa’

‘Tidak ada satu manusia yang bisa meramalkan’

Dalam satu bait kutipan di atas, memuat perulangan bunyi vokal [ɔ] sebanyak sepuluh kali dengan letak perulangan yang sama yaitu pada suku kata terakhir yang ditunjukkan oleh kata donya ‘dunia’, tuwa ‘tua’, malapêtaka ‘malapetaka’, dicoba ‘diujikan’, Maha ‘Maha’, Kuwasa ‘Kuasa’, ana ‘ada’, mênungsa ‘manusia’, bisa ‘bisa’, dan ngramalna ‘meramalkan’. Perulangan vokal [ɔ] pada kutipan tersebut menimbulkan keindahan bunyi.

(55) Wis aja ngrêsula (BK/III/1) ‘Sudah jangan mengeluh’ Wis aja nêlangsa (BK/III/2) ‘Sudah jangan bersedih’ Donga-dongakna (BK/III/3) ‘Doakan’

Bojoku lila... (BK/III/4) ‘Istriku rela’

Data (55), memiliki pola perulangan vokal [ɔ] sebanyak enam kali yang ditunjukkan oleh suku kata terakhir dari kata aja ‘jangan’, ngrêsula ‘mengeluh’, nêlangsa ’bersedih’, dongakna ‘doakan’, lila ‘rela’. Perulangan vokal [ɔ] pada data (55), menimbulkan keharmonisan bunyi dalam satu bait.

(56) Wis cukupna anggonmu lara (CA2/V/1) Wis cukupna anggonmu gela (CA2/V/2)

Apa anane sliramu tansah tak trima (CA2/V/3) ‘Sudah cukup dirimu sakit’

‘Sudah cukup dirimu kecewa’

(10)

Data (56) memiliki pola perulangan vokal [ɔ] sebanyak enam kali yang ditunjukkan oleh suku kata terakhir dari kata cukupna ‘cukupkan’, lara ‘sakit’, gela ‘kecewa’, apa ‘apa’ dan trima ‘terima’.

(57) Gelombang asmara (GA/V/3) Ra nyana nuwuhke trêsna (GA/V/4)

Saka swara ndadèkke bungahing rasa (GA/V/5) ‘Gelombang asmara’

‘Tidak menyangka dapat menumbuhkan cinta’ ‘Dari suara membuat rasa bahagia’

Asonansi vokal [ɔ] pada data (57) ditunjukkan oleh kata asmara ‘asmara’, nyana ‘menyangka’, trêsna ‘cinta’, saka ‘dari’, swara ’suara’, dan rasa ‘rasa’ dengan jumlah perulangan sebanyak enam kali. Adanya perulangan vokal [ɔ] pada data di atas berfungsi untuk menambah nilai kepuitisan.

(58) Ra mbok tututana (CA1/IV/1) Kabeh wis ra ana guna (CA1/IV/2) Têlat kudune jaman sêmana (CA1/IV/3) ‘Tidak Kamu kejarpun’

‘Semua sudah tidak ada gunanya’ ‘Telat harusnya zaman dahulu’

Asonansi [ɔ] pada data di atas ditunjukkan oleh suku kata terakhir dari kata tututana ‘kejar’, ana ‘ada’, guna ‘guna’, sêmana ‘dahulu’ yang diulang sebanyak tiga kali dalam satu bait. Perulangan bunyi vokal [ɔ] pada data menimbulkan keserasian bunyi di akhir baris.

Asonansi bunyi vokal [ɔ] dalam LLBJKNB juga didapati pada data-data berikut.

(59) Nyêbar godhong kara (PIL/II/1) Ati sabar sak wêtara (PIL/II/2)

Nandhang lara ati sing kêranta-ranta (PIL/II/3) ‘Menyebar daun kara’

‘Hati sabar sementara’

(11)

Asonansi bunyi vokal [ɔ] pada data di atas mengalami variasi pola yaitu dengan adanya kombinasi /ar/ dan /a/ jêjêg pada baris pertama dan kedua. Sedangkan bunyi vokal [ɔ] data (59), muncul sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata kara ‘(daun) kara’, wêtara ‘sementara’, lara ‘sakit’ dan kêranta-ranta ‘teramat sangat sakit’. Berdasarkan analisis di atas, fungsi dari perulangan vokal [ɔ] untuk menambah keindahan bunyi.

(60) Nèng kene kabèh kanca (PJ/VI/1) Ora ana sing beda (PJ/VI/2)

Sing tawuran bêrarti kuwi ndesa (PJ/VI/3) ‘Di sini semua teman’

‘Tidak ada yang beda’

‘Yang tawuran berarti itu kampungan’

Bentuk perulangan vokal [ɔ] pada data (60), terletak pada suku kata terakhir dalam akhir baris sebanyak tiga kali beruntun yang ditunjukkan oleh kata kanca ‘teman’, ana ‘ada’, beda ‘beda’, ndesa ‘kampungan’. Perulangan vokal [ɔ] pada data memberikan kesan keteraturan bunyi akhir dalam satu bait.

(61) Ya mari-maria (O/VI/3) ‘Sembuhkanlah’ Ya lèrèn- lèrèna (O/VI/4) ‘Berhentilah’

Aja ditêrus-têrusna (O/VI/5) ‘Jangan diterus-teruskan’

Pada kata mari-maria ‘sembuh-sembuhlah’, lèrèn- lèrèna ‘berhenti-berhentilah’, dan ditêrus-têrusna terdapat asonansi [ɔ] terbuka di suku kata terakhir yang diulang sebanyak tiga kali dalam satu bait. Fungsi dari perulangan ini menimbulkan kesan merdu.

c) Asonansi vokal /i/ jêjêg

(62) Nganti nekad ati jêgur nang lokalisasi (CA1/I/3) Tega tenan kowe cidra ing janji (CA1/I/4) ‘Hingga nekad hati masuk ke lokalisasi’ ‘Tega betul Kamu ingkari janji’

(12)

Pada baris di atas asonansi vokal /i/ jêjêg diulang sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata nganti ‘hingga’, ati ‘hati’, lokalisasi ‘lokalisasi’ dan janji ‘janji’. Perulangan tersebut menimbulkan keselarasan bunyi vokal /i/ terbuka yang ditampilkan oleh data (62).

(63) Nèng lokalisasi nggonku nandhang lara cupêt ati (CA2/II/3) Nêm taun sliramu ra bali (CA2/II/4)

‘Di lokalisasi tempatku merasakan sakit karena berkecil hati (putus asa)’ ‘Enam tahun dirimu tidak kembali’

Asonansi /i/ yang ditunjukkan pada suku terakhir dari kata lokalisasi ‘lokalisasi’, ati ‘hati’,dan bali ‘kembali’ dengan jumlah perulangan sebanyak tiga kali memiliki fungsi untuk memberikan kesan merdu pada data tersebut.

(64) Aku ra bakal lali marang janji sing kêtali (SLNJ/IV/2)

Ning simpang lima iki sing nyêksèni sumpahe ati (SLNJ/IV/3) Janjiku mêngko mesti tak tepati (SLNJ/IV/4)

‘Saya tidak akan lupa pada janji yang telah terikat’ ‘Simpang lima ini yang menyaksikan sumpah hati’ ‘Janji saya nanti pasti akan saya tepati’

Data (64), menunjukkan adanya perulangan vokal [i] sebanyak delapan kali yang ditampilkan oleh kata lali ‘lupa’, janji ‘janji’, kêtali ‘terikat’, iki ‘ini’, nyêksèni ‘menyaksikan’, ati ‘hati’, mesti ‘pasti’, dan tak tepati ‘saya tepati’. Pemaparan vokal [i] pada data di atas memiliki fungsi untuk menambah keputisian lagu.

(65) Dudu karêp ati iki jêgur nang lokalisasi (CA1/II/1) Wis nêm taun sliramu ora bali (CA1/II/2)

Wis ra ana kabar êmbuh papanku nèng êndi (CA1/II/3) Kêpèpèt aku kadhung cupêt ati (CA1/II/4)

‘Bukan maksud hati ini masuk ke lokalisasi’ ‘Sudah enam tahun dirimu tidak kembali’

‘Sudah tidak ada kabar bingung harus tinggal dimana’ ‘Terpaksa saya terlanjur berkecil hati (putus asa)’

(13)

Bait di atas menunjukkan adanya asonansi vokal /i/ sebanyak enam kali, tiga pada baris pertama dan selebihnya pada akhir baris kedua, ketiga dan keempat. Asonansi yang ditampilkan pada data, berdistribusi di suku kata terakhir dari kata ati ‘hati’, iki ‘ini’, lokalisasi ‘lokalisasi’, bali ‘kembali’, nèng êndi ‘dimana’, ati ‘hati’. Fungsi dari asoanansi /i/ pada data yaitu memberikan keselarasan bunyi.

(66) Kadhung wis kelara-lara ati iki (PIL/IV/1) Aku kudu ikhlas nrima kahanan iki (PIL/IV/2) Mandar muga sing Kuwasa ngijabahi (PIL/IV/3) ‘Terlanjur sudah sakit hati ini’

‘Saya harus ikhlas menerima keadaan ini’ ‘Semoga Yang MahaKuasa mengabulkan’

Data (66) menunjukkan adanya asonansi vokal /i/ terbuka yang diulang sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata ati ‘hati’, iki ‘ini’ pada baris pertama, iki ‘ini’ pada baris kedua, dan ngijabahi ‘mengabulkan’ pada baris ketiga. Perulangan yang di tunjukkan oleh data di atas memberikan kesan keteraturan bunyi pada kutipan syair.

(67) Dorèmi dadhu karo rèmi (D/I/1) Wiwit iki mbok ya dilèrèni (D/I/2) Muga-muga Gusti (D/I/3)

Enggala ngijabahi (D/I/4)

Lèrèn judhi Insya Allah munggah kaji (D/I/5) ‘Doremi dadu dan remi’

‘Mulai sekarang sebaiknya dihentikan’ ‘Semoga Tuhan’

‘Segera mengabulkan’

‘Berhenti judi Insya Allah naik haji’

Data (67), menunjukan adanya asonansi vokal /i/ sebanyak empat kali di suku kata terakhir dari kata dorèmi ‘doremi’, rèmi ‘remi’, iki ‘iki’, dilereni ‘dihentikan’, Gusti ‘judi’, ngijabahi ‘mengabulkan’, judhi ‘judi’, dan kaji ‘haji’. Adapun fungsi asonansi vokal /i/ pada data yaitu memberikan kemerduan bunyi.

(14)

(68) Wiwit dina iki (TO/VII/1) ‘Mulai hari ini’

Mêndêmku tak marèni (TO/VII/2) ‘Mabuknya saya hentikan’ Mugi Gusti... (TO/VII/3) ‘Semoga Tuhan’

Enggal Ngijabahi.... (TO/VII/4) ‘Segera mengabulkan’

Data (68) menunjukkan adanya asonansi vokal /i/ terbuka yang diulang sebanyak lima kali pada suku kata terakhir dari kata iki ‘ini’ pada baris pertama, marèni ‘hentikan’ pada baris kedua, dan mugi Gusti ‘semoga Tuhan’ pada baris ketiga, serta pada kata ngijabahi ‘mengabulkan’ pada baris keempat. Perulangan yang di tunjukkan oleh data di atas berfungsi untuk menyelaraskan bunyi pada kutipan syair.

Data perulangan vokal [i] juga muncul di akhir baris dalam satu bait dengan kutipan sebagai berikut.

(69) Nanging aku amung bisa nangis brêbês mili (ARK/II/3) Mêrga sing tak trêsnani (ARK/II/4)

Uwis ana sing nduwèni (ARK/II/5)

‘Tetapi saya hanya bisa meneteskan air mata yang jatuh mengalir (ke bawah)’

‘Karena yang saya cintai’ ‘Sudah ada yang memiliki’

(70) Nanging aja kowe nglali (SS/V/1) ‘Tetapi jangan Kamu lupa’ Kabèh mau mêrga Gusti (SS/V/2) ‘Semua tadi karena Tuhan’ Sing nyiptake donya iki (SS/V/3) ‘Yang menciptakan dunia ini

Data (69) dan (70) terdapat asoanansi vokal /i/ muncul sebanyak tiga kali di suku terakhir pada akhir baris dalam satu bait yag ditunjukkan oleh kata mili ‘mengalir’, trêsnani ‘cintai’, nduwèni ‘memiliki’, nglali ‘lupa’, Gusti ‘Tuhan’, dan iki ‘ini’. Adanya perulangan vokal /i/ pada data di atas berfungsi untuk menimbulkan keindahan dalam syair.

(15)

(71) Gelase amung siji (TO/II/1) ‘Gelasnya hanya satu’ Diputêr gonta-ganti (TO/II/2) ‘Diputar bergantian’ Kanca-kanca ngentèni (TO/II/3) ‘Teman-teman menunggu’ Tiba wayahe dijoki (TO/II/4) ‘Tiba waktunya diisi’

Data (71), menampilkan asonansi vokal /i/ di akhir baris sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata siji ‘satu’, gonta-ganti ‘bergantian’, ngentèni ‘menunggu’ dan dijoki ‘dituang’. Adanya perulangan vokal /i/ pada data menimbulkan suara merdu di akhir baris.

d) Asonansi vokal /i/ miring

Pada LLBJKNB ditemukan penggunaan asonansi vokal /i/ miring hanya dalam satu bait yang terdapat pada lirik lagu berjudul Pokoke Joget dengan adanya variasi bentuk. Variasi yang dimaksudkan adalah variasi vokal /i/ miring tertutup oleh konsonan /ng/ di akhir baris dalam satu bait seperti yang terdapat pada pemaparan berikut.

(72) Krungu swarane suling(PJ/III/1) ‘Dengar suara suling’ Kêpênak ana nèng kuping(PJ/III/2) ‘Enak di telinga’ Penontone (PJ/III/3) ‘Penontonnya’

Jogèt nganti ora eling (PJ/III/4) ‘Joget hingga tidak ingat’

Pada kutipan syair di atas terdapat perulangan suku kata vokal /i/ miring sebanyak tiga kali dalam satu baris di akhir baris yang ditunjukkan oleh kata suling ‘suling’, kuping ‘telinga’, dan eling ‘ingat’. Adanya perulangan bunyi vokal [I] pada data diatas, dapat menyelaraskan pelafalan bunyi di akhir baris. e) Asonansi vokal /u/ jêjêg

(73) Aku krungu swaramu (GA/I/2) ‘Saya dengar suaramu’ (74) Semana uga atiku yèn kêprungu swaramu (GA/V/1)

(16)

Data (73) dan (74), vokal /u/ jêjêg diulang sebanyak tiga kali di suku kata terakhir dari kata aku ‘saya’, krungu ‘dengar’, swaramu ‘suaramu’, atiku ‘hatiku’, kêprungu ‘terdengar’, dan swaramu ‘suaramu’. Keberadaan perulangan vokal /u/ jêjêg pada data di atas memberi kesan merdu pada lirik lagu.

