• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Individu and Masyarakat Tugas I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Individu and Masyarakat Tugas I"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

I. HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT Pendahuluan

Dalam ilmu sosial, individu adalah merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.

Para ahil telah memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).

Dari pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang secara sadar berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.

Pembahasan antara hubungan kepentingan individu dan masyarakat mengemuka disetiap kajian-kajian, dimana letak kajiannya pada masalah : apakah Individu yang mempengaruhi masyarakat atau sebaliknya masyarakat yang mempengaruhi Individu atau Individu dan Masyarakat adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan ?

Hubungan individu dan masyarakat secara umum

Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.

Hubungan antara individu dan masyarakat telah banyak disoroti oleh para ahli baik para filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang menentuk masyarakat, dan (3) individu dan masyarakat saling menentukan.

Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendiri. Masyarakat yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka.

(2)

yaitu masyarakat dipandang sebagai organisme hidup yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusia juga mengatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Segala sesuatu kepentingan individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif. Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark, Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak, Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara komunis seperti RRC.

Pandangan yang kedua yakni hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada.

Pandangan yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri mengusahakan kehidupan bersama menurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat bukan wadah melainkan aksi, yaitu social action. Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak terbilang banyaknya. Pakar pandangan ketiga ini adalah J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial" menjelaskan paham liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana-mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109).

Pembahasan dan Kesimpulan

Pandangan yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi. Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualism berdasarkan individual manusia.

Totalisme mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu kedua-duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme. Pandangan individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar masyarakat itu tidak ada.

(3)

HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan masyarakat itu dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau dari segi individu saja (individualisme) dan ditinjau dari segi interaksi individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan tiga pandangan diatas maka bagaimana hubungan individu dan masyarakat di Indonesia ?

Profesor Supomo menyatakan bahwa hubungan antara warga negara dan negara Indonesia adalah hubungan yang integral. Driyarkara SY menyatakan bahwa hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa paham yang dianut untuk menggambarkan hubungan antara individu dan masyarakat di Indonesia adalah paham integralisme.

Paham integralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu integrasi. Integrasi semacam ini terdapat dalam masyarakat kecil maupun besar, seperti keluarga, desa dan negara.

Pandangan Integralisme dengan Ideologi Pancasila terhadap hubungan individu dan masyarakat bahwa kebahagian manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dan masyarakat. Hubungan sosial yang serasi, selaras dan seimbang itu antara individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh nilai-nilal yang terkandung dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuanJika pasal demi pasal tersebut di atas diperhatikan maka jelas bahwa individu dan masyarakat diberi kewajiban dan hak dalam mengejar kehidupan yang bahagia sejahtera.

Dapat disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini tidak lain adalah pandangan Pancasila yang memandang hubungan individu dan masyarakat itu secara serasi selaras dan seimbang dalam menciptakan manusia yang sejahtera dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat.

II. HUBUNGAN ANTARA KEMANFAATAN DAN KEADILAN

Membicarakan tentang tujuan hukum, sama sulitnya dengan membicarakan tentang pendefinisian hukum, karena kedua-duanya mempunyai obyek kajian yang sama yaitu membahas tentang hukum itu sendiri. Atas dasar tersebut dimana hukum merupakan suatu hal yang penting dalam mengatur dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat kiranya dapat teratasi, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum merupakan sekumpulan peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang harus ditaati untuk mencapai suatu tujuan.

Fungsi Hukum sebagai pelindung kepentingan manusia dalam masyarakat, dalam tujuan tersebut hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai, dimana hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum itu sendiri.

Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal, dapat dilihat dari tiga aliran konvensional :

(4)

Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan. Hukum ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak adil, dengan perkataan lain hukum menurut aliran ini bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan keadilan. Pendukung aliran ini antara lain, Aristoteles, Gery Mil, Ehrliek, Wartle.

Tegasnya keadilan atau apa yang dipandang sebagai adil sifatnya sangat relatif, abstrak dan subyektif. Ukuran adil bagi tiap-tiap orang bisa berbeda-beda. Olehnya itu tepat apa yang pernah diungkapkan oleh N.E. Algra bahwa :

“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaardig), lebih banyak tergantung pada Rechtmatig heid (kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seseorang penilai.

2. Aliran Utilistis

Menurut aliran ini mengaggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebsar-besarnya bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Jadi pada hakekatnya menurut aliran ini, tujuan hukum adalah manfaat dalam mengahasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.

Aliran utilistis ini mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum tidak lain adalah bagaiamana memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga masyarakat (ajaran moral praktis).

3. Aliran Yuridis Dogmatik

Menurut aliran ini menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban. Penganut aliran yuridis dogmatik ini bahwa adanya jaminan hukum yang tertuang dari rumusan aturan perundang-undangan adalah sebuah kepastian hukum yang harus diwujudkan.

HUBUNGAN KEMANFAATAN DAN KEADILAN

Dalam hubungan antara kemanfaatan dan keadilan bahwa hukum itu bertujuan untuk memberikan keadilan dan bermanfaat atau dengan kata lain tujuan hukum memberikan kemanfaatan yang adil bagi semua masyarakat. Kemanfaatan yang dicapai tanpa adanya keadilan akan menimbulkan suatu monopoli atau kesewenang-wenangan begitu pun keadilan selalu harus dituntut untuk memberikan kemanfaatan. Keadilan menurut saya adalah tujuan hukum pokok (primer) dari ketiga tujuan hukum diatas namun tanpa menafikkan adanya tujuan hukum kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan merupakan suatu titik yang wajib dicapai dalam suatu pelaksanaan hukum meskipun realitasnya adalah tidak akan mungkin tercapai 100% tetapi paling tidak yang dapat dilakukan adalah bagaimana mendekati keadilan yang sedekat-dekatnya.

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 UU No.4 Thn 2004 yang berbunyi :

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

(5)

Terlepas dari pandangan tersebut menurut penulis sendiri hukum bertujuan untuk mencapai kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah terjadinya perpecahan serta mendapat keselamatan bahagia lahir batin dunia dan akhirat dalam keadilan.

III. TUJUAN BERSAMA DAN KEADILAN

Kondisi geografi yang tenang, keadaan sosial-ekonomi dan politik yang damai memungkinkan orang berpikir bijak, memunculkan filsuf yang memikirkan bagaimana keadilan itu sebenarnya, akan kemana hukum diberlakukan bagi seluruh anggota masyarakat, bagaimana ukuran objektif hukum berlaku secara universal yang berlaku untuk mendapatkan penilaian yang tepat dan pasti. Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (rechtidee) dalam negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtsstaat).

Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan hukum dan isi hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya suatu perkara. Persoalan hukum menjadi nyata jika para perangkat hukum melaksanakan dengan baik serta memenuhi, menepati aturan yang telah dibakukan sehingga tidak terjadi penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara sistematis, artinya menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi terwujudnya kepastian hukum dan keadilan hukum.

Permasalahan Filsafat hukum yang muncul dalam kehidupan tata negara yang berkaitan dengan Hukum dan Kekuasaan bahwa hukum bersifat imperatif, agar hukum ditaati, tapi kenyataannya hukum dalam kehidupan masyarakat tidak ditaati maka hukum perlu dukungan kekuasaan, seberapa dukungan kekuasaan tergantung pada tingkat “kesadaran masyarakat”, makin tinggi kesadaran hukum masyarakat makin kurang dukungan kekuasaan yang diperlukan. Hukum merupakan sumber kekuasaan berupa kekuatan dan kewibawaan dalam praktek kekuasaan bersifat negatif karena kekuasaan merangsang berbuat melampaui batas, melebihi kewenangan yang dimiliki. Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah dholim. Hukum mempunyai hubungan erat dengan nilai sosial budaya.

Menurut John Rawl bahwa keadilan adalah keadaan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, selanjutnya Paul Scholten menyimpulkan bahwa keadilan tidak boleh bertentangan dengan hati nurani, hukum tanpa keadilan bagaikan badan tanpa jiwa.

Referensi

Dokumen terkait

Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat.. Sikap menentang

Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah.. Kata

Selaras dengan kehendak FPK tersebut yang menyatakan akan melahirkan insan atau masyarakat yang progresif, daya pemikiran yang tinggi, inovatif dan memandang jauh kehadapan,

• Orang-orang yang menerima diri mereka sendiri lebih senang melihat hal-hal yang baik pada orang lain. Para manajer memandang perilaku dan perbedaan individu pekerja dipengaruhi

Keterbukaan diri sangat penting peranannya dalam suatu hubungan, khususnya bagi individu yang menjalani hubungan jarak jauh agar masing-masing individu merasa nyaman dan

MSDM meliputi desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan struktur organsiasi, pengembangan kemampuan intelektual individu, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, dan hubungan

TELKOM sangat mendukung pengembangan kualitas hidup masyarakatsecara berkelanjutan, sehingga antara perusahaan dan masyarakat dapat tercipta hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai

TUGAS INDIVIDU PEKAN V RAHMADEWI SRI PASTI BRATA D061221102 HAKIKAT SILA-SILA PANCASILA Hakikat Sila ke 3 dan Ke 4 Nilai yang terkandung dalam sila ketiga merupakan nilai persatuan,