• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENILAIAN DI SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENILAIAN DI SEKOLAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : Basuki

Abstract: Perubahan orientasi kurikulum 2004 menuntut perubahan penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah termasuk di dalamnya pelaksanaan penilaian. Penilaian yang semula menggunakan acuan norma, bergeser menggunakan acuan standar. Anak dituntut menguasai kopetensi tertentu sesuai yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran melalui penilaian. Guru dituntut mampu membuat format penilaian menyeluruh yang mampu memberikan informasi lengkap tentang keadaan yang sebenarnya anak didik. Ranah penilaiannya harus proporsional meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.Teknik penilaiannya menggunakan teknik tes dan non tes.

Latar Belakang Masalah

Penilaian merupakan unsur penting dalam pendidikan. Melalui penilaian guru dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu pembelajaran memerlukan remidiasi atau dapat dilanjutkan dengan materi baru karena hasil pembelajaran dinilai baik.Penilaian digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian melalui penilaian guru memperoleh hasil penting tentang tingkat pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi pembelajaran, kelebihan dan kekurangan anak dalam pembelajaran, di samping kelebihan dan kekurangan guru dalam proses pembelajaran.

Kurikulum 1994 memiliki orientasi yang berbeda dengan kurikulum 2004. Kurikulum 1994 berorientasi atau berbasis isi

(content-basecurriculum), yang lebih menekankan selesainya pokok bahasan.Sementara itu, kurikulum 2004tidak lagi menekankan pemberian materi tetapi menekankan atau

berbasis kopetensi (competency–basecurriculum). Perubahan penekanan ini menuntut perubahan penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah termasuk di dalamya pelaksanaan penilaian.Kopetensi tertentu harus dicapai pada setiap pembelajaran.Anakdituntut menguasai kopetensi dasar yang telah ditetapkan. Orientasi pembelajaran bukan lagi menjawab pertanyaan apa yang harus diajarkan tetapi harus menjawab pertanyaan apa yang harus dikuasai anak.

Kecuali itu, orientasi kurikulum yang semula masukan (input-orientededucation), bergeser ke hasil atau standard

(outcome-basededucation).Sebagai konsekuensinya pelaksanaan penilaianpun mengalami perubahan. Penilaian yang semula menggunakan acuan norma, bergeser ke penilaian yang menggunakan acuan standar. Anak dituntut untuk menguasai kopetensi tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Di samping itu, sistem penilaian berbasis kopetensi lebih komprehensif yang menuntut para guru

(2)

menguasai berbagai prinsip dan strategi penilaian. Di dalam penilaian guru dituntut mengumpulkan berbagai informasi yang didapatkan melalui pembelajaran, ujian, observasi, proyek, produk, portofolio, suvei, interview dan lain-lainnya. Dengan demikianguru juga dituntut menguasai berbagaimacam atau model penilaian.

Penilaian bukan semata-mata menentukan nilai dari satu-dua kali ujian, karena penilaian merupakan proses penyimpulan berbagai informasi tentang anak didik sehingga diharapkan dapat mencerminkan keadaan dan kemampuan anak yang sesungguhnya. Guru dituntut mampu membuat format penilaian menyeluruh yang mampu memberikan informasi lengkap tentang anak didik sehingga dapat membantu menjelaskan pencapaian tujuan pembelajaran, mengetahui secara persis kemajuan belajar anak yang akhirnya dapat digunakan perbaikan program pembelajaran. Dengan kata lain, guru harus dapat melakukan penilaian melalui berbagai teknik yang dapat mengungkapkan secara tepat bahwa kopentensi yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran benar-benar dapat dicapai dan dikuasai anak.

Masih adaguru di lapangan melaksanakan penilaian dengan orientasi “apa yang diajarkan” semata dan belum mengarah pada “apa yang harus dikuasai anak”. Di samping itu teknik penilaian yang digunakan guru tidak variatif dan hanya menitikberatkan pada teknik penilaian tertulis (teknik tes), sementara teknik non tes seperti penilaian portofolio,proyek, obserasi, produk, survey dan interviewjarang atau tidak digunakan. Permasalahan lain, ranah penilaiaan sering hanya menitikberatkan ranah kognitif,

sementara perhatian ranah psikomotor dan afektif masih kurang dan jarang atau bahkan sama sekali tidak dilaksanakan. Ranah kognitif pun terbatas pada ranah ingatan, pemahaman dan penerapan, sementara ranah analisis, sintesis dan evaluasi jarang dilaksanakan. Menilai hasil belajar ranah kognitif memang lebih mudah daripada kedua ranah yang lain, terutama tingkatan kognitif awal seperti ingatan, pemahaman dan penerapan. Langkah demikian harus dihindarkan, lebih-lebih kemudian beranggapan bahwa ranah psikomotorik dan afektif tidak diperlukan. Dengan kata lain masih ada guru yang kurang atau bahkan tidak memperhatikan proporsionalitas ranah penilaian.Penilaian yang yang dilakukan belum menyeluruh masih bersifat fragmentalis sehingga kurang mencerminkan keadaan anak yang sesungguhnya.

Masalah Penilaian

Sebelum membicarakan penilaian lebih lanjut perlu disampaikan beberapa istilah yang sering dipakai dan dipersamakan maknanya di dunia pendidikan yakni pungukuran, penilaian dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut pada dasarnya memiliki makna yang berbeda dan digunakan secara berjenjang, dimulai pengukuran dilanjutkan penilaian dan diakhiri evaluasi. Pengukuran (measurement) memiliki makna membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu yang bersifat kuantitatif.Misalnya mengukur tinggi badan menggunakan meteran, mengetahui berat badan dengan timbangan, mengukur kemajuan belajar menggunakan tes hasil belajar. Di dalam mengukur, dikenal ukuran

(3)

yang terstandar seperti meteran, literan, kilogram dan sebagainya, ukuran tidak terstandar seperti sejengkal, sedepa, sejangkah dan sebagainya. Di samping itu ada ukuran yang didasarkan perkiraraan karena pengalaman berkali-kali telah mempraktekkan, misalnya membelikan sepatu atau baju bagi anggota keluarganya.

Allen dan Yen (1979) menjelaskan bahwa pengukuran adalah penetapan angka terhadap suatu objek dengan cara yang sistematis. Pengukuran merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan cermat sebagai dasar penilaian.Pengukuran yang tepat dan sistematis diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat tentang tingkat penguasaan materi pembelajaran siswa. Pengukuran dalam kegiatan pembelajaran merupakan proses membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran dengan kriteria atau ukuran yang telah ditentukan.

Istilah penilaian (assessment)mempunyai makna mengabil keputusan terhadap sesuatu berdasarkan ukuran baik-buruk, pandai-bodoh, berhasil-tidak berhasil, dan lain-lain yang bersifat kualitatif. Makna penilaian memiliki arti lebih luas dibandingkan pengukuran. Pengukuran merupakan langkah awal dari penilaian, tetapi tidak semua peniaian harus didahului dengan pengukuran.

Penilaian memiliki tujuan menjawab pertanyaan sejauh mana prestasi belajar siswa dengan menggunakan berbagai cara dan menggunakan berbagai alat penilaian. Di dalam penilaian dilakukan pengumpulan berbagai bukti yang menunjukkan prestasi belajar anak.Griffin

dan Nix (1991) menjelaskan bahwa penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan fakta-fakta untuk menjelaskan karakteristik seorang anak. Makna penilaian berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran karena penilaian tidak semata-mata menyangkut hasil pembelajaran, tetapi juga menyangkut seluruh proses pembelajaran.

Dengan demikian proses penilaian tidak hanya terbatas pada karakteristik peserta didik saja tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal maupun informal untuk menghasilkan informasi belajar peserta didik.Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk tes baik lisan maupun tertulis, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya.Penilaian dapat juga diartikan sebagai kegiatan penafsiran data hasil pengukuran.

Sementara itu, evaluasi mencakup pengertian mengukur dan menilai. Didalam evaluasi akan ditentukan apakah suatu program pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai atau belum dan sejauh mana tingkat efektifitas pelaksanaannya. Stufflebeam dan Shinkfield (1985), menjelaskan bahwa evaluasi merupakan penilaian yang sistematik tentang manfaat suatu objek.Di dalam evaluasi mengandung kegiatan untuk menentukan nilai suatu program.

(4)

Ranah Penilaian

Berdasarkan taksonomi Bloom, tujuan pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Pada dasarnya ketiga ranah tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan harus dimanifestasikan baik dalam proses pembelajaran maupun dalam penilaian. Penekanan tiap mata pelajaran berbeda-beda, mata pelajaran yang menekankan pemahaman konsep lebih menekankan ranah kognitif.Berbeda dengan mata pelajaran yang menekankan praktekakan lebih menekankan ranah psikomotor.Ranah kognitif dan psikomotor keduanya mengandung ranah afektif.

Bloom (1956) menjelaskan bahwa ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghapal, memahami, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui ketrampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.Ranah psikomotor berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya memukul, melompat, menulis dan sebagainya.Sementara itu ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.

Taksonomi disusun berdasarkan tingkat kesulitan, misalnya soal yang menyangkut ingatan fakta lebih mudah dibandingkan menjelaskan atau soal yang menyangkut hafalan lebih mudah dibandingkan evaluasi. Jenjang kesulitan ini juga tercermin pada saat guru melaksanakan pembelajaran di kelas. Misalnya siswa yang melaksanakan pembelajaran

pemahaman, terlebih dahulu harus mengingat atau mengenal karena dalam pemahaman diperlukan dapat mengenal atau mengingat kembali.

Ranah kognitif, psikomotorik dan afektif tercermin di dalam perumusan tujuan pembelajaran, penetapan bahan, proses pembelajaran dan penilaiannya. Penilaian ranah kognitif, tidak sama dengan penilaian ranah afektif. Penilaian ranah kognitif menggunakan kriteria benar-salah dengan berpedoman rumus, prinsip pengetahuan atau hukum sementara ranah afektif menggunakan kriteria baik-buruk dengan berpedoman pada nilai atau norma yang berlaku.

a. Penilaian Ranah Kognitif

Ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom, adalah kemampuan berpikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada tingkat ini, anak dituntut untuk menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan semata.Sementara pada tingkat pemahaman anak dituntut untuk memahami hubungan antar konsep-konsep atau fakta-fakta.Tingkat aplikasi menuntut anak menerapkan dalil, prinsip atau konsep dalam situasi baru dengan benar. Tataran analisis menuntut anak menguraikan informasi atau berbagai hal kompleks ke dalam bagian-bagian, membedakan fakta dan pendapat atau menemukan hubungan sebab akibat. Tingkat sintesis menuntut anak mensintesiskan atau menggabungkan kembali bagian-bagian menjadi struktur baru. Dengan lain kata, pertanyaan sintesis menuntut siswa melakukan generalisasi.

(5)

Tataran evaluasi, menuntut siswa menerapkan pengetahuannya untuk melakukan penilaian suatu masalah berdasarkan teori, bukti-bukti, informasi-informasi dan hal-hal lain yang mendukung penilaiannya.

Ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan aspek belajar (Tuckman, 1975), yaitu:

1) Ingatan (recognition): mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasi, menamakan, mendaftar, menjodohkan, memilih, menyebut, dan menyatakan. Misalnya meminta anak memilih salah satu jawaban di antara beberapa alternatif jawaban yang ada.

2) Pemahaman (comprehension): mengubah,

mempertahankan, membedakan,

menafsirkan, menjelaskan, memperluas, menggeneralisasikan, memberi contoh, menyimpulkan, membuat parafrase, meramalkan, menulis kembali, dan meringkas. Misalnya meminta anak menjelaskan hal yang diketahui dengan kata-katanya sendiri.

3) Penerapan (application): mengubah, menghitung, mendemons-trasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasi, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan,

menghasilkan, meng-hubungkan,

menunjukkan,memecahkan dan

mempergunakan. Misalnya meminta anak menerapkan konsep, hukum, rumus, aturan dan lain-lainnya dengan benar ke dalam situasi yang baru.

4) Analisis (analysis): memerinci,

mendiagramkan, membedakan,

mengidentifikasi, mengilustrasikan,

menyimpulkan, menghubungkan,

menunjuk, memilih, memisahkan dan membagi. Misalnya meminta anak menganalisis sesuatu yang kompleks, menjadi bagian - bagian yang sederhana. 5) Sintesis (synthesis): mengkategorikan,

mengkombinasikan, menyusunn,

menciptakan, mendesain, merencanakan, menulis kembali, meringkas dan menceritakan. Misalnya meminta anak menggabungkan atau menyusun kembali berbagai elemen pengetahuan yang ada sehingga membentuk struktur baru yang lebih menyeluruh.

6) Evaluasi (evaluation): menilai,

membandingkan, menyimpulkan,

mempertentangkan, mengkritik,

mendeskripsikan, membedakan,

menjelaskan, membenarkan,memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, dan meringkas. Misalnya meminta anak mampu membuat penilaian dan keputusan tentang suatu masalah, nilai, pendapat, atau hal-hal lain dengan menggunakan kriteria tertentu. Pertanyaan evaluasi merupakan tingkatan tertinggi ranah kognitif.

b. Penilaian Ranah Psikomotor

Ryan (1980), menjelaskan bahwapenilaian ranah psikomotor dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara, yaitu:

1) Melakukan pengamatan langsung dan melakukan penilaian tingkah laku siswa selama pembelajaran berlangsung.

(6)

2) Memberikan tes setelah pembelajaran berlangsung untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan dan sikap.

3) Selang beberapa waktu setelah pembelajaran dan di lingkungan kerjanya apabila kelak sudah bekerja.

Sementara itu, penilaian hasil belajar ketrampilan meliputi:

1) Ketrampilan anak menggunakan peralatan kerja.

2) Ketrampilan anak menganalisis pekerjaan dan urutan pekerjaan.

3) Ketrampilan anak dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya.

4) Ketrampilan anak dalam membaca gambar dan simbol.

5) Keserasian bentuk yang diharapkan dengan ukuran yang ditentukan (Depdiknas, 2008).

Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa penilaian psikomotor meliputi penilaian pendahuluan, penilaian proses dan penilaian produk. Pelaksanaannya dapat pada saat pembelajaran berlangsung atau sesudah pembelajaran berlangsung melalui unjuk kerja atau teknik tes lainnya. Penilaian ranah kognitif dilaksanakan tertulis, sementara penilaian ranah psikomotor dilakukan dengan menggunakan tes unjuk kerja, lembar tugas dan lembar pengamatan.

c. Penilaian Ranah Afektif

Penilaian ranah afektif berkaitan dengan sikap anak terhadap nilai-nilai sederhana yang bukan merupakan fakta.Sikap diartikan sebagai kecenderungan seseorang bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu objek (Anastasi, 1982).

Pengertian lain menjelaskan bahwa sikap merupakan kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang atau masalah tertentu (Birren el.al, 1981). Dengan melihat sikap seseorang dapat mengenal siapa orang itu sesungguhnya.Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni komponen afektif, komponen kognitif dan komponen konotif (Depdiknas, 2003). Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Komponen kognitif adalah keercayaan atau keyakinan yang dimiliki seseorang.Sementara itu komponen konotif adalah kecenderungan untuk bertingkah laku atau berbuat dengan cara-cara tertentu terhadap suatu objek.

Propham (1995), menjelaskan bahwa ranah afektif, menentukan keberhasilan pembelajaran seorang anak. Seorang anak yang memiliki minat besar terhadap pelaiaran tertentu, akan sangat

membantu mencapai ketuntasan

pembelajarnya.Guru yang mampu

membangkitkan minat belajar anak, menjadi kunci mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

Menurut Tuckman (1975), ada lima peringkat ranah afektif yaitu: penerimaan, tanggapan, penilaian, organisasi dan karakterisasi.

1) Penerimaan (receiving/attending: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, mengikuti, memberikan, mengidentifikasi, menempatkan, menjawab, memilih dan menggunakan. Pada ranah ini anak memiliki kemauan menerima atau memperhatikan stimulus yang dapat berupa tugas, perintah, permintaan dan lain-lainnya. Misalnya guru memberi pekerjaan rumah, tugas meringkas

(7)

buku, menasehati anak agar rajin belajar, dan sebagainya. Stimulus dilakukan berulang-ulang dapat menjadi kebiasaan positif bagi anak.

2) Penanggapan (responding): menjawab,

membantu, menyesuaikan diri,

mendiskusikan, menghormat, menampilkan, melakukan, membaca, melaporkan, menanggapi, memilih,menceritakan dan menulis. Pada ranah ini anak secara aktif meberikan respon misalnya senang bertanya, berperan aktif dalam suatu kegiatan, rajin membaca buku dan lain-lainnya.

3) Penilaian (valuing): melengkapi, mendemonstrasikan, mendeskrisikan, membedakan, menjelaskan, mengikuti, membentuk, mengundang, memutuskan, mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, mempelajari, mengambil bagian dan mengerjakan. Pada ranah ini anak dapat menentukan nilai, keyakinan atau sikapdengan derajat rentang mulai dari menerima nilai sampai pada tingkat komitmen. 4) Pengorganisasian(organization): mengikuti, m e n y u s u n , m e n g g a b u n g k a n , membandingkan, melengkapi, mempertahankan, menjelaskan, menggeneralisasikan, memodifikasi, mengorganisasikan, menyiapkan,

menghubungkan dan mensintesiskan. Pada ranah ini anak memiliki konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya pengembangan falsafah hidup di kemudian hari.

5) Karakterisasi (characterization): melakukan,

membedakan, memperlihatkan,

mempengaruhi, mendengarkan,

memodifikasi, mempertunjukkan,

mengusulkan, mengkualifikasikan, menanyakan, merevisi, melayani,

memecahkan, menggunakan dan

memverifikasi. Pada ranah ini anak memiliki sitem nilai yang dapat mengendalikan perilaku yang pada akhirnya mampu membentuk pola hidup.Karakterisasi ini merupakan peringkat tertinggi yang berkaitan dengan pribadi, emosi dan sikap sosial.

Penilaian afektif dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis (angket), wawancara dan pengamatan.Penilaian afektif membutuhkan ketelitian dan berkesinambungan.Oleh sebab itu penilaian sikap ini tidak dapat hanya dilakukan sekali. Penilaian sikap yang paling tepat adalah penilaian dalam proses pembelajaran. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001), penilaian sikap dalam proses pembelajaran lebih mencerminkan sikap dan perbuatan siswa. Penilaian sikap yang dilaksanakan secara khusus, mungkin akan menghasilkan data yang kurang dapat dipercaya karena anak bisa bersikap berpura-pura karena sadar dirinya sedang dinilai. Berbeda dengan penilaian dalam proses pembelajaran lebih-lebih dilakukan berkesinambungan, akan lebih memberikan data yang yang mencerminkan keadaan anak yang sesungguhnya. Siswa tidak akan mungkin akan bersikap berpura-pura secara terus-menerus.

(8)

Alat Penilaian

Alat penilaian dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes dan teknik non tes.Teknik tes ditinjau dari segi kegunaannya dibedakan menjadi tiga yaitu tes dignostik, tes formatif dan tes sumatif.Ditinjau dari segi bentuknya, teknik tes dibedakan menjadi dua yaitu tes objektif dan tes esai. Sementara itu teknik non tes meliputi skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup (Suharsimi Arikunto,2007).

a. Teknik Tes

Tes adalah sejumlah pernyataan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan anak baik secara lisan, tertulis maupun perbuatan. Menurut Djemari (2008) tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Respon peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan anak dalam bidang tertentu. Suharsimi Arikunto (2007) menjelaskan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Sementara itu Eko Putro Widoyoko (2011) menyebutkan bahwa tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa tes merupakan alat pengumpul informasi yangdigunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan anak dengan prosedur tertentu yang

telah ditentukan. Di samping itu tes juga digunakan untuk mengetahui keberhasilan program pembelajaran.

Pada umumnya pelaksanan tes di sekolah menggunakan bentuk tes objektif maupun esei, atau gabungan tes objektif dan tes esei.Masing-masing bentuk tes ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.Tes objektif sebagaimana namanya, memberikan hasil lebih objektif daripada tes esai. Siapapun yang memeriksa tes objektif, akan memberikan skor yang sama. Berbeda dengan tes esai, jawaban sama dapat memiliki skor yang berbeda-beda jika dinilai oleh orang yang tidak sama. Dengan lain kata tes objektif penskorannya bersifat objektif sementara itu tes esei penskorannya dipengaruhi oleh subjektifitas penilainya. Subjektifitas itu bersumber pada bentuk tulisan testi, kondisi fisik dan psikis pemeriksa, pengaruh nilai anak sebelumnya, dan kesan guru terhadap anak.

Kelebihan lain tes objektif ialah cakupan bahannya luas sehingga lebih mewakili, mudah dan cepat memeriksanya, dan tidak unsur subjektifitas yang mempengaruhi penilaiannya. Di sisi lain soal-soal objektif dinilai cenderung hanya mengungkapkan daya ingatan atau pengenalan saja dan sulit mengukur proses berfikir yang lebih tinggi. Kekurangan tes objektif lainnya adalah lebih sulit menyusunnya dan memberikan peluang untung-untungan pada anak. Sememtara itu kelebihan tes esei adalah mudah menyusunnya, mendorong anak berani mengungkapkan pendapatnya, dan tidak memberi peluang kepada anak bermain spekulasi. Kekurangan tes esei adalah soal terbatas sehingga kurang mewakili cakupan

(9)

bahan, tingkat validitas dan reliabilitasnya rendah, serta koreksinya sulit dan membutuhkan waktu yang lama.

Bentuk tes objektif yang banyak digunakan di sekolah adalah pilihan ganda, menjodohkan dan benar-salah.Untuk tes esei yang digunakan adalah tes esei bebas dan tes esei terbatas.Menyadari bahwa masing-masing bentuk tes memiliki kelebihan dan kekurangan maka pelaksanaannya di sekolah digabungkan antara tes objektif dan tes esai.

b. Teknik Non Tes

Alat ukur dengan menggunakan teknik non tes sangat bermanfaat untuk mengetahui kualitas pribadi anak yang berkaitan dengan hasil pembelajaran terutama penguasaan domain ketrampilan dan sikap.Hasil pembelajaran domain ketrampilan dan sikap terkadang sulit diukur dengan tes, perlu menggunakan teknik non tes agar dapat memberikan data dan informasi yang lebih tepat.

Eko Putro Widoyoko (2011) menjelaskan bahwa instrument non tes digunakan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan

softskills dan vocationalskills, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik daripada apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain instrument seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati daripada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan indra. Ada beberapa macam teknik non tes yang biasa digunakan diantaranya adalah daftar cek (cheklists), bagan partisipasi (participationcharts), skala bertingkat

(ratingscale), kuesioner (questionair), wawancara (interview), riwayat hidup, pengamatan (observation), dan portofolio.

Penutup

Penilaian merupakan bagian initegral pembelajaran.Melalui penilaian diketahui keberhasilan pembelajaran secara menyeluruh baik ditinjau dari segi anak, guru, maupun sekolah.Dari segi anak diketahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pembelajaran dari guru.Dari segi guru dapat mengetahuianak didik mana yang berhak melanjutkan pelajarannya karena telah berhasil menguasai materi pembelajaran dan anak didik mana yang belum berhasil menguasai materi pembelajaran. Melalui penilaian guru dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Di samping itu guru dapat mengetahui tepat-tidaknya materi dan metode yang digunakan. Melihat hasil penilaian, sekolah dapat mengetahui apakah kondisi belajar yang diciptakan telah sesuai harapan atau belum.

Penilaian merupakan proses penyimpulan berbagai informasi tentang anak didik yang mencerminkan keadaan dan kemampuan anak didik yang sesungguhnya. Aspek penilaian harus menyeluruh, meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.Alat penilaiannyapun tidak hanya menggunakan teknik tes (tertulis), tetapi juga menggunakan teknik non tes.Penilaian membutuhkan ketelitian, berkesinambungan yang memerlukan waktu yang panjang sehingga hasilnya benar-benar mencerminkan keaadaan anak yang sesungguhnya.

(10)

Daftar Rujukan

Allen, M.J. and Yen, W.M. 1979. Introduction to

Measurement Theory.California: Brooks Cole Publishing Company

Anastasi, A. 1982.Psichological Testing. Fifth Edition. New York: Publishing, Co. Inc Bloom, Benyamin S, et.al. 1956. Taxonomyof

Educational Objective, New York: David Mc. Kay Company Inc.

Burhan Nurgiyantoro, 2001, Penilaian dalam

Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta: BPFE.

Depdiknas. 2008. Model dan Teknik Penilaian pada

Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta

Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan

Instrument Tes dan Non Tes.Yogyakarta: MitraCendekia.

Eko Putro Widoyoko. 2011. Evaluasi Program

Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gagne, Robert M dan Leslie J. Briggs, 1979,

Principles of Instructional Design,NewYork: Holt, RinehartandWinston.

Grffin, P.& Nix, P. 1991. Educational Assessment

and Reporting. Sydney: Harcout Brace Javanovich, Publisher Evaluation.

Popham, W.J. 1995. Classroom Assessment. Boston: Allyn and Bacon.

Suharsimi Arikunto. 2007.Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Stufflebeam, D.L. & Shinkfield, A.J. 1985.

Systematic Evaluation. Boston: Kluwer Nijhof Publishing.

Tuckman, Bruce W. 1975, Measuring Educational

Outcomes, Fundamentals of Testing, New York: Harcourt Brace Jovanovich.

Zaenal Arifin. 2010. EvaluasI Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik SMK Kurikulum 2013 Berbasis Web ini membantu tugas saya dalam memonitor data guru, data siswa, pengguna

Digunakan untuk mengukur keberhasilan atau tingkat pencapaian suatu program pengajaran/pelatihan oleh peserta didik dan disebut tes untuk penilaian pencapaian hasil belajar

Digunakan untuk mengukur keberhasilan atau tingkat pencapaian suatu program pengajaran/pelatihan oleh peserta didik dan disebut tes untuk penilaian pencapaian hasil belajar

• Landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan

Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang

3) dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian. Penilaian diri

Penilaian sikap dimaksudkan sebagai penilaian t erhadap perilaku pesert a didik dalam proses.. pembelajaran yang meliput i sikap spirit ual dan sosial. Penilaian sikap memiliki

Penilaian kelas adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu