• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Senam Osteoporosis 2.1.1 Defenisi Senam Osteoporosis - Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Senam Osteoporosis 2.1.1 Defenisi Senam Osteoporosis - Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Senam Osteoporosis 2.1.1 Defenisi Senam Osteoporosis

Senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot, tulang dan latihan yang biasanya ditambah beberapa bentuk permainan-permainan untuk meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan (Tilarso, 1988). Senam osteoporosis merupakan kombinasi beberapa jenis latihan yang bersifat aerobik dengan benturan ringan, latihan kekuatan dengan menggunakan beban di kedua tangan, latihan keseimbangan dan latihan pernafasan.

2.1.2 Manfaat Senam Osteoporosis

(2)

energi, serta pengendalian stress. Ditegaskan bahwa melakukan senam osteoporpsis juga dapat menjaga postur tubuh, menjaga kelenturan dan pergerakan otot, meningkatkan kerja jantung dan paru-paru, menjaga keseimbangan tubuh, melatih koordinasi anggota gerak. Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik apapun yang dihasilkan oleh otot dan rangka yang memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat, yang diukur dalam jumlah kilo kalori (Public Health, 1985).

2.1.3 Hal-Hal yang tidak Dianjurkan dalam Senam Osteoporosis

2.1.3.1 Gerakan membungkuk. Misalnya Sit Up/meraih jari-jari kaki berdiri sambil membungkuk ke depan dari pinggang dengan pinggang melengkung

2.1.3.2 Gerakan naik turun dingklik atau step aerobik

2.1.3.3 Gerakan memutar badan/twisting misalnya memutar ke kanan dan ke kiri tidak boleh lebih dari sudut 90 derajat, tetapi boleh 30 derajat sampai 45 derajat

2.1.3.4 Gerakan terlalu lama berdiri 2.1.3.5 Gerakan yang terlalu cepat

2.1.3.6 Mengangkat beban dengan ayunan punggung 2.1.3.7 Duduk dengan punggung membungkuk 2.1.4 Frekuensi Senam Osteoporosis

(3)

bergantian sudah cukup untuk meningkatkan kesehatan (Jackson et.al, 1986). Jika intensitas dan durasi latihan bertambah, frekuensi juga harus bertambah bila penigkatan ingin diteruskan (Pollock, 1973). Pembahasan penelitian mendapati bahwa perubahan kebugaran berkaitan langsung dengan frekuensi latihan, walaupun dianggap tidak tergantung pada efek intensitas, durasi, lama program, dan tingkat kebugaran awal (Wenger & Bell, 1986). Individu yang tidak terlatih pada kenyataan membutuhkan waktu 48 jam untuk beradaptasi dan pulih dengan ransangan latihan (Fleck & Kraemer, 1987).

2.2 Hakekat Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa tulang dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang serta resiko terjadinya patah tulang.

World Health Organisation (WHO, 2005) dan consensus ahli mendefinisikan osteoporosis menjadi penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang menyebabakan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur (tief in the night).

(4)

dengan osteoporosis disebabkan oleh kelainan ini.interaksi antara geometri tulang dan dinamika terjatuh atau kacelakaan (trauma), keadaan lingkungan sekitar, juga merupakan faktor penting yang menyebabkan fraktur. Ini semua dpat berdiri sendiri atau berhubungan dengan rendahnya densitas tulang.

Dengan demikian, penyakit osteoporosis adalah berkuramgnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, tulang terdiri dari kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, mak tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.

Meskipun kalsium diluar tulang kurang lebih 2% dari kalsium dalam tubuh, perannya sangat vital, terutama untuk kegiatan enzim, hormone, saraf, otot, dan pembekuan darah. Kalsium yang beredar dalam darah menjadi patokan keseimbangan kalsium diseluruh tubuh. Keseimbangan dan kestabilan kadar kalsium darah terutama ditentukan oleh hormone paratiroid. Kalau kadar kalsium dalam darah normal, maka proses mineralisasi berlangsung seimbang.

