• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis kasus percobaan pogging Penyert

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "analisis kasus percobaan pogging Penyert"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

isamiclawmoslemstudentsisamic

lawmoslemstudentsisamiclawm

oslemstudentsisamiclawmoslem

studentsisamiclawmoslemstude

ntsisamiclawmoslemstudentsisa

miclawmoslemstudentsisamicla

wmoslemstudentsisamiclawmosl

emstudentsisamiclawmoslemstu

dentsisamiclawmoslemstudentsi

samiclawmoslemstudents

isamiclawmoslemstudentsisamic

lawmoslemstudentsisamiclawm

oslemstudentsisamiclawmoslem

isamiclawmoslemstuden

ts

HUKUM PIDANA

Siti Sadiah

(2)

Daftar Isi

1. Percobaan ( pogging ) 3

2. Penyertaan 5

3. Perbarengan (Concurcus) 6

a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP) 6

b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP) 7

c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 64 KUHP) 7

1. PENYERTAAN (DEELNEMING/COMPLICITY) 8

a. Pembuat/Dader (Pasal 55) 8

b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56) 8

1. Pelaku (Pleger) 8

2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger) 9

3. Orang yang turut serta (Medepleger) 9

4. Penganjur (Uitlokker)/pembujuk 9

5. Pembantuan (Medeplichtige) 9

 Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming / Necessary

Complicity) 10

CONTOH KASUS PENYERTAAN 10

A. PENGERTIAN HUKUM 11

B. MACAM-MACAM SANKSI 11

C. ARTI PIDANA 11

D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA 11

E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL 12

F. DELIK 12

G. AZAS LEGALITAS 13

H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI 13

I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD 13

J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA 13

K. FUNGSI HUKUM PIDANA 13

š Fungsi Umum 13

š Fungsi Khusus 13

A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA 13

Delik kejahatan 14

(3)

b. Delik materil 14

B. SIFAT MELAWAN HUKUM 14

Sifat melawan hukum 14

Sifat melawan hukum formil 15

Sifat melawan hukum materil 15

Sifat melawan hukum materil fungsi negatif 15

Sifat melawan hukum materil fungsi positif 15

C. PELAKU TINDAK PIDANA (DADER) 15

SAMENLOOP/PERBARENGAN 16

A. SAMENLOOP AAN STRAFBAAR FEIT (CONCURSUS) 16

B. JENIS-JENIS SAMENLOOP 16

a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis) 16

b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut) 16

c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis) 16

C. STELSEL PEMIDANAAN DALAM SAMENLOOP 16

A. Stelsel Pokok 16

Absorptie Stelsel 16

Commulatie Stelsel 16

B. Stelsel Tambahan 16

Absorptie yang di pertajam 16

Commulatie sedang 17

RECIDIVE 17

A. TEORI-TEORI RECIDIVE 17

1) Recidive Umum 17

2) Recidive Tengah 17

3) Recidive Khusus 17

B. PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE 17

C. AJARAN UMUM 17

(4)

1. Percobaan ( pogging )

Contoh Kasus 1 :

Andik adalah seorang pegawai suatu kantor pos. Andik memiliki niatan untuk mencuri paket kiriman dikantor poss. Ketika jam kerja selesai dan teman – teman sekerjanya pulang Andik menyelinap dan bersembunyi dikamar mandi. Saat suasana sepi dia mencoba memilih paketan untuk di curi. Akan tetapi ternyata kepala kantor Andik masih belum pulang dan sesaat ketika mau pulang dengan tidak sengaja melihat andik berada didalam gudang. Karena curiga, kepala kantor pos menanyakan apa yang sedang dilakukan Andik. Berhubung ketahuan maka Andik tidak jadi mencuri. Karena kebingungan andik membuat alasan kalau sedang mengecek barang. Namun, kepala kantor tida percaya begitu saja. Dan memperkarakan ke meja hijau.

Analisis :

Kasus ini termasuk poging ( percobaan ), hal ini sesuai dengan dasar hukum yakni diatur didalam KUHP pasal 53 :

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. Hasil identifikasi dalam kasus ini adalah sebagai berikut :

1. Andik berencana untuk mencuri pos paket 2. Andik masuk ke kamar mandi

Hal sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena dengan masuknya andik ke kamar mandi adalah awal dari pencurian itu.

3. Masuk ke Gudang

Saat masuk ke gudang dan memilih barang sudah merupakan kelanjutan dari permulaan. 4. Andik ketahuan saat mau melakukan kejahatan

(5)

Dari contoh kasus fiktif trsebut, termasuk serangkaian perbuatan yang telah dilakukan Andik untuk melaksanakan kehendaknya dengan misi mencuri pos paket.sehingga andik dapat dikenakan pidana sesuai pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap percobaan ini adalah dikurangi 1/3 dari pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim. Jika hakim menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, maka hukuman yang harus dijalani andik adalah 6 tahun hukuman penjara.

Contoh Kasus 2 :

BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan umum hampir terjadi lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencoba memerkosa penumpangnya, B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot.

Percobaan pemerkosaan itu terjadi pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore. ”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Imron Ermawan di Cibinong, Kamis (26/1/2012).

Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri. Di dalam angkot masih ada tujuh penumpang.

Namun, satu per satu penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku meminta korban yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga.

Setelah korban duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat sepi di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku kemudian memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot.

(6)

”Korban pulang naik ojek, lalu menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka melapor kepada kami. Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar Imron.

Analisis :

Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa supir angkot telah melanggar kasus pidana pada pasal 53 ayat (1) :

“Mencoba melakukan dipidana, jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”

Pelaku yang berupaya mencoba memperkosa korban dan berhenti tidak jadi memperkosa karena ada seseorang yang sedang lewat dan mendekati pelaku. Hal ini dapat dianalisis dari kejadian di atas adalah :

Sopir angkutan berencana untuk memperkosa siswi kelas III SMP. Sopir angkot mencoba memperkosa siswi tersebut, tapi kejahatan yang dilakukan sopir angkot belum sepenuhnya selesai, karena ditengah aksinya sopir angkot melihat orang lewat dan berupaya untuk mendekatinya, pelaku yang berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan korban di jalan. Inilah yang kemudian disebut percobaan dalam hukum pidana.

Dari kejadian diatas maka pelaku dihukum 10 tahun penjara. Hal ini dikarenakan hukuman yang dijatuhkan hakim yaitu 15 tahun dikurangi 1/3nya yaitu 5 tahun.

Kesimpulan :

Dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa tergolong Percobaan yang terhenti. Hal ini dikarenakan bahwa dalam aksi kejahatannya belum selesaii sampai akhir dan terhenti saat melakukan aksinya.

Jadi yang dimaksud dengan Percobaan (Poging) adalah Bentuk kejahatan yang

dilakukan oleh seseorang yang berupaya jahat kepada orang lain atau hal lain dan

belum selesai dalam menjalankan aksinya / sudah selesai aksinya, namun tidak

sesuai dengan rencana awal (niat) maka akan dipidana.

2. Penyertaan (Deelneming)

Contoh Kasus 1 :

(7)

Kemudian ihsan lari kerumah rekannya untuk bersembunyi. Setelah itu Ihsan menghitung uang hasil rampokan, dan memberikan uang kepada rekannya yang bernama Rahmad Syamsurizal dan istrinya Eni Erawati senilai 10 juta sebagai uang tutup mulut dan ucapan terima kasih telah disediakan tempat untuk bersembunyi. Naas selang beberapa hari mereka bertiga tertangkap dan di sidangkan di pengadilan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut Ihsan dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan

Rahmad Syamsurizal bersama istrinya, Eni Erawati ,hany a dituntut tiga tahun, karena tidak terlibat langsung .

