• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Pati Semes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Pati Semes"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran mendasar yang sudah diajarkan sejak TK sampai dengan perguruan tinggi. Bahasa Indonesia mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran, yakni mata pelajaran Bahasa Indonesia bersumber pada hakikat pembelajaran bahasa yaitu belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi dan belajar sastra berarti belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Dua peran penting tersebut merupakan kompetensi yang hendak dicapai dalam belajar Bahasa Indonesia. Hartati (2003) dalam http://soddis.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-dan-tujuan-bahasa-indonesia.html menyatakan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya Nasional Nomor 21 Tahun 2016 tentang standar isi, secara garis besar pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Mahsun (2014: 39) menyatakan bahwa, dalam pembelajaran Bahasa ada dua komponen yang harus dipelajari, yaitu masalah makna dan bentuk. Kedua unsur tersebut harus hadir secara stimulan dan keduanya harus ada. Namun pemakai bahasa harus menyadari bahwa komponen makna menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa, dan karena itu bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia. Untuk itu guru perlu menyadari, bahwa kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk dalam bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis.

(2)

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dalam kurikulum 2013 dilaksanakan secara terpadu, yang dikenal dengan istilah pembelajaran tematik. Berdasarkan pendapat para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa:

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD adalah pembelajaran dengan kompetensi untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan baik dan benar serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia; dan belajar sastra untuk menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia melalui kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis yang dilaksanakan secara terpadu.

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasar Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, (2016: 100) mencakup:

1. Bentuk dan ciri teks faktual (deskriptif, petunjuk/arahan, laporan sederhana), teks tanggapan (ucapan terima kasih, permintaan maaf, diagram/tabel), teks cerita (narasi sederhana, puisi) teks cerita non naratif (cerita diri/personal, buku harian).

2. Konteks budaya, norma, serta konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya jenis teks. 3. Paralinguistik (lafal, kelantangan, intonasi, tempo, gestur, dan mimik).

4. Satuan bahasa pembentuk teks: kalimat sederhana dua kata pola SP.

5. Bentuk dan ciri teks genre faktual (teks laporan informatif hasil observasi, teks arahan/petunjuk, teks instruksi, teks surat tanggapan pribadi), genre cerita (cerita petualangan, genre tanggapan, teks dongeng, teks permainan/dolanan daerah (teks wawancara, ulasan buku).

6. Konteks budaya, norma, serta konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya jenis teks. 7. Satuan bahasa pembentuk teks: kalimat sederhana pola SPO dan SPOK, kata, dan kelompok

kata.

8. Penanda kebahasaan dalam teks.

9. Bentuk dan ciri teks genre faktual (teks laporan buku, laporan investigasi, teks penjelasan tentang proses, teks paparan iklan), genre cerita (teks narasi sejarah, teks pantun dan syair), dan genre tanggapan (pidato persuasif, ulasan buku, teks paparan, teks penjelasan).

10.Konteks budaya, norma, serta konteks sosial yang melatarbelakangi lahirnya jenis teks. 11.Satuan bahasa pembentuk teks: kalimat sederhana pola SPPel, SPOPel, SPOPelK, kata, frasa,

pilihan kata/diksi.

12.Penanda kebahasaan dalam teks.

13.Paralinguistik (lafal, kelantangan, intonasi, tempo, gestur, dan mimik).

(3)

Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yang akan dicapai, yaitu “Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan kompetensi sikap sosial, yaitu “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air”. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. (Salinan Lampiran Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah: 10)

Kompetensi sikap dapat dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut, aktivitas ini merupakan penumbuhan dan pengembangan dari kompetensi sikap.

Kompetensi inti Pengetahuan dan Kompetensi inti Keterampilan yang dirumuskan dalam Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI Dan KD (2016: 10) sebagai berikut: 1. Kompetensi Inti 3 (Pengetahuan)

KI 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,di sekolah dan tempat bermain

2. Kompetensi Inti 4 (Keterampilan)

KI 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia

(4)

diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa persatuan nasional.