(5)

diketahui ketika sudah parah. Contoh kasus seorang terpeleset ringan, tetapi tulangnya patah dibagian lengan atau pinggang.

Jika kita bertanya pada sekumpulan wanita usia paro baya ( 40 – 50 tahun) mengenai sejauh mana pemahaman mereka terhadap ancaman osteoporosis, ternyata informasi yang kita dapat sangat beragam. Ada yang beranggapan kondisi tubuhnya aman–aman saja karena selama ini tidak merasakan adanya keluhan, sehingga dia tidak perlu berjaga-jaga secara berlebihan. Namun, sebagian ada juga yang sangat sadar akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan tulang pada usia tersebut.

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang umum pada orang dewasa. Penyakit ini menyebabakan tulang lebih mudah keropos dan lebih mudah patah daripada tulang yang normal. Dibanding penyakit tulang lain seperti ostomalasia dan rickets, osteoporosis berbeda. Ini disebabkan berkurangnya matriks organik bukan kelainan klsifikasi tulang. Pendeteksian dini osteoporosis merupakan langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).

2.2.1 Epidemologi Osteoporosis

(6)

Jumlah penderita osteoporosis atau pengeroposan tulang di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin tingginya tren kenaikan angka insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis pada 2007-2010. Kenaikan insiden patah tulang akibat osteoporosis terus meningkat sejak 2007-2010. Dari sekitar 20 ribuan kasus pada 2007 meningkat menjadi sekitar 43 ribuan kasus pada 2010. Data tersebut juga diperkuat dengan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, yang menyatakan angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100 ribu kasus pada wanita dan pria di atas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis.

WHO mendata sekitar 200 juta orang menderita angka patah tulang pinggul akibat osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada wanita dan tiga kali lipat pada pria.

(7)

2.2.2 Faktor Resiko Osteoporosis

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun Pencegahan lebih awal terhadap penyusutan tulang pada wanita sebelum menopause akan memperlambat proses penyusutan tulang, seperti diketahui bahwa penyusutan tulang telah terjadi sejak usia 30-40 tahun, disinilah pentingnya pemeriksaan marker tulang (Nugroho, 2008).

2.2.2.1 Wanita

2.2.2.2 Usia

Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat ( Nugroho, 2008 ).

2.2.3

Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama (Nugroho, 2008).

Keturunan Penderita Osteoporosis

2.2.4 2.2.4.1

Gaya Hidup Kurang Baik

(8)

2.2.4.2Malas Berolahraga. Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.

2.2.4.3

Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.

Merokok

Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35 tahun, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan tulang pada umur tersebut sudah berhenti.

(9)

2.2.4.2Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.

2.2.4.3Kurus dan mungil, Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna (Lumbantobing, 2001).

2.3 Penyebab Osteoporosis

(10)

sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

2.3.2

Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.

Osteoporosis Senilis

Senilis

2.3.3

berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis pada postmenopausal (Suryati, 2006 ).

Osteoporosis Sekunder

Ini dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal

2.3.4

) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.

Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

(11)

2.4 Standard Baku Pemeriksaan Osteoporosis yang Diukur dengan Densitometri

2.4.1 Normal: Massa tulang < 1

2.4.2 Masa tulang rendah: Massa tulang 1-2.5 2.4.3 Osteoporosis: Massa tulang >2.5

(12)

2.5 Pencegahan Osteoporosis 2.5.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya terbaik, paling murah dan mudah. 2.5.1.1 Kalsium

Kalsium dibutuhkan untuk mineralisasi tulang, sehingga menjadi kuat. Makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau, jeruk, citrun, susu, keju, yoghurt.

2.5.1.2 Latihan atau Aktivitas Fisik (Exercise Therappy)

(13)

2.5.1.3 Terapi Latihahn atau Latihan yang Dianjurkan

Jalan dan berenang dianjurkan setiap hari 30 menit. Kalau sudah cukup terlatih, latihan dapat ditingkatkan dengan jarak yang lebih jauh, tetapi waktu yang sama serta bersepeda dengan mengikuti pedoman untuk tiap-tiap individu, termasuk postur, beban, tingginya duduka n, tahanan dan kecepatannya.

2.5.1.4 Hindari Faktor-faktor sebagai berikut:

Menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan pengrusakan tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, peminum alkohol, pemberian obat seperti kortikosteroid maka suplemen kalsium harus ditambahkan.

2.5.2 Pencegahan Sekunder

2.5.2.1Konsumsi Kalsium. Penurunan masa tulang terjadi pada wanita menopause yang asupan kalsiumnya kurang dari 400mg/hari.

2.5.2.2 Estrogen Repleacement Therapy (ERT) atau Terapi Sulih Hormon (TSH). Semua wanita pada saat menopause mempunyao resiko osteoporosis, karenanya dianjurkan pemakaian IRT pada mereka yang tak ada kontraindiksi.

2.5.2.3Latihan. Latihan fisik bagi penderita osteoporosis, bersifat spesifik dan individual, memperhatikan berat ringannya osteoporosis sehingga perlu mendapat supervise dari tenaga medis/fisioterapi individu per individu.

2.5.2.4Intervensi fisioterapi secara spesifik berdasarkan kajian problematik.

(14)

2.5.2.6Vitamin D yang fungsi utamanya untuk membantu penyerapan kalsium diusus.

2.5.3 Pencegahan Tersier

Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, jangan dibiarkan berbaring terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana pergerakan, mulai dari pergerakan pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri.

2.5.4 Edukasi Pasien

Pemahaman pasien dan keluarganya tentang hal osteoporosis diharapkan menambahkan kepedulian mereka, dan selanjutnya berperilaku hidup sehat, sesuai dengan pencegahan osteoporosis. Pemahaman tentang pencegahan osteoporosis secara dini sehingga bahaya yang dapat menimbulkan gangguan terhadap aktifitas gerak dan fungsi dapat diantisipasi.

2.6 Hakekat Aktivitas Fisik

(15)

tetapi kegiatan dengan energi yang dikeluarkan di atas energi rata-rata saat istirahat sehingga dapat meningkatkan kemampuannya.

Aktivitas fisik merupakan bagian terpenting dalam mempertahankan hidup, sehingga lebih sehat dan bahagia. Hal ini dapat mengurangi stress serta nyaman secara keseluruhan. Dijelaskan bahwa beberapa manfaat melakukan aktivitas fisik secara teratur adalah :

2.6.1 Membantu dalam mengendalikan berat badan, sehingga memberikan kemungkinan untuk mempertahankan gaya hidup yang lebih baik, tetap segar dan waspada saat terjaga.

2.6.2 Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko penyakit jantung dan gagal jantung karena otot-otot jantung lebih kuat.

2.6.3 Aktivitas fisik mampu mengurangin resiko diabetes dan kondisi lain yang terkait dengan aktivitas seperti kegemukan.

2.6.4 Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko jenis kanker tertentu.

2.6.5 Aktivitas fisik mampu menguatkan tulang dan otot menjadi lebih lentur. Hal ini mampu mnegurangi terjadinya cedera fisik dan membantu meningkatkan perbaikan jaringan tertentu.

2.6.6 Ketika seseorang aktif secara fisik, maka dapat meningkatkan kesehatan mental serta suasana hati lebih stabil.

(16)

2.6.8 Secara keseluruhan aktivitas fisik membantu untuk lebih lama hidup

Dari penjelasan tersebut aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan teratur, sehingga menghasilkan perubahan pada seseorang ke arah derajat keondisi fisik yang lebih baik. Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan seperti olahraga kesehatan akan mampu menghasilkan perubahan-perubahan pada aspek jasmani, rohani dan sosial. (WHO, 2009).

2.7 Hubungan Senam Osteoporosis dan Aktifitas Fisik

Senam aerobik adalah bentuk latihan atau gerakan yang dilakukan berulang-ulang kali dan menggunakan kumpulan otot-otot besar sekurang-kurangnya 15 menit dan membutuhkan oksigen sebagai sumber tenaga (Sadoso. 1996). Senam aerobik yang pelaksanaannya mirip latihan aerobik berupa jalan, jogging dan lari dapat merangsang kerja jantung dan paru serta peredaran darah. Peningkatan daya tahan jantung paru (daya tahan cardiorespirasi) dapat dijadikan sebagai indikator tunggal untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani seseorang antara lain pengukuran VO2

(17)

hari (Pusat Promosi Depkes. RI, 2006). Tingkat aktifitas fisik dalam populasi diperkirakan tidak aktif secara fisik 30,5%, aktif tapi tidak teratur 28,5%, aktif secara teratur tidak intensif 31,5%, aktif secara teratur, intensif 9,1%. Hidup aktif membutuhkan aktifitas fisik yang teratur dan hanya 40% populasi yang mendapatkan keuntungan fisik dan mental. Ketidak-aktifan fisik dapat membahayakan kesehatan dengan demikian Senam Osteoporosis diyakini dapat meningkatkan aktifitas fisik lanjut usia.

2.8 Hakekat Lanjut Usia 2.8.1 Defenisi Lansia

(18)

beradaptasi dengan stres lingkungan. Menurut analisa dari 57 negara didunia menemukana bahwa kriteria lanjut usia paling umum adalah gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang (Glascock & Feinman 1981; Stanley & Beare, 2007).

2.8.2 Batasan Lanjut Usia

Batasaan usia ini sampai sekarang belum memiliki kepastian referensi, masih banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai batasa usia ini antara lain;

2.8.2.1 WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

2.8.2.2 Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) 18 atau 25-29 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas 25 – 60 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very old). 2.8.2.3 Menurut UU No. 4 tahun1965 pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai

(19)

2.8.3 Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia

2.8.4 Proses Penuaan

Penuaan (= menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan furngsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994; Darmojo, 2004)

(20)

Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya dan sangat individual. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik (keturunan), asupan gizi, kondisi mental, pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan sehari-hari (Darmojo & Martono, 2004).

2.8.4.1 Teori Proses Penuaan

Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiologis, begitu pula organ otak. Dalam hal perubahan fisiologis sampai patologis telah dikenal proses menua yang menggunakan istilah senescence, senility dan demensia. Senencense menandakan perubahan penuaan normal dan senility menandakan penuaan yang abnormal, tetapi batasnya masih tidak jelas. Senility juga dipakai sebagai indikasi gangguan mental yang ringan pada usia lanjut yang mengalami demensia (Ciummings, Benson, 1992).

(21)

sehingga dikenal dengan faktor resiko. Faktor resiko tersebut yang menyebabkan terjadinya penuaan patologis (patological aging) (Pudjiastusi, utomo, 2003).

Gambar 2.3. Proses Penuaan dengan Faktor yang Memengaruhinya Sumber: Fisioterapi pada Lansia, Pudjiastuti dan Utomo, hal. 18 Cetakan I, 2003

Dalam proses penuaan beberapa teori menjelaskan hal tersebut. Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua teori yaitu teori penuaan secara biologi dan terori penuaan secara psikologi.

2.8.4.1.1 Teori Biologi 2.8.4.1.1.1Teori Selular

(22)

2.8.4.1.1.2Teori “Genetik Clock”

Teori genetik adalah menua telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) suatu jam genetik yang telah diputar menurut replikasi tertentu (Suhana, 1994 ). Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam itu berhenti akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit (Azizah, 2011).

2.8.4.1.1.3Teori Sintesi Protein (kolagen dan elastin)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lanjut usia beberapa protein (kolagen, kartilago dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Keadaan ini akan terlihat dari perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal ( Azizah, 2011).

2.8.4.1.1.4Sistim Imun

(23)

kemampuan sistem imun tubuh mengenali diri sendiri (Goldstein, 1989). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh mengganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan ini akan menyebabkan peningkatan aoutoimun (Goldstein, 1989).

2.8.4.1.1.5Mutasi Somatic (teori error catastrophe)

Teori mutasi somatik dikatakan ada faktor-faktor lingkungan yang menyebabakn terjadinya mutasi somatic, proses menua disebabkan oleh karena kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan, setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun proses translasi, kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan akan menyebabkan reaksi metabolisme yang salah sehingga mengurangi fungsional sel, maka akan terjadi kesalahan yang makin banyak sehinnga terjadilah catastrop (Suhana, 1994).

Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “Error Catastrophe”. Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan (Martono, 2000).

2.8.4.1.1.6Teori Metabolisme

(24)

menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Peristiwa menua akibat metabolisme badan sendiri antara lain karena kalori yang berlebihan, kurang aktifitas dan sebagainya (Darmojo & Martono, 2000).

2.8.4.1.1.7Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas dikatakan radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernapasan mitokondria. Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel dan gugus SH. Walaupun ada sistem penangkal namun sebagain radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang terbentuk sehingga proses penuaan terus terjadi, kerusakan organela sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi (Oen, 1993).

2.8.4.2 Teori Psikologis

2.8.4.2.1 Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)

(25)

sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2008).

2.8.4.2.2 Kepribadian Lanjutan (continuty theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lanjut usia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personallity yang dimilikinya (Kontjoro, 2002).

2.8.4.2.3 Teori Pembebasan (disengagement theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss).

2.8.5 Patofisiologi Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara degenratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik tetapi juga perubahan kognitif, perasaan, sosial dan sexual. 2.8.5.1 Sistem Muskuloskeletal

(26)

Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan serta hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Pudjiastuti & Utomo, 2003 Azizah, 2011;)

2.8.5.1.2 Kartilago;

Jaringan kartilago pada persendian lunak mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago utnuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.3 Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula tranversal terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).

(27)

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak otot mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan marfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003). 2.8.5.1.5 Sendi

Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan periarkular mengalami penuruan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapdul sendi. Sendi kehilangan flesibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas sehari-hari (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.6 Saraf

(28)

2.8.5.1.7 Sistem Kardiovaskular dan Respirasi 2.8.5.1.7.1 Sistem kardiovaskular

Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertofi, dan kemampuan perenganggan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin. Katup jantung mengalami fibrosis dan kalsifikasi. SA node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang samapi 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami penuruan elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan vaskular sehingga menyebabkan peningkatan tekanan sistole dan penurunan perfusi jaringan. Penurunan sensitivitas berreseptor menyebabkan terjadinya hipotensi postural. Curah jantung (cardiac output) menurun akibat penurunan denyut jantung maksimal dan volume sekuncup. Respons vasokontriksi untuk mencegah terjadinya pengumpalan darah (pooling of blood) menurun sehingga respons terhadap hipoksia menjadi lambat. (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.7.2 Sistem Respirasi;

(29)

berhubungan dengan perubahan otot diafragma. Apabila terjadi perubahan otot diafragma, otot thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding thoraks selama respirasi berlangsung. Kalsifikasi kartilago kosta mengakibatkan penurunan mobilitas tulang rusuk sehingga ekspansi rongga dada dan kapasitas ventilasi paru menurun. (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.8 Sistem Indra 2.8.5.1.8.1 Sistem Penglihatan

Erat kaitannya dengan presbiopsi (old sigth). Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan akomodasi dari jarak jauh atau jarak dekat berkurang (Pudjiastuti & Utomo, 2003) . 2.8.5.1.8.2 Sistem Pendengaran

Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, terjadi pada usia 60 tahun keatas (Azizah, 2011)

2.8.5.1.8.3 Sistim Integument

(30)

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain angin dan sinar matahari, terutama ultra violet (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.8.4 Sistem Ekresi

Pada lanjut usia ginjal mengalami perubahan yaitu terjadi penebalan kapsula Bouwman dan gangguan permeabilitas terhadap zat yang akan difiltrasi, nefron secara keseluruhan mengalami penurunan dan mulai terlihat atropi, aliran darah di ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar 50% dibanding usia muda tetapi fungsi ginjal dalam keadaan istirahat tidak terlihat menurun. Apabila terjadi stress fisik ginjal tidak dapat mengatasi peningkatan kebutuhan dan mudah terjadi gagal ginjal (Martono, 2009).

2.8.5.1.8.5 Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lanjut usia ditandai dengan menciutnya ovari dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang dan reaksinya menjadi bersifat alkali. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatosoa, meskipun adanya penuruanan secara beransur-ansur. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (jika kondisi sehat baik), yaitu dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia (Azizah, 2011).

2.8.5.1.8.6 Kognitif

(31)

menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasaan atau intelegensi (Ramdhani, 2008). Batasan fungsi kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori, pemecahan masalah, pengambilan sikap, integrasi belajar dan proses komprehensif (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.9 Metode Uji Berjalan

(32)

melakukan latihan submaksimal (kapasitas endurance) merupakan komponen yang penting dalam menilai adanya disabilitas. Uji berjalan sering digunakan dalam praktek klinik maupun penelitian untuk menilai aspek dari fungsi fisik. Berbagai jenis uji berjalan telah dikembangkan, baik berjalan pada waktu tertentu maupun pada jarak tertentu. Sementara uji berjalan pada waktu 2 menit, 6 menit dan 12 menit dilakukan untuk mengukur jarak tempuh dalam waktu tersebut diatas. Uji jarak tempuh berjalan dalam waktu 12 menit, mula-mula dilaporkan sebagai petunjuk untuk mengetahui kebugaran fisik seseorang (Lipkin et al, 1989) . Didapatkan adanya hubungan yang erat antara jarak tempuh dalam 12 menit dengan penggunaan oksigen maksimum (VO2 max) pada pria sehat.

(33)

dijumpai adanya efek samping dalam uji berjalan juga merupakan suatu uji sederhana mudah dan murah (Mc Gavin,1979).

(34)

2.10 Landasan Teori

Gambar 2.4 Landasan Teori

(35)
(36)

intensitas (kerasnya melakukan latihan), lama dan frekuensi olahraga sangat bergantung dari kemampuan lansia tersebut.

(37)

merupakan suatu uji sederhana mudah dan murah ( Mc Gavin,1979 ). Keterandalan Uji Jalan Enam Menit di Lintasan Empat Persegi Panjang 20 x 2 m pada Penyandang Disabilitas Intelektual dengan Obesitas di Jakarta (Tamin, et,al, 2011). Tidak terdapat perbedaan jarak tempuh yang bermakna ketika uji jalan enam menit dilakukan di panjang lintasan antara 15 sampai 50 meter ( Tamin, et, al, 2011 ).

2.11 Kerangka Konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Senam

Osteoporosis Lansia

Perlakuan I (Senam Osteoporosis,

Frekuensi Sekali Seminggu)

Perlakuan II (Senam Osteoporosis, Frekuensi dua kali Seminggu)

Gambar

Gambar 2.3. Proses Penuaan dengan Faktor yang Memengaruhinya
Gambar 2.4  Landasan Teori
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Achmad Wardi - Badan Wakaf Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebagai pengelola RS - Masyarakat dhuafa (gratis disubsidi dana zakat).

Upacara Uleak dalam bahasa Suku Bangsa Rejang disebut juga dengan alek atau umbung (yang berarti pekerjaan atau kegiatan yang diaturr selama pesta

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)

digunakan untuk meringkas materi pelajaran dan kemudian membantu dalam mengkaji ulang materi pelajaran yang telah diringkas. Pada pembelajaran matematika, seseorang

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Misi yang di tetapkan adalah menyediakan perkhidmatan pensijilan yang bernilai kepada industri Misi yang di tetapkan adalah menyediakan perkhidmatan pensijilan yang

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena