• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO YANG DIAPLIKASI CENDAWAN MIKORISA ARBUSKULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO YANG DIAPLIKASI CENDAWAN MIKORISA ARBUSKULA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO YANG DIAPLIKASI

CENDAWAN MIKORISA ARBUSKULA

Ruhumuddin, Hanafi dan Mirna Munir Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tiga klon bibit kakao yang diaplikasi cendawan mikoriza arbuskula. Dilaksanakan di Kelurahan Timungang Lompoa Kecamatan Mallimongan Tua, Kota Metro Makassar Propinsi Sulawesi Selatan. Berlangsung mulai Juni hingga September 2014.

Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan faktorial dua faktor yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah klon terdiri atas tiga klon, yaitu: Sulawesi 1, Sulawesi 2, dan Lokal. Faktor kedua adalah dosis CMA terdiri atas enam taraf, yaitu: 0, 3,0, 6,0, 9,0 g tanaman-1, sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diteliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon Sulawesi 2 memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan indeks luas daun bibit kakao, sedangkan klon Lokal menghasilkan rata-rata jumlah daun tertinggi. Dosis fungi CMA 9,0 g tanaman-1memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan indeks luas daun bibit kakao. Interaksi antara klon Sulawesi 2 dengan fungi CMA 9,0 g tanaman-1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yaitu 10,63 cm, diameter batang tanaman terbesar yaitu 0,38 cm, indeks luas daun tanaman ter-besar yaitu 9,49.

---Kata Kunci: Pertumbuhan, klon kakao, mikoriza arbuskular.

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang me-megang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, mendorong agri-bisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah.

Luas perkebunan kakao di Indonesia pada tahun 2013 tercatat 1.709.050 ha dan sebagian besar (92.7 %) dikelola oleh rakyat. Sejak tahun 2012, Indonesia merupakan negara dengan luas pertanaman kakao ke 4 dunia dengan total areal 1.677.254 ha dan menempati urutan terbesar ke 2 penghasil kakao dunia dengan total produksi 877.296 ton, tapi produktivitas dan mutunya masih sangat rendah. Rata-rata produktivitasnya hanya 532.17 kg.ha-1, sedangkan Pantai Gading produktivitasnya sudah mencapai 1,5 t.ha-1(Anonim, 2014).

(4)

tahun 2011 sekitar 262.542 ha dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 275.723 ha, dan produksi mengalami kenaikan dari 172.083 ton menjadi 196.695 ton (Anonim, 2013). Meskipun terjadi kenaikan produksi akibat ekstensifikasi, namun secara umum telah terjadi penurunan kemampuan produksi dan produktivitas tanaman kakao di tingkat petani. Penurunan kemampuan produksi dan produktivitas tanaman disebabkan karena sebagian besar tanaman semakin tua, pengelolaan tanaman oleh petani sangat rendah, seperti pemupukan, pemangkasan, sanitasi kebun dan panen yang sering terlambat. Kondisi yang demikian mengakibatkan penurunan populasi tanaman per hektar akibat kematian tanaman oleh kekeringan dan penyakit vascular streak dieback (VSD), tingginya tingkat kerusakan bantalan buah pada batang utama dan cabang primer, terciptanya kondisi ekologis yang memungkinkan berkembangnya hama dan penyakit utama kakao seperti penggerek buah kakao (PBK), tikus, busuk buah dan VSD yang sangat tinggi dan cepat menyebar (Nasaruddin, 2009).

Upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kakao, menjadikan perbanyakan tanaman yang bermutu tinggi tidak dapat diabaikan dalam budidaya tanaman kakao. Perbanyakan tanaman kakao dapat dilakukan secara generatif (biji) maupun vegetatif, namun demikian perbanyakan secara generatif merupakan cara yang paling banyak dilakukan oleh petani kakao, karena selain mudah untuk dikerjakan juga resiko kegagalan rendah (Soedarsono, 1999).

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah bibit kakao yang mempunyai kualitas kurang baik, salah satunya disebabkan karena masalah pemupukan khususnya pupuk fospor (P), yang sebagaimana diketahui bahwa unsur hara P berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar semai, memacu dan memperkuat pertumbuhan tanaman dewasa, dan meningkatkan produksi biji-bijian (Susanto, 1994).

