• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI MANAJEMEN DALAM MANAJEMEN KONVENS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FUNGSI MANAJEMEN DALAM MANAJEMEN KONVENS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam menjelaskan bahwa tidak ada larangan dalam berkerja keras di dunia, asalkan harus diimbaangi dengan beribadah menyembah Allah SWT dengan menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Dalam pandangan ajaran agama Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran agama Islam. Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai oleh Allah swt.

Sebenarnya Manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas atau terselesaikan merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran agma Islam. Demikian pula ketika kita melakukan sesuatu itu dengan benar, baik, terencana dan terorganisasi dengan rapi, maka kita akan terhindar dari keragu-raguan dalam memutuskan atau mengerjakan sesuatu. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang didasarkan oleh keragu-raguan, karena biasanya sesuatu yang dilakukan dengan dasar keraguan akan membuahkan hasil yang tidak optimal dan mungkin akhirnya tidak bermanfaat.

Proses-proses fungsi manajemen dalam manajemen konvensional dan manajemen syariah pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesuatu sesuai dengan aturan serta memiliki manfaat. Perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah di rencanakan. Jika perbuatan itu tidak pernah direncanakan, maka tidk termasuk di dalam kategori manajemen yang baik.

Dari pernyataan diatas maka dapat diketahui bahwa fungsi manajemen tersebut untuk diterapkan terhadap fungsi manajemen itu sendiri. Karena manajemen dalam suatu usaha yang dijalankan akan berdampak baik. Maka dapat dilakukan dalam manajemen konvesional dan syariah tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah? 2. Bagaimana Fungsi manajemen dalam manajemen syariah dan Manajemen

(2)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Manajemen Dalam Fungsi Manajemen

Manajemen adalah suatu usaha mencapai tujuan organisasi dengan bantuan orang lain. Manajemen merupakan pendayagunaan sumber daya manusia dengan cara cara yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.

1. Fungsi Manajemen antara lain (POAC = Planning, Organizer, Association, and Controlling) fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pengarahan, dan fungsi pengawasan dengan dilaksanakan dengan baik dan tepat.

2. Fungsi Perencanaan adalah fungsi untuk melakukan pendefinisian tujuan organisasi, menetapkan cara pencapaian tujuan dan serta mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan seluruh pekerjaan. Sehingga seluruh anggota organisasi dapat memahami rencana organisasi terhadap seluruh kegiatan organisasi agar terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.1

3. Fungsi pengorganisasian adalah fungsi untuk penetapan tugas-tugas, penetapan pelaksana tugas, pengelompokan tugas, penetapan system pelaporan, dan penetapan letak pengambilan keputusan. Dengan demikian seorang manajer harus merancang struktur organisasi agar memudahkan anggota organisasi dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai tanggung jawabnya sehingga tidak menimbulkan timpang tindih pekerjaan dan tanggung jawab.

4. Fungsi Kepemimpinan adalah fungsi untuk mempengaruhi kebiasaan kebiasan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Fungsi kepemimpinan meliputi tugas untuk memotivasi anggota organisasi, mengarahkan anggota organisasi, dan memilih komunikasi yang baik dan efektif untuk memecahkan permasahan (konflik). Sehingga seorang manajer/ pemimpin harus konsisten, dan selaras dengan rencana organisasi agar dapat dijadikan panutan oleh karyawan/ bawahan.

5. Fungsi pengawasan adalah fungsi untuk melakukan pemantauan terhadap seluruh kegiatan dalam menjalamkan rencana kegiatan dalam organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Robbin (2001) fungsi pengawasan meliputi kegiatan pemantauan, pembandingan, serta kemungkinan mengoreksi bila terdapat penyimpangan.2

B. Peran Manajemen Dalam Fungsi Manajemen

Mengacu studi yang dilakukan Henry Mintzberg dalam buku Robbin (2001), Peran Manajer dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu

interpersonal, informasional, dan keputusan.

