• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI ROLE PLAYING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI ROLE PLAYING"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

0

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN

SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C

SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI

ROLE PLAYING

JURNAL

ARTINIWATI

NPM 12110018512014

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

(2)
(3)

1

PENINGKATAN KARAKTER DAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN

SESUAI DENGAN NASKAH YANG DITULIS SISWA KELAS VIII C

SMP NEGERI 34 KERINCI MELALUI APLIKASI

ROLE PLAYING

Artiniwati1, Marsis2, Hasnul Fikri2 1

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta, 2Universitas Bung Hatta.

Email: artiniwati@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bermain peran sesuai dengan naskah drama yang ditulis siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci melalui aplikasi model Role Playing. Karakter adalah watak, tabiat, sifat- sifat kejiwaan yang membedakan seseorang dengan orang lain (Idup Suhadi, 2006). Kemampuan bermain peran adalah kesanggupan untuk menghidup dan menjiwai suatu atak yang diperankan (Muhammad, 2005). Naskah drama adalah karya fiksi yang memuat kisah atau lakon. Teknik penulisannya terstruktur yaitu tema, latar alur, penokohan, dialog, dan amanat (Waloyo, 2001).Tempat penelitian di SMPN 34 Kerinci. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII C 34 Kerinci berjumlah 20 siswa. Data dalam penelitian ini adalah karakter siswa dalam belajar, kemampuan siswa menulis naskah drama dan kemampuan siswa bermain peran. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam tiga siklus. Instrumen penelitian lembaran obsevasi digunakan untuk mengukur karakter siswa, untuk mengukur kemampuan bermain peran dan untuk pengamatan kegiatan peneliti dalam proses pembelajaran. Sedangkan instrumen tes digunakan untuk mengukur hasil menulis naskah drama siswa. Prosedur penelitian yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan (3) observasi dan (4) refleksi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Dari hal penelitian bahwa terlihat hasil tes pada siklus I nilai rata-rata karakter siswa kelas VIII C 66, 75. Pada siklus II nilai rata-rata karakter siswa 72,50. Pada siklus III nilai rata_rata karakter siswa kelas VIII C 78,50. Hasil tes kemampuan bermain peran siklus I nilai rata-rata sama adalah 68,12. Siklus II nilai rata-rata sama adalah 74, 48 dan siklus III nilai rata-rata sama adalah 81, 06. Untuk hasil tes menulis naskah drama siklus I nilai rata sama adalah 63,33, siklus II nilai rata-rata sama adalah71,66, dan siklus III nalai rata-rata-rata-rata sama adalah 85,00. Dengan demikian terjadi peningkatan karakter dan kemapuan bermain peran sesuai naskah drama yang ditulis siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci melalui aplikasi Role Playing.

(4)

IMPROVED CHARACTER ABILITY TO PLAY ROLE IN ACCORDANCE

WITH THE WRITTEN TEXT DRAMA CLASS VIII C SMPN 34 KERINCI

THROUGH THE ROLE PLAYING APPLICATION

Artiniwati1, Marsis2, Hasnul Fikri2 1

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta, 2Unversitas Bung Hatta.

Email: artiniwati@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to improve the ability to play a role according to the script written

drama class VIII C SMP 34 Kerinci through the application of models Role Playing.

Character is character, character, psychological traits that distinguish one person

with another person (cohabited Suhadi, 2006). The ability to play a role is the ability

to revive and animate a character, played (Hamid Muhammad, 2005). Plays are

works of fiction describing the story or play. Structured writing techniques that

theme, the background plot, characterization, dialogue, and mandate (Waloyo, 2001)

.The research at SMPN 34 Kerinci. The subjects were students of class VIII C 34

Kerinci totaling 20 students. The data in this study is the character of the students in

learning, students write a play ability and the ability of students to play a role. This

classroom action research conducted in three siklus.Teknik data collection

questionnaire measuring instrument used to measure learning outcomes play a role

and playwriting. Being an instrument used to test the results of playwriting. Research

procedures: (1) planning, (2) the implementation of (3) Observation and (4)

reflection. Data analysis technique used is the technique of qualitative analysis. From

case studies that look at the test results of the first cycle of the average value of a

character class VIII C 66, 75. In the second cycle the average value of the student's

character 72.50. In the third cycle value rata_rata character class VIII C 78.50.

Results of the test's ability to play the role of the first cycle of the average value of the

same is 68.12. Second cycle of the average value of the same is 74, 48 and the third

cycle the average value of the same is 81, 06. For the test results of the first cycle

playwriting same average value is 63.33, the second cycle of the average value of

each adalah71 , 66, and the third cycle nalai same average was 85.00. Thus an

increase in character and play the role appropriate Traffic drama script written

ssswa C class VIII SMPN 34 Kerinci through application Role Playing

(5)

3 1. PENDAHULUAN

Pembangunan karakter merupakan upaya pengwujudan amanat Pancasila dan pembukaan UUD 1945 dilatar belakangi oleh permasalahan kebangsaan yang berkembang pada saat ini. Untuk mendukung terwujudnya cita- cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program priolitas pembangunan nasional, yang mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan mengwujudkan visi pembangunan

nasional, yaitu” mengwujudkan masyarakat berahklak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab

berdasarkan falsafah Pancasila.”

Terkait dengan upaya mengwujudkan pendidikan berkarakter yang tertuang pada

tujuan pendidikan nasional, yaitu”

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dengan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencedaskan kehidupan bangsa, untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang- Undang Republik Indonesia Nomar 20 Tahun 2003).

Berdasarkan

uraian

di

atas,

diperkuat oleh pendapat Morelent,

(2013:12) menyatakan tujuan yang

paling mendasar pendidikan adalah

membuat seseorang menjadi

good and

smart.

Dalam sejarah Islam Rasulullah

saw sang nabi terakhir dalam

ajaranNya, juga menegaskan bahwa

misi utama dalam memdidik manusia

adalah mengupayakan pembentukan

karakter peserta didik.

Di dalam Kurikulum 2013 juga yang medasar yaitu terkait dengan membangun karakter (Character Building) perserta didik. Hal itu sangat penting dalakukan, sebab membangun karakter adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan tenaga pendidik dalam melakukan perubahan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, ahklak (budi pekerti), peserta didik melalui proses pembelajaran di sekolah, sehingga peserta didik menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila sesuai tujuan pendidikan nasional.

Dalam rangka memenuhi harapan tersebut di atas, maka lembaga pendidikan perlu menciptakan suasana belajar yang terarah dan teratur. Untuk itu, pelaksanaan pembelajaran harus dilandasi oleh aturan-aturan belajar, agar pembelajaran terarah bisa mencapai sasaran. Siswa merupakan bagian penting dalam pembelajaran yaitu sebagai subjek didik, harus memiliki aturan- aturan belajar serta diharapkan dapat mematuhinya, sehingga tertanamlah sikap displin belajar siswa.

(6)

kualitas hidup manusia. Sedangkan peserta didik sebagai sujek pendidikan, yaitu; (a) siswa adalah manusia yang sedang berkembang; (b) setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda; (c) anak didik pada dasarnya adalah manusia yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya; dan (d) siswa memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini menggambarkan, bahwa anak didik bukanlan objek yang harus dijejali dengan informasi, tetapi peserta didik yang memiliki potensi. Oleh sebab itu, pengajaran diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam hal ini tugas guru meliputi; (a) tanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) memiliki kemampuan Profesional dalam mengajar; (c) mempunyai kodetik guru; (d) memiliki peran sebagai sumber belajar. Kemudian dalam proses proses pembelajaran tugas guru meluputi; (a) proses pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sustem; (b) Peristiwa belajar akan menjadi enak jika anak berinteraksi dengan lingkungan yang diatur guru; (c) proses pengajaran yang lebih efektif jika menggunakan metode teknik yang tepat dan berdaya guna; (d) pengajaran memberi tekanan pada proses dan produk secara seimbang; dan (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 tingkat Sekolah Menengah pertama (SMP) terdapat empat kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu; mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan kebahasaanya diajarkan secara terpadu karena saling berkalaborasi. Keempat kompetensi tersebut menuntut peserta didik agar

mampu untuk berkomonikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan atau tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya satra manusia Indonesia (Depdiknas 2006). Kompetensi berbicara dalam sastra drama sangat penting diajarkan kepada peserta didik, terutama dalam bermain peran. Karena bermain peran menuntut peserta didik untuk berinteraksi dengan lawan tokoh dalam naskah drama melalui dialog drama, bahasa lisan berfungsi sebagai media pengantarnya. Untuk mencapai hasil bermain peran yang maksimal tertu tidak mudah karena sangat erat kaitannya dengan penulisan naskah drama yang baik. Penulisan naskah drama yang baik tentu memenuhi unsur–unsur insrinsik yang ada didalam naskah drama tersebut. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam bemain peran dapat diaplikasikan dengan model Role

Playing. Model pembelajaran Role

playing dalam proses pembelajarannya dilakukan dengan berkelompok, sehingga dapat membantu siswa untuk meningkatkan Karakter dan kemampuan bermain peran siswa kelas VIII C.

Rendahnya mutu kompetensi satra drama terutama dalam bermain peran di SMPN 34 Kerinci selama ini disebabkan banyak faktor karena kurangnya perhatian dari tenaga pendidik dalam mengajarkan sastra drama. Tenaga pendidik sering mencoba menghidar dari materi pembelajaran bermain peran karena tidak memiliki kompetensi, sehingga KKM yang teditetapkan sesuai dengan tujuan pendidikan tidak tercapai karena proses pembelajarannya dilakukan asal–asalan

(7)

5

meninggalkan kelas. Akibatnya karakter siswa dalam proses pembelajaran menjadi menurun. Sudah bermacam cara usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, dimulai pelaksaan pelatihan, MGMP, diklat, Sirtifikasi, namun cara mengajarnya belum membawa kemajuan. Tenaga pendidik sulit untuk memotivasi diri untuk mencapai kompetensi sesuai tujuan pendidikan. Tenaga pendidik tetap bertahan dengan memakai metode ceramah, guru yang aktif siswa menjadi pasif, siswa hanya menonton. Dengan proses pembelajaran yang demikian, kompetersi bermain peran tidak akan mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan kompetensi bermain peran menuntut peserta didik aktif bermain peran, agar menjadi terampil di depan kelas. Tujuannya, agar peserta didik berani terampil di depan orang banyak secara profesional. Apabila peserta didik sudah mampu terampil secara profesional, peserta didik tersebut mampu berkompetensi di masyarakat menghadapi di eraglobalisasi sekarang ini.

Berdasarkan uaraian di atas, maka peneliti perlu untuk melakukan penelitian

tentang “Peningkatan Karakter dan Kemampuan Bermain Peran Sesuai Naskah Drama yang Ditulis Siswa Kelas VIII C SMPN 34 Kerinci Melalui Aplikasi

Role Playing ”.

Masalah-masalah yang ada tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Masih rendahnya ketrampilan siswa kelas VIII C dalam menulis naskah drama terkait pengembangan unsur – unsur instrinsik drama.

2. Masih rendahnya kemampuan siswa dalam barmain peran sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan terkait dengan karakter tokoh yang diperankan.

3. Masih lemahnya kemampuan siswa dalam berdialog terkait mengucapkan ketepatan vokal, intonasi, tempo, ekpresi, dan penjiwaan.

4. Rendahnya karakter siswa dalam proses pembelajaran menulis naskah drama dan bermain peran.

5. Rendahnya kemampuan siswa bermain bermain peran kerena tidak percaya diri dan tidak berani tampil.

Tujuan penelitian adalah untuk (1) mendeskripsikan peningkatan karakter siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci melalui aplikasi model Role Playing; (2) mendeskripsikan penulisan naskah drama siswa kelas VIII C SMPN 34 Kerinci dengan aplikasi model Role Playing; dan (3) mendeskripsikan kemampuan bermain peran siswa kelas VIII C melalui aplikasi

Role Playing.

II. KAJIAN TEORITIS

(8)

Terkait dengan upaya mengwujudkan pndidikan karakter sebagaimana diamanatkan, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan

nasional, yaitu “ Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar memjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab” ( Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional –UUSPN)

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kognetif, berahklak mulia, bermoral, bertoleransi, bergontong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan berkarakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidika nasioanal, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (3) Displin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/ Komonikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung Jawab.

Morelent (2012:69) merumuskan faktor-faktor yang dapat menentukan kesuksesan pendidikan karakter di

sekolah, (1) Pendidikan karakter harus mengandung nilai-nilai yang dapat

membentuk “Good character”, (2)

Karakter harus didefinisikan secara menyeluruh yang termasuk aspek

Thinking, Feeling, and Action”, (3)

Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan komprehensif dan terfokus dari aspek guru sebagai

Role model”.

Sejak manusia diciptakan, sebenarnya ia telah melaksanakan aktivitas belajar. Oleh karena itu, dikatakan bahwa aktivitas belajar itu telah ada sejak adanya manusia.

Menurut Suprijono (2009:2-3) terdapat beberapa definisi belajar menurut pakar pendidikan. Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Menurut Travers belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku, sedangkan Morgan berpendapatbelajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

Menurut Suprijono (2009:5), tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan

instructional effect, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effect. Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik

(9)

7

Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah “scholastic achievement” atau “academic achievement” adalah keseluruhan kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar (Ekawarna, 2009:40). Lalu Suprijono (2009:5) mengemukakan hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Ahmadi dan Supriyono (2003:138) mengatakan prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal).

Ada enam peranan hasil belajar yang dikemukakan oleh Harahap (dalam Niprisoni, 2013:10).

a. Hasil belajar berperan memberikan informasi tentang kemajuan belajar siswa setelah proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

b. Untuk mengetahui keberhasilan komponen-komponen pengajaran dalam rangka mencapai tujuan. c. Hasil belajar memberikan bahan

pertimbangan apakah siswa diberikan program perbaikan, pengayaan, atau melanjutkan ke program selanjutnya. d. Untuk keperluan bimbingan atau

penyuluhan bagi siswa yang mengalami kegagalan belajar dalam suatu program bahan pengajaran. e. Untuk keperluan supervisi bagi

kepala sekolah dan penilik agar guru lebih berkompeten.

f. Sebagai bahan dalam memberikan informasi kepada orang tua dan sebagai bahan dalam mengambil berbagai keputusan dalam melaksanakan pembelajaran.

Menulis adalah aktivitas mengemukakan kegiatan gagasan melalui

media bahasa tulis. Menulis dapat diartikan sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang menuntut seseorang menghasilkan sesuatu (tulisan) sebagai ungkapan, perasaan, dan pemikirannya (Kusmana, 2010:99).

Naskah drama adalah kesatuan teks yang membuat kisah. Naskah atau teks drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : (1) Part text, artinya yang ditulis dalam teksnya sebagian saja, berupa garis besar cerita. Naskah semacam ini biasanya diperuntukkan bagi pemain yang sudah mahir, (2) full text, adalah teks drama dengan penggarapan komplet, meliputi dialog, monolog, karakter, iringan, dan sebagainya. Bagi pemian yang masih tahap berlatih, teks semacam ini patut dijadikan pegangan. Hal ini juga akan mempermudahkan pertunjukan. Hanya saja, sering membatasi kreativitas pentas.

Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam penulisan naskah drama yang dikemukakan oleh Depdiknas (2005), antara lain : (a) Menciptakan setting (latar), (b) Melakukan eksplorasi (pengamatan dan perencanaan), (c) Menulis latar, (d) Menciptakan tokoh, (e) Menciptakan tokoh berbicara, (f) Penempatan semua elemen bersama-sama menjadi skenerio dasar, (g) Membuat sekenario dasar (kasar); menyusun adegan, (h) Menulis serangkaian adegan , (i) Penulisan draft kedua ; menulis kembali draft pertama.

(10)

Apabila dicermati secara seksama maka tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang disampaikan, pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya.

Gani (1988:262) mengungkapkan bahwa kata drama berasal dari kata Yunani; dran, artinya melakukan sesuatu. Dari akar kata Yunani ini dapat dihimpun beberapa definisi oleh para ahli, antara

lain : “Komposisi dalam bentuk prosa atau

puisi yang disampaikan dengan dialog atau pentomim mengenai cerita yang menyangkut konflik atau kontras perwatakan, khususnya berbentuk pertunjukan di atas pentas” (The Random House Dictionary, 1968:401).

Drama adalah genre sastra yang ditulis dalam bentuk percakapan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan. Percakapan itu kadang berbentuk dialog, kadang berbentuk monolog. Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia, kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu drama yang maksudnya berbuat. Dalam bahasa prancis disebut

piecede thetre dan dalam bahasa inggris disebut drama. Dengan demikian maka drama memiliki tiga pengertian yaitu : (1) karya tulis untuk lakon, (2) suatu situasi yang memiliki konflik dan diakhiri dengan penyelesaian, (3) genre sastra bebentuk percakapan atau dialog yang tujuannya untuk dipentaskan di atas panggung (Rampan, 2013:211).

Menurut Ekawarna (2009:62) istilah

“model” dalam konteks pembelajaran diartikan sebagai suatu pola kegiatan Guru-Siswa untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat perbuatan mengajar dan belajar.

Menurut Ekawarna (2009:62-63), konsepsi tentang siasat pengajaran itu pada hakikatnya berusaha menjelaskan komponen dari suatu perangkat material pengajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan pada material tersebut, agar dapat menimbulkan hasil belajar tertentu bagi siswa. Oleh karena itu bagian-bagian dari kegiatan yang mencakup dalam siasat pengajaran dapat dirumuskan menjadi komponen : (a) kegiatan pra pengajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran serta siswa, (d) kegiatan pengetesan, (e) kegiatan tidak ikutan.

Saat ini berbagai model pembelajaran bisa diterapkan dalam pembelajaran Seni Bahasa termasuk model bermain peran.Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami, mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Dalam

proses “mencobakan” peran orang lain,

siswa dapat mempelajari perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia, sehingga dapat menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata (Ekawarna, dkk, 2010:10).

Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model bermain peran, mereka sepatut mampu :

1. Menyajikan atau membantu siswa memilih situasi bermain peran yang tepat.

2. Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa

untuk bertindak “seolah-olah’ tanpa perasaan malu.

(11)

9

mendorong timbulnya spontanitas dan belajar.

4. Mengajarkan keterampilan-keterampilan mengobservasi dan mendengarkan sehingga siswa mengobservasi dan mendengarkan satu sama lain secara efektif dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan. Langkah-langkah yang sepatutnya dilakukan oleh guru dalam menggunakan metode ini adalah : (a) memilih situasi bermain peran, (b) mempersiapkan kegiatan bermain peran, (c) memilih peserta/bermain peran, (d) mempersiapkan penonton, (e) memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran), (f) mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran.

III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action research) yang dilaksanakan guru di dalam kelas. Penelitian tindakan kelas pada hakikatnya merupakan rangkaian

“riset-tindakan-riset-tindakan-....” yang dilakukan secara siklik dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu.

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII C di SMPN 34 Kerinci. Alasan pemilihan sekolah dan kelas tersebut karena pada sekolah ini dari beberapa tahun sebelumnya sampai sekarang, pembelajaran drama terutama materi memerankah tokoh drama masih kurang maksimal karena beberapa kendala. Sedangkan kondisi siswa secara kemampuan sebenarnya sudah terlihat memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Oleh karena itulah, kelas VIII C dipilih sebagai subjek penelitian

mengingat pembinaan potensi yang dirasa masih kurang maksimal.

Pertimbangan yang lain adalah untuk lebih mengefektifkan waktu, biaya, dan tenaga karena peneliti juga menjadi salah seorang staf pengajar ( guru ) di sekolah tersebut.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini menurut Muslich (2011:40) menempuh tahapan-tahapan sebagai berikut : (a) perancanaan, (b) pelaksanaan, (c) observasi dan evaluasi, dan (d) analisis dan refleksi.

a. Perencanaan (planning), yaitu kegiatan yang disusun sebelum melakukan tindakan.

b. Pelaksanaan Tindakan (acting), yaitu pelaksanaan perlakuan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

c. Pengamatan (observing), yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pengamat untuk memperoleh informasi tentang tindakan yang dilakukan termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh perlakuan guru. d. Refleksi (reflecting), yaitu kegiatan

untuk mengkaji dan menganalis hasil observasi dari tindakan yang dilakukan. Memberikan makna terhadap proses dan hasil yang terjadi akibat tindakan, terutama untuk melihat berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakter Siswa

(12)

Tabel 4.19

Ketuntasan Karakter Siswa Siklus I,

II,II

Dari tabel 4.19 dapat diketahui

bahwa karakter sikap siswa mengalami

peningkatan 15,00% dari siklus I ke

siklus II, kemudian dari siklus Iike

siklus III mengalami peningkatan

sebanyak 20,00%. Hal ini dapat terjadi

karena peneliti sudah berusaha dalam

mengkondisikan

kelas

selama

pembelajaran

dan

berusaha

membiasakan siswa untuk bekerja

kelompok.

4.2

Menulis Naskah Drama

Penilaian menulis naskah drama

mengalami peningkatan dari siklus I

sampai siklus III. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 4. 20 Penilaian

naskah drama, peneliti selalu meminta

siswa untuk bertanya jika ada kendala

yang dihadapi dalam menulis naskah

drama, sehingga siswa tidak

segan-segan untuk bertanya dan lebih aktif

untuk bertanya dan mengemukakan

pendapatnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat

Suprijono (2009:5) yang menyatakan

bahwa tujuan belajar sebenarnya

sangat banyak dan bervariasi. Tujuan

belajar yang eksplisit diusahakan

untuk

dicapai

dengan

tindakan

instruksional,

lazim

dinamakan

instructional

effect

,

yang

biasa

berbentuk

pengetahuan

dan

keterampilan.

Sementara,

tujuan

belajar sebagai hasil yang menyertai

tujuan belajar instruksional lazim

disebut

nurturant effect.

Bentuknya

berupa, kemampuan berpikir kritis dan

kreatif, sikap terbuka dan demokratis,

menerima orang lain, dan sebagainya.

Tujuan ini merupakan konsekuensi

logis dari peserta didik “menghidupi”

(

live in

) suatu sistem lingkungan

belajar tertentu.

4.3

Kemampuan Bermain Peran

(13)

11

Tabel 4.21 Nilai Rata-Rata

Kemampuan Bermain Peran Siswa

Nama Siswa

Dari hasil analisis kemampuan

bermain peran siswa diketahui bahwa

nilai kemampuan bermain peran siswa

meningkat dari siklus I ke siklus II

sebanyak

15,00%,

kemudian

mengalami peningkatan dari siklus II

ke siklus III sebanyak 20,00%.

Hal

ini

dikarenakan

siswa

memang giat dalam berlatih bermain

peran dan guru juga tidak henti

memberikan

penjelasan

tentang

bermain

peran,

dan

memberikan

motivasi

kepada

siswa

berupa

penjelasan tentang bermain peran dan

meminta siswa untuk tidak malu-malu

dan berekspresi semaksimal mungkin

beserta dengan gerak tubuh sesuai

dengan

karakter

tokoh

yang

diperankan dalam bermain peran.

Kenyataan ini sesuai dengan

pendapat Nugroho (2009:41) yang

menyatakan

bahwa

dalam

memerankan suatu tokoh drama tidak

hanya melibatkan aspek yang ada pada

diri kita sediri tetapi aspek yang ada di

luar diri kita juga. Aspek yang ada

dalam diri kita seperti suara, tubuh,

raut

muka,

mental,

emosi,

dan

sebagainya.

Dalam

pembelajaran

mengevaluasi pemeran tokoh dalam

drama termasuk juga dalam lingkup

bermain

drama

meskipun

dalam

pembelajaran

di

sekolah

(kelas)

cenderung sulit untuk menghadirkan

suatu naskah drama yang utuh.

V. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

a. Terjadi peningkatan karakter sikap siswa dalam pembelajaran bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa kelas VIII C SMP Negeri 34 Kerinci melalui aplikasi Role Play dari 45,00% pada siklus I menjadi 60,00% pada siklus II, kemudian menjadi 80,00% pada siklus III. Ini berarti mengalami peningkatan 15,00% dari siklus I ke siklus II dan 20,00% dari siklus II ke siklus III.

(14)

siklus II dan 33,33% dari siklus II ke siklus III.

c. Terjadi peningkatan kemampuan bermain peran siswa dalam pembelajaran bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa kelas VIII C SMP Negeri 34 Kerinci melalui aplikasi Role Play dari 45,00% pada siklus I menjadi 60,00% pada siklus II, kemudian menjadi 80,00% pada siklus III. Ini berarti mengalami peningkatan 15,00% dari siklus I ke siklus II dan 20,00% dari siklus II ke siklus III.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Morelent, Yetty. 2012. Peningkatan

Kemampuan Berbicara Siswa

Melalui Kegiatan Bercerita

Berbasis Karakter. “Disertasi”.

Bandung: SPs UPI

Niprisoni,. 2013. Skripsi: Peningkatan Hasil belajar IPA tentang Energi dan Perubahannya Melalui Model Group Investasigation Kelas IV

SD Negeri o91/III Sungai

Rumpun. Skripsi tudak

diterbitkan, Jambi : FKIP Universitas Jambi

Ekawarna. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Jakarta :Gaung Persada (GP Press)

Heryati, Yeti, dkk. 2010. Model Inovatif Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Multi Kreasi Satudelapan

Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia Respon dan Analisa. Dian Dinamika Press.

Kusmana, Suherli. 2010. Guru Bahasa Indonesia Profesional. Jakarta : sketsa aksara lalitya

Kementrian pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Pembekuan: 2011. Pedoman Pelaksanaan Pindidikan Karakter. Jakarta

Suprijono, Agus 2011. Cooperative Learning Teori Aplikasi dan PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Muhammad, Hamid 2005 Bahasa dan

Sastra Indonesia. Jakarta:

Gambar

Tabel 4.19
Tabel 4.21  Nilai Rata-Rata

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh simpulan antara lain: (1) Bagi siswa SMP Negeri se- Kota Padangsidimpuan bahwa bioteknologi

This study was aimed at investigating the English Department students' perceptions in Satya Wacana Christian University towards the use of multiple choice questions.. The

Pada praktik yang pertama ini, ditemukan beberapa kekurangan- kekurangan yang harus diatasi. Seperti terdapat kebiasaan berbicara yang kurang keras sehingga siswa yang

Hasil analisis data dengan taraf signifikansi 5% diperoleh: (1) terdapat perbedaan yang signifikan antara penerapan strategi Teams Games Tournaments dan Numbered Heads

Pada tahap pelaksanaan pembangunan sering terjadi adanya perubahan volume pekerjaan yang diakibatkan karena antara lain : pertimbangan atau kesulitan dalam metode

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian secara subkronis dari arsenic acid dosis 2,5 hingga 10 mg/kg bobot badan pada tikus memberikan respon akumulasi yang

Gambar 3.34 Diagram Sequence Melihat Catatan Perubahan Data Opportunity 122 Gambar 3.35 Diagram Sequence Index Data Penawaran

Keywords: representation, Multimodal Critical Discourse Analysis, Systemic Functional Linguistics, and online newspapers... Banjir dalam Surat Kabar