Kompetensi dasar pengetahuan dan kompetensi dasar keterampilan yang dirumuskan dalam Permendikbud No. 24 Tahun 2016 Tentang KI Dan KD (2016: 10) untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 5 dijelaskan secara rinci melalui tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1Menentukan pokok pikiran dalam teks lisan dan tulis

4.1Menyajikan hasil identifikasi pokok pikiran dalam teks tulis dan lisan secara lisan, tulis, dan visual

3.2Mengklasifikasi informasi yang didapat dari buku ke dalam aspek: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana

4.2Menyajikan hasil klasifikasi informasi yang didapat dari buku yang dikelompokkan dalam aspek: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana menggunakan kosakata baku

3.3Meringkas teks penjelasan (eksplanasi) dari media cetak atau elektronik

4.3Menyajikan ringkasan teks penjelasan (eksplanasi) dari media cetak atau elektronik dengan menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif secara lisan, tulis, dan visual

3.4Menganalisis informasi yang disampaikan paparan iklan dari media cetak atau elektronik

4.4Memeragakan kembali informasi yang disampaikan paparan iklan dari media cetak atau elektronik dengan bantuan lisan, tulis, dan visual

3.5Menggali informasi penting dari teks narasi sejarah yang disajikan secara lisan dan tulis menggunakan aspek: apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana

4.5Memaparkan informasi penting dari teks narasi sejarah menggunakan aspek: apa, dimana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana serta kosakata baku dan kalimat efektif

3.6Menggali isi dan amanat pantun yang disajikan secara lisan dan tulis dengan tujuan untuk kesenangan

4.6Melisankan pantun hasil karya pribadi dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat sebagai bentuk ungkapan diri

3.7Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi

4.7Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

3.8Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada teks nonfiksi

4.8Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan latar cerita yang terdapat pada teks nonfiksi

3.9Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam surat undangan (ulang tahun, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dan lain-lain.)

4.9Membuat surat undangan (ulang tahun, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dan lain-lain.) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan

(5)

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. (Lampiran Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses, 2016: 1)

Prinsip pembelajaran yang perlu mendapat perhatian, tertuang dalam Lampiran Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah (2016: 2) adalah:

1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;

2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; 3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; 4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;

5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;

6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;

7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10.Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11.Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;

12.Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan dimana saja adalah kelas;

13.Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan

14.Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

2.1.2. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

Salah satu pembelajaran yang berbasis penelitian adalah pembelajaran inkuiri. National Science Education Standards /NSES dalam Sitiatava Rizema Putra (2013:

(6)

kembali sesuatu yang sudah diketahui menurut bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, penjelasan, dan prediksi, serta mengomunikasikan hasil.

Oemar Hamalik (2012: 63) mengemukakan bahwa pendekatan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dan kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas. Oemar Hamalik, menjelaskan bahwa fokus pembelajaran inkuiri menekankan pada pemecahan masalah melalui prosedur yang jelas. Melengkapi pendapat Oemar Hamalik, Piaget dalam Sofyan dan Lif (2010: 103), mendefinisikan bahwa pendekatan inkuiri sebagai pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan eksperimen sendiri, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari sendiri jawaban atas pertanyaan yang siswa ajukan.

Definisi yang sejalan dengan Piaget, dikemukakan oleh M. Gellu dalam Sofyan dan Lif (2010:103), yang mengatakan bahwa pendekatan inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Dari beberapa pendapat tentang pendekatan inkuiri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan inkuiri merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sendiri, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, menyelidiki dan melakukan percobaan secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga berdasarkan pengalamannya sendiri, dapat merumuskan penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip sendiri dengan penuh percaya diri.

Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri:

Menurut Hamruni (2011: 95) terdapat enam langkah yang harus diikuti dalam menerapkan model pembelajaran inkuiri meliputi orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan.

(7)

1. Orientasi

Pada tahap pertama ini yakni langkah orientasi yang berarti, guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang bersifat kondusif. Adapun beberapa hal yang akan dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah yakni sebagai berikut :

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai oleh siswa. b. Menerapkan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa guna meraih tujuan.

Dalam tahap ini pula dijelaskan bagaimana langkah-langkah inkuiri tersebut serta tujuan setiap langkah tersebut, yang dimulai dari urutan langkah merumuskan masalah hingga merumuskan kesimpulan.

c. Menjelaskan bagaimana pentingnya akan topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dan dilaksanakan dalam rangka agar untuk memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah adalah langkah membawa siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap siswa ialah mengajukan berbagai pertanyaan yang mendorong siswa agar dapat merumuskan jawaban sementara atau perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikir.

5. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, namun juga mesti didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Guna meraih kesimpulan yang tepat dan akurat, sebaiknya guru mampu untuk menunjukkan kepada siswa mengenai data-data yang relevan.

(8)

Trianto (2011: 169) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pendekatan inkuiri ada lima tahapan pembelajaran yaitu:

1. Mengajukan pertanyaan atau masalah

Memberikan pertanyaan atau suatu masalah kepada siswa, kemudian meminta siswa untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru meminta kepada siswa untuk mengajukan gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk proses mengumpul data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.

4. Analisis data

Siswa bertanggungjawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran benar atau salah setelah memperoleh dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Langkah-langkah pendekatan inkuiri yang senada, juga dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marssha Weil dalam Hidayati, dkk (2010: 6-10), yang menyebutkan ada lima tahap pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya teori, yaitu:

1. Tahap pertama, guru memberikan permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan inkuiri kepada siswa. Tahap pertama ini guru menjelaskan tujuan dan proses pelaksanaan pembelajaran inkuiri, selanjutnya guru bisa memberikan pertanyaan kepada siswa dengan jawaban ya atau tidak (yes and no questions) yang bertujuan agar siswa dapat berpikir lebih teliti. Tahap awal untuk membawa siswa ke dalam pemikiran inkuiri dapat dilakukan dengan memberikan permasalahan, ide, pemikiran atau gagasan yang sederhana.

2. Tahap kedua, adalah verifikasi yaitu siswa mengumpulkan data atau informasi tentang masalah yang dimunculkan dalam tahap pertama. Siswa dapat mengajukan pertanyaan kepada guru dengan jawaban ya atau tidak.

3. Tahap ketiga, adalah tahap eksperimen, pada tahap ini siswa dapat mengajukan faktor atau unsur baru ke dalam permasalahan untuk melihat apakah unsur tersebut berpengaruh terhadap permasalahan yang dimunculkan. Selanjutnya guru dapat memfasilitasi siswa untuk menyusun dan menguji hipotesis.

4. Tahap keempat, guru dapat memfasilitasi siswa untuk mengorganisir data yang didapat, selanjutnya siswa dapat menyusun deskripsi atau penjelasan dari temuan yang mereka dapat dari proses yang telah dilakukan sehingga diperoleh kesimpulan.

(9)

Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut, maka langkah-langkah inkuiri dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Orientasi:

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai oleh siswa.

b. Menerapkan pokok-pokok kegiatan dan langkah-langkah inkuiri c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

d. Menerima dan menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak (yes and no questions) atau menerima permasalahan, ide, pemikiran atau gagasan yang

sederhana atau verifikasi 2. Merumuskan masalah 3. Merumuskan hipotesis 4. Mengumpulkan data 5. Menguji hipotesis 6. Merumuskan kesimpulan 7. Refleksi

Wina Sanjaya (2009: 199-201), pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:

1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

2. Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

3. Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya.

4. Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

(10)

adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

Dalam melaksanakan pendekatan inkuiri terdapat keuntungan dan kelemahan. Menurut Amin dalam Suryanti (2009: 142) pendekatan inkuiri sebagai pendekatan pembelajaran memiliki beberapa keuntungan yaitu :

1. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.

2. Menciptakan suasana yang mendukung berlangsungnya pembelajaran yang berpusat pada siswa.

3. Membantu siswa mengembangkan konsep diri yang positif.

4. Meningkatkan penghargaan sehingga siswa mengembangkan ide untuk menyelesaikan tugas dengan caranya sendiri.

5. Mengembangan bakat individual secara optimal. 6. Menghindarkan siswa dari cara belajar menghafal.

Menurut Sanjaya (2006: 208), kekurangan pembelajaran dari pendekatan inkuiri, diantaranya:

1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

2. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

Implementasi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri disajikan melalui tabel 2.2 yaitu sintak pendekatan inkuiri berikut ini.

Tabel 2.2

Sintak Pendekatan Inkuiri

Kegiatan Guru Sintak Inkuiri Kegiatan Siswa

1.1 Menjelaskan topik dan tujan, yaitu tentang menulis surat

1.4 Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan

d. Menerima dan menjawab pertanyaan dengan

(11)

yang sederhana atau

2. Merumuskan masalah 2.1 Menguji kebenaran data-data dengan

3. Merumuskan hipotesis 3.1 Melakukan klarifikasi hipotesis.

4. Mengumpulkan data 4.1 Melakukan pengumpulan data, fakta, bukti yang

5. Menguji hipotesis 5.1 Memperluas hipotesis yang diajukan.

5.2 Mengkaji kualitas dan kekurangan hipotesis.

6. Merumuskan kesimpulan 6.1 Mengungkapkan penyelesaian masalah

6.3 Melakukan analisis atas masing-masing kesimpulan yang telah dibuat.

7.1 Membimbing siswa untuk menganalisis proses inkuiri yang telah dilaksanakan.

(12)

2.1.3 Keterampilan Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Berdasarkan teori taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, penilaian dan mencipta (Wardani Naniek Sulistya, 2012: 7).

Secara rinci keenam jenjang ranah kognitif dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan jenjang berpikir terendah. Seorang individu yang belajar akan mengetahui apa yang dikemukakan oleh guru, sehingga ia memperoleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali apa saja yang telah dipelajari, baik yang menyangkut nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.

2. Pemahaman (comprehension)

Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya kemudian dipahami dari berbagai aspek, sehingga menjadi sesuatu yang diketahuinya lebih mendalam. Seorang peserta didik yang memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri, atau dengan kata lain dapat mengungkapkan sesuatu hal berdasarkan inti pokok yang diketahuinya. 3. Penerapan (application)

Penerapan atau aplikasi adalah “kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum atau teori-teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkrIt”.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan menjadi bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu proses memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi sesuatu unsur yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis.

6. Penilaian (evaluation)

Penilaian adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif. Penilaian atau evaluasi merupakan “kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide, sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada” (Anas Sudijono, 2008: 52).

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Dalam kaitannya dengan hasil belajar, ranah afektif (sikap) dapat diungkapkan sebagai kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu.

(13)

1. Recieving/attending atau penerimaan, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam kategori ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

2. Responding atau memberi respon jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar, yang meliputi ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

3. Valuing atau penilaian, yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

4. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kategori ini adalah konseptualisasi suatu nilai yakni mau menilai, menemukan dan mengkristalisasikan kaidah-kaidah dan menata suatu nilai, yaitu menimbang berbagai macam alternatif penyelesaian sehingga timbul sistem nilai.

5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni ”keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya yang di dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya” (Sudijono, 2008: 54-56).

Ranah belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar keterampilan ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor, apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya (Anas Sudijono, 2008: 58). Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

1. Gerakan refleks, yakni keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. 2. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

3. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain.

4. Kemampuan di bidang fisik, misalnya: kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

6. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretasi (Nana Sudjana, 2011: 30-31).

(14)

Gerakan dasar (basic fundamental movements) adalah gerakan yang muncul tanpa latihan, tapi dapat diperhalus melalui praktik. Gerakan ini terpola dan dapat ditebak seperti gerakan tak berpindah, bergoyang, membungkuk, mendorong, berputar. Gerakan berpindah seperti merangkak, meluncur, berjalan, meloncat-loncat. Gerakan manipulasi menyusun blok/balok, menggunting, menggambar, keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar.

Gerakan persepsi (perceptual obilities) adalah gerakan dasar yang sudah lebih meningkat, karena dibantu kemampuan perseptual, memilih satu objek yang bervariasi seperti membaca, menggambar simbol geometri menulis alphabet.

Gerakan kemampuan fisik (psycal abilities) adalah gerak yang lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan belajar menggerakkan otot/sekelompok otot selama waktu tertentu seperti berlari jauh, menari, melakukan senam.

Gerakan terampil (skilled movements) adalah gerakan yang dapat mengontrol berbagai tingkat gerak–terampil, tangkas, cekatan melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks) melakukan gerakan terampil berbagai cabang olahraga seperti menari, berdansa, membuat kerajinan tangan, mengetik, bermain piano, skating.

Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communicatio) adalah gerakan untuk mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan. Ada 2 gerakan yaitu gerak estetik seperti gerakan terampil yang efisien dan indah; dan gerakan kreatif seperti gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis, menari balet), melakukan senam tingkat tinggi, bermain drama (acting) dan keterampilan olahraga tingkat tinggi.

Hasil belajar bersifat kuantitatif, melalui pengukuran. Pengukuran menurut Wardani NS, dkk (2012: 47) adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa. Pengukuran menurut Alen dan Yen juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Wardani NS, dkk., 2012: 48).

(15)

Tabel 2.3

Teknik Pengukuran dan Bentuk Instrumen

Teknik Pengukuran Bentuk Instrumen

a. Tes tertulis - Tes pilihan: pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan lain-lain.

- Tes isian: isian singkat, dan uraian. b. Tes lisan - Daftar pertanyaan

c. Tes praktik (tes kinerja) - Tes identifikasi - Tes simulasi - Tes uji petik kinerja d. Penugasan individual

atau kelompok

- Pekerjaan rumah - Projek

e. Penilaian portofolio - Lembar penilaian portofolio

f. Jurnal - Buku catatan jurnal

g. Penilaian diri - Kuisener/lembar catatan diri h. Penilaian antar teman - Lembar penilaian antar teman

Sumber : Wardani Naniek Sulistya dan Slameto (2012: 146)

Sejalan dengan klasifikasi tes yang dikemukakan oleh Wardani Naniek Sulistya dan Slameto, Poerwanti Endang (2008: 4-9) juga mengklasifikasikan jenis-jenis tes sebagai berikut:

1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

a. Tes Tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya.

b. Tes Lisan. Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response), semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.

c. Tes Unjuk Kerja. Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya

a. Tes esei (essay-type test). Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

b. Tes jawaban pendek. Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.

c. Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).

(16)

1. Tes masuk. Tes masuk adalah tes yang diselenggarakan sebelum dan menjelang suatu program pengajaran dimulai sampai dengan tes seleksi, tes masuk diselenggarakan untuk menentukan apakah seorang calon dapat diterima sebagai peserta program pengajaran karena ia memiliki jenis kemampuan yang dipersyaratkan.

2. Tes formatif. Tes yang dilakukan saat program pengajaran sedang berlangsung (progress test). 3. Tes sumatif. Tes yang diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara keseluruhan

(total).

4. Pre test dan post test. Hasil pra test digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik pada awal program pengajaran dan digunakan untuk menentukan sejauh mana kemajuan peserta didik. Kemajuan yang dicapai bisa dilihat dengan membandingkan hasil pra test dengan hasil tes yang diselenggarakan di akhir program pengajaran (post test).

Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan (2016: 7-8), menjelaskan mekanisme penilaian hasil belajar oleh pendidik yakni:

1. perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus;

2. penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/pengamatan dan teknik penilaian lain yang relevan, dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas atau guru kelas;

3. penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai;

4. penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai;

5. peserta didik yang belum mencapai KKM satuan pendidikan harus mengikuti pembelajaran remidi; dan

6. hasil penilaian pencapaian pengetahuan dan keterampilan peserta didik disampaikan dalam bentuk angka dan/atau deskripsi.

Mekanisme penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan:

1. penetapan KKM yang harus dicapai oleh peserta didik melalui rapat dewan pendidik;

2. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan pada semua mata pelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

3. penilaian pada akhir jenjang pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah;

Mekanisme penilaian hasil belajar oleh Pemerintah:

1. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN) dan/atau bentuk lain dalam rangka pengendalian mutu pendidikan;

2. bentuk lain penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk survei dan/atau sensus; dan

3. bentuk lain penilaian hasil belajar oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Menteri.

(17)

belajar terkait dengan aspek kognitif, sehingga pengukuran keterampilannya meliputi aspek pengetahuan dan sikap.

Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar ranah keterampilan tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar keterampilan ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).

Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar keterampilan, apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif. Contoh (1) peserta didik bertanya kepada guru tentang contoh kedisiplinan; (2) peserta didik mencari dan membaca buku-buku yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelasnya di sekolah, atau kepada adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang kedisiplinan yang diterapkan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan di masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah atau adik-adiknya agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan di masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum pelajaran di mulai, disiplin dalam mengikuti tata tertib sekolah, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenang dalam mengikuti pelajaran; (6) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin menjaga kebersihan rumah, disiplin belajar, disiplin menjalankan ibadah; (7) peserta didik dapat memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan di masyarakat, seperti menaati rambu-rambu lalu lintas, antri ketika membeli es; (8) peserta didik mengamalkan dengan konsekuen kedisiplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam beribadah dan kedisiplinan dalam menaati peraturan yang ada.

Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar keterampilan.

Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1)

kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu

pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4)

(18)

diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Sementara itu Ryan (1980)

menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan

langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik

berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes

kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa

waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.

Jadi penilaian hasil belajar keterampilan mencakup persiapan, proses, dan produk.

Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik

melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta

didik.

Penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan observasi.

Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu

ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang

sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur

atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta

didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, dan partisipasi peserta didik dalam

simulasi. Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat

terlebih dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya,

lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil

observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya dapat diisi secara bebas dalam bentuk

uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, dapat pula dalam bentuk

memberi tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.

Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan

atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat

berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.

1. Tes simulasi. Tes simulasi adalah kegiatan keterampilan yang dilakukan melalui tes ini,

jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan

penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan

keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah

(19)

2. Tes unjuk kerja (work sample) adalah kegiatan keterampilan yang dilakukan melalui tes

ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta

didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam

melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya.

Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi

langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat

menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Keterampilan

yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat

baik, baik, kurang baik, kurang, dan tidak baik.

Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah

keterampilan adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam

kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit

bila dibandingkan dengan ranah keterampilan. Pengukuran hasil belajar ranah

keterampilan menggunakan tes unjuk kerja atau lembar tugas.

Dalam ranah keterampilan yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar

fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual,

diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4)

keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa melalui

gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.

Mendasarkan uraian di atas, maka keterampilan menulis adalah besarnya skor

yang diperoleh dari sikap menulis, kemampuan menganalisis tulisan dan tes unjuk kerja.

2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan.

Penelitian yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menulis Eksposisi Melalui

(20)

IV No. 204 Surakarta melalui strategi pembelajaran inkuiri. Hal ini terlihat pada pelaksanaan tindakan siklus I rata-rata proses belajar siswa secara klasikal adalah 72,22% dikategorikan cukup baik dan pada siklus II meningkat dari 72,22% menjadi 83,33% sehingga dikategorikan baik. Kekurangan dalam penelitian ini yaitu penelitian tidak melakukan penilaian terhadap keterampilan dan pengetahuan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Solusinya adalah dalam penelitian ini harus melakukan penilaian hasil belajar melalui aspek kognitif dan psikomotorik yang berupa tes dan lembar observasi.

Peneliti lain adalah Singgih Winarso yang pada tahun 2012 telah melakukan

penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Sifat Cahaya dengan Metode Inkuiri”. Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar sifat cahaya melalui penerapan metode inkuiri. Prosedur dari penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi dan evaluasi tindakan (observation and evaluation) dan refleksi tindakan (reflecting). Kelebihan penelitian inkuiri ini adalah dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 di SD Negeri Sooka 1 Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan melalui pembelajaran inkuiri. Hal ini terlihat pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan atau pada pratindakan ketuntasan klasikal sebesar 46,7%, siklus 1 mencapai 73,3%, siklus 2 mencapai 80%. Kekurangan dari penelitian ini adalah penelitian tidak melakukan penilaian terhadap keterampilan belajar siswa yang muncul pada saat siswa melakukan aktivitas-aktivitas dalam pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengukur aspek pengetahuan dan keterampilan dalam proses belajar.

Uni Apriyani pada tahun 2013 melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan

(21)

inkuiri tidak dilakukan pengukuran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengukur proses belajar untuk mencapai aspek kognitif dan psikomotor peserta didik.

Penelitian yang terkait keberhasilan penelitian melalui penerapan pendekatan inkuiri merupakan refleksi dari penelitian yang sudah ada sebelumnya dan secara rinci disajikan pada tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.4

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 2 Kelebihan Kelemahan

Hartono 2016 PTK Pendekatan Inkuiri

Hasil belajar Bahasa Indonesia

Adanya peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia dari tiap indikator kinerja yaitu 80% jumlah siswa

Dari beberapa hasil penelitian di atas, nampak terdapat peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa, setelah menggunakan pendekatan inkuiri.

2.3. Kerangka Pikir

(22)

Permasalahan desain pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar perlu segera diatasi, dengan pembelajaran inovatif yakni mendesain pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dan pengukuran hasil belajar memfokuskan pada keterampilan menulis.

Pendekatan inkuiri adalah pendekatan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan KD 3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi, KD 4.7 Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri, KD 3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam surat undangan ulang tahun, dan KD 4.9 Membuat surat undangan ulang tahun, dengan kalimat efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa melalui langkah sebagai berikut:

1. Orientasi:

a. Menyimak topik, tujuan, dan keterampilan menulis dengan bahasa sendiri

b. Menyimak hal-hal yang perlu diperhatikan dan langkah-langkah untuk menulis konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi

c. Mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak 2. Merumuskan masalah konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi

3. Merumuskan hipotesis tentang konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi 4. Menandai konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi

5. Menulis konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

6. Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

Keterampilan menulis surat undangan adalah besarnya skor yang diperoleh dari sikap menulis, kemampuan menganalisis tulisan dan tes unjuk kerja.

(23)

Keterangan: TN = Teks Nonfiksi LO = Lembar Observasi

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Peningkatan Keterampilan Menulis Melalui Pendekatan Inkuiri KD 3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi

KD 3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam surat undangan ulang tahun

KD 4.7 Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

KD 4.9 Membuat surat undangan ulang tahun, dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan

Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

Orientasi menulis konsep pada TN (menyimak naskah pidato)

Merumuskan masalah konsep-konsep pada teks nonfiksi

Merumuskan hipotesis konsep-konsep pada teks nonfiksi

Menandai konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi

Menulis teks nonfiksi dengan bahasa sendiri LO Analisis Tulisan

LO Tes Unjuk Kerja Menyajikan tulisan nonfiksi dalam bahasa sendiri

Pembelajaran Konvensional Keterampilan Menulis<KKM

LO Analisis Tulisan LO Sikap Menulis

LO Sikap Menulis

(24)

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, hipotesis tindakan yang dirumuskan adalah:

1. Peningkatan keterampilan menulis KD 3.7 Menguraikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi diduga dapat diupayakan melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Kecamatan Jaken Pati semester I tahun pelajaran 2016/2017.

2. Peningkatan keterampilan menulis KD 4.7 Menyajikan konsep-konsep yang saling berkaitan pada teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri diduga dapat diupayakan melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Kecamatan Jaken Pati semester I tahun pelajaran 2016/2017.

3. Peningkatan keterampilan menulis KD 3.9 Mencermati penggunaan kalimat efektif dan ejaan dalam surat undangan ulang tahun, diduga dapat diupayakan melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 5 SD Negeri Sidoluhur 02 Kecamatan Jaken Pati semester I tahun pelajaran 2016/2017.

Gambar

Tabel 2.1 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 5
Tabel 2.2 Sintak Pendekatan Inkuiri
Tabel 2.3 Teknik Pengukuran dan Bentuk Instrumen
Tabel 2.4  Hasil Penelitian Relevan
+2

Referensi

Dokumen terkait

kualitas pelayanan dapat dilakukan antara lain dengan cara : menambah jumlah. counter teller dan customer service, merubah tata letak pamflet, brosur

Karena kereaktifannya yang begitu besar, halogen tidak pernah ditemukan dalam bentuk unsur bebasnya di alam.. Percobaan kali ini menggunakan larutan NaI 0,1 M, larutan NaBr 0,1 M,

Metode praktikum yang digunakan kali ini adalah analisis kualitatif ekstraksi oksida logam dari lumpur dengan menentukan massa alumina pada tahap terakhir (berat konstan).. HASIL

Variabel kepercayaan merek mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan variabel kesadaran merek secara parsial berpengaruh pengaruh signifikan

Cara yang digunakan untuk menaikkan kualitas zeolit biasanya dilakukan melalui proses pengelolahan dan aktivasi, baik dengan cara pemanasan, penambahan asam atau basa,

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya, melalui ilmu-Nya yang Maha Luas dan tak terkira sehingga

Hubungan life form karang di perairan Pantai Blebak sendiri dengan kondisi lingkungannya dapat terlihat yaitu pada persebaran life form di suatu perairan sangatlah di

Bagi Wanita Pasangan Usia Subur diharapkan untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang upaya pencegahan keputihan dengan mengikuti penyuluhan kesehatan atau