1 Rindyah Hanafi dan Amirullah, Pengantar Manajemen Dalam Fungsi manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2002), hal. 35

(3)

1. Peran Interpersonal

Peran Interpersonal adalah peran seorang pemimpin/ manajer sebagai figure pemimpin, pemimpin dan sebagai penghubung. Sebagai

peran Figure pemimpin adalah seorang pemimpin/ manajer harus mampu menghadapi situasi apapun dan mampu tampil untuk mewakili bawahan dalam menangani segala permasalahan baik legal atau social.

Sebagai peran Pemimpin adalah seorang pemimpin/ manajer harus mampu melaksanakan tugas yang dapat meningkatkan gairah kerja bawahannya. Sebagai peran Penghubung adalah seorang pemimpin / manajer harus mampu menjaga jaringan hubungan untuk melakukan transfer informasi baik secara vertical atau horizontal ataupun internal dan eksternal organisasi.3

2. Peran Informasional

Peran Informasional adalah peran seorang pemimpin sebagai penerima dan menyampaikan informasi. Menurut Mintzberg, peran dibagi 2 (dua) yaitu peran monitor, peran disseminator dan peran juru bicara. a. Peran monitor adalah peran untuk melakukan monitor informasi dari

luar organisasi.

b. Peran disseminator adalah peran untuk menyebarkan informasi.

c. Peran Juru bicara yaitu peran mewakili organisasi dihadapan eksternal.

3. Peran Keputusan

Peran Keputusan adalah peran seoran pemimpin untuk mengambil keputusan dalam menentukan pilihan yang tepat untuk organisasi. Peran keputusan mempunyai 4 (empat) fungsi yaitu

a. Wiraswasta (entrepreneur).

b. Penyelesai hambatan (disturbance handler)

c. Pengalokasi sumber daya (resource allocator) dan d. Perunding (negotiator).

C. Pemikiran Dalam Fungsi Manajemen

Sebelum abad ke-20, terjadi 2 peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pd tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yangg akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yg spesifik & berulang.

Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dgn meningkatnya keterampilan & kecekatan tiap-tiap pekerja, menghemat

(4)

waktu yg terbuang dalam pergantian tugas, &menciptakan mesin & penemuan lain yang dpt menghemat tenaga kerja.4

Peristiwa penting kedua yg memengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yg berakibat pd pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yg disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yg dpt membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kpd bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, & lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.

1. Manajemen di Era Manajemen Ilmiah

Era ini ditandai dgn perkembangan-perkembangan ilmu manajemen dari kalangan insinyur seperti Henry Towne, Frederick Winslow Taylor, Frederick A. Halsey, & Harrington Emerson. Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management, dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yg berjudul Principles of Scientific Management pd tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah “penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan.” Beberapa penulis seperti Stephen Robbins menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.

Henry Gantt yang pernah bekerja bersama Taylor di Midvale Steel Company menggagas ide bahwa seharusnya seorang mampu mandor memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin (industrious ) dan kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk membantu manajemen yang disebut sebagai Gantt chart yang digunakan untuk merancang dan mengontrol pekerjaan.

Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank & Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Era ini juga ditandai dengan hadirnya teori administratif, yaitu teori mengenai apa yg dilakukan oleh para manajer dan bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik.

Pada awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan gagasan 5 fungsi utama manajemen:

a. Merancang b. Mengorganisasi c. Memerintah d. Mengoordinasi e. Mengendalikan

4Barda Nawawi Arif, Masalah Fungsi Manajemen dalam Konvesional Dan Syariah,

(5)

Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14 prinsip manajemen yang merupakan dasar-dasar & nilai yg menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen. Sumbangan penting lainnya datang dari ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan sesuatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi.

Bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa bentuk “birokrasi yg ideal” itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar.5

Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini. Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi.

Riset operasi, sering dikenal dengan “Sains Manajemen”, mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation). Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.

2. Manajemen di Era Manusia Sosial

Era manusia sosial ditandai dgn lahirnya mahzab perilaku (behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen ilmiah. Mahzab perilaku tdk mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adl serangkaian studi penelitian yg dikenal sbg eksperimen Hawthrone.

