• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU Upaya Mengem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU Upaya Mengem"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI

KEPRIBADIAN GURU

Upaya Meningkatkan Ranah Afektif Siswa

Dedi Sahputra Napitupulu

(2)

ii

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU

Upaya Meningkatkan Ranah Afektif Siswa

Hak Cipta © 2017 pada Penulis

Penulis: Dedi Sahputra Napitupulu

Editor: Peng Kheng Sun

ISBN:

978-602-1655-66-5

Diterbitkan pertama kali oleh: Fire Publisher

Cetakan Pertama: 2017

CV Eskol Media Kreasi Kantor:

Perum Bukit Rendole Asri B. 33 RT. 06/RW. 02 Muktiharjo, Margorejo Pati - JAWA TENGAH Hp : 085641133474 Email:

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...v

PENDAHULUAN...1

KOMPETENSI GURU...5

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU...9

INDIKATOR KOMPETENSI GURU...11

KEPRIBADIAN GURU PAI

…...

23

RANAH AFEKTIF………....

...33

DAFTAR PUS

TAKA………...

...49

PROFIL PENULIS...53

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puja dan puji kita kepada Allah Swt yang senantiasa selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia yang tak terhingga, sehingga penulis mampu menyelesaikan buku ini ini dengan judul KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU: Upaya Meningkatkan Afektif Siswa. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi akhir zaman, Muhammad Saw. Semoga kelak kita semua beroleh syafa’atnya. Amin

Buku sederhana yang ada di tangan pembaca ini sesungguhnya merupakan hasil riset panjang penulis ketika menyelesaikan studi strata satu di UIN Sumatera Utara Medan. Sumber pengambilan materi yang disusun dalam buku ini mengutip dari berbagai literatur serta pengalaman lapangan langsung yang memadai. Karena itu, menurut hemat penulis buku ini sangat layak dijadikan sebagai bahan bacaan dan sarana pengembangan khazanah ilmu pengetahuan, terutama bagi para guru dan calon guru yang sedang giat-giatnya menimba ilmu.

(6)

vi

pihak yang terlibat dalam proses penerbitan buku ini, terutama editor dan penerbit saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga. Semoga kehadiran buku ini dapat membawa bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2017 Penulis,

(7)

1

PENDAHULUAN

Secara sederhana kompetensi berarti kemampuan atau kecakapan. Menurut Mulyasa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia mampu melakukan prilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan peri-laku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Selain itu, kompetensi telah terbukti merupakan dasar yang kuat dan valid bagi pengembangan sumber daya manusia. Seorang guru harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial dan profesio-nalisme. Hal ini sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

(8)

me-2

nyampaikan ilmu (knowledge) tetapi lebih dari itu guru juga bertugas mentransfer nilai (value) dan keterampilan (skill). Maka guru tidak hanya sekadar menciptakan peserta didik yang cerdas dari sisi kognitifnya saja, tetapi harus mampu mencerdaskan afektif atau sikap peserta didik dan juga mampu mencerdaskan Psikomotorik atau keteram-pilan.

Ranah afektif lebih dikenal sebagai ranah yang ber-orientasi pada rasa atau kesadaran. Banyak dikalangan para ahli menginterpretasikan ranah afektif menjadi sikap, nilai sikap yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap penyusunan tujuan istruksional yang akan ditetapkan da-lam tujuan pembelajaran. Adapun ciri dari organisasi ranah afektif ini adalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai, norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja pribadi seseorang. Oleh karena itu aspek ini menjadi sangat penting dalam tujuan pendidikan. Ranah afektif ini terdiri dari lima kategori yaitu: pengenalan, pemberian respons, penghargaan, pengorganisasian dan pengalaman. Kelima hal tersebutlah yang harusnya dikembangkan oleh guru terutama melalui kompetensi kepribadian yang dimilikinya. Maka seorang guru harus memiliki kecakapan teknis dan kompetensi yang memadai agar seorang guru dapat me-ngembangkan ranah afektif peserta didik. Guru dituntut untuk lebih profesional dalam segala hal dalam mendidik siswa.

(9)

3

Sebahagian peserta didik yang pandai mengusai materi Pendidikan Agama Islam terkadang masih juga tidak melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, tidak meng-hormati guru, dan berprilaku kurang baik. Perilaku kurang baik tersebut menciptakan hubungan yang kurang harmo-nis antara guru dengan peserta didik. Secara umum pembe-lajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan masih berkaitan dengan aspek kognitif, sehingga aspek lain yang juga merupakan aspek penting dalam pembelajaran perlu dikembangkan, terutama aspek afektif.

Penuis juga menemukan adanya fenomena dalam lembaga pendidikan dimana dalam proses penyampaian pembelajaran guru cenderung menekankan pada aspek kognitif dan aspek psikomotorik siswa, banyaknya orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan anaknya dalam hal afektif atau sikapnya, maka upaya orang tua adalah mempercayakan sang anak kepada lembaga sekolah. Sehingga kompetensi kepribadian guru PAI dalam me-ngembangkan ranah afektif siswa sangat diperlukan. Ranah afektif merupakan hal yang sangat penting bagi siswa ka-rena akan menentukan keberhasilannya dikemudian hari.

(10)
(11)

5

KOMPETENSI GURU

Secara sederhana kompetensi berarti kemampuan atau kecakapan. Menurut Mulyasa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia mampu melakukan prilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.1 Dengan

demikian, kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan peri-laku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya.

Selain itu, kompetensi telah terbukti merupakan dasar yang kuat dan valid bagi pengembangan sumber daya manusia.2 Seorang guru harus memiliki empat kompetensi

yaitu kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial dan profesionalisme. Hal ini sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

Dalam bahasa Arab guru dikenal dengan al-mu’allim atau al-ustadz, yang berarti orang yang bertugas menyam-paikan ilmu. Jadi guru adalah orang yang memberikan ilmu. Defenisi guru berkembang secara luas, guru disebut sebagi pendidik profesional karena guru telah menerima dan me-mikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak. Guru

1E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik

dan Implementasi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h.38.

2Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional: Pedoman Kinerja,

(12)

6

juga seseorang yang memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah atau swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakn kegiatan pembelajaran di lembaga pendi-dikan sekolah. Tugas guru bukan hanya sekadar menyam-paikan ilmu (knowledge) tetapi lebih dari itu guru juga bertugas mentransfer nilai (value) dan keterampilan (skill). Maka guru tidak hanya sekedar menciptakan peserta didik yang cerdas dari sisi kognitifnya saja, tetapi harus mampu mencerdaskan afektif atau sikap peserta didik dan juga mampu mencerdaskan Psikomotorik atau keterampilan.

