• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel Moderating pada Kabupaten dan Kota di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel Moderating pada Kabupaten dan Kota di"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono,1985). Satu - satunya ukuran yang paling penting dalam konsep ekonomi adalah Produk

Domestik Bruto (PDB) yang mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu negara atau nasional. PDRB untuk mengukur total nilai barang dan

jasa yang dihasilkan pada suatu daerah atau lokal. Pengertian PDRB adalah penjumlahan dari seluruh nilai tambah bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, mempergunakan seluruh lapangan usaha dikelompokkan menjadi sembilan sektor ekonomi. Hal ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk Domestik Bruto

(PDB) ditingkat nasional. Ini juga memudahkan analis untuk membandingkan PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan PDB. Menurut Supriana

(2008:18-25), metode perhitungan PDRB yaitu :

a. Metode Langsung, dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : pendekatan produksi (production approach), pendekatan pendapatan (income approach)

dan pendekatan pengeluaran (expenditure approach)

b. Metode Tidak Langsung, dilakukan dengan dua cara perhitungan, yakni :

(2)

dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan Nilai Produksi Bruto (NPB) dengan biaya antara

masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat

perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor. 2. Perhitungan Atas Dasar Harga Konstan, dapat mencerminkan

perkembangan real ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun yang

digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi. NTB atas harga konstan ini hanya menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja.

Perhitungan atas dasar harga konstan ini berguna untuk melihat perubahan ekonomi secara keseluruhan maupun secara sektoral. PDRB harga konstan juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu kota di

provinsi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti menggunakan PDRB harga konstan sebagai alat ukur untuk menilai

pertumbuhan ekonomi.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan sarana dan prasarana, antara lain sumber daya alam, tenaga kerja, investasi modal,

kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri, teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah daerah,

pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan. Dalam pemerintah daerah, pembangunan sarana dan prasarana berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Darwanto,2007). Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi

(3)

pertumbuhan penduduk. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan dan perbaikan infrastruktur untuk pelayanan kepada publik dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Menurut Sukirno (2002:10), pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa

yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Istilah pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan sesuatu perekonomian. Jhingan (2007:67), proses

pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi yang termasuk dalam pertumbuhan ekonomi

suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia modal, usaha, teknologi, dan sebagainya. Faktor non ekonomi adalah lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan lainnya.

Sukirno (2002:415), Economic Development is Growth Plus Change

mempunyai arti pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang

diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak. Kuznets dalam Sukirno, mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu peningkatan bagi suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya,

pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi, kelembagaan, serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan.

Menurut Todaro (2004:92), terdapat tiga faktor utama dari pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa yaitu :

a. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi yang

(4)

manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari.

b. Pertumbuhan penduduk, pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja

secara tradisional dianggap menjadi salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif.

c. Kemajuan teknologi, yang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting. Kemajuan teknologi terjadi dikarenakan ditemukannya

cara baru atas perbaikan cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional contoh kegiatan menanam jagung, membuat pakaian atau membangun rumah.

2.1.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Halim (2001), PAD adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari sumber – sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain – lain PAD yang sah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, “PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber – sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut

(5)

yang berlaku”. PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha – usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana

dari pemerintah pusat.

Bratakusumah (2003), PAD sebagai pendapatan yang berasal dari dalam

daerah yang bersangkutan untuk guna membiayai kegiatan – kegiatan daerah tersebut. Menurut Halim (2007:96), mengelompokkan PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :

a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan d. Lain – lain PAD yang sah

Menurut Widjaja (2005:74), PAD terdiri atas hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Mardiasmo

(2002:132), PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain PAD yang sah. Dalam rangka meningkatkan PAD

pemerintah daerah dilarang :

a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan

ekonomi biaya tinggi dan,

(6)

2.1.3. Dana Alokasi Umum (DAU)

UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah” menyebutkan bahwa DAU merupakan dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih sangat didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk DAU, DAK, dan DBH,

sedangkan porsi PAD masih relatif kecil (Mardiasmo,2002). Menurut Kurniawan (2010) mengatakan bahwa DAU bersifat block grant yakni hibah yang

penggunaannya cukup fleksibel (dalam artian tidak banyak larangan) seperti halnya hibah kategori.

Mengacu PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan bahwa tujuan

DAU terutama adalah untuk: (a) horizontal equity dan (b) sufficiency. Tujuan

horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka

melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap.

Sufficiency dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kewenangan, beban, dan standar pelayanan minimum (Mardiasmo,2002).

Henley et al (2007) dalam Mardiasmo (2004:157), mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat dalam memberikan dana bantuan berbentuk

grant kepada pemerintah daerah, yaitu:

(7)

b. Untuk meningkatkan akuntabilitas ( promote accountability)

c. Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif. Pajak daerah cenderung kurang progresif, membebani tarif pajak yang tinggi kepada

masyarakat yang berpenghasilan rendah;

d. Untuk meningkatkan keberterimaan (acceptability) pajak daerah. Pemerintah

pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah pajak daerah.

Pada dasarnya terdapat dua jenis grant yang diberikan pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah, yaitu: (1) block grant (DAU), dan (2) specific grant

(DAK). Dalam rangka meningkatkan local discretion, grant yang diberikan oleh

pemerintah pusat lebih banyak bersifat block grant, bukan specific grant.

2.1.4. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan

tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Menurut Widjaja (2005:75), DAK adalah dana bantuan yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk

membantu membiayai kebutuhan tertentu/khusus yaitu :

a. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan

rumus alokasi umum dan atau

b. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional dialokasikan berdasarkan usulan daerah. Sektor kegiatan yang tidak dapat dibiayai oleh

(8)

penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis.

Menurut website www.depkeu.djpk.go.id kebijakan DAK secara spesifik

bertujuan :

1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan

di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.

2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah

tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan

diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur.

4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

5. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di

(9)

6. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.

7. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan

kegiatan yang didanai dari APBD.

8. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan

daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen

Kesehatan.

Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur

ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik pendukung. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat berpengaruh terhadap

pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

2.1.5. Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap

(10)

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefenisikan belanja modal sebagai pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap

dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan

oleh pemerintah dimana aset tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari – hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.

Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal yang

merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Dalam menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana

dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Setiap

tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka

panjang secara finansial.

Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan

menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan

dalam pengalokasiannya.

Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Secara

(11)

menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli. Biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit.

2.1.6. Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos dan nomos. Kata pertama berarti sendiri dan kata kedua berarti pemerintah. Otonomi mempunyai arti memerintah sendiri, dalam wacana administrasi publik daerah sering disebut

sebagai local self government. Khusaini (2006), mengatakan bahwa daerah otonom praktis berbeda dengan daerah saja yang merupakan penerapan dari

kebijakan yang dalam wacana administrasi publik disebut sebagai local state government yang berarti pemerintah di daerah merupakan kepanjangan dari pemerintah pusat.

Otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004, bermakna sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom adalah masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah

dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu unsur reformasi adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua alasan. Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang

(12)

daerah dalam mendukung proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah (Mardiasmo,2002). Arah dan statutory requirement (persyaratan hukum) yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan

prakarsa daerah cenderung mati sehingga pemerintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Handayani (2009), tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga

sendiri dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan bagi pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Sebagai

upaya untuk mencapai tujuan itu, maka kepada daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

Menurut Handayani (2009) menyebutkan terdapat 4 (empat) unsur otonomi

daerah, yaitu dengan memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya Kepala Daerah, DPRD, dan Pegawai Daerah , memiliki urusan

rumah tangga sendiri yang ditandai dengan adanya dinas – dinas daerah, memiliki sumber keuangan sendiri yang ditandai dengan adanya pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan pendapatan dinas - dinas daerah, memiliki

wewenang untuk melaksanakan inisiatif sendiri (diluar dari instruksi dari pemerintahan pusat atau atasan) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan

perundangan yang lebih tinggi.

Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi daerah ,

(13)

mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat.

Suatu daerah tidak memiliki sumber - sumber pembiayaan yang memadai maka dalam hal ini akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap

pembiayaan pemerintah pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Oleh karena itu perlu suatu upaya pemerintah daerah dalam memutus ketergantungan

tersebut dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah.Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan

sebagai pendorong utama dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (enginee of growth).

2.2.Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya

adalah Ulfi Maryati dan Endrawati (2010) melakukan penelitian pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap pertumbuhan ekonomi (Studi Kasus: Sumatera Barat). Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuantitatif yang

meliputi data keuangan realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Periode penelitian dari tahun 2004 – 2006. Hasil penelitian ini adalah PAD, DAU

(14)

Bati (2009), menganalisa pengaruh belanja modal dan PAD terhadap pertumbuhan ekonomi (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara). Data yang digunakan adalah data sekunder dengan periode penelitian 2004 – 2006.

Belanja modal dan PAD berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi. PAD secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, sedangkan belanja modal secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Saragih (2006), menganalisa pengaruh keuangan daerah terhadap

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten

Simalungun selama periode 1986 – 2005. Metode yang digunakan analisis OLS. Variabel dependen yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB harga berlaku sedangkan variabel independen yaitu PAD, DBH dan DAU.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa PAD berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun, serta DAU berpengaruh

signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Subchan dan Sudarman (2007), menganalisis pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa

Tengah. Variabel dependen yang digunakan adalah PAD, DAU, DAK dan belanja pembangunan. Variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi. Periode

(15)

Anis Setiyawati dan Ardi Hamzah (2007), bertujuan untuk mengetahui pengaruh PAD, DAU, DAK dan belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Propinsi Jawa Timur yang diukur dengan Produk Domestik

Regional Produk (PDRB). Data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD seluruh Kabupaten dan Kota di Jawa Timur selama periode 2001-2005. Penelitian

ini menggunakan sensus (seluruh populasi dijadikan sampel penelitian) dengan jumlah populasi 38 kabupaten dan kota yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Metode statistik yang digunakan adalah analysis path (analisis jalur). PAD dan

(16)

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Yang

digunakan

Pengaruh PAD, DAU dan

DAK terhadap

-DAK secara parsial tidak berpengaruh terhadap dan Kota di Sumatera Utara)

-Belanja modal -PAD

-Pertumbuhan ekonomi

-Belanja modal dan PAD

berpengaruh secara

- Belanja modal secara

parsial tidak berpengaruh

mempunyai pengaruh

positif dan signifikan Di Propinsi Jawa Tengah

-PAD DAU, DAK dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran:

Gambar

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.. Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun

Hasil penelitian pada penelitian tentang uji daya hambat ekstrak cacing tanah Lumbricus rubellus dengan metode difusi dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% belum

Pada aplikasi ini telah di implementasikan dengan mengambil 10 data dari kuisoner dimana terdapat 6 pria dan 4 wanita, dengan status pelajar, mahasiswa dan usia 16-20 tahun

[r]

Dari hasil analisis pada pengujian didapatkan bahwa sistem yang dibuat mampu melakukan proses steganografi video menggunakan DWT dengan pemilihan frame

al divergence in Gossypium occurred between the ancestor of the A-, D-, E-, and AD-taxa and the ancestor of the C-, G-, and K-genome species (Wendel and Albert, 1992; Seelanan et

In this study, we have experimented with multi-temporal Landsat 7 and Landsat 8 high resolution satellite data, coupled with the corresponding hyperspectral data from a

Dari pertidaksamaan tersebut, dapat disimpulkan, bahwa apabila flow x bukan merupakan solusi optimal dari minimum cost flow , maka nilai ( ) ε x tidak akan pernah bertambah,