Fospor merupakan salah satu unsur hara makro yang penting untuk tanaman karena diperlukan untuk membangun molekul-molekul seperti asam nukleat, berperan penting sebagai unsur utama dalam pemindahan energi dan pengaturan reaksi-reaksi ensimatis serta reaksi metabolisme lainnya (Novisan, 2002).

Menurut Sutejo (1998), bahwa unsur P dalam tanah kesediaannya sangat sedikit dan mudah terikat oleh aluminium (Al) dan besi (Fe) sehingga unsur P sukar diserap oleh tanaman. Kekurangan unsur P dapat menghambat penyerapan unsur nitrogen (N) karena akar tanaman tidak mendapatkan energi yang cukup untuk proses penyerapan hara. Karena adanya berbagai faktor seperti jerapan, pengendapan, maka dari 80 –90 % yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh tanaman hanya sedikit saja yang benar-benar tersedia untuk tanaman. Untuk alasan itu simbiosis cendawan mikoriza arbuskula (CMA) menjadi salah satu bahan yang sangat berpengaruh pada tanaman, artinya dalam kaitannya pasokan P mengikat hifa CMA dari akar ke dalam tanah yang menjadikan akar mampu menyerap unsur hara P kedalam akar tanaman.

(5)

pupuk buatan. Tanaman yang ber CMA dapat menyerap pupuk P lebih tinggi (10 –

27 %) dibandingkan dengan tanaman yang tidak berMA (0,4 – 13 %), penggunaan CMA pada tanaman pertanian dapat menghemat pengunaan pupuk nitrogen 50 %, pupuk fospat 27 % dan pupuk kalium 20 %. Meningkatnya efisien pemupukan dengan adanya CMA di akar tanaman, karena CMA dapat memperpanjang dan memperluas jangkauan akar terhadap penyerapan unsur hara, maka serapan hara tanaman pun meningkat sehingga hasilnya juga akan meningkat (Husin dan Marlis, 2000).

Ketersediaan unsur hara P bagi tanaman menjadi masalah karena unsur P lebih banyak terikat oleh tanah sehingga sangat sulit diserap oleh tanaman. Keberadaan CMA diharapkan dapat membantu dan mengatasi masalah pemupukan P pada tanaman. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilaksanakan penelitian untuk mengetahui pengaruh CMA terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tiga klon bibit kakao yang diaplikasi cendawan mikoriza arbuskula.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi mengenai aplikasi cendawan mikoriza arbuskula untuk mendapatkan pertumbuhan bibit tanaman kakao yang optimal dan sebagai bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

Hipotesis

1. Terdapat satu klon yang memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit kakao.

2. Terdapat satu dosis cendawan mikoriza arbuskula yang memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit kakao.

3. Terdapat interaksi antara klon dengan dosis cendawan mikoriza arbuskula yang mem-berikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Timungang Lompoa Kecamatan Mallimongan Tua, Kota Metro Makassar Propinsi Sulawesi Selatan. Berlangsung mulai Juni hingga September 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kakao klon Sulawesi 1, Sulawesi 2 dan Lokal, pasir steril, polybag ukuran 20 cm x 15 cm, mikoriza arbuskular jenis Tehnofert dan kertas label.

Alat yang digunakan adalah meteran, timbangan digital, kamera dan alat tulis menulis.

(6)

Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan faktorial dua faktor yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah klon (K), terdiri atas tiga klon yaitu: k1 = Sulawesi 1, k2 = Sulawesi 2 dan k3 = Lokal.

Faktor kedua adalah dosis cendawan CMA (M), terdiri atas enam taraf, yaitu: m0 = 0,0 g

tanaman-1(kontrol), m1= 3,0 g tanaman -1

, m2= 6,0 g tanaman -1

dan m3= 9,0 g tanaman -1

. Sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali, yang terdiri atas masing-masing 2 unit sehingga seluruhnya terdapat 72 tanaman yang diamati.

