PENGATURAN PERIZINAN PRAKTIK MANDIRI PERAWAT DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Ditto Dwi Purnama, Upik Hamidah S.H., M.H., Syamsir Syamsu, S.H., M.H. Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
JL. Prof Soemantri Brojonegoro, No. 1, Bandar Lampung, 35154 E-mail : Detroit_Jalanan@yahoo.com
ABSTRAK
Tenaga kesehatan perawat di Kabupaten Lampung Tengah diberi kewenangan untuk membuka praktik mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan dengan metode yang sama seperti praktik dokter. Padahal belum ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang tindak praktik mandiri perawat dan praktik tersebut nyata tetap berjalan di seputaran Kabupaten Lampung Tengah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimanakah pengaturan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah (2) apa sajakah faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan izin praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah.
Pendekatan masalah yang digunakan yuridis empiris. Informan penelitian adalah perwakilan Persatuan Perawat Nasional Indonesia, perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, anggota Majelis Tenaga Kesehatan, dan warga Kabupaten Lampung Tengah. Pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka dan studi lapangan.
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan: (1) Praktik Mandiri
Perawat di Kabupaten Lampung Tengah tidak mempunyai undang-undang lex specialis
khusus tentang Perawat dan Praktik Mandiri Perawat (2) Faktor-faktor yang dijadikan dasar kebijakan tidak logis.
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Sebaiknya kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah itu ditinjau kembali asas kemanfaatannya (2) lebih baik mengoptimalkan fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada.
Kata kunci : Perizinan, Praktik, Perawat, Tenaga Kesehatan, Mandiri
ABSTRACT
Nurses at Central Lampung District has been authorized by their government to open an Independent Nurse Practicum outside of health care facilities with the same method as doctor practices. But the fact is, there was no special regulation which controlled the act of independent practical by nurses and those type of practices still going on till this day. The problem in this study were : (1) how are the rules regency of Independent Nurse Practices at Central Lampung District (2) what are the limiting factors in the implementation of independent nurse practices licenses at Central Lampung District. The problems approach in this research is using juridicial-empirical resolving. The informant were the representative of Indonesian National Nurse Association, the representatives of Central Lampung District Health Officer, the Health Worker Assembly Members, and some citizens of Central Lampung regency. Data collection has done by library research and field study.
Suggestions for the problems are : (1) The Goevernment of Central Lampung District should be revisited the principle of emergence (2) It’s better to optimizing some Health Care Facilities that has already exist.
Key words : License, Nurse Practices, Health Workers, Independent
Pendahuluan
Pada Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Hal ini
menunjukkan bahwa pelayanan
kesehatan merupakan hak
konstitusional bagi masyarakat yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945. Seiring perkembangan teknologi di bidang kesehatan dan dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan
masyarakat maka Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
pembangunan kesehatan sehingga
undang-undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang kemudian
diubah kembali dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang
memungkinan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, dan makmur. Hal ini
mengandung makna bahwa
pembangunan itu dilaksanakan untuk memperoleh kemajuan pembangunan dari segala aspek. Salah satu yang
termasuk didalamnya adalah
pembangunan kesehatan.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, dan makmur. Hal ini
mengandung makna bahwa
pembangunan itu dilaksanakan untuk memperoleh kemajuan pembangunan dari segala aspek. Salah satu yang
termasuk didalamnya adalah
pembangunan kesehatan.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa pembangunan
kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk
mencapai tujuan pembangunan
kesehatan maka diperlukan suatu sumber daya kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Faktor ketepatan dan keterampilan sumber
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan ke arah yang lebih baik.
Sumber daya kesehatan adalah semua unsur atau komponen yang digunakan
untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan masyarakat dalam rangka
upaya peningkatan derajat kesehatan1.
Sumber daya di bidang kesehatan sebagaimana tertera dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi
yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan
yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, salah satu sumber daya di bidang kesehatan adalah tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling utama. Sebab dengan tenaga kesehatan, semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas kesehatan, perbekalan kesehatan, serta teknologi dan produk teknologi dapat dikelola secara sinergis
dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan kesehatan.
Tenaga kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 1 angka 6 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Jadi
1
Soekidjo Notoatmodjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Pustaka.
Hlm. 55
substansi penting yang melekat pada
diri seorang tenaga kesehatan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu adanya persyaratan
memiliki kemahiran, kebisaan,
keterampilan atau keahlian dalam satu
bidang pelayanan kesehatan dan
keterampilan atau keahlian tersebut sebagai hasil proses pendidikan bidang keahlian pelayanan kesehatan tertentu. Dan dalam kasus ini, seorang perawat dapat dikatakan memang telah melalui proses pendidikan di bidang kesehatan. Akan tetapi, jika hanya dengan alasan itu saja, tentu belum cukup untuk
membuat seorang perawat
berkualifikasi membuka praktik
mandiri di luar rumah sakit. Masih
banyak pertimbangan yang harus
diperhitungkan, terutama dari segi legalitasnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota, bidang
kesehatan merupakan salah satu urusan
pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota
mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya. Urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Sebagaimana tertera pada Pasal 7 ayat (2) huruf b, bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk menangani urusan di bidang kesehatan pada
daerahnya masing-masing. Dinas
kesehatan adalah unsur pelaksanaan
pemerintah daerah yang bertugas
menyelenggarakan sebagian
kewenangan daerah di bidang
kesehatan.
Terkait akan kewenangan masing-masing daerah dalam mengupayakan
kesehatan, maka profesi perawat,
khususnya di daerah Kabupaten
Lampung Tengah, termasuk salah satu jenis tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah untuk membuka praktik kesehatan di rumah. Hal itu didasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Lampung nomor 4 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Praktik Keperawatan dan juga
Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Upaya Kesehatan Perorangan. Di Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008
tertera kalimat “Upaya Kesehatan
Perorangan”, yang selanjutnya
disingkat UKP. Menurut pasal tersebut,
UKP adalah upaya kesehatan
perorangan strata pertama atau UKP tingkat dasar, yaitu seperti; praktik bidan, praktik perawat, praktik dokter, praktik dokter gigi, balai pengobatan, praktik bersama dokter, rumah bersalin, dan klinik fisoterapi.
Untuk beberapa alasan,
Undang-Undang khusus tentang keperawatan tidak dapat dikeluarkan oleh pemerintah begitu saja. Pertama, untuk alasan jika penyebaran dokter belum merata di Kabupaten Lampung Tengah, hal itu tidak dapat dibenarkan. Kabupaten
Lampung Tengah bukanlah daerah pelosok yang tidak terjangkau oleh akses-akses transportasi. Melainkan sudah memasuki kawasan strategis
yang memiliki ruas jalan yang
terhubung dengan baik satu sama lain. Kesimpulannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah dalam kebijakannya, tidak mempertimbangkan luas wilayah, asas pemanfaatan, dan fungsi sosial dalam menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan seperti yang disebutkan dalam pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kedua, pendidikan kesehatan yang ditempuh perawat tentu berbeda dengan yang ditempuh oleh para dokter. Di dalam metode pendidikan keperawatan, tidak diajarkan tentang upaya pengobatan lebih lanjut, yakni seperti; penanganan gawat darurat, perujukan antibiotik,
pemeriksaan lebih dalam, dan
pembedahan. Sedangkan dokter
menempuh tingkat pendidikan
kesehatan bukan hanya pada tahap promotif dan preventif, tapi hingga tahap rehabilitatif berupa diagnosa dan analisis penyakit baik yang di luar ataupun di dalam tubuh beserta tekhnik
pengobatannya, yang mana tidak
diajarkan dalam proses pendidikan
keperawatan. Sekalipun seorang
perawat bisa melakukan diagnosa penyakit pasien, tentu saja diagnosa itu tidak dijamin dan ditanggung oleh Undang-Undang seperti diagnosa dokter-dokter pada umumnya. Oleh karena itu, menurut Peplau (1909-1999), para perawat hanya diperbolehkan berpraktik di rumah sakit sebatas pembantu dokter dalam
menangani keluhan pasien2, dan itu pun
harus dalam pengawasan dan
persetujuan dokter yang terkait. Jadi, jika praktik keperawatan digelar secara
2
mandiri di luar rumah sakit tanpa pengawasan dokter, tentu saja hal tersebut sudah menyalahi Pasal 23 angka (2) Undang-Undang 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan yang
menekankan bahwa setiap tenaga
kesehatan harus menyelenggarakan
pelayanan kesehatan sesuai bidang
keahlian masing-masing. Praktik
mandiri bukanlah bidang keahlian perawat, melainkan bidang keahlian dokter. Selain itu untuk berpraktik mandiri, dibutuhkan kode etik, standar
profesi, dan standar prosedur
operasional3. Tentu saja kode etik,
standar profesi, dan standar prosedur operasional harus dipikirkan seperti yang sudah dilakukan dokter-dokter yang berpraktik di luar rumah sakit selama ini, agar pelayanan kesehatan
dapat menjamin kepastian hak
pengguna pelayan kesehatan.
Berdasarkan fakta-fakta nyata yang terurai di atas, maka muncul dua rumusan masalah pokok yang akan
dibahas, yaitu; bagaimanakah
pengaturan perizinan praktik mandiri perawat di Kabupaten Lampung Tengah ? Apa saja yang menjadi faktor penghambat bagi perizinan praktik
mandiri perawat di Kabupaten
Lampung Tengah ?
Metode Penelitian
Pendekatan Yuridis Empiris
Sesuai dengan rumusan masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini, pendekatan masalah yang dilakukan adalah pendekatan yuridis-empiris,
yaitu pendekatan yang dilakukan
dengan cara menelaah, mengutip dan mempelajari ketentuan atau
peraturan-peraturan perundang-undangan dan
3
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas
sekaligus melakukan penelitian
langsung di lapangan, berdasarkan fakta yang ada.
Pembahasan dan Hasil Penelitian
Gambaran Umum Praktik Mandiri Perawat
Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau
masyarakat. Dan karena itu,
terselenggaralah upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk Upaya Kesehatan Perseorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah dengan kebijakannya dalam pemberian izin yang menanggung kewenangan bagi para tenaga kesehatan perawat di Kabupaten Lampung Tengah untuk membuka praktik mandiri.
Praktik Mandiri itu sendiri mengandung arti bahwa kewenangan bagi tenaga
kesehatan perawat untuk secara
perorangan atau berkelompok,
membuka sebuah lapangan kerja berupa
tempat praktik di luar fasilitas
pelayanan kesehatan. Kata mandiri juga melambangkan kewenangan mutlak untuk seorang perawat, dalam arti kata tidak ada pelimpahan tugas dari tenaga
kesehatan lain seperti selayaknya
perawat di fasilitas pelayanan
kesehatan. Upaya yang dilakukan
dalam praktik mandiri itu dimulai dari tahap promotif (pengenalan), preventif
(pencegahan), hingga rehabilitatif
(pengobatan) yang meliputi diagnosa penyakit dan keputusan medis lainnya. Berhubung praktik mandiri perawat
belum diakui secara lex specialis, maka
atau toko obat lainnya yang mau bekerjasama saat perujukan resep dari
perawat yang membuka praktik
mandiri. Hal itu terbukti ketika salah satu tempat praktik mandiri dari
seorang perawat yang bernama
Harianto Sanjaya, S. Per4. dikunjungi
oleh peneliti. Diketahui bahwa, obat
yang dirujuk untuk pasien bisa
langsung diambil di sebelah ruang praktik beliau, tepatnya adalah sebuah gudang obat-obatan milik pribadi. Diakui olehnya bahwa saat pertama kali
membuka praktik mandiri, beliau
merujuk resep obat generik untuk pasien ke sebuah apotek yang tak jauh dari tempat praktiknya. Tapi resep tersebut ditolak mentah-mentah oleh petugas farmasi yang bekerja di apotek tersebut. Alasannya karena resep itu harus dipertanyakan kembali oleh sang pasien/klien kepada perujuk resep (Bpk. Harianto Sanjaya) jika nantinya ada kesalahan, akan sulit untuk memproses pertanggungjawaban hukumnya.
Pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, yang dimaksud dengan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi
dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan,
penyelenggaraan upaya kesehatan
mencakup:
1. pelayanan kesehatan
2. pelayanan kesehatan tradisional
4 Wawancara pada hari Selasa, 7 Januari 2014
3. peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit
4. penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan
5. kesehatan reproduksi
6. keluarga berencana
7. kesehatan sekolah
8. kesehatan olahraga
9. pelayanan kesehatan pada bencana
10. pelayanan darah;
11. kesehatan gigi dan mulut;
12. penanggulangan gangguan
penglihatan dan gangguan
pendengaran;
13. kesehatan matra;
14. pengamanan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan;
15. pengamanan makanan dan
minuman;
16. pengamanan zat adiktif; dan/atau
17. bedah mayat.
Berdasarkan uraian Pasal di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan perawat
paling cocok ditempatkan di
penyelenggaraan upaya kesehatan yang berupa pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan itu adalah praktik
keperawatan yang maksudnya adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama yang bersifat kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya (yang paling lazim adalah
dokter penanggung jawab) dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi
keputusan dan keterampilan perawat
berdasarkan aplikasi ilmu sesuai
lingkup kewenangan dan
tanggungjawab5.
Kata ‘kerja sama’ dan ‘kolaborasi’
sudah jelas menyiratkan bahwa dalam dunia kepraktikannya, tenaga kesehatan perawat harus didampingi oleh tenaga kesehatan lain yang lazimnya adalah dokter penanggung jawab. Dan juga ada
kata ‘asuhan keperawatan’ yang
menjadi landasan dari keputusan dan keterampilan yang akan diterapkan. Keputusan dan keterampilan yang
dimaksud, harus sesuai dengan
kewenangan dan tanggungjawab
seorang tenaga kesehatan perawat yang memang hanya sebatas pada pemberian
‘asuhan keperawatan’ pada klien/
pasien.
Faktor Penghambat Pengaturan Perizinan Praktik Mandiri Perawat
Pemerintah Daerah Kabupaten
Lampung Tengah sendiri sudah lebih
dulu mengimplementasikan
kebijakannya yang berkaitan dengan pemberian wewenang kepada para tenaga kesehatan perawat di Kabupaten Lampung Tengah untuk membuka praktik mandiri dengan mencetuskan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Perorangan yang didasarkan pada
Peraturan Daerah Provinsi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan. Tidak hanya di
Kabupaten Lampung Tengah, di
kabupaten-kabupaten lain seperti
Wonogiri, Garut, Kebumen, Boyolali,
Bantul, dan Kudus juga sudah
menetapkan kebijakan serupa. Berikut ini adalah dasar dan alasan pencetusan
kebijakan Pemerintah Daerah
5
Wilkinson, 2006.
Kabupaten Lampung Tengah mengenai Izin Praktik Mandiri Perawat :
1. Lokasi pelayanan kesehatan yang
Berikut ini adalah pembantahan logis dan yuridis dari beberapa pihak yang tidak setuju pada alasan dan dasar
Pemerintah Daerah Kabupaten
Lampung Tengah untuk kebijakannya
yang memberi wewenang berupa
Praktik Mandiri bagi tenaga kesehatan perawat di Kabupaten Lampung Tengah :
a. Lokasi pelayanan kesehatan yang
tidak merata
Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti, di beberapa jalan protokol
Kabupaten Lampung Tengah
seperti :
a. Jalan Panggungan
Kecamatan Gunung Sugih, terdapat dua tempat praktik dokter; dr. Ihsan Mukhlis
puskesmas, satu tempat
praktik dari empat dokter spesialis (Dokter Umum,
c. Di Jalan Gotong Royong, ada lima lokasi praktik dokter tersebar, tiga apotek, dan satu balai pengobatan
dari sebuah yayasan
kesehatan. Ada juga sebuah
puskesmas di tengah
perkampungan.
d. Rumah Sakit Harapan
Bunda, satu dokter
kandungan berserta
beberapa bidan tersebar, dan satu tempat praktik dari tiga dokter spesialis di Seputih Jaya.
Peneliti juga menemukan beberapa tempat praktik mandiri perawat lengkap dengan papan namanya di lokasi yang sama dengan tempat tenaga kesehatan lain yang juga membuka praktik, seperti :
a. Sri Yuli Astuti, S.Per.,
Frida Lahudiah, S.Per., Ibnu Rahmat Azizi, S.Per., secara terpisah membuka praktik mandiri di Jalan Telawong.
b. Haryanto Sanjaya, S.Per.
membuka praktik mandiri di Seputih Jaya.
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor Hk. 02. 02. /Menkes/ 148/
I/ 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat dan Peraturan Daerah Kabupaten
Lampung Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Upaya Kesehatan Perorangan adalah dasar hukum dari Praktik Perawat itu diizinkan. Dan praktik keperawatan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor Hk.
02.02/Menkes/148/I/2010 adalah
praktik keperawatan yang
terselenggara di pusat-pusat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik, atau balai
pengobatan. Tidak disebutkan
bahwa tenaga kesehatan dapat membuka praktik mandiri dengan metode pengobatan seperti yang dilakukan dokter.
Selain itu, tentu saja banyak para pengamat hukum yang bertanya akan legalitas dari praktik mandiri perawat. Terutama pada pasal 8 ayat (1) dari Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001. Di situ
dikatakan bahwa “Perawat dapat
melaksanakan praktik
keperawatan pada sarana
pelayanan kesehatan, praktik
perorangan, dan/atau praktik
berkelompok”. Untuk
persyaratannya tercantum pada
ayat (3), “Perawat yang melakukan
praktik perorangan dan/atau
berkelompok wajib memiliki Surat
Izin Praktik Perawat yang
selanjutnya disingkat SIPP.
Padahal pada pasal 30 ayat (2) dari
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 161/Menkes/PER/I/2010
Karena pada saat uji materi, kesimpulan yang didapat adalah Undang-Undang tersebut hanya
akan bertentangan dengan
Peraturan Perundang-Undangan
lain yang berkaitan. Padahal
seharusnya setiap keputusan Tata
Usaha Negara yang bersifat
mengikat secara umum harus sesuai dengan setiap peraturan perundang-undangan di tingkat
yang lebih tinggi6. Jadi karena izin
praktik mandiri perawat tidak
memiliki unsur lex specialis, maka
segala keputusan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan izin tersebut seharusnya
c. Pemanfaatan Sumber Daya
Manusia (SDM)
Memang pada kenyataannya masih
banyak lulusan akademi
keperawatan yang menganggur di
Kabupaten Lampung Tengah.
Akan tetapi, dengan mengarahkan para lulusan akademi keperawatan itu pada praktik mandiri di luar
kewenangan tenaga kesehatan
perawat seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran sama sekali tidak memecahkan masalah. Padahal di Rumah Sakit Harapan Bunda sendiri kekurangan tenaga kesehatan, terutama tenaga kesehatan perawat. Jika benar
alasan kebijakan terkait Izin
Praktik Mandiri Keperawatan itu
adalah solusi, seharusnya
Pemerintah Daerah Kabupaten
Lampung Tengah selaku
pemangku kepentingan dapat lebih tepat guna dalam menyasarkan para perawat ke sektor-sektor
6
Philipus M. Hadjon. 2005. Pengantar Hukum
Administrasi Negara. Yogyakarta : UGM Press.
Hlm. 150
kosong di bidang kesehatan
terpadu yang sudah ada.
Pengaturan Perizinan Praktik Mandiri Perawat di Kabupaten Lampung Tengah
Kewajiban dari tenaga kesehatan
perawat yang membuka praktik baik di dalam fasilitas pelayanan kesehatan atau yang mandiri secara perorangan dan berkelompok tertuang di pasal 1
ayat (1) dari Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1796/Menkes/PER/VIII/2011 yang
berbunyi, “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.
Sesuai dengan pasal di atas, tentunya kewenangan yang dimaksud tidak begitu saja diberikan kepada setiap pemohon izin. Pastinya ada tata cara dan persyaratan yang berlaku dalam
proses berlangsungnya pemberian
wewenang, dalam hal ini izin praktik mandiri perawat. Syarat yang lebih jelasnya terdapat pada pasal 30 ayat (2) yaitu tentang bukti tertulis yang akan
didapatkan bagi setiap tenaga
kesehatan. Untuk tenaga kesehatan perawat akan memperoleh SIP (Surat Izin Praktik) sebagai bukti tertulis pemberian izin bagi perawat yang sudah memperoleh STR (Surat Tanda
Registrasi) sebagai bukti bahwa
perawat tersebut telah resmi terdaftar sebagai salah satu tenaga kesehatan perawat di Indonesia. Tata cara dan persayaratan memperoleh STR diatur dalam BAB II Pelaksanaan Registrasi, pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Registrasi Tenaga Kesehatan. Di situ disebutkan bahwa untuk memperoleh STR setiap tenaga kesehatan, termasuk perawat, harus melampirkan izazah dan sertifikat kompetensi. Izazah diperoleh
setelah seorang perawat lulus
pendidikan keperawatan dan sertifikat kompetensi diperoleh setelah lulus uji kompetensi yang merupakan tugas Majelis Tenaga Kesehatan Perawat sebagai penguji. Lalu sertifikat itu
dikeluarkan oleh Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia dan berlaku
selama 5 (lima) tahun (bisa
diperpanjang) sebagai pedoman bahwa perawat tersebut telah layak untuk mendapatkan STR.
Tahapan berikutnya adalah memproses Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sebagai dokumen legalitas untuk setiap perawat yang hendak membuka praktik mandiri perorangan atau berkelompok di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Sesuai dengan pasal 5 ayat (1) dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/148/I/2010,
pengajuan permohonan SIPP
dialamatkan pada Pemerintah Daerah setempat, dalam pembahasan ini yaitu
Pemerintah Daerah Kabupaten
Lampung Tengah dengan melampirkan;
1. Fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisir
2. Surat Keterangan Sehat dari dokter yang memegang Surat Izin Praktik 3. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
4. Pas foto terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar
5. Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi terkait
Untuk pelaksanaan di Kabupaten
Lampung Tengah, tata cara dan proses diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2011. Ada
penambahan pada syarat permohonan
SIPP, yaitu tentang harus
dilampirkannya juga surat keterangan pernah dan/atau telah bertugas selama 3 (tiga) tahun dari fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Lalu permohonan akan diproses di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah dengan pengumuman diterima atau tidaknya permohonan tersebut.
Pertanggungjawaban Administratif Praktik Mandiri Perawat
Secara prinsip, pertanggungjawaban hukum administrasi lahir karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi terhadap penyelenggaraan praktik perawat berdasarkan ketentuan
yang berlaku. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 148/2010 telah
memberikan ketentuan administrasi
yang wajib ditaati perawat yakni:
(a). Surat Izin Praktik Perawat bagi
perawat yang melakukan praktik
mandiri.
(b). Penyelengaraan pelayanan
kesehatan berdasarkan
kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dengan pengecualian Pasal 10.
(c). Kewajiban untuk bekerja sesuai
standar profesi.
Ketiadaan persyaratan administrasi di atas akan membuat perawat rentan terhadap gugatan malpraktik. Ketiadaan
SIPP dalam menjalankan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan
merupakan sebuah administrative
malpractice yang dapat dikenai sanksi hukum.
Bentuk sanksi administrasi yang
teguran tertulis, dan pencabutan izin. Dalam praktek pelaksanaannya, banyak
perawat yang melakukan praktik
pelayanan kesehatan yang meliputi pengobatan dan penegakan diagnosa tanpa SIPP dan pengawasan dokter.
Pengawasan Dinas Kesehatan Terhadap Praktik Mandiri Perawat
Fungsi Dinas Kesehatan adalah
menyelenggarakan kegiatan, dalam
bidang sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan teknis di
bidang kesehatan.
b. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.
d. Pelaksanaan tugas lain yang
diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Untuk melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas dan untuk kelancaran pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan, maka Kepala Dinas dibantu oleh seorang Sekretaris sebagai fungsi staf dan 4 (empat) orang Kepala Bidang yaitu Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Bidang Bina
Manajemen Kesehatan dan
Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, dan Bidang Bina Sarana dan Pra-sarana Kesehatan.
Bidang yang mempunyai tugas untuk
melaksanakan penyelenggaraan
sebagian tugas Dinas di bidang
pengendalian dan pengawasan
pelayanan kesehatan yaitu Bidang Pelayanan Kesehatan. Fungsi Bidang
Bina Pelayanan Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung yaitu:
a. Merencanakan dan
menyelenggarakan pengumpulan, pengolahan dan penganalisaan
data untuk perencanaan,
pelaksanaan, bimbingan,
pengendalian, monitoring, dan evaluasi dalam hal pelayanan
upaya kesehatan masyrakat,
pelayanan upaya kesehatan
perorangan, pelayanan rujukan,
pelayanan kesehatan Gizi
Masyarakat dan Kesehatan
Keluarga.
b. Melaksanakan bimbingan,
pembinaan dan pengendalian
registrasi, perizinan dan
akreditasi sarana pelayanan
kesehatan pemerintah dan
swasta, Rumah Sakit,
Puskesemas, Puskesmas
Pembantu, Rumah Sakit Khusus,
Rumah Bersalin, Balai
Pengobatan, Praktik Pelayanan
Kesehatan Perorangan atau
berkelompok, optik, dan
laboratorium kesehatan.
c. Merumuskan konsep
kebijaksanaan di bidang
kesehatan dasar dan rujukan,
kesehatan keluarga dan
kesehatan Gizi masyarakat.
d. Melaksanakan bimbingan,
pembinaan dan pengendalian
penyelenggaraan tindakan
medik, asuhan keperawatan,
asuhan kebidanan di sarana pelayanan kesehatan.
f. Pemberian saran dan pendapat
dalam pemecahan masalah
kesehatan dasar dan rujukan, kesehatan keluarga dan gizi masyarakat
g. Mengkoordinir dan menggalang kemitraan kegiatan kesehatan keluarga, kesehatan dasar dan rujukan, gizi masyarakat kepada lintas program dan lintas sektor, Unit pelaksana teknis.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Praktik Mandiri Perawat di
Kabupaten Lampung Tengah
hanya didasari oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk. 02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat, Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001, dan
Peraturan Daerah Kabupaten
Lampung Tengah Nomor 6 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Perorangan,
tanpa ada undang-undang lex
specialis khusus tentang Perawat dan Praktik Mandiri Perawat.
2. Faktor-faktor seperti pelayanan kesehatan yang masih tidak merata,
pemanfaatan Sumber Daya
Manusia, dan dasar hukum di atas dinilai tidak dapat membenarkan
para perawat untuk dapat
melakukan praktik mandiri baik perorangan atau berkelompok di luar fasilitas pelayanan kesehatan.
Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti pada penelitian ini adalah :
1. Kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Lampung Tengah
terkait izin praktik mandiri perawat itu dapat ditinjau kembali asas kemanfaatannya. Jika disebutkan upaya tersebut adalah untuk tugas pembantuan, tentu tidak masuk
akal mengingat urusan konkuren
seperti kesehatan tidak serempak dengan Pemerintah Pusat yang
belum mengeluarkan
Undang-Undang Keperawatan. Jika pun
ingin dipaksakan untuk tetap
berlangsung, kebijakan tersebut dapat dibilang cacat karena tidak
memenuhi pedoman hierarki
perundang-undangan di Indonesia.
2. Seperti yang sudah diurai dalam Bab IV, peneliti sudah mensurvey lokasi penelitian dan menemukan
beberapa fakta yang dapat
membantah alasan Pemerintah
Daerah Kabupaten Lampung
Tengah terkait Izin Praktik Perawat
yang membolehkan perawat
melakukan praktik mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan baik
perorangan atau berkelompok.
Sebaiknya, fasilitas-fasilitas
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku
Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum
Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia,
1994
Hadjon, M, dkk, Pengantar Hukum
Administrasi Negara, Yogyakarta : UGM
Press, 1999
Marbun, S.F., S.H.,M.Hum , Peradilan
Administrasi Negara dan Upaya Administratif di
Indonesia,Yogyakarta, FH UII Press, 2011
Ngani, Nico, Metode Penelitian dan
Penulisan Hakim, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2012
N.M. dan J.H.J.M. Ten Berge. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya.
Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi
Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rentang Pustaka, 2010
PT Media Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka
Phoenix. Jakarta.
Ridwan, H.R., Hukum Administrasi
Negara, Yogyakarta : UII Press, 2003
Ridwan, Juniarso dan Sodik, Achmad., Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung : Nuansa, 2009
Soekanto, Soerdjono, Penelitian Hukum
Normatif, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007
Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Perizinan
Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta.
Sinar Grafika.
Utrecht, E. 1985. Pengantar Hukum
Admininstrasi Negara. Jakarta. Ichtiar.
Widjaya, HAW., Otonomi Daerah dan
Daerah Otonom, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004
Peraturan Perundang-Undangan 1.Undang-Undang Dasar 1945
2.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan .
4.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan .
5.Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah , Pemerintah Daerah
Provinsi , dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
6.Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah
7.Peraturan Daerah Provinsi nomor 4 tahun 2011 terkait Izin Praktek Bagi Perawat .
8.Peraturan Daerah Kabupaten
Sumber Lain
www.scribd.com– diunduh pada 14
Agustus 2013
http://www.radarlampung.co.id/read/ba ndarlampung/31702-dewan-tetap-paksakan-raperda-keperawatan - diunduh pada 14 Agustus 2013
http://food.detik.com/read/2010/12/10/1 63151/1521965/763/bidan-perawat- semua-tenaga-kesehatan-harus-punya-izin-praktik - diunduh pada 14 Agustus 2013
http://alhomiz.files.wordpress.com/201 0/06/risalah_sidang_perkara20nomor20
12-puu-viii 201020620mei202010.pdf -
diunduh pada 15 Agustus 2013
http://jdih.tulangbawangbaratkab.go.id/
?p=12– diunduh pada 15 Agustus 2013
www.artikelbagus.com –diundug pada