(75) Apuranên aku (CA1/V/1)

Yèn nggawe gêla atimu (CA1/V/2) Dudu karêping ati (CA1/V/3) Dadèke rusak awakmu (CA1/V/4) ‘Maafkan saya’

‘Jika membuat kecewa hatimu’ ‘Bukan maksud hati’

‘Membuat rusak dirimu’

Data (75), menunjukkan asonansi vokal /u/ jêjêg terbuka sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata aku ‘saya’, atimu ‘hatimu’, dudu ‘bukan’,dan awakmu ‘dirimu’. Fungsi dari asonansi vokal [u] pada data di atas ialah menambah keteraturan bunyi dalam satu bait lagu.

(76) Tumètèse êluhmu (PIL/III/1) Ngêbot-ngêboti lakuku (PIL/III/2)

Kudu-kudu aku mbalik nang sliramu (PIL/III/3) Nanging wis dadi sumpahku (PIL/III/4)

Ra bakal nrima sliramu (PIL/III/5) ‘Menetesnya air matamu’

‘Memberatkan langkahku’ ‘Ingin saya kembali pada dirimu’ ‘Tetapi sudah menjadi sumpahku’ ‘Tidak akan menerima dirimu’

Kata êluhmu ‘air matamu’, lakuku ‘langkahku’, kudu-kudu ‘ingin’, aku ‘saya’, sliramu ‘dirimu’, sumpahku ‘sumpahku’, dan sliramu ‘dirimu’, menunjukkan asonansi vokal [u] terbuka sebanyak delapan kali pada suku kata terakhir dengan fungsi menambah kemerduan syair.

(17)

(77) Wong ayu sak tenane aku (ARK/IV/1) ‘Wanita cantik sebenarnya saya’ Ngêrti rasa atimu (ARK/IV/2) ‘Tahu rasa hatimu’

Wis lalèkna aku (ARK/IV/3) ‘Sudah lupakan saya’ Pancèn dudu jodhomu.. (ARK/IV/4) ‘Memang bukan jodohmu’

Data (77), terdapat asonansi vokal [u] sebanyak enam kali yang ditunjukkan oleh suku kata terakhir dari kata ayu ‘cantik’, aku ‘saya’, dan atimu ‘hatimu’, pada baris pertama dan kedua. Kemudian kata aku ‘saya’, dudu ‘bukan’, dan jodhomu ‘jodohmu’, pada baris ketiga dan keempat. Adapun fungsi dari perulangan vokal [u] pada data tersebut untuk memperoleh kepaduan bunyi. (78) Nrima awakmu (BK/III/9) ‘Menerima dirimu’

Dadi bojoku (BK/III/10) ‘Jadi istriku’

Sênadyan bojo kêtêlu (BK/III/11) ‘Meskipun istri ketiga’

Kata awakmu ‘dirimu’, bojoku ‘istriku’, dan kêtêlu ‘ketiga’ pada data (78) merupakan asonansi vokal [u] pada suku kata terakhir yang diulang sebanyak tiga kali dengan fungsi memperindah pelafalan.

(79) Tutupên botolmu (O/III/1) ‘Tutup botolmu’ Tutupên oplosanmu (O/III/2) ‘Tutup oplosanmu’ Emanên nyawamu (O/III/3) ‘Sayangi nyawamu’

Data (79), menunjukkan adanya asonansi vokal [u] sebanyak tiga kali di akhir baris dalam satu bait yang ditunjukkan oleh kata botolmu ‘botolmu’, oplosanmu ‘oplosanmu’, dan nyawamu ‘nyawamu’. Fungsi dari perulangan vokal [u] pada data diatas memberikan kesan merdu.

(80) Domino kiyu-kiyu (D/V/3) Togèle ora metu (D/V/4)

Ben dina sambat mumêt sambat ngêlu (D/V/5) ‘Domino kiyu-kiyu’

‘Togelnya tidak keluar’

(18)

Pada kutipan data (80) terdapat perulangan suku kata vokal [u] sebanyak empat kali dalam satu bait yang ditunjukkan oleh kata ulang kiyu-kiyu ‘kiyu-kiyu’, metu ‘keluar’, dan ngêlu ‘pening’. Perulangan vokal /u/ pada pemaparan di atas berfungsi untuk menambah nilai kepuitisan lagu.

f) Asonansi vokal /u/ miring

(81) Tansah ngêlayung, mung tansah ngêlamun (MMLT/II/3) Eling nalika kayungyun(MMLT/II/3)

‘Akan terlihat pucat (karena sedih), hanya akan melamun’ ‘Ingat ketika jatuh hati’

Data (81), menunjukkan adanya asonansi vokal /u/ miring dengan variasi tertutup konsonan /ng/ pada suku kata terakhir kata ngêlayung ‘pucat’, mung ‘hanya’, dan tertutup konsonan /n/ pada suku kata terakhir kata ngêlamun ‘melamun’, kayungyun ‘jatuh hati’. Adanya asonansi vokal /u/ miring pada data (81) memberi kesan indah dan serasi.

(82) Mêndhung mêntiyung langit Tulungagung (MMLT/III/1) Mayungi tresnaku sing wurung(MMLT/III/2)

‘Awan menggantung di langit Tulungagung’ ‘Memayungi cintaku yang kandas’

Perulangan bunyi vokal [ʊ] tertutup konsonan [ŋ] pada data (82) diulang sebanyak lima kali yang ditunjukkan oleh kata mêndhung ‘mendung’, mêntiyung ‘menggantung’, Tulungagung ‘Tulungagung’, dan wurung‘kandas’. Vokal /ung/ pada data di atas memiliki fungsi untuk menonjolkan kesan estetis saat dilafalkan. g) Asonansi vokal /e/

(83) Jaman biyèn kae make wis nate ngelingne (D/III/1) Judhine mbok aja diterusne (D/III/2)

Mbok dipikir tuwèke (D/III/3) Timbang sara uripe (D/III/4)

Ora sugih sing ana malah kere (D/III/5)

‘Zaman dahulu itu ibu sudah pernah mengingatkan’ ‘Judinya sebaiknya jangan diteruskan’

(19)

‘Sebaiknya dipikirkan masa tuanya’ ‘Daripada susah hidupnya’

‘Tidak kaya yang ada malah miskin’

Kutipan syair di atas terdapat perulangan vokal [e] terbuka, di akhir baris pada suku kata terakhir dari kata kae ‘itu’, make ‘ibu’, nate ‘pernah’, ngelingne ‘mengingatkan’, judhine ‘judinnya’, diterusne ‘diteruskan’, tuwèke ‘tuanya’, uripe ‘hidupnya’, dan pada kata kere ‘miskin’. Perulangan vokal [e] pada data di atas berfungsi memberikan kesan puitis.

(84) Ra kênal penyanyine (PJ/VIII/1) ‘Tidak kenal penyanyinya’ Ra ngêrti penciptane (PJ/VIII/2) ‘Tidak tahu penciptanya’

Sing pênting hore rame-rame (PJ/VIII/3) ‘Yang penting hore ramai-ramai’ Perulangan vokal [e] di suku kata terakhir pada baris yang ditunjukkan oleh kata penyanyine ‘penyanyinya’, penciptane ‘penciptanya’, hore ‘hore’ dan kata ulang rame-rame ‘ramai-ramai’. Perulangan vokal /e/ pada data di atas berfungsi untuk memperindah syair.