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan yang diamati dilakukan analisis uji F pada tingkat ketelitian 5 %. Hasil analisis uji F masing-masing perlakuan maupun interaksinya yang menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata, dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) dengan tingkat ketelitian 5 % (Sastrosupadi, 1995).

Pelaksanaan Persiapan Media dan Benih

Sebelum penanaman benih dilakukan, terlebih dahulu disiapkan media tanam berupa pasir steril ke dalam polibag. Selanjutnya benih yang digunakan adalah benih yang berasal dari klon sesuai perlakuan dengan memilih benih yang diambil dari bagian tengah buah kakao.

Penanaman

Penanaman benih kakao dilakukan ke dalam polybag yang berisi pasir sebagai media tumbuh sesuai dengan perlakuan. Aplikasi CMA dilakukan sesuai perlakuan satu minggu setelah benih kakao ditanam, selanjutnya dilakukan pemeliharaan tanaman berupa penyiraman, penyiangan dan pencegahan hama dan penyakit.

Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan luas daun.

Hasil Tinggi Tanaman

(7)

Gambar 1. Histogram ti CMA.

Histogram pada Sulawesi 2 dengan CM tanaman tertinggi yaitu CMA 0,0 g tanaman-1(k

tinggi tanaman (cm) kakao umur 3 bulan pada kl

da gambar 1 menunjukkan bahwa kombinasi pe MA 9,0 g tanaman-1 (k2m3) cenderung meng-ha tu 10,63 cm. Kombinasi perlakuan klon Sulaw

(k2m0) cenderung menghasilkan tinggi tanaman t

atan jumlah daun dan sidik ragam umur 3 bul nunjukkan bahwa perlakuan klon berpengaruh nyata

ata, interaksi antara klon dengan dosis CMA berpe h daun tanaman kakao.

umlah daun (helai) tanaman kakao umur 3 bulan pa A.

Dosis CMA (g tanaman-1)

(8)

Diameter Batang Hasil pengamata diaplikasi CMA menunj CMA berpengaruh tida berpengaruh tidak nyata t

Gambar 2. Histogram di dan dosis C Histogram pada Sulawesi 2 dengan CMA batang tanaman terbesa dengan CMA 0,0 g ta terkecil yaitu 0,12 cm. Luas Daun

Hasil pengamatan CMA menunjukkan bahwa berpengaruh tidak nyata tidak nyata terhadap luas

atan diameter batang dan sidik ragam umur 3 nunjukkan bahwa perlakuan klon berpengaruh tidak

tidak nyata dan interaksi antara klon dengan ta terhadap diameter batang tanaman kakao.

diameter batang (cm) tanaman kakao umur 3 bul s CMA.

da gambar 2 menunjukkan bahwa kombinasi pe MA 9,0 g tanaman-1 (k2m3) cenderung menghasi esar yaitu 0,38 cm. Kombinasi perlakuan klon tanaman-1 (k1m0) cenderung menghasilkan dia

.

tan luas daun dan sidik ragam umur 3 bulan sete bahwa perlakuan klon berpengaruh tidak nyata, ata dan interaksi antara klon dengan dosis CMA uas daun tanaman kakao.

3 bulan setelah dak nyata, dosis gan dosis CMA

bulan pada klon

perlakuan klon asilkan diameter klon Sulawesi 1 diameter batang

(9)

Gambar 3. Histogram luas daun tanaman kakao umur 3 bulan pada klon dan dosis cendawan CMA.