Ranah afektif lebih dikenal sebagai ranah yang berorientasi pada rasa atau kesadaran. Banyak dikalangan para ahli menginterpretasikan ranah afektif menjadi sikap, nilai sikap yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap penyusunan tujuan istruksional yang akan ditetapkan dalam tujuan pembelajaran.3 Adapun ciri dari organisasi ranah

afektif ini adalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai, norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja pribadi seseorang. Oleh karena itu aspek ini menjadi sangat penting dalam tujuan pendidikan. Ranah afektif ini terdiri dari lima kategori yaitu: pengenalan, pemberian respon, penghargaan, pengorganisasian dan pengalaman. Kelima hal tersebutlah yang harusnya dikembangkan oleh guru terutama melalui kompetensi kepribadian yang dimilikinya. Maka seorang guru harus memiliki kecakapan teknis dan kompetensi yang memadai agar seorang guru dapat mengembangkan ranah afektif peserta didik. Guru dituntut untuk lebih professional dalam segala hal dalam mendidik siswa.

3Mardianto, Psikologi Pendidikan: Landasan Untuk Pengembangan

(13)

7

Lembaga pendidikan yang ada baik sekolah maupun Madrasah dipandang sebagai institusi pendidikan yang mempunyai sistem pembelajaran yang baik. Dengan adanya lembaga pendidikan tersebut, siswa diharapkan menjadi manusia yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang baik dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, harapan tidaklah selalu sesuai dengan ke-nyataan. Jika kita melakukan pengamataan atau katakan-lah kita terjun menjadi praktisi pendidikan, sebahagian peserta didik yang pandai mengusai materi pelajaran khu-susnya Pendidikan Agama Islam terkadang masih minim pengamalan keagamaan, sebut saja indikatornya seperti kurang menghormati guru, dan berprilaku kurang baik. Perilaku kurang baik tersebut menciptakan hubungan yang kurang harmonis antara guru dengan peserta didik.

Hal ini diduga terjadi karena secara umum pembe-lajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan masih berkaitan dengan aspek kognitif saja tanpa memperhatikan ranah afektif siswa. Lebih menyedihkan lagi apabila kete-rampilan siswa tidak pernah diasah. Banyaknya orangtua yang kurang memperhatikan perkembangan anaknya da-lam hal afektif atau sikapnya, mereka mempercayakan penuh sang anak kepada lembaga sekolah.

(14)
(15)

9

KOMPETENSI

KEPRIBADIAN GURU

Guru adalah orang yang digugu dan ditiru, tindak-an, ucapan dan bahkan pikirannya selalu menjadi bagian dari kebudayaan pada masyarakat disekelilingnya. Namun disadari atau tidak semua orang mampu mengembangkan bakat dan kemampuan menjadi guru yang profesional, hanya segelintir orang yang diberikan kesempatan atau memanfaatkan potensinya menjadi guru tersebut.4

Guru adalah pendidik yang memegang mata pelajar-an disekolah.5 Istilah lain yang lazim digunakan untuk guru

adalah pendidik. Kedua istilah tersebut hampir sama, hanya saja istilah guru sering dipakai pada lembaga formal. Sementara pendidik dipakai pada lingkungan pendidikan formal, informal maupun non formal. Dengan demikian guru dapat disebut sebagai pendidik dan pendidik dapat pula disebut sebagai guru.

Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertang-gung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar dapat mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dan menuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri me-menuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt dan

4Amini, Profesi Keguruan (Medan: Perdana Publishing, 2013), h. 1. 5Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung:

(16)

10

mampu sebagai mahluk sosial, dan sebagai mahluk individu yang mandiri.6

Pendidik adalah orang yang memikul pertanggung-jawaban untuk mendidik.7 Dwi Nugroho Hidayanto,

me-nginventarisasi bahwa pengertian pendidik ini meliputi:

a. Orang dewasa b. Orang tua c. Guru

d. Pemimpin masyarakat e. Pemimpin agama.8

Dari penjelasan diatas maka jelaslah bahwa yang di katakan sebagai pendidik itu adalah orang dewasa yang memiliki ilmu yang mumpuni dan juga sebagai sebagai pemimpin dimasyarakat. Artinya setiap pendidik atau guru haruslah menjadi teladan dimasyarakat.

Rasulullah Saw juga pernah bersabda sekaligus memberikan motivasi betapa pentingnya menjadi seorang guru: Jadilah kamu orang yang mengajar, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang mencintai, dan janganlah kamu jadi orang kelima, maka kamu akan celaka . (R. Baihaqi .

6Syfaruddin, et.al. Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya

Ummat (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2012), h. 53-54.

7Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung:

PT AL-Ma’arif, , h. .

8Dwi Nugroho Hidayanto, Mengenal Manusia dan Pendidikan

(17)

11

INDIKATOR

KOMPETENSI GURU

Kompetensi di dalam bahasa Inggris seakar dengan kata competency , yang berarti the ability to do something well (kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik).9

Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten, dalam arti memiliki pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Guru yang dikatakan kompeten dibidang tertentu adalah guru yang menguasai kecakapan dan keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan.10

Dengan demikian kompetensi adalah sebuah pengu-asaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apre-siasi yang diperlukan untuk menunjang kualitas guru yang sebenarnya yang ditunjukkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan secara profesional. Oleh karena itu guru yang berkualitas adalah guru yang memiliki kompetensi dalam hal keilmuan dan kepribadiannya. Betapa pun hebatnya ilmu yang dimiliki seorang guru, jika ia tidak dapat dijadikan teladan bagi muridnya maka sama saja tidak ada artinya.

Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi disamping kode etik sebagai regulasi perilaku

9Oxford, Oxford advanced Learners’s Dictionary (UK: Oxford

Univrsity Press, 2010), h. 307.

10A. Samana, Profesionalisme Keguruan (Yogyakarta: Kanisius,

(18)

12

profesi yang ditetapkan dalam dalam prosedur dan system pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersep-si yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efesien. Kompetensi bukanlah titik akhir dari upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (life long learning process)

Keprofesionalan guru saat ini dapat diukur dengan beberapa kompetensi dan berbagai indikator yang meleng-kapinya, tanpa adanya kompetensi dan indikator itu maka sulit untuk menentukan tingkat kepofesionalan seorang guru. Kompetensi-kompetensi yang meliputi keprofesio-nalan guru (berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen), dapat dilihat dari empat kompetensi, yaitu:

1. Kompetensi pedagogik 2. Kompetensi kepribadian 3. Kompetensi profesional dan 4. Kompetensi sosial.11

Kempat kompetensi ini memiliki indikator-indi-kator terentu yang memberikan jaminan bahwa keempat-nya dapat dilaksanakan dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif, baik melalui pendidikan prajabatan, in serving training, diklat tertentu, dan lain sebagainya. Keempat

(19)

13

kompetensi diatas memiliki indiator-indikator sebagai berikut:

1. Kompetensi pedagogik: kemampuan dalam penge-lolaan pembelajaran peserta didik, indikatornya adalah:

a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan b. Pemahaman terhadap peserta didik

c. Pemahaman kuikulum/silabus d. Perancangan pembelajaran

e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran g. Evaluasi proses dan hasil belajar dan

h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktuali-sasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi kepribadian: memilikisifat-sifat kepri- badian, indikatornya adalah:

a. Berakhlak mulia b. Arif dan bijaksana c. Mantap

d. Berwibawa e. Stabil f. Dewasa g. Jujur

h. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat i. Secara objktif mengevaluasi kinerja sendiri dan j. Mau dan siap mengembangkan diri secara mandiri

(20)

14

3. Kompetensi profesional: kemampuan dalam nguasai pengetahuan, bidang ilmu, teknologi, dan atau seni yang diampunya, indikatornya adalah:

a.Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi programsatuan pendidikan, mata

pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampunya.

b.Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

4. Kompetensi sosial, indikatornya adalah:

a. Berkomunikasi lisan, tulisan,dan/atau isyarat b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi

secara fungsional

c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik,

sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta

didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan

d. Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

(21)

15

Jadi yang dikatakan guru profesioanal itu harus memiliki kompetensi paedagogik, kepribadian, profesio-nalisme dan sosial yang baik. Guru profesional sangat di-perlukan oleh setiap lembaga pendidikan untuk mening-katkan kualitas dan mencapai tujuan pendidikan sebagai-mana yang diharapkan.

Kepribadian berasal dari kata pribadi yang berarti manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri sendiri), keadaan manusia sebagai perseorangan, kese-luruhan sifat-sifat yang merupakan watak orang. Sedang-kan kepribadian adalah sifat-sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dengan orang atau bangsa lain.12 Kepribadian

merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari perilaku individu. Kepribadian ini mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan sifat yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila seseorang berhubungan dengan orang lain.13

Tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar seka-li dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Maka yang dapat dilakukan adalah mencoba mengetahui struktur kepribadian. Struktur kepribadian dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita dan persoal-an ypersoal-ang dihadapi seseorpersoal-ang. Seorpersoal-ang ahli ilmu jiwa dapat melakukannya lebih teliti dengan menggunakan alat-alat

12Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 788.

13Jamal Ma’mur Asmani, Tujuh Kompetensi Guru (Yogyakarta: Power

(22)

16

psikodiagnostik yaitu alat yang digunakan untuk mendiag-nosa jiwa seseorang.

Abidin Syamsudin Makmun mengatakan bahwa as-pek-aspek kepribadian meliputi:

a. Karakter, yaitu konsekwen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya

dalam memegang pendirian atau pendapat

b.Tempramen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan

c. Sikap, sambutan terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersikap positif, negative dan ambivalen (ragu-ragu)

d. Stabilitas emosional, yaitu kadar kesetabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan e. Responsibilitas (tanggungjawab), kesiapan untuk

menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan

f. Sosiobilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.14

Di dalam Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan wibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.15

Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan

14Abidin Syamsudin, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2009), h.19.

15Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 14 Tahun 2005

(23)

17

dengan prilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam pilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi modl manusia nyang memiliki nilai-nilai luhur. 16

Di Indonesia sikap pribadi yang dimaksud adalah pribadi yang dijiwai oleh falsafah Pancasila yang memegang kebudayaan bangsanya yang rela berkorban bagi keles-tarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi kepribadian guru. Dengan demikian pemahaman terhadap kompetensi guru harus dimaknai sebagai suatu wujud sosok manusia yang utuh.

Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baiak dan kewibawannya terutama didepan murid-muridnya.17

Kompetensi kepribadian guru mencakup sikap (attitude) nilai-nilai (value) kepribadian (personality) sebagai elemen prilaku (behaviour) dalam kaitannya de-ngan performance yang ideal sesuai dengan bidang peker-jaan yang dilandasi oleh latar belakang pendidikan, pening-katan kemampuan dan pelatihan, serta legalitas kewe-nangan mengajar.18

16Djam’an Satori, et. Al. Profesi Keguruan (Jakarta: Universitas

Terbuka 2009), h. 25.

17Barinto, Hubungan Kompetensi Guru dan Supervisi Akademik

dengan Kinerja Guru SMP Negeri se Kecamatan Percut Sei Tuan, dalam

Tabularasa, vol, IX, 2012, H. 206.

(24)

18

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwi-bawa, menjadi teladan bagi siswa, dan berakhlak mulia.19 Berikut merupakan penjelasan dari

poin-poin pengertian kompetensi kepribadian diatas:

a. Memiliki kepribadian mantap dan stabil

Dalam hal ini, guru dituntut untuk bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Jangan sampai seorang pendidik melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji, kurang professional, atau bahkan bertindak tidak senonoh. Karena hal itu hanyaa akan merusak citra seorang guru, terlebih lagi bagi seorang guru Pendidikan Agama Islam hendaknya harus senantiasa berhati-hati dan menjaga ucapan maupun sikapnya.

b. Memiliki kepribadian yang dewasa

Kedewasaan guru tercermin dari kestabilan emosinya. Untuk itu diperlukan latihan mental agar guru tidak mudah terbawa emosi. Sebab jika guru marah akan menyebabkan siswa takut. Ketakutan itu sendiri berdampak pada turunnya minat siswa untuk mengikuti pelajaran, serta dapat menggangu konsenterasi belajarnya. Menjadi seorang guru idealnya disegani oleh siswa bukan ditakuti.

c. Memiliki kepribadian yang arif

Kepribadian yang arif ditunjukkan melalui tindakan yang bermanfaat bagi siswa, sekolah dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan berfikir

(25)

19

dan bertindak. Kearifan seorang guru juga dapat tercermin dari kebijaksanaannya menyelesaikan suatu permasalahan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan.

d. Memilki kepribadian yang berwibawa

Kepribadian yang berwibawa ditunjukkan oleh prilaku yang berpengaruh positif terhadap siwa dan disegani. Sebagai seorang guru hendaknya mengatur jaraak dengan siswanya, tidak terlalu dekat namun tidak pula terlalu jauh. Wibawa ini dapat tercermin dari cara berpakaian, gaya berjalan, cara makan, cara berbicara dan lain sebagainya hendaknya harus selalu dijaga oleh setiap guru.

e. Menjadi teladan bagi siswa

Dalam istilah bahasa jawa, guru artinya Digugu lan ditiru . Kata ditiru berarti contoh atau dalam arti lain diteladani. Sebagai teladan, guru menjadi sorotan dalam gerak-geriknya. Untuk itu, guru harus memperhatikan beberapa hal berikut:

1. Sikap dasar: postur psikologis

2. Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai alat berfikir

3. Kebiasaan bekerja: gaya yang dipaki dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya

4. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan

5. Pakaian sebagai perlengkapan pribadi yang penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian 6. Hubungan kemanusiaan

7. Proses berfikir

8. Perilaku neurotis atau suatu pertahanan yang

(26)

20

9. Selera yang merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.

10. Keputusan sebagai cermin keterampilan rasional dan intuitif

11. Kesehatan yang mencerminkan kualitas tubuh 12. Gaya hidup secara umum.

f. Memiliki akhlak mulia

Guru harus berakhlak mulia karena peranannya sebagai penasehat. Niat pertama dan utama bagi seorang guru bukanlah berorientasi pada dunia, tetapi akhirat. Yaitu niat untuk beribadah kepada Allah. Dengan niat yang iklas, maka guru akan bertindak sesuai dengan norma agama dan menghadapi segala permasalahan dengan sabar karena mengharap ridha Allah Swt.20

Menurut Prof. Dr. Warul Walidain, MA, Guru besar UIN Arraniry Banda Aceh dalam salah satu seminarnya mengatakan bahwa kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Karena itu pendidik dituntut agar selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, bermoral, stabil, arif, dewasa dan menilai kerjanya sendiri.

Lebih lanjut beliau menambahkan indikator dari kompetensi kepribadian guru adalah:

1. Menerima serta memberi kritik dan saran 2. Menaati peraturan

3. Konsisten dalam bersikap dan bertindak 4. Meletakkan persoalan sesuai tempatnya

(27)

21

5. Melaksanakan tugas secara mandiri 6. Berprilaku santun

7. Berprilaku teladan

8. Menerapkan kode etik dalam kehidupan 9. Komitmen terhadap tugas

10. Memiliki etos kerja dan tanggungjawab 11. Memanfaatkan berbagai sumber untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian

12. Mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang pengembangan profesi

13. Mengembangkan dan menyelenggarakan kegiatan yang menunjang profesi sebagai pendidik

14. Mengkaji strategi berfikir redlektif untuk melakukan penilaian kinerja sendiri

15. Berusaha memecahkan persoalan yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja

16. Menilai kinerja sendiri dan melakukan refleksi 17. Menindaklanjuti hasil penilaian kerja untuk

kepentingan peserta didik.

(28)

22

anak didik hendaklah sama dngan apa yang dimiliki oleh guru itu sendiri.21

Di antara sikap-sikap yang baik bagi guru antara lain:

1. Bersikap tangkas dan antusias

2. Bersikap gembira mempunyai selera humor 3. Optimis

4. Mempunyai pandangan kedepan dan luas

5. Mempunyai pandangan yang penuh kepada anak didik

6. Mempunyai perhatian terhadap kegiatan-kegiatan kelas

7. Bertabiat jujur dan sabar

8. Berlaku ramah terhadap anak didik

9. Suka membantu persoalan-persoalan anak didik 10. Bersikap disiplin

11. Selalu rapi 12. Kerjanya teliti.22

Guru yang baik tidak cukup hanya dengan mempunyai ilmu yang luas, tetapi juga harus memiliki kepribadian atau akhlak yang baik. Karena dalam prakteknya di masyarakat, mereka lebih membutuhkan sifat dan sikap yang baik dari seorang guru dan kemampuan bergaul dengan baik di masyarakat dari pada ulasan teoritis yang mendalam tentang suatu disiplin ilmu yang ia kuasai.

21Rosdiana A. Bakar, Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2009), h.118-119.

22A.M Ansari Hanafi, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha

(29)

23

KEPRIBADIAN GURU PAI

Guru dalam konsep pendidikan Islam dapat disebut sebagai ulama, yaitu orang yang ahli dalam hal atau pengetahuan Islam. Terlepas dari perdebatan teoritik mengenai persamaan dan perbedaan ulama dengan guru, tetapi keduanya adalah orang yang ahli dalam hal dan pengetahuan agama Islam. Sebagaimana kepribadian ulama, maka kepribadian utama guru agama Pendidikan Agama Islam yang perlu dijadikan sikap dan sifat.23 Antara lain

dikemukakan sebagai berikut:

1. Takwa

Takwa secara umum dapat diartikan sebagai suatu kesadaran yang memancar dalam perbuatan nyata untuk menjaga diri atau hidup berhati-hati terhadap sesuatu yang tidak disukai Allah Swt. takwa pada dasrnya bukanlah penampilan luar, tetapi lebih merupakan suatu bagian terdalam dari kedirian manusia (inner self) yang manifestasinya terpancar dalam kehidupan nyata. Takwa juga menggambarkan kesadaran yang paling dalam pada diri manusia mengenai eksistensi Tuhan, kewajiban dan loyalitas manusia hanya kepadaNya.24

Dengan pengertian itu takwa juga sering diartikan dengan takut . Akan tetapi pengertian takut yang dimaksud bukan dalam pengertian takut terhadap suatu bahaya sehingga berakibat pada penjauhan diri (escape). Takut

(30)

24

dalam hakikat takwa adalah lebih berkonotasi kepada ketaatan atau kepatuhan yang bersifat segera tanpa menunda-nunda sedikitpun dalam melakukan segala yang diperintahkan oleh Allah Swt. didalam Alquran dikemu-kakan:

ُكهلَعَل َلوُسهرلاَو َهَا اوُعيِطَأَو

ْم ُ ت

َنوََُْر

Artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat 25

Secara kebahasaan, makna amanah tidak bisa dipisahkan dengan iman dan aman , karena landasan amanah adalah keimanan kepada Allah. Sedangkan dampak dari sifat amanah itu akan melahirkan rasa aman, baik bagi yang melaksanakan amanah itu sendiri, maupun bagi orang lain.

Ruanglingkup amanah cukup luas dan membutuhkan pertanggungjawaban yang sunguh-sungguh. Rasulullah Saw bersabda: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu. (HR. Bukhari Muslim)26

Nabi Muhammad Saw telah berulang-ulang menyerukan kepada semua orang bahwa amanah hendaklah ditunaikan. Di dalam Alquran Allah mewajibkan kepada setiap orang, lebih-lebih bagi guru agar menunaikan amanah yang diembannya dan jangan sampai menghianatinya. Allah berfirman:

25Q.S, Ali Imran[3]: 132.

26Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu Wal Marjan (Semarang:

(31)

25

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. 27

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa amanah merupakan komitmen dan sekaligus sebagai titipan. Dalam konteks kehidupan berbangsa, amanah itu dapat diterjemahkan sebagai senmangat kepatuhan terhadap hukum, peraturan dan perundangan, baik yang berasal dari tuhan, atau yang brasal dari Negara, lembaga, instansi tempat kerja, serta sadar atas implikasi dari suatu keputusan yang mungkin akan menimpa banyak pihak.

Bagi seorang guru, mengajar adalah amanah yang sangat mulia. Mengapa? Sebab dengan mengajar dan mendidik, seorang guru telah mewariskan ilmu kepada peserta didik. Ilmu yang diberikan kepada anak didik itu mendapt balasan pahala yang sangat besar dari Allah Swt. dalam hubungannya dengan bangsa dan Negara, guru memperoleh gelar yang sangat mulia, yakni pahlawan tanpa tanda jasa. Untuk itu, sekali lagi, sifat amanah wajib dimiliki bagi seoarang guru.28

Melaksanakan amanaah bagi guru PAI pada hakikatnya kesediaan dan kebernian untuk melaksanakan semua tugas

27QS. Al- Anfal[8]: 27.

28Sitiatava Rizema Putra, Prinsip Mengajar Berdasar Sifat-Sifat Nabi

(32)

26

dan wewenang sebaik mungkin serta bersedia menanggung segala akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang dalam kegiatan dan proses pembelajaran. Menunaikan amanah dengan rasa tanggungjawab akan mendorong terbentuknya pribadi yang mampu menegakkan kebenaran dan keadilan, penuh pengabdian, serta tidak menyalahgunakan profesi yang diamanatkan.

2. Adil

Para pengajar akan dihadapkan dengan banyak permasalahan dari para anak didiknya, baik dalam membagikan tugas dan pekerjaan rumah. Sikap adil akan lebih ditekankan ketika mengoreksi dan memberikan nilai. Tidak ada tempat untuk mengasihi seorang pun atau mengutamakannya atas yang lain, baik dengan alasan kerabat atau kenalan atau perkara apapun.29

Adil dalam terminologi kitab suci diartikan, tidak berat sebelah, tidak memihak kecuali kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, tidak zalim, seimbang dan sepatutnya, adil juga merupakan salah satu dari nama Allah (asma’ul husnah) yang berjumblah 99 itu.

Tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberikan kesempatan yang sama terhadap semua orang, termasuk kepada semua peserta didik tanpa terkecuali. Agar berbagai potensi yang mereka miliki dapat berkembang dan dikembangkan. Seorang guru yang professional tentunya memiliki tanggung

29Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru:

(33)

27

jawab untuk mengajar, mendidik, membimbing serta melakukan penilaian dan evaluasi terhadap peserta didik, mestilah dilakukan secara adil. Sekali seorang pendidik terkesan, apalagi dicap sebagai guru yang tidak adil akan pupuslah penghargaan pesrta didiknya. Ucapannya memang didengarkan peserta didik di dalam klas, tetapi bukan atas kemauan yang tulus, melainkan takut diperlakukan tidak adil.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.30

3. Jujur

Jujur atau kejujuran pada hakekatnya adalah kelurusan hati dan tidak berlindung pada kebohongan dan sikap berpura-pura sehingga tetap sesuai antara yang diketahui dengan yang diinformasikan, antara ucapan dan perbuatan. Sifat jujur adalah mahkota diatas kepala seorang pengajar.

(34)

28

Jika sifat itu hilang darinya, ia akan kehilangan kepercayaan manusia akan ilmunya dan pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan kepada mereka, karena anak didik pada umumnya akan menerima setiap yang dikatakan oleh gurunya.31 Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang

kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakikat yang benar dan yang salah. Sikap jujur memperlihatkan suatu kepribadian yang selalu berpihak kepada kebenaran dan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk menegakkan dan melaksanakan kebenaran dengan maksud dan tujuan yang benar, serta dilakukan dengan cara-cara yang benar.

Sebagai seorang guru, tanpa mempersoalkan apapun bidang studi yang diajarkannya, niscaya akan sukses mengemban tugassebagi seorang pendidik apabila memiliki kpribadian yang jujur. Dengan kejujuran itulah menyebabkan ucapan, nasehat, pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada peserta didiknyaakan lebih berkesan. Peserta didiknya menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh guru mereka ini tidak ada yang bohong, tidak ada muslihat yang negatif, apalagi menjerumuskan.

Rasulullah Saw bersaabda: Hendak lah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa kalian kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta

(35)

29

dan memilih kedustaan maka akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta . (HR. Ahmad)

4. Arif dan Bijaksana

Arif dan bijaksana pada hakikatnya bermakna kemampuan bertindak secara cerdas denan menggunakan akal pikiran yang jernih dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai berupa norma yang hidup dalam masyarakat, baik norma hukum, norma agama, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan mmperhatikan situai dan kondisi pada saat iu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya.32

Perilaku bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap berhati-hati, tidak kasar dan keras, santun dan pemaaf. Karena kearifan lah yang menjadikan Rasulullah Saw sebagai tempat berlindung oleh para sahabat-sahabatnya. Demikian juga bagi seorang guru PAI harus memiliki sikap arif dan bijaksana ketika mengajar di kelas maupun diluar kelas atau dimasyarakat harus memiliki kearifan.

ا َتْؤُ ي ْنَمَو ُءاَشَي ْنَم َةَمْكِْْا ِِْؤُ ي

َُ اًرْ يَخ َ ِِوُأ ْدَقَ ف َةَمْكِْْ

اَمَو اًرِث

ِباَبْلَْْا وُلوُأ هَِإ ُرهُهذَي

Artinya: Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak.

(36)

30

Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).33

5. Mandiri

Mandiri berarti mampu bertindak sendiri sekalipun tanpa bantuan pihak lain, mampu membebaskan diri dari intervensi dan campurtangan dari siapa pun dan bebas dari pengaruh orang lain. Oleh karena itu kmandirian identik dengan kekuasaan. Seseorang dinilai dewasa ketika ia memiliki kemampuan untuk membuat dan menetapkan keputusan, dia bebas memilih tanpa intervensi orang lain, dan dia juga dapat membedakan mana yang terbaik untuk dirinya, untuk orang laun dan untuk lingkungannya. Dia selalu berfikir rasional tentang hal yang menimpa dirinya karena dia dapat melihat permasalahan dari brbagai sudut pandang secara jernih dan matang. Secara ideal kedewasaan itu terlihat dari kemampuan dalam mengintegrasikan antara konsep kematangan diri dengan tindakan yang arif dan bijaksana.

Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku seorang guru PAI yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku.

ىَرْخُأ َرْزِو ٌةَرِزاَو ُرِزَت َََو

Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.34

(37)

31

6. Cinta Profesi

Sikap cinta terhadap profesinya sebagai guru perlu diwujudkan pula dalam kecintaan terhadap ilmu yang diajarkannya. Artinya, seorang guru baru bisa dikatakan bertanggung jawab sebagai guru kalauia meyakini bahwa ilmunya memang bernilai dan bermanfaat untuk dipelajari. Kecintaan terhadap ilmu ini akan merangsang daya imajinasi dan daya cipta seorang guru untuk terus menggeluti ilmunya dan berusaha untuk meneliti lebih lanjut dan mengembangkannya. Produktif, kreatif, dan inovatif berkaitan erat dengan adanya tindakan kecintaan terhadap ilmu.

Selain cinta terhadap ilmunya, seorang guru juga harus mencintai muridnya. Sikap cinta terhadap peserta didik berarti punya keprihatinan mengenai perkembangan bakat dan kemampuan yang ada pada peserta didik. Guru mempunyai perhatian mengenai dimengerti atau tidak, dipahami atau tidak materi pembelajaran yang disampaikannya. Dalam memilih materi dan mtode pembelajaran situasi dan kondisi peserta didik tetap diperhitungkan dan diperhatikan oleh setiap guru.

Berbagai kepribadian utama yang disebutkan diatas, takwa, amanah, tanggungjawab, adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri daan cinta profesi, pada ujungnya brmuara pada kewibawaan, yaitu suatu kemampuan yang dapat mempengaruhi orang lain melalui sikap keteladanan, dari seorang yang memiliki kepribadian.

(38)

32

keteladanan guru tetap merupakan alat dan media pendi-dikan yang tak tergantikan oleh media manapun, hanya akan lahir bila didalam kebulatan kepribadian guru terdapat sesuatu yang bernilai positif yang pantas untuk dihargai dan diteladani.

ُ ي يِذهلا َكِلَذ

ِذهلا ََُُاَبِع ُهَا ُرِ شَب

ُنَماَء َني

ََ ْلَُ ِتاَِْاهصلا اوُلِمَعَو او

َةهََوَمْلا هَِإ اًرْجَأ ِهْيَلَع ْمُكُلَأْسَأ

َسََ َِِْْْقَ ي ْنَمَو َىْرُقْلا ِي

ُهَل َِْزَن ًةَن

ٌروُكَش ٌروُفَغ َهَا هنِإ اًنْسَُ اَهيِف

Artinya: Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. 35

(39)

33

RANAH AFEKTIF

Sekolah merupakan moral community yang berperan penting dalam pembinaan moral anak didik, disamping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Demikian pula Madrasah sebagai sekolah bercirikan Islam harus mampu berperan sebagi lapangan sosial bagi anak-anak, tempat pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian dapat berjalan dengan baik.36

Dengan demikian maka sekolah atau Madrasah selain bertanggungjawab mengembang pengetahuan dan keterampilan peserta didik, juga harus dapat membentik sikap dan karakter yang baik bagi setiap peserta didik. Terlebih lagi kepada lembaga pendidikan Islam yang mempunyai beban moral yang lebih dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum.

1. Pengertian Ranah Afektif

Afektif didalam kamus psikologi di defenisikan sebagai perasaan yang sangat kuat, emosi, suasana hati atau tempramen.37 Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan

dengan sikap dan nilai. Sikap adalah salah satu istilah bidang psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan tingkah laku. Istilah sikap dalam bahasa inggris disebut attitude.

36Aliyah A. Rasyid, Pengembangan Model Penilaian Akhlak Peserta

Didik Madrasah Aliyah, dalam Jurnal Penelitaian dan Evaluasi

Pendidikan, Tahun 17, Nomor 2, 2013. H. 348.

37J.P Caplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo

(40)

34

Attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap sesuatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.38 Secara

sederhana sikap didefenisikan oleh Asmiar Bahar sebagai kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang atau masalah tertentu.39

Ranah afektif lebih berorientasi pada rasa atau

kesadaran. Banyak dikalangan para ahli

menginterpretasikan ranah afektif menjadi sikap, nilai sikap yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap tujuan instruksional yang akan ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Adapun ciri-ciri dari ranah afektif ini adalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai, norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja pribadi seseorang.40

Ada beberpa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks:

a. Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk

kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control, dan seleksi gejala atau rangsagan dari luar.

38Asrul, et.al. Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Citapustaka

Media, 2014), h. 102.

39Asmiar Bahar, Penilaian Ranah Afektif Pembelajaran PKN

Melalui VCT Games, dalam Jurnal Pembelajaran, vol. XXX, , (. .

(41)

35

b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab

stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. c. Valuing atau penilaian berkenaan dengan nilai dan

kepercayaan terhadap gejal atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan

prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi adalah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dan lain-lain.

e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingka lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.41

Taksonomi ranah afektif menurut Bloom dan kawan-kawan sebagai mana yang dikutip oleh Muchson dan Samsuri meliputi lima jenjang atau tingkatan, yang secara hirarkis menunjukkan kedalaman afeksi, mulai dari tingkatan yang paling dangkal hingga tingkatan yang paling dalam. Kelima jenjang atau tingkatan itu adalah:

1. Penerimaan (receiving)

41WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi,

(42)

36

a. Kesadaran (awareness)

b. Kesediaan untuk menerima (willingness to receive)

c. Perahatian terpilih atau terkontrol (controlled or selected attention)

Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan kepekaan terhadap stimulus dan kesediaan untuk memperhatikan stimulus itu. Kesediaan itu diekspresikan dalam memperhatikan sesuatu, misalnya memperhatikan penjelasan guru, memandangi peta yang terpampang didinding kelas dan lain-lain.

2. Respon (responding)

a. Tak keberatan merespon (acquiescence in responding)

b. Kesediaan merespon (willingness to respond) c. Kepuasan untuk merespon (statisfaction in response)

Pada jenjang afektif ini, sesorang menunjukkan kerelaan untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, misalnya menunjukkan minat yang tinggi terhadap upacara bendera, tugas-tugas yang harus dikerjakan dan lain-lain.

3. Penerimaan nilai (valuing)

a. Penerimaan terhadap suatu nilai (acceptance of a value)

b. Pilihan terhadap suatu nilai (preference of a value)

(43)

37

Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan adanya proses internalisasi nilai dalam dirinya, yang ditunjukkan dengan sikap menerima atau menolak serta tindakan yang sesuai dengan sikapnya itu. Pada jenjang ini telah berlangsung proses pembentukan sikap, misalnya dengan mengungkapkan apresiasinya terhadap suatu karya seni, hak-hak asasi manusia dan lain-lain.perkataan dan perbuatan itu tidak sekali dilakukan tetapi diulang kembali pada kesempatan lain.

4. Pengorganisasian (organization)

a. Konseptualisasi nilai (conceptualization of a value)

b. Pengorganisasian suatu sistem nilai (organization of a value system)

Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan kemampuan untuk membentuk sistem nilai sebagai pedoman atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi ditempatkan dalam skalaNilai-nilai, hierarki nilai, mana yang sangat penting dan harus diperjuangkan, cukup penting atau tidak begitu penting dan seterusnya. Kemampuan ini diditunjukkan dalam menata sistem nilai, misalnya memiliki pandangan hidup, cita-cita masa depan, minat terhadap satu kegiatan olah ragaatau seni dan lain-lain.

