• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEM-PROBLEM SOSIAL DALAM NASKAH LAKON “AUM” KARYA PUTU WIJAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEM-PROBLEM SOSIAL DALAM NASKAH LAKON “AUM” KARYA PUTU WIJAYA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PROBLEM-PROBLEM SOSIAL DALAM NASKAH

LAKON

“AUM”

KARYA PUTU WIJAYA

(Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun oleh

MUHAMMAD TAUFIQ

C0203036

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)

commit to user

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Muhammad Taufiq

NIM : C0203036

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Problem-problem

Sosial dalam Naskah Lakon “Aum” karya Putu Wijaya adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya

saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

Hidup bukanlah untuk mengeluh dan mengaduh, hidup adalah untuk

mengolah hidup. Bekerja membalik tanah, memasuki rahasia langit

dan samodra. Serta mencipta dan mengukir dunia.

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk:

Bapak dan Ibu tercinta,

terima kasih atas doa, kasih

sayang, dan dukungannya.

Adikku-adikku.

Istri dan anakku tersayang,

yang selalu setia di sisiku

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi berjudul

Problem-problem Sosial dalam Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya(Sebuah Tinjauan

Sosiologi Sastra) bisa diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi

persyaratan mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan

kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag., selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Wiranta, M.S., selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang

dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi

ini dapat selesai.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan

(8)

commit to user

5. Segenap staf perpustakaan dan tata usaha yang telah membantu penulis dalam

melengkapi syarat-syarat ujian skripsi untuk menjadi sarjana sastra.

6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

7. Mas Basuki, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah lakon Aum.

8. Keluarga di rumah, bapak, ibu dan adik-adikku, terima kasih atas doa dan

dorongannya.

9. Istri dan anakku tersayang, yang menemani setiap hari dan dengan sabar

menghadapi kemalasanku.

10.Teman-teman Sastra Indonesia 2003, teman-teman seperjuangan yang telah

memberikan sesuatu untuk dikenang, Muji “Gunung” Barnugroho, Penceng,

Salpian, Bandot, Atha, Ame, Nasir Kusir dan teman-teman lain yang tidak

bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan semangat dan

dorongan agar diselesaikannya skripsi ini.

11.Teman-teman Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak

kenangan. Mas Basuki, Mas Bodot, Mas Janta, Janto, Penceng, Salpian, dan

teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih

dengan setia mengikuti dan mendampingi perjalanan hidup Tesa.

12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan

kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima

(9)

commit to user

ix

Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya.

Surakarta, Maret 2011

(10)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah ... 1

B Pembatasan Masalah ... 6

C Perumusan Masalah... 7

D Tujuan Penelitian... 7

E Manfaat Penelitian... 8

F Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 10

A Kajian Pustaka ... 10

B Kerangka Pikir ... 17

(11)

commit to user

xi

A. Metode Penelitian ... 20

B. Pendekatan Penelitian ... 21

C. Objek Penelitian ... 21

D. Sumber Data ... 21

E. Teknik Pengumpulan Data ... 22

F. Teknik Analisis Data ... 22

BAB IV ANALISIS ……… 23

A. Analisis Struktural ... 23

1. Alur ... 23

2. Latar ... 38

3. Tikaian dan Konflik ... 40

4. Cakapan ... 41

5. Tema dan Amanat ... 42

B. Analisis sosiologi Sastra ... 44

Problem-problem Sosial ... 44

BAB V PENUTUP ... 81

A. Simpulan ... 81

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 86

(12)

commit to user

ABSTRAK

Muhammad Taufiq. C0203036. 2011. Problem-problem Sosial dalam naskah

lakon “Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana

gambaran struktur naskah lakon Aumyang meliputi alur, penokohan, latar, beserta

aspek tema dan amanat? (2) Bagaimanakah gambaran problem-problem sosial yang meliputi; kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan yang

terdapat dalam naskah lakon Aum?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan gambaran struktur

naskah lakon Aum yang meliputi alur, latar, serta aspek tema dan amanat. (2)

Mendeskripsikan problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon Aum

yaitu kekuasaan, penindasan,ketidakadilan, dan kemiskinan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang pengungkapannya bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini disajikan dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Penelitian terhadap naskah lakon ini dilakukan berdasarkan kerangka pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Data diperoleh dengan menggunakan teknik studi pustaka.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Berdasarkan

strukturnya, naskah lakon Aum memperlihatkan perpaduan hubungan atas

unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: alur, latar, serta tema dan amanat.

(2) Problem-problem sosial yang terkandung di dalam naskah lakon Aum

meliputi: kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Kekuasaan yang dipegang oleh penguasa bersifat menindas dan tidak adil kepada seluruh elemen masyarakat menyebabkan masyarakat tidak bisa bebas untuk menyalurkan aspirasi yang mereka miliki. Rakyat hanya dijadikan alat oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Hal itu berpengaruh pula terhadap tidak meratanya perekonomian masyarakat. Sehingga menyebabkan kesnjangan sosial dalam masyarakat.

Penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa harus

(13)

PROBLEM-PROBLEM SOSIAL DALAM NASKAH LAKON

2011. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana gambaran struktur naskah lakon Aum yang meliputi alur, penokohan, latar, beserta aspek tema dan amanat? (2) Bagaimanakah gambaran problem-problem sosial yang meliputi; kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan yang terdapat dalam naskah lakon Aum?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan gambaran struktur naskah lakon Aum yang meliputi alur, latar, serta aspek tema dan amanat. (2) Mendeskripsikan problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon Aum yaitu kekuasaan, penindasan,ketidakadilan, dan kemiskinan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang pengungkapannya bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini disajikan dengan cara mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Penelitian terhadap naskah lakon ini dilakukan berdasarkan kerangka pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Data diperoleh dengan menggunakan teknik studi pustaka.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Berdasarkan strukturnya, naskah lakon Aum memperlihatkan perpaduan hubungan atas unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang dimaksud adalah: alur, latar, serta tema dan amanat. (2) Problem-problem sosial yang terkandung di dalam naskah lakon Aum meliputi:

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Indonersia dengan NIM C0203036

2

Dosen Pembimbing

kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Kekuasaan yang dipegang oleh penguasa bersifat menindas dan tidak adil kepada seluruh elemen masyarakat menyebabkan masyarakat tidak bisa bebas untuk menyalurkan aspirasi yang mereka miliki. Rakyat hanya dijadikan alat oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Hal itu berpengaruh pula terhadap tidak meratanya perekonomian masyarakat. Sehingga menyebabkan kesnjangan sosial dalam masyarakat.

(14)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium.

Sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah

kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar

masyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang, antar-manusia, dan antar

peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Sapardi Djoko Damono, 1984: 1 ).

Karya sastra merupakan hasil penciptaan yang bersumber dari pemikiran

akan kehidupan yang ada dalam masyrakat yang dimunculkan dalam karya fiksi.

Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, difahami, dan

dimanfaatkan oleh masyarakat baik itu sebagai media hiburan maupun untuk

pembelajaran. Maka dari itu sebuah karya sastra lahir berdasarkan

fenomena-fenomena dalam masyarakat yang ditangkap dan diolah oleh pengarang.

Karya sastra bukan objek yang sederhana, melainkan objek yang kompleks

dan rumit. Setiap karya sastra merupakan hasil dari pengaruh timbal balik dari

faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri merupakan objek

kultural yang rumit (Wellek dan Warren, 1990: 22).