Histogram pada gambar 3 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan klon Sulawesi 2 dengan CMA 9,0 g tanaman-1 (k2m3) cenderung menghasilkan luas daun tanaman terbesar yaitu 9,49. Kombinasi perlakuan klonSulawesi 1 dengan CMA 0,0 g tanaman-1(k1m0) cenderung menghasilkan luas daun tanaman terkecil yaitu 7,57.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon Sulawesi 2 dengan CMA 9,0 g tanaman-1cenderung menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yaitu 10,63 cm, diameter batang tanaman terbesar yaitu 0,38 cm, luas daun tanaman terbesar yaitu 9,49. Sedangkan klon Lokal menghasilkan rata-rata jumlah daun tertinggi yaitu 12,94 helai.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sasli (2004), bahwa inokulasi CMA dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao menjadi lebih baik yang terlihat dari tingginya nilai rata-rata untuk hampir semua peubah yang diamati dibanding bibit kakao yang tidak diberi CMA. Aplikasi CMA pada bibit kakao dapat meningkatkan bobot kering tajuk dan akar masing-masing sebesar 144.7 % dan 190 % terhadap kontrol. Efisiensi penggunaan air juga tertinggi untuk bibit kakao yang mendapat perlakuan inokulasi CMA, yang dapat mencapai 149.2 % dari nilai kontrol untuk taraf kekeringan 70 % air tersedia. Ini menunjukkan bahwa bibit yang diinokulasi CMA tidak mengalami cekaman kekeringan oleh karena adanya hifa eksternal CMA yang masih dapat menyerap air dari pori-pori tanah.

Tanaman yang dinokulasi CMA terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat karena jaringan hifa eksternalnya akan memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat (Anonim, 2012). Penelitian yang dilaksanakan Anonim (2009), juga menunjukkan bahwa pada perlakuan tanaman uji, mikoriza telah mampu menginfeksi perakaran bibit tanaman kakao. Perakaran tanaman yang telah terinfeksi CMA mempunyai bentuk fisik yang lebih baikdan membentuk luas serapan akar yang lebih besar. Hal ini meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap air dan unsur hara baik makro maupun mikro, CMA memberi manfaat pada pertumbuhan dan hasil tanaman dengan cara meningkatkan kemampuan tanaman untuk mendapatkan hara yang ada dalam tanah, yaitu dengan meningkatnya penyerapan unsur hara terutama P.

(10)

benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Sedangkan faktor luar terdiri dari; air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Dalam jaringan penyimpanan benih memiliki karbohidrat dan mineral sebagai bahan baku dan energi bagi embrio saat perkecambahan. Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibanding benih yang lebih kecil sehingga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan produksi.

Wilkins (1988), menyatakan bahwa saat perkecambahan benih terjadi proses katabolisme dan anabolisme yang dikendalikan oleh suatu enzim sehingga sangat responsif pada temperatur. Perkecambahan benih membutuhkan tingkatan oksigen yang tinggi. Kebanyakan species memberikan respon yang baik terhadap komposisi udara normal yakni 20 % O2 dan 0,03 % CO2. Sedangkan kebutuhan benih terhadap cahaya berbeda-beda, benih kakao akan berkecambah baik dalam cahaya maupun tanpa cahaya.

Medium perkecambahan yang baik harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur, memiliki kemampuan menyerap air, dan bebas dari organisme penyebab penyakit. Benih kakao bersifat epigeal, oleh karena itu dalam meletakkan benih secukupnya sehingga sebagian kecil muncul dipermukaan tanah atau sepertiga bagian benih, hal ini dimaksudkan agar embrio tidak banyak kehilangan energi untuk mengangkat keping biji ke atas permukaan tanah (Muljana, 1998).

Benih kakao mulai berkecambah setelah berumur 4 - 5 hari dipersemaian dan bila benih mulai berkecambah lebih dari 12 hari tidak digunakan sebagai bahan tanam karena termasuk kecambah tidak normal. Bibit adalah benih yang sudah berkecambah, disamping itu dalam arti praktis benih juga dipakai untuk alat reproduksi. Jadi bibit dapat berasal dari perbanyakan secara generatif (biji) maupun vegetatif. Pertumbuhan bibit kakao yang baik, selain ditentukan oleh mutu benih juga ditentukan oleh pemeliharaan yang intensif selama persemaian dan pembibitan. Bibit kakao di pesemaian membutuhkan naungan 75 - 80 %, dan dikurangi sedikit demi sedikit sampai bibit sudah dipindahkan ke lapangan,agar tanaman muda dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungan di lapangan (Kamil,1999).