5. Mempribadikan watak berdasar suatu sistem nilai (characterization by a value complex)

a. Perangkat yang tergeneralisasi (generalizet set)

(44)

38

Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi bagian hidup atau karakter pribadinya, disertai keberanian untuk memikul tanggungjawab dengan segala konsekwensinya. Kemampuan itu misalnya ditunjukkan dengan ketaatan dalam beribadah, ketekunan dalam belajar, atau disiplin dalam bekerja, loyal terhadap partai dan lain-lain.42

Keseluruhan jenjang tersebut, dari yang terrendah hingga yang tertinggi, menggambarkan suatu kontiniusitas dari ranah afektif. Kelima jenjang tersebut bersifat hirarkis yang menunjukkan intensitas atau kedalaman afeksi (perasaan) seseorang.

Belajar afektif adalah kegiatan belajar untuk menghayati nilai dari objek-objek yang dihadapi melalui alam perasaan yang secara normatif bersifat positif. Melalui alam perasaan yang terbimbinglah seseorang dapat langsung menghayati apakah suatu objek menjadi berharga atau bernilai baginya. Bila objek itu dihayati sebagai sesuatu yang berharga, akan timbullah perasaan senang dan cinta. Sebaliknya bila objek itu dihayati sebagi sesuatu yang tidak berharga, akan timbullah perasaan tidak senang, benci dan akan mengambil sikap menjadi menjauh. Mengapa seseorang itu tidak serius dan antusias melaksanakan ibada shalat umpamanya, maka jawabannya adalah bahwa alam perasaan seseorang itu memang tidak menyenangi dan mencintai shalat. Jadi tugas pendidikan pada ranah afektif ini adalah menginternalisasikan nilai-nilai yang bersifat positif kepada siswa melalui pembimbingan alam prasaannya sehingga ia

42Muchson dan Samsuri, Dasar-dasar Pendidikan Moral

(45)

39

dapat menerima sesuatu nilai yang dapat menjadi penimbang tentang baik-buruk yang akhirnya akan berpengaruh pada pembntukn sikap. 43

Dalam sisitem pendidikan Islam ranah afektif menempati posisi kunci dalam pembentukan akhlak. Hal itu terutama karena pendidikan Islam senagaimana banyak diulas para pakar merupakan suatu proses penggalian, pendayagunaan dan penggunaan fikir, zikir dan kreasi manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pengabdian yang berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam terkait erat dengan penginternalisasikan nilai-nilai Islam menuju terbentuknya perilaku yang berdasarkan kepada akhlakul karimah.44

Pentingnya penginternalisasian nilai ini pula lah yang memotivasi Syed Naquib al-Attas sebagai mana yang dikutip didalam buku Rosnita, ia lebih setuju menggunakan istilah ta’dib untuk pengertian pendidikan Islam daripada menggunakan istilah tarbiyah. Dari pengertian ta’dib tersebut bahwa proses pendidikan merupakan transfor-masi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik secara berangsur-angsur yang diaktualisasikan melalui perilaku dalam kehidupan sehari-hari yaitu kedudukan dan kondisinya dalam kaitannya dengan diri, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya serta kepada disiplin pribadinya.45

43Rosnita, Evaluasi Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media,

2007), h. 63.

(46)

40

2. Pengembangan Ranah Afektif

Pada dasarnya perkembangan ranah afektif sama ragamnya dengan perkembangan kognitif, maksudnya tingkat perkembangan ranah afektif seseorang amatlah beragam.46 Perkembangan afektif menurut Erickson

sebagaimana yang dikutip oleh Sutarjo Adisusilo dibagi menjadi delapan fase.47 Sebagaimana yang termuat dalam

tabel berikut ini:

No Fase Karakteristik

11 Trust

46Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2014), h. 37.

(47)
(48)

42

Tabel.1 Perkembangan afektif menurut Erickson

Sementara itu dalam versi lain menurut Dupont sebagaimana yang dikutip oleh Darmiyati Zuchdi, tahap perkembangan afektif dapat digambarkan sebagai berikut:

NO Tahap Karakteristik

1 Impersonal Pribadi yang tidak jelas (afek menyebar)

2 heteronomi Pribadi yang jelas (afek unilateral) 3 Antarpribadi Pribadi teman sejawat (afek

6 Integritas Puat afek disekitar konsep abstrak integritas diri dan orang lain

(49)

43

Afeksi dipandang sebagai kekuatan perilaku yang energik, dan transformasi afeksi dianggap paralel dengan transformasi kognisi. Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan anak. Dengan kata lain, yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau bagaimana afeksi di transformasikan dalam perkem-bangan.48

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa ranah afektif seseorang mengalami perkembangan seperti halnya dalam ranah kognitif, namun perkembangan kedua rahah tersebut tidaklah sejajar. Perkembangan ranah afektif pada seseorang tidak secara otomatis sejalan dengan pertam-bahan usia, tetapi amat tergantung pada faktor eksternal atau internal yang mempengaruhinya. Pendidikan dan pengajaran merupakan salah satu wahana yang dapat membantu perkembangan ranah afektif peserta didik.

Oleh karena itu guru disarankan agar memiliki kompetensi afektif sehingga dapat berperan positif dalam pengembangan karakteristik afektif pada diri anak didik. Berbagai kompetensi afektif yang harus dimiliki oleh guru adalah sebagai berikut:

a. Senang bekerja dengan murid

48Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali

(50)

44

b. Mengharapkan agar murid-murid berhasil

c. Mengutarakan secara otomatis tentang etos kerja, motivasi belajar dan profesinya sebagai pendidik

3. Menunjukkan keramahtamahan dan kegembiraan

a. Sering senyum, menyalami murid ketika berjumpa

b. Menyenangkan dan bijaksana

c. Akrab dengan murid

4. Dapat menjaga rahasia yaitu: Menyimpan (tidak menyebarkan) informasi tentang murid

5. Mempraktekkan kerjasama

a. Secra sukarela berpartisipasi dalam kegiatan murid

b. Secara sukarela memberikan pertolongan kepada murid

c. Menunjukkan kemampuan memberi dan

menerima di kelas

6. Menunjukkan empati dan memahami kebutuhan murid

a. Sensitif, penuh perhatian terhadap kebutuhan murid

b. Menunjukkan kemampuan berada di posisi orang lain

7. Menunjukkan antusiasme

a. Menunjukkan tanggung jawab terhadap murid tentang tugas mengajar

b. Membangkitkan kesenangan akan konsep-konsep yang dipelajari di kelas

8. Mengakui kesalahan

(51)

45

b. Meminta dan menggunakan kritik yang konstruktif.

