• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Tindakan Medis yang Dilakukan oleh Calon Tenaga Kesehatan Profesional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Tindakan Medis yang Dilakukan oleh Calon Tenaga Kesehatan Profesional"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan secara terpadu dimulai sejak tahun 1978,

yaitu sejak dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan

Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang Repelita III. Sejak itu

kesehatan menempati bagian tersendiri dalam pembangunan nasional secara

keseluruhan.1

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan

merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi

peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di dalam Sistem

Kesehatan Nasional disebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi

kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks.2

Dari anggaran dasar PERHUKI (Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran

Indonesia) dijelaskan, Hukum Kesehatan adalah :

1Sri Praptianingsih.,

Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hlm. 1.

2Bahder Johan Nasution.,

(2)

1. Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.

2. Yang dimaksud dengan Hukum Kedokteran adalah bagian dari hukum Kesehatan yang menyangkut pelayanan medis3

Dalam bidang Hukum Kedokteran/Kesehatan yang dibicarakan adalah :

hak dan kewajiban pasien, hubungan rumah sakit dengan dokter tamu, paramedic

dan pasien, izin tindakan medis, hak menentukan nasib sendiri, euthanasia,

inseminasi buatan, bayi tabung ditinjau dari sudut hukum, peranan medical

record, hak dan kewajiban dokter, malpraktek, transaksi terapeutik dokter dengan

pasien, medical negligence, dan lain-lain.4

Keberhasilan upaya kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya

kesehatan yang berupa tenaga, sarana dan prasarana dalam jumlah dan mutu yang

memadai.5

Sejak lahirnya manusia dalam kehidupan masyarakat menjadi penanggung

hak dan kewajiban, ini berarti apabila hak manusia yang satu bertentangan atau

3Amri Amir.,

Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, hlm.10.

(3)

menggangguhak manusia yang lain dalam perhubungan kehidupan masyarakat,

menjadi kewajiban hukumlah untuk mengaturnya. 6

Di dalam suatu sistem kesehatan, interaksi yang tampak menonjol adalah

antara dokter dan pasiennya, yang mungkin melibatkan unsur-unsur lainnya.

Unsur tadi antara lain juru rawat, pekerja social dan mungkin rumah sakit yang

merupakan suatu subsistem social tersendiri yang bagi para ahli sosiologi juga

ahli hukum dan kalangan lainnya meupakan suatu lembaga yang sangat menarik.7

Terdapat 3 (tiga) komponen yang terlibat dalam suatu proses pelayanan

yaitu, pelayanan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan, siapa

yang melakukan pelayanan serta konsumen yang menilai sesuatu pelayanan

melalui harapan yang diinginkan.8

Dilihat dari kacamata hukum, hubungan (interaksi) antara pasien dengan

dokter termasuk dalam ruang lingkup hukum perjanjian. Dikatakan sebagai

perjanjian karena adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan

kesehatan atau kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan

terapeutik yag dilakukan oleh dokter tersebut. Posisi yang demikian menyebabkan

terjadinya kesepakatan berupa perjanjian terapeutik.9

6

Hermien Hadiati Koeswadji., Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press, Surabaya, 1983, hlm. 3.

7

Soerjono Soekanto., Kartono Mohamad,.Aspek Hukum dan Etika Kedokteran di Indonesia, Grafiti Pers, Jakarta, 1983, hlm. 4.

8Titik Triwulan Tutik., Shita Febriana.,

Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2010, hlm. 1.

(4)

Ditinjau dari segi ilmu kemasyarakatan hubungan antara dokter dengan

pasien menunjukkan bahwa dokter memiliki posisi dominan, sedangankan pasien

hanya memiliki sikap pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan. Posisi

demikian ini secara historis berlangsung selama bertahun-tahun, dimana dokter

memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan keterampilan khusus

yang ia miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya karena ia

merupakan bagian kecil masyarakat yang semenjak bertahun-tahun berkedudukan

sebagai pihak yang memiliki otoritas bidang dalam memberikan bantuan

pengobatan berdasarkan kepercayaan penuh pasien.10

Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana

mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa

dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan

kesehatan.11

Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter.

Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan

mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Untuk menjadi seorang dokter

seseorang harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran selama

beberapa tahun tergantung sistem yang dipakai oleh Universitas tempat Fakultas

Kedokteran itu berada. Di Indonesia Pendidikan Kedokteran mengacu kepada

suatu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI). Pendidikan dokter di

10Titik., Op.cit., Hlm. 2.