Eksperimen Hawthrone dilakukan pd tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthrone milik Western Electric Company Works di Cicero, Illenois. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lbh sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dgn tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yg menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.6

Kontribusi lainnya datang dari Mary Parker Follet. Follett (1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi & ilmu

5 Esposito, Jean E, Seni Komunikasi : Membangun Pengertian Manajemen, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008), hal. 45

(6)

politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative Experience pada tahun 1924. Follet mengajukan sesuatu filosifi bisnis yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi.

Follet juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok. Dengan kata lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika kelompok dari pada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.

Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah teori organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi “efektif-efisien”.

Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu di mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi merupakan elemen universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan, dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga mengembangkan teori “penerimaan otoritas” didasarkan pd gagasan bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas itu.

3. Manajemen di Era moderen

Era moderen ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total quality management) di abad ke-20 yang diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir 1904).

Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak Kontrol Kualitas di Jepang. Deming berpendapat bahwa kebanyakan permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja, melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan mengajukan teori 5 langkah reaksi berantai Ia berpendapat bila kualitas dapat ditingkatkan, antara lain sebagai berikut :

a. Biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih baik atas waktu danmaterial.

b. Roduktivitas meningkat

c. Arket share meningkat karena peningkatan kualitas dan harga.

d. Profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dpt bertahan dalam bisnis.

e. Jumlah pekerjaan meningkat.7

(7)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Konsep Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah

Islam sebagai suatu sistem hidup yang sempurna tentu saja memiliki konsep pemikiran tentang manajemen. Kesalahan kebanyakan dari kaum muslimin dalam memahami konsep manajemen dari sudut pandang Islam adalah karena masih mencampuradukan antara ilmu manajemen yang bersifat teknis (uslub) dengan manajemen sebagai aktivitas. Kerancuan ini akan mengakibatkan kaum muslimin susah membedakan mana yang boleh diambil dari perkembangan ilmu manajemen saat ini dan mana yang tidak.8

Menurut Didin dan Hendri (2003) dalam buku mereka Manajemen Syariah dalam Praktik, Manajemen bisa dikatakan telah memenuhi syariah bila :

1. Manajemen ini mementingkan perilaku yang terkait denga nilai-nilai keimanan dan ketauhidan.

2. Manajemen syariah pun mementingkan adanya struktur organisasi. Ini bisa dilihat pada surat Al An'aam: 65, "Allah meninggikan seseorang di atas orang lain beberapa derajat". Ini menjelaskan bahwa dalam mengatur dunia, peranan manusi tidak akan sama.

3. Manajemen syariah membahas soal sistem. Sistem ini disusun agar perilaku pelaku di dalamnya berjalan dengan baik. Sistem pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, misalnya, adalah salah satu yang terbaik. Sistem ini berkaitan dengan perencanaan, organisasi dan kontrol, Islam pun telah mengajarkan jauh sebelum adanya konsep itu lahir, yang dipelajari sebagai manajemen ala Barat.

Menurut Karebet dan Yusanto (2002), syari’ah memandang manajemen dari dua sisi, yaitu manajemen sebagai ilmu dan manajemen sebagai aktivitas. Sebagai ilmu, manajemen dipandang sebagai salah satu dari ilmu umum yang lahir berdasarkan fakta empiris yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban (hadharah) manapun.

Namun sebagai aktivitas, maka manajemen dipandang sebagai sebuah amal yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, sehingga ia harus terikat pada aturan syara’, nilai dan hadharah Islam. Manajemen Islami (syariah) berpijak pada aqidah Islam. Karena aqidah Islam merupakan dasar Ilmu pengetahuan atau tsaqofah Islam. Adapun fungsi dalam Manajemen syariah meliputi antara lain sebagai berikut :

1. Manajemen Sebagai ilmu

Sebagai ilmu, manajemen termasuk sesuatu yang bebas nilai atau

(8)

berhukum asal mubah. Konsekuensinya, kepada siapapun umat Islam boleh belajar. Berkaitan dengan ini, kita perlu mencermati pernyataan Imam A; ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, Bab Ilmu. Beliau membagi ilmu dalam dua kategori ilmu berdasarkan takaran kewajiban yaitu:

a. ilmu yang dikategorikan sebagai fardhu ’ain, yakni yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah bahasa Arab, sirah nabawiyah, Ulumul Qur’an, Ulumul hadits, Tafsir, dan sebagainya. b. Ilmu yang terkategori sebagai fardhu kifayah, yaitu ilmu yang wajib

dopelajari oleh salah satu atau sebagian dari kaum muslimin. Ilmu yang termasuk dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan, diantaranya seperti ilmu kimia, biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik dan manajemen.