9. Menunjukkan keadilan

a. Menerima dan mengatasi isu-isu kontroversial tanpa memihak

b. Menolong murid melihat masalah dari berbagai sisi

c. Memberikan waktu yang seimbang untuk memperoleh pandangan yang berbeda. 10. Menunjukkan kejujuran dan keikhlasan (ketulusan

hati) yaitu: Menunjukkan perasaan yang sebenarnya, konsisten dan tampil sebagaimana adanya.

11. Menunjukkan sikap rajin dan penuh inisiatif

a. Merencanakan dan menyusun pembelajaran sebelum batas akhir

b. Mengerjakan tugas lebih dari yang seharusnya dikerjakan

12. Menunjukkan sikap keterbukan dan menerima ide baru.

a. Mendengarkan ide-ide baru dari murid dan tampak senang mendengarnya

b. Mengundang kritik, diskusi dan pertanyaan 13. Menunjukkan pandangan yang optimis

14. Menunjukkan kesadaran akan hargadiri positif dan stabilitas emosi

(52)

46 19. Menunjukkan pngaruh positif

20. Menunjukkan kemampuan memimpin 21. Responsip terhadap kebutuhan individual.49

Demikian lah beberapa kriteria kompetensi afektif guru yang diperlukan dalam rangka mengembangkan afektif siswa. Jadi untuk mendapatkan siswa yang mempunyai afeksi yang baik, maka gurunya terlebih dahulu harus mempunyai kompetensi afektif yang baik juga.

Selain itu menurut Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, MA dalam salah satu makalahnya disampaikan bahwa untuk mengembangkan afektif siswa, sekolah juga memiliki peran yang sangat penting diantaranya adalah:

1. Mengadakan imbingan kehidupan beragama 2. Uswatun hasanah

3. Melaksanakan malam ibadah 4. Pesantren kilat

5. Membangun laboratorium keagamaan 6. Menciptakan iklim religious

7. Menjalin hubungan sekolah dengan rumah tangga peserta didik

8. Mengadakan field visit (kunjungan lapangan) 9. Mengadakan peringatan hari besar islam 10. Mengadakan kemah wisata religius 11. Membangun budaya sekolah yang positif.

Dengan demikian Untuk meningkatkan ranah afektif siswa ternyata banyak faktor yang menentukannya. Tidak cukup hanya kompetensi guru saja, akan tetapi sekolah dan lingkungan masyarakat juga ikut berperan.

(53)

47

(54)
(55)

49

DAFTAR PUSTAKA

A Bakar, Rosdiana. Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009.

Adisusilo, Sutarjo. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Amini. Profesi Keguruan. Medan: Perdana Publishing, 2013.

A. Rasyid, Aliyah. Pengembangan Model Penilaian Akhlak

Peserta Didik Madrasah Aliyah. dalam Jurnal Penelitaian dan Evaluasi Pendidikan, Tahun 17. Nomor 2, 2013.

Asmani, Jamal Ma’mur. Tujuh Kompetensi Guru. Yogyakarta:

Power Books, 2009.

Asrul, Rusydi Ananda dan Rosnita. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media, 2014.

Asy-Syalhub, Fuad bin Abdul Aziz. Begini Seharusnya Menjadi Guru: Panduan Lengkap Metodologi Mengajar Cara Rasulullah. Jakarta: Darul Haq, 2011.

Bahar, Asmiar. Penilaian Ranah Afektif Pembelajaran PKN Melalui VCT Games. dalam Jurnal Pembelajaran, vol. XXX, 2008.

Barinto. (ubungan Kompetensi Guru dan Supervisi Akademik

dengan Kinerja Guru SMP Negeri se Kecamatan Percut Sei

Tuan. dalam Tabularasa, vol. IX, 2012.

(56)

50

Departeman Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lentera Abadi, 2010.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Djam’an, Satori, Sunaryo Kartadinata, Syamsu Yusuf. Profesi

Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.

Fuad Abdul Baqi, Muhammad. Al-Lu’lu Wal Marjan. Semarang: Al-Rida, 1993.

Hanafi, A.M Ansari. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Mardianto. Psikologi Pendidikan: Landasan Untuk

Pengembangan Strategi Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing, 2012.

Muchson dan Samsuri. Dasar-dasar Pendidikan Moral. Yogyakarta: Ombak, 2013.

Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,

Karakteristik dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.

Oxford. Oxford advanced Learners’s Dictionary . UK: Oxford Univrsity Press, 2010.

Putra, Sitiatava Rizema. Prinsip Mengajar Berdasar Sifat-Sifat Nabi. Yogyakarta: Diva Press, 2014.

Rosnita. Evaluasi Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media, 2007.

(57)

51

Situmorang, Tarmizi. Kode Etik Profesi Guru. Medan: Perdana Publishing, 2010.

Suprihatiningrum, jamil. Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru. Yogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2013.

Syamsudin, Abidin. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara, 2006.

Winkel, WS. Psikologi Pengajaran . Yogyakarta: Media Abadi, 2004.

Zuchdi, Darmiyati. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

(58)
(59)

53

TENTANG PENULIS

Dedi Sahputra Napitupulu lahir di Lau Garut sebuah desa terpencil di ujung perbatasan antara Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara dengan Aceh Tenggara pada tanggal 23 Maret 1994. Lulus S1 dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara tahun 2016. Saat ini, pada kampus yang sama sedang menempuh pendidikan S2 jurusan Pendidikan Islam. Pendidikan umum dan Agama diperolehnya pertama kali dari kampung yang berpenduduk minoritas Muslim. Realitas tersebut yang kemudian mengantarkannya untuk melanjutkan studi di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kabanjahe untuk kemudian berlanjut ke Madrasah Aliyah Negeri pada tempat yang sama pula.

(60)

54

Gambar

Tabel.1 Perkembangan afektif menurut Erickson

Referensi

Dokumen terkait

ini sesuai dengan informasi dari wawancara yang ada bahwa evaluasi dan tindak lanjut dari hasil bimbingan yang telah diberikan Ustad-ustad sebagai pembimbing

Hasil penelitian pengaruh terapi kompres panas terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien lansia dengan nyeri rematik di PSTW Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan

Hasil penelitian awal ini belum dapat memberikan rekomendasi kebijakan dan model penanggulangan konflik sosial karena hasil penelitian ini akan dilanjutkan dengan

Penjualan yang efektif dilatarbelakangi oleh strategi promosi yang efektif, seperti promosi yang telah diterapkan pada PT Budi Berlian Motor Natar Lampung Selatan ternyata

madrasah menilai dan membina pelaksanaan pendidikan agama di Madrasah di lingkungan kementerian Agama Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti3. Pendidikan Pancasila

Hasil penelitian yang sama juga dikemukakan oleh Bharadwaj et al ( 1993, p.89 ) bahwa kemampuan perusahaan untuk terus melakukan inovasi terhadap produk –

Variable Pendapatan non bunga atau non- interest income berpengaruh positif terhadap ROA pada bank umum yang ada di Indonesia untuk periode tahun.. 2002 – 2011