11Muhammad Danial Donahue Prasko,

(5)

Indonesia membutuhkan 10 semester untuk menjadi dokter, 7 semester untuk

mendapatkan gelar sarjana (Sarjana Kedokteran/S.Ked) ditambah 3 sampai 4

semester kepaniteraan klinik senior atau ko-asisten (clerkship) di Rumah Sakit.12

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan dan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Dokter menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996

Tentang Tenaga Kesehatan adalah tenaga kesehatan golongan tenaga medis.

Sebuah artikel yang saya kutip menyebutkan sebagai berikut :

“Saya ingin membawa pada situasi lain ketika seorang dokter yang berada di Puskesmas tersebut adalah seorang dokter koas. Setiap harinya di Timeline twitter saya selalu muncul keluhan mereka. Mungkin hal ini juga yang membuat saya terdorong untuk menulis di sini. Stase terakhir bagi seorang koas adalah Puskesmas. Kondisinya, mereka berhadapan dengan pasien layaknya seorang dokter profesional. Di mata pasien tentu saja mereka adalah seorang dokter yang akan mengobati, tetapi bagi pihak Puskesmas koas tetaplah koas. Mereka masih dalam tahap belajar, menerapkan ilmu-ilmu yang mereka miliki selama menempuh pendidikan 3,5 tahun ditambah 1,5 tahun koas. Dokter koas tidak digaji, tetapi lagi-lagi pekerjaan mereka saat di Puskesmas sama seperti seorang dokter profesional. Bayangkan bagaimana lelahnya mereka ketika peningkatan drastis pada jumlah pasien terjadi. Di satu sisi mereka mempelajari berbagai macam penyakit, pemerikasaan dan menerapkan ilmu komunikasi yang baik terhadap pasien membutuhkan waktu yang cukup untuk face to face, sedangkan

12Ryan Maulana,

Pengertian Dokter http://yanbaud.blogspot.com/2012/09/pengertian-dokter.html, diakses pada tgl 19 April

(6)

antrian pasien begitu panjang membuat pihak puskesmas terpaksa mendesak dokter koas agar mempersingkat waktu pemeriksaan pasien.”13

Hal yang harus disoroti pada penggalan artikel di atas adalah fakta bahwa

ada dokter co-ast yang bertindak sebagai dokter profesioanal artinya melakukan

tindakan medis profesional dengan posisi sebenarnya mereka masih dalam tahap

belajar tanpa pengawasan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana

perlindungan bagi pasien terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter

koas sementara dokter koas masih dalam tahap belajar dan pasien pada umumnya

hanya berharap supaya segera sembuh. Siapa yang dapat menjamin bahwa

tindakan medis yang dilakukan oleh dokter koas minimal tidak membahayakan

pasien untuk jangka panjang maupun jangka pendek dan yang seharusnya dapat

menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Dan satu hal lain yang juga sangat

penting adalah bagaimana pasien dapat melindungi dirinya sendiri untuk tidak

menjadi korban tindakan medis yang salah.

Selain itu ada juga keluhan tentang pelayanan kesehatan terkait dokterkoas

seperti yang dituliskan dalam Harian Sumut Pos terbitan 25 Juni 2012, Ayu Intan

Situmorang seorang yang menjaga saudaranya yang sedang sakit di salah satu

rumah sakit di Medan mengatakan bahwa dokter (profesional) hanya sekali saja

datang memeriksa pasien dan selanjutnya diperiksa oleh dokter koas, bahkan ada

lagi menurut Marnatal Silitonga walau sudah seminggu keponakannya yang

13Nadya Meprista,

(7)

terkenaa DBD dirawat di rumah sakit tersebut pihak keluarga tidak pernah

bertemu dengan dokter, selalu dokter koas. Berikut penuturan Marnatal Silitonga

dalam harian Sumut Pos :

“Saya nggak kenal sama dokter yang menangani. Kalau pagi, cuma koas yang meriksa. Biasalah periksa temperatur panas dan infusnya. Pernah saya tanya sama mereka ke mana dokternya, tapi koas-nya bilang, kalau dokter lagi banyak praktik. Payah banyak kerjaan dokternya. Kami pun belum tahu bagaimana perkembangan pasien. Ini masih menunggu dokter. Saya lihat mereka nelepon dokternya. Nanya bagaimana pemeriksaannya. Ternyata dokternya meriksa pasien melalui perantara koas. Gimana keponakan saya mau sembuh kalau begini.”14

Dan yang lebih fatal lagi adalah yang menyebabkan kematian seperti kasus

meninggalnya bayi berumur 8 bulan di Medan oleh beberapa dokter yang sedang

co-ast. Ini telah melanggar etika kesehatan dan kemanusiaan.15

Dalam harian Sumut Pos baru-baru ini, terbitan 31 Mei 2013 juga

dituliskan bahwa ada kasus bayi meninggal di Rumah Sakit Binjai karena dirawat

oleh dokter koas. Orang tua bayi mengaku bahwa mereka hanya sekali saja

bertemu dengan dokter yang seharusnya menangani anaknya, selebihnya oleh

perawat dan dokter koas dan dalam hal merawat bayi nya menurut pengakuan

orang tua si bayi, dokter profesional selalu memerintahkan dokter koas. Dan

14

Harian Sumut Pos, Dokter Hanya sekali selanjutnya Dokter Koas http://www.hariansumutpos.com/2012/06/36696/dokter-hanya-sekali-selanjutnya-dokter-koas#ixzz2V7f3ax58 diakses pada 18 Juni 2013

15Radio Unisi,

Dokter Muda Harus Jalani Koas secara Profesional,

(8)

akhirnya bayi itu meninggal dengan kondisi sampai bayi itu meninggal, kedua

orang tua nya tidak tahu penyakit apa yang menyebabkan kematian bayinya.16

Melihat kenyataan itu, menjadi hal yang sangat penting untuk menyoroti

tentang pengawasan dokter koas yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di

sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun di puskesmas. Khusus

nya demi melindungi pasien sebagai konsumen kesehatan yang berhak untuk

mendapatkan pelayanan terbaik dari negara ini.

Dalam masa pendidikan profesi kedokteran seorang dokter koas berhak

melakukan tindakan medis terhadap pasien, karena begitulah cara untuk mereka

melatih diri dalam penerapan ilmu kedokteran yang sebelumnya hanya

dipraktikkan pada phantom saja. Hanya sangat tidak adil kalau pasien dijadikan

“kelinci percobaan” karena itulah perlu pengawasan oleh dokter profesional.

Pasien dan tenaga kesehatan seharusnya memahami batas hak dan kewajiban

masing-masing untuk terciptanya hubungan hukum yang benar dan dapat

dipertanggungjawabkan.

B.Rumusan Masalah

16Harian Sumut Pos,

Dirawat Koas Bayi Meninggal,

(9)

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka ada 3 (tiga)

rumusan masalah dalam pelayanan dan penerapan hukum kesehatan yang akan

dibahas dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan

(dokter muda) dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit ?

2. Bagaimanakah tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan medis

yang dilakukan oleh dokter muda pada pasien?

C.TujuanPenulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah

disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan

(dokter muda) dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit

2. Untuk mengetahui tentang tanggung jawab rumah sakit sebagai sarana

kesehatan yang menyediakan jasa upaya kesehatan terhadap tindakan

medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan (dokter muda)

D.Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

(10)

Penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk memberikan

informasi-informasi pengetahuan tentang hukum pada umumnya dan

hukum perdata, hukum konsumen dan hukum kesehatan pada khususnya.

Secara lebih khusus lagi untuk menambah pengetahuan hukum tentang

perlindungan hukum yang diberikan bagi pasien dalam hal ini disoroti dari

tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan khususnya

dokter koasisten, menurut peraturan perundang-undangan yang ada di

Indonesia.

2. Manfaat dari Aspek Praktis

Penulisan ini dapat memberikan informasi, bahan masukan serta

kontribusi pemikiran bagi para pihak yang terlibat dalam pelayanan

kesehatan. Bagi pasien untuk mengetahui hak dan kewajiban sebagai

konsumen pelayanan kesehatan, bagi tenaga kesehatan baik dokter dan

dokter muda untuk mengetahui, menyadari dan menerapkan hak dan

kewajiban dengan benar dan lebih sungguh, bahkan bagi pihak rumah

sakit, pemerintah dan masyarakat luas untuk bersama-sama mendukung

upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia.

E.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan

pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap

(11)

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan.17

2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi adalah data sekunder. Data

sekunder yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil

penelitian atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup

literature-literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan

sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan

untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data

penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : Penelitian

kepustakaan (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder.

Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara

lain berasal dari buku-buku, artikel-artikel baik dari media cetak maupun

17Soerjono Soekanto., Sri Mamudji.,

(12)

elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan

perundang-undangan yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan

dibahas penulis dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian

dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan

induktif. Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan

dan membandingkan. Sedangkan metode induktif dilakukan dengan cara

menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topic skripsi

ini, sehingga diperoleh kesimpulan.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan sebagai

syarat untuk meraih gelar sarjana hukum. Penulis mengajukan judul skripsi

setelah lebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lain untuk

menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang dibuat oleh

pihak kampus, maka penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini kepada Ketua

Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan kemudian

melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas untuk menghindari

pembahasan masalah yang sama berulang. Dari hasil pengecekan di perpustakaan

fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sudah pernah ada sebelumnya yang

persis sama dengan judul yang diajukan.

(13)

1. Ganti rugi akibat kelalaian di bidang pelayanan medis oleh Arie

Syahwana

2. Pertanggungjawaban hukum tenaga medis di badan koordinasi keluarga

berencana nasional (BKKBN) provinsi Sumatera Utara terhadap

kegagalan pemasangan alat kontrasepsi oleh Deswita Ariyanti R

3. Tanggung gugat rumah sakit terhadap pasien dalam melakukan

tindakan medis oleh Fica Indikan Tamin Damanik

4. Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang

pelayanan medis oleh Wanelfi Simangunsong

Untuk pembahasan “Perlindungan Hukum bagi Pasien terhadap Tindakan

Medis yang dilakukan oleh Calon Tenaga Kesehatan Profesional” belum ada.

Oleh karena itu penulis berani mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini

sebagai hasil karya ilmiah dari penelitian, pengamatan dan buah pikiran penulis

sendiri.

G.Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang disusun sistematis

untuk membahas tentang masalah yang yang diangkat, dengan urutan sebagi

berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan serta

(14)

BAB II HUKUM KESEHATAN DI INDONESIA

Bab ini membahas tentang istilah-istilah dasar dalam hukum

kesehatan, hak dan kewajiban pasien dan tenaga kesehatan dalam

pelayanan kesehatan.

BAB III ASPEK YURIDIS PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini membahas tentang hubungan hukum antarpihak dalam

pelayanan kesehatan, persetujuan tindakan medis, serta standar profesi

yang harus dipenuhi seorang tenaga kesehatan khususnya dokter.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN TERHADAP

TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH CALON

TENAGA KESEHATAN

Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan yang diangkat

pada bagian rumusan masalah di bab I, yaitu tentang kedudukan

hukum seorang calon tenaga kesehatan (dokter koas) dan tanggung

jawab rumah sakit terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh calon

tenaga kesehatan pada pasien.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan atas pembahasan dari

seluruh bab sebelumnya dan juga disertai saran-saran dari hasil

pemikiran penulis berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam

Referensi

Dokumen terkait

3.11 Robot yang tidak bergerak lebih dari 10 detik harus diangkat dari lapangan, dan boleh diletakkan lagi di titik start setelah 30 detik. Pengangkatan dilakukan atas

Penelitian dari Siregar (2010) yang berjudul Hubungan Gaya Pengasuhan Orangtua dengan Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa Suku Batak yang Tinggal di Jakarta dan

Berdasarkan dari hasil penelitian bulan Oktober 2019, maka disimpulkan efisiensi kerja alat optimum untuk alat gali muat adalah 73,0 %, alat angkut 68 % dan produktivitas

Apakah yang mendasari semua timbulnya ras semua timbulnya rasa malas a malas pada remaja pada remaja ini 6 semuanya akan dibahas dalam penelitian ini.. ini 6 semuanya akan

(2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa Koefisien Respon Laba perusahaan yang diaudit oleh KAP besar dengan spesialisasi industri lebih tinggi dari pada perusahaan yang

Fabricius (COLEPTERA:BRUCHIDAE) PADA JENIS DAN KADAR AIR BIJI – BIJIAN YANG BERBEDA.. MARIATUL QIBTIAH

DISERTASI EKSPRESI CD4 DAN CD8 SERTA KADAR IL-1β, IL-2, IL-10,..... ADLN Perpustakaan

Wallpaper yang berkualitas sesuai dengan keinginan memang sulit di temukan harus bersabar untuk mencari produk tersebut sesuai isi hati karena untuk membuat rumah idaman bukan hanya