Dalam kitab Al fathul Kabir, Jilid III, disebutkan bahwa rasul pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman guna mempelajari teknologi pembuatan senjata bernama dabbabah. Yakni sejenis kendaraan tank saat ini, yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari roda-roda. Senjata ini mampu menerjang benteng lawan.9

2. Manajemen Sebagai Aktivitas

Dalam ranah aktivitas, Islam memandang bahwa keberadaan manajemen sebagai suatu kebutuhan yang tak terelakkan dalam memudahkan implementasi Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal dalam kehidupan. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas dan landasan pola pikir. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur (standar) perbuatan.

Karenanya, aktivitas menajemen yang dilakukan haruslah selalu berada dalam koridor syariah. Syariah harus menjadi tolok ukur aktivitas manajemen. Senafas dengan visi dan misi penciptaan dan kemusliman seseorang, maka syariahlah satu-satunya yang menjadi kendali amal perbuatannya.

Hal ini berlaku bagi setiap Muslim, siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Inilah sebenarnya penjabaran dari kaidah ushul yang menyatakan

”al aslu fi al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmusy syar’i”, yakni hukum asal suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.

Dengan tolok ukur syariah, setiap muslim akan mampu membedakan secara jelas dan tegas perihal halal tidaknya, atau haram tidaknya suatu kegiatan manajerial yang akan dilakukannya. Aktivitas yang halal akan dilanjutkannya, sementara yang haram akan ditinggalkannya

(9)

semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah Swt.

B. Peran Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah

Seperti yang sudah dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil dalam setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi manajemen dalam manajemen syariah sebagaimana kita ketahui ada empat yang utama, yaitu:

1. Perencanaan (planning),

Dalam fungsi perencanaan pada manajemen syariah. Adapun didalamnya mencangkup beberapa Implementasi syariah dalam fungsi perencanaan antara lain sebagai berikut :

a. Perencanaan bidang Sumber Daya Manusia

Permasalahan utama bidang SDM adalah penetapan standar perekrutan SDM. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seluruh komponen SDM perusahaan. Kriteria profesional menurut syariah adalah harus memenuhi 3 unsur, yaitu :10

a) Kafa’ah (ahli di bidangnya),

b) Amanah (bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab), c) Memiliki etos kerja yang tinggi (himmatul ‘amal). b. Perencanaan Bidang Keuangan

Permasalahan utama bidang keuangan adalah penetapan sumber dana dan alokasi pengeluaran. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan syarat kehalalan dana, baik sumber masukan maupun alokasinya. Maka, tidak pernah direncanakan, mislanya, peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau pemanfaatan dana untuk menyogok pejabat.

c. Perencanaan Bidang Operasi atau produksi

Implementasi syariah pada bidang ini berupa penetapan bahan masukan produksi dan proses yang akan dilangsungkan. Dlam dunia pendidikan, mislanya, inpuntnya adalah SDM Muslim dan proses pendidikannya ditetapkan dengan menggunakan kurikulum yang Islami. Dalam Industri pangan, maka masukannya adalah bahan pangan yang telah dipastikan kehalalannya. Sementara proses produksinya ditetapkan berlangsung secara aman dan tidak bertentangan dengan syariah.

d. Perencanaan bidang pemasaran

Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan segmentasi pasar, targeting dan positioning, juga termasuk promosi.

(10)

Dalam dunia pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik adalah SDM muslim. Target yang ingin dicapai adalah output didik (SDM) yang profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan adalah lembaga yang memiliki unique position sebagai lembaga pendidikan manajemen syariah. Dalam promosi tidak melakukan kebohongan, penipuan ataupun penggunaan wanita tanpa menutup aurat sempurna.