(85) Ora ngêrti lagune (PJ/VII/1) ‘Tidak tahu lagunya’ Ora ngêrti syaire (PJ/VII/2) ‘Tidak tahu syairnya’

Sing pênting aku jogèt wae... (PJ/VII/3) ‘Yang penting saya joget saja’ Kata lagune ‘lagunya’, syaire ‘syairnya’, dan wae ‘saja’ pada data (85) menunjukkan asonasi vokal [e] terbuka, di akhir baris dalam satu bait. Fungsi perulangan vokal [e] pada data (84) memberikan unsur keindahan.

h) Asonansi vokal /ê/

(86) Awak wis lêmês (TO/V/1) ‘Badan sudah lemas’ Dhuwite ludhês (TO/V/2) ‘Uangnya amblas’

Tak rasa ati saya nggêgês (TO/V/3) ‘Terasa hati semakin lemas’

Pada data (85), vokal /ê/ muncul sebanyak tiga kali di suku kata terakhir pada akhir baris dalam satu bait yang ditunjukkan oleh kata lêmês ‘lemas’, ludhês ‘amblas’, dan nggêgês ‘lemas’. Adanya perulangan bunyi vokal [ə] pada data di

(20)

atas merupakan suatu bentuk variasi vokal /ê/ tertutup konsonan /s/ pada suku kata terakhir. Fungsi dari perulangan ini menimbulkan keselarasan bunyi dan memunculkan kesan penyangatan.

i) Asonansi vokal /o/ miring

(87) Kapok-kapok (TO/VI/3) ‘Tobat-tobat’

Dudu kapok lombok (TO/VI/4) ‘Bukan tobat kumat’

Data (86), menunjukkan adanya asonansi bunyi vokal [O] sebanyak empat kali pada suku kata terakhir dari kata kapok ‘tobat’ yang diulang dua kali di baris pertama serta pada suku kata terakhir dari kata kapok ‘tobat’ dan lombok ‘kumat’ di baris kedua. Perulangan vokal /o/ miring tertutup konsonan /k/ pada data berfungsi menambah keharmonisan bunyi.

Tabel 1.1 Dominasi Asonansi dalam LLBJKNB

No Asonansi Jumlah Persentase Posisi

1 Vokal [a] 9

16,67% suku kata pertama, suku kata terakhir

2 Vokal [ɔ] 19

35,18% suku kata pertama, suku kata terkhir

3 Vokal [i] 10 18,51% suku kata terakhir

4 Vokal [I] 1 1,85% suku kata terakhir

5 Vokal [u] 8 14,81% suku kata terakhir

6 Vokal [ʊ] 2 3,70% suku kata terakhir

7 Vokal [e] 3 5,56% suku kata terakhir

8 Vokal [ə] 1 1,85% suku kata terakhir

9 Vokal [O] 1 1,85% suku kata terakhir

Total 54 100%

Melalui tabel di atas, diketahui bahwa asonansi dengan persentase tertinggi adalah asonansi vokal [ɔ] yang memperoleh persentase sebesar 35,18% dengan posisi asonansi di suku kata pertama dan terakhir, disusul asonansi vokal /i/ jêjêg sebanyak 18,51% dan asonansi vokal /a/ miring dengan persentase 16,67% yang masing-masing dominan berdistribusi di suku kata terakhir.

(21)

Persentase terkecil ditunjukkan oleh asoansi vokal [I], vokal [ə], dan vokal [O] yang hanya memperoleh pesentase sebesar 1,85% dari keseluruhan jumlah total persentase.

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diperoleh informasi bahwa persentase tertinggi dari keseluruhan total data merupakan asoansi vokal [ɔ] dengan produktifitas tertinggi menjadi pembangun struktur bunyi terbesar dalam LLBJKNB.

1.2 Purwakanthi Guru Sastra (Aliterasi)

Aliterasi atau purwakanthi guru sastra merupakan perulangan bunyi konsonan yang sama pada satu larik atau baris. Letak dari aliterasi beragam dapat berupa perulangan konsonan di awal, tengah maupun akhir kata. Aliterasi yang terdapat dalam LLBJKNB meliputi perulangan konsonan /k/, /l/, /m/, /n/, /ng/, /ny/, /r/, /s/, /t/, dan /w/. Berikut adalah uraian dari aliterasi pada LLBJKNB. a) Aliterasi konsonan /k/

(88) Aku kudu ikhlas nrima kahanan iki (PIL/IV/1) ‘Saya harus ikhlas menerima keadaan ini’

Konsonan /k/ pada data (88) mendominasi data dengan jumlah perulangan sebanyak lima kali yang ditunjukkan oleh kata suku kata terakhir dari kata aku ‘saya’, iki ‘ini’; dan suku kata pertama dari kata kudu ‘harus’, ikhlas ‘ikhlas’, kahanan ‘keadaan’. Aliterasi yang ada pada data tersebut menambah kepaduan dan keindahan suara.

(89) Krungu kabar saka Ngayogjakarta (PM/I/1) ‘Dengar kabar dari Yogyakarta’

Data (89), terdapat aliterasi konsonan /k/ yang tersebar merata dalam satu baris seperti adanya konsonan /k/ pada suku kata pertama dari kata krungu

(22)

‘dengar’, kabar ‘kabar’; suku kata terakhir dari kata saka ‘dari’; dan suku kata kedua dari belakang (penultima) dari kata Ngayogjakarta ‘Yogyakarta’ yang diulang sebanyak empat kali pada data. Keberadaan aliterasi /k/ pada data (88) memberikan sentuhan indah pasda syair lagu.

(90) Atiku kangên, kangênku marang kowe (SLNJ/I/2) ‘Hatiku rindu, rinduku pada dirimu’

Perulangan konsonan /k/ pada data (90) menunjukkan adanya aliterasi yang mendominasi data dengan perulangan sebanyak lima kali pada suku kata terakhir dari kata atiku ‘hatiku’; suku kata pertama dari kata kangên ‘rindu’ dan kowe ‘Kamu’; dan suku kata pertama dan terakhir dari kata kangênku ‘rinduku’. Adapun fungsi dari aliterasi konsonan /k/ yang dipaparkan pada analisis di atas ialah menambah keindahan tuturan.

b) Aliterasi konsonan /l/

(91) Kêrlip-kêrlip lintang (BK/I/3) ‘Kerlap-kerlip bintang’

Aliterasi konsonan /l/ pada data (91) muncul sebanyak tiga kali pada setiap kata dalam satu baris yang ditampilkan oleh suku kata terakhir dari kata ulang kêrlip-kêrlip ‘kerlap-kerlip’ dan suku kata pertama dari kata lintang ‘bintang’. Aliterasi konsonan /l/ dalam analisis tersebut berfungsi memperindah pelafalan lirik.

c) Aliterasi konsonan /m/

(92) Mobat-mabit montang-manting (BS/I/3) ‘Terombang-ambing, terpontang-panting’

(93) Mêndêmku tak marèni (TO/VIII/2) ‘Mabuknya saya sudahi’ (94) Kirim-kiriman salam (GA/I/4) ‘Berkiriman salam’

(23)

Berdasarkan data di atas, aliterasi konsonan /m/ muncul sebanyak empat kali pada data (92) serta muncul sebanyak tiga kali pada data (93) dan (94). Pengulangan konsonan /m/ diantaranya yaitu pada suku kata pertama dari kata ulang mobat-mabit ‘terombang-ambing’, kata ulang montang-monting ‘terpontang-panting’ dan kata tak marèni ‘saya sudahi’; suku kata terakhir dari kata ulang kirim-kiriman ‘berkiriman’, dan kata salam ’salam; suku kata pertama dan penultima dari kata mêndêmku ‘mabukku’. Pengulangan konsonan /m/ pada data berfungsi menciptakan keselarasan bunyi.

d) Aliterasi konsonan /n/

(95) Lakon trêsna iki kasunyatan (BS/II/2) ‘Cerita cinta ini kenyataan’ Perulangan konsonan /n/ pada data (95) terjadi sebanyak tiga kali yang ditunjukkan oleh suku kata terakhir dari kata lakon ‘cerita’, trêsna ‘cinta’,dan kasunyatan ‘kenyataan’. Aliterasi dari konsonan /n/ tersebut berfungsi menambah keharmonisan bunyi saat dilafalkan.

e) Aliterasi konsonan /ng/

(96) Mêlêngkung janur kuningng gawangan (MMLT/I/3) Trênyuh atiku kelingan (MMLT/I/4)

‘Melengkung janur kuning di gawang (pintu)’ ‘Terharu (bercampur sedih) hatiku ingat’

Pada kata mêlêngkung ‘melengkung’, perulangan konsonan /ng/ nampak pada penultima dan ultima dari kata tersebut, sedangkan pada kata kuning ‘kuning’, ng ‘di’, gawangan ‘gawang (pintu)’, dan kelingan ‘ingat’menunjukkan adanya aliterasi konsonan /ng/ di suku kata terakhir yang diulang sebanyak enam kali dalam satu baris dengan fungsi untuk memperindah tuturan data tersebut.

(97) Tansah ngêlayung, mung tansah ngêlamun (MMLT/II/3) Eling nalika kayungyun (MMLT/II/4)

(24)

‘Akan pucat (karena sedih), hanya akan melamun’ ‘Ingat ketika jatuh hati’

Pada data (97), aliterasi bunyi konsonan [ŋ] diulang sebanyak empat kali pada suku terakhir dari kata ngêlayung ‘pucat’, mung ‘hanya’, eling ‘ingat’, dan pada penultima dari kata kayungyun ‘jatuh hati’ dengan maksud untuk memberikan keselarasan antar kata saat dilafalkan.

(98) Mêndhung mêntiyung langit Tulungagung (MMLT/III/1) Mayungi tresnaku sing wurung (MMLT/III/2)

‘Awan menggantung di langit Tulungagung’ ‘Memayungi cintaku yang kandas’

Aliterasi konsonan /ng/ pada data (98) ditunjukkan oleh perulangan bunyi [ŋ] yang diulang sebanyak lima kali pada suku kata terakhir dari kata mêndhung ‘mendung’, mêntiyung ‘melengkung’, Tulungagung ‘Tulungagung’, dan wurung ‘kandas’; dan penultima dari kata mayungi ‘memayungi’. Perulangan konsonan /ng/ pada data menambah kemerduan syair.

(99) Jingkrak-jingkrak goyang-goyang (PJ/II/4) ‘Lompat-lompat goyang-goyang’

Aliterasi yang ditunjukkan oleh data (99), ditunjukkan oleh suku pertama dari kata ulang jingkrak-jingkrak ‘lompat-lompat’ dan suku kata terakhir dari kata ulang goyang-goyang ‘goyang-goyang’. Adapun fungsi dari aliterasi konsonan /ng/ pada pemaparan di atas ialah memperindah tuturan saat dilafalkan.

f) Aliterasi kosonan /ny/

(100) Trênyuh nyawang nyawa-nyawa ilang (PM/IV/2)

‘Terharu (bercampur sedih) melihat nyawa-nyawa hilang’

Data (100) menunjukkan adanya perulangan konsonan /ny/ sebanyak empat kali dalam satu baris yaitu pada suku kata terakhir dari kata trênyuh ‘terharu (bercampur sedih)’ , kemudian pada suku kata pertama kata nyawang

(25)

‘melihat’, dan kata ulang nyawa-nyawa ‘nyawa-nyawa’. Adanya perulangan bunyi konsonan [ñ] pada data menimbulkan keruntutan bunyi dalam satu larik. g) Aliterasi konsonan /r/

(101) Dorèmi dadhu karo rèmi (D/I/1) ‘Doremi dadu dan remi’

Wiwit iki mbok ya dilereni (D/I/2) ‘Mulai sekarang sebaiknya dihentikan’

Berdasarkan uraian di atas perulangan konsonan /r/ terjadi pada baris pertama yang ditunjukkan oleh suku kata kedua dari kata dorèmi ‘doremi’; suku kata terakhir dari kata karo ‘dengan’; dan suku kata pertama dari kata rèmi ‘remi’. Penggunaan aliterasi konsonan /l/ berfungsi memperindah tuturan saat dilafalkan. h) Aliterasi konsonan /s/

(102) Sênadyan saka lokalisasi (CA2/I/3) ‘Meskipun dari lokalisasi’ Tansah tak tampa (CA2/I/3) ‘Akan saya terima’

Perulangan konsonan /s/ yang menunjukkan adanya aliterasi terdapat pada baris pertama yang diwakili oleh suku kata pertama dari kata sênadyan ‘meskipun’ dan saka ‘dari’; serta pada penultima dan ultima dari kata lokalisasi ‘lokalisasi’. Fungsi dari aliterasi tersebut yaitu menambah keseragaman bunyi saat dilafalkan sehingga akan terasa lebih indah.

(103) Sila donga sujud syukur (SS/VI/2) ‘Sila doa sujud syukur’

Aliterasi yang di tampilkan pada data (103) adalah aliterasi konsonan /s/ dengan perulangan sebanyak tiga kali dalam satu baris yang ditunjukkan oleh suku kata pertama dari kata sila ‘sila’, sujud ‘sujud’, dan syukur ‘syukur’. Maksud dari perulangan tersebut ialah untuk menyelaraskan bunyi konsonan di awal kata sehingga akan lebih enak untuk dilafalkan.

(26)

i) Aliterasi konsonan /t/

(104) Senadyan aku amung bojo simpênan (BS/IV/4) Sêjatine aku trêsna têmênan (BS/IV/5)

‘Meskipun saya hanya istri simpanan’ ‘Sebenarnya saya benar-benar cinta’

Data (104), menunjukkan adanya aliterasi konsonan /t/ sebanyak tiga kali pada baris kedua oleh penultima dari kata sêjatine ‘sejatinya’; suku kata pertama dari kata trêsna ‘cinta’, dan têmênan ‘sungguhan’. Perulangan ini menimbulkan kesan suara yang runtut dan indah.

(105) Tansah tak trima (CA2/IV/4)

Tak tampa kanti ikhlas ati (CA2/IV/5) ‘Akan saya terima’

‘Saya terima dengan ikhlas hati’

Pada suku kata pertama dari kata tansah ‘akan’, tak trima ‘saya terima’, tak tampa ‘saya terima’; dan suku kata terakhir dari kata kanti ‘dengan’, dan ati ‘hati’ menunjukkan aliterasi konsonan /t/ yang nampak pada baris pertama dan kedua dari data (105). Fungsi dari perulangan konsonan /t/ pada data yaitu menciptakan keharmonisan bunyi sehingga lebih merdu diucapkan.

(106) Durung suwe nggonku kenalan (GA/IV/1) Bên keprungu swarane (GA/IV/2)

Ati tansah tratapan (GA/IV/3) ‘Belum lama saya berkenalan’ ‘Setiap terdengar suaramu’ ‘Hati akan berdebar’

Aliterasi konsonan /t/ pada baris ketiga data (106) menunjukkan kesan indah dengan menampilkan bunyi [t] yang diulang-ulang sebanyak empat kali. oleh suku kata terakhir kata ati ‘hati’; suku kata pertama kata tansah ‘akan’; dan suku kata pertama dan kedua kata tratapan ‘berdebar-debar’ yang berada pada

(27)

baris ketiga. Fungsi dari perulangan konsonan /t/ tersebut memberikan kesan indah dengan menampilkan bunyi [t] yang diulang-ulang sebanyak empat kali. j) Aliterasi konsonan /w/

(107) Merga kowe sing tak trêsna (ARK/I/4) Wis diduwèni wong liya (ARK/I/5) ‘Karena Kamu yang saya cintai’ ‘Sudah ada yang memiliki’

Perulangan konsonan /w/ pada kutipan syair di atas ditunjukkan oleh suku kata pertama dari kata wis ‘sudah’, dan wong ‘orang’; penultima dari kata diduwèni ‘dimiliki’. Aliterasi konsonan /w/ yang ditampilkan pada baris kedua data (107), berfungsi menambah keindahan syair lagu.

Tabel 1.2 Dominasi Aliterasi dalam LLBJKNB No Aliterasi Jumlah Persentase Posisi

1 a. Konsonan [k] 3

15% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir 2 b. Konsonan [l] 1

5% suku kata pertama , suku kata terakhir

3 c. Konsonan [m] 3

15% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir 4 d. Konsonan [n] 1 5% suku kata terakhir

5 e. Konsonan [ŋ] 4

20% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir 6 f. Konsonan [ñ] 1

5% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir 7 g. Konsonan [r] 1

5% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir 8 h. Konsonan [s] 2

10% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir 9 i. Konsonan [t] 3

15%

suku kata pertama, suku kata kedua adri depan, suku kata kedua dari belakang (penultima), dan suku kata terakhir

10 j. Konsonan [w] 1

5% suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang

(28)

Melalui tabel di atas, diketahui bahwa aliterasi dengan persentase tertinggi adalah aliterasi konsonan [ŋ] yang memperoleh persentase sebesar 20% dengan distribusinya pada suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir, disusul aliterasi konsonan [k] sebanyak 15% dan aliterasi konsonan [m] dengan persentase 15% dengan posisi terletak pada suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (penultima), dan suku kata terakhir, serta aliterasi konsonan [t] sebesar 15% pada suku kata pertama, suku kata kedua adri depan, suku kata kedua dari belakang (penultima), dan suku kata terakhir.

Persentase terkecil ditunjukkan oleh aliterasi konsonan [l] dengan posisi di suku kata pertama dan suku kata terakhir, aliterasi konsonan [n] pada suku kata terakhir, aliterasi konsonan [ñ] pada suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang, dan suku kata terakhir, serta aliterasi konsonan [w] pada suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang yang masing-masinghanya memperoleh persentase sebesar 5% dari keseluruhan jumlah total persentase.

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diperoleh informasi bahwa persentase tertinggi dari keseluruhan total data merupakan asoansi konsonan /ng/ dengan produktifitas tertinggi berdistribusi paling intensif muncul menjadi pembangun struktur bunyi dalam LLBJKNB.

1.3 Purwakanthi Lumaksita

Purwakanthi lumakasita merupakan perulangan kata maupun suku kata yang beruntun pada akhir baris kemudian diulang pada awal baris selanjutnya. Realisasi dari purwakanthi lumaksita dalam LLBJKNB dapat dilihat melalui analisis berikut.

(29)

(108) Akèh malapêtaka kang lagi dicoba (PM/III/2)

Pacobaning urip saking kang Maha Kuwasa (PM/III/3)

‘Banyak malapetaka yang sedang diujikan’ ‘Ujian hidup dari Yang MahaKuasa’

Data (108), purwakanthi lumaksita ditunjukkan pada akhir baris pertama yaitu kata coba ‘uji’ yang memproleh afiksasi dan diulang di awal baris berikutnya dengan adanya variasi bentuk dari kata tersebut. Kata dasar coba ‘uji’ pada baris pertama memperoleh prefiks {di-} sehingga berubah menjadi kata dicoba ‘diujikan’. Pada baris kedua kata coba ‘uji’ memperoleh konfiks {pa- -an} menjadi pacobaan → pacoban yang kemudian bergabung dengan kata ing menjadi kata pacobaning.

Akèh malapêtaka kang lagi (di- + coba)

{(pa- -an + coba)+ -ing} saking kang Maha Kuwasa

Purwakanthi lumaksita pada data di atas memiliki fungsi menegaskan maksud pengarang bahwa Tuhanlah sumber segala ujian hidup manusia di dunia ini dengan mengulang kata coba ‘uji’ yang divariasi.

(109) Kusumawicitra sing dadi sêksine (MMLT/II/1)

Nyinêksèni trêsnaku mring kowe (MMLT/II/2)

‘Beraneka macam bunga yang menjadi saksinya’ ‘Menyaksikan cintaku pada Kamu’

Data (109), terdapat purwakanthi lumaksita dengan mengulang kata sêksi ‘saksi’ yang divariasi bentuk di akhir baris pertama dan awal aris kedua. Kata sêksi ‘saksi’ pada baris pertama mendapat sufiks {-ne} menjadi kata sêksine ‘saksinya’. Sedangkan kata sêksi ‘saksi’ pada awal baris kedua mendapat afiksasi berupa perfiks {ny-} dan sufiks {-an} menjadi nyêksèn, kemudian mendapat infiks {-in} dan sufiks {-i} menjadi kata nyinêksèni ‘menyaksikan’.

(30)

[{((ny- + sêksi ) + -an) + -i} + -in-] trêsnaku mring kowe

Purwakanthi lumaksita pada data (109) memiliki maksud bahwa dengan adanya perulangan tersebut lebih menekankan makna bahwa bermacam-macam bunga tersebut menjadi saksi cinta seseorang.

Tabel 1.3 Rekapitulasi Aspek Penanda Bunyi dalam LLBJKNB

No Aspek Penanda Bunyi Jumlah Persentase

1 Asonansi a. Vokal [a] 9 11,84% b. Vokal [ɔ] 19 25,00% c. Vokal [i] 10 13,15% d. Vokal [I] 1 1,31% e. Vokal [u] 8 10,52% f. Vokal [ʊ] 2 2,63% g. Vokal [e] 3 3,94% h. Vokal [ə] 1 1,31% i. Vokal [O] 1 1,31% 2 Aliterasi k. Konsonan [k] 3 3,94% l. Konsonan [l] 1 1,31% m. Konsonan [m] 3 3,94% n. Konsonan [n] 1 1,31% o. Konsonan [ŋ] 4 5,26% p. Konsonan [ñ] 1 1,31% q. Konsonan [r] 1 1,31% r. Konsonan [s] 2 2,63% s. Konsonan [t] 3 3,94% t. Konsonan [w] 1 1,31% 3 Purwakanthi Lumaksita 2 2,63% Total 76 100%

Berdasarkan tabel di atas, aspek penanda bunyi yang paling dominan adalah asonansi vokal [ɔ] dengan persentase 25%, kemudian urutan di bawahnya yaitu asonansi [i] sebesar 13,15% dan asoansi vokal [a] sebesar 11,84%. Jika dibandingkan dengan pemerolehan persentase asonansi lainnya, asonansi vokal

(31)

[I], [ə], dan vokal [O] mendapat jumlah persentase terendah yaitu hanya memperoleh 1,31%.

Aspek penanda bunyi yaitu aliterasi [ŋ] pada tabel di atas menunjukkan persentase terbanyak dibandingkan asonansi yang lainnya yaitu sebesar 5,26%. Sedangkan purwakanthi lumaksita dalam tabel dengan jumlah perolehan dua hanya memiliki persentase sebesar 2,63% pada keseluruhan data.

Melalui tabel dominasi tersebut, dapat diketahui bahwa asonansi merupakan aspek penanda bunyi dengan jumlah tertinggi dibanding aliterasi dan purwakanthi lumaksita. Hal ini dikarenakan asonansi merupakan aspek penanda bunyi yang paling produktif membentuk struktur pelafalan dan pola variasi dengan konsonan.

2. Diksi dan Aspek Penanda Morfologis a. Diksi

Diksi merupakan pilihan kata yang selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapakan. Adapun pemanfaatan diksi pada LLBJKNB dapat dilihat pada uraian berikut.

1) Sinonimi

Sinonimi adalah dua kata atau lebih yang mempunyai makna berdekatan. Sinonimi dalam bahasa Jawa memiliki istilah tersendiri yaitu dasanama. Berikut adalah pilihan diksi yang menandakan adanya sinonimi pada LLBJKNB.

(110) Nèng donya ora ana cahya (SS/I/1) Ndahne ya pêtênge kaya apa (SS/I/2) ‘Di dunia tidak ada cahaya’

(32)

(111) Nang donya ra ana swara (SS/II/1) Ndahne ya sêpine kaya apa (SS/II/2) ‘Di dunia tidak ada suara’

‘Betapa sepinya seperti apa’

(112) Ora sugih sing ana malah kere (D/III/5) ‘Tidak kaya yang ada malah miskin’

(113) Ben dina sambat mumêt sambat ngêlu (D/V/5) ‘Setiap hari mengeluh pusing mengeluh pening’ (114) Sing pênting têrtib lan ora tawuran (PJ/V/3)

‘Yang penting tertib dan tidak tawuran’

(115) Ndadèkne wêrna-werni, ning rupane ora padha (SS/VIII/2) ‘Menjadikan warna-warni, tetapi rupanya tidak sama’ (116) Ilang bandha donya uga sanak uga kadang (PM/II/2)

‘Hilang harta benda juga sanak juga keluarga

Data (110) sampai dengan (116) di atas, menunjukkan adanya kata yang berbentuk sinonimi. Pada data (110), sinonimi terdapat pada tuturan ora ana

cahya ‘tidak ada cahaya’ pada akhir baris pertama yang bersinonim dengan kata

pêtêng ‘gelap’ pada kata ketiga baris setelahnya. Seperti halnya data (110), pada

data (111) terdapat sinonimi pada tuturan ra ana swara ‘ tidak ada suara’ di akhir larik pertama yang bersinonim dengan kata sêpi ‘sepi’ pada larik setelahnya. Pada data (112), (113), (114), (115) dan (116), sinonimi terdapat pada akhir baris dari tuturan ora sugih = kere ‘miskin’, mumêt = ngêlu ‘pusing’, têrtib = ora

tawuran ‘teratur’, wêrna-werni = rupane ora padha ‘warna-warni’ sanak

‘sanak’ = kadang ‘keluarga’.

Sinonimi pada tuturan tersebut memiliki fungsi penekanan pada suatu hal yang ingin dipertegas oleh pengarang dengan menampilkan diksi yang memiliki kemiripan makna.

(33)

2) Antonimi

Antonimi adalah kata-kata yang mengalami pertentangan makna. Antonimi berdasarkan sifatnya terbagi menjadi lima kategorial yaitu 1) Oposisi Mutlak, 2) Oposisi Kutub, 3) Oposisi Hubungan, 4) Oposisi Hirarkial, dan 5) Oposisi Majemuk. Akan tetapi, dalam LLBJKNB hanya ditemukan antonimi dengan oposisi mutlak dan oposisi kutub. Berikut pemaparan dari antonimi yang ditemukan dalam LLBJKNB.

(117) Tak unggah udhukne (PIL/II/4) Pancen wis tiba wancine (PIL/II/5)

Ikhlas ati yèn pancèn amung sêmene (PIL/II/6) ‘Saya pertimbangkan’

‘Memang sudah tiba saatnya’

‘Ikhlas hati jika cukup hanya sekian’

Data (117) merupakan antonimi oposisi kutub, maksudnya pada tuturan tersebut terdapat oposisi makna yang menyatakan adanya tingkatan pada kata-kata tersebut. Pada data (117) antonimi terdapat pada kata unggah >< udhuk ‘naik >< turun’. Kata unggah berasal dari kata munggah yang mengalami aferesis dengan menghilangkan konsonan /m/ di awal kata. Sedangkan kata undhuk berasal dari kata mudhuk/mudhun yang mengalami pelesapan huruf /m/ di suku kata pertama, kemudian mengalami aferesis di awal suku kata menjadi udhuk.

Antonimi yang di tampilkan pada data di atas terletak pada akhir baris pertama memiliki fungsi untuk menerangkan maksud bahwa dalam memutuskan sesuatu tidak boleh gegabah, harus mempertimbangkan baik buruknya keputusan yang diambil. Oleh karena itu, pengarang memilih diksi ungah udhuk agar memperjelas konteks lagu yang disampaikan lewat tuturan data (117).

(118) Bandha lan donya (D/IV/1) Kabèh ilang musna (D/IV/2)

(34)

Sing ana kari raga karo nyawa (D/IV/3) ‘Harta benda’

‘Semua hilang musna’

‘Yang ada tinggal raga dengan nyawa’

Data (118), antonimi terdapat pada akhir baris ketiga yang ditunjukkan oleh kata raga ‘raga (badan)’ >< nyawa ‘nyawa (roh)’ yang memiliki pertententangan makna secara mutlak. Pemilihan diksi raga >< nyawa yang mencerminkan adanya antonimi dengan maksud meyampaikan sindiran kepada orang lain apabila semua harta bendanya musnah yang ada tinggallah raga dengan nyawa. Bentuk sindiran yang seperti ini bertujuan agar memperoleh respon dari pendengar.

3) Kosakata Asing

Kosakata asing yang ada pada LLBJKNB terdiri dari kosakata bahasa Indonesia dan kosakata bahasa Inggris. Penggunaan kosakata bahasa Indonesia pada LLKNB dapat dilihat dari data-data berikut.