Karya sastra bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi

pengarang saja, namun karya sastra juga merupakan refleksi kehidupan, yaitu

pantulan respon pengarang dalam menghadapi problem kehidupan yang diolah

secara estetis melalui kreativitas yang dimilikinya, kemudian hasil olahan tersebut

(15)

commit to user

menghayati kenyataan dan masalah-masalah kehidupan di dalam bentuk karya

sastra, sehingga dapat memberikan respon terhadap kenyataan atau masalah yang

disajikan tersebut.

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, drama berangkat dari imajinasi,

yaitu imajinasi yang dituangkan melalui ide-idenya kemudian dituangkan dalam

bentuk naskah lakon (drama), pengarang mencoba mengkaji hidup dengan

merespon dan menanggapi masalah-masalah yang terdapat di lingkungannya.

Naskah drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas

pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat

bahkan kadang-kadang konflik batin mereka sendiri seakan akan dapat terlihat.

Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka cita, pahit manis, hitam putih

kehidupan manusia.

Naskah adalah bentuk atau rencana tertulis dari cerita drama. Pada musik

kita mengenal partitur sore, yaitu suatu bentuk atau rencana tertulis dari musik.

Musik terwujud setelah partitur dimainkan, sehingga terdengar getaran-getaran,

nada-nada yang dibunyikan dalam waktu dan ruang tertentu. Lakon adalah hasil

perwujudan dari naskah yang dimainkan tersebut. Lakon cerita drama hanya

terwujud pada saat terbuka hingga ditutupnya tirai pertunjukan. Sebelum dan

sesudahnya tidak ada lakon, yang ada hanyalah naskah lakon yang berkali-kali

dimainkan selalu berubah-ubah kondisi artistiknya, tergantung pada siapa dan

dimana dimainkannya. Sedang naskah tetap kualitas artistiknya (Harymawan,

1988: 23-24).

Dalam khasanah kesusastraan, naskah lakon atau drama merupakan salah

(16)

commit to user

lakon selain memiliki elemen-elemen yang sama dengan prosa pada umumnya

yaitu tema, amanat, penokohan, alur, latar, konflik, dan cakapan. Dibedakan

dengan jenis-jenis lainnya terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan.

Berdasarkan pada pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dalam

penelitian ini, naskah lakon Aum yang menjadi objek kajian ini dapat dimasukkan

dalam pengertian drama sebagai naskah lakon, sebagai pra-lakon; naskah yang

belum dipentaskan atau naskah yang belum diproduksi oleh pekerja teater.

Aum adalah naskah lakon yang dikarang oleh sastrawan dan dramawan

yang sangat produktif Putu Wijaya. Putu Wijaya telah banyak melahirkan naskah

lakon yang kritis terhadap kehidupan yang ada dalam masyrakat yang terjadi di

negeri ini. Naskah Aum ini diterbitkan dalam bentuk buku oleh Teater Mandiri

pada tahun 1993. Naskah ini lebih mengacu kepada konvensi sastra tertentu, yaitu

drama.

Naskah lakon Aum ini ditulis pengarang, berangkat dari pengamatan

pengarang tentang peristiwa keseharian yang terjadi di masyarakat.

Problem-problem sosial yang dirangkai dengan kritik-kritik sosial tentang kondisi dan

proses sosial masyarakat lebih mengarah pada rakyat kecil yang selalu

terpinggirkan. Naskah lakon Aum ini menarik untuk dikaji karena di dalamnya

diungkapkan berbagai permasalahan sosial yang disajikan oleh pengarang secara

terbuka dalam kemasan nuansa keseharian yang mudah ditangkap, dan ada unsur

komedi sehingga menarik untuk dibaca bahkan oleh pembaca awam sekalipun.

Problem-problem sosial yang ada dalam realitas kehidupan masyarakat diangkat

dalam kemasan yang identik dengan keseharian masyarakat lokal sebagai

(17)

commit to user

Beberapa naskah lakon dan novel yang di dalamnya membahas tentang

masalah problem sosial yang terjadi di masyarakat antara lain Aduh (Putu

Wijaya), Gulipat (Hanindawan), Kisah Perjuangan Suku Naga (W S. Rendra),

Sang Pramuria (Sutirman Eka Ardhana). Dalam naskah lakon dan novel yang

disebutkan di atas kesemuanya menggambarkan tentang problem sosial yang ada

di dalam masyarakat.

Naskah lakon Aum ini pernah dipentaskan oleh Teater Mandiri pada tahun

1995 di TIM (Taman Ismail Marzuki). Pada tanggal 16 September 2004

dipentaskan oleh Teater Ngirit Universitas Muhammadiyah Surakarta di gedung

olahraga Universitas Muhammadiyah Surakarta. Teater Tesa Universitas Sebelas

Maret juga pernah mementaskan naskah lakon ini di Museum Seni Lukis Klasik

Bali yang letaknya di Klungkung pada tanggal 11 Oktober 2004, kemudian

berlanjut pada tanggal 14 Desember di STAIN Jogjakarta dan tanggal 21 dan 22

Desember di Taman Budaya Jawa Tengah yang ada di Solo. Naskah lakon ini

menarik untuk dikaji karena permasalahan yang disajikan didalamnya begitu lekat

dengan permasalahan keseharian. Pengkajian ini juga bertujuan untuk

mengungkapkan fakta-fakta sosial yang ada dalam naskah lakon ini. Dengan

mengungkap fakta-fakta sosial tersebut dapat diketahui dan dipahami nilai-nilai

apa yang terkandung dalam naskah lakon Aum dan sejauh mana kompetensi nilai

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Cerita dalam naskah lakon Aum ini menggambarkan tentang sekumpulan

orang-orang Udik yang datang dari desa untuk menghadap bupati dan

mengadukan permasalahan-permasalahan yang mereka alami. Tapi dalam

(18)

commit to user

hansip yang berjaga di rumah Bupati. Menurut hansip-hansip yang berjaga

dirumah Bupati bahwa siapa saja yang ingin menghadap Bupati harus melalui

mereka dulu. Selain itu kedua hansip yang berjaga di rumah Bupati juga bertindak

sewenang-wenang dan mempermainkan orang-orang udik yang ingin menghadap

Bupati. Hal itu dilakukan oleh hansip tanpa sepengetahuan dari Bupati.

Sekumpulan orang-orang udik itu ingin menemui Bupati dan mengadukan

permasalahan yang selama ini mereka alami, karena mereka sudah menanyakan

perihal permasalahan mereka kepada semua orang tetapi tidak mendapatkan

jawaban yang memuaskan seperti yang mereka inginkan. Kemudian orang-orang

udik itu bermaksud menemui Bupati dan menanyakan perihal permasalahan

mereka, karena mereka menganggap Bupati merupakan pemimpin mereka yang

mungkin bisa menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang mereka alami.

Setelah bertemu Bupati dan mengadukan permasalahannya, ternyata

orang-orang udik itu mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan yang mereka

inginkan. Orang-orang udik itu menjadi semakin bingung dengan jawaban dan

sikap Bupati. Kemudian orang-orang udik yang dipimpin oleh Kepala keluarga

ingin menanyakan langsung permasalahan mereka kepada Tuhan dengan cara

bunuh diri bersama-sama agar mereka langsung bisa bertemu dengan Tuhan dan

mengadukan permasalahan yang mereka alami.

Naskah lakon Aum penting untuk diteliti guna menggambarkan

masalah-masalah kemiskinan, penindasan, ketidakadilan, dan kekuasaan yang ada dalam

naskah lakon ini. Dengan mengungkap fakta-fakta tersebut dapat diketahui dan

(19)

commit to user

Problem sosial adalah suatu keadaan dimana cita-cita warga masyarakat

tidak terpenuhi karena keadaan sosial dalam masyarakat. Jadi pada dasarnya,

problem sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral,

problem-problem tersebut merupakan persoalan, oleh karena menyangkut tata kelakuan

yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak oleh sebab itu

problem-problem sosial tak akan ditelaah tanpa pertimbangan ukuran-ukuran

masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap tidak baik.