Menurut Nasaruddin (2009), bibit yang dapat dipindahkan ke pertanaman adalah bibit yang sehat dan pertumbuhan yang normal dan diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan pertumbuhan yang baru. Bibit yang dapat dipindahkan ke pertanaman adalah : umur bibit 3–6 bulan, diameter batang minimal 1,0 cm, jumlah daun 12 helai dan tinggi tanaman 25 cm–60 cm.

Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Klon Sulawesi 2 memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan indeks luas daun bibit kakao. Sedangkan klon Lokal menghasilkan rata-rata jumlah daun tertinggi.

(11)

3. Interaksi antara klon Sulawesi 2 dengan fungi CMA 9,0 g tanaman-1 cenderung menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yaitu 10,63 cm, diameter batang tanaman terbesar yaitu 0,38 cm, luas daun tanaman terbesar yaitu 9,49.

Saran

Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit kakao yang baik disarankan untuk menggunakan klon Sulawesi 2 yang diaplikasi fungi CMA 9,0 g tanaman-1.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Pengembangan Metode Formulasi Jamur MA: Pengembangan-metode-formulasi-jamur-MA &catid=6:iptek&Item id=24.

----, 2012. http://wulan-berbagi-ilmu.blogspot.com/2012/02/mikoriza.html. Di akses pada tanggal6 Juli 2014.

---, 2013. Statistik Perkebunan Indonesia 2010-2011. Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Departemen Pertanian, Jakarta.

---, 2014. Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kakao Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian, Jakarta. Husin, E. F. dan Marlis, R. 2002.Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskular sebagai

pupuk biologi pada pembibitan kelapa sawit. Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Wilayah Indonesia Barat, FP USU Medan.

Kamil J., 1999. Teknologi Benih I, Angkasa Bandung.

Mulyana W., 1998. Bercocok Tanam Coklat. Aneka Ilmu, Semarang.

Nasaruddin, 2009. Kakao, Budidaya dan Beberapa Aspek Fisiologisnya. Yayasan FOResT Indonesia dan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.

Novisan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektip. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Sasli, I. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) dalam Peningkatan

Resistensi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan.Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702),Institut Pertanian Bogor.

Sastrosupadi A., 1995. Rancangan percobaan praktis untuk bidang pertanian. Kanisius, Yogyakarta.

Soedarsono, 1999. Pengangkutan Benih Coklat Dalam Bentuk Biji Tanpa Kulit. Warta Balai Penelitian Perkebunan, Jember.

Susanto, 1994. Tanaman Kakao dan Pengolahan Hasil. Kanisius. Yogyakarta. Sutedjo M., 1998. Pupuk dan Cara Pemupukan, Rineka Cipta, Jakarta.

Sutopo L., 1998. Teknologi Benih. Rajawali Press, Jakarta.

Gambar

Gambar 1.  Histogram tiCMA. tinggi tanaman (cm) kakao umur 3 bulan pada klda klon dan dosis
Gambar 2.  Histogram didan dosis C diameter batang (cm) tanaman kakao umur 3 buls CMA.bulan pada klon

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 2 Uji Multikolinearitas Sumber: Output SPSS Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.. Dependent

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dipersoalkan maka pembahasan dalam tulisan ini lebih di fokuskan bagaimana upaya pengusaha souvenir mata

Pada banyak masalah, DFD yang dibuat tidak memiliki terlalu banyak proses (maksimal enam proses) dengan data store, alur data, dan terminator yang berkaitan

Masih dalam hal dasar hukum keberlakuan dan pemberlakuan hukum perkawinan Islam dalam konteks UU-RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, juga diperkokoh oleh Pasal 1

Anak yang lebih siap masuk sekolah akan melalui proses penyesuaian diri dengan lebih mudah, apalagi bila ada banyak teman yang sudah dikenal sebelumnya masuk pada

jika dilihat dari hikmah yang terkandung dibalik bencana alam ini, maka bencana dapat menjadi pertolongan Allah c untuk manusia, agar tau bahwa Allah c mencintainya dan untuk

Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia yang akan mengambil Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah harus menempuh sejumlah matakuliah keilmuan

1) Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan perusakan barang yang terjadi dalam aksi demonstrasi di kota Makassar adalah faktor ketidakpuasan pihak yang melakukan