1. Kosakata bahasa Indonesia

(119) Dadèkne bubrahing moral lan akhlakmu (CA1/I/2) ‘Membuat rusak moral dan akhlakmu’

(120) Nganti nekad ati jêgur nang lokalisasi (CA1/I/3) ‘Hingga nekat hati masuk ke lokalisasi’

(121) Dudu karêp ati iki jêgur nang lokalisasi (CA1/II/1) ‘Bukan maksud hati ini masuk ke lokalisasi’ (122) Sênadyan saka lokalisasi (CA2/I/3)

‘Meskipun dari lokalisasi’

(123) Nèng lokalisasi nggonku nandhang lara cupêt ati (CA2/II/3) ‘Di lokalisasi tempatku merasakan sakit hati’

(35)

(125) Ora ngêrti lagune (PJ/VII/1) ‘Tidak tahu lagunya’ (126) Ora ngêrti syaire (PJ/VII/2) ‘Tidak tahu syairnya’

(127) Ra kênal penyanyine (PJ/VIII/1) ‘Tidak kenal penyanyinya’ (128) Ra ngêrti penciptane (PJ/VIII/2) ‘Tidak tahu penciptanya’

Kosakata bahasa Indonesia LLBJKNB diantaranya, yaitu kata moral dan

akhlak pada akhir larik dari data (119), kata lokalisasi yang muncul pada akhir

dan tengah baris data (120) sampai dengan (123); kata gelombang radio pada data (124); kata lagu, syair, penyanyi, pencipta pada akhir baris data (125) sampai (128). Terselipnya kata bahasa Indonesia dalam data-data di atas dimaksudkan agar tuturan lebih mudah dipahami. Akan tetapi, pada data (125) sampai dengan (128) menunjukkan adanya interferensi morfologi yakni usaha mengubah kata-kata dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dengan membubuhkan sufiks {-e/ne} pada akhir kata tersebut. Meskipun hal ini melanggar kaidah gramatikal bahasa yang diserap, pola seperti ini menjadi karakteristik dalam LLBJKNB untuk memberikan kesan komunikatif.

2. Kosakata Bahasa Inggris

Selain kosakata bahasa Indonesia, terdapat pula kosakata bahasa Inggris pada LLBJKNB. Namun, kosakata bahasa Inggris dalam LLBJKNB sangat minim penggunaannya. Dari keseluruhan sampel, hanya ditemukan satu data yang mewakili adanya penggunaan kosakata bahasa Inggris. Berikut pemaparan data tersebut.

(129) Request lagu (GA/II/4) ‘Minta lagu’

(36)

Kata bahasa Inggris yang ditunjukkan pada awal baris data (129) yaitu kata request ‘minta’ yang menunjukkan adanya variasi bahasa. Kata request dalam data (129) menunjukkan adanya maksud pengarang untuk sekedar mengikuti trend/gaya bahasa anak muda saat ini yang sering menyisipkan kosakata Inggris untuk meningkatkan kesan komunikatif.

4) Kosakata Kawi (Tembung Kawi)

Selain kosakata bahasa Indonesia dan Inggris, Kosakata Kawi dalam LLBJKNB menambah jumlah variasi bahasa yang dipakai Nur Bayan dalam menciptakan lagu. Pada LLBJKNB ditemukan kosakata Kawi sebagai berikut. (130) Kusumawicitra sing dadi sêksine (MMLT/I/2)

‘Bermacam-macam bunga yang menjadi saksinya’ (131) Eling nalika kayungyun (PM/I/2)

‘Ingat ketika jatuh hati’

Kata-kata yang termasuk dalam tembung Kawi diantaranya kata

kusumawicitra ‘(kêmbang warna-warna) bermacam-macam bunga’ pada awal

baris data (130), dan kata kayungyun ‘(kêsêngsêm) jatuh hati’ pada akhir baris data (131). Kata-kata Kawi tersebut berdistribusi di akhir dan awal baris. Kata Kawi digunakan oleh pengarang dengan tujuan untuk menambah nilai arkhais data-data di atas.

5) Kosakata dialek Jawa Timuran

Pada LLBJKNB juga ditemukan kosakata dialek Jawa Timuran khususnya kosakata dialek Kediri dan daerah sekitarnya. Adapun analisis dari dialek tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

(132) Nganti nekad ati jêgur nang lokalisasi (CA1/I/3) ‘Hingga nekat hati masuk ke lokalisasi’

(37)

(133) Dudu karêp ati iki jêgur nang lokalisasi (CA1/I/3) ‘Bukan keinginan hati ini masuk ke lokalisasi’ (134) Nang donya ra ana swara (CA1/I/3)

‘Di dunia tidak ada suara’

(135) Nang donya ora ana dosa (CA1/I/3) ‘Di dunia tidak ada dosa’

Kata nang dalam LLBJKNB merupakan ragam dialek Jawa Timur dengan maksud menyatakan padanan kata anèng (ana + ing) atau nèng. Fungsi dari kosakata nang sebagai kata tunjuk untuk menunjukkan tempat. Pada data (132) dan (133), kosakata nang berdistribusi di kata kedua dari belakang. Sedangkan pada data (134) dan (135), kosakata nang berdistribusi di depan.

(136) Mandar muga sing Kuwasa ngijabahi (CA1/I/3) ‘Semoga Yang MahaKuasa mengabulkan’

Kosakata dialek Jawa Timuran lainnya yang ditemukan dalam LLBJKNB ialah kata mandar ‘malah’. Kosakata ini merupakan kosakata khas dari daerah Jawa Timur, khususnya daerah Kediri dan sekitarnya. Kata mandar sering digunakan dalam percakapan sehari-hari di kawasan Kediri dan sekitarnya. Berdasarkan penggunaan kosakata yang mengandung unsur dialek tersebut, pengarang bermaksud memberikan penciri atas karya sastranya agar nampak khas. 6) Kata Sapaan

Kata sapaan dalam LLBJKNB berbentuk satuan lingual bahasa yang menunjukkan unsur komunikatif untuk menyapa dan menambah efek keakraban. Kata sapaan yang ditemukan di LLBJKNB, dapat dilihat pada pemaparan berikut. (137) Mêrga kowe sing tak trêsna (ARK/I/5) ‘Karena Kamu yang saya cinta’ (138) Mêrga kowe ra nang kene (SLNJ/II/5) ‘Karena Kamu tidak ada di sini’

Gambar

Tabel 1.1 Dominasi Asonansi dalam LLBJKNB
Tabel 1.2 Dominasi Aliterasi dalam LLBJKNB  No  Aliterasi   Jumlah  Persentase   Posisi
Tabel 1.3 Rekapitulasi Aspek Penanda Bunyi dalam LLBJKNB
Tabel 1.4 Rekapitulasi Aspek Penanda Diksi dan Pemilihan Kosakata dalam  LLBJKNB
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika penelitian ini dihubungkan dengan kawasan Teknologi Pembelajaran maka judul penelitian “Pemanfaatan Broadband Learning Center (BLC) di Taman Prestasi Surabaya

Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan berpikir kognitif siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 5 Yogyakarta tahun ajaran 2016-2017 memiliki kriteria sangat setuju mengenai sikap

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa pengamanan pesan melalui metode vigenere cipher dengan penggunaan kunci secara berlapis dapat meminimalisir kelemahan yang

Oh goddess who lives in the prosperous Thiru Kadavur, Which is full of Vedic chants said by Lord Vishnu and Lord Brahma, Oh goddess who holds the holy wheel, Whose names are famous,

Penelitian yang berjudul ”Kajian tentang Perbandingan Aspek Perdata dan Pidana dalam Pelaksanaan Tuntutan Ganti Rugi Akibat Perbuatan Melawan Hukum dalam Kasus

Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kantor Ketahanan Pangan Tahun 2011-2016, merupakan tindak lanjut atas ketentuan Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem

Sedangkan post-test diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dari kedua kelas dalam komunikasi

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,