Dalam tuntutannya, JPU Gusnefi menyebutkan, kalau Ihsan sudah melanggar pasal 365 ayat 2 KUHP, dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1

KUHP. Terdakwa melakukan perampokan dan memiliki senjata tanpa izin. Ancaman hukuman 12 tahun, setimpal dengan perbuatannya,” jelas Gusnefi. Sementara, Rahmad dan Eni tidak dihukum berat dikarenakan keduanya tidak ikut serta dalam perampokan. Keduanya hanya menikmati hasil perampokan, serta menyediakan tempat bagi perampok untuk

berkumpul. JPU menyebutkan, Eni dan Rahmad menerima hasil rampokan senilai Rp10 juta, yang dibelikan perhiasan emas dan uang tunai Rp1,1 juta.

Setelah membacakan tuntutan, ketiganya langsung digiring menuju sel tahanan. Ihsan, Rahmad dan Era, diberikan waktu seminggu untuk menyusun pembelaannya secara tertulis, dan akan dibacakan pada sidang, Senin depan. Bagaimana nasib anak-anak, kalau saya dan uda dipenjara. Mereka mau mengadu sama siapa,? jelas Era sembari menangis.

Analisis :

Terdakwa Ihsan dikenai pasal 55 ayat (1) karena tindak pidananya ini termasuk dalam kasus penyertaan yang pelakunya lebih dari satu orang, sehingga memenuhi rumusan pasal tersebut yang berbunyi :

Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

(8)

Kedua terdakwa lain, Rahmad dan Eni, meski tidak terlibat langsung dalam perampokan yang dilakukan terdakwa Ihsan, tapi mereka ikut membantu menyediakan tempat bagi terdakwa Ihsan serta menikmati hasil rampokan. Maka, terdakwa Rahmad dan Eni termasuk dalam istilah medeplegen (turut melakukan) dari pasal 56 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Bekerja sama ini terjadi sejak mereka merancang niat untuk bekerja sama untuk melakukan perampokan. Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.

Untuk hukumannya dujelaskan pada pasal 57 :

(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga. (2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.

(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.

Contoh Kasus 2 :

Suatu ketika Rohim berjalan-jalan di mall bersama temannya Rina. Saat jalan2 dia tertarik pada sepatu New Era keluaran terbaru dan melihatnya, sepatu itu Rp. 300 ribu. Disaat bersamaan ada pembeli lain yang akan membeli sepatu tersebut. Karena sakit perut, Pembeli pergi ke toilet dan menitipkan barang tersebut di toko. Karena uang yang dimilki Rohim tidak ckup, maka dia ingin mengambil sepatu yang sudah dibayar pembeli lain itu dengan menyuruh Rina temannya. Dia

menyuruh mengambil sepatu yang sudah dibelinya, padahal yang membeli adalah orang lain.

Karena Rina tidak tahu dia langsung mengambil saja sepatu itu dikasir. Karena pengamanan yang tidak begitu ketat, kasir begitu percaya saja dan memberikan sepatunya kepada Rina. Tidak lama kemudian pembeli yang sudah membayar datang dan mengambil sepatu. Seketika itu Rina sudah sampai di depan toko dan kasir berusaha mengejar dan memberhentikan Rina. Rina ditangkap dan dimintai keterangan oleh satpam mall. Dan tidak lama kemudian Rohim juga ditangkap saat mau keluar mall.

(9)

Dari contoh kasus diatas, maka Kejahatan tersebut dapat dikenakan kasus pidana penyertaan

yang diatur KUHP pasal 55 dan pasal 56 yaitu hanya pada Rohim saja. Untuk Rina tidak dihukum berdasarkan pasal 66 KUHP :

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.

Hal di atas karena Rina hanya orang yang disuruh dan tidak tahu kalau dibohongi jika sepatu tersebut adalah milik Rohim.

Rohim dikenai hukuman sebagaimana pelanggaran yang dilakukan Rina. Hal ini dikarenakan pelaku atau otak kejahatan adalah Rohim, sehingga Rohim dihukum sesuai pasal 55 :

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Kesimpulan

Kasus yang melibatkan lebih dari satu orang pelaku disebut penyertaan, dan

biasanya terdapat dalam kasus perampokan.

Perampokan adalah pencurian yang diketahui oleh orang lain dan mengancam orang tersebut dengan kekerasan. Pada kasus di atas, pelaku terdiri lebih dari satu orang, dan si pelaku utama mencuri dengan menggunakan kekerasan.

Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP, sedangkan pembantuan diatur dalam pasal 56,57 dan 60 KUHP . Menurut pasal 55 KUHP terdapat 4 yang dapat dikategorikan sebagai pelaku dalam tindakan penyertaan yaitu:

1. Orang yang melakukan (dader)

(10)

4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)

Untuk setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan sengaja membujuk memperoleh hukuman yang sama. Turut serta memiliki hal yang berbeda dengan pembantuan. Dalam perbuatan turut serta mengikat siapapun yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.

Jadi yang dimaksud dengan Penyertaan adalah seseorang yang melakukan, yang

menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kejahatan yang

telah direncanakan sebelumnya oleh pelaku kejahatan.

3. Perbarengan (Concurcus)

a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)

Contoh Kasus 1 :

Karena nafsu yang tidak tertahan karena habis melihat film Porno tadi malam, sebut saja RD telah meluapkan nafsunya pada anak dibawah umur, sebut saja bunga. Peristiwa ini terjadi saat bunga dan teman-temanya bernain dilapangan. RD sedang jalan2 meihat pemandangan, karena keadaan sepi, RD mendekati Bunga, karena hanya dia yang dianggap cantik dan memiliki tubuh yang agak besar dari teman lainnya, RD langsung melucuti pakaiannya terus memperkosa gadis 10 tahun itu di depan teman-temannya. Teman-temannya tidak bisa apa-apa karena sudah diancam RD sebelumnya.

Analisis :

RD telah melanggar tindak pidana, disamping memperkosa dimuka umum (pasal 281) :

Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;

2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan

dia juga telah melanggar pasal 290 tentang perbuatan cabul yaitu : Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

(11)

2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin

3. - Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa RD telah melanggar KUHP pasal 63 mengenai Perbarengan yang berbunyi :

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

Maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang dijatukan kepada RD adalah hukuman yang terberat yaitu pada pasal 290, hukumannya adalah maksimal 7 tahun penjara.

Contoh kasus 2

DM ingin merampok rumah majikannya sebut saja namanya ED. Niatnya dilakukan pada hari jumat pukul 12.00 tepatnya saat ED sedang lengah menyelesaikan arsip / berkas kantor hariannya. Kemudian DM mulai memasuki rumah ED dan mulai menjalankan aksinya tersebut. Saat DM melihat-lihat sekelilig rumah majikannya, keadaan rumah majikannya begitu sepi dan mendorong niat untuk mencuri semakin kuat. Alhasil perbuatannya dilihat oleh majikannya. Dan majikannya berteriak keras. Tapi untuk menghentikan teriakannya itu maka DM membungkam mulut majikannya, tapi majikannya semakin meronta keras. tanpa piker panjang DM menghabisi sang korban dengan tusukan tepat diperutnya menggunakan pisau di atas

meja. Seketika itu korban mati dan DM menguras habis harta benda seluruh isi rumah.

Analisis :

Berdasarkan peristiwa di atas maka dapat dianalisis bahwa Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara :

(12)

Berdasarkan ancaman hukuman diatas maka hukuman terberat adalah ancaman hukuman pembunuhan yaitu 15 tahun. Sehingga Pelaku dihukum menggunakan asas sistem absorpsi. Kesimpulan :

Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Idealis adalah seseorang yang melakukan

satu perbuatan tetapi melanggar lebih dari satu pasal dalam KUHP atau UU

lainnya, dengan hukuman yang dijatuhkan adalah yang terberat dari pasal-pasal

yang mengaturnya (sistem absorpsi).

b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)

Contoh Kasus 1 :

Argo adalah pelaku pencurian dirumah mewah perumahan di Royal Regency. Mereka tidak

hanya mencuri, tetapi memperkosa anak Pemilik rumah yang berumur 17 tahun dengan

menampar terlebih dulu sampai pinsan. Dan juga membunuh satpam dengan tembakan

karena mencoba melawan. Keesokan harinya pelaku dapat dibekuk oleh polisi setempat. Dan akhirnya pelaku di sidang di pengadilan Surabaya. Para keluarga korban meminta agar pelaku di hukum berat dengan hukuman mati.

Analisis :

Berdasarkan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaku Argo telah melakukan tindak pidana berupa :

1. Pencurian 2. Pemerkosaan 3. Pembunuhan

Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Dengan hukuman 5 tahun penjara. Ke-2 yaitu tentang pemerkosaan (pasal 290) dengan hukuman 7 tahun penjara dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

(13)

terberat (5 tahun ) yaitu 20 tahun. Oleh karena itu, maksimal hukuman yang diberikan

Argo maksimal 20 tahun penjara.

Kesimpulan :

Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Realis adalah seseorang yang melakukan

tindak pidana lebih dari 1 kejahatan yang berbeda dan dapat disidangkan

sekaligus dalam 1 waktu bersamaan dengan system hukuman pidana tidak boleh

lebih dari hukuman terberat yang ditambah 1/3 dari hukuman terbarat (sistem

absorpsi terberat).

c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 64 KUHP)

Contoh Kasus 1

Andik memegang uang kasnya budi, karena tergiur jumlahnya yang banyak yaitu Rp. 600.000.000, 00. Maka andik berniat untuk bisa menguasai kesemua uang tersebut. sehingga dengan niat yang kuat dan menggebu – gebu, Andik berniat untuk mencuri uang kas tersebut. maka untuk mewujudkan niatnya, andik mulai melaksanakan kehendaknya untuk mencuri uang kas tersebut. agar budi tidak curiga dan perbuatannya tercapai, maka ia mengambil uang kas tersebut, secara bertahap / beberapa kali namun dalam interval waktu yang tak lama yakni selama 3 hari. Dengan cara hari pertama mengambil 200.000.000,00 hari ke 2 mengambil 200.000.000,00 dan hari ke – 3 mengambil 200.000,00,00. Sehingga jumlah uangnya genap Rp. 600.000.000. 00.

Analisis :

Contoh diatas termasuk perbuatan lanjutan karena :

1. Andik melakukan perbuatannya untuk mencuri uang tersebut dengan cara berulang 2. Perbuatan berupa kejahatan / pelanggaran yang berdri sendiri

3. Ada kaitannya / hubungan antara satu keputusan kehendak yang dilarang, perbuatannya sejenis yakni ingim mencuri uang kas, dan interwaktunya juga tidak terlalu lama yakni dalam kurun waktu 3 hari dengan tujuan mencuri / menguasai uang sebesar Rp. 600.000.000,00.

Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :

(14)

masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.

Contoh Kasus 2 :

Dio ingin mencuri suatu tumpukan batu bata, akan tetapi Dio tidak sanggup mengangkut batu itu sekali jalan. Jadi, Dio terpaksa beberapa kali mondar mandir dengan gerobaknya untuk mengangkut batu bata itu semuanya. Perbuatan mencuri batu bata itu dapat dia selesaikan dalam interval waktu yang tidah terlalu lama.

Analisis :

Dari hal-hal tersebut maka point yang menjadi pegangan untuk menyebut adanya

suatu perbuatan berlanjut adalah :

Terdakwa melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) yang

sejenis, berasal dari satu keputusan kehendak dan dilakukan dalam tenggang

waktu yang tidak terlalu lama.

Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :

“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.

Kesimpulan :

Berdasarkan ke-2 contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya perbuatan lanjutan adalah suatu bentuk perbutan yang berupa kejahatan / pelanggaran yang dilakukan secara

berulang – ulang serta dilakukan oleh seseorang dalam waktu interval yang tidak terlalu

lama.

Follow “Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)”

Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)

Berbuat Baik Di Manapun Kaki ini Melangkah

Buat situs dengan WordPress.com

(15)

RINGKASAN HUKUM PIDANA TENTANG PERCOBAAN, PENYERTAAN GABUNGAN TINDAK PIDANA ( 2P2G )

1. PENYERTAAN (DEELNEMING/COMPLICITY)

Penyertaan Menurut KUHP

Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu :

a. Pembuat/Dader (Pasal 55)

yang terdiri dari : 1) pelaku (pleger);

2) yang menyuruhlakukan (doenpleger); 3) yang turut serta (medepleger);

4) penganjur (uitlokker).

b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56)

yang terdiri dari :

1) pembantu pada saat kejahatan dilakukan; 2) pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

1. Pelaku (Pleger)

Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.

1. Orang yang bertanggungjawab (peradilan Indonesia);

2. Orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang, tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung. (peradilan belanda);

3. Orang yang berkewajiban mengakhiri keadaan terlarang (pompe); Pengertian pembuat menurut pakar :

a. Tiap orang yang melakukan/menimbulkan akibat yang memenuhi rumusan delik ((MvT), Pompe, Hazewinkel Suringa, van Hattum, Mulyatno);

(16)

Kedudukan pleger dalam pasal 55 KUHP : Janggal karena pelaku bertanggungjawab atas perbuatannya (pelaku tunggal) dapat dipahami :

• pasal 55 menyebut siapa-siapa yang yang disebut sebagai pembuat, jadi pleger masuk didalamnya) (Hazewinkel Suringa);

• Mereka yang bertanggungjawab adalah yang berkedudukan sebagai pembuat (Pompe)

2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)

Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor intellectualis).

Unsur-unsur pada doenpleger adalah: a. alat yang dipakai adalah manusia; b. alat yang dipakai berbuat;

c. alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiel) tidak dapat dipertanggungjawabkan, adalah:

a. bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (Pasal 44); b. bila ia berbuat karena daya paksa (Pasal 48);

c. bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 (2)); d. bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delik;

e. bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatan ybs.

Jika yang disuruhlakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur maka tetap mengacu pada Pasal 45 dan Pasal 47 Jo. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

3. Orang yang turut serta (Medepleger)

Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.

Turut mengerjakan sesuatu, yaitu :

(17)

3. Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik. Syarat adanya medepleger, antara lain :

a. ada kerjasama secara sadar kerjasama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.

b. ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik ybs. Kerjasama secara sadar :

1. Adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang dilakukan; 2. Untuk bekerjasama;

3. Ditujukan kepada hal yang dilarang oleh undang-undang.

Kerjasama/pelaksanaan bersama secara fisik : Kerjasama yang erat dan langsung atas suatu perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.

4. Penganjur (Uitlokker)/pembujuk

Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan (Pasal 55 (1) angka 2 KUHP).

Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruhlakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara.

Namun perbedaannya terletak pada :

a. Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yang tersebut dalam undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruhlakukan menggerakkannya dengan sarana yang tidak ditentukan;

b. Pada penganjuran, pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan, sedang dalam menyuruhkan pembuat materiel tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pergerakan menurut doktrin, antara lain :

a. ¬Penggerakan yang sampai taraf percobaan (Uitlokking bij poging);

b. Penggerakan dimana perbuatan pelaku hanya sampai pada taraf percobaan saja; c. ¬Penggerakan yang gagal (mislucke uitlokking);

(18)

f. Pelaku sama sekali tidak tergerak untuk melakukan delik. Syarat penganjuran yang dapat dipidana, antara lain : a. ada kesengajaan menggerakkan orang lain;

b. menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP; c. putusan kehendak pembuat materiel ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut; d. pembuat materiel melakukan/mencoba melakukan tindak pidana yang dianjurkan;

e. pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan Penganjuran yang gagal tetap dipidana berdasarkan Pasal 163 KUHP.

5. Pembantuan (Medeplichtige)

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis :

a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Ini mirip dengan medeplegen (turutserta), namun perbedaannya terletak pada: 1) pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan;

2) pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turutserta, orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri; 3) pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana;

4) Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama.

b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran (uitlokking).

Perbedaannya pada niat/kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula/tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.

 Pertanggungjawaban Pembantu

(19)

Namun ada beberapa catatan pengecualian :

a. pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana:

- membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 (4)) dengan cara member tempat untuk perampasan kemerdekaan,

- membantu menggelapkan uang/surat oleh pejabat (Pasal 415), - meniadakan surat-surat penting (Pasal 417).

b. pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu tindak pidana: - membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 (3)), - dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349).

Sedangkan pidana tambahan bagi pembantu adalah sama dengan pembuatnya (Pasal 57 ayat (3)) dan pertanggungjawaban pembantu adalah berdiri sendiri, tidak digantungkan pada pertanggungjawaban pembuat.

Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming / Necessary

Complicity)

Penyertaan yang tak dapat dihindarkan terjadi apabila tindak pidana yang dilakukan tidak dapat terjadi tanpa adanya penyertaan dengan orang lain. Jadi tindak pidana itu terjadi kalau ada orang lain sebagai penyerta.

Delik-delik yang termasuk dalam kategori ini adalah :

a. menyuap/membujuk orang lain untuk tidak menjalankan hak pilih (Pasal 149); b. membujuk orang lain untuk masuk dinas militer negara asing (Pasal 238); c. bigami (Pasal 279);

d. perzinahan (284);

e. melakukan hubungan kelamin dengan anak perempuan di bawah 15 tahun (Pasal 287); f. menolong orang lain untuk bunuh diri (Pasal 345).

CONTOH KASUS PENYERTAAN

Sidang Korupsi : Vonis Ketua KPU Dibacakan Hari Ini

(Jakarta, 14 Desember 2005 09:46)

(20)

Jakarta. Majelis Hakim yang diketuai oleh Kresna Menon direncanakan membuka persidangan pada pukul 09.00 WIB.

Pada persidangan yang berlangsung Rabu 16 November 2005, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nazaruddin Syamsuddin delapan tahun enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi di KPU terkait pelaksanaan Pemilu 2004.

"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melakukan perbuatan yang diatur dalam dakwaan kesatu primer, JPU menggunakan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor

20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana dengan melakukan tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara," kata Tumpak Simanjuntak salah satu anggota tim JPU saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, minggu lalu.

Selain melanggar pasal tersebut, kata JPU, terdakwa juga dianggap telah melanggar pasal 11 UU No31/1999 jo UU 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana Jo pasal 64 KUH

Pidana sebagai dakwaan kedua primer.

"Kami juga menuntut agar Majelis Hakim menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp450 juta subsider enam bulan penjara, dan membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp14,1 miliar yang ditanggung renteng dengan terdakwa dalam kasus yang sama yaitu Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin," ujar Tumpak.

Bila Nazaruddin tidak dapat membayar uang ganti rugi itu maka pidana penjara akan ditambah selama empat tahun. Pada dakwaan pertama primer unsurnya adalah setiap orang secara melawan hukum melakukan unsur perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

korporasi yang merugikan keuangan negara dan perekonomian. Sedangkan unsur dalam dakwaan kedua primer adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah yang maka hadiah itu berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangannya yang berhubungan

dengan jabatan. Sementara pasal 55 ayat (1) ke 1 mengenai penyertaan dalam tindak pidana

dan pasal 64 KUHP mengenai perbuatan berlanjut.

(21)

"Saya kaget bahwa dakwaan yang ditujukan kepada saya berhubungan dengan pengadaan asuransi. Apa yang terjadi sebenarnya adalah bahwa pleno KPU telah menyetujui anggaran untuk asuransi," kata Nazaruddin Sjamsuddin.

Sementara mengenai dakwaan perihal pengumpulan dana dari rekanan, dosen ilmu politik Universitas Indonesia itu menyatakan bahwa KPU tidak pernah mengadakan rapat pleno untuk mengatur cara-cara di luar aturan perundangan-undangan agar dana anggaran KPU dapat turun dengan mudah atau lancar.

"Pleno tidak pernah mempengaruhi rekanan pemenang tender. Pleno berbicara tentang spesifikasi kebutuhan yang diinginkan dan harga yang wajar," tambahnya.

Dalam bagian lain dari pledoinya, Nazaruddin mengaku merasa sedih karena semua kerja keras yang dilakukannya bersama anggota KPU untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu,-- yang dinilai pihak luar negeri berhasil-- justru berujung musibah bagi institusi yang dipimpinnya. [TMA, Ant]

Label: Hukum Pidana

Aslan Corp Copyright 2010© Ilmu Kuliah. All rights reserved. http://aslanilmukuliah.blogspot.com/2010/01/ringkasan-hukum-pidana-tentang.html

"Yakinkan Diri Dengan Doa, Maksimalkan Karya Dengan Usaha, Pastikan Sampai Pada Cita-Cita - Yakin Usaha Sampai-."

Jumat, 04 Juni 2010

RINGKASAN MATERI HUKUM PIDANA

A. PENGERTIAN HUKUM

Menurut S.K.Amien, SH.

Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.

Contoh: Pasal 338 KUHP "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain " (norma), dipidana setinggi-tingginya 15 tahun karena pembunuhan" (sanksi).

B. MACAM-MACAM SANKSI

Macam-macam sanksi ada 3:

(22)

2) Administrasi (turun pangkat atau jabatan) 3) Pidana (penderitaan atau nestapa)

· Pidana merupakan sanksi yang terberat

· Pidana merupakan "Ultimum Remedium", yaitu hukuman pidana merupakan obat terakhir, jadi apabila suatu masalah masih bisa diselesaikan dengan hukuman yang ringan seperti dalam perdata dan administrasi, maka janganlah dulu diselesaikan dengan hukuman pidana.

C. ARTI PIDANA

Pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dilimpahkan oleh instansi yang berwenang kepada seseorang yang telah melanggar hukum pidana

D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Pengertian hukum pidana menurut para ahli hukum: Menurut Prof. Muljatno, SH.

Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yamg mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu (pidana mati, penjara, dan kurungan) bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Menurut Ridwan Syahroni, SH.

Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang merupakan tindak pidana atau delik dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan bagi yang melakukannya.

Ø Hukum Pidana

1) Dalam Arti Obyektif (Ius Poenale, Hukum Positif)

(23)

- Terbagi menjadi 2: Hukum Pidana Materil

Berisi tentang ketentuan perbuatan apa yang dilarang, siapa yang dapat dihukum dan berapa hukuman bagi pelanggarnya. Pada umumnya, terdapat dalam KUHP, UU diluar KUHP, dan mengandung ketentuan-ketentuan pidana

Contoh: Pasal 338 KUHP

§ Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain § Orang yang melakukan tindak pidana tersebut § Setinggi-tingginya 15 tahun

Hukum Pidana Materil terbagi 2 : o Hukum Pidana Umum

o Hukum Pidana Khusus

Cara mempertahankan hukum pidana materil : · Penyidik: 20 hari + 40 hari = 60 hari

· Jaksa: 20 hari + 50 hari = 70 hari · Hakim: 30 hari + 60 hari = 90 hari Hukum Pidana Formil

Berisi bagaimana cara negara atau pemerintah dengan alat-alat kekuasaannya dapat membawa pelaku ke pengadilan

2) Dalam Arti Subyektif (Ius Poenandi)

Hukum Pidana adalah Himpunan peraturan-peraturan yang memberi hak kepada negara untuk mengancam dengan pidana bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana kemudian memberi hak kepada negara untuk menghukum orang tersebut

E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL

Hubungan hukum pidana materi dengan hukum pidana formil sangat erat sekali, karena tanpa hukum acara pidana (hukum formil), hukum pidana materil tidak berlaku atau tidak ada artinya

F. DELIK

è Delik merupakan tindak pidana

(24)

è Dalam sistem hukum pidana sekarang, delik dibagi menjadi 2: § Tindak pidana kejahatan ( Buku II )

§ Tindak pidana Pelanggaran ( Buku III )

è Bagaimana untuk menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana?

Jawab: Untuk menentukan perbuatan mana yang dipandang sebagai delik atau tindak pidana, kita menganut "Principle Of Legality" (azas legalitas) yang tertulis dan yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Undang-undang menyebutkan sedemikian rupa dengan tegas ( Principle of legality" nollum delictum nulla poena praevia lege poenale")

è Isi pasal 1 ayat 1 KUHP:

" Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali atas kekuatan UU yang telah ada terlebih dahulu sebelumnya atau dari perbuatan tersebut "

è Ini berarti bahwa tiap-tiap perbuatan pidana atau tindak pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada dan berlaku bagi terdakwa

è Pasal 1 ayat 1 ini mengandung 3 makna: Æ Undang-undang hukum pidana harus tertulis

Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut

Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi (kias)

è Maksud hukum pidana tidak berlaku surut itu adalah berarti Undang-undang berlaku ke muka atau ke depan bukan ke belakang

Contoh: Kumpul kebo

- Kala terjadi perubahan UU diberlakukan bagi yang diberuntungkan olehnya (tersangka)

è Ketiga makna diatas dapat diketahui dari kalimat pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk mengetahui bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana, UU harus menyebutnya sedemikian rupa sehingga dilarang dan diancam dengan pidana

è Darimana kita mengetahui bahwa subyek hukum pidana adalah manusia? Dapat diketahui dari: 1) Rumusan pasal-pasal KUHP sendiri yang selalu memulai dengan kata barang siapa

2)Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang jenis-jenis hukuman pokok, terdiri dari: A. Hukuman mati

(25)

D. Hukuman denda

Æ Hukuman tambahan terdiri dari:

§ Pencabutan hak-hak tertentu. Contoh: hak untuk dipilih

§ Perampasan barang-barang tertentu (alat kejahatan dan barang hasil kejahatan) § Pengumuman putusan hakim

G. AZAS LEGALITAS

Æ Azas legalitas berasal dari bahasa latin " Nullum Delictum Nulla Poena Praevia Lege Poenale " oleh Van Feverbach

Æ Azas Nullum Delictum terdiri dari:

§ Nulla Poena Sine Lege ( tanpa uu pidana pun tidak ada )

§ Nulla Poena Sine Crimine ( tanpa kejahatan pidana pun tidak ada )

§ Nulla Crimine Sine Poena Legale ( jika pidana tidak ditetapkan dalam uu )

H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI

Æ Azas let temporis delicti: Apabila Undang-undang yang berlaku baru itu menguntungkan bagi terdakwa yang berarti UU yang diberlakukan adalah UU yang ada pada saat tindak pidana itu diberlakukan, maka pasal 1 ayat 2 KUHP boleh berlaku surut.

Æ Isi pasal 1 ayat 2 KUHP adalah:

" Jika ada perubahan dalam Undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan "

Æ Pasal 1 ayat 2 KUHP oleh para sarjana disarankan agar dihapuskan saja karena memberikan pendidikan yang tidak baik (tidak ada kepastian) mereka menghendaki agar diberlakukan azas legalitas.

I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD

"Azas been strap zonder schuld" adalah tidak dipidana tanpa kesalahan Æ Azas ini tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum pidana

Æ Apakah seseorang yang telah melakukan tindak pidana harus dihukum? Jawab : "Tidak"

Alasannya : Dalam hukum pidana dianut azas yang tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum pidana tersebut yaitu "azas been strap zonder schuld"

(26)

- mengapa regu penembak mati amrozi tidak dihukum? Jawab: karena ia melaksanakan UU dan membela diri

J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Dasar-dasar / alasan-alasan penghapus pidana adalah hal-hal atau keadaan yang menyebabkan seseorang yang telah jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum.

Contoh: orang gila dan regu penembak hukum pidana mati Yang dimaksud tanpa kesalahan itu bagaimana?

Jawab: ialah orang yang jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum karena adanya alasan-alasan/ dasar-dasar penghapus pidana

Dasar-dasar/ alasan-alasan penghapus pidana terbagi 2: a) Dasar pemaaf

§ Pasal 44 KUHP

§ Dasar-dasar yang menghapuskan kesalahan tersangka / terdakwa karena dia tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menurut UU dengan kata lain (gila), jadi kesalahannya dimaafkan, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Artinya, jika orang yang sehat yang melakukannya, maka akan dihukum

§ Contoh: orang gila b) Dasar pembenar

§ Pasal 48,49,50,51 KUHP

§ Dasar / alasan yang menghapuskan atau menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga perbuatan tersebut dianggap patut dan benar

§ Contoh: regu penembak hukum pidana mati

K. FUNGSI HUKUM PIDANA

š Fungsi Umum

(27)

š Fungsi Khusus

Ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya

A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA

Didalam KUHP ada 3 buku: o Buku I tentang Ketentuan Umum o Buku II tentang Kejahatan o Buku III tentang Pelanggaran

Menurut KUHP ada 2 jenis tindak pidana:

1 Tindak pidana kejahatan (buku II KUHP) = Delik Hukum (Recht Delictum) 2 Tindak pidana pelanggaran (buku III KUHP) = Delik UU (Wets Delictum) Perbedaan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran adalah:

Delik kejahatan

adalah suatu perbuatan yang meskipun tidak tertulis dalam Undang-Undang sebagai perbuatan pidana, tetapi ada perasaan hukum (adil tidak adilnya dapat dirasa) / telah dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Dan ancamannya lebih berat daripada pelanggaran.

Delik pelanggaran

adalah perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumya dapat diketahui setelah ada UU yang menentukan demikian. Dan ancamannya ringan sehingga tidak dapat dirasakan oleh si pelanggar. Menurut Doktrin, delik terbagi :

I a. Delik formil

suatu delik atau tindak pidana yeng telah dianggap selesai terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.

(28)

b. Delik materil

suatu delik yang telah dianggap selesai apabila telah dianggap selesai terlaksana dengan timbulnya akibat dari perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.

Contoh: pasal 338 KUHP (tentang pembunuhanan)

II a. Delik laporan (biasa) / delik bukan aduan: suatu delik yang penuntutannya tidak disyaratkan / diperlukan adanya pengaduan dari pihak korban / cukup laporan.

Contoh: pencurian.

b. Delik aduan (klacht delict): suatu delik yang penuntutannya disyaratkan adanya pengaduan dari pihak korban

Contoh: pasal 284 KUHP tentang zina (overspel) · Delik aduan ini terbagi menjadi 2, yaitu:

Delik aduan absolut / mutlak: tidak dapat dibelah artinya apabila dituntut satu maka dituntut semua.

Delik aduan relatif / nisbi: dapat dibelah artinya dituntut salah satu saja karena yang lainnya masih ada hubungan keluarga / darah.

Contoh: Pencurian dalam keluarga, penggelapan, atau penipuan.

III a. Delik sederhana: yaitu delik yang merupakan delik pokok yang terdiri atas beberapa unsur. Contoh: Pasal 338 KUHP, unsurnya:

§ dengan sengaja

§ menghilangkan nyawa orang lain

b. Delik yang dikualifikasikan: suatu delik yang unsurnya sama dengan unsur delik pokok, ditambah dengan unsur lain sehingga menjadi lebih berat.

Contoh:

1 Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yang unsurnya: - Dilakukan dengan sengaja

- menghilangkan nyawa orang lain

Lalu hukuman yang menjadi pemberatan adalah apabila si pelaku tindak pidana tersebut melakukan tindak pidana diatas, ditambah dengan unsur: - direncanakan terlebih dahulu

(29)

- suatu barang orang lain

- dengan maksud untuk dimiliki secara melanggar hukum

Lalu hukuman yang menjadi pemberatan adalah apabila si pelaku tindak pidana tersebut melakukan tindak pidana diatas, ditambah dengan unsur:

- diwaktu malam hari / mencuri hewan, waktu kebakaran atau bencana. Maka, si pelaku dikenakan pasal 363 KUHP.

c. Delik yang diistimewakan: suatu delik yang unsurnya sama dengan unsur delik pokok, ditambah dengan unsur lain sehingga menjadi ringan.

Contoh: pasal 344 (membunuh anak kandung), seorang ibu yang sengaja menghilangkan nyawa anaknya karena takut diketahui bahwa anak itu adalah hasil hubungan gelap.

IV a. Dolus Delicten (delik dengan unsur sengaja).

Contoh: pada pasal 338 KUHP tentang pembunuhan yang disengaja. b. Colpus Delicten (delik dengan unsur culpa / lalai).

Contoh: Pada pasal 359 KUHP (karena alfa menyebabkan orang mati) V a. Commissie Delicten: melanggar larangan (bergerak)

b. Ommissie Delicten: melanggar perintah (diam) Contoh: pasal 321 KUHP.

B. SIFAT MELAWAN HUKUM

SIFAT MELAWAN HUKUM

Sifat melawan hukum formil sifat melawan hukum materil

(hanya dapat dihapus oleh ketentuan UU yang fungsinya yang fungsinya Itu sendiri) negatif positif

Sifat melawan hukum

adalah apabila perbuatan itu telah mencocoki rumusan delik yang tercantum di dalam UU. Contoh: pasal 338 (menghilangkan nyawa orang lain).

Sifat melawan hukum formil

(30)

Sifat melawan hukum materil

tidak hanya bertentangan dengan UU, tetapi melanggar hukum, tidak tertulis pun dapat dihukum.

Sifat melawan hukum materil fungsi negatif

mengakui adanya kemungkinan hal yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan yang diatur secara jelas dalam UU.

Sifat melawan hukum materil fungsi positif

walaupun perbuatan itu tidak diatur dalam UU sebagai tindak pidana, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan kepatutan / tata susila / adat istiadat dalam masyarakat, maka perbuatan bisa dianggap tindak pidana.

C. PELAKU TINDAK PIDANA (DADER)

Pelaku tindak pidana, menurut Doktrin : Barang siapa yang perbuatannya telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana seperti yang telah dirumuskan dalam UU.

Contoh: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan Unsur-unsurnya: - dengan segaja

- menghilangkan nyawa orang lain.

Pasal 362 KUHP "Barang siapa yang mengambil suatu barang yang seluruh / sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum dipidana setinggi-tingginya 5 tahun karena pencurian."

Unsur-Unsurnya: - mengambil barang milik orang lain - dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum Delik tindak pidana ada 2 unsur:

1) Unsur Obyektif: unsur yang terdapat diluar diri si pelaku dan dapat berupa perbuatan tertentu, akibat tertentu, masalah atau keadaan tertentu (dilarang).

2) Unsur Subyektif: - dengan sengaja (dolus) - lalai / alpa (colpus)

Pelaku tindak pidana dibagi menjadi 2:

(31)

E. Pelaku materil: Barang siapa yang telah menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam pidana.

Dimanakah kita temui perumusan "pelaku" menurut KUHP? Jawab: Di dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP

Dan siapakah orang yang menurut KUHP adalah pelaku? Jawab:" Dipidana sebagai pelaku dari suatu tindak pidana:

1) Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan / turut melakukan suatu tindak pidana. 2) Mereka yang dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan mempergunakan salah satu daya upaya atau dengan memberikan suatu janji / dengan menyalahgunakan kekuasaan / kemuliaan dengan mempergunakan kekerasan / dengan mempergunakan ancaman / tipu muslihat / memberikan kesempatan / memberikan alat-alat / dengan memberikan penerangan.

Bertalian dengan apa yang diatur dalam Pasal 55 tentang siapa yang dianggap sebagai pelaku pidana ternyata dalam KUHP digolongkan dalam 4 golongan pelaku:

1) Mereka yang melakukan sendiri tindak pidana (plegen) 2) Mereka yang menyuruh melakukan (doen plegen)

3) Mereka yang bersama-sama untuk melakukan sesuatu tindak pidana (mede plegen)

4) Mereka yang dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana (uitlokken)

Persamaan antara "menyuruh melakukan" dengan "membujuk / menggerakkan melakukan" adalah sama-sama berkehendak melakukan tindak pidana, tetapi tidak melakukan sendiri, tetapi menyuruh orang lain.

Perbedaan antara "menyuruh melakukan" dengan membujuk / menggerakkan melakukan" adalah:

1 Pada "menyuruh melakukan", disyaratkan yang disuruh adalah orang yang tidak dapat di pertanggung jawabkan menurut hukum (orang gila, anak kecil, pasal 48,49)

2 Pada "membujuk melakukan", orang yang disuruh adalah orang yang normal 3 Pada "menyuruh melakukan", yang dihukum hanya orang yang menyuruhnya saja. 4 Pada "membujuk melakukan", sama-sama dihukum

(32)

- pasal yang dibicarakan sudah ada di muka.

Apa arti kalimat " Dipidana sebagai suatu tindak pidana " ialah mereka yang melakukan sendiri suatu tindak pidana.

Menurut Prof. Simons, yang dimaksud dengan mereka yang melakukan tindak sendiri suatu tindak pidana ialah apabila seseorang yang melakukan sendiri suatu tindak pidana yang berarti tidak ada temannya.

Menurut lain-lain Sarjana, sebenarnya dicantumkannya perumusan tersebut di dalam pasal 55 adalah berlebihan; tidak perlu dirumuskan begitu, sebab tanpa perumusan itu kita sudah tahu, yaitu kita pelajari saja tiap-tiap perumusan delik yang dirumuskan oleh UU.

Menurut Prof. Noyon, menafsirkan kalimat ini ialah apabila beberapa orang / lebih dari satu orang bersama-sama melakukan tindak pidana. Maka apabila kita bandingkan satu sama lain dari ketiga pendirian tersebut diatas, maka pendirian Simons tidak lengkap / tepat / Sebab sebagaimana kita ketahui, perumusan itu tercantum dalam pasal 55 KUHP, sedangkan pasal 55 KUHP itu tempatnya terletak pada buku besar I Bab V yang berjudul "Deelneming Aan Strafbaar Feit", yang artinya turut serta melakukan suatu tindak pidana artinya apabila dalam suatu tindak pidana itu tersangkut beberapa orang.

è Pasal 338 KUHP (1 orang)

è Pasal 338 KUHP Jo Ps 55 KUHP (lebih dari satu orang)

Deelneming itu terjadi pada saat yang melakukan tindak pidana lebih dari satu orang. Deelneming Aan Strafbaar Feit ialah apabila dalam suatu delik / pidana tersangkut lebih dari satu orang pelaku.

SAMENLOOP/PERBARENGAN

A. SAMENLOOP AAN STRAFBAAR FEIT (CONCURSUS)

Concursus adalah gabungan tindak pidana

Terjadi Samenloop, yaitu apabila orang / seseorang yang melakukan tindak pidana lebih dari satu kali dan diantara tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan semua diajukan sekaligus.

(33)

B. JENIS-JENIS SAMENLOOP

è Samenloop ada 3 jenis:

a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis)

Adalah suatu tindakan / perbuatan terlanggar lebih dari satu pasal KUHP / pasal lain.

Contohnya: Orang yang membunuh tembak seseorang yang terhalangi kaca dan menyebabkan kaca tersebut pacah / hancur, maka pecahnya kaca tersebut melanggar pasal 406 KUHP dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara, sedangkan terbunuhnya orang itu melanggar pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara. Jadi dari beberapa tindak pidana tersebut hanya dikenakan hukuman yang terberatnya saja. (Hukuman terberat + 1/3=….).

b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut)

Ialah perbuatan / tindakan pidana pertama, kedua, ketiga, dst., mempunyai hubungan yang erat. Hanya dikenakan satu pasal saja.

Contoh: seorang montir bekerja di sebuah toko onderdil besar, tapi dia tidak mempunyai motor, lalu ia mengambil satu persatu onderdil motor dari yang terkecil sampai menjadi sebuah rakitan motor (Pasal 362).

c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis)

Ialah beberapa tindak pidana terlanggar beberapa pasal Contoh pada tanggal:

1-5-09 "Mencuri" (362 KUHP) 10-5-09 "Mencuri" (362 KUHP) 20-05-09 "Menipu" (378 KUHP) 22-05-09 "Membunuh" (338 KUHP) 27-05-09 "Memperkosa" (385 KUHP)

Jadi hukuman bagi si pelaku ialah diambil yang hukuman yang terberat + 1/3.

è Yang dimaksud dengan Samenloop Aan Strafbaar Feit, mengenai hal ini kita mengenal beberapa bentuk samenloop yaitu:

(34)

Dan terhadap salah satu pelanggaran dari satu peraturan pidana itu belum dijatuhi oleh putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap pelanggaran peraturan tindak pidana itu diadili sekaligus.

C. STELSEL PEMIDANAAN DALAM SAMENLOOP

Stelsel pemidanaan dalam Samenloop ada 4 stelsel sistem pemidanaan:

A. Stelsel Pokok

Absorptie Stelsel

Apabila seseorang melakukan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berlain-lainan, maka menurut sistem ini hanya dijatuhi satu hukuman saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik

Contoh: si A melakukan Tindak Pidana 3 kali, yang ancaman pidananya berbeda-beda yaitu 5 th, 7 th, dan 15 th. Menurut sistem ini hanya diberikan satu ancaman saja yang terberat yaitu 25 th.

Commulatie Stelsel

Apabila seseorang melakukan beberapa kali perbuatan pidana yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri. Maka menurut sistem ini, tiap-tiap pidana yang diancamkan kepada tiap-tiap delik yang dilakukan oleh orang itu dijumlahkan.

Contoh: 5 th + 7 th + 15 th = 27 th.

B. Stelsel Tambahan

Absorptie yang di pertajam

Apabila seseorang malakukan perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang diancam dengan pidana yang berlain-lainan. Menurut stelsel ini, pada hakikatnya hanya dijatuhi satu pidana yaitu pidana terberat akan tetapi ditambah 1/3 nya.

Contoh: si A diancam hukuman 7 th, 5 th, dan 15 th, maka si A diancam hukuman (15 + (1/3 X 5) = 20 th.

Commulatie sedang

(35)

delik dijatuhkan semuanya ; akan tetapi, jumlah dari pidana itu harus dikurangi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana yang terberat ditambah 1/3.

Contoh: 5 th + 6 th + 15 th = 29 th 15 + ( 1/3 x 15) = 20 th.

RECIDIVE

ü Recidive ialah seseorang / beberapa orang yang telah selesai di hukum, kemudian ia mengulangi tindak pidana lagi

ü Recidive terjadi apabila seseorang / beberapa orang yang belum lewat 5 th dari ia selesai menjalani hukuman ia melakukan tindak pidana lagi

A. TEORI-TEORI RECIDIVE

Teori-teori Recidive ada 3:

1) Recidive Umum

Menurut teori recidive umum seseorang belum lewat 5 th dari ia selesai menjalani hukuman tetapi ia melakukan tindak pidana lagi (tindak pidana apa saja).

2) Recidive Tengah

Menurut teori recidive tengah KUHP membagi 3 kelompok tindak pidana seperti yang diatur dalam pasal 486, 487, 488 KUHP.

Kelompok :

1 Tindak pidana yang mencari untung dengan tidak halal / perbuatan – perbuatan negative yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan tipu daya muslihat. Contoh: pencurian,penipuan, dan penggelapan (pasal 486).

2 Perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap jiwa manusia / badan manusia. Contoh: pembunuhan, penganiayaan,dsb. (pasal 487).

3 Sejumlah kejahatan – kejahatan yang terdiri atas berbagai kejahatan yang pada hakikatnya sama sifatnya mengandung suatu penghinaan (pasal 488).

(36)

3) Recidive Khusus

Menurut teori recidive khusus ialah apabila ia keluar dari menjalani hukuman belum lewat dari 5 th ia melakukan tindak pidana lagi yang pasalnya sama.

B. PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE

Persamaannya ialah sama-sama melakukan tindak pidana lebih dari satu kali. Perbedaannya ialah:

è Pada Concursus, diantara beberapa tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan kemudian diajukan sekaligus ke pengadilan.

è Pada Recidive, diantara beberapa tindak pidana itu, sudah ada yang diputus oleh pengadilan dan putusannya sudah mempunyai hukum yang tetap.

Menurut pendapat para sarjana, concursus adalah hal yang meringankan terdakwa / tersangka. Dan recidive adalah hal yang memberatkan terdakwa / tersangka.

Recidive terdapat apabila seseorang telah melakukan suatu tindak pidana dan kepadanya telah dijatuhi suatu keputusan hakim kemudian setelah ia selesai menjalani pidananya dan ia dikembalikan kepada masyarakat, maka apabila ia dalam jangka waktu tertentu (belum lewat 5 th dari masa kurungan) melakukan tindak pidana lagi, maka pidana yang dapat dijatuhkan untuk tindak pidana yang dilakukan kedua kalinya akan diberatkan + 1/3 dari hukumannya.

Apakah dasar hukum menjatuhkan pidana lebih berat terhadap recidive?

Jawab: oleh karena orang tersebut telah membuktikan ia mempunyai sikap atau tabi'at bahwa orang tersbut jahat dan tidak mau bertobat / tidak merubah sikapnya tersebut. Dan ini sangat membahayakan masyarakat. Padahal yang menjadi tujuan pemidanaan itu adalah mendidik para napi agar mereka jera terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan dan dapat diharapkan mereka itu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.

C. AJARAN UMUM

(37)

Hak menuntut hukuman yang diatur di dalam KUHP :

a. Ne bis ni idem: seseorang tidak dapat dituntut untuk ke 2 kalinya dalam perkara yang sama b. Meninggalnya terdakwa: hak menuntut hapus

c. Kadaluwarsa: pada pasal 79 KUHP pelanggaran waktunya sampai 1 th, jika lewat dari 1 th tidak diungkit maka perkaranya lewat. ( catatan: jika diatas 5 th, maka daluwarsanya adalah 12 th, jika hukuman mati, maka daluwarsanya adalah 18 th).

d. Penyelesaian di luar perkara: denda (penyelundupan). Ada 2 jenis yang diatur di luar KUHP:

1) Abolisi : wewenang Kepala Negara (Presiden) dengan UU / atas kuasa UU untuk menghentikan / meniadakan segala penuntutan tentang satu / beberapa delik / tindak pidana yang dilakukan oleh satu / beberapa orang tertentu. Dengan kata lain maka dengan keputusan abolisi ini, maka setiap orang yang tersangkut dalam satu / beberapa delik tertentu yang belum / yang sedang dalam penuntutan dihentikan; bahkan orang-orang yang masih dalam pemeriksaan pendahuluan juga dihentikan bahkan terhadap orang-orang yang belum diketahui pun dihentikan. 2) Amnesti: wewenang Kepala Negara (Presiden) atas kekuasaan UU / atas kuasa UU dan dengan pemberian amnesti ini maka semua akibat hukum pada terhadap orang-orang yang melakukan delik dihapuskan / ditiadakan (lebih luas lagi terhadap orang yang sudah di hukum pun dikeluarkan).

Perbedaan antara Abolisi dengan Amnesti yaitu:

ü Abolisi, hanya menggugurkan penuntutan kepada mereka yang belum dihukum.

ü Amnesti, mempunyai akibat hukum yang sebab amnesti dapat memberikan kepada baik mereka yang sudah dihukum atau yang belum dihukum.

Pengertian antara "dengan UU" dan " atas kuasa UU" yaitu:

ü Dengan UU: tiap-tiap hendak kali Presiden hendak memberikan abolisi dan amnesti dengan UU, artinya dengan persetujuan parlemen (membuat Uu khusus)

ü Kuasa UU: atas kuasa UU yang berlaku, maka dengan adanya Uu ini, apabila presiden hendak memberikan abolisi dan amnesti, Presiden tidak perlu membuat UU lagi.

Diposkan oleh Rudi Pradisetia Sudirdja di 02.07 Kirimkan Ini lewat Email Rudi Pradisetia Sudirdja, S.H.

(38)

Magister Hukum Universitas Indonesia (UI) 2013-Sekarang, Hukum Universitas Pasundan (UNPAS) 2009-2013, Ketua Umum BEM FH UNPAS 2012/2013, Ketua Bidang Kajian Ilmu Himpunan Mahasiswa islam Komisariat Hukum Unpas (HMI) 2011/2012, Ketua Umum Forum Diskusi Mahasiswa Hukum 2011/2012' Volunteer of Clinical Legal Education

Rudi Pradisetia Sudirdja

Rudi Pradisetia Sudirdja. Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.

http://www.rudipradisetia.com/2010/06/ringkasan-hukum-pidana-diajukan-untuk.html Jumat, 28 Juni 2013

Pertanyaan:

Perbedaan 'Turut Melakukan' dengan 'Membantu Melakukan' Tindak Pidana

Apa perbedaan yang paling mendasar antara penyertaan dan pembantuan dalam tindak pidana? Siti Cahya Mutiara

Jawaban:

Letezia Tobing, S.H.

Mengenai penyertaan dan pembantuan dalam tindak pidana, kami berasumsi bahwa yang Anda maksud adalah penyertaan sebagai turut melakukan dan pembantuan sebagai membantu melakukan.Ketentuan mengenai turut melakukan dan membantu melakukan dapat dilihat dalam Pasal 55 (turut melakukan) dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) (membantu melakukan):

Pasal 55 KUHP:

(1) Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:

1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu; 2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.

(2) Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.

Pasal 56 KUHP:

(39)

2. Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.

R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan” (medepleger) dalam Pasal 55 KUHP. Menurut R. Soesilo, “turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “medepleger” akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP.

Sedangkan mengenai Pasal 56 KUHP, R. Soesilo menjelaskan bahwa orang “membantu melakukan” jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” melanggar Pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam Pasal 221 KUHP.

Dalam penjelasan Pasal 56 KUHP ini dikatakan bahwa elemen “sengaja” harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan dengan tidak mengetahui telah memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu tidak dihukum. “Niat” untuk melakukan kejahatan itu harus timbul dari orang yang diberi bantuan, kesempatan, daya upaya atau keterangan itu. Jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan sendiri, maka orang itu bersalah berbuat “membujuk melakukan” (uitlokking).Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 123), mengutip pendapat Hazewinkel-Suringa, Hoge Raad Belanda yang mengemukakan dua syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu: Kesatu, kerja sama yang disadari antara para turut pelaku, yang merupakan suatu kehendak bersama di antara mereka; Kedua, mereka harus bersama-sama melaksanakan kehendak itu.

(40)

dipergunakan: Ukuran kesatu adalah mengenai wujud kesengajaan yang ada pada di pelaku, sedangkan ukuran kedua adalah mengenai kepentingan dan tujuan dari pelaku.

Ukuran kesengajaan dapat berupa; (1) soal kehendak si pelaku untuk benar-benar turut melakukan tindak pidana, atau hanya untuk memberikan bantuan, atau (2) soal kehendak si pelaku untuk benar-benar mencapai akibat yang merupakan unsur dari tindak pidana, atau hanya turut berbuat atau membantu apabila pelaku utama menghendakinya. Sedangkan, ukuran mengenai kepentingan atau tujuan yang sama yaitu apabila si pelaku ada kepentingan sendiri atau tujuan sendiri, atau hanya membantu untuk memenuhi kepentingan atau untuk mencapai tujuan dari pelaku utama. Berdasarkan uraian di atas kiranya dapat kita simpulkan perbedaan mendasar dari “turut melakukan” tindak pidana dengan “membantu melakukan” tindak pidana. Dalam “turut melakukan” ada kerja sama yang disadari antara para pelaku dan mereka bersama-sama melaksanakan kehendak tersebut, para pelaku memiliki tujuan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Sedangkan dalam “membantu melakukan”, kehendak dari orang yang membantu melakukan hanyalah untuk membantu pelaku utama mencapai tujuannya, tanpa memiliki tujuan sendiri.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Referensi:

1. Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama. 2. R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.

Akses dan penggunaan situs ini tunduk pada Syarat dan Ketentuan ©2009

Referensi

Dokumen terkait

asetat, borneol, simen. Kina, damar, malam.. as. CI CINN NNAM AMOM OMI COR I CORTE TEX X..

Gunakan bahan yang tidak mudah terbakar seperti vermikulit, pasir atau tanah untuk menyerap produk ini dan.. tempatkan dalam kontainer untuk

Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan penggunaan bentonit, zeolit dan arang aktif pada berbagai tingkatan konsentasi dimasing-masing adsorben mampu untuk meningkatkan

untuk meningkatkan nilai perusahaan yang juga nilai pemegang saham ini sangat kuat karena apabila pemegang saham mayoritas melakukan ekspropriasi pada saat dia memegang saham

Isolat lignin terbaik yaitu pada pengendapan lignin dengan konsentrasi NaOH 30% dengan dilihat dari nilai pH, kadar padatan total dalam lindi hitam TKKS, rendemen lignin,

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kekerasan orangtua, dan ada hubungan negatif yang sangat

Yapacağımız bir keşif daha var: Ne gariptir ki, Ay'da yürüyen ilk insan olan Neil Armstrong, herkes tarafından bilinen, attığı adımın kendisi için küçük ama insanlık

Seusai mengunjungi Singapura, Baden-Powell dan keluarganya berangkat dari Singapura menuju Batavia, Hindia-Belanda, pada 2 Desember 1934, dengan menggunakan kapal