Problem sosial yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kekuasaan,

penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Problem-problem sosial yang terjadi

dalam masyarakat tersebut direspon oleh pengarang sehingga melahirkan sebuah

karya setelah melalui proses kreatif.

Berdasarkan pada beberapa uraian di atas, maka pada kesempatan kali ini

penulis memutuskan untuk menganalisis naskah lakon Aum ini dengan pendekatan

sosiologi sastra. Pendekatan ini diharapkan dapat mengungkapkan

permasalahan-permasalahan sosial yang meliputi kekuasaan, ketidakadilan, penindasan dan

kemiskinan. Dalam pendekatan ini penulis juga ingin mengungkapkan respon

pengarang terhadap masalah-masalah sosial tersebut. Judul penelitian ini adalah

Problem-problem Sosial dalam Naskah LakonAum” Karya Putu Wijaya

(Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra).

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi objek yang akan

diteliti, sehingga dengan adanya pembatasan masalah atau penetapan fokus yang

(20)

commit to user

mengenai data mana yang akan dikumpulkan dan mana yang diperlukan dalam

melakukan penelitian. Masalah yang diangkat akan menjadi jelas dan mudah

dalam melakukan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat

diuraikan sebagai berikut.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada analisis

problem-problem sosial dalam naskah lakon Aum karya Putu Wijaya. Problem-problem

sosial itu meliputi kemiskinan, penindasan, ketidakadilan, dan kekuasaan.

C. Perumusan Masalah

Permasalahan yang terdapat dalam penelitian perlu dijabarkan dalam

rumusan masalah. Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian yang dilakukan

berdasarkan data empiris. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut.

1. Bagaimanakah gambaran struktur naskah lakon Aum?

2. Bagaimanakah gambaran problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah

lakon Aum?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan gambaran struktur naskah lakon Aum.

2. Mendeskripsikan problem-problem sosial yang terdapat dalam naskah lakon

(21)

commit to user E. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan hasilnya mampu memberikan manfaat bagi

pembaca, baik berupa manfaat teoretis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh model penelitian, khususnya

dalam bidang sosiologi sastra.

2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu contoh model

dalam menyikapi berbagai masalah kehidupan yang sampai saat ini masih

sering dijumpai, terutama masalah kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan

kemiskinan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa bab

sebagai berikut.

Bab satu berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi kajian pustaka dan kerangka pikir yang terdiri dari

pendekatan struktural dan pendekatan sosiologi sastra.

Bab tiga berisi metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian,

pendekatan, objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik

(22)

commit to user

Bab empat berisi struktural naskah dan pembahasan tentang analisis

sosiologi sastra naskah lakon Aum, yang meliputi problem sosial kekuasaan,

penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan sebagai realitas sosial beserta

aspek-aspeknya dalam masyarakat, serta respon pengarang terhadap problem-problem

sosial tersebut.

(23)

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.

Kajian Pustaka

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar

Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh penulisan skripsi yang

meneliti naskah lakon Aum karya Putu Wijaya seperti di bawah ini.

Penelitian tentang naskah lakon Aum pernah dilakukan sekali yaitu oleh

Janta Setiana. Penelitian yag dilakukannya berjudul Teknik Penyutradaraan

Rohmat Basuki dalam Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan

Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan

tugas sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah

lakon Aum karya Putu Wijaya.

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan

dan tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum

karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan.

Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan

oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.

Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar,

meliputi: menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon gembira

(24)

prinsip dasar pada lakon, 2) memilih pemain atau pengkastingan, meliputi: casting

to type, casting by ability, dan antitype casting, 3) latihan, meliputi olah vokal,

olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata teknik dan pentas, meliputi:

tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan tata busana, 5) menguatkan dan

melemahkan scene, meliputi adegan yang dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki

dari adegan I sampai XI, 6) menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan

ketat dan fleksibel, 7) mempengaruhi jiwa pemain, meliputi: observasi, diskusi,

dan latihan alam, 8) koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat,

baik para pemain, crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi

untuk tumbuh bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya

ke dalam pertunjukan drama.

Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai

naskah lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan

Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan dengan

memberikan kesempatan bagi para pemain untuk lebih mengembangkan dirinya,

gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang memiliki “jam terbang” tinggi

dalam pengalaman bermainnya, sedangkan Gordon Craig yaitu gaya

penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini digunakan bagi pemain-pemain

yang pemula.

Dari penelusuran penulis, skripsi yang meneliti tentang naskah lakon Aum

karya Putu Wijaya hanya pernah dilakukan oleh seorang saja, yaitu Janta Setiana,

sehingga judul skripsi Problem-Problem Sosial dalam Naskah Lakon ”Aum”

(25)

commit to user

B. Landasan Teori

1. Struktural Sastra

Pada penelitian ini, pendekatan struktural sastra digunakan sebagai alat

untuk mengetahui isi yang terkandung di dalam naskah lakon Aum karya Putu

Wijaya.

Dalam sebuah karya sastra yang padu, antara unsur-unsurnya selalu terjadi

hubungan timbal balik dan saling menentukan. Unsur-unsur struktur tersebut tidak

dapat dipandang sebagai hal-hal yang berdiri sendiri, tetapi harus dilihat

keterjalinannya satu dengan yang lainnya sehingga secara bersama-sama akan

menghasilkan makna yang menyeluruh. Analisis struktural pada prinsipnya adalah

analisis yang bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,

semendetil dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir

dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Bukan saja penjumlahan dari gejala-gejala yang berhubungan dengan aspek

waktu, aspek ruang, penokohan, point of vieuw, sorot balik, dan apa saja, tetapi

yang penting justru sumbangan yang diberikan oleh semua gejala semacam itu

pada keseluruhan makna, dalam keterjalinan dan keterikatan antara berbagai

tataran (Teeuw, 1984:135-136). Oleh karena itu, unsur-unsur tersebut harus

dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman dalam keseluruhan karya sastra.

Jean Piaget menurut parafrase Hawkes menunjukan tiga aspek konsep

struktural. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa

bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang

(26)

transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur-prosedur

transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.

Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri (self regulation), yaitu tidak

memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur

transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain (Teeuw, 1984:

141).

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan pendekatan struktural

adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji dan

mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang meliputi tema,

alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain dan bertujuan

membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil dan semendalam

mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang

bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

2. Sosiologi Sastra

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami dan

dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan adalah anggota masyarakat, ia terikat

oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa

sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan

gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi

bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan

(27)

commit to user

Pengertian di atas mengandung suatu pengertian bahwa antara sastrawan,

sastra, dan masyarakat terjadi hubungan yang erat. Pengarang sebagai anggota

masyarakat dalam menciptakan karyanya tidak bisa lepas dari kehidupan sebagai

suatu kenyataan sosial. Oleh karena itu, tidak heran apabila suatu karya sastra bisa

mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap

sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu (Sapardi

Djoko Damono, 1984: 2).

Uraian di atas menunjukan bahwa studi terhadap karya sastra menyangkut

studi sosial atau sosiologi. Antara sosiologi dan sastra keduanya saling

melengkapi. Sastra sebagaimana halnya sosiologi berurusan dengan manusia.

Pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan inilah oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra.

Penelitian terhadap naskah lakon Aum ini termasuk dalam klasifikasi

sosiologi sastra yang mempermasalahkan pada teks sastra atau karya sastra itu

sendiri, dengan memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di

dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan. Pokok

penelaahannya adalah semua yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuannya, dan

amanat yang hendak disampaikannya. Dalam rangka menelaah semua yang

tersirat dalam karya sastra itu, tujuannya, dan amanat yang hendak disampaikan,

tentu saja harus melakukan penelaahan terhadap unsur-unsur sosial yang hadir

dalam situasi dialogis sebuah karya sastra.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan pendekatan sosiologi

sastra adalah, penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan karya

(28)

masyarakat pada waktu karya sastra itu dibuat, serta keterlibatan struktur sosial

dalam sebuah karya sastra.

Hal ini berarti bahwa sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan

realitas kehidupan saja, melainkan lebih dari itu juga memberikan sebuah refleksi

realitas yang lebih besar dan lebih lengkap. Pendapat di atas mengungkapkan

bahwa permasalahan umum yang muncul di dalam karya sastra merupakan

refleksi dari kenyataan yang bersifat objektif dan relatif. Karya sastra mempunyai

fungsi untuk membentuk/mencerminkan suatu bentuk kehidupan secara langsung,

mulai dari permasalahan hidup itu sendiri dan kendala dalam proses

perkembangan kehidupan.

Dalam penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra ini memiliki

beberapa permasalahan yang perlu dikaji. Secara khusus Rene Wellek dan Austin

Warren dalam telaahnya mengklasifikasikan sosiologi terhadap karya sastra dalam

tiga permasalahan yaitu:

1. Sosiologi pengarang, didalamnya mempermasalahkan tentang status

sosial, ideologi, politik, dan hal-hal yang menyangkut pengarang.

2. Sosiologi karya sastra yang mempermalsalahkan tentang apa yang

tersirat di dalam karya sastra tersebut, dan apa tujuan serta amanat

yang hendak disampaikan.

3. Sosiologi pembaca, disini mempermasalahkan tentang pembaca dan

pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Penelitian terhadap naskah lakon Aum ini termasuk dalam klasifikasi

(29)

commit to user

dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan. Pokok

penelaahannya adalah semua yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuannya, dan

amanat yang hendak disampaikannya.

Sesuai dengan permasalahan yang terdapat dalam Naskah Lakon Aum

karya Putu Wijaya, maka penelitian ini akan menekankan pada pendekatan yang

mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan refleksi dari fenomena sosial

yang timbul dari sikap mental masyarakat yang melingkupi terciptanya karya

sastra. Konsep Wellek dan Warren yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan

penelaahan untuk menemukan dan mendeskripsikan kritik sosial dalam naskah

lakon yang akan dibahas dimanfaatkan sebagai pelengkap pedoman dalam

mengkaji karya sastra. Penelitian dengan pedoman ini akan terlepas dari faktor

pengarang. Wilayah analisis hanya dalam ruang karya sastra itu saja.

Berdasarkan uraian di atas diperoleh gambaran bahwa sosiologi sastra

merupakan pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan, yang

mempunyai ruang lingkup luas, beragam dan rumit. Karya sastra merupakan

cerminan gambaran kehidupan dan permasalahan sosial masyarakat pada waktu

karya sastra itu dibuat, serta keterlibatan struktur sosial dalam sebuah karya sastra.

Sosiologi sastra berhubungan dengan kenyataan-kenyataan sosial masyarakat,

(30)

B. Kerangka Pikir

Bagan 1 : Kerangka Pikir Analisis Sosiologi Sastra Naskah Lakon Aum.

Naskah lakon Aum karya putu wijaya

Analisis struktural Meliputi:

-alur -latar

-tema dan amanat

Teori sosiologi sastra

Analisis problem-problem sosial

Kekuasaan Penindasan Ketidakadilan Kemiskinan

(31)

commit to user

Karya sastra merupakan hasil dari penciptaaan yang menarik. Karya sastra

memiliki bahasa yang khas, kekhasan bahasa sastra tersebut mempunyai kesatuan,

keseluruhan, dan kebulatan makna, yang terjalin rapi dari hubungan unsur-unsur

pembangunnya, sehingga menjadi sebuah karya yang memiliki tujuan dan bersifat

estetis.

Karya sastra lahir bukan dalam kekosongan budaya. Sastra adalah ekspresi

kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya. Melalui karya sastra

dapat dilihat bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana pola kerjanya, dan

bagaimana mereka melangsungkan hidupnya. Dalam kaitan ini, sastra merupakan

sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu tes dialektika

antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan

penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra

(Suwardi Endraswara, 2003: 78). Karya sastra lahir sebagai hasil interaksi

pengarang dengan masyarakat. Ide utama yang dimiliki pengarang menjadi sumbu

utama yang dipicu oleh kondisi dan situasi sosial kehidupan masyarakat atau

realitas objektif yang melingkupi pengarang. Sebagai bentuk penghayatan

terhadap realitas lingkungan sosialnya, pengarang merespon dan mengolah apa

yang didengar, dilihat dan dirasakannya melalui sebuah hasil penciptaan yang

diwujudkan dalam sebuah karya fiksi.

Sosiologi sastra meneliti karya sastra dengan mempertimbangkan

keterlibatan struktur sosialnya. Sosiologi sastra dalam rangka menelaah semua

yang tersirat dalam karya sastra itu, tujuan dan amanat yang hendak disampaikan,

tentu saja harus melakukan penelaahan terhadap unsur-unsur sosial yang hadir

(32)

Naskah lakon Aum sarat akan problem-problem sosial yang menarik,

aktual, dan relevan dengan masyarakat saat ini. Dengan teori sosial peneliti

berusaha mengupas dan menjabarkan masalah problem-problem sosial tersebut

yang meliputi kekuasaan, penindasan, ketikdakadilan, dan kemiskinan. Bertujuan

untuk menemukan sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya

problem-problem sosial tersebut tanpa perlu menekankan pada pemecahan atau jalan keluar

dari problem sosial tersebut sebagai upaya dalam mengungkap makna cerita

(33)

commit to user

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak

penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh

hasil yang maksimal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat

suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati

(Moleong, 2001: 3).

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang

dikumpulkan berbentuk kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan

angka-angka. Dengan demikian hasil penelitian ini berisi analisis data yang

sifatnya menuturkan, memaparkan, memerikam, menganalisis dan menafsirkan

(Soediro Satoto, 1993: 15).

Penelitian ini membicarakan tentang naskah lakon. Naskah lakon

merupakan karya sastra yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan dan

kemasyarakatan, yang lebih mendalam dan disajikan secara lebih jelas melalui

dialog. Naskah lakon Aum karya Putu Wijaya digunakan sebagai data deskriptif

(34)

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan merupakan cara memandang dan mendekati suatu objek atau

dengan kata lain dapat disebutkan bahwa pendekatan adalah asumsi-asumsi dasar

yang dijadikan pegangan dalam memandang objek (Attar Semi, 1993:63).

Sebuah pendekatan harus sesuai dengan objek yang akan diteliti (Sapardi

Djoko Damono, 1984:2). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiologi sastra.

Pendekatan sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra

sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya (Nyoman

Kutha Ratna, 2003: 2). Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa karya sastra

merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Attar Semi, 1993: 46).

C. Objek Penelitian

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah: unsur-unsur struktural yang

berupa alur dan latar, beserta tema dan amanat; dan problem-problem sosial yang

meliputi kekuasaan, penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan.

D. Sumber Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa kalimat dan paragraf atau

pernyataan yang terdapat dalam naskah lakon Aum karya Putu Wijaya Sumber

data dalam penelitian ini berupa sumber tertulis atau dokumen, yaitu naskah lakon

Aum karya Putu Wijaya yang diterbitkan dalam bentuk buku oleh Teater Mandiri

(35)

commit to user

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan

teknik kepustakaan, yaitu teknik yang mempergunakan sumber-sumber tertulis

untuk memperoleh data. Sumber-sumber tertulis itu dapat berwujud majalah, surat

kabar, karya sastra, buku bacaan ilmiah dan bukan perundang-undangan (Soediro

Satoto, 1993: 42).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini melalui beberapa

tahap. yaitu; (1) Pengumpulan data, yakni dilakukan dengan mencatat, baik dari

buku-buku bacaan maupun artikel. (2) Reduksi data, yakni dilakukan dengan

memilih, memusatkan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data kasar dari catatan yang terkumpul. Data yang telah terkumpul

diorganisir sedemikian rupa, sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir. (3)

Penyajian data, penyajian dilakukan setelah semua data terkumpul dan direduksi,

(36)

commit to user

BAB IV

A.

ANALISIS STRUKTURAL

Unsur struktural yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah alur,

penokohan, dan latar sebagai aspek formal struktural, serta tema dan amanat sebagai

aspek tematis. Dan unsur-unsur inilah yang akan dianalisis dalam penelitian ini.

1. Alur

Naskah lakon Aum ini menggunakan alur maju, yaitu dimulai dari awal cerita,

terus maju menuju peristiwa-peristiwa berikutnya, sampai peristiwa itu berakhir.

Adapun gambaran secara jelas alur pada naskah lakon Aum ini adalah sebagai berikut.

a. Permulaan

Naskah lakon ini dimulai dengan penggambaran waktu subuh, tampak

seorang hansip yang masih segar datang untuk menggantikan temannya yang

semalam suntuk telah berjaga-jaga dirumah Bupati. Kemudian hansip yang

tertidur itu bangun karena merasa diganggu. Ketika terbangaun ia terperanjat

karena mendapati bahwa senjatanya tidak lagi berada ditempatnya. Seperti

terlihat dalam nukilan berikut.

Hansip I : Hansip apa ini.

Hansi II : Mana senjata gue, mana senjata gue.

Hansip I : Wong disuruh jaga malah ngorok. Aduuuuh.

(37)

commit to user

Hansip I : Payahlah kalau begini. Enak malingnya. Bangun, bangun, pulang sana, ngapain disini. Kalau pak Bupati tahubodigar-bodigar begini, rusak deh nama baik kita.

Hansip I : Lho wong senjatanya disini lho kemaren, masih nyantel dipinggang. Mana ya?( Putu Wijaya, 1993 : 2)

Cerita kemudian menuju pada perbincangan antara hansip dengan

orang-orang udik yang datang ingin menghadap bapak Bupati. Perbincangan

pertama dimulai dari orang udik yang datang ingin mengembalikan senjata

yang baru saja dipakai untuk ngupas ketupat. Senjata itu diambil dari hansip

yang semalam tertidur. Kemudian muncul beberapa wanita dan orang tua,

kedua hansip itu terlibat perbincangan dengan mereka yang ingin bertemu

dengan Bupati. Kedua hansip itu berusaha menghalangi mereka yang ingin

bertemu dengan pak Bupati. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Orang udik : Kami hanya ingin bertemu dengan Bapak, jangan pukul kami.

Hansip I : Dul sini Dul. Matamu itu sih yang bikin mereka curiga.

BEBERAPA WANITA DENGAN TAKUT-TAKUT MAJU.

Wanita I : Jangan pukul kami pak.

Wanita II : Kami hanya ingin bertemu dengan Pak Bupati.

WanitaIII : Sejak kapan Bapak tidak boleh ditemui, tidak ada begitu bukan? Lantas kenapa kawan kami ditembak?( Putu Wijaya, 1993 : 8)

Berangkat dari peristiwa ini alur semakin maju dengan bertemunya

orang-orang udik dan Bupati yang tanpa disengaja karena Pak Bupati sedang

lari-lari pagi. Kemudian hansip dan orang-orang udik mengikuti Bupati yang

(38)

TERDENGAR SUARA BUPATI BERTERIAK. Haaaaah, DEKAT SEKALI

Hansip I : (YANG DITENDANG) Kenapa pakai acara nendang?

(MENDENGAR BUPATI TERIAK haaaah, DIA

LANGSUNG IKUT) Haaah!

Bupati : Memang betul (LARI-LARI KECIL MASUK) Rupanya memang harus pakai haaaah (BERTERIAK) Haaaah! Haaaaaaah! Begitu ya. lapar.( Putu Wijaya, 1993 : 13)

b. Pertikaian

Peristiwa terus maju, sampai mengalami pertikaian setelah kedatangan

Kepala keluarga yang bertemu dengan pak Bupati secara langsung. Kepala

keluarga dan Bupati sama-sama terkejut karena ternyata kedatangan

orang-orang udik yang sudah sejak tadi malam tidak diberitahukan hansip kepada

Bupati. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Bupati : Saya minta maaf, apakah saudara-saudara semua ini

ingin bertemu dengan saya?

Kep keluarga : Kami juga minta maaf, Bapak ini Pak Bupati?

Bupati : Betul. Saya Bupati. Saya baru tahu Ibu dan keluarga

ibu sudah menunggu dari kemarin.

Kep keluarga : Jadi tidak dikabarkan kepada Bapak, kami mau menghadap?

Bupati : Tidak.

Kep keluarga : Bapak Bohong!( Putu Wijaya, 1993 : 17)

Situasi sedikit mereda setelah ada perbincangan langsung antara

(39)

commit to user

menentu karena salah satu orang udik dan wanita melaporkan bahwa mereka

tadi dipukul dan mau ditembak oleh hansip. Kemudian Bupati mencoba

menghukum kedua hansip itu. Kepala keluarga merasa tersinggung karena

hansip berkata pada Bupati bahwa orang-orang udik ini jangan dikasih hati.

Seperti pada nukilan berikut.

Hansip : (BERBISIK) Orang-orang ini jangan terlalu dikasih

hati Pak, nanti ngelonjak.

Wanita : Kami tidak minta dikasih hati. Tidak kan Bu?

Kep keluarga : Dikasih hati apa? Kami datang bukan untuk mengemis. Kami juga tidak perlu ditolong karena maksud kami bukan itu. Kami Cuma minta dijawab.

Bupati : Dijawab bagaimana, pertanyaan saja dari tadi belum

keluar. Ini kok seperti teka-teki silang. Praktis sedikit. Kep keluarga : Sebentar, sebentar. Saya memang sengaja dari tadi

mengulur-ulur karena sengaja, agar Bapak

memperhatikan dengan sungguh-sungguh pertanyaan kami. Sekarang sudah waktunya untuk berkata terus terang.

Bupati : Memang, sejak tadi seharusnya sudah terus

terang.(Putu Wijaya, 1993 : 22)

Kepala keluarga merasa bahwa Bupati harus lebih memperhatikan apa

yang dialami oleh orang-orang udik dan memperhatikan pertanyaan yang akan

ditanyakan. Namun Bupati merasa bahwa Kepala keluarga hanya

mengulur-ulur waktu saja tanpa langsung terus terang mengatakan apa yang seharusnya

dikatakan.

Pertikaian terus terjadi antara Buapti, Kepala keluarga, Orang-orang

udik dan hansip yang ada disitu. Kepala keluarga yang mewakili orang-orang

(40)

Bupati bingung mau menanggapi karena merasa dari tadi belum ada

pertanyaan yang diajukan.

c. Perumitan

Ketegangan-ketegangan mulai terjadi dan persoalan mulai merumit

dan gawat ketika muncul Ucok memimpin doa bersama orang-orang udik.

Keadaan yang semakin merumit ini dimulai ketika Ucok berdoa mengucapkan

kata-kata yang mengatakan bahwa keadaan di udik kian lama semakin ganjil,

tak menentu dan tak pernah ujung jawaban dari permasalahan mereka.

Kondisi psikologis, batin, dan fisik Ucok yang sudah tidak tahan menahan

beban hidup yang menembas alam pikiran inilah yang kemudian memaksa

Ucok untuk melakukan bunuh diri. Seperti terdapat dalam nukilan berikut.

Ucok : Maafkan segala usaha kami ini. Kami bersumpah tidak ada dorongan lain yang mendesak kami untuk melakukan semua ini kecuali untuk mendapatkan penjelasan, sehingga kami tidak bimbang lagi melanjutkan kehidupan sehari-hari. Dan kini setelah menempuh perjalanan yang panjang sekali, kita sampai pada hari penentuan, untuk memutuskan apa selanjutnya yang

masih bisa dikerjakan. Kami……. Ah! (MEMBANTING

SESUATU) Aku sudah muak melakukan ini semua. Hasilnya akan sama saja, sama saja, tidak ada yang bisa menjawab. Hentikan! Hentikan sekarang, aku tidak kuat lagi, aku sudah, aku berangkat lebih dulu.(Putu Wijaya, 1993 : 23)

Situasi semakin merumit ketika Mawar mencoba membantu kepala

keluarga untuk meminjam baju dari para wanita, tetapi mereka tidak

mengijinkan bajunya untuk dipinjam. Akhirnya mereka meminjam baju dari

Bupati dan hansip-hansipnya. Dalam keadaan seperti itu para wanita dan

(41)

commit to user

kemudian amarah yang muncul dari tekanan batin yang dirasakan Ucok

kembali meluap-luap dan melampiaskan amarahnya dan kemudian terjadi

perdebatan antara Ucok dan Bupati. Seperti terlihat dalam nukilan berikut ini.

Ucok : Apa jawaban Bapak. Berikan kami jawaban. Hansip : Jawab Pak.

Bupati : Jawaban apa, apa yang harus dijawab?

Ucok : Pertanyaan begitu banyak, mana jawabannya, sekarang! Nanti terlambat.

Bupati : Lho pertanyaan apa? (KEPADA KEPALA KELUARGA) He, apa mereka sudah bertanya tadi?(Putu Wijaya, 1993 : 27)

Semakin lama keadaan semakin merumit karena Bupati tidak paham

dengan apa yang telah disampaikan oleh orang udik. Padahal

orang-orang udik ini menunggu jawaban dari pemecahan persoalan yang mereka

alami. Karena tak tahan dan tak puas dengan Bupati yang tidak

memperhatikan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan dan Bupati hanya

asal menjawab saja, kemudian kepala keluarga ikut melontarkan apa yang

dirasakannya selama ini. Seperti terlihat dalam nukilan berikut.

Kep keluarga : Sudah. Ya saya tahu, sudah semua. Kalau mereka mengerti dan bisa menjawab kami tidak akan menempuh ribuan kilometer kemari.

Hansip I : Lah ribuan lagi.

Hansip II : Orang dusun sebelah saja ngakunya ratusan kilometer.

Bupati : (MENGGAMIT KEDUA HANSIP DAN

MENDORONGNYA JAUH) Kamu pikir saja dulu, ini urusan jabatan. O jadi sudah, sudah?

(42)

terjadi? Apa yang terjadi selama ini? Setelah duit kami, rumah kami, harta kami ludes sampai kesawah dan tabungan kami habis. Apa makna semua ini? Ini terlalu berat buat kami! Dan kenapa hanya kami, kami yang dicecer? (MENGGAPAI SAKIT).( Putu Wijaya, 1993 : 31)

Setelah keadaan menjadi semakin rumit dan Kepala keluarga sakit

kemudian muncul Mantri yang didaerah udik bertugas seperti seorang dokter.

Terjadi perbincangan yang cukup menarik antara Bupati dan Mantri tentang

berbagai permasalahan yang terjadi di udik. Tapi lama kelamaan Mantri juga

merasakan bahwa ternyata ada jarak yang begitu lebar antara Bupati dengan

warganya. Padahal seharusnya antara pemimpin dan rakyatnya harus bisa

bersatu padu dan berdiri bersama berdampingan menyelesaikan

persoalan-persoalan yang ada. Seperti nukilan berikut.

Bupati : Simanakitu Bak eh maaf, maaf. Pertanyaan yang berdiri sebegitu tinggi. Begitu tinggi sehingga kalau kita bicara saya harus mengangkat muka dan menjinjitkan kata-kata saya? Siapa yang sudah menempatkan kamu dalam posisi ujung tombak kami, sementara kami tetap kelaparan dan tak bisa menatap ujung hidungmu yang tak pasti arahnya itu. Kamu semua sama saja. Kamu hanya tembok-tembok penghalang yang menghalangi kami mengalir deras ke sumber kami yang tertinggi dimana ada jawaban. Kamu bending kami, kamu haling-halangi kamidengan segala pelayanan kamu yang manis sambil membunh kami

perlahan-lahan di tengah jalan seperti….

(43)

commit to user

d. Puncak

Peristiwa dalam naskah lakon Aum ini mengalami puncaknya dimulai

dari konflik antara Bupati dan Kepala keluarga. Konflik antara Bupati dan

Kepala keluarga terjadi karena kepala keluarga mendesak dengan berbagai

pertanyaan dari permasalahan ketidaklaziman yang dialami warganya.

Konflik pertama dimulai dari ketidaktahuan Bupati terhadap apa yang selama

ini dialami oleh para lelaki yang ada di udik. Padahal mereka sudah

menghadap dan berada dihadapan Bupati, tetapi Bupati tetap saja tidak

memperhatikan apa yang terjadi. Seperti nukilan dibawah ini.

Kep keluarga : Dulu. Dulu bertahun-tahun yang lalu ini memang salah satu dari pertanyaan kami yang nomor sekian. Dulu Pak. Sebagian bukan pertanyaan lagi, meskipun bagi Bapak memang pertanyaan. Ini hanya salah satu contoh saja bagaimana luka dalam batin kami karena terbawa setiap hari dan dikalahkan oleh luka-luka baru menjadi bagian dari perlengkapan kami yang sengaja kami lupa-lupakan. Pertanyaa ini sudah terlalu besar dan menutup mata kami semua, bagaimana mungkin kami memandangya lagi. Mata Bapak masih terbuka. Mata bapak-bapak hansip itu juga sebetulnya masih terbuka, tapi saya lihat dari tadi tak seorangpun yang benar-benar melihat apa sebenarnya yang ada disini. Yang ada pada lelaki-lelaki kami disini. Perhatikan perut mereka semuanya! (MEMERINTAH) Buka perut kamu semua.( Putu Wijaya, 1993 : 37)

Kepala keluarga merasa bahwa Bupati dan hansip-hansipnya sama

sekali tidak memperhatikan apa yang dialami oleh lelaki yang ada di udik.

Para lelaki semuanya hamil dan itu merupakan bagian dari sifat kepahlawanan

mereka terhadap keluarga. Hal itu merupakan pertanyaan yang ada sejak dulu

(44)

perhatiannya penguasa terhadap apa yang dialami oleh rakyatnya. Tetapi hal

itu tetap menjadi sebuah pertanyaan bagi Bupati.

Kepala keluarga datang kepada Bupati hanya untuk meminta

perlindungan dan jawaban pemecahan masalah dari persoalan yang selama ini

semakin menjejali orang-orang udik. Kepala keluarga semakin menjejali

dengan berbagai pertanyaan dan mengatakan bahwa banyak beribu-ribu orang

pemimpin hanya asal menjawab saja semua keluhan yang diutarakan oleh

rakyatnya tanpa memahami betul apa pangkal dari persoalan yang ada. Seperti

nukilan berikut.

Kep keluarga : Saya datang kemari seperti mereka juga, meminta perlindungan.

Bupati : Itu memang sudah pekerjaan saya, jangan khawatir.

Kep keluarga: Dan Bapak sudah menjawab apa yang mereka tanyakan, karena Bapak terpaksa harus menjawab demi jawaban Bapak.

Bupati : Tidak.

Kep keluarga : Pasti. Saya kenal beribu-ribu orang seperti Bapak dan semuanya sama.

Bupati : Tidak keliru.

Kep keluarga :Jangan bohong! Saya tahu semua!(Putu Wijaya, 1993 38)

Dimulai dari peristiwa-peristiwa inilah keadaan memuncak karena

Bupati merasa diremehkan dan disamakan dengan para pemimpin yang lain

yang hanya menjawab berbagai persoalan yang dialami rakyatnya dengan asal

jawaban saja. Bupati menjadi marah dengan ucapan Kepala keluarga diatas

dan keadaanpun menjadi semakin memuncak. Berbagai desakan pengaduan

(45)

commit to user

Kepala keluarga telah berusaha merusak metabolisme iklim yang sudah

terbangun. Seperti nukilan berikut.

Bupati : Aku belum menjawab! Jangan disangka setiap mulut ini terbuka sudah menjawab. Dan jangan mengira setiap orang harus mengikuti logika yang sudah kamu bangun dengan penuh prasangka sejak sebelum matamu melotot disini. Kamu sudah keliru tai kucing! Sekarang aku marah. Aku Bupati disini, aku akan jawab sekarang dengan terus terang bukan sebagai Bupati, tetapi sebagai manusia persis seperti kamu. Apa gunanya aku lari pagi ha-hu-ha-hu setiap hari tiga ratus putaran kalau bukan untuk mengamat-amati dan menyadarkan diriku bahwa aku berdarah, berkulit yang sama ringkihnya dengan kamu. Dengan kamu tai kucing!(Putu Wijaya, 1993 : 39)

Peristiwa ini membuat keadaan semakin tambah memuncak karena

Kepala keluarga terus saja mengajukan pertanyaan demi pertanyaan yang

semakin menyudutkan Bupati. Bupati dan hansip-hansipnya semakin merasa

kebingungan dengan berbagai pertanyaan yang terus saja keluar dari Kepala

keluarga yang memimpin rombongan orang-orang udik. Persoalan-persoalan

yang dihadapi oleh orang-orang udik ini sangat banyak dan kian hari klian

bertambah, tetapi Bupati menganggap bahwa itu hanyalah persoalan biasa

yang dilebih-lebihkan oleh Kepala keluarga.

Satu demi satu orang-orang udik mulai berteriak-teriak menyuarakan

apa yang selama ini mereka alami. Peristiwa itu dimulai dari Mawar yang

sudah tidak kuat menahan sakit dan penderitaan yang selama ini ia alami.

Seperti nukilan berikut.

(46)

bunyi kodok setiap malam ditengah sawah. Kemana arah-Mu bergerak sekarang memutar ciptaan-Mu yang tetap milik-Mu dari dulu sampai sekarang. Beri kami penjelasan! (MEMELUK BUNGKUSAN DAN MENCAKAR-CAKAR). (Putu Wijaya, 1993 : 44)

Ucok merasakan bahwa ia sudah tidak kuat menahan beban yang

selama ini ia alami. Ia ingin segera menghadap kepada Tuhan dan

menyampaikan secara langsung apa yang ia alami selama ini. Seperti nukilan

berikut.

Ucok : Bunuh kami semua sekrang kalau kau tak mau membuka misteri yang kau tebarkan sepanjang jalan yang bercabang berliku-liku sepanjang hidup kami yang kumuh dan mengejek makin keras setiap hari. Bendera kami melambai diatas kuburan yang melebar didesa yang tandus dan penuh dengan anak-anak yang membuka moncongnya sebagai setan yang putus asa. Kalau akhirnya Kau akan memasukkan kami kedalam got mapet supaya kami menghirup bau kami sendiri, sudah cukup, sudah lebih dari cukup, bunuh kami sekarang!(Putu Wijaya, 1993 : 44)

Salah satu dari orang udik juga merasakan malu terhadap apa yang ia

alami selama ini. Ia merasa malu terhadap anak-anaknya dan semua orang

karena alat kelaminnya lama-kelamaan berubah menjadi bencong dan ia tak

lagi punya malu tetapi memiliki nafsu seperti kebo. Ia juga ingin segera

mengakhiri hidupnya. Seperti nukilan berikut.

Orang udik : Aduh biungggggggg, sakitttttttt. Keburaman yang

(47)

commit to user

Pada peristiwa ini terjadi ketegangan yang luar biasa karena setiap

orang udik mulai dari mawar sampai salah satu dari orang udik ingin segera

mengakhiri hidupnya dan menanyakan langsung kepada Tuhan yang maha

kuasa tentang perihal yang mereka alami selama ini.

e. Peleraian

Peristiwa menginjak pada peleraian setelah semua orang

berteriak-teriak tak karuan meneriakkan apa yang selama ini mereka alami. Kemudian

terdengar bunyi gong dan suasana menjadi sunyi senyap. Kemudian Kepala

keluarga mengatakan kepada Bupati bahwa ia sudah tidak bisa lagi menguasai

mereka. Seperti terlihat pada nukilan berikut.

TERDENGAR BUNYI GONG, SEMUA JADI SUNYI

Kep keluarga : Bapak Bupati yang saya hormati, mohon ampun memimpin mereka bertahun-tahun. Aku bujuk mereka untuk menempuh jalur yang sudah kita setujui bersama ini. Meskipun dengan hati tertekan mereka sudah sampai kemari didepan Bapak. (Putu Wijaya, 1993 : 46)

Walaupun hansip mengatakan bahwa Bupati tidak ada, tetapi tetap saja

Kepala keluarga berbicara kepada Bupati bahwa mereka telah berusaha

menyelesaikan persoalan yang mereka alami. Mereka juga telah

menyampaikannya kepada Bupati. Tetapi mereka semua ingin segera

(48)

langsung kepada Tuhan tentang perihal yang mereka alami selama ini. Seperti

terlihat pada nukilanberikut.

Hansip II : Tidak ada Bapak disini.

Kep keluarga : Di depan Bapak. Dan Bapak lihat sendiri bagaimana mereka telah berusaha, kami telah berusaha dan aku

telah bekerja matia-matian. Jadi jangan nanti

mengatakan kami tidak berusaha. Sekarang ijinkan kami menempuh jalan kami sendiri langsung kehadapan-Nya menanyakan ini semua.( Putu Wijaya, 1993 : 46)

f. Akhir

Peristiwa ini berakhir ketika Kepala keluarga mulai melakukan

sembahyang menghadap kepada Tuhan dan mengungkapkan semua yang

telah dialami dan semua orang udik yang dipimpinnya. Kepala keluarga dan

orang-orang udik yang ia pimpin bertekad untuk menghadap langsung kepada

Tuhan untuk menanyakan perihal yang telah mereka alami selama ini. Seperti

terlihat dalam nukilan berikut.

(49)

commit to user

Tak satupun yang benar-benar telah terjawab. Dokter-dokter kami, professor kami, para cendekiawan, pemimpin-pemimpin redaksi, tokoh-tokoh masyarakat, para pejabat, bahkan juga orang-orang pinter kami yang arif dan bijaksana telah mencoba menjelaskan dengan segala upaya mulut mereka. Tapi semua itu ternyata belum memuaskan. Itulah sebabnya hari ini bagaikan orang murtad, bagai pemberontak dan pembangkang aku langsung mengetuk gerbang-Mu dan menanyakan langsung: Satu, Kenapa kelebatan sinar-Mu tidak sama besarnya dihati kami sehingga kami berkelahi sepanjang zaman. Dua. Dua a- Apa maksudmu yang sebenarnya. Dua b- Berapa lama semua ini akan berjalan seperti ini dalam kurung seorang anak pernah bertanya apakah Kamu benar-benar netral atau berpihak? Dan tiga pertanyaan yang terakhir, apa artinya segala yang mokal-mokal itu? (MENUNJUK KEBELAKANG KEARAH BUNGKUSAN PUTIH). (Putu Wijaya, 1993 : 47)

Setelah semuanya siap kemudian salah satu dari orang udik itu

membunyikan gong lalu kemudian bungkusan putih yang ada diturunkan dan

dibuka, ternyata berisikan makhluk ajaib. Yaitu seorang manusia yang

bertangan ribuan. Sekali lagi Kepala Keluarga meyakinkan orang-orang udik

yang dipimpinya untuk segera menghunus kerisnya dan bersiap-siap

melakukan bunuh diri agar supaya langsung bisa bertemu dan menghadap

(50)

Kep keluarga : Tuhan Seru Sekalian Alam, kini kami menanti jawaban-Mu. Ujung keris ini telah lama kami simpan. Apabila Kau pun tidak menjawab atau memberikan jawaban yang tidak menyalakan sesuatu yang terang dihati kami, izinkan kami mengakhiri perjalanan yang Kamu karuniakan ini, secara serentak, hari ini juga. Waktu yang kami berikan hanya sepuluh kali ketukan. Sesudah itu kami akan bunuh diri rame-rame.

Satu…..(Putu Wijaya, 1993 : 48)

Setelah itu semuanya dalam posisi bunuh diri dan Kepala Keluarga

terus saja menghitung satu persatu dari satu sampai sepuluh. Walaupun

disela-sela hitungan itu Bupati terus berbicara dan mengatakan bahwa ini hanya

kepentingan satu orang yang banyak menyeret orang-orang lain yang tidak

tahu apa-apa. Bupati berusaha meyakinkan bahwa ini semua tidak aka nada

gunanya. Tetapi Kepala keluarga dan orang-orang udik sudah bertekad untuk

bunuh diri ramai-ramai agar bisa langsung bertemu dan menghadap Tuhan

untuk menyampaikan apa yang mereka alami selama ini. Pada akhirnya

sampai pada hitungan kesepuluh mereka bunuh diri dengan menusukkan keris

mereka kedalam tubuhnya masing-masing.

Alur dalam naskah lakon Aum ini menggunakan alur rapat. Artinya

jalinan peristiwa yang sangat padu dlam sebuah karya, kalu peristiwa atau

kejadian dihilangkan maka keutuhan cerita akan terganggu. Menurut sifatnya,

dapat dikatakan sebagai alur maju atau alur progresif, yaitu jalinan peristiwa

dalam suatu karya sastra yang berurutan dan berkesinambungan, secara

kronologis dari tahap awal sampai akhir didasarkan pada pendapat Soediro

(51)

commit to user

2. Latar

a. Aspek Tempat dan Ruang

Peristiwa dalam naskah lakon Aum terjadi di depan rumah Bupati. Lebih jelasnya

gambaran mengenai setting ruang lakon ini secara rinci dideskrepsikan pada awal lakon.

“….SEJUMLAH ORANG TIDUR DI DEPAN RUMAH PAK BUPATI MEREKA

TAK MAU BERGERAKSEJENGKALPUN, SEBELUM BUPATI MENERIMA KEHADIRAN MEREKA. MEREKA TELAH TEGAK DISANA SEJAK TADI

SIANG.” (Putu Wijaya, 1993 : 1)

Dari penjelasan diatas tersurat bahwa peristiwa dalam naskah lakon ini terjadi atau

bertempat di kediaman Bupati.

b. AspekWaktu

Peristiwa dalam naskah lakon Aum di dalam naskahnya tidak dijelaskan

secara jelas kapan waktu kejadiannya. Hanya pada penjelasan cerita awalnya terdapat

cakapan sebagai berikut.

“SUBUH TURUN LAGI KE BUMI. SEORANG HANSIP YANG MASIH

SEGER MUNCUL UNTUK MENGGANTIKAN REKANNYA YANG TELAH SEMALAMAN SUNTUK BERJAGA-JAGA DI RUMAH

BUPATI”. (Putu Wijaya, 1993 : 1)

Dari cakapan diatas dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang terjadi dalam

naskah lakon Aum terjadi pada pagi hari sekitar waktu subuh.

Hal yang menunjukkan waktu kejadian lain dalam peristiwa pada naskah

lakon Aum ini juga terdapat dalam dialog Bupati sebagai berikut.

(52)

bertanya, terlalu banyak mengharapkan orang lain untuk menolongmu, meskipun itu semua juga cukup menjelaskan bahwa kamu semua juga rakyat biasa, seperti saya.(Putu Wijaya, 1993 : 50)

Dari dialog diatas menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi menunjuk aspek

waktu pagi seperti yang dinyatakan Bupati bahwa sekarang belum jam tujuh.

c. Aspek Suasana

Aspek suasana dalam cerita lakon ini dapat ditangkap dari

keterangan-keterangan dan dialog tokohnya. Pada prinsipnya aspek suasana dalam cerita lakon

ini adalah kondisi kesakitan yang dialami oleh orang-orang udik dilihat dari berbagai

segi dan pertanyaan dari kejadian yang mereka alami dan tak bisa mereka jawab

sehingga Nampak peristiwa yang dirasakan dari aspek suasana adalah kondisi

ketertindihan, jeritan, haru, kesedihan, dan keputusasaan.

Kondisi kesakitan yang dalam bisa dilihat dari dialog-dialog tokohnya, antara

lain dialog orang udik sebagai berikut.

Orang udik : Aduhhhh biungggg, sakittttt, keburaman yang sakit,

pertanyaan-pertanyaan yang menggepengkan dan merusak, tapi merayap perlahan-lahanseperti ingin menonton gigiku copot satu-satu, menyaksikan dengan cekikikan alat kelaminku berubah menjadi bencong dari hari keharisehingga anak-anakku sendiri jijik melihat kehadiranku yang mereka anggap tak bermalu tapi bernafsu seperti kebo, memaksakan zaman menerima bulu-bulu dan bau badanku yang mengotori udara sepanjang hari.(Putu Wijaya, 1993 : 45)

Kondisi suasana yang muncul dapat dilihat dari dialog orang udik yang

memperlihatkan kondisi kesakitan fisik, batin, dan mentalnya yang sangat luar biasa,

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat kecerdasan sosial mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling meningkat setelah mengikuti pelatihan dengan metode

Therefore we propose a method to design complete fuzzy rules of fuzzy model from training data using singular value decomposition.. The method is presented

Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru mata pelajaran IPS di SDN Gadang 4 Malang pada kelas IV masih dominan menggunakan metode ceramah, yang mana guru sebagai

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 2002 angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan

Segala factor pendukung tersebut tidak terlepas dengan adanya hambatan pula. Faktor penghambat pembiasaan beribadah yakni, 1) sarana dan prasarana yang ada sebagai

Hasil di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa saluran pemasaran ikan Patin segar dari produsen (pembudidaya) sampai konsumen akhir di Cindai Alus terdiri dari

Penerbitan sertifikasi Indikasi Geografis Kopi Arabika Kalosi Enrekang bisa dipertimbangkan dengan alasan sebagai berikut : Kopi Arabika Kalosi Enrekang berasal dari