2. Pengorganisasian (organizing)

Dalam fungsi pengorganisasian pada manajemen syariah. Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengorganisasian :

a. Aspek Struktur

Pada aspek ini syariah di implementasikan pada SDM yaitu hal-hal yang berkorelasi dengan faktor Prfesionalisme serta Aqad pekerjaan. Harus dihindarkan penempatan SDM pada struktur yan tidak sesuai dengan kafa’ah-nya atau dengan aqad pekerjaannya. Yang pertama akan menyebabkan timbulnya kerusakan, dan yang kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad dan pekerjaan.11

b. Aspek Tugas dan Wewenang

Implementasi syariah dalam hal ini terutama di tekankan pada kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut. c. Aspek Hubungan

Implementasi syariah pada aspek ini berupa penetapan budaya organisasi bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan muamalah yang selalu mengacu pada amar ma’ruf dan nahi munkar.

3. Pengontrolan (controlling)

Dalam fungsi pengontrolan pada manajemen syariah. Adapun peran syariah dalam pengontrolan adalah sebagai berikut. Dimana terdapat beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan adalah merupakan tugas utama dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan selain sebagai penggembala (pembimbing, pengarah, pemberi solusi dan fasilitator).

Maka implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat dilaksankan pada dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator).

Pertama, fungsi pemecahan masalah. Mencakup pemberian pendapat, informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan pada syariah, yakni dengan di dukung oleh adanya dalil,

(11)

argumentasi atau hujah yang kuat.

Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah kepada para SDM organisasi.

a. Motivasi

Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalalm suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal motivasi ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan

ruhiyah.

Kekuatan yang muncul karena adanya kesadaran akibat pemahaman (mafhum) akan maksud dan tujuan yang mendasari amal perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib bagi pemimpin untuk memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang yang dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik dan sempurna, tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya. b. Fasilitator

Fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team (together everyone achieve more). Setiap anggotanya harus dapat bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinking-afkar (ide atau pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar.

4. Pengevaluasian (evaluating)

Dalam fungsi pengevaluasian pada manajemen syariah. Peran Syariah dalam Evaluasi adalah fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang di desain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan membutuhkan prasyarat adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur organisasi yang tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga pilar pengawasan, yaitu:

a. Ketaqwaan individu. Seluruh personel SDM perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.

(12)

dengan arah yang telah ditetapkan.

c. Penerapan (supremasi) aturan. Organisasi ditegakkan dengan aturan main yang jelas dan transparan serta-tentu saja-tidak bertentangan dengan syariah.12

C. Kesimpulan

Adapun fungsi dalam Manajemen syariah meliputi antara lain sebagai berikut : Manajemen Sebagai ilmu, Manajemen Sebagai Aktivitas dan Peran Fungsi Manajemen Dalam Manajemen Syariah adalah Seperti yang sudah dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil dalam setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi manajemen dalam manajemen syariah sebagaimana kita ketahui ada empat yang utama, yaitu: Perencanaan (planning), pengendalian, pengawasan dan pengorganisasian.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut (1) aktivitas fungsi manajemen kurikulum di TK Muhammadiyah Alam Surya Mentari yang berbasis alam

Casteter mebagi fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi, Perencanaan, merupakan sebuah rangkaian aktivitas untuk mengantisipasi kepentingan dimasa depan

Dalam tulisan ini, peran manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dibahas dari fungsi- fungsi manajemen, sumber-sumber daya yang digunakan, dan aspek lain yang relevan..

Tugas manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi

Namun saat ini peran dan fungsi guru tengah mengalami perubahan secara drastis dan mendasar sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan serta budaya global yang mengutamakan

Dari beberapa penjelasan di atas penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa manajemen merupakan sebuah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber

Penelitian ini mengkaji tentang penerapan fungsi-fungsi manajemen produksi pada acara mimbar Jum’atan di radio Global FM Yogyakarta, adapun sumber data atau sumber keterangan yang

Dokumen ini membahas tentang peran dan fungsi manajemen, serta tanggung jawab